• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNOLOGI PENGOLAHAN KEDELAI.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNOLOGI PENGOLAHAN KEDELAI.docx"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNOLOGI PENGOLAHAN KEDELAI TEKNOLOGI PENGOLAHAN KEDELAI

TRADISIONAL (INDONESIA) TRADISIONAL (INDONESIA)

Dibandingkan dengan bahan pangan nabati sumber protein yang lain, kedlai Dibandingkan dengan bahan pangan nabati sumber protein yang lain, kedlai mempunyai kadar protein yang lebih tinggi, yaitu sekitar 35-45%. Di samping itu protein mempunyai kadar protein yang lebih tinggi, yaitu sekitar 35-45%. Di samping itu protein yang lebih tinggi, yaitu hayati yang tinggi sekitar setelah diolah, karena mempunyai kadar yang lebih tinggi, yaitu hayati yang tinggi sekitar setelah diolah, karena mempunyai kadar amino esensial yang lengkap dengan pola susunan yang mendekati protein hewani. amino esensial yang lengkap dengan pola susunan yang mendekati protein hewani. Dibandingkan dengan sumber protein hewani, kedelai lebih mudah diperoleh harganya lebih Dibandingkan dengan sumber protein hewani, kedelai lebih mudah diperoleh harganya lebih murah dan lebih mudah diproduksi., sehingga kedelai merupakan sumber protein yang murah dan lebih mudah diproduksi., sehingga kedelai merupakan sumber protein yang  penting untuk dikemb

 penting untuk dikembangkan kegunaannya.angkan kegunaannya.

Di Indonesia, kedelai telah dikenal sebagai bahan pangan yang biasa diolah menjadi Di Indonesia, kedelai telah dikenal sebagai bahan pangan yang biasa diolah menjadi tempe, tahu, tauco, kecap, dan kembang tahu dan susu kedelai. Kalau tahu, kecap dan tempe, tahu, tauco, kecap, dan kembang tahu dan susu kedelai. Kalau tahu, kecap dan kembang tahu dapat diketahui melalui sejarah bahwa ketiga bahan pangan ini berasal dari kembang tahu dapat diketahui melalui sejarah bahwa ketiga bahan pangan ini berasal dari cina, tidak demikian halnya dengan tempe, tempe adalah bahan pangan khas tradisional cina, tidak demikian halnya dengan tempe, tempe adalah bahan pangan khas tradisional Indonesia. Selama berabad-abad tempe telah digunakan sebagai bahan pangan sumber protein Indonesia. Selama berabad-abad tempe telah digunakan sebagai bahan pangan sumber protein oleh penduduk dipulai jawa. Sekarang penggunaannya telah menyebar ke pulau-pulau lain di oleh penduduk dipulai jawa. Sekarang penggunaannya telah menyebar ke pulau-pulau lain di Indonesia,bahkan ke luar negeri.

Indonesia,bahkan ke luar negeri.

Tempe Tempe

Dibandingkan dengan kedelai mentah, tempe tidak hanya flavornya yang lebih dapat Dibandingkan dengan kedelai mentah, tempe tidak hanya flavornya yang lebih dapat diterima,

diterima, tetapi juga lebih tetapi juga lebih mudah dicerna. mudah dicerna. Proses fermentasi dalam Proses fermentasi dalam pembuatan tempe pembuatan tempe dapatdapat mempertahankan sebagian besar besar zat-zat gizi yang terkandung dalam kedelai, mempertahankan sebagian besar besar zat-zat gizi yang terkandung dalam kedelai, meningkatkan daya cer proteinnya, serta meningkatkan kadar beberapa macam vitamin B. meningkatkan daya cer proteinnya, serta meningkatkan kadar beberapa macam vitamin B. Peneliataian mengenai nilai gizi nya menunjukkan bahwa tempe dapat digunakan sumber Peneliataian mengenai nilai gizi nya menunjukkan bahwa tempe dapat digunakan sumber  protein yang murah un

 protein yang murah untuk bahan pangan anak-anak dinegara berkembangtuk bahan pangan anak-anak dinegara berkembang..

Sayang sekali sejak pricen Geerlings pada tahun 1895 pertama kali menguraikan cara Sayang sekali sejak pricen Geerlings pada tahun 1895 pertama kali menguraikan cara  pembuatan

 pembuatan tempe tempe di di Indonesia, Indonesia, prosedur prosedur pembuatannya pembuatannya blum blum mengalami mengalami perubahan perubahan atauatau  perbaikan

 perbaikan yang berarti. yang berarti. Hingga kini Hingga kini pembuatan tpembuatan tempe empe di di Indonesia Indonesia masih masih dilakukan dengandilakukan dengan cara yang sangat sederhana, yang boleh dikatakan belum dipengaruhi oleh teknik modern. cara yang sangat sederhana, yang boleh dikatakan belum dipengaruhi oleh teknik modern.

Metode pembuatan tempe Metode pembuatan tempe

Secara tradisional tempe dibuat dengan cara sebagai berikut: mula-mula kedelai Secara tradisional tempe dibuat dengan cara sebagai berikut: mula-mula kedelai direndam selama semalam, lalu direbus selama 1 jam. Biji-biji kedelai yang telah setengah direndam selama semalam, lalu direbus selama 1 jam. Biji-biji kedelai yang telah setengah

(2)

masak sesudah didinginkan lalu diinjak-injak supaya kulitnya pecah dan dibersihkan kemudian dan direndam lagi selama semalam. Selanjutnya dimasak sampai lunak (kira-kira 30 menit). Kedelai yang telah dimasak ditebarkan ke atas tampah biji-bijikedelai itu disapu dengan daun waru atau daun jati (yang biasanya juga dipakai untuk pembungkus tempe). Penyapuandengandaun waru atau daun Jati tersebut bertujuan untuk mendapatkan spora-spora kapang, sehingga kedelai akan menjadi tempe.

Di Jawa barat pada umumnya pembuatan tempe ini dsimulai dengan merebus kedelai selama 30 menit. Kedelai rebus ini dikupas kulitnya dengan tangan dan dicuci, selanjutnya direndam dalam air dengan suhu kamar selama 22 jam. Kemudian kedelai direbus kembali selama 1 jam dalam air perendamnya, lalu ditiriskan dan didinginkan. Setelah itu diinokulasi dengn kapang tempe yang telah dipersiapkan sebelumnya, sebanyak 1 gram untuk 1 kg kedelai.selanjutnya dibungkus dengan daun pisang dan fermentasi dilakukan pada suhu kamar selama 30-40 jam.

Kapang tempe atau biasa disebut laru tempe dibuat dengan cara mengiris-iris tempe yang telah mulai ditumbuhi spora kapang, berwarna kelabu, yang kemudian dijemur dan di tepungkan.Cara lain adalah menumbuhkan kapang tempe pada nasi sampai timbul sporanya,kemudian dijemur sampai kering dan selanjutnya ditepungkan.

Hermana dan Sutedja (1970) membuat tempe dengan cara “baru” sebagai berikut: mula-mula kedelai dibersihkan dari kotoran, lalu dikupas kering dengan menggunakan “Burr mill”. Setelah itu direbus selama 1/2  jam, direndam dalam air perebus selama 22 jam, kemudian direbus kembali dalam air baru selama 40 menit.

Setelah ditiriskan dan didinginkan kemudian diinokulasi dengan laru tempe, lalu dibungkus dengan kain blancu kemudian difermentasikan selama 24 jam. Fermentasi dilanjutkan kembali selama 14-16 jam, setelah kedelai dibungkus dalam kantong plastik  berlubang.

Dalam penelitiannya mengenai tempe Steinkraus et al (1960) menyarankan aagar kedalam air perendam dan air perebus kedelai dicampurkan sedikit asam laktat. Tingkat keasaman yang memberikan pH antara 4,0-5,0 akan memberikan pertumbuhan yang lebih leluasa kepada kapang Rhizopus sp., karena intervensi dari mikroba lain dapat dicegah. Penggunaan asam laktat dalam air dapat menghambat kegiatan mikrobayang tidak diinginkan

(3)

selama perendaman. Tanpa penambahan asam, perendaman sering menyebabkan terbentuknya lendir pada kedelai.

Pengupasan Kedelai

Pengupasan kulit biji kedelai sebelum dilakukan inokulasi dianggap sangat penting, karena dengan demikian kapang dapat menembus jauh ke dalam biji kedelai. Untuk melepaskan kulitnya, maka kedelai yang telah direndam atau direbus hingga saat i ni oleh para  pembuat tempe diinjak-injak dengan kaki atau diremas-remas dengan tangan, baik dipinggir

kali maupun di dekat sumur atau di dapur.

Steinkraus et al (1961) mengemukakan aspek-aspek penting pada pembuatan tempe dalam skala besar. Untuk mengupas kedelai diperlukan alat pengupas kulit yang khusus, karena pengupasan sengan menggunakan kaki atau tangan seperti lazim dilakukan oleh  pengusaha-pengusaha tempe tradisional akan memakan waktu lama. Steinkraus et al (1962,

1965) mengupas kacang kedelai dengan “abbrasive vegetable peeler” atau “ Bur mill”.

Departemen Mikrobiologi, Institut Teknologi Bandung telah membuat suatu alat  pengupas kedelai dari kayu yang memungkinkan mengupas kedelai yang telah direndam dengan mudah dan cepat (Ko dan Sastramihardja, 1964). Menurut Ko dan Sastramihardja (1964) mungkin melepaskan kulit kedelai dengan suatu alat lebih mudah sewaktu kedelai masih kering. Akan tetapi harus diingat perendaman bahwa perendaman kedelai utuh mungkin memperbaiki nilai gizinya , oleh karena selama perendaman mungkin sudah terjadi kegiatan-kegiatan enzim. Hal ini tidak akan terjadi jika perendaman dilakukan setelah biji-biji kedelai terpecah dan kulinya dihilangkan. Akan tetapi Herman dan Sutedja (1970) melaporkan telah berhasil membuat tempe yang baik dengan cara pengupasan kering menggunakan “Burr mill”.

Kapang Tempe Dan Proses Fermentasi

Geerligs (1985), Boorsma (1900) dan Hardjohutomo (1958) menamakan kapang tempe sebagai Chlamydomucor Oryzae, sedangkan Hesseltine (1961) mengidentifikasikannya sebagai Rhizopus_oligosporus saito ( NRRL 2710), Dupont (1954), Stahel (1946), Steinkarus et al (1960), Van Veen dan schaefer (1950) dan Yap (1960) menamakan kapang ini sebagai Rhiyopus oryzae (Hermana, 1972). Menurut Hermana (1972) sedikitnya ada empat spesies Rhizopus yang dapat digunakan untuk membuat tempe, yaitu  Rhiyopus stolofiner, R. Oryzae, R. Arrhiyus dan R. Oligosporus.

(4)

Pengamatan terhadap lebih dari 80 contoh tempe yang dikumpulkan dari beberapa tempat di Jawa dan Sumatra, dan isolasi lebih dari 100 kultur murni, menunjukkan bahwa di dalam tempe yang baik selalu terdapat  Rhizopus oligosporus  (Ko, 1965). Tetapi Van Veen dan schaefer (1960) berpendapat bahwa kapang yang memegang peranan terbesar selama  proses fermentasi tempe adalah Rhizopus _oryzae.

Selama proses fermentasi berlangsung, jenis-jenis mikroba lain yang mungkin ikut tercampur tidak menunjukkan kegiatan apa-apa. Fermentasi kapang hanya berlangsung aktif selama kira-kira satu hari, setelah itu kapang mulai membentuk spora. Pada saat tersebut  peranan diambil alih oleh mikroba lain terutama bakteri yang dapat menimbulkan  pembusukkan, sehingga tempe harus segera dikonsumsi sebelum pembusukkan benar-benar terjadi. Untuk membuat tempe yang bermutu baik dan tahan lama disimpan, sanitasi dalam  perusahaan dan kemurnian laru tempe penting sekali diperhatikan.

Hasil hasil penelitian menunjukkan bahwa kedelai yang diolah dengan cara fermentasi ini menjadi lebih tinggi nilainya karena daya cerna protein dan ketersediaan (availabilitas) dari semua nutrien dalam kedelai menjadi lebih baik. Kelihatannya selam proses fermentasi, sebagian dari karbohidrat dan protein dipecah menjadi fragmen- fragmen yang lebih mudah larut dan diserap oleh usus, sedangkan faktor antitripsin aktifitasnya menjadi hilang.

Oksigen yang cukup dianggap sangat esensial bagi pertumbuhan kapang. Tetapi harus dihindarkan adanya kontaminasi mikroba lain dari luar. Selama fermentasi, suhu kedelai akan naik sedikit. Untuk mencegah pertumbuhan bakteri termofilik, harus diusahakan agar suhu tersebut tidak melewati45℃.

Laru tempe

Secara tradisional ada tiga cara yang dapat digunakan untuk membuat laru tempe. Cara yang pertama membiarkan adonan beras dan terigu ditumbuhi kapang dari udara. Cara yang kedua adalah menggunakan daun  Hisbiscus liliaceus linn. Untuk membungkus kedelai selama fermentasi. Miselia dan spora kapang yang melekat pada daun dapat digunakan setelah dijemur. Cara yang ketiga adalah menggunakan tepung tempe.

Dalam penelitian-penelitian di laboratorium, umumnya digunakan kultur murni  R.oryzae atau R.oligosporus, yang di tumbuhkan pada nasi, tapioka atau dedak gandum yang telah disterilkan, atau kedelai yang telah direbus. Setelah timbul spora kemudian bahan dikeringkan dalam oven pada suhu rendah, dan kemudian ditepungkan .

(5)

Bahan Pembungkus

Daun pisang telah sejak lama digunakan sebagai bahan pembungkus tempe. Masalah dalam penggunaan daun ini adalah karena tidak dapat membiarkan difusi udara yang merata kedalam kacang kedelai selama proses fermentasi, yang diperlukan untuk pertumbuhan kapang serta mempercepat proses fermentasi dan menghasilkan tempe yang bermutu baik.

Difusi udara yang merata ke dalam kedelai kan diperoleh apabila digunakan kantung  plastik berlubang-lubang selama proses fermentasi. Kecepatan difusi udara ini dapat diatur

dengan memilih ketebalan plastik yang digunakan serta jarak lubang pada kantung plastik tersebut.

Nilai Gizi Tempe

Kadar nitrogen total dalam kedelai setelah menjadi tempe relatif konstan, tetapi kadar nitrogen yang larut meningkat menjadi 2,5% (Steinkraus et al, 1961). Kandungan protein kasar tidak banyak berubah oleh fermentasi, tidak lebih dari 5-10%, kadarnya turun atau naik. Asam amino triptofan dan alanin naik sekitar 20%, sedangkan felilalanin turun sekitar 20% ( Murata et al, 1967).

Steinkraus et al (1961) mengamati sekitar 10% dan lebih dari 25% terjadi penurunan kandungan lisin setelah fermentasi masing-masing setelah 36 dan 60 jam, serta sekitar 3% dan 10% terjadi penuruna kandungan Metionin. Murata et al (1967) menemukan lebih dari 10% terjadi penurunan kandungan lisin dari tempe yang mereka buat sendiri, tetapai tidak  pada contoh tempe dari Indonesia kadar Metionin dari kedua macam contoh tersebut juga

tidak menurun. Jumlah asam amino bebas naik dengan cepat selama prose fermentasi. Jumlah masing-masing asam amino setelah fermentasi selama 48 jam naik dari 1 sam pai 85 kali dibandingkan dengan kedelai yang tidak di fermentasi (Murata et al, 1967).

Kapang tempe mempunyai aktifitas lipotik yang kuat dan menghidrolisis sepertiga lemak netral dalamkedelai selama 72 jam fermentasi. Lemak netral dalam kacang kedelai mengandung asam palmitat, stearat, oleat, linoleat, dan asam linolenat, dimana asam linoleat terdapat paling banyak. Sebagian besar asam lemak kedelai setelah fermentasi terdapat dalam  proporsi yang sama seperti yang terdapat dalam kacang kedelai rebus, kecuali terjadi  penurunan kadar asam linolenat sebesar 40% (Wagenknecht et al, 1961).Penurunan kadar asam linolenat termasuk linolenat bebas juga ditemukan oleh Murata et al (1967). Tetapi

(6)

dilaporkan juga bahwa perubahan asam oleat dan linoleat tidak konsisten dengan yang telah dilaporkan oleh Wagenknecht et al (1961).

Bilangan asam kacang kedelai yang telah direbus adalah sekitar 1,7. Pada akhir 69  jam fermentasi bilangan asam naik menjadi 78,3 selain terjadi pembebasan asam lemak

dalam jumlah tinggi, terjadi kenaikan pH menjadi 7,3. Hal ini diperkirakan karena kapang secara aktif menghidrolisis protein dan melakukan proses deaminasi asam-asam amino (Wagenknecht et al, 1961).

Selama fermentasi kedelai menjadi tempe, perubahan utama yang terjadi pada karbohidrat adalah : (a) kehilangan heksosa secara cepat, dan (b) pemecahan stakhiosa secara lambat (shallenberger et al., 1971)

Murata et al (1967) menemukan bahwackandungan riboflavin,vitamin B6, asam nikotinat dan asam pantotenat dalam tempe lebih banyak dibandingkan kacang kedelai yang tidak di fermentasi. Juga telah diamati bahwa kandungan vitamin-vitamin B ini akan terus naik apabila tempe difermentasi lebih dari 48 jam. Akan tetapi tempe yang telah berspora mempunyai rasa pahit.

Roelofsen et al (1964) menemukan kandungan tiamin, riboflavin dan asam nikotinat  baik dalam tempe maupun kacang kedelai, terdapat jumlah yang lebih banyak daripada yang telah diamati Murata et al. (1967). Perubahan riboflavin dan asam nikotinat selama fermentasi menunjukkan pola yang sama dari kedua penelitian tersebut. Perubahan dalam kandungan riboflavin dan asam nikotinat juga ditemukan oleh steinkraus et al (1961). Dalam  penelitian ini asam pantotenat menunjukkan penurunan.

Gyorgy (1961) melaporkan bahwa nilai gizi susu kedelai sebanding dengan susu skim, dan lebih tinggi dibandingkan kacang kedelai yang tidak mengalami fermentasi. Steinkraus et al (1961) mengamati bahwa nilai gizi tempe menurun dengan bertambahnya waktu fermentasi; akan tetapi nilai PER (Protien Efficiency Ratio) tidak berubah.

Murata et al (1971) menemukan bahwa nilai PER tempe tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kedelai yang tidak difermentasi. Tetapi nilai PER tempe yang telah disuplemenetasi dengan sedikit lisin, metionin dan treonin meningkat dan sebanding seperti halnya makanan yang terdiri dari tempe-telur. Komposisi kimia dan nilai gizi tempe dapat dilihat pada tabel 19.

(7)

TABEL 19

Komposisi kimia (per 100 g) dan Nilai Gizi Tempe

Komponen Tempe segar 1) Tempe kering2) Kalori, Kkal 149 Protein, g 18,3 Lemak, g 4,0 Karbohidrat, g 12,7 Air, g 64 8,9 Serat, g 3,1 Abu, g 4,2 Kalsium, mg 129 Fosfor, mg 154 Besi, mg 10 Vitamin A, IU (50) Vitamin B1, mg 0,17 0,13 Vitamin B2, mg 0,49 Vitamin B6, mg 0,35 Asam nikotinat, mg Vitamin C, mg 0

Koefisien Daya Cerna 833)

 Protein Efficiency Ratio (PER) 2,563)

 Net Protein Utilization (NPU) 574)

1)Departemen Kesehatan RI (1967) 2)Murata et al (1967)

3)Van Veen dan Steinkraus (1970) 4) Balai Penelitian Gizi, Bogor

(8)

Referensi

Dokumen terkait

Fenomena fashion involvement dan impulsive buying tersebut dapat mengancam kehidupan mereka jika tidak diiringi dengan penyeimbang yang berasal dari selain fisik

Berdasarkan jenis data menurut sumbernya data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder, yaitu data primer berupa pendapatan keluarga yang

untuk memenuhi salah satu persyaratan penyelesaian program pendidikan Diploma III Manajemen Program studi Manajemen Keuangan dan Perbanakan STIE Perbanas Surabaya

Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Merauke dalam rangka melaksanakan Visi, Misi untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan pada Tahun Anggaran 2002, memiliki dua

Kurangnya terobosan akan pemasaran dan pengolahan data penjualan yang kurang baik yang dialami oleh Pengurus Cabang Judo Karawang ini, tentunya berimbas pada

Berdasarkan hasil penelitian tindakan ke- las yang telah dilaksanakan dalam dua siklus, dapat disimpulkan bahwa penerapan model POE berbasis media realia

mempresentasikan jawaban sehingga tahap presentasi atau penjelasan cenderung didominasi oleh siswa yang aktif dalam kelas; Peneliti kurang dalam mengarahkan siswa untuk memperhatikan