• Tidak ada hasil yang ditemukan

Widyaiswara Berkarakter

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Widyaiswara Berkarakter"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Widyaiswara Berkarakter

Oleh : Saefudin,S.Ag.,MM.Pd Widyaiswara Ahli Muda

Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Purwakarta

Abstrak

Widyaiswara sebagai jabatan fungsional yang memiliki ruang lingkup, tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk mendidik, mengajar dan melatih Pegawai Negeri Sipil yang senantiasa meningkatkan kompetensinya melalui proses penyelenggaraan belajar dan mengajar di dalam lembaga pendidikan dan pelatihan (Diklat) pemerintah. Widyaiswara sebagai fasilitator dalam proses belajar mengajar yang bertugas mengelola diklat serta mengembangkan Sumber Daya Manusia.

Pendidikan berkarakter dianggap mampu mengatasi fenomena yang terjadi di dunia pendidikan. Karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Widyaiswara sebagai Pendidik ada empat kompetensi yang harus dimiliki sebagai agen pembelajaran, yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi professional, dan kompetensi sosial.

Kata Kunci :

Widyaiswara – Karakter – paedagogik – kepribadian – professional - kompeten

A. Pendahuluan

Pada saat setelah Jepang digempur oleh tentara sekutu dalam Perang Dunia II, Kaisar Hirohito bukan menanyakan berapa banyak tentaranya yang tersisa. Dia justru menanyakan berapa banyak tenaga pendidik yang tersisa. Negarawan Vietnam, Ho Chi Minh (1890-1969) yang menegaskan prinsipnya bahwa “No teacher, no education”, atau “Tanpa guru, tidak ada pendidikan”. Sementara presiden pertama kita, Soekarno, pada 21 November 1945 menyatakan bahwa “guru bukanlah penghias alam, tetapi pembentuk manusia”.

(2)

Siapakah guru itu ?

Apakah widyaiswara itu guru ?

Jawabnya adalah bahwa widyaiswara itu gurunya guru, guru dari para guru, guru dari para birokrat/pejabat, dan lain-lainnya.

Upaya implementasi pendidikan karakter, tentu tidak lepas dari peran tenaga pendidik. Berdasarkan kajian teoritis maupun empiris diyakini bahwa keberhasilan pendidikan karakter salah satunya diwarnai oleh faktor tenaga pendidik itu sendiri.

Sebagai tenaga pendidik, ia adalah seorang yang telah menyerahkan dirinya dalam organisasi, dia tidak bisa melakukan tindakan dan berperilaku sesuai keinginan sendiri, tetapi harus dapat menyesuaikan diri dengan peran dan tugasnya sesuai peran dan tuntutan tugas serta aturan organisasi yang menjadi kewajiban bagi seorang guru, oleh karena itu kita, tenaga pendidik harus tahu aturan, bersedia di atur, dan bisa mengatur. Tahu aturan bermakna memahami bagaimana mekanisme kerja organisasi, dengan pemahaman itu maka seorang pendidik harus mau dan bisa diatur sesuai dengan mekanisme yang berlaku, serta harus bisa mengatur dalam arti mengelola secara optimal apa yang menjadi peran dan tugasnya dalam organisasi.

B. Landasan Teori

1. Widyaiswara

Dari segi kata, widyaiswara terdiri dari dua kata, yaitu widya dan iswara. Widya berarti baik, dan iswara berarti suara. Maka widyaiswara berarti suara yang baik. (Kamus Umum Bahasa Indonesia).

Widyaiswara adalah tenaga pengajar yang melaksanakan proses pembelajaran di lembaga pendidikan dan pelatihan (diklat). (PP No.101 tahun 2000).

Widyaiswara adalah tenaga pendidik bagi orang-orang yang mengikuti diklat di lembaga kediklatan. Untuk menjadi widyaiswara ini seseorang harus memiliki kompetensi yang telah ditetapkan oleh peraturan Lembaga Administrasi Negara dan harus lulus dalam ujian untuk kelayakan menjadi tenaga pendidik. Orang yang dididik mayoritas adalah pegawai negeri sipil di lingkungan kementerian lembaga atau lainnya.

(3)

Widyaiswara adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih PNS pada lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) pemerintah. (Online Direktorat Pembinaan Widyaiswara, 2012). Widyaiswara adalah jabatan fungsional yang memiliki ruang lingkup, tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk mendidik, mengajar dan melatih PNS (pegawai negeri sipil). Sebagai aparatur pemerintah, PNS perlu meningkatkan kompetensinya melalui proses penyelenggaraan belajar dan mengajar di dalam lembaga pendidikan dan pelatihan (Diklat) pemerintah. Pada situasi inilah, Widyaiswara hadir sebagai fasilitator dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakan oleh satuan unit organisasi di pemerintah pusat dan daerah. Tentu saja unit organisasi tersebut bertugas mengelola Diklat serta mengembangkan SDM (sumber daya manusia).

2. Pendidik Berkarakter

Pendidikan karakter kembali mencuat ke permukaan setelah tawuran di kalangan pelajar semakin tidak terkendali serta maraknya bullying di sekolah yang menyebabkan timbulnya korban jiwa. Mungkin itulah salah satu latar belakang lahirnya kurikulum 2013 yang diklaim sebagai kurikulum berkarakter yang dianggap mampu mengatasi fenomena anomali yang terjadi di dunia pendidikan.

Karakter itu sendiri didefinisikan sebagai berikut : Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti: 1). Sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. 2). Karakter juga bisa bermakna “huruf”.

Menurut (Ditjen Mendikdasmen - Kementerian Pendidikan Nasional), Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

Puskur (Pusat Kurikulum) memberikan pengertian karakter sebagai watak tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi nilai-nilai kebajikan yang diyakini dan digunakannya sebagai landasan cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak.

(4)

C. Widyaiswara sebagai Pendidik

Mengutip Pasal 28 ayat 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa ada empat kompetensi yang harus dimiliki tenaga pendidik (guru) sebagai agen pembelajaran. Keempat kompetensi itu adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi professional, dan kompetensi sosial.

Widyaiswara sebagai pendidik merupakan bagian yang tak bisa dipisahkan dari sasaran tersebut, yang penulis sebut sebagai karakter dasar yang harus dimiliki seorang widyaiswara.

Melalui keempat kompetensi yang dimilikinya tersebut, maka widyaiswara harus mampu menjadi panutan dan mampu membangun karakter dan jati dirinya. Sebagaimana visi yang dirumuskan Ki Hajar Dewantara, bahwa seorang pendidik itu hendak mempunyai kepribadian: di depan menjadi teladan, di tengah membangun karsa, dan di belakang memberi dorongan, tut wuri handayani. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai baik sebagai widyaiswara, dosen, guru, konselor, pamong belajar, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

Terkait hal ini, Nur Kholiq (2011) dalam tulisannya berjudul “Guru berkarakter bagi dunia pendidikan” menjelaskan bahwa guru yang berkarakter adalah guru yang mempunyai prinsip hidup dan perenungannya dan kebebasan dalam berkreasi. Guru berkarakter akan berusaha menciptkan iklim belajar yang efektif dan menyenangkan, dengan kreativitas metode pembelajaran, untuk mengurangi kejenuhan dan menyesuaikan dengan konteks pembelajaran sehingga tumbuh kegairahan dan motivasi instrinsik dan ekstrinsik.

Begitu pula terhadap widyaiswara, maka ia harus berkarakter yang efektif dan kreatif dalam proses pembelajaran agar tidak terjadi kejenuhan bagi guru-guru atau tenaga birokrat yang dibimbingnya, sehingga tumbuh kegairahan dan motivasi dalam interaksi belajar.

D. Karakter yang diharapkan bagi Widyaiswara

Indonesia akan berjaya dan dapat bersaing di dunia internasional jika ditopang dengan SDM unggul dan berkualitas. Mewujudkan hal itu, tidak bisa dilepaskan dari pendidikan bermutu. Untuk meralisasikan pendidikan bermutu, sudah barang tentu kehadiran widyaiswara profesional yang berkarakter tidak dapat dinafikan.

(5)

Karakter adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh individu seperti watak tabiat, akhlak yang terbentuk oleh adanya pembisaan dan dilakukan berulang-ulang sehingga terbentuklah perilaku dan kepribadian.

Karakter tersebut terbagi dua, yaitu karakter positif dan karakter negatif. Jujur, bertanggung jawab, dapat dipercaya, berakhlak mulia, dan sebagainya adalah bentuk dari karakter positif, sedangkan karakter negatif adalah kebalikan dari karakter positif.

Padahal kalau kita mau menengok ke belakang karakter sudah ditanamkan sejak kurikulum 1947 yang mulai dilaksanakan pada tahun 1950. Dan kurikulum 1950 ini merupakan awal sejarah perkembagan kurikulum pendidikan. Dalam kurikulum ini mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Itu artinya istilah “karakter” sudah di praktikan sejak dulu.

Dalam perjalannya kita mengenal pendidikan moral pancasila yang sekarang disebut pendidikan kewarganegaraan yang mengajarkan watak dan sikap yang baik terhadap orang lain, negara dan agama, kita juga punya pendidikan agama yang mengajarkan akhlakul karimah terhadap sang Khalik (Hablumminallah), sesama manusia (hablumminannas) dan terhadap lingkungan. Kedua-duanya memiliki peranan penting dalam menanamkan dan membentuk karakter peserta didik, tapi mengapa tawuran pelajar semakin tidak terkendali, bullying juga seakan menjadi-jadi, kerusakan alam semakin ngeri, apa yang salah dengan pendidikan kita.

Keberhasilan widyaiswara dalam pendidikan bukan hanya terletak pada berhasilnya peserta didik menjadi pimpinan organisasi, jadi presiden, dokter, menteri, pejabat, atau yang lainnya, namun keberhasilan widyaiswara adalah manakala peserta didik telah mengaplikasikan nilai-nilai moral dan akhlakul karimah dalam kehidupannya sehari-hari. Widyaiswara akan dianggap gagal mendidik manakala peserta didiknya mampu menjadi pejabat namun korupsi, mampu menjadi dokter namun melakukan mall praktik, mampu menjadi insinyur namun mengeksploitasi alam hingga terjadi kerusakan dan bencana-bencana berdatangan, mampu menjadi guru sekolah tapi guru yang datang ke sekolah hanya menjadi pribadi yang negative bagi perkembangan sekolah.

Dalam hal ini, siapa yang berani menjamin seseorang yang punya keahlian public speaking dan punya keberanian tampil di depan orang banyak punya karakter yag positif,

(6)

justru malah merekalah yang mungkin lebih parah dari orang yang cuma diam dan menarik diri dari pangkat, kedudukan dan jabatan.

Apa yang disampaikan widyaiswara hanya sebatas konsep, di dalam kelas widyaisara mampu menjelaskan apa definisi kejujuran, namun belum tentu widyaisara bisa berlaku jujur. Widyaisara mampu mendefinisikan korupsi, tetapi belum tentu widyaisara mampu menghindar dari segala bentuk gratifikasi. Bisakah pepatah yang sudah umum di dunia pendidikan akan dipadankan dengan istilah “widyaisara kencing berdiri, peserta didik kencing berlari, widyaiswara kencing berlari peserta didik kencing menari-nari”, mungkin pepatah ini tepat dalam menyikapi krisis karakter di Indonesia. Semoga tidak demikian.

Itu artinya apapun perilaku widyaiswara akan besar pengaruhnya bagi peserta didik. Kalau perilakunya buruk wajar peserta didik juga akan berperilaku rusak, namun jika widyaisara berperilaku baik pastilah akan melahirkan peserta didik yang punya budi pekerti mulia dan berakhlakul karimah. Jadi, sebelum kita menghakimi peserta didik karena tingkah lakunya yang menyimpang dari norma dan tatanan hidup di masyarakat ada baiknya kita bercermin diri, sudahkah kita memberikan contoh dengan perilaku yang baik terhadap peserta didik.

Widyaiswara harus memiliki karakter kompetensi paedagogik-andragogik, harus memiliki karakter kompetensi kepribadian, memiliki karakter kompetensi yang professional dalam bidangnya, serta memiliki karakter kompetensi sosial kemasyarakatan.

E. Kesimpulan

Widyaiswara yang berkarakter adalah tenaga pendidik bagi para pendidik maupun tenaga birokrat, yang memiliki sifat-sifat prilaku yang positif. berwatak tabiat yang baik, akhlak yang terbentuk oleh adanya pembisaan dan dilakukan berulang-ulang sehingga terbentuklah perilaku dan kepribadian yang tercermin dalam pola kehidupan sehari-hari, karena menjadi contoh bagi semua manusia yang tidak hanya oleh para guru, birokrat, tapi juga bagi masyarakat.

(7)

F. Rujukan

1. Ambar Teguh Sulistiyani, 2004. Memahami Good Governance dalam Perspektif Sumber

Daya Manusia, Gaya Media, Yogyakarta.

2. Tim Media, tt. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Media Centre, Jakarta

3. Tim Penyusun. 2007. Strategi Belajar dan Pembelajaran, modul diklat calon widyaiswara,

Lembaga Administrasi Negara. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Muslich (2009: 42), gejala bahasa adalah perubahan yang terjadi melalui proses analogi, adaptasi, kontaminasi, hiperkorek, varian, asimilasi, disimilasi, adisi,

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasan pada tulisan ini adalah untuk mengetahui adakah pengaruh yang positif dan signifikan dari kinerja

Analisis yang telah dilakukan pada model integrasi pasar secara vertikal antara pasar produsen gabah dengan pasar ritel beras di Indonesia menunjukkan bahwa dalam jangka panjang

speech functions spoken by Lennox, and whether the addressee replies or does not reply. the Lennox’s utterances with

Atribut produk berpengaruh signifikan terhadap proses keputusan pembeian pada pengguna Yamaha N- Max di Yamaha Flagship Shop Bandung dengan kontribusi yang diberikan sebesar

Adapun judul skripsi yang penulis susun adalah: “ PENGARUH STRES KERJA, KEPUASAN KERJA, DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN (Study Kasus Pada Karyawan PT. Dua

Untuk menghuraikan dan tanpa menjejaskan perkara yang disebut sebelum ini, Bank tidak akan atas sebarang sebab jua bertanggungjawab atas kerosakan yang dialami atau

Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh P2KP/PNPM Mandiri Perkotaan sudah menghasilkan MODAL SOSIAL yang cukup untuk mendukung kemitraan dalam penanggulangan kemiskianan