PERSEPSI GURU TERHADAP UNDANG-UNDANG RI N0. 14
TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN DITINJAU DARI
TINGKAT PENDIDIKAN, STATUS GURU, GOLONGAN
JABATAN DAN KULTUR SEKOLAH
Studi Kasus Pada Guru-Guru Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Sleman
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Akuntansi
Disusun Oleh :
DINA KURNIASTUTI
021334 084
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
MOTTO
Kit a adalah pelukis dar i pot r et dir i kit a masing-masing. Kit a
akan menj adi apa nant inya dit ent ukan oleh sikap kit a,
per buat an kit a dan segala sesuat u yang kit a pelaj ar i.
(Mar y-Ellen Dr ummond)
Ku Per sembahkan Kar ya ini Unt uk :
0.
Bapak Ibuku yang tercinta
1.
Suami dan ke-2 anakku yang
tersayang
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 03 April 2007
Penulis
ABSTRAK
PERSEPSI GURU TERHADAP UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, STATUS GURU, GOLONGAN JABATAN,
DAN KULTUR SEKOLAH
Studi Kasus Pada Guru-Guru SMA di Kabupaten Sleman
Dina Kurniastuti Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2007
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari tingkat pendidikan; (2) perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari status guru; (3) perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari golongan jabatan; (4) perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari kultur sekolah.
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri dan Swasta yang ada di Kabupaten Sleman pada bulan Desember 2006. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dan dokumentasi. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 1516 guru. Sampel penelitian berjumlah 336 guru. Tehnik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Teknik analisa data menggunakan uji F.
ABSTRACT
TEACHER’S PERCEPTION TOWARD RI CONSTITUTION NO.14, 2005 ABOUT LECTURER AND TEACHER VIEWED FROM THE
EDUCATIONAL LEVEL, TEACHERS’ STATUS, OFFICIAL CATEGORY AND SCHOOL CULTURE
A Case Study : Senior High School Teachers in Sleman Regency
Dina Kurniastuti Sanata Dharma University
2007
The purposes of this research were to know whether or not there were any differences of teachers’ perception toward RI. Constitution No. 14, 2005 about lecturer and teacher viewed from : 1) the educational level; 2) teachers’ status; 3) official categori; 4) school culture.
This research was conducted at private and public senior high schools in Sleman Regency during December 2006. The method of data collection was documentation and questionnaire. The population of this research was 1516 teachers. The samples of this research were 336 teachers. The technique of sampling taken was purposive sampling. The technique of data analysis was F test.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih karena skripsi ini telah
selesai tepat pada waktunya. Skripsi ini ditulis dan diajukan untuk mem,enuhi salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan
Akuntansi. Penulis menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini mendapatkan
berbagai masukan, kritik dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
1. Bapak S. Widanarto P., S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
2. Bapak S. Widanarto P., S.Pd., M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang telah
banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, memberikan kritik,
dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.
3. Bapak L. Saptono, S.Pd., M.Si. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan skipsi ini.
4. Bapak Ibu guru di SMA negeri dan swasta se Kabupaten Sleman yang telah
5. Bapak Ngadiyo, S.Pd. dan ibu ku Siti Sudarmiyati, S.Pd. yang dengan sabar
memberikan dorongan, nasehat dan selalu berdoa untuk penulis.
6. Suamiku tercinta Priyo Siswanto yang dengan sabar menemani, memberikan
dorongan dan tidak lupa memberi semangat penulis.
7. Temanku Yunatan Arie angkatan 2001, yang telah menjadi teman seperjuangan
dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-temanku angkatan 2002 Pendidikan Akuntansi B, Fransiska Eka
Cahyaningrum (She’ska), Epifania Prabaningrum (Fanya), Hening Tyas Subekti
(Tea- us), Kris Suminar (Kris-sum), Elisabeth Yuli P. (Elly), Theresia Yuanditha
(Dhita), de’ Herlina N.K (Ci-Plux) dan semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini baik
secara langsung maupun tidak langsung yang berarti dalam penulisan skripsi ini.
Semoga semua kebaikan dan bantuannya mendapat imbalan yang sepantasnya dari
Tuhan Yang Maha Kuasa.
Yogyakarta, April 2007
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL……….…….… I
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………..ii
HALAMAN PENGESAHAN………..iii
MOTTO………....iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………v
ABSTRAK………vi
ABSTRACT………vii
KATA PENGANTAR………viii
DAFTAR ISI……….x
DAFTAR TABEL………..xiv
DAFTAR LAMPIRAN………...xv
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………. 1
A. Batasan Masalah………. 6
A. Rumusan Masalah………...7
A. Tujuan Penelitian……….…7
A. Manfaat Penelitian………. .8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Persepsi………. ..10
A. Undang-Undang Republik Indonesia No.14 Tahun 2005 Tentang Guru
dan dosen………….………. 20
A. Tingkat Pendidikan………24
A. Status Guru………26
A. Golongan Jabatan……….……..27
. A. Kultur Sekolah………...28
A. Kerangka Berpikir……….32
BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian………..40
A. Subjek dan Objek Penelitian………..40
A. Waktu dan Tempat Penelitian………40
A. Variabel Penelitian dan Pengukurannya………41
A. Populasi dan Sampel………..48
A. Teknik Pengumpulan Data………49
A. Tehnik Pengujian Instrumen……….50
1. Pengujian Validitas………..……….. 50
1. Pengujian Reliabilitas……….54
A. Teknik Analisis Data……….…52
1. Pengujian Prasyarat Analisis………...55
a. Uji Normalitas………...55
b. Uji Homogenitas………56
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data……… ..60
1. Deskripsi Responden Penelitian………..………61
a. Tingkat Pendidikan Guru………...61
b. Status Guru………61
c. Golongan Jabatan………..…63
d. Kultur Sekolah………...64
2. Persepsi Guru Terhadap UU RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen………..67
B. Analisis Data……….73
1. Pengujian Prasyarat Analisis………...73
a. Uji Normalitas………...73
b. Uji Homogenitas………75
2. Pengujian Hipotesis……….77
a. Hipotesis Pertama (Perbedaaan Persepsi Guru Terhadap UU RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinjau Dari Tingakat Pendidikan)……….77
c. Hipotesiss Ketiga (Perbedaaan Persepsi Guru Terhadap UU RI
No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinjau Dari
Golongan Jabatan)……….79
d. Hipotesis Keempat (Perbedaaan Persepsi Guru Terhadap UU RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinjau Dari Kultur Sekolah)……….80
C. Pembahasan………...81
1. Persepsi Guru Terhadap UU RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan………81
2. Persepsi Guru Terhadap UU RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinjau Dari Status Guru………85
3. Persepsi Guru Terhadap UU RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinjau Dari Golongan Jabatan………...90
4. Persepsi Guru Terhadap UU RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinjau Dari Kultur Sekolah………94
BAB V. KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN A. Kesimpulan………..101
B. Saran………102
C. Keterbatasan………105
DAFTAR PUSTAKA………106
Halaman
Tabel 3.1. Daftar Tempat penelitian………...………49
Tabel 3.2. Hasil Pengukuran Validitas………...53
Tabel 4.1. Sebaran Responden Penelitian………...60
Tabel 4.2. Deskripsi Responden Menurut Tingkat Pendidikan………..61
Tabel 4.3. Deskripsi Responden Menurut Status Guru………..62
Tabel 4.4. Deskripsi Responden Menurut Golongan Jabatan...………..63
Tabel 4.5. Deskripsi Responden Menurut Kultur Sekolah……….67
Tabel 4.6. Persepsi Guru Terhadap Undang-Undang RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen………68
Tabel 4.7. Persepsi Guru Terhadap Undang-Undang RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan………..69
Tabel 4.8. Persepsi Guru Terhadap Undang-Undang RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen Ditinjau Dari Status Guru………..70
Tabel 4.9. Persepsi Guru Terhadap Undang-Undang RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen Ditinjau Dari Golongan Jabatan………71
Tabel 4.10. Persepsi Guru Terhadap Undang-Undang RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen Ditinjau Dari Kultur Sekolah……….72
Tabel 4.11. Hasil Pengujian Normalitas………...74
Tabel 4.12. Hasil Pengujian Homogenitas Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan……….75
Tabel 4.16. Hasil Pengujian Perbedaan Persepsi Guru Terhadap UU RI No.14 Tahun
2005 Tentang Guru Dan Dosen Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan……...78
Tabel 4.17 Hasil Pengujian Perbedaan Persepsi Guru Terhadap UU RI No.14 Tahun
2005 Tentang Guru Dan Dosen Ditinjau Dari Status Guru………...79
Tabel 4.18 Hasil Pengujian Perbedaan Persepsi Guru Terhadap UU RI No.14 Tahun
2005 Tentang Guru Dan Dosen Ditinjau Dari Golongan Jabatan..……...80
Tabel 4.19 Hasil Pengujian Perbedaan Persepsi Guru Terhadap UU RI No.14 Tahun
Halaman
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian………109
Lampiran 2. Data Pra Penelitian………...120
Lampiran 3. Pengujian Instrumen Penelitian………...125
Lampiran 4. Data Induk Penelitian………...130
Lampiran 5. Deskripsi Data……….166
Lampiran 6. Pengujian Pra Syarat Analisis………..171
Lampiran 7. Pengujian Hipotesis Penelitian………175
Lampiran 8. Daftar Tabel Statistik………...177
BAB I
PENDAHULUAN
. Latar Belakang Masalah
Buramnya wajah pendidikan Indonesia dicerminkan dari rendahnya mutu
pendidikan, rendahnya angka indeks mutu sumber daya manusia, dan rendahnya
daya saing bangsa. Rendahnya mutu pendidikan tentu bukan semata- mata
disebabkan mutu kependidikan. Ada banyak faktor lain yang cukup dominan
menentukan tinggi rendahnya mutu pendidikan suatu bangsa, antara lain:
kesejahteraan tenaga kependidikan, ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan,
perlindungan tenaga kependidikan, dan lain- lain.
Kehadiran Undang-Undang RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen
dimaksudkan sebagai landasan hukum kebijakan pemerintah pusat dan daerah di
masa yang akan datang termasuk penyelenggara pendidikan. Undang- undang
tersebut menjadi payung hukum untuk menata dan membangun hari depan guru
dan dosen menjadi tenaga profesional dan bermartabat. Tenaga guru dan dosen
diharapkan sejalan dengan tuntutan mutu akademik pada satuan-satuan
pendidikan.
Di Indonesia, usulan perbaikan kesejahteraan guru memang bergulir tanpa
kejelasan. Undang-undang guru dan dosen, yang dinanti oleh jutaan guru di
seluruh pelosok negeri akhirnya disahkan pada tanggal 06 Desember 2005 lalu.
dan jaminan peningkatan kesejahteraan guru. Undang- undang tersebut secara
eksplisit menyebutkan bahwa peningkatan gaji guru paling sedikit dua kali lipat
dari PNS non guru untuk golongan, pangkat, dan masa kerja yang sama.
Tunjangan profesi guru sebesar 50% dari gaji pokok, serta tunjangan khusus
untuk guru di daerah terpencil (gurcil) atau di daerah khusus besarnya seratus
persen dari gaji pokok.
Berdasarkan undang- undang tersebut posisi guru sebagai sebuah profesi
akan mendapatkan perlindungan hukum dan kesejahteraan guru semakin terjamin.
Karenanya, sudah saatnya guru-guru di Indonesia harus bersiap-siap memasuki
era dan semangat baru, yakni berkonsentrasi untuk meningkatkan kualitas kinerja
secara profesional, tanpa harus berpikir mencari penghasilan lain dengan cara
mencari pekerjaan sampingan. Hal demikian tentu sumbangan guru akan lebih
besar bagi bangsa untuk bangkit dari keterpurukan, menjadi bangsa yang cerdas,
maju, mandiri, sejahtera dan berbudaya serta memiliki daya saing dalam tataran
pergaulan internasional.
Akankah kesejahteraan guru seperti yang tercantum dalam undang- undang
itu terealisasi? Hal itu tentu tergantung kepada kemampuan pemerintah.
Meskipun demikian pemerintah diharapkan dapat merealisasikannya meski secara
bertahap, misalnya dimulai dengan meningkatkan tunjangan profesi. Kemudian,
jika anggaran sudah memungkinkan barulah pada peningkatan gaji pokok.
Pemerintah dapat secara bertahap meningkatkan anggaran pendidikan hingga
2003 tentang Sisdiknas agar undang-undang guru dan dosen tidak mengalami
hambatan dalam pelaksanaannya.
Pasal-pasal dalam UU RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen sangat
ideal untuk membentuk guru dan dosen yang profesional sekaligus terpenuhi
hak-haknya. Salah satu unsur yang mendukung adalah dengan adanya sertifikasi. Uji
sertifikasi pendidik merupakan kontrol kualitas calon pendidik, sehingga setiap
orang yang memiliki sertifikasi pendidik telah dinilai dan diyakini mampu
melaksanakan tugas mendidik, mengajar dan melatih peserta didik. Sertifikasi ini
akan menimbulkan dampak positif terhadap profesi guru di tanah air. Selain
meningkatkan kualitas guru juga ada pengakuan dari pemerintah terhadap profesi
guru. Sertifikasi mengajar ini sangat penting dimiliki oleh para pendidik.
Berdasarkan hasil sertifikasi, guru dan dosen bisa mendapatkan berbagai fasilitas
terutama yang berhubungan dengan tunjangan yang akan diperoleh. Upaya yang
harus ditempuh guru untuk mendapatkan sertifikasi ini cukup sulit karena harus
memenuhi beberapa persyaratan. Persyaratan tersebut antara lain: setiap pengajar
baik guru maupun dosen harus mempunyai kualifikasi akademis yaitu minimal
mempunyai ijasah D4 atau S1, guru pernah mengikuti mata kuliah dasar keguruan
minimal 36 SKS dan guru harus berhasil dalam uji kompetensi sebagai seorang
pengajar.
Latar belakang pendidikan guru merupakan kualifikasi akademik yang
dimiliki oleh guru. Latar belakang guru di sekolah dengan demikian dapat
belakang pendidikan yang memadai (D4/S1). Banyak guru dengan tingkat
pendidikan DII dan DIII menjadi guru di sekolah. Sejalan dengan tuntutan
undang-undang, diduga kuat perbedaan tingkat pendidikan guru ini akan
menyebabkan cara pandang guru atau persepsi guru terhadap undang- undang
akan berbeda.
Golongan jabatan guru ditentukan dari tingkat pendidikan, jam mengajar,
prestasi, masa kerja dan sebagainya. Kenaikan golongan jabatan guru non PNS
dan guru PNS berbeda, guru PNS berdasarkan pada masa kerja sedangkan guru
non PNS berdasarkan jam mengajar. Semakin tinggi golongan jabatan seorang
guru maka semakin tinggi gaji yang akan diterimanya sehingga kesejahteraannya
dapat terjamin. Sejalan dengan tuntutan undang-undang, diduga kuat perbedaan
golongan jabatan guru ini akan menyebabkan cara pandang guru atau persepsi
guru terhadap undang-undang akan berbeda.
Status guru merupakan kedudukan guru dilihat dari prototipenya dalam
suatu sistem sosial. Guru dengan status non PNS akan termotivasi untuk
mendapatkan sertifikasi dibandingkan guru PNS sebab guru yang memiliki
sertifikasi akan memperoleh tunjangan fungsional sehingga guru non PNS yang
gajinya terbilang relatif rendah akan mempunyai tambahan pendapatan. Sejalan
dengan tuntutan undang-undang, diduga kuat perbedaan status guru ini akan
menyebabkan cara pandang guru atau persepsi guru terhadap undang- undang
Persepsi guru juga bisa dibentuk dari kebudayaan tempat tinggalnya, karena
kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu merupakan salah satu faktor
yang kuat di dalam mempengaruhi sikap, nilai dan cara seseorang memandang
dan memahami keadaan di dunia ini. Salah satunya adalah dipengaruhi oleh
kultur sekolah yaitu suatu nilai yang dianut oleh sekolah yang mempengaruhi
tumbuh dan berkembangnya guru. Pada kultur sekolah yang bercirikan power
distance kecil, persepsi guru terhadap undang-undang tentang guru dan dosen diduga lebih positif dibandingkan dengan power distance besar. Sebab perbedaan kekuasaan antara atasan dan bawahan sama serta sistem hirarki bukan merupakan
dasar dan hanya sebatas aturan yang berbeda. Sedangkan pada kultur sekolah
yang bercirikan power distance besar memiliki karakteristik yang sebaliknya. Pada guru yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan individualism, persepsi guru terhadap undang- undang tentang guru dan dosen diduga lebih
positif dibandingkan dengan guru yang berasal dari sekolah yang bercirikan
collectivism, sebab guru yang berasal dari sekolah yang bercirikan individualism
sistem kerja yang dianut adalah sistem kerja individual sehingga baik buruknya
kerja tergantung pada guru sendiri. Sedangkan pada kultur sekolah yang
bercirikan collectivism memiliki karakteristik yang sebaliknya.
Pada guru yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan masculinity
persepsi guru terhadap undang- undang tentang guru dan dosen diduga lebih
masalah akan lebih tegas. Sedangkan pada kultur sekolah yang bercirikan
femininity memiliki karakteristik yang sebaliknya.
Pada guru yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance kuat, persepsi guru terhadap undang-undang tentang guru dan dosen diduga lebih positif dibandingkan dengan guru yang berasal dari sekolah yang
bercirikan uncertainty avoidance lemah, sebab guru dengan uncertainty
avoidance kuat suka bekerja keras. Sedangkan pada kultur sekolah yang bercirikan uncertaintyavoidance lemah memiliki karakteristik yang sebaliknya.
Berdasarkan latar belakang tersebut terutama karena telah disahkannya UU
RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen yang akan mewujudkan harapan
para pendidik khususnya yang berkaitan dengan kesejahteraan, maka penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian, dengan judul “Persepsi Guru Terhadap
Undang -Undang RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen Ditinjau
Dari Tingkat Pendidikan, Status Guru, Golongan Jabatan dan Kultur
Sekolah”, studi kasus pada guru-guru Sekolah Menengah Atas di Kabupaten
Sleman.
A. Batasan Masalah
Banyak faktor yang mempengaruhi persepsi guru terhadap Undang-Undang
RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Penelitian ini memfokuskan pada
tingkat pendidikan guru, status guru, golongan jabatan guru dan kultur sekolah.
juga ada banyak aspek, tetapi dalam penelitian ini penulis membatasi hanya pada
bab empat bagian pertama dari UU RI No. 14 tahun 2005 tentang guru yaitu
kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi, bagian kedua tentang hak dan kewajiban.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dirumuskan permasalahan
penelitian sebagai berikut:
1. Apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 tahun 2005
tentang guru dan dosen ditinjau dari tingkat pendidikan guru?
2. Apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 tahun 2005
tentang guru dan dosen ditinjau dari status guru?
3. Apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 tahun 2005
tentang guru dan dosen ditinjau dari golongan jabatan guru?
4. Apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 tahun 2005
tentang guru dan dosen ditinjau dari kultur sekolah?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No.
2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No.
14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari status guru.
3. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No.
14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari golongan jabatan guru.
4. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No.
14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari kultur sekolah.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini kiranya dapat bermanfaat bagi:
1. Bagi Pemerintah
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan
yang berkaitan dengan profesi guru, khususnya yang berkaitan dengan
kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi serta hak dan kewajiban guru yang
dirumuskan dalam Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005.
2. Bagi Guru
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai masukan untuk
memperbaiki citra guru dan memberikan dukungan yang positif untuk
menjadi guru yang profesional.
3. Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan pengetahuan dan memberikan pengalaman yang
bermanfaat terutama mengenai profesi guru yang erat kaitannya dengan
4. Bagi peneliti selanjutnya
Dapat mendorong pemikiran-pemikiran kritis dalam bentuk
penelitian-penelitian pengembangan sehingga dapat memberi sumbangan pemikiran
yang bermanfaat bagi perkembangan pendidikan di Indonesia.
5. Bagi Universitas
Dapat memberi tambahan informasi khususnya tentang profesi guru, sebagai
penyelenggara pendidikan yang menghasilkan lulusan yang berkualifikasi
sebagai tenaga pengajar dan dapat memberikan tambahan referensi penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
. Pengertian Persepsi
Persepsi adalah pengamatan secara global, kemampuan untuk membedakan antara
obyek yang satu dengan yang lain berdasarkan ciri-ciri fisik obyek-obyek itu misalnya
ukuran, warna dan bentuk (Winkel, 1986:161). Menurut Masidjo (1995:96), tingkah
laku dalam tingkatan persepsi mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi
yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan pembedaan antara ciri-ciri
fisik yang khas pada masing-masing rangsangan. Kemampuan ini dinyatakan dalam
suatu reaksi yang menunjukkan kesadaran akan hadirnya rangsangan dan pembedaan
antara rangsangan-rangsangan yang ada. Menurut Mahfudh Shalahuddin (1991:73),
persepsi merupakan bentuk pengalaman yang belum disadari benar, sehingga individu
yang bersangkutan belum mampu membedakan diri sendiri dengan objek yang dihayati.
Menurut Bimo Walgito (1994:53), persepsi merupakan suatu proses yang didahului
oleh penginderaan yaitu merupakan proses yang berwujud diterimanya stimulus oleh
individu melalui alat reseptornya. Supaya individu dapat menyadari dan dapat
mengadakan persepsi maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu :
0. Adanya objek yang dipersepsi
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus
dapat datang dari luar langsung mengenai alat indera (reseptor), dapat datang dari
dalam yang langsung mengenai syaraf penerima (sensoris) yang bekerja sebagai
reseptor.
0. Alat indera atau reseptor
Yaitu merupakan alat untuk menerima stimulus, dan ada pula syaraf sensoris
sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan
syaraf otak sebagai pusat kesadaran. Dan sebagai alat untuk mengadakan respons
diperlukan syaraf motoris.
0. Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi sesuatu diperlukan pula adanya
perhatian, yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam
mengadakan persepsi. Tanpa perhatian tidak akan terjadi persepsi, maka untuk
mengadakan persepsi ada syarat yang bersifat fisik atau kealaman, fisiologis dan
psikologis.
Persepsi seseorang sering dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain (Miftah Tohha
dalam Yulianti, 2005:7) :
0. Psikologi
Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu di alam dunia ini sangat dipengaruhi
1. Keluarga
Pengaruh yang paling besar terhadap anak-anak adalah keluarga. Orang tua telah
mengembangkan suatu cara yang khusus di dalam memahami dan melihat kenyataan
di dunia ini banyak sikap dan persepsi-persepsi mereka diturunkan kepada
anak-anak mereka.
2. Kebudayaan
Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu faktor
yang kuat di dalam mempengaruhi sikap, nilai dan cara seseorang memandang dan
memahami keadaan di dunia ini.
Menurut Irwanto (1988:76) persepsi lebih bersifat psikologis daripada
merupakan proses penginderaan, maka ada beberapa faktor yang mempengaruhi
persepsi, yaitu :
a. Perhatian yang selektif
Individu memusatkan perhatiannya pada rangsang-rangsang tertentu sehingga
obyek-obyek atau gejala-gejala lain tidak akan tampil ke muka sebagai obyek
pengamat.
Rangsang yang bergerak di antara rangsang yang diam akan lebih menarik
perhatian. Demikian juga rangsang yang besar di antara yang kecil, yang kontras
dengan latar belakangnya dan yang intensitas rangsangnya paling kuat.
c. Nilai-nilai dan kebutuhan individu
Seorang seniman mempunyai pola dan cita rasa yang berbeda dibandingkan orang
yang bukan seniman. Anak pada golongan ekonomi rendah menganggap satu
keping uang logam bernilai besar dibanding dengan anak orang kaya.
d. Pengalaman terdahulu
Pengalaman-pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi bagaimana seseorang
mempersepsi dunianya.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
persepsi merupakan suatu proses dalam diri seseorang untuk mengetahui, menginter
pretasikan dan mengevaluasi obyek atau subyek lain yang dipersepi, menyangkut
sifat-sifatnya, kualitasnya dan kedudukannya, sehingga terbentuklah gambaran mengenai
obyek atau subyek yang dipersepsikan.
A. Guru
Guru adalah seorang pekerja profesional yang diberi tugas, wewenang dan
tanggung jawab oleh atasan yang berwenang untuk melaksanakan pendidikan di
sekolah, khususnya dalam kegiatan proses belajar mengajar atau kegiatan
instruksional dari mata pelajaran yang diampunya. Untuk melaksanakan tugas
tersebut secara bertanggung jawab, seorang guru wajib memiliki berbagai
kemampuan dasar keguruan. Kemampuan dasar keguruan yang dimaksud meliputi
kemampuan dasar personal-sosial dan kemampuan dasar profesional (Masidjo,
1995:10). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.14 Tahun 2005
tentang guru dan dosen, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar dan pendidikan menengah. Sedangkan profesional adalah pekerjaan atau
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan
yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar
mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Menurut Sardiman
(1986:123-125) guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar
mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang
potensial di bidang pembangunan. Untuk dapat melakukan peranan dan
melaksanakan tugas serta tanggungjawabnya, guru memerlukan syarat-syarat
1. Persyaratan administratif
Meliputi soal kewarganegaraan (warga negara Indonesia), umur
(sekurang-kurangnya 18 tahun), berkelakuan baik, mengajukan permohonan serta
ketentuan lain sesuai dengan kebijakan yang ada.
2. Persyaratan teknis
Persyaratan teknis yang bersifat formal yaitu harus berijasah pendidikan guru.
Syarat yang lain adalah menguasai cara dan teknik mengajar, terampil mendisain
program pengajaran serta memiliki motivasi dan cita-cita memajukan
pendidikan/ pengajaran.
3. Persyaratan psikis
Yang berkaitan dengan kelompok persyaratan psikis antara lain sehat rohani,
dewasa dalam berfikir dan bertindak, mampu mengendalikan emosi, sabar,
ramah dan sopan, memiliki jiwa kepemimpinan, konsekuen dan berani
bertanggungjawab, berani berkorban dan memiliki jiwa pengabdian.
4. Persyaratan fisik
Meliputi berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang mungkin mengganggu
pekerjaannya, tidak memiliki gejala-gejala penyakit menular. Dalam persyaratan
ini juga termasuk kerapian dalam berpakaian dan kebersihan.
Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional, guru sebagai
seorang pendidik mempunyai hak untuk memperoleh (Undang-Undang
Sisdiknas,2003):
a. Penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai.
b. Penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja
c. Pembinaan karier sesuai dengan tuntutan perkembangan kualitas
d. Perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan
intelektual
e. Kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana dan fasilitas pendidikan
untuk menunjang kelancaraan pelaksanaan tugas.
Selain itu guru sebagai seorang pendidik, juga mempunyai kewajiban untuk
(Undang-Undang Sisdiknas, 2003):
a. Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif,
dinamis dan dialogis.
b. Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu
pendidikan
c. Memberikan teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan
sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Menurut Peter F. Oliver dalam Piet A. Sahertian (1990:36), guru
mempunyai peranan sebagai berikut :
a. Guru sebagai penceramah. Memang tugas guru sebagai penyampai informasi
disebut juga sebagai penceramah pada zaman itu.
b. Guru sebagai orang sumber (resource person). Guru dianggap sebagai manusia sumber. Melalui guru dan dari guru pengetahuan disampaikan kepada anak
didik.
c. Guru sebagai fasilitator. Guru menyediakan berbagai lingkungan untuk belajar,
memperlengkapi berbagai sumber yang membantu siswa untuk dapat belajar.
d. Guru sebagai konselor. Guru membantu siswa memberi nasehat, memberanikan
siswa, mendengarkan keluhan dan menciptakan suasana belajar siswa,
menyuruh memecahkan persoalan dirinya sendiri.
e. Guru sebagai pemimpin kelompok. Dalam belajar guru berperan sebagai
master ceremony, pemimpin dalam kelompok, yang menstimulir gejala-gejala untuk belajar bersama dalam kelompok belajar, memandang gejala-gejala
sehingga semua berpartisipasi bersama.
f. Guru sebagi tutor. Guru menolong seorang demi seorang dengan bermacam
cara.
g. Guru sebagai manajer yang menyajikan pelayanan media belajar yang
h. Guru sebagai pembina laboratorium. Guru meletakkan berbagai pendekatan
dalam menyajikan pelayanan. Maksudnya eksperimen dalam proses mengajar
menyusun berbagai kegiatan penelitian oleh siswa melalui observasi dan
mencatat hasil observasi dengan demikian anak ikut aktif memecahkan.
i. Guru sebagai penyusun program. Guru merancangkan pelajaran. Menyusun
desain mengajar di mana siswa dapat belajar baik secara individual maupun
secara kelompok.
j. Guru dapat juga berperan sebagai manipulator (pengubah lingkungan belajar).
Guru dapat menciptakan iklim belajar, melalui berbagai stimulus, seperti
penguatan (reinforcement). Sehingga siswa mengalami perubahan tingkah laku. 4. Kode Etik Guru
Kode etik merupakan tatanan yang menjadi pedoman dalam menjalankan
tuhas dan aktivitas suatu profesi. Dalam menjalankan profesinya guru di Indonesia
berpedoman pada kode etik guru yang berisi sebagai berikut (Samana, 1994:117) :
a. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
b. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
c. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan
d. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya
proses belajar mengajar.
e. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat
sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama
terhadap pendidikan.
f. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan
mutu dan martabat profesinya.
g. Guru memelihara hubungan profesi, semangat kekeluargaan dan
kesetiakawanan sosial.
h. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi
PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
i. Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
5. Prinsip Guru
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.14 tahun 2005 tentang
guru dan dosen, profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan
khusus yang dilaksanankan berdasarkan prinsip sebagai berikut :
a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme.
b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,
ketagwaan dan berakhlak mulia.
d. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan
e. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
f. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
g. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan.
h. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen
diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis,
berkeadilan, tidak diskriminatif dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak
asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa dan kode etik
profesi.
B. Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen
Dipandang dari sudut kekuatan hukumnya, undang-undang adalah sumber hukum
yang terpenting dan terutama. Undang-undang adalah peraturan yang ditetapkan oleh
presiden dengan persetujuan (bukan disahkan) Dewan Perwakilan Rakyat (Iman
undang-undang yang mengatur tentang guru dan dosen. Di dalam undang-undang-undang-undang tentang guru
dan dosen ini berisi beberapa bab. Salah satu bab diantaranya yang akan dibahas
adalah bab yang ke IV yaitu guru. Bab ini mempunyai sembilan bagian, namun penulis
membatasi hanya pada bagian pertama yaitu kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi,
bagian kedua yaitu hak dan kewajiban. Isi dari pasal-pasal yang akan dibahas adalah
sebagai berikut :
1. Bagian Kesatu : Kualifikasi, Kompetensi dan Sertifikasi
Seorang guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah
kondisi kesehatan fisik mental yang memungkinkan guru dapat melaksanakan tugas
dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental tersebut ditujukan kepada
penyandang cacat. Sedangkan kualifikasi akademik dapat diperoleh melalui
pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat. Kompetensi guru
itu sendiri dapat diperoleh melalui pendidikan profesi, antara lain :
a. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta
didik.
b. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap,
c. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran luas
dan mendalam.
d. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru,
orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
Sertifikat pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki
program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, yang dilaksanakan
secara objektif, transparan dan akuntabel. Semua orang yang telah memperoleh
sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru
pada satuan pendidikan tertentu.
2. Bagian Kedua : Hak dan Kewajiban
Dalam melaksanakan tugas profesionalnya, guru berhak memperoleh
penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum yaitu pendapatan yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarga secara wajar, baik sandang, pangan,
papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi dan jaminan hari tua serta jaminan
kesejahteraan sosial. Selain itu juga berhak mendapatkan promosi dan penghargaan
sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; memperoleh perlindungan dalam
melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual; memperoleh kesempatan
untuk meningkatkan kompetensi; memperoleh dan memanfaatkan sarana dan
memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan,
penghargaan dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah
pendidikan, kode etik guru dan peraturan perundang-undangan; memperoleh rasa
aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas; memiliki kebebasan
untuk berserikat dalam organisasi profesi; memiliki kesempatan untuk berperan
dalam penentuan kebijakan pendidikan; memperoleh kesempatan untuk
mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau
memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
Di sisi lain, guru juga berkewajiban untuk merencanakan pembelajaran,
melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi
hasil pembelajaran; meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni; bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar
pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras dan kondisi fisik tertentu atau latar
belakang keluarga dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum dan kode etik guru serta
nilai-nilai agama dan etika; dan memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan
C. Tingkat Pendidikan
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia dan tanggap terhadap tuntunan perubahan zaman. Jenjang pendidikan adalah
tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik,
tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan. Ada 3 jenis pendidikan
dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ini yaitu :
1. Pendidikan formal
Yaitu jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan
dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Misalnya SD, SMP, SMA dan
Perguruan Tinggi
Yaitu jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang. Misalnya berbentuk kursus-kursus.
3. Pendidikan informal
Yaitu jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Menurut Winkel (1986:160)
Pendidikan informal adalah suatu jenis pendidikan yang tidak terencana dan
tersusun secara tegas dan tidak sistematis, dilaksanakan di luar sekolah terutama
dalam keluarga.
Lembaga Pengadaan Tenaga Kependidikan (LPTK) mempunyai empat macam
program pendidikan guru (Piet A. Sahertian, 1994 : 68) yaitu :
1. Program gelar yang melalui jenjang Sarjana (S1) dengan lama studi 4-7 tahun.
2. Program Pasca Sarjana dengan lama studi 6-9 Tahun (S2)
3. Program Doktor dengan lama studi 8-11 tahun (S3)
4. Program Non Gelar (program diploma) dengan rincian sebagai berikut :
a. program Diploma (D1) dengan lama studi 1-2 tahun
b. Program Diploma 2 (D2) dengan lama studi 2-3 tahun
c. Program diploma 3 (D3) dengan lama studi 3-5 tahun
Selain itu juga ada program akta mengajar, yang diberikan kepada mereka yang
berasal dari fakultas non keguruan untuk memperoleh kemampuan mengajar pada
berbagai tingkatan sekolah. Program akta mengajar ini terdiri atas:
2. Akta II sebanyak 20 SKS dan dapat ditempuh bagi mereka yang sudah
memperoleh 60 Sks dalam bidang non kependidikan.
3. Akta III sebanyak 20 SKS yang dapat ditempuh selama dua semester setelah
memiliki 90 SKS untuk bidang studi non kependidikan.
4. Akta IV dengan beban kresit 20 SKS ditempuh selama dua semester setelah
memiliki 120 SKS dalam bidang studi non kependidikan.
5. Akta V dengan beban kredit 20 SKS bagi mereka yang telah memiliki 160 SKS
bidang studi di luar kependidikan.
D. Status Guru
Guru meliputi semua orang di sekolah-sekolah yang bertanggung jawab dalam
pendidikan para murid. Status (kedudukan) yang dipergunakan dalam hubungannya
dengan guru-guru berarti martabat atau penghargaan yang diberikan kepada mereka,
sebagai tingkat pengakuan atas pentingnya fungsi mereka serta atas kemampuan
mereka dalam melakukannya dan persyaratan kerja, penggajian serta
keuntungan-keuntungan materi lainnya yang diberikan kepada mereka dibandingkan dengan
golongan-golongan karya lainnya.
Menurut Piet A. Sahertian (1994:10) yang dimaksud dengan status guru adalah
kedudukan guru dilihat dari prototipenya dalam suatu sistem sosial. Di dalam
a. Guru Negeri adalah guru yang diangkat dan bekerja dalam suatu instansi milik
pemerintah, guru yang diperkerjakan di suatu instansi swasta tetapi tetap digaji oleh
negara.
b. Guru swasta adalah guru yang diangkat oleh suatu yayasan tertentu dan digaji oleh
yayasan atau lembaga tersebut. Guru swasta masih dapat dibedakan menjadi
beberapa kelompok seperti :
- Guru Honorer adalah guru yang bekerja karena diangkat oleh yayasan atau
lembaga tertentu dan digaji oleh yayasan tersebut tetapi belum mengajar penuh
atau dapat dikatakan sebagai guru bantu.
- Guru Yayasan adalah guru yang diangkat dan digaji oleh yayasan dan sudah
berstatus sebagai guru tetap dari yayasan.
- Guru Tidak Tetap Yayasan adalah guru yang diangkat dan digaji oleh yayasan
tetapi statusnya belum tetap.
E. Golongan Jabatan
Jabatan atau pekerjaan adalah satu kelompok dari tugas-tugas atau
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh pegawai bagi organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu. Penggolongan dari jabatan seorang guru didasarkan pada ijasah pendidikan
Jenjang kepangkatan menurut golongan ruangnya adalah sebagai berikut (Booklet
Kepegawaian, 2003:20) :
1. I/a : Juru Muda
2. I/b : Juru Muda Tingkat I
3. I/c : Juru
4. I/d : Juru Tingkat I
5. II/a : Pengatur Muda
6. II/b : Pengatur Muda Tingkat I
7. II/c : Pengatur
8. II/d : Pengatur Tingkat I
9. III/a : Penata Muda
10. III/b : Penata Muda Tingkat I
11. III/c : Penata
12. III/d : Penata Tingkat I
13. IV/a : Pembina
14. IV/b : Pembina Tingkat I
15. IV/c : Pembina Utama Muda
16. IV/d : Pembina Utama Madya
F. Kultur Sekolah
1. Pengertian Kultur Sekolah
Hofstede (1994:5) mengartikan kultur sebagai :
“A collective phenomenon, because it is at least partly shared with people who live or lived within the same social environment, which is there it was learned. It is collective programming of the mind which distinguishes the members of the one group or category of people from another”.
Kultur merupakan bentuk pemprograman mental secara kolektif yang
membedakan anggota kelompok satu dengan kelompok yang lainnya dalam pola
pikir, perasaan dan tindakan anggota suatu kelompok. Hofstede (1994:4) menyebut
kultur sebagai: “software of the mind”. Substansi perbedaan tersebut lebih tampak pada praktik kultur dari pada nilai-nilai. Sebagai bentuk pemprograman
mental secara kolektif, kultur cenderung sulit berubah, kalaupun berubah akan
membutuhkan waktu yang lama dan perlahan-lahan.
Berdasarkan pengertian kultur menurut Antropolog Clifford Geertz dalam
Siti Sumarni (2005), kultur sekolah dideskripsikan sebagai pola nilai, norma, sikap
hidup, ritual dan kebiasaan yang baik dalam lingkungan sekolah, sekaligus cara
memandang persoalan dan memecahkannya. Ini bermakna bahwa secara alami
kultur akan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikut dan sekolah didesain
Sekolah merupakan lembaga utama yang didesain untuk memperlancar
proses transmisi kultural antar generasi tersebut. Merujuk pada konteks organisasi
menurut Depdiknas dalam Dapiyanta (2002:92) kultur adalah kualitas kehidupan
yang diwujudkan dalam aturan-aturan atau norma, tata kerja, kebiasaan, gaya
seorang anggota. Kualitas itu tumbuh dan berkembang sesuai nilai-nilai dan spirit
atau keyakinan yang dianut oleh organisasi. Kultur dapat dipahami dari dua sisi yaitu
batiniah dan lahiriah. Dari sisi batiniah kultur berupa nilai, prinsip, semangat dan
keyakinan yang dianut oleh organisasi. Adapun pada sisi lahiriah kultur berupa
aturan atau prosedur yang mengatur hubungan antar anggota organisasi baik formal
maupun informal, prosedur kerja yang harus diikuti pemimpin dan anggota
organisasi, kebiasaan kerja yang dimiliki keseluruhan anggota organisasi, symbol,
image dan sebagainya.
Kultur sekolah diartikan sebagai kualitas kehidupan sebuah sekolah yang
tumbuh dan berkembang berdasarkan nilai atau spirit yang dianut sekolah tersebut.
Kualitas ini berwujud dalam bentuk bagaimana keseluruhan anggota sekolah,
kepala sekolah, para guru, para tenaga kependidikan bekerja, belajar dan
berhubungan satu sama lainnya, sebagaimana telah menjadi tradisi sekolah. Jadi
sesuai dengan hal yang terkait dengan kultur, maka kultur sekolah bisa diartikan
sebagai suatu nilai yang dianut oleh sekolah yang mempengaruhi tumbuh dan
Menurut Dapiyanta (2002:93), kultur sekolah ialah perilaku lahir batin dari
komunitas sekolah dalam menjalankan kehidupan sekolah yang berpola dan
mentradisi. Mentradisi disini tidak berarti berhenti, melainkan dinamis, selalu
berproses. Menurut Arief Ahmad (2005) kultur sekolah yang positif dapat
menghasilkan produk kultur yang baik seperti peningkatan kinerja individu dan
kelompok, peningkatan kinerja sekolah dan institusi, terjamin hubungan yang sinergi
antara warga sekolah, timbul iklim akademik yang baik serta interaksi yang
menyenangkan. Kultur sekolah yang kondusif akan tercermin dalam organisasi
sekolah, deskripsi tugas sekolah, kebijakan, aturan, tata tertib sekolah,
kepemimpinan dan hubungan serta penampilan fisik.
Berdasarkan pengertian kultur tersebut diatas, kultur sekolah dapat
dideskripsikan sebagai pola nilai-nilai, norma-norma, sikap, ritual, mitos dan
kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah. Kultur
sekolah tersebut sekarang ini dipegang bersama baik oleh kepala sekolah, guru, staf
administrasi maupun siswa, sebagai dasar mereka dalam memahami dan
memecahkan berbagai persoalan yang muncul di sekolah.
Dimensi-dimensi yang terdapat dalam kultur sekolah yaitu dimensi power
collectivism menunjukkan suatu kondisi kelompok dimana individu sejak lahir diintegrasikan secara kuat sehingga mereka menjadi sangat loyal. Dimensi
masculinity menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial gender terdapat perbedaan yang jelas. Dimensi femininity menunjukkan masyarakat dimana individu akan merasa terancam dalam suatu ketidakpastian. Pada sekolah, dimensi
power distance (jarak kekuasaan) mencakup indikator yaitu perbedaan kekuasaan antara atasan dan bawahan, tingkat pengawasan, sistem penggajian, hubungan
antara atasan dan bawahan didukung inisiatif atasan. Dimensi collectivism vs
individualism mencakup dasar hubungan atasan dan bawahan, sistem manajemen kerja yang dianut dan pemberian gaji didasarkan pada keterampilan dan aturan.
Dimensi femininity vs masculinity mencakup indikator guru mampu mengatasi masalah; atasan tegas, yakin dan penuh inisiatif; mempunyai filosofi hidup untuk
bekerja; dan memecahkan masalah dengan musyawarah. Dimensi uncertainty
avoidance mencakup anggota sekolah yang suka bekerja keras, waktu adalah uang, penghargaan terhadap ide dan sikap, motivasi dengan keamanan dan
penghargaan atau rasa memiliki serta ketelitian dan ketepatan waktu datang dengan
G. Kerangka Berpikir
1. Persepsi Guru Terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
Ditinjau dari Tingkat Pendidikan
Cara pandang guru terhadap undang-undang sangat dipengaruhi oleh
tingkat pendidikannya. Antara guru yang satu dengan guru yang lain akan
mempunyai tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Tingkat pendidikan guru yang
dimaksud adalah tingkat pendidikan formal yang dicapai untuk dapat melaksanakan
tugas profesinya sebagai seorang guru. Tingkat pendidikan formal mencakup SD,
SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Untuk dapat menjadi seorang guru saat ini
minimal harus berpendidikan D2, sebab pada umumnya guru-guru saat ini
berpendidikan D2, D3, D4/S1 dan S2. Sedangkan guru-guru lama yang masih
berpendidikan terakhir SPG atau yang setaranya, pemerintah memberikan
kesempatan untuk melanjutkan studinya.
Pada umumnya orang-orang sependapat bahwa dengan semakin tinggi
tingkat pendidikan yang dicapai oleh seseorang maka semakin luas wawasan serta
pengetahuannya pada suatu bidang tertentu sesuai dengan profesi yang ingin
diraihnya. Selain itu juga semakin tinggi tingkat pendidikan guru maka guru tersebut
akan semakin mempunyai keinginan yang lebih tinggi untuk mengembangkan
prestasi disekolah seperti membuat karya tulis, menulis buku, dan sebagainya. Guru
dan keterampilan yang lebih mantap dibandingkan dengan guru yang berpendidikan
D3. Dengan semakin luasnya wawasan, keinginan yang tinggi untuk
mengembangkan prestasi, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dan
keterampilan yang berbeda ini maka pandangan guru terhadap undang-undang
tentang guru dan dosen akan berbeda pula. Cara pandang inilah yang secara tidak
langsung akan mempengaruhi guru dalam memandang undang-undang tentang guru
dan dosen.
Berdasarkan penjelasan di atas, diturunkan hipotesis sebagai berikut :
Ha1 : Ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang
guru dan dosen ditinjau dari tingkat pendidikan.
1. Persepsi Guru Terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
Ditinjau dari Status Guru
Guru yang bekerja dalam suatu instansi tertentu akan mempunyai persepsi
yang berbeda-beda terhadap undang-undang tentang guru dan dosen ini. Sebab
guru yang bekerja di suatu instansi atau sekolah baik negeri maupun swasta
mempunyai status yang berbeda-beda. Ada guru swasta yang berstatus sebagai
guru tetap tetapi ada juga yang berstatus diperkerjakan oleh pemerintah dan ada
guru yang masih berstatus honorer. Demikian juga guru-guru yang bekerja di
sekolah negeri ada yang sudah menjadi guru tetap, ada yang masih menjadi guru
berstatus non PNS akan menjalankan tugasnya lebih berat dibandingkan guru yang
PNS karena status guru non PNS ditentukan juga dengan prestasi dan jam
mengajar, sedangkan guru PNS akan lebih ringan karena status yang sudah pasti
dan adanya kenaikan pangkat yang berkala. Guru di sekolah swasta yang berstatus
non PNS akan menjalankan tugasnya sungguh-sungguh karena kelangsungan hidup
sekolah akan sangat tergantung dari guru-guru di sekolah tersebut, sedangkan guru
PNS akan lebih ringan karena guru tersebut dijamin oleh pemerintah. Dengan
adanya sertifikasi dimungkinkan guru yang berstatus non PNS akan berpandangan
lebih positif terhadap undang-undang tentang guru dan dosen dibandingkan dengan
guru PNS. Walaupun gaji yang diterima oleh guru yang non PNS terbilang relatif
lebih rendah dari guru PNS tetapi, jika guru tersebut mempunyai sertifikasi maka
secara otomatis guru non PNS yang bersertifikasi mempunyai tambahan
pendapatan seperti berbagai tunjangan yang didapatkan dari kepemilikan sertifikasi
tersebut, misalnya tunjangan fungsional. Sehingga guru-guru tersebut termotivasi
untuk mendapatkan sertifikasi, di lain pihak kualitas pendidikan juga akan
mengalami peningkatan sebab guru yang sudah memegang sertifikasi merupakan
guru yang sudah berkompetensi dan mendapatkan pengakuan sebagai tenaga
profesional. Dari segi inilah persepsi setiap guru ditinjau dari statusnya akan nampak
perbedaannya.
Ha2 : Ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang
guru dan dosen ditinjau dari status guru.
1. Persepsi Guru Terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
Ditinjau dari Golongan Jabatan Guru
Golongan jabatan seorang guru erat kaitannya dengan tingkat pendidikan
seorang guru. Sebab golongan jabatan yang dipegang oleh seorang guru itu
dibedakan berdasarkan tingkat pendidikannya. Semakin tinggi tingkat
pendidikannya, semakin tinggi golongan jabatannya dan semakin tinggi gaji yang
diterimanya sehingga kesejahteraannya dapat terjamin. Faktanya setiap guru
mempunyai golongan jabatan yang berbeda-beda sebab tingkat pendidikannya juga
berbeda.
Penggolongan jabatan seorang guru itu didasarkan pada ijasah pendidikan
terakhirnya. Pada umumnya guru-guru yang bekerja di Sekolah Menengah Atas
paling rendah bergolongan III/a yaitu penata muda sampai pada tingkat golongan
tertinggi yaitu IV/e atau pembina utama. Selain dari tingkat pendidikannya kenaikan
golongan jabatan guru non PNS ditentukan dari jam mengajarnya, prestasi, masa
kerja dan sebagainya, sehingga guru non PNS akan lebih berat dibandingkan
dengan kenaikan golongan jabatan guru PNS yang akan mengalami kenaikan
berkala. Semakin tinggi golongan jabatan seorang guru maka semakin tinggi gaji
perbedaan golongan itu maka dimungkinkan juga adanya perbedaan persepsi guru
terhadap undang-undang ini.
Berdasarkan penjelasan di atas, diturunkan hipotesis sebagai berikut :
Ha3 : Ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang
guru dan dosen ditinjau dari golongan jabatan guru.
1. Persepsi Guru Terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
Ditinjau dari kultur Sekolah
Seorang guru tidak akan lepas dari lingkungan tempat tinggalnya. Sebab
seorang guru juga manusia biasa yang dibesarkan dan dididik di lingkungan dimana
dia berasal sesuai dengan adat kebudayaannya. Sedangkan kebudayaan dan
lingkungan masyarakat tertentu merupakan salah satu faktor yang kuat di dalam
mempengaruhi sikap dan cara pandang seseorang. Persepsi guru terhadap
undang-undang tentang guru dan dosen akan berbeda sebab kultur sekolah berbeda antara
kultur sekolah yang satu dengan kultur sekolah yang lain. Pada guru yang berasal
dari kultur sekolah yang bercirikan power distance kecil, perbedaan kekuasaan antara atasan dan bawahan sama serta hirarki bukan merupakan dasar dan hanya
sebatas aturan yang berbeda, tingkat pengawasan tidak terstruktur dalam hirarki
tinggi, sistem penggajian tidak menunjukkan batas yang lebar antara atasan dan
bawahan, hubungan antara atasan dan bawahan didukung inisiatif atasan dan juga
besar akan terjadi sebaliknya. Hal demikian persepsi guru terhadap undang-undang
tentang guru dan dosen lebih positif pada guru yang berasal dari kultur sekolah
dengan power distance kecil daripada guru dari kultur sekolah sekolah dengan
power distance besar.
Pada guru yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan individualism, hubungan atasan dan bawahan bukan dirasa sebagai hubungan moral seperti dalam
keluarga sehingga terjadi persaingan antara satu dengan yang lain, sistem
manajemen kerja yang dianut adalah sistem kerja individual sehingga baik buruknya
kerja tergantung dari guru sendiri, penggajian dalam budaya individu didasarkan
pada keterampilan, dan aturan bukan didasarkan pada perhitungan kelompok
seningga guru akan berusaha semaksimal mungkin untuk memperoleh gaji yang lebih
besar. Pada guru yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan collectivism
akan terjadi sebaliknya. Hal demikian menyebabkan persepsi guru terhadap
undang-undang tentang guru dan dosen lebih positif guru dari kultur sekolah yang
bercirikan individualism dibandingkan guru yang berasal dari kultur sekolah dengan bercirikan collectivism.
Pada guru yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan masculinity; cara mengatasi masalah akan lebih tegas, ambisi, dan persaingan sebab
menekankan pada hsil dan ingin memberikan penghargaan atas dasar persamaan;
berfilosofi hidup untuk bekerja sehingga dalam bekerja akan terjadi suasana yang
menyenangkan karena tidak hanya sekedar mencari materi; memecahkan masalah
dengan musyawarah sehingga setiap keputusan yang diambil adalah hasil dari
kompromi dan negosiasi. Pada guru yang berasal dari kultur sekolah yang
bercirikan femininity akan terjadi sebaliknya. Hal demikian menyebabkan persepsi guru terhadap undang-undang tentang guru dan dosen lebih positif guru dari kultur
sekolah yang bercirikan masculinity dibandingkan dengan guru yang berasal dari sekolah yang bercirikan femininity.
Pada guru yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan uncertainty
avoidance kuat, anggota sekolah suka bekerja keras sehingga tujuan dari sekolah akan lebih cepat tercapai, waktu adalah uang sehingga semua bekerja pada saat
yang telah ditentukan, penghargaan terhadap ide dan sikap sehingga setiap
perubahan adalah ide atau gagasan bersama, motivasi dengan keamanan dan
penghargaan atau rasa memiliki sehingga setiap orang yang ada di sekolah akan
termotivasi untuk menghindari resiko dan akan mempertahankan harga diri,
ketelitian dan ketepatan waktu datang dengan alamiah sehingga setiap orang yang
ada di sekolah akan menjalankan tugasnya secara teliti dan melakukannya secara
tepat waktu oleh sebab ditentukan dalam peraturan sekolah. Pada guru yang
undang-undang tentang guru dan dosen lebih positif guru dari kultur sekolah yang bercirikan
uncertainty avoidance kuat dibandingkan guru yang berasal dari kultur sekolah dengan ciri uncertainty avoidance lemah.
Berdasarkan penjelasan di atas, diturunkan hipotesis sebagai berikut :
Ha4 : Ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah studi kasus, yaitu penelitian yang mendalam
tentang sesuatu objek atau subjek pada area yang terbatas. Dengan demikian
hasil hanyalah berlaku pada kasus dimana objek dan subjek yang diteliti dan
tidak dapat digeneralisasikan pada kasus lain.
A. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah guru-guru yang akan dimintai informasi atau guru
sebagai sumber informasi yaitu guru SMA di Kabupaten Sleman.
1. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah persepsi guru terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005
tentang guru dan dosen, tingkat pendidikan, status guru, golongan jabatan
dan kultur sekolah.
A. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat yang digunakan untuk penelitian yaitu SMA N I Mlati, SMA N I
Godean, SMA N I Minggir, SMA N I Seyegan, SMA Muh. Seyegan,
SMA Muh. Gamping, SMA Muh. Mlati, MAN Godean, SMA Ma’arif
Tempel, SMA St. Mikael, SMA Dr. Wahidin dan SMA Proklamasi.
D. Variabel Penelitian dan Pengukurannya
0. Variabel Tingkat Pendidikan Guru
Tingkat pendidikan guru adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang
dicapai oleh guru. Pemberian skor dalam variabel ini adalah sebagai
berikut:
- ≤ D2 skor 1
- D3 skor 2
- D4/S1 skor 3
- S2 skor 4
0. Variabel Status Guru
Status guru adalah kedudukan guru dilihat dari prototipenya dalam suatu
sistem sosial (sekolah). Pemberian skor dalam variabel ini adalah sebagai
berikut:
- Guru Negeri (PNS) skor 4
- Guru Tidak Tetap Yayasan skor 2
- Guru Honorer/Bantu skor 1
1. Variabel Golongan Jabatan Guru
Golongan jabatan guru adalah jabatan seorang guru yang didapat
berdasarkan pada ijasah pendidikan formal terakhir guru. Pemberian skor
dalam variabel ini adalah sebagai berikut:
- II/a skor 1 - III/a skor 5 - IV/a skor 9
- II/b skor 2 - III/b skor 6 - IV/b skor 10
- II/c skor 3 - III/c skor 7 - IV/c skor 11
- II/d skor 4 - III/d skor 8 - IV/d skor 12
2. Variabel kultur sekolah
Kultur sekolah adalah suatu nilai yang dianut oleh sekolah yang
mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya guru di sekolah. Dimensi
kultur sekolah mencakup power distance, collectivism vs individualism, femininity vs masculinity dan uncertainty avoidance. Berikut ini disajikan tabel operasionalnya:
No Dimensi Indikator No
Item 1. Power
Distance
a. Perbedaan kekuasaan antara atasan dan
bawahan
b. Tingkat pengawasan c. Sistem penggajian
d. Hubungan antara atasan dan bawahan
didukung inisiatif atasan
1
2 3 4
2. Collectivism vs
a. Dasar hubungan atasan dan bawahan b. Sistem manajemen kerja yang dianut
Individualism c. Pemberian gaji didasarkan pada keterampilan dan aturan.
11
3. Femininity Vs Masculinity
a. Guru mampu mengatasi masalah b. Atasan tegas, yakin dan penuh inisiatif c. Mempunyai filosofi hidup untuk bekerja d. Memecahkan masalah dengan musyawarah
5 6 7 8 4. Uncertainty
Avoidance
a. Anggota sekolah yang suka bekerja keras b. Waktu adalah uang
c. Penghargaan terhadap ide dan sikap d. Motivasi dengan keamanan dan
penghargaan atau rasa memiliki e. Ketelitian dan ketepatan waktu datang
dengan alamiah
12 13 14 15
16
Pengukuran variabel kultur sekolah didasarkan pada
indikator-indikatornya. Masing- masing indikatornya dijabarkan dalam bentuk
pernyataan yang dinyatakan dalam empat skala Likert, yaitu sangat setuju (SS) =4, setuju (S) =3, tidak setuju (TS) = 2 dan sangat tidak setuju
(STS)= 1
3. Variabel Persepsi Guru Terhadap Undang-Undang Republik Indonesia No.
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Persepsi guru terhadap undang- undang tentang guru dan dosen adalah
proses dalam diri guru untuk mengetahui adanya undang-undang Republik
Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen,
menginterprestasikan undang- undang Republik Indonesia No. 14 tahun
2005 tentang guru dan dosen dan mengevaluasi undang-undang Republik
Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen khususnya tentang
guru yaitu menyangkut kualifikasi, kompetensi, sertifikasi, hak dan
Variabel Sub Variabel Indikator Item
1. Kualifikasi 1. Berpendidikan tinggi program sarjana 1
2. Kompetensi 1. Kompetensi Pedagogik 2. Kompetensi Kepribadian 3. Kompetensi Profesional 4. Kompetensi Sosial
1. Kemampuan guru membuat rencana pembelajaran 2. Kemampuan guru menerapkan metode pembelajaran 3. Kemampuan guru dalam mengevaluasi pembelajaran 4. Perilaku guru menjadi teladan atau contoh bagi peserta didik
5. Kemampuan guru menjelaskan materi pelajaran
6. Kemampuan guru menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran
7. Guru mempunyai wawasan tambahan selain dari buku berkaitan dengan materi pelajaran
8. Kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa berkaitan dengan materi pelajaran 9. Kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesama guru berkaitan dengan profesi 10. Kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang tua/wali berkaitan dengan
perkembangan peserta didik
11. Kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat berkaitan dalam kehidupan bermasyarakat 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
3. Sertifikasi 1. Penyelenggara 2. Objektif 3. Transparan 4. Akuntabel 5. Kesempatan
1. Sertifikasi dilaksanakan oleh perguruan tinggi yang ditunjuk oleh pemerintah 2. Sertifikasi harus menjelaskan keadaan yang sebenarnya guru
3. Uji sertifikasi harus terbuka
4. Uji sertifikasi harus dapat dipertanggungjawabkan oleh guru yang memilikinya
5. Setiap guru yang mempunyai sertifikasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diangkat
yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu 6. Anggaran
menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu
6 .Pemerintah berkewajiban menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik
18
4. Hak dan kewajiban
1. Hak 1. Pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarga secara wajar baik sandang pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi dan jaminan kesejahteraan hari tua 2. Berhak mendapatkan kenaikan pangkat berdasarkan prestasi kerja
3. Mendapatkan perlindungan dalam melaksanakan tugas berkaitan dengan kekayaan intelektual 4. Guru berhak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi
5. Guru berhak memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang tugasnya 6. Mempunyai kebebasan dalam penilaian sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru dan
peraturan perundang-undangan
7. Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas 8. Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi
9. Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan 10. Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya
11. Guru berhak memperoleh penghasilan yang ditetapkan berdasarkan pangkat, golongan dan masa
19
20 21 22 23 24
kerja
12. Guru berhak memperoleh tambahan penghasilan sebagai komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan tanggungan keluarga
13.