• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

VI I - 1

BAB VII

RENCANA PEMBANGUNAN

INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA

Bab ini menjabarkan tentang Profile pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya di Kabupaten Belu yang mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari arah dan kebijakan, kemudian pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi.

7.1. Pengembangan Permukiman.

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

(2)

VI I - 2 7.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

7.1.1.1. Arahan Kebijakan

Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian

yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus

meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman

kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan

permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan

kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan

dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun

khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

Terkait dengan tugas dan wewenang pemerintah dalam pengembangan permukiman maka UU No. 1/2011 mengamanatkan tugas dan wewenang sebagai berikut:

Tugas

1. Pemerintah Pusat

a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

(3)

VI I - 3 c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan

kawasan permukiman.

d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan nasional penyediaan rumah dan pengembangan lingkungan hunian dan kawasan permukiman.

e. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat nasional.

2. Pemerintah Provinsi

a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional. b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan penyediaan Kasiba dan Lisiba lintas

kabupaten/kota.

c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan provinsi penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.

e. Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman lintas kabupaten/kota.

f. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

g. Memfasilitasipenyediaanperumahandankawasanpermukimanbagimasyarakat,terutama bagi MBR.

h. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.

(4)

VI I - 4 c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan

kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.

d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.

f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.

h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman.

j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.

Wewenang

1. Pemerintah Pusat

a. Menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman, dan criteria rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang layak, sehat, dan aman.

b. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman.

c. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman.

d. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional.

e. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman.

(5)

VI I - 5 g. Mengendalikan pelaksanaan kebijakan dan strategi di bidang perumahan dan kawasan

permukiman.

h. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh.

i. Menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.

j. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman.

2. Pemerintah Provinsi

a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

d. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

e. Mengevaluasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

f. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat provinsi.

g. Mengoordinasikan pencadangan atau penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR pada tingkat provinsi.

h. Menetapkan kebijakan dan strategi daerah provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

(6)

VI I - 6 c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan

permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR.

f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten/kota.

g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.

h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

7.1.1.2. Lingkup Kegiatan

Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman.

Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah :

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan ;

b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial; c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitaspermukiman

kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana; d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di

(7)

VI I - 7 e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan

peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman; f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

7.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman

7.1.2.1. Isu Strategis Pengembangan Permukiman

Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat ini adalah :

a. Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

b. Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumahtangga kumuh perkotaan.

c. Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Directive Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.

d. Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan.

e. Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.

f. Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.

g. Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun.

h. Perlunya kerjasama lintas sector untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman.

i. Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman. Isu-isu strategis di atas merupakan isu terkait pengembangan permukiman yang terangkum secara nasional.

(8)

VI I - 8 1. Meningkatkan kualitas permukiman perkotaan dengan pengembangan kegiatan

revitalisasi, perbaikan dan peremajaan kawasan melalui pelaksanaan tridaya

2. Mengendalikan lingkungan perkotaan sesuai dengan fungsinya pada kawasan perkotaan.

3. Mengetatkan pelarangan pembangunan permukiman formal oleh pengembangan dikawasan lahan produktif

4. Mengembangkan permukman perdesaan disesuaikan dengan karakter fisik sosial budaya dan ekonomi masayarakat perdesaan

Adapun usaha pemerintah, dalam hal ini dinas PU cipta karya Kabupaten Belu telah membuat usulan program sub bidang pengembangan permukiman perkotaan dan perdesaan pada periode sebelumnya dan pada masa yang akan datang yang telah terealisasi atau belum terealisasi sesuai tujuan utamanya antara lain:

1. Penyediaan Prasarana dan sarana bagi kawasan RSH di kota Atambua dan kota-kota lainnya

2. Penataan dan Peremajaan Kawasan 3. Peningkatan Kualitas Permukiman

4. Penyediaan Prasarana dan sarana permukiman

5. Pengembangan Prasarana dan sarana Kawasan Perbatasan

6. Penyediaan Prasarana dan sarana Dalam Rangka Penanganan Bencana

Pemerintah kabupaten Belu mengeluarkan kebijakan sektoral sebagaimana tertera dalam RPJMD dengan menitikberatkan pada pengembangan sektor dan subsektor. Tentunya memperhatikan permasalahan wilayah dan potensi-potensi kawasan, Perkembangan jumlah penduduk yang terus meningkat, penyediaan sarana dan prasarana dasar yang masih terbatas dan belum tergali beberapa potensi ekonomi, Dengan demikian isu-isu strategis yang menjadi landasan pemikiran untuk pengembangan Infrastruktur Keciptakaryaan di Kabupaten Belu adalah :

Tabel 7.1.

Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Kabupaten Belu

No. Isu Strategis Keterangan

1 Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan

a. Mengembangkan Kawasan Perkotaan yang mampu memberikan pelayanan optimal bagi masyarakat melalui penyediaan sarana dan prasarana yang memadai sehingga memungkinkan masyarakat untuk mengembangkan berbagai kegiatan perdagangan, jasa dan industri serta kegiatan sosial-ekonomi-budaya lainnya.

(9)

VI I - 9

c. Mendorong pihak swasta untuk menanamkan investasinya dalam pengembangan Kawasan Perkotaan.

d. Menyusun Rencana Detail Tata Ruang Kawasan dan Rencana Induk Sistem Prasarana agar pengembangan Kawasan Perkotaan dalam jangka panjang memiliki arah yang jelas sesuai dengan arahan fungsinya.

e. Mengembangkan keterkaitan antara Kawasan Perkotaan dengan Kawasan Perdesaan dan kawasan lainnya untuk menciptakan sinergi bagi perkembangan wilayah Kabupaten Belu dan sekitarnya.

f. Pemerintah Kabupaten Belu bertanggungjawab dalam pengembangan dan pengelolaan Kawasan Perkotaan dengan memperhatikan kondisi, karakteristik dan potensi sosial-ekonomi dan prospek pengembangan Kawasan Perkotaan dalam konstelasi wilayah yang lebih luas.

g. Pengawasan dan penertiban pemanfaatan Kawasan Perkotaan dilakukan Pemerintah Kabupaten Belu (Dinas Terkait) untuk menjaga kelestarian lingkungan, keberlangsungan pembangunan dan tata nilai setempat.

2 Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan

a. Pengembangan ekonomi perdesaan, perbaikan dan pembangunan prasarana dan sarana dasar di wilayah perdesaan, meningkatkan aksessibilitas ke/dari kawasan perdesaan, mengembangkan dan memperkuat keterkaitan Desa-Kota.

b. Pengembangan Kawasan Agropolitan c. Pengembangan Kawasan Minapolitan

d. Pemgembangan Prasarana dan Sarana Kawasan Perbatasan

e. Penyediaan Prasrana dan Sarana dalam rangka penanganan bencana

7.1.2.2. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman

Kondisi eksisting pengembangan permukiman hingga tahun 2012 pada tingkat nasional mencakup 180 dokumen SPPIP, 108 dokumen RPKPP, untuk di perkotaan meliputi 500 kawasan kumuh di perkotaan yang tertangani, 385 unit RSH yang terbangun, 158 TB unit Rusunawa terbangun. Sedangkan di perdesaan adalah 416 kawasan perdesaan potensial yang terbangun infrastrukturnya, 29 kawasan rawan bencana di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 108 kawasan perbatasan dan pulau kecil di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 237 desa dengan komoditas unggulan yang tertangani infrastrukturnya, dan 15.362 desa tertinggal yang tertangani infrastrukturnya.

Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian suatu kabupaten dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak huni. Terlebih dahulu perlu diketahui peraturan perundangan di tingkat kabupaten/kota (meliputi peraturan daerah, peraturan gubernur, peraturan walikota/bupati, maupun peraturan lainya) yang mendukung seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan pembangunan permukiman.

(10)

VI I - 10 Tabel 7.2.

Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur/Peraturan Bupati/Peraturan Lainnya yang terkait Pengembangan Permukiman

Selain itu data yang dibutuhkan untuk kondisi eksisting adalah mengenai kawasan kumuh, jumlah RSH terbangun, dan Rusunawa terbangun di perkotaan, maupun dukungan infrastruktur dalam program-program perdesaan seperti PISEW (RISE), PPIP, serta kawasan potensial, rawan bencana, perbatasan, dan pulau terpencil. Data yang dibutuhkan adalah data untuk kondisi eksisting lima tahun terakhir. Untuk Kawasan Kumuh pada tahun 2014 telah dibuat DED khusus penanganan kawasan kumuh seperti yang sudah ditetapkan dalam SPPIP, beradasarkan hasil DED tersebut kawasan kumuh di Kota Atambua telah ditetapkan berdasarkan SK Penjabat Bupati Belu Nomer : PU.188.55/13/VIII/2014 tanggal 25 Agustus 2014, dengan luasan seperti tabel 7.3

Tabel 7.3

Data Kawasan Kumuh (PU.188.55/13/VIII/2014)

No PERDA/Peraturan Gubernur/Peraturan/Peraturan Lainnya Keterangan

No. Peraturan Perihal Tahun

(11)

VI I - 11

Tabel 7.4.Kondisi Kawasan Kumuh di Kota Atambua

KARAKTERISTIK KAWASAN

f Jumlah Kepala Keluarga di Lokasi Kumuh

(KK) : 563 KK

a Masih banyaknya konstruksi jalan yang rusak dan belum terintegrasi dengan saluran/drainase. b Pembuangan limbah domestik dan limbah industri rumah tangga pada saluran/drainase. c Tidak adanya bak/kantong sampah.

PENILAIAN KEKUMUHAN (FISIK)

DOKUMENTASI Aspek Kriteria dan

Indikator Parameter

Kondisi Bangunan

a. Keteraturan

Bangunan : 76% - 100% Bangunan tidak memiliki keteraturan. b. Kepadatan

Bangunan : Kepadatan bangunan sebesar < 200 unit/Ha. c. Persyaratan

Teknis :

51% - 75% Bangunan tidak memenuhi persyaratan teknis.

Kondisi Jalan Lingkungan

a. Cakupan Pelayanan :

Cakupan layanan jalan lingkungan tidak memadai di 51% - 75% luas area.

Drainase lingkungan tidak mampu mengatasi genangan minimal di 76% - 100% luas area. b. Cakupan

Pelayanan :

76% - 100% Luas area tidak terlayani drainase lingkungan.

Kondisi Penyediaan Air Minum

a. Persyaran

Teknis :

SPAM tidak memenuhi persyaratan teknis di 25% - 50% luas area.

b. Cakupan Pelayanan :

Cakupan pelayanan SPAM tidak memadai terhadap 25% - 50% populasi.

Kondisi Pengelolaan Air Limbah

a. Persyaran

Teknis :

Pengelolaan Air Limbah tidak memenuhi persyaratan teknis di 76% - 100% luas area. b. Cakupan

Pelayanan :

Cakupan pengolahan air limbah tidak memadai terhadap 76% - 100% populasi.

Kondisi Pengelolaan Persampahan

a. Persyaran

Teknis :

Pengelolaanpersampahan tidak memenuhi persyaratan teknis di 76% - 100% luas area. b. Cakupan

Pelayanan :

Cakupan pengelolaan persampahan tidak memadai terhadap 76% - 100%% populasi.

Kondisi Pengaman Kebakaran

a. Persyaran

Teknis :

Pasokan air damkar tidak memadai di 51% - 76% luas area.

b. Cakupan Pelayanan :

Jalan lingkungan untuk mobil damkar tidak memadai di 76% - 100% luas area. TINGKAT KEKUMUHAN : KUMUH BERAT

PENILAIAN PERTIMBANGAN LAIN (NON-FISIK)

Kriteria dan Indikator Parameter

Nilai Strategis Lokasi : Lokasi terletak pada fungsi strategis kawasan/wilayah.

Kepadatan Penduduk : Kepadatan Penduduk Pada Lokasi sebesar 201 - 499 jiwa/Ha

Potensi Sosial Ekonomi : Lokasi tidak memiliki potensi sosial ekonomi tinggi yang potensial dikembangkan.

Dukungan Masyarakat : Dukungan masyarakat terhadap proses penanganan kekumuhan tinggi.

(12)

VI I - 12 PENILAIAN LEGALITAS LAHAN

Kriteria dan Indikator Parameter

Status Tanah :

Keseluruhan Lokasi Memiliki Kejelasan Status Tanah, Baik Dalam Hal Kepemilikan Maupun Izin Pemanfaatan Tanah Dari Pemilik Tanah (Status Tanah Legal)

Kesesuaian RTR : Keseluruhan Lokasi Berada Pada Zona Permukiman Sesuai RTR (Sesuai) Persyaratan Administrasi Bangunan (IMB) :

Sebagian atau Keseluruhan Lokasi Berada Tidak Pada Zona Permukiman Sesuai RTR (Tidak Sesuai)

STATUS LAHAN : LEGAL

SKALA PRIORITAS PENANGANAN : 1

REKOMENDASI POLA PENANGANAN : PEMUKIMAN KEMBALI ATAU PEREMAJAAN

PROGRAM PENANGANAN FISIK : REHABILITASI JALAN DAN DRAINASE, PEMBUATAN

BAK/KANTONG SAMPAH

(13)

VI I - 13

Tabel 7.5

Data Kondisi Infrastruktur Perdesaan di Kabupaten Belu

No Infrastruktur Terbangun Lokasi Satuan Kondisi

1 Jalan Lingkungan Kawasan Pintu Masuk

Motamasin Kawasan Baik

2 Pelataran Parkir Kawasan Pintu Masuk

Motamasin Kawasan Baik

3 Pengaman tebing dan pelengkapnya Kawasan Pintu Masuk Motamasin Kawasan Baik

4 Jalan Lingkungan Kawasan Desa Welaus Kec.

Kobalima Timur Kawasan Baik

5

Jalan Lingkungan Kawasan Desa Alas

Selatan, Kec. Kobalima Timur

Kawasan Baik

6 Jalan Lingkungan Kawasan Silawan Kec. Tasifeto Timur Kawasan Baik

7 Jalan Lingkungan Kawasan Kabuna, Kec.

kakuluk Mesak Kawasan Baik

8 Jalan Lingkungan Kawasan Kanebebi, Kec.

Kalkuluk Mesak Kawasan Baik

9 Jalan Lingkungan Kawasan Kewar Kec.

Lamaknen Kawasan Baik

10 Jalan Lingkungan Kawasan Perumahan Translok Wemamfani

Desa Kabuna, Kec. Kakuluk

Mesak Kawasan Baik

11 Jalan Lingkungan Kawasan Perumahan Translok Halibada Desa Silawan Kec. Tasifeto Timur Kawasan Baik

12 Jalan Lingkungan Kawasan Haekesak, Desa

Tohe Kec. Reihat Kawasan Baik

13 Jalan Lingkungan Kawasan Sadi desa Sadi

kec. Tasifeto Timur Kawasan Baik

14 Jalan Lingkungan Kawasan Dafala Desa

Dafala Kec. Tasifeto Timur Kawasan Baik 15 Jalan Lingkungan Kawasan Kolam Susuk, Desa Dualaos, Kecamatan Kakuluk Mesak Kawasan Baik

16

Jalan Lingkungan Kawasan Lakafehan, Desa Dualaos Kec. Kakuluk

Mesak

Kawasan Baik

17 Jalan Lingkungan Kawasan Fatuala Desa

Jenilu Kec. Kakuluk Mesak Kawasan Baik

7.1.2.3. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Permasalahan Pengembangan Permukiman

1) Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas.

2) Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.

(14)

VI I - 14 1) Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat

2) Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman.

3) Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program- Program Pro Rakyat (Direktif Presiden)

4) Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah

5) Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.

6) Penguatan Sinergi SPPIP/RPKPP dalam Penyusunan RPIJM Kab./Kota

Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di atas adalah yang terangkum secara nasional. Namun sebagaimana isu strategis, di masing-masing kabupaten/kota terdapat permasalahan dan tantangan pengembangan yang bersifat lokal dan spesifik. Penjabaran permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan.Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di Kabupaten Belu serta merumuskan alternatif pemecahan dan rekomendasi dari permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang ada diwilayah Kabupaten Belu.

Tabel 7.6

Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman

Kabupaten Belu

No Aspek Pengembangan Permukiman Permasalahan Yang Dihadapi Pengembangan Tantangan Alternatif Solusi

1  Terjadinya kerusakan

lingkungan dan pencemaran di sekitar kawasan tangkapan air

dan sumber mata air.

(15)

VI I - 15 Tabel 7.7

Matriks Identifikasi Potensi dan Masalah Kawasan Permukiman Prioritas

LOKASI IDENTIFIKASI POTENSI IDENTIFIKASI MASALAH

KELURAHAN BERDAO

 Aksesibilitas yang cukup baik dari berbagai pusat kegiatan kota dan menjadi pusat perdagangan kota  Terdapatnya saluran alami (kali kecil)

yang dapat berfungsi sebagai saluran drainase primer

 Adanya Bantuan dari Kemenpera berupa program stimulan perbaikan rumah sebanyak 20 rumah

 Didominasi oleh Kawasan terbangun khususnya perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi dan berorientasi kepada jaringan jalan.

 Jalan Utama kawasan (Jalan Soekarno) dalam kondisi baik dan berupa perkerasan aspal/hotmix.  Telah dilengkapi oleh sarana dan prasarana listrik dari Jaringan PLN Kota Atambua

 Sistem perpipaan telah menjangkau wilayah kelurahan Berdao

 Permukiman sangat padat & kumuh (terutama di area sekitar saluran drainase primer)

 Dengan kepadatan bangunan yang tinggi, jalan lingkungan di kawasan Kelurahan Berdao sangat terbatas dan berada pada sela-sela bangunan yang rentan terhadap bencana kebakaran.

 ± 150 rumah tidak layak huni dan kumuh belum terdata di kelurahan  Adanya pemukiman yang tidak

terakses secara baik dari jalan  Walaupun sistem perpipaan telah

menjangkau wilayah kelurahan Berdao namun tidak semua penduduk mendapat pelayanan air bersih.

(16)

VI I - 16 LOKASI IDENTIFIKASI POTENSI IDENTIFIKASI MASALAH

 Telah dilengkapi TPS (Tempat Penampungan Sampah) dan Bak Sampah serta pengelolaan sampah dari Pemerintah Kota Atambua

sampah dan limbah ke saluran drainase)

 Banyak saluran drainase tidak berfungsi karena sedimentasi & penyumbatan

 Kerusakan dinding saluran drainase primer (kali kecil) di beberapa tempat  Adanya bangunan didirikan di atas

saluran drainase primer

 Kerusakan lapisan perkerasan jalan akibat tidak dilengkapi saluran drainase

 Tidak berfungsi optimal TPS dan bak sampah yang ada

 Kapasitas TPS dan Bak Sampah serta pengelolaan sampah perlu ditingkatkan.

KELURAHAN BEIRAFU

 Aksesibilitas yang cukup baik dari berbagai pusat kegiatan kota dan merupakan area pusat perdagangan dalam kota

 Terdapatnya saluran alami (kali kecil) yang dapat berfungsi sebagai saluran drainase primer

 Adanya Bantuan dari Kemenpera berupa program stimulan perbaikan rumah sebanyak 20 rumah pada tahun 2011

 Rumah-rumah yang tidak layak huni telah terdaftar sebanyak 68 unit di kelurahan untuk mendapatkan bantuan  Didominasi oleh Kawasan terbangun

khususnya perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi dan berorientasi kepada jaringan jalan.

 Jalan Utama kawasan (Jalan Soekarno) dalam kondisi baik dan berupa perkerasan aspal/hotmix.  Telah dilengkapi oleh sarana dan prasarana listrik dari Jaringan PLN Kota Atambua

 Banyak terdapatnya sumber air tanah (sumur gali)

 Telah dilengkapi TPS (Tempat Penampungan Sampah) dan Bak Sampah serta pengelolaan sampah dari Pemerintah Kota Atambua

 Permukiman sangat padat & kumuh (terutama di area saluran drainase primer)

 ± 150 rumah tidak layak huni dan kumuh belum terdata di kelurahan  Adanya pemukiman yang tidak

terakses secara baik dari jalan  Sanitasi lingkungan yang buruk

terutama di sepanjang saluran drainase primer (akibat pembuangan sampah dan limbah ke saluran drainase)

 Banyak saluran drainase tidak berfungsi karena sedimentasi & penyumbatan

 Adanya saluran drainase primer yang tidak terhubung/terputus

 Kerusakan dinding saluran drainase primer (kali kecil) dibeberapa tempat  Adanya bangunan didirikan di atas

saluran drainase primer

 Kerusakan lapisan perkerasan jalan akibat tidak dilengkapi saluran drainase

 Kualitas air dari sumur gali diragukan mutu bakunya untuk di konsumsi sebagai air minum

 Tidak berfungsi optimal TPS dan bak sampah yang ada

 Kapasitas TPS dan Bak Sampah serta pengelolaan sampah di Kelurahan Beirafu belum sesuai kebutuhan

KELURAHAN

 Aksesibilitas yang cukup baik dari berbagai arah dan merupakan pusat kota Atambua

 Terdapatnya saluran alami (kali kecil) yang dapat berfungsi sebagai saluran drainase primer

 Adanya pasar ikan yang cenderung kumuh

 Permukiman sangat padat & kumuh (terutama di area saluran drainase primer)

(17)

VI I - 17 LOKASI IDENTIFIKASI POTENSI IDENTIFIKASI MASALAH

KOTA ATAMBUA

 Didominasi oleh Kawasan terbangun khususnya perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi dan berorientasi kepada jaringan jalan.

 Jalan Utama kawasan (Jalan Soekarno) dalam kondisi baik dan berupa perkerasan aspal/hotmix.  Telah dilengkapi oleh sarana dan prasarana listrik dari Jaringan PLN Kota Atambua

 Tersedianya jaringan perpipaan air bersih dari PDAM

 Banyak terdapatnya sumber air permukaan (sumur gali)  Telah dilengkapi TPS (Tempat

Penampungan Sampah) dan Bak Sampah serta pelayanan pengelolaan sampah dari Pemerintah Kota Atambua

terutama di sepanjang saluran drainase primer (akibat pembuangan sampah dan limbah kesaluran drainase)

 Banyak saluran drainase tidak berfungsi karena sedimentasi & penyumbatan

 Kerusakan dinding saluran drainase primer (kali kecil) dibeberapa tempat  Adanya bangunan didirikan di atas

saluran drainase primer

 Kapasitas TPS dan Bak Sampah serta pengelolaan sampah di belum memadai

KELURAHAN TENUKIIK

 Aksesibilitas yang cukup baik dari berbagai pusat kegiatan kota dan pusat perdagangan kota

 Terdapatnya saluran alami (sungai kecil) yang dapat berfungsi sebagai saluran drainase primer

 Masih tersedianya lahan untuk pengembangan pemukiman

 Jalan Utama kawasan dalam kondisi baik dan berupa perkerasan

aspal/hotmix.

 Telah dilengkapi oleh sarana dan prasarana listrik dari Jaringan PLN Kota Atambua

 Banyak terdapatnya sumber air permukaan (sumur gali)

 Secara topografis berada pada dataran yang cenderung lebih rendah daripada area sekitarnya sehingga menjadi pusat limpasan air ditambah dengan kondisi drainase yang buruk sehingga merupakan area yang sangat rawan banjir dan genangan.  Sanitasi lingkungan yang buruk

terutama di sepanjang saluran drainase primer (akibat pembuangan sampah dan limbah kesaluran drainase)

 Banyak saluran drainase tidak berfungsi karena sedimentasi & penyumbatan

 Adanya gorong-gorong yang tidak didesain mengikuti aliran air di saluran primer

 Kerusakan lapisan perkerasan jalan akibat tidak dilengkapi saluran drainase dan dilewati mobil-mobil tangki dengan tonase yang besar  Kualitas air dari sumur gali diragukan

mutu bakunya

 Kapasitas TPS dan Bak Sampah serta pengelolaan sampah belum optimal yang dapat berfungsi sebagai saluran drainase primer

 Masih tersedianya lahan untuk pengembangan pemukiman

 Jalan Utama kawasan (Jalan M. Yamin) dalam kondisi baik dan berupa perkerasan aspal/hotmix.

 Telah dilengkapi oleh sarana dan prasarana listrik dari Jaringan PLN

 Sanitasi lingkungan yang buruk, terutama di area permukiman masyarakat kurang mampu

 Banyak saluran drainase tidak berfungsi karena sedimentasi & penyumbatan

 Banyaknya ruas jalan yang rusak dan perlu peningkatan

 Pada area tertentu mudah mengalami genangan karena berada pada DAS

(18)

VI I - 18 LOKASI IDENTIFIKASI POTENSI IDENTIFIKASI MASALAH

Kota Atambua

 Banyak terdapatnya sumber air tanah (sumur gali)

 Kualitas air dari sumur gali diragukan mutu bakunya

 Kapasitas dan pemanfaatan TPS dan Bak Sampah serta pengelolaan sampah secara umum belum optimal

7.2. Penataan Bangunan dan Lingkungan.

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik diperkotaan maupun diperdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Visi penataan bangunan dan lingkungan adalah terwujudnya bangunan gedung dan lingkungan yang layak huni dan berjati diri, sedangkan misinya adalah :

1) Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, layak huni, berjati diri, serasi dan selaras, dan

2) Memberdayakan masyarakat agar mandiri dalam penataan lingkungan yang produktif dan berkelanjutan.

Untuk itu, Kementrian Pekerjaan Umum sebagai lembaga pembina teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai kewajiban untukmeningkatkan kemampuan Kabupaten/Kota agar mampu melaksanakan amanat UU No 28/2002 tentang Bangunan Gedung. Untuk tahun anggaran 2007, sebagai kelanjutan dari kegiatan tahun-tahun sebelumnya, perlu melanjutkan dan memperbaiki serta mempertajam kegiatannya agar lebih cepat memampukan Kabupaten/Kota.

(19)

VI I - 19 7.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL

7.2.1.1. Arahan Kebijakan Penataan Bangunan dan Lingkungan

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.

Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-undang dan peraturan antara lain :

1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.

Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.

Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:

a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan

c. Izin mendirikan bangunan gedung.

(20)

VI I - 20 bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.

3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.

4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.

7.2.1.2. Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL (Permen PU No. 8 tahun 2010)

(21)

VI I - 21 Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.

Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi :

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah Negara ;

b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan ; c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan

dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan

bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan social ;

e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan ; dan

f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan pada sektor PBL, yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara dan kegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan seperti ditunjukkan pada Gambar 7.2

Gambar 7.2

Lingkup Tugas Penataan Bangunan dan Lingkungan

(22)

VI I - 22 Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:

a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman

 Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);  Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);

 Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan;

 Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional. b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung

 Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan;

 Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;  Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;  Pelatihan teknis.

 Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan

 Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;  Paket dan Replikasi.

7.2.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan 7.2.2.1. Isu Strategis

Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat melihat dari Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL. Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.

(23)

VI I - 23 terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020.

Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming). Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak sosial lainnya.

Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga mempengaruhi isu strategis sector PBL. Konferensi Habitat I yang telah diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 - 14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter for All" dan "Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat.

Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

1) Penataan Lingkungan Permukiman

a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL ;

b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan ;

c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan ; d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah

berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;

e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal; f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan

lingkungan.

2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

(24)

VI I - 24 b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di

kab/kota;

c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;

d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara; e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara. 3) Pemberdayaan Komunitas Dalam Penanggulangan Kemiskinan

a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;

b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash sesuai MoU PAKET;

c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.

Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputi :

a) Revitalisasi, b) RTH,

c) BangunanTradisional/bersejarah dan d) Penanggulangan kebakaran,

bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan.

Adapun isu-isu strategis sektor PBL di kabupaten Belu seperti dalam tabel 7.8. berikut ini

Tabel 7.8

Isu-Isu Strategis Sektor PBL Kabupaten Belu

No. Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis Sektor PBL

1 Penataan Lingkungan Permukiman 1. Terbangunnya perumahan dan permukiman yang layak huni.

2. Terpenuhinya kebutuhan perumahan bagi masyarakat yang tinggal di lingkungan permukiman kumuh.

(25)

VI I - 25 7.2.2.2. Kondisi Eksisting

Untuk tahun 2013 capaian nasional dalam pelaksanaan program direktorat PBL adalah dengan jumlah kelurahan/desa yang telah mendapatkan fasilitasi berupa peningkatan kualitas infrastruktur permukiman perdesaan/ kumuh/ nelayan melalui program P2KP/PNPM adalah sejumlah 10.925 kelurahan / desa. Untuk jumlah Kabupaten/Kota yang telah menyusun Perda Bangunan Gedung (BG) hingga tahun 2013 adalah sebanyak 106 Kabupaten/Kota. Untuk RTBL yang sudah tersusun berupa Peraturan Bupati/Walikota adalah sebanyak 2 Kabupaten/Kota, 9 Kabupaten/Kota dengan perjanjian bersama, dan 32 Kabupaten/Kota dengan kesepakatan bersama.

Setiap Kabupaten/Kota diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi eksisting di daerah masing-masing, yang mencakup kondisi terkait peraturan daerah, kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara, serta capaian dalam pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan

Untuk kabupaten Belu dokumen perencanaan yang mendukung penataan bangunan dan lingkungan yang sudah mempunyai kekuatan hukum seperti pada tabel 7.9. di bawah ini

Tabel 7.9

Peraturan Daerah/Peraturan Bupati terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan

Untuk kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman di Kabupaten Belu dapat menggambarkan kondisi eksistingnya seperti pada table 6.10

2 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

1. Meningkatkan pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk bangunan gedung dan rumah negara

2. Menjaga kelestarian nilai-nilai arsitektur Bangunan Gedung yang dilindungi dan dilestarikan serta keahlian membangun (seni dan budaya).

3 Pemberdayaan Komunitas Dalam

Penanggulangan Kemiskinan

1. Terciptanya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang mampu menata lingkungan perumahan.

2. Terciptanya pertumbuhan usaha ekonomi produktif dan keswadayaan masyarakat.

No

PERDA/Peraturan Gubernur/Peraturan Bupati/Peraturan

Lainnya Keterangan

No. Peraturan Tentang Tahun

1 17 Bangunan Gedung 2006

(26)

VI I - 26 Tabel 7.10

Kondisi Penataan Lingkungan Permukiman di Kabupaten Belu

Untuk kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Kabupaten Belu belum dapat digambarkan kondisi eksistingnya karena ketiadaan data pendukung dan rumah Negara.

7.2.2.3. Permasalahan dan Tantangan

Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:

Penataan Lingkungan Permukiman:

 Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;

 Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;

 Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;

 Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.

Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:

 Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;

(27)

VI I - 27

 Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

 Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;

 Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;

 Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan;

 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;  Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.

Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:

 Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olah raga.

Kapasitas Kelembagaan Daerah:

 Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;

 Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;

 Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.

Tabel 7.11

Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan Kabupaten Belu

No Aspek PBL Permasalahan Yang Dihadapi Pengembangan Tantangan Alternatif Solusi I Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman

1 Aspek Teknis  Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;

(28)

VI I - 28  Menurunnya fungsi

kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;

2 Aspek Kelembagaan Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan

permukiman 3 Aspek Pembiayaan Masih rendahnya

dukungan pemda

(29)

VI I - 29

II Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara 1 Aspek Teknis

2 Aspek Kelembagaan

3 Aspek Pembiayaan

4 Aspek Peran Serta Masyarakat/Swasta

5 Aspek Lingkungan Permukiman

III Kegiatan Pemberdayaan Komunitas Dalam Penanggulangan Kemiskinan

1 Aspek Teknis

2 Aspek Kelembagaan

Lembaga yang

3 Aspek Pembiayaan

(30)

VI I - 30 7.3. Sistim Penyediaan Air Minum

7.3.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan SPAM

Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan system penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM.

Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain :

1) UU No.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Pada pasal 40 mengamanatkan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum

rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM).

Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah

dan Pemerintah Daerah.

2) Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025

Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah

aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.

3) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan SistemPenyediaan Air Minum

Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas

dan/atau meningkatkan system fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen,

keuangan, peranmasyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan

penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan

tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asas

kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian,

keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.

(31)

VI I - 31 Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan

pelayanan/penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang

bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik

daam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat

menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.

5) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang

Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem

Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi

dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.

SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan. Sedangkan SPAM bukan jaringan perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air. Pengembangan SPAM menjadi kewenangan/ tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan perundang-undangan, seperti yang diamanatkan dalam PP No. 16 Tahun 2005.

Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain mencakup :

a. Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air minum; b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem penyediaan

air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial; c. Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;

(32)

VI I - 32 7.3.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

7.3.2.1. Isu Strategis Pengembangan SPAM

Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia untuk mencapai target pembangunan di bidang air minum. Isu ini didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya.

Isu-isu strategis tersebut adalah :

1. Peningkatan Akses Aman Air Minum 2. Pengembangan Pendanaan

3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan

4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan 5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum

6. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat

7. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi

Pola penyusunan RPIJM Kabupaten Belu bidang Air Minum harus memperhatikan Rencana Induk Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (RI-SPAM), bagi Kabupaten Belu yang belum mempunyai RI-SPAM hendaknya dilakukan penyusunan RI-SPAM terlebih dahulu untuk jangka waktu sekurang-kurangnya selama 15 tahun. RIS-SPAM merupakan rencana jangka panjang suatu wilayah baik di dalam Kabupaten/Kota, antar Kabupaten/Kota dan antar propinsi. Hal ini dimungkinkan karena dalam pengembangan dan penyelenggaraan sistem penyediaan Air Minum tergantung dengan posisi dan letak unit-unit SPAM dan cakupan pelayanannya. Strategi pengembangan yang akan dicapai adalah :

a. Strategi peningkatan distribusi air minum ke wilayah perkotaan; b. Strategi penyusunan rencana induk air minum Kota Atambua; c. Strategi pengembangan cakupan pelayanan air minum; d. Strategi peningkatan kinerja PDAM;

e. Strategi penanganan kebocoran distribusi air minum; f. Strategi pengembangan SPAM IKK;

g. Strategi penyediaan air minum perpipaan dan non perpipaan;

h. Strategi pemberdayaan masyarkat dan swasta dalam pengembangan SPAM; i. Strategi pengelolaan aset manajemen PDAM;

(33)

VI I - 33 k. Strategi peningkatan kapasitas institusi pengelola air minum;

l. Strategi peningkatan akses air minum untuk masyarakat berpenghasilan rendah; m. Strategi pengembangan sistem informasi manajemen penyediaan air minum; n. Strategi penanganan air minum pada daerah bencana;

o. Studi potensi sumber daya air;

p. Strategi penambahan supply sumber air baku baru; q. Strategi pendanaan melalui KPS;

r. Strategi kelembagaan yang lintas sektoral dan lintas administratif.

Isu-isu strategis yang ada di kabupaten Belu ini akan menjadi dasar dalam pengembangan infrastruktur, prasarana dan sarana dasar di daerah, serta akan menjadi landasan penyusunan program dan kegiatan dalam Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) yang diharapkan dapat mempercepat pencapaian cita-cita pembangunan nasional.

7.3.2.2. Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM

Pembahasan yang perlu diperhatikan terkait dengan Kondisi Eksisting Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum di kabupaten Belu secara umum adalah :

a. Aspek Teknis

(34)

VI I - 34 bersih di Kabupaten Belu tahun 2011 baru mencapai 38,32%. Berdasarkan tabel 4.15, presentasi Pelayanan air minum dari air ledeng meteran dan ledeng eceran hanya sebesar 3,46%. Sedangkan presentasi terbesar konsumsi air minum untuk Masyarakat berasal dari Sumur Terlindung sebesar 39,15%.

b. Sistem Non Perpipaan

Sarana dan prasarana penyedian dan pengelolaan air di Kota Atambua pada umumnya menggunakan sumur gali sedalam 10 – 20 meter. Kondisi air cukup baik dan mencukupi kebutuhan masyarakat. Karena ruang yang terbatas, jumlah titik sumur juga terbatas. Dengan demikian, sebuah sumur digunakan untuk banyak keluarga. Distribusi air dari sumur ke rumah, sebagian warga menggunakan pipa dan pompa air yang diupayakan secara pribadi. Karena tidak terkoordinir dengan baik, bahkan terdapat sebuah sumur dengan lebih dari 25 sistem pompa. Sebagian sumur masih menggunakan sistem timba dengan ember dan menjadi satu dengan fasilitas MCK. Lokasi sumur yang berdekatan dengan MCK dan saluran drainase penuh sampah dan limbah membuat air sumur rentan terhadap pencemaran. Perlu dilakukan upaya penataan sanitasi secara menyeluruh agar kondisi kesehatan lingkungan dan masyarakat dapat lebih baik.

c. Sistem Perpipaan

(35)

VI I - 35

Tabel 7.12

Presentasi Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum Tahun 2012

(36)

VI I - 36

Tabel 7.13

Air Minum yang Disalurkan Menurut Jenis Pelanggan

Kabupaten Belu 2015

No Kategori Pelanggan Jumlah Pelanggan

Volume

(m3) Nilai (Rp)

I Kelompok Pelanggan I 30 5.382 14.861.260

1. Hidran/Kran umum 14 3.983 11.977.758

2. Kamar mandis/WC umum - -

-3. Terminal air - -

-1. Tempat ibadah 16 1.399 2.883.502

II Kelompok Pelanggan II 40 8.171 27.251.562

1. RSS - -

-2. Panti Asuhan - -

-3. Yayasan Sosial 6 948 2.387.819

1. Sekolah Negeri 12 4.159 13.347.457

5. RS Pemerintah 7 2.547 9.946.713

6. Ins. Pemerintah/ABRI tngkt

kec/kel 15 517 1.569.573

III Kelompok Pelanggan III 3.535 274.275 1.122.580.645

1. Rumah (selain RSS dan

mewah) 3.337 212.478 785.183.770

2. Niaga kecil 154 12.154 81.003.848

3. Industri RT - -

-1. Ins. Pem/ABRI tingkat

kabupaten 44 49.643 256.393.028

IV Kelompok Pelanggan IV 73 7.888 58.329.704

1. Rumah Mewah - -

-2. Niaga Besar 73 7.888 58.329.704

3. Ins. Pem/ABRI tingkat

Propinsi - -

-1. Kedubes/Konsulat Asing - -

-V Kelompok Pelanggan Khusus - -

-VI

Susut (Hilang dalam

Pengeluaran) - -

-Total 3.678 287.828 1.223.023.171

(37)

VI I - 37

Tabel 7.14

Kondisi Eksisting Pelayanan SPAM Kabupaten Belu

NO URAIAN SATUAN BESARAN

2010 2011 2012

PELAYANAN PENDUDUK

1 Jumlah Penduduk Jiwa 352.400 357.650

-2 Jumlah Pelanggan Jiwa 21.740 22.068

-3 Penduduk Terlayani % 6,17 6,13

-DATA PRODUKSI

1 Kapasitas Produksi Lt/detik 42,07 40,07 70,07

2 Kondisi PDAM Sehat/Sakit Kurang Sehat Kurang Sehat Kurang

Sehat

3 Biaya Produksi di PDAM Rp 2.664,07 4.168,16

-DATA DISTRIBUSI

1 Kapasitas Distribusi Lt/dtk 42,07 40,07

-2 Asumsi Kebutuhan Air Lt/Org/hr 60-100 60-100

-3 Air Terjual M3/th 902.696 890.941

-4 Air Terdistribusi M3/th 1.308.640 1.246.622

-5 Total Penjualan Air Rp 2.361.636.850 3.394.062.502

-6 Cakupan Pelayanan Air % 27,55 13,38

-7 Cakupan Penduduk Jiwa 78.922 164.896

-DATA TARIF

1 Rumah Tangga Rp 2.000 2.000 2.000

2 Niaga Rp 4.500 4.500 4.500

3 Industri Rp - -

-4 Instansi Rp 2.500 2.500 2.500

5 Sosial Rp 1.250 1.250 1.250

6 Tarif rata-rata Rp 2.605,13 3.809,53

-DATA KONSUMEN

1 Jumlah Sambungan Rumah

(SR) Unit 3.546 4.274 4.330

2 Komsumsi Rumah Tangga Unit 3.255 2.897 3.947

3 Komsumsi Non Rumah Tangga Unit 291 377 383

4 Jumlah Jiwa/Sambungan

Tumah Tangga Unit 5 5 5

d. Kelembagaan

Berisi penjelasan dan uraian mengenai kondisi organisasi pengelola sistem penyediaan air minum baik jaringan perpipaan maupun non perpipaan yang perlu disampaikan terkait kondisi eksisting kelembagaan SPAM adalah:

(38)

VI I - 38 1. Organisasi Tata Laksana Pengelolaan PDAM Kabupaten Belu adalah sebagai

berikut : a. Direktur

- IKK Boas

- Pelaksana IKK Haliwen

- Pelaksana IKK Boas

- Pelaksana IKK Persiapan Kobalima Timur dan Malaka Tengah b. Kabag Administrasi dan Keuangan

- Kasie Umum

- Kasie Personalia

- Kasie Hublang

- Kasie Kas dan Penagihan

- Kasie Pembukuan

- Kasie Pusat Data

- Kasie SPI c. Kabag Teknik

- Kasie Produksi

- Kasie Distribusi

- Kasie Perencanaan

- Kasie Penyambungan

- Kasie Perawatan

2. Sumber daya manusia penyelenggara SPAM

a. Direktur : 1 orang

- IKK Boas : 2 orang

- Pelaksana IKK Haliwen : 2 orang

- Pelaksana IKK Boas : 2 orang

- Pelaksana IKK Persiapan Kobalima Timur dan Malaka Tengah : 1 orang b. Kabag Administrasi dan Keuangan : 1 orang

- Kasie Umum : 1 orang + 5 staff

- Kasie Personalia : 1 orang

- Kasie Hublang : 1 orang + 3 staff

- Kasie Kas dan Penagihan : 1 orang + 6 staff

(39)

VI I - 39

- Kasie Pusat Data : 1 orang

- Kasie SPI : 1 orang

c. Kabag Teknik : 1 orang

- Kasie Produksi : 1 orang + 3 staff

- Kasie Distribusi : 1 orang + 6 staff

- Kasie Perencanaan : 1 orang

- Kasie Penyambungan : 1 orang + 1 staff

- Kasie Perawatan : 1 orang + 2 staff

7.3.2.3. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan SPAM A. Permasalahan Pengembangan SPAM

Pada bagian ini, perlu dijabarkan gambaran permasalahan pengembangan SPAM sesuai dengan kondisi daerah. Permasalahan umum dalam bidang air minum di Kabupaten Belu antara lain :

1. Produksi air yang dihasilkan oleh IPA yang ada pada saat ini masih belum termanfaatkan secara maksimal karena jaringan pipa distribusi belum seluruhnya menjangkau ke wilayah potensi pengembangan sambungan baru pelanggan.

2. Penurunan debit sumber air baku

3. Lokasi sumber air baku di luar administrasi Kota Atambua

4. Kehilangan air masih cukup tinggi . Tingginya tingkat kehilangan air tersebut disebabkan : Kondisi meter pelanggan yang kurang baik.; Kondisi jaringan sebagian sudah tua, Sistem jaringan belum tertata dengan baik; Adanya kehilangan air nonfisik yang disebabkan adanya konsumsi air tidak resmi.

5. Cakupan pelayanan masih relatif kecil. Hal ini kemungkinan disebabkan: oleh Terbatasnya pasokan air terutama ;Terbatasnya jangkauan pipa distribusi tersier; Diameter pipa distribusi primer yang sudah tidak memadai.

6. Rata – rata tingkat konsumsi pelanggan masih rendah. Rendahnya tingkat konsumsi penggunaan air PDAM disebabkan: Pelanggan memiliki alternatif sumber air; Diduga terdapat sambungan (T) sebelum meter air; Harga air PDAM dinilai mahal ; Debit sumber air tidak sesuai dengan debit rencana

7. Kualitas sumber air terkadang tidak sesuai dengan persyarakat kualitas air bersih.

(40)

VI I - 40 9. Kurangnya pasokan air minum untuk masyarakat

10. Mutu air sumur warga rentan tercemar akibat sanitasi buruk.

B. Usulan Penyelesaian Bidang Air Bersih

Konsep yang diusulkan untuk memenuhi kebutuhan air minum masyarakat kabupaten Belu dikawasan yang sulit air adalah dengan membuat sistem jaringan air bersih berbasis masyarakat dengan menggunakan sumur gali atau bor yang terintegrasi dengan MCK komunal plus. Satu paket MCK dan system air bersih ini bisa melayani 50 KK.

Sebagai tindak lanjut permasalahan yang dihadapi tersebut diatas dan analisis kebutuhan mendatang, maka diusulkan indikasi kebutuhan program bidang penyediaan dan pengelolaan air minum Kabupaten Belu adalah sebagai berikut :

a. Program Rehabilitasi

a. Sub-Program Penurunan Kebocoran

Kegiatan sub-program penurunan kebocoran ini didasarkan pertimbangan terhadap besarnya nilai kebocoran yang ada saat ini sebesar lebih dari 30 % dengan melakukan upaya fisik untuk menurunkan prosentase kebocoran melalui cara memperbaiki sistem distribusi berikut sistem pengoperasiannya dan atau cara pengukuran air yang diproduksi.

b. Rehabilitasi Sumber Air Baku b. Program Pembangunan Baru

Kegiatan ini merupakan upaya untuk memperbesar kapasitas unit produksi (liter/detik) yang ada pada saat ini untuk menghasilkan air bersih sesuai standar air bersih/air minum yang berlaku.

Gambar

Tabel 7.1.
Tabel 7.2.
Tabel 7.4.Kondisi Kawasan Kumuh di Kota Atambua
Gambar 7.1. Peta Kawasan Kumuh di Kota Atambua
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu pemberian masalah diawali dengan masalah yang sederhana untuk siswa kemudian menuju ke masalah yang lebih sulit Pemberian masalah yang tidak tepat

Pada penelitian ini modem yang digunakan adalah modem wavecom fastrak yang berfungsi mengecek miscall dan mengirim sms, ATmega16 berfungsi sebagai control

Untuk mendukung pencapaian visi Kabupaten Malang yaitu Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Malang yang Mandiri, Agamis, Demokratis, Produktif, Maju, Aman, Tertib dan

Untuk megetahui pengaruh simultan Return on Assets (ROA), Net Profit Margin (NPM), Cash Ratio (CR), dan Quick Ratio (QR) variabel terhadap harga saham perusahaan makanan dan

Persamaan di atas menunjukkan bahwa perubahan positif untuk variabel independen dalam hal ini metode pemberian tugas terstruktur akan memberikan perubahan yang positif

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan pengunjung mengenai event “Fresh 5k” melalui publisitas di Bandar Djakarta Surabaya. Alasan

PENGARUH TOTAL ASSETS TURNOVER (TATO) DAN NET PROFIT MARGIN (NPM) TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2012-2014

Hasil penelitian menunjukkan indeks kualitas visual dan fungsional pada vertisols (T0), varietas Seashore paspalum yang paling baik terdapat pada P4T0 (Siak)