• Tidak ada hasil yang ditemukan

(Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "(Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR DETERMINAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BALITA DI WILAYAH ENDEMIK GAKY

KOTA PADANG TAHUN 2012 Zul Amri, Marni Handayani

(Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang)

ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain case control. Populasi kasus adalah anak dengan stunting dan kontrol adalah anak yang tidak stunting. Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Kuranji Kota Padang tahun 2012. Jumlah sampel adalah 220 orang anak yang dibagi menjadi 110 orang anak balita stunting (mkasus) dan 110 orang anak balita tidak stunting (kontrol). Pengumpulan data dengan melakukan pengukuran tinggi badan, berat badan dan wawancara menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dan multivariat. Hasil penelitian didapatkan hampir 42,7 % sampel berada pada pola asuh kurang, 49,1 % dengan asupan energi kurang, 42,7 % dengan asupan protein kurang, 21,8 % pernah menderita sakit 3 bulan terakhir, 93,2 % berasal dari ibu dengan tinggi badan normal, terdapat hubungan yang antara asupan energi dan asupan protein dengan kejadian stunting, dan tidak terdapat hubungan antara pola asuh, tinggi badan ibu, dan kesakitan 3 ulan terakhir dengan kejadian stunting pada anak balita. Variabel yang paling dominan mempengaruhi kejadian stunting pada anak balita adalah asupan protein dengan OR 2,22. Rendahnya asupan energi dan protein anak balita di wilayah kerja puskesmas kuranji Kota Padang dapat dicegah dan ditanggulangi dengan pendidikan gizi yang lebih terarah kepada ibu-ibu anak balita, melalui penyuluhan-penyuluhan yang lebih intensif menggunakan metode yang lebih efektif oleh petugas puskesmas dalam hal ini tenaga pelaksana gizi di Puskesmas.

Key word : Stunting, Pola Asuh, Asupan energi, Asupan protein, Tinggi Badan ibu, Riwayat kesakitan

PENDAHULUAN

Pada saat ini Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang biasanya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persedian pangan, kurang baiknya kualitas sanitasi (lingkungan), kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang,, kesehatan dan adanya daerah miskin gizi (yodium). Sebaliknya masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu, serta kurangnya pengetahuan tentang makanan seimbang dan kesehatan (Almatsier, 2003).

Gizi sangat penting untuk pertumbuhan, perkembangan, aktifitas,

dan daya tahan tubuh, termasuk bagi anak-anak. Masa anak-anak merupakan salah satu periode yang paling kritis dalam menentukan kualitas sumber daya manusia. Pada siklus kehidupan manusia, masa anak merupakan masa yang relatif pendek tetapi sarat dengan proses pertumbuhan dan perkembangan sehingga menempati posisi yang penting. Baik buruknya pemenuhan gizi pada masa anak-anak dapat menentukan banyak aspek kehidupan di kemudian hari, seperti kesehatan, prestasi, intelektualitas, dan produktivitas pada masa remaja dan dewasa. Salah satu indikasi kejadian kurang gizi pada anak-anak adalah kejadian kependekan pada balita.

(2)

Pertumbuhan linier yang tidak sesuai umur merefleksikan masalah gizi kurang. Gangguan pertumbuhan linier (stunting) mengakibatkan anak tidak mampu mencapai potensi genetik, mengindikasikan kejadian jangka panjang dan dampak kumulatif dari ketidakcukupan konsumsi zat gizi, kondisi kesehatan dan pengasuhan yang tidak memadai (ACC/SCN, 1990). Gizi sangat penting untuk pertumbuhan, perkembangan, aktifitas, dan daya tahan tubuh, termasuk bagi anak-anak. Masa anak-anak merupakan salah satu periode yang paling kritis dalam menentukan kualitas sumber daya manusia. Baik buruknya pemenuhan gizi pada masa anak-anak dapat menentukan banyak aspek kehidupan di kemudian hari, seperti kesehatan, prestasi, intelektualitas, dan produktivitas pada masa remaja dan dewasa. Salah satu indikasi kejadian kurang gizi pada anak-anak adalah kejadian kependekan pada balita (stunted). Kejadian stunting dapat berhubungan dengan rendahnya asupan zat yodium. Kekurangan yodium dalam makanan sehari-hari (<50 µ gr/hr) menyebabkan produksi hormon tiroid kurang, metabolisme zat-zat gizi terganggu. Akibatnya pembentukan organ-organ dan fungsi organ-organ terganggu, proses tumbuh kembang terganggu, sehingga terjadi hambatan tumbuh kembang dan kretin. Anak yang menderita Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) dapat menyebabkan pertumbuhan fisik terhambat, tubuh terlihat pendek/stunted.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan prevalensi nasional balita pendek dan balita sangat pendek (stunted) berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) adalah 35.6% (18.5% sangat pendek dan 17.1% pendek) atau lebih dari sepertiga balita di Indonesia. Di Provinsi Sumatera Barat angka stunted pada tahun 2010 adalah 32,8 %. Walaupun angka ini masih di bawah angka rata-rata nasional, namun angka ini mengkhawatirkan karena jauh di atas batas toleransi Badan Kesehatan Dunia (WHO), yang hanya 20%. Kota Padang sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Barat, ditemukan anak stunted sebesar 31 %. Sedangkan daerah endemik GAKY berdasarkan penelitian Thamrin (2010) adalah Kecamatan Kuranji (35,6 %).

Kejadian stunting merupakan indikator kekurangan gizi yang bersifat kronis, artinya muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan, perilaku pola asuh yang tidak tepat, sering menderita penyakit secara berulang karena higiene dan sanitasi yang kurang baik, serta orang tua yang juga stunted (Riskesdas 2007). WHO juga menginterpretasikan tingginya prevalensi stunting menunjukkan kekurangan asupan makanan bergizi, tingginya angka kesakitan akibat penyakit infeksi, atau kombinasi dari dua keadaan tersebut. Peneltian ini bertujuan untuk mengetahui faktor determinan kejadian stunting pada anak balita didaerah endemik GAKY Kota Padang tahun 2012

(3)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain case control study dengan pendekatan retrospektif. Hasil penelitian diharapkan dapat diketahui faktor yang paling dominan mempengaruhi kejadian stunting pada anak balita di daerah endemik GAKY Kota Padang tahun 2012.

Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Kuranji Kota Padang. Alasan pengambilan lokasi ini adalah, karena kecamatan ini adalah daerah endemik GAKY dimana Kecamatan Kuranji memiliki prevalensi GAKY tertinggi pada anak sekolah dasar di Kota Padang berdasarkan survey GAKY yang dilakukan oleh Thamrin (2010), dengan prevalensi GAKY sebesar 35,6 %. Pengumpulan data dilakukan pada bulan September tahun 2012.

Populasi penelitian ini adalah seluruh keluarga yang memiliki anak balita

(13-59 bulan) yang ada di Kecamatan Kuranji Kota Padang. Jumlah sampel kasus dalam penelitian ini adalah sebanyak 110 keluarga yang mempunyaI anak balita.

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder.Pengumpulan data primer dilakukan oleh enumerator lulusan D4 gizi yang sudah mendapatkan pelatihan sebelumnya.Data sekunder lainnya meliputi gambaran umum responden dan wilayah penelitian diperoleh dari dokumen yang ada di puskesmas.

Data yang sudah terkumpul selanjutnya diolah dengan prosedur editing (pemeriksaan data), coding (pengkodean data), entry (pemasukan data ke dalam suatu master tabel), cleaning (pemeriksaan dan pembersihan data). Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dan multivariat.

HASIL PENELITIAN Analisis Univariat

Tabel 1.Distribusi Frekuensi Sampel berdasarkan Pola Asuh di Wilayah Kerja Puskesmas Kuranji Kota Padang Tahun 2012

Pola Asuh Anak f %

Kurang 94 42,7

Baik 126 57,3

Total 220 100,0

Berdasarkan tabel 1. dapat dijelaskan bahwa hampir separoh sampel anak balita

(42,7 %) berada pada pola asuh dengan kategori kurang

(4)

Tabel 2..Distribusi Frekuensi Sampel berdasarkan Asupan Energi di Wilayah Kerja Puskesmas Kuranji Kota Padang Tahun 2012

Asupan Energi f %

Kurang 108 49,1

Baik 112 50,9

Total 120 100,0

Berdasarkan tabel .2. dapat dijelaskan bahwa hampir separoh sampel anak balita

(49,1 %) berada pada kategori asupan energi kurang.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Sampel berdasarkan Asupan Protein di Wilayah Kerja Puskesmas Kuranji Kota Padang Tahun 2012

Asupan Protein f %

Kurang 94 42,7

Baik 126 57,3

Total 120 100,0

Berdasarkan tabel 3. dapat dijelaskan bahwa hampir separoh sampel anak balita

(42,7 %) berada pada kategori asupan

protein kurang.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Sampel berdasarkan Tingkat Kesakitan di Wilayah Kerja Puskesmas Kuranji Kota Padang Tahun 2012

Tingkat Kesakitan f %

Sakit 48 21,8

Tidak Sakit 172 78,2

Total 120 100,0

Berdasarkan tabel 4. dapat dijelaskan bahwa hanya sebagian kecil anak balita (21,8 %) pernah menderita sakit 3 bulan terakhir. Anak balita tersebut dalam 3

bulan terakhir pernah mendapatkan penyakit diare dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Sampel berdasarkan Tinggi Badan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Kuranji Kota Padang Tahun 2012

Tinggi Badan Ibu f %

Rendah 15 6,8

Tinggi 205 93,2

Total 120 100,0

Berdasarkan tabel 4.5. dapat dijelaskan bahwa hampir seluruh anak balita (93,2

%) berasal dari ibu dengan tinggi badan normal.

(5)

Analisis Bivariat

Hubungan Pola Asuh dan Kejadian Stunting

Tabel 6. Distribusi Sampel berdasarkan Pola Asuh dan Kejadian Stunting Pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kuranji Kota Padang Tahun 2012

Pola Asuh Kejadian Stunting Total p value Stunting (Kasus) Normal (Kontrol) f % f % f % Kurang Baik 53 57 48,2 51,8 41 69 37,3 62,7 94 126 42,7 57,3 0,134 Total 110 100,0 110 100,0 220 100,0

Tabel 6. memperlihatkan bahwa proporsi kasus dengan pola asuh yang kurang ditemukan sebesar 48,2 %, lebih tinggi dibandingkan proporsi kontrol dengan pola asuh yang kurang yaitu 37,3 %. Sedangkan proporsi kontrol dengan pola asuh yang baik ditemukan sebesar 62,7 %, lebih tinggi dibandingkan proporsi

kasus dengan pola asuh yang baik yaitu sebesar 51,8 %. Berdasarkan uji statistik chi square diperoleh nilai p sebesar 0,134, dengan demikian tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh anak dengan kejadian stunting pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Kuranji tahun 2012 (p > 0,05).

Hubungan Asupan Energi dengan Kejadian Stunting

Tabel 7.Distribusi Sampel berdasarkan Asupan Energi dan Kejadian Stunting Pada anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kuranji Kota Padang Tahun 2012

Asupan Energi Kejadian Stunting Total p value OR 95 % CI Stunting (Kasus) Normal (Kontrol) f % f % f % Kurang Baik 64 46 58,2 41,8 44 66 40,0 60,0 108 112 49,1 50,9 0,010 2,1 1,22 – 3,57 Total 110 100,0 110 100,0 220 100,0

Tabel 4.7. memperlihatkan bahwa proporsi kasus dengan asupan energi yang kurang sebesar 58,2 %, lebih tinggi dibandingkan proporsi kontrol dengan asupan energi yang kurang yaitu sebesar 40 %. Proporsi kontrol dengan asupan energi yang baik

sebesar 60 %, lebih tinggi dibandingkan proporsi kasus dengan asupan energi yang baik yaitu sebesar 41,8 %. Berdasarkan uji statistik chi square diperoleh nilai p sebesar 0,010, dengan demikian terdapat hubungan yang

(6)

signifikan antara asupan energi dengan kejadian stunting pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Kuranji tahun

2012 (p < 0,05).Hasil analisis odds ratio diperoleh nilai OR sebesar 2,1 (95 % CI : 1,22 – 3,57).

Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian Stunting

Tabel 8.Distribusi Sampel berdasarkan Asupan Protein dan Kejadian StuntingPada anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas KuranjiKota Padang Tahun 2012

Asupan Protein Kejadian Stunting Total p value OR 95 % CI Stunting (Kasus) Normal (Kontrol) f % f % f % Kurang Baik 58 52 52,7 47,3 36 74 32,7 67,3 94 126 42,7 57,3 0,004 2,3 1,33 – 3,96 Total 110 100,0 110 100,0 220 100,0

Tabel .8. memperlihatkan bahwa proporsi kasus dengan asupan protein yang kurang sebesar 52,7 %, lebih tinggi dibandingkan proporsi kontrol dengan asupan protein yang kurang yaitu sebesar 32,7 %. Proporsi kontrol dengan asupan protein yang baik sebesar 67,3 %, lebih tinggi dibandingkan proporsi kasus dengan asupan protein yang baik yaitu sebesar 47,3 %. Berdasarkan uji statistik chi square diperoleh nilai p sebesar 0,004,

dengan demikian terdapat hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan kejadian stunting pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Kuranji tahun 2012 (p < 0,05).Hasil analisis odds ratio diperoleh nilai OR sebesar 2,3 (95 % CI : 1,33 – 3,96). Dapat disimpulkan bahwa anak balita dengan asupan protein kurang berpeluang 2,3 kali untuk menderita stunting dibandingkan anak balita dengan asupan protein yang baik.

Hubungan Tingkat Kesakitan dengan Kejadian Stunting

Tabel 9.Distribusi Sampel berdasarkan Tingkat Kesakitan dan Kejadian StuntingPada anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kuranji Kota Padang Tahun 2012

Tingkat Kesakitan Kejadian Stunting Total p value Stunting (Kasus) Normal (Kontrol) f % f % f % Sakit Tidak sakit 30 80 27,3 72,7 18 92 16,4 83,6 48 172 21,8 78,2 0,073 Total 110 100,0 110 100,0 220 100,0

(7)

Tabel .9. memperlihatkan bahwa proporsi kasus dengan kejadian kesakitan sebesar 27,3 %, lebih tinggi dibandingkan proporsi kontrol dengan tidak ada kejadian kesakitan yaitu sebesar 16,4 %. Proporsi kontrol dengan tidak ada kejadian kesakitan sebesar 83,7 %, lebih tinggi dibandingkan proporsi kasus dengan

kejadian kesakitan yaitu sebesar 72,7 %. Berdasarkan uji statistik chi square diperoleh nilai p sebesar 0,073 dengan demikian tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kesakitan dengan kejadian stunting pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Kuranji tahun 2012 (p > 0,05).

Hubungan Tinggi Badan Ibu dengan Kejadian Stunting

Tabel 10. Distribusi Sampel berdasarkan Tinggi Badan Ibu dan Kejadian StuntingPada anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kuranji Kota Padang Tahun 2012

Tinggi Badan Ibu

Kejadian Stunting Total p value Stunting (Kasus) Normal (Kontrol) f % f % f % Rendah Normal 9 101 8,2 91,8 6 104 5,5 94,5 15 205 6,8 93,2 0,593 Total 110 100,0 110 100,0 220 100,0

Tabel 10. memperlihatkan bahwa proporsi kasus dengan tinggi badan ibu yang rendah sebesar 8,2 %, lebih tinggi dibandingkan proporsi kontrol dengan tinggi badan ibu yang normal yaitu sebesar 5,5 %. Proporsi kontrol dengan tinggi badan ibu yang normal sebesar 94,5 %, lebih tinggi dibandingkan proporsi

kasus dengan tinggi badan ibu yang rendah yaitu sebesar 91,8 %. Berdasarkan uji statistik chi square diperoleh nilai p sebesar 0,593 dengan demikian tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tinggi badan ibu dengan kejadian stunting pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Kuranji tahun 2012 (p > 0,05).

Faktor Determinan Kejadian Stunting Berdasarkan analisis regresi logistik multivariabel diperoleh hasil pemodelan akhir variabel dengan nilai eksponen betha (exp B) terbesar dari pemodelan akhir adalah asupan protein dengan nilai OR 2,22. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa apabila dilakukan analisis secara bersama-sama, maka variabel yang paling menentukan (determinan) kejadian stunting pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Kuranji Kota Padang tahun 2012 adalah asupan protein anak balita.

(8)

PEMBAHASAN

Hasil ini menunjukkan bahwa masih kurangnya peranan ibu dalam mempraktekkan pengasuhan kepada anak, khususnya dalam praktik pemberian makan.

Hasil wawancara yang dilakukan terhadap ibu anak balita diketahui bahwa ibu tidak memperhatikan nilai-nilai gizi dari makanan anak mereka. Sebagian besar responden menjawab bahwa mereka tidak memberikan makanan yang seimbang kepada anak mereka. Bagi mereka yang terpenting anak makan tanpa memperhatikan unsur gizi seimbang dalam setiap kali makan. Banyak diantara anak balita yang tidak menghabiskan makannya, serta rendahnya kebiasaan sarapan pada anak balita.

Praktek pengasuhan anak yang berkaitan dengan gizi balita di rumah tangga diwujudkan dengan ketersediaan pangan. Pemberian makanan untuk kelangsungan hidup, untuk pertumbuhan dan perkembangan anak, ini merupakan kunci dalam pola asuh anak balita.

Hasil ini memperlihatkan bahwa anak balita kurang mengkonsumsi makanan pokok seperti nasi, ubi, kentang, roti dan lain sebagainya. Hasil ini juga terkait dengan rendahnya pola pengasuhan anak seperti pada tabel 4.1. dimana ibu jarang sekali memperhatikan makanan sumber energi kepada anak mereka.

Hasil ini menunjukkan bahwa rendah asupan makanan sumber protein baik itu protein hewani seperti daging,

ikan, telur, susu dan lain sebagainya maupun sumber protein nabati seperti kacang-kacangan beserta hasil olahannya seperti tahu, tempe, dan lain-lain. Hal ini juga tergambar dari pola pengasuhan anak dimana orang tua banyak yang tidak memperhatikan makanan sumber protein pada anak mereka.

Walaupun pola asuh secara statistik tidak berhubungan dengan kejadian stunting pada anak balita, namun hasil penelitian menunjukkan kecendrungan bahwa anak balita dengan pola pengasuhan yang kurang beresiko untuk mengalami stunting.

Praktek pengasuhan anak yang berkaitan dengan gizi balita di rumah tangga diwujudkan dengan ketersediaan pangan. Pemberian makanan untuk kelangsungan hidup, untuk pertumbuhan dan perkembangan anak, ini merupakan kunci dalam pola asuh anak balita. Pola asuh balita meliputi : perawatan dan perlindungan ibu, praktek menyusui dan pemberian makanan pendamping ASI, kebersihan diri dan sanitasi lingkungan, praktek kesehatan di rumah tangga dan pola pencarian pelayanan kesehatan (Zeitlin, 2000).

Dapat disimpulkan bahwa anak balita dengan asupan energi kurang berpeluang 2,1 kali untuk menderita stunting dibandingkan anak balita dengan asupan energi yang baik.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa asupan energi mempengaruhi pertumbuhan linier pada anak. Gopalan et al. dalam Allen (2002) melaporkan bahwa

(9)

anak India umur 1-5 tahun bergizi kurang yang mendapatkan suplementasi energi tinggi (310 kcal/hari) pada makanan hariannya selama 14 bulan menunjukkan adanya peningkatan pada berat dan tinggi badan mereka. Sebaliknya penelitian Fomon et al. dalam Waterlow (1992) dengan melakukan modifikasi makanan formula bayi dimana kandungan energinya rendah dan protein tinggi menunjukkan adanya peningkatan yang bermakna pada tinggi badan sedangkan berat badan tidak bermakna.

Penelitian longitudinal yang dilakukan Neumann dan Harrison (2002) di Kenya tentang kejadian dan perkembangan stunting pada bayi dan anak-anak menunjukkan, asupan makanan yang tinggi energi terutama dari lemak dan gula serta protein hewani dan kalsium, mempunyai hubungan yang positif dengan pencapaian tinggi badan dan laju kecepatan pertumbuhan linier pada anak usia di bawah 3 tahun dan anak sekolah.

Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa asupan protein berpengaruh pula terhadap pertumbuhan linier. Penelitian Fomon et al. dalam Waterlow (1992) dengan melakukan modifikasi makanan formula bayi dimana kandungan energinya rendah dan protein tinggi menunjukkan adanya peningkatan yang bermakna pada tinggi badan sedangkan berat badan tidak bermakna. Namun ditemukan adanya kecenderungan bahwa anak yang pernah sakit infeksi beresiko untuk menderita/mengalami

stunting. Penyakit diare dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan utama di dunia, terutama di negara-negara berkembang, merupakan penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak (Lanata dan Black, 2001). Penyakit infeksi ini menyebabkan hilangnya nafsu makan, hingga masukan makanan menjadi kurang. Sebaliknya tubuh sedang memerlukan masukan yang lebih banyak sehubungan dengan adanya destruksi jaringan dan suhu yang meninggi, hingga anak dalam keadaan malnutrisi marginal menjadi lebih buruk keadaannya. Keadaan gizi yang memburuk menurunkan daya tahan terhadap infeksi dan jika berlanjut terus akan berdampak terhadap pertumbuhan anak (Pudjiadi, 2000).

Walaupun anak balita memiliki ibu yang pendek, namun dengan pemberian asupan makanan yang baik secara terus menerus akan dapat menanggulangi masalah ini.

Penelitian longitudinal yang dilakukan Neumann dan Harrison (2002) di Kenya tentang kejadian dan perkembangan stunting pada bayi dan anak-anak menunjukkan, asupan makanan yang tinggi energi terutama dari lemak dan gula serta protein hewani dan kalsium, mempunyai hubungan yang positif dengan pencapaian tinggi badan dan laju kecepatan pertumbuhan linier pada anak usia di bawah 3 tahun dan

(10)

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian Hampir separoh anak balita berada pada kategori pola asuh kurang. Hampir separoh anak balita berada pada kategori asupan energi yang rendah. Hampir separoh anak balita berada pada kategori asupan protein yang rendah. Hanya anak balita yang pernah menderita sakit selama 3 bulan terakhir. Hanya anak balita berasal dari ibu dengan tinggi badan yang rendah. Terdapat hubungan yang signifikan antara asupan energi (OR 2,1) dan asupan protein (OR 2,3) dengan kejadian stunting pada anak balita Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh, tingkat kesakitan, dan tinggi badan ibu dengan kejadian stunting pada anak balita. Faktor yang menentukan sebagai determinan

kejadian stunting pada anak balita adalah asupan protein.

Disarankan Rendahnya asupan energi dan protein anak balita di wilayah kerja puskesmas kuranji Kota Padang dapat dicegah dan ditanggulangi dengan pendidikan gizi yang lebih terarah kepada ibu-ibu anak balita, melalui penyuluhan-penyuluhan yang lebih intensif menggunakan metode yang lebih efektif oleh petugas puskesmas dalam hal ini tenaga pelaksana gizi di Puskesmas.Kejadian stunting merupakan kejadian yang diakibatkan oleh kekurangan gizi pada waktu lalu. Oleh sebab itu penelitian-penelitian prospective longitudinal dapat menjawab secara tepat penyebab kejadian stunting pada anak balita

DAFTAR PUSTAKA

Abunain D, Jahari AB. 1987. Tinggi Badan Anak Baru Masuk Sekolah Dasar Sebagai Indikator Sosial Ekonomi. Penelitian Gizi dan Makanan. 10;07-21

Alam, D.S, dkk. Assosiation Between Clinical Type of Diarrhoea and Growth of Children Under 5 Years in Rural Bangladesh. Int. J.Epidemiol. 29, 916-921 Damanik, M.P (1991) Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Gibson RS 1990. Principles of Nutritional Assessment. New York. Oxford University Press

Hanung, M.S (1996). Tinggi Badan anak Baru Masuk Sekolah di Kab. Purworejo Tahun 1994-1995.[ Tesis], Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Hardinsyah, Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Departemen Pendidikan danKebudayaan, Dirjen Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Husaini MA. 1988. Antropometri dan Pertumbuhan Anak. Buletin Gizi No 1 Vol 12.

Jahari AB, Abunain D. 1986. Perbandingan Validitas Beberapa Indeks Antropometri untuk Pemantauan Status Gizi Anak Balita. Gizi Indonesia Volume 11 No 2, 1986 – Volume 12 No 1, 1987: hlm 15 – 21 62

Jahari AB. 1988. Antropometri sebagai Indikator Status Gizi. Gizi Indonesia Volume 13 No 2

(11)

Jalal, F. dan soekirman (1990). Pemanfaatan Antropometri sebagai Indikator Sosial ekonomi. Gizi Indonesia 14 (2), 26-36

Lanata dan Black (2001) Diarrheal Diseases and Accute Lower Respiratory Infection in Semba ,

R.D. and Bloem .m.w. (eds) Nutrition and Health in developing Countries (pp: 131-162) . Totowa,New Jersey : Humana press Neumann, C . G ., Harrison, G . G . (2002, September) . Orset and Evoluation of Stunting in Infants and Children . Examples from the Human Nutrition Collaborative Research a and Support Program. Kenya and Egypt studies. (On-Line) . Available on : www.unu. edu/unupress/food2/UID06E/uid06e0u. htm.

Nurmiati. 2006. Pertumbuhan dan Perkembangan Balita Stunted dan Normal [Skripsi] Bogor : Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Pudjiadi , S . (20000) . Ilmu Gizi Klinis pada Anak . Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia .

Riyadi et al. 2006. Studi Tentang Status Gizi pada Rumah Tangga Miskin dan Tidak miskin. Gizi Indenesia volume 29 no 1 hlm. 33-46

Satoto. 1990. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak, Pengamatan Anak Umur 0 – 18 Bulan di Kecamatan Mlongo Kabupaten Jepara Jawa Tengah [Disertasi] Semarang: Universeitas Diponegoro

Shrimpton R. 2006. Life Cycle and Gender Perspective on The Double Burden of Malnitrition and The Preventive of Diet Related Chronic Diseases. Standing Committee on Nutrition. Number 33. Levenham Press United Kingdom.

Smith, T .A. dkk. (1991). Relathionships Between Growth and Acute Lower-Respiratory Infections in Children <5 y in Highland Populatin of Papua New Guinea. Am. J. Clin. Nutr. 53, 963-970. Soetjiningsih . (1998) . Tumbuh Kembang Anak . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC .

Sunarti, E. 2004. Mengasuh dengan Hati Tantangan yang Menengah. Jakarta. Compotindo

Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Thaha , A . R . (2000) . Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Dengan Keadaan Gizi Masyarakat. J med Nus . 21 (1) , 69-73 .

Unicef . (1998) . The State Of The World s Children 1998 . Oxford University Press . UNICEF. 1990. The Care Initiative Assessment. Analysis and Action to Improve Care for Nutrition. New York 65 Zeitlin, 2000. Balita di Negara-Negara Berkembang, Peran Pola Asuh Anak, Pemanfaatan Hasil Study Penyimpangan Positif Untuk Program Gizi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII, LIPI. Jakarta

Gambar

Tabel 6. Distribusi Sampel berdasarkan Pola Asuh dan Kejadian Stunting Pada Anak Balita  di Wilayah Kerja Puskesmas Kuranji  Kota Padang Tahun 2012
Tabel 8.Distribusi Sampel berdasarkan Asupan Protein dan Kejadian StuntingPada anak  Balita di Wilayah Kerja Puskesmas KuranjiKota Padang Tahun 2012
Tabel  .9.  memperlihatkan  bahwa  proporsi  kasus  dengan kejadian  kesakitan sebesar  27,3 %, lebih tinggi dibandingkan proporsi  kontrol  dengan  tidak  ada  kejadian  kesakitan yaitu  sebesar  16,4 %

Referensi

Dokumen terkait

Pada Hari ini, Jum’at tanggal Delapan bulan Februari tahun Dua Ribu Tiga Belas,. bertempat di Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kayong Utara,

Manfaat dari pemupukan yaitu; (1) Meningkatkan kesuburan tanah sehingga dapat meningkatkan produksi tanaman yang relatif lebih stabil, serta meningkatkan daya tahan

TAUFAN PRABUDI: Laju Dekomposisi Serasah Daun Rhizophora stylosa pada berbagai Tingkat Salinitas.. Dibimbing oleh YUNASFI dan

Kepala Stasiun Besar Yogyakarta Buntar Riswirawan/ menyampaikan bahwa PT KA telah mengoperasionalkan 2 kereta api tambahan untuk menampung penumpang yang akan mengalami kenaikan

Korelasi yang lemah antara curah hujan dan ketinggian muka air di stasiun lebung Suak Buayo (stasiun 3) diduga disebabkan Suak Buayo merupakan lebung yang memiliki

Kolom berikut berisikan model jaringan komputer yang digunakan dalam sistem informasi akademik SMK Isen Mulang Palangka Raya. Berikut ini merupakan model topologi

Adapun faktor eksternalnya adalah faktor po litis, yaitu masih dirasakan adanya hambatan dari se golongan masyarakat yang berpikiran sekuler atau pe nganut agama lain,

Function ini mengembalikan sekumpulan karakter (yang diakhiri dengan karakter newline) dari standard input dan menyimpannya di variabel s. Karakter newline diganti dengan