• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN IPA DAN IPS BERBASIS INTEGRASI DAN INTERKONEKSI DENGAN PAI (STUDI KASUS DI MIN MLANGEN SALAMAN DAN MI MA‟ARIF KEBONSARI BOROBUDUR KABUPATEN MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2013/2014) - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PEMBELAJARAN IPA DAN IPS BERBASIS INTEGRASI DAN INTERKONEKSI DENGAN PAI (STUDI KASUS DI MIN MLANGEN SALAMAN DAN MI MA‟ARIF KEBONSARI BOROBUDUR KABUPATEN MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2013/2014) - Test Repository"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBELAJARAN IPA DAN IPS

BERBASIS INTEGRASI DAN INTERKONEKSI

DENGAN PAI

(

STUDI KASUS DI MIN MLANGEN SALAMAN DAN MI MA‟ARIF

KEBONSARI BOROBUDUR KABUPATEN MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2013/2014)

Oleh

FAJRUL „AROFAH NIM .MI. I2. 024

Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan

untuk gelar Magister Pendidikan Agama Islam

PROGRAM PASCA SARJANA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Fear God and you will have no cause to fear any one

(Takutlah kepada Tuhan dan tidak ada alasan bagimu takut kepada sesuatu yang lain)

Knowledge is wisdom and educated man is the wise man

Ilmu pengetahuan adalah hikmah dan orang yang terdidik adalah orang yang bijak

 Barang siapa sungguh-sungguh dalam usahanya, maka akan tercapailah kesuksesannya (penulis)

 ...maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui (QS. An Nahl : 43)

 Jangan anggap dirimu pandai jika sudah mengetahui sesuatu, jangan anggap dirimu kaya jika sudah memiliki sesuatu, karena masih ada yang serba Maha, Dialah Allah Swt

(6)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan kepada :

1. Ayahanda yang tercinta H. Djuwandi, S. Pd. I yang telah damai dalam RabbNya.

2. Suamiku Mas Harbani yang telah membiayai dan membimbingku dengan sabar.

3. Anakku tercinta, Raichan Bachtiar Ahmad Arfani yang selalu menjadi penyejuk dalam hidupku.

4. Semua dosen Pascasarjana STAIN Salatiga

5. Bu Akhri Istianah dan keluarga yang selalu memberi semangat 6. Teman-teman di MI Ma‟arif kebonsari Borobudur.

7. Rekan-rekan mahasiswa pasca STAIN Salatiga

(7)

ABSTRAK

Fajrul „Arofah, “Pembelajaran IPA dan IPS Berbasis Integrasi

dan Interkoneksi dengan PAI (Studi Kasus di MIN Mlangen Salaman dan MI Kebonsari Borobudur Tahun Pelajaran 2013/2014)”. Tesis Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI), Program Pasca Sarjana,

Sekolah Tinggi Agama Islam Salatiga, pembimbing DR. H. Sa‟adi, M.

Ag. dan DR. Budiyono Saputro, M. Pd.

Latar Belakang penelitian ini adalah pendidikan dari masa ke masa terus melakukan inovasi sehingga mengalami kemajuan yang cukup pesat. Namun proses perubahan yang tidak seimbang antara perkembangan dengan kematangan kepribadian yang dialami anak didik pada gilirannya hanya membentuk anak didik sebagai sosok spesialis materi tertentu yang kurang memiliki rasa kepedulian terhadap lingkungan sekitar yang cukup rentan. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses integrasi interkoneksi pembelajaran IPA dan IPS dengan PAI dan kendala yang dihadapi serta kebijakan yang diambil untuk mengatasinya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif menggunakan pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen. data yang disajikan dalam bentuk verbal bukan dalam bentuk angka. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan pelaksanaan pembelajaran IPA dan IPS berbasis integrasi interkoneksi dengan PAI bertujuan untuk mengatasi perkembangan yang serba kompleks dan tak terduga pada masa saat ini serta tanggung jawab global sumber daya alam yang sifatnya terbatas dan sumber daya manusia yang memiliki kualitas. Sedangkan sistematika pembelajaran materi IPA dan IPS dengan PAI berbasis integrasi interkoneksi dengan PAI melalui pengamatan, pemahaman dan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.

Kendala yang terjadi dalam pembelajaran materi IPA dan IPS dengan PAI belum adanya buku standar berakibat proses pengintegrasian diserahkan secara menyeluruh kepada masing-masing guru. Kebijakan yang ditempuh dengan menggunakan tiga pola, justifikasi, spiritualisasi dan pendekatan pembelajaran terpadu dengan tipe integrated pada pola justifikasi guru melakukan pembenaran dengan nilai Islam terhadap materi yang terdapat dalam bahan ajar IPA/IPS.

(8)

ABSTRACT

Fajrul 'Arafah, "Learning Science Education (IPA) and Social Education (IPS) using Integrasion and Interconnection With Islamic Education

(PAI) (Studi case in MIN Mlangen Salaman and MI Ma’arif Kebonsari

Borobudur in the school year 2013/2014)". A Thesis of Islamic Education Study Program (PAI), for Post Graduate Programs, Academy of Islamic Study Salatiga. The counselors: DR. H. Sa'adi, M. Ag. Dan DR. Budiyono Saputro, character and nationality in context to educate the life of the nation.

The purpose of this research to know the process of integration and interconnection to learn science education (IPA) and social education (IPS) with Islamic education (PAI) and the problem that happen with the problem solving. This research used qualitative method as observation, interviews and review of document (questioner). The date showed in verbal not numerical. Based of the research the writer find that the learning science education (IPA) and social education (IPS) with Islamic studies (PAI) using integration and interconnection nothing the standard book that the teacher used with consist of science education/social education refers to Islamic value. It cause the process integration gave to the each teacher while the systematic learning science education (IPA) and social education (IPS) with Islamic education (PAI) using observation, comprehension and application in life.

The problem that happen in learning science education (IPA) and social education (IPS) with Islamic education (PAI) nothing the standard book. It cause the process of integration gave to the each theacher. The policy implemented using three pattern such as justification, spiritualization and integrated learning approach with the Islamic value of the material the teaching learning science education (IPA)/social education (IPS)

(9)

PRAKATA

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah Swt. yang telah memberi rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis sebagai salah satu pelengkap persyaratan untuk gelar Magister Pendidikan Islam. Sholawat serta salam semoga tercurahkan atas tauladan umat akhir zaman, Nabi Muhammad Saw. Penulis menyadari dalam penulisan tesis ini tidak lepas dari berbagai hambatan, namun berkat bimbingan, bantuan berbagai pihak, serta ridha dari Allah Swt, penulisan tesis ini dapat selesai dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi selaku Ketua STAIN Salatiga

2. Bapak Dr. Zakiyuddin Baidhawi, M. Ag. selaku Direktur Program Pascasarjana STAIN Salatiga

3. Bapak Dr. H. Sa‟adi, M. Ag. dan Bapak Dr. Budiyono Saputro, M. Pd.

yang telah memberikan bimbingan dalam menyelesaikan tesis ini. 4. Guru Besar dan Dosen beserta Staff Pascasarjana STAIN Salatiga. 5. Bapak Nasikhun, S. Pd.I. Kepala Madrasah Ibtidaiyah Negeri

Mlangen Salaman

6. Bapak Najmudin, S. Pd. I. Kepala Madrasah MI Ma‟arif Kebonsari

Borobudur

7. Rekan-rekan guru di MIN Mlangen Salaman dan MI Ma‟arif Kebonsari Borobudur

8. Ayah, Ibu dan Suamiku tercinta serta keluarga atas doa restu dan motivasinya

9. Semua pihak yang telah membantu menyelesaiakan tesis ini

(10)
(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN PENGESAHAN ………. …. ii

HALAMAN PERNYATAAN ………. iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN……… v

ABSTRAK ……….. vii

PRAKATA ………. ix

DAFTAR ISI ……….. xi

DAFTAR TABEL ……….. xiii

BAB I : PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang………. 1

B. RumusanMasalah ………. 4

C. Tujuan Penelitian ………. 5

D. Kegunaan Penelitian ……… 7

E. Kajian Pustaka ……… 7

F. Kerangka Pemikiran………..… 9

G. Metode Penelitian……….. 12

H. Sistematika Pembahasan ……… 17

BAB II : LANDASAN TEORI ……… 19

A. Historisitas Munculnya Pandangan Dikotomi Terhadap Ilmu Pengetahuan ………... 19

B. Munculnya Dikotomi Ilmu dalam Islam ……… 21

C. Hubungan Islam dalam pembelajaran Sains ….. 29

D. Hubungan Islam dengan Ilmu Pengetahuan Sosial 34 E. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ……… 51

F. Konsep Integrasi dan Interkoneksi IPA dan IPS Dengan PAI ……… 54

(12)

BAB III : DESKRIPSI DATA MIN MLANGEN SALAMAN DAN MI KEBONSARI BOROBUDUR …………. . ……….. 59 A. MIN Mlangen Salaman ……… ……. . 59

B. MI Ma‟arif Kebonsari Borobudur ……….. . 81

BAB IV : ANALISIS PEMBELAJARAN IPA DAN IPS DENGAN PAI BERBASIS INTEGRASI DAN INTERKONEKSI……... 89

A. Proses Pembelajaran materi IPA dan IPS

dengan PAI ………..………. 89 B. Kendala yang terjadi dalam proses pembelajaran

materi IPA dan IPS dengan PAI…….. ……..…. 96

BAB V : PENUTUP ……….. 100

A. Kesimpulan……… 100

B. Saran ……… 102

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BIOGRAFI PENULIS

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik Model Pembelajaran Terpadu ……… …. 55

Tabel 2.2 Pemetaan Integrasi Interkoneksi Pelajaran IPA, IPS dengan PAI Kelas 1 semester I ……… 57

Tabel 2.3 Pemetaan Integrasi Interkoneksi Pelajaran IPA, IPS dengan PAI Kelas II Semester I……… 58

Tabel 2.4 Pemetaan Integrasi Interkoneksi Pelajaran IPA, IPS dengan PAI Kelas III Semester I ………... 58

Tabel 2. 5 Data Guru MIN Mlangen Salaman ……….. … 66

Tabel 2.6 Daftar Karyawan MIN Mlangen Salaman ……… . 67

Tabel 2.7 Jumlah Peserta Didik MIN Mlangen ………. 68

Tabel 2.8 Data Jumlah Guru MI Kebonsari Borobudur ………. 87

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah suatu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan.

Proses pendidikan dari masa ke masa terus melakukan inovasi, sesuai dengan perkembangan dan kemampuan manusia itu sendiri, sehingga mengalami kemajuan yang cukup pesat. Hal itu terbukti dengan adanya penemuan-penemuan ilmu pengetahuan baru yang sekaligus menunjukkan bahwa pendidikan selalu bersifat maju dan berorientasi ke depan. Dalam perkembangannya, trend dunia pendidikan abad 21 kelihatannya berorientasi pada pengembangan potensi manusia, dan tidak lagi memusatkan pada kemampuan teknikal dalam melakukan eksplorasi dan eksploitasi alam sebagaimana abad 20.

Namun proses perubahan yang tidak seimbang antara perkembangan dengan kematangan kepribadian yang dialami anak didik pada gilirannya hanya membentuk anak didik sebagai sosok

(15)

spesialis materi tertentu yang kurang memiliki rasa kepedulian terhadap lingkungan sekitar yang cukup rentan. Sebagaimana yang tercantum dalam UU nomor 20 tahun 2003 bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.1

Fungsi dan tujuan dari pendidikan tersebut akan sangat sulit terwujud tanpa adanya pemahaman yang integral antara materi satu dengan yang lain. Sisi tujuan dari UU Nomor 20 Tahun 2003, esensinya adalah terkait dengan pengembangan masalah keimanan dan ketaqwaan, maka akan sangat penting untuk dapat diaplikasikan dengan adanya pengintegralisasian materi dengan nilai-nilai muatan nilai-nilai Islam dalam proses pembelajaran.

Dalam setiap proses pembelajaran, selalu ada tiga komponen penting yang saling terkait satu sama lain. Tiga komponen tersebut adalah materi yang akan diajarkan, proses mengajarkan materi dan hasil dari proses pembelajaran tersebut. Ketiga aspek ini sama pentingnya karena merupakan satu kesatuan yang membentuk

1 Depdiknas, UU RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

(16)

lingkungan pembelajaran. Satu kesenjangan yang selama ini dirasakan dan dialami adalah kurangnya pendekatan yang benar dan efektif dalam menjalankan proses pembelajaran. Selama ini, di sekolah para guru banyak yang hanya terpaku pada materi dan hasil pembelajaran. Mereka disibukkan oleh berbagai kegiatan dalam menetapkan tujuan (kompetensi) yang ingin dicapai, menyusun materi apa saja yang perlu diajarkan, dan kemudian merancang alat evaluasinya.Namun satu hal penting yang seringkali dilupakan adalah bagaimana mendesain proses pembelajaran secara baik agar bisa menjembatani antara materi (tujuan/kurikulum) dan hasil pembelajaran.2

Ilmu Pengetahuan Alam sebagai salah satu mata pelajaran di tingkat SD/MI merupakan program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan ilmiah siswa serta rasa mencintai dan mengagumi kebesaran Allah. Sedangkan materi Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang bersumber dari kehidupan sosial masyarakat yang diseleksi menggunakan konsep-konsep ilmu sosial yang digunakan untuk kepentingan pembelajaran.

Pada tanggal 11 Juli 2014 penulis melakukan pra penelitian di MIN Mlangen Salaman dan MI Ma‟arif Kebonsari Borobudur bahwa pembelajaran IPA maupun IPS di tingkat MI dalam dataran

(17)

aplikasinya hanya menekankan pada aspek kognitif dan hafalan saja. Padahal salah satu tujuan dan nilai dalam pembelajaran IPA di tingkat MI salah satunya adalah meningkatkan nilai keyakinan terhadap Tuhan YME melalui bukti-bukti ilmiah yang tersusun secara sistematis dalam wujud alam semesta beserta kelengkapannya yaitu dengan keberadaan makhluk hidup maupun benda mati. Sedangkan dilihat dari tujuan materi IPS pada hakekatnya adalah membentuk siswa memiliki kepribadian sosial yang baik.

Pembelajaran IPA dan IPS di MIN Mlangen Salaman dan MI Ma‟arif Kebonsari Borobudur telah ada upaya dari lembaga dengan cara mengintegrasikan materi IPA dan IPS khususnya dengan pendidikan nilai Islam, namun masih perlu adanya evaluasi dan lebih dikembangkan lagi dalam proses pembelajarannya. Dalam Implementasi kurikulum KTSP juga perlu adanya pengintegrasian dalam berbagai mata pelajaran, menjadikan satu kesatuan sehingga dapat membentuk siswa yang mempunyai karakter yang diharapkan.

Atas dasar pemikiran tersebut maka penulis akan meneliti proses pembelajaran di MIN Mlangen Salaman dan MI Ma‟arif Kebonsari Borobudur dengan judul Pembelajaran IPA dan IPS Berbasis Integrasi dan Interkoneksi dengan PAI

B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah

(18)

Namun kenyataannya yang terjadi adalah sebaliknya, terdapat pemisahan antara ilmu keduniaan yang kemudian melahirkan perkembangan sains dan teknologi yang dihadapkan ada ilmu-ilmu agama pada sisi lain. Madrasah dalam hal ini memiliki peran yang sangat besar guna menjembatani dikotomi antar bidang studi yang dimulai dari pendidikan tingkat dasar.

Dalam hal ini penulis mencoba meneliti tentang Pembelajaran IPA dan IPS berbasis Integrasi Interkoneksi dalam PAI di MIN Mlangen Salaman dan MI Maarif Kebonsari Borobudur. Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah proses pembelajaran materi IPA dan IPS dengan PAI berbasis integrasi interkoneksi kelas I, II, III di MIN Mlangen Salaman dan MI Ma‟arif Kebonsari Borobudur ?

2. Kendala apa sajakah yang terjadi dalam proses pembelajaran

materi IPA dan IPS dengan PAI berbasis integrasi interkoneksi di MIN Mlangen Salaman dan MI Ma‟arif Kebonsari Borobudur serta kebijakan apa saja yang diambil untuk mengatasi kendala tersebut?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut

(19)

2. Untuk mengetahui kesulitan yang terjadi dalam proses pengintegrasian dan interkoneksi dengan materi pelajaran IPA dan IPS dengan PAI di MIN Mlangen Salaman dan MI Ma‟arif Kebonsari Borobudur serta mengetahui kebijakan-kebijakan yang diambil untuk mengatasi hal tersebut.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penelitian ini merupakan salah satu upaya pengembangan ilmu pendidikan, khususnya pengembangan pembelajaran IPA dan IPS berbasis integrasi dan interkoneksi dengan PAI pada jenjang Madrasah Ibtidaiyah.

2. Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini dapat menjadi salah satu alternatif perbaikan sistem pembelajaran, khususnya pengembangan pembelajaran IPA dan IPS berbasis integrasi interkoneksi PAI. Beberapa pihak yang memperoleh kemanfaatan dari penelitian ini antara lain pemerintah, praktisi pendidikan, guru materi IPA dan IPS di MIN Mlangen Salaman dan MI Ma‟arif Kebonsari Borobudur sebagai lembaga yang secara langsung yang berhubungan dengan penelitian ini.

E. Kajian Pustaka

(20)

Sumberrejo Mertoyudan tiga pola: justifikasi, spiritualisasi dan pendekatan pembelajaran terpadu dengan type integrated. Beberapa kendala yang muncul di antaranya belum adanya buku standar yang dapat dijadikan pegangan guru yang telah memuat materi IPA/IPS yang terintegrasi dalam Islam, tidak semua materi dapat dengan mudah diintegrasikan dengan nilai Islam, belum ada ketentuan baku dan peraturan yang mengikat secara pasti tentang kebijakan pembelajaran integratif dengan Islam.3

2. Trianto (2007) menyimpulkan bahwa pembelajaran terpadu tipe

integrated (keterpaduan) adalah tipe pembelajaran terpadu yang

menggunakan pendekatan antar bidang studi, menggabungkan bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan ketrampilan, konsep dan sikap yang salingtumpang tindih dalam beberapa bidang studi. Pelajaran dipusatkan pada suatu masalah atau topictertentu, misalnya suatu masalah di mana semua pelajaran dengan mengacu pada topik tertentu, sedangkan pembelajaran terpadu typeconnectedadalahpembelajaran yang dilakukan dengan mengaitkan satu pokok bahasan dengan pokok

bahasan berikutnya, mengaitkan satu konsep dengan konsep lain, mengaitkan satu ketrampilan dengan ketrampilan, dan dapat juga

3

Muhamad Ngali Zainal Makmun, Pendidikan IPA dan IPS Berbasis Integrasi Interkoneksi

(Studi Kasus di MIN Sumberrejo Mertoyudan Magelang), Tesis Pasca Sarjana UIN Yogyakarta,

(21)

mengaitkan 11 pekerjaan hari itu dengan hari yang lain atau hari berikutnya dalam satu bidang studi.

Pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep dapat dikatakan sebagai suatu pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pegalaman bermakna kepada anak didik. Dikatakan bermakna karena dalam pengajaran terpadu, anak didik akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu melalui pengamatan langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang mereka pahami.4

3. Abd. Rachman Assegaf mengungkapkan integratif adalah

keterpaduan kebenaran wahyu dengan bukti-bukti yang ditemukan di alam semesta. Struktur keilmuan yang integrative disini tidak berarti antara berbagai ilmu tersebut lebur jadi satu bentuk ilmu yang identik melainkan karakter corak dan hakekat ilmu tersebut terpadu dalam kesatuan dimensi material dan hakekat ilmu tersebut terpadu dalam kesatuan dimensi material spiritual, akal wahyu, ilmu umum-ilmu agama, jasmani rohani dan dunia akherat. Sedang interkoneksitasitas adalah keterkaitan satu pengetahuan dengan pengetahuan yang lain akiabat adanya hubungan yang saling mempengaruhi.5

4

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010, 138-141.

5

http://Pendidikan kita-kamal. Blogspot. Com/2013/01, Pendidikan Integratif

(22)

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka perbedaan yang penulis lakukan sekarang adalah untuk mengetahui bagaimana praktek di lapangan untuk penerapan KTSP yang mengharuskan semua pembelajaran di kelas rendah yaitu kelas I, II, III dengan tematik (integrasi dan interkoneksi).

F. Kerangka Pemikiran

1. Makna Integrasi Interkoneksi

Pengertian interkoneksi dan integrasi dalam Kamus Bahasa Indonesia.6 Integrasi: pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. Interkoneksi : hubungan satu sama lain. Dalam integralisme versi Islam dalam pandangan Armehedi Mahzar yang dikenal dengan dua jenjang kesepaduan, yaitu vertikal (materi, informasi, nilai, dan sumber nilai) dan jenjang horizontal (bermula dari manusia sebagai mikrokosmos, masyarakat sebagai mesokosmos, dan alam semesta sebagai makrokosmos dan sekalian alam-alam lain sebagai suprakosmos dan berakhir pada Tuhan sebagai metakosmos. Jenjang materi, energi, informasi, nilai dan sumber nilai, yang demikian tersebut merupakan perumusan kembali dalam bahasa kontemporer, sebagaimana yang oleh Imam Ghazali disebut sebagai jism, nafs,‘aql, dan ruh.7

6 Pusat Bahasa Dep. Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,2010 437.

(23)

Dikatakan struktur keilmuan integrasi di sini bukan berarti antara berbagai ilmu melebur menjadi satu bentuk ilmu yang identik, melainkan karakter, corak, dan hakikat antara ilmu tersebut terpadu dalam kesatuan dimensi material spriritual, akal-wahyu, ilmu umum-ilmu agama, jasmani ruhani, dan dunia akhirat. Sedangkan interkoneksitas adalah keterkaitan satu pengetahuan dengan pengetahuan lain akibat adanya hubungan yang saling mempengaruhi.8

2. Pendidikan Agama Islam

Umat Islam dididik dengan seperangkat ilmu pengetahuan atau mata pelajaran, salah satunya adalah mata pelajaran pendidikan agama yang mempunyai fungsi tersendiri, yaitu sebagai :

a. Pengembangan dan peningkatan keimanan dan ketakwaan b. Penyaluran bakat dan minat dalam mendalami agama

c. Perbaikan kesalahan, kekurangan dan kesalahan dalam keyakinan mendalami agama

d. Pencegahan hal-hal negatif dalam lingkungannya atau budaya asing yang berbahaya

e. Sumber nilai atau pedoman hidup untuk mencapai

kebahagiaan dunia akhirat

f. Pengajaran atau penyampaian pengetahuan keagamaan

(24)

Kebijakan tentang pembinaan pendidikan agama Islam secara terpadu di sekolah umum misalnya, antara lain menghendaki agar pendidikan agama dan sekaligus para guru agama mampu memadukan antara mata pelajaran agama dengan pelajaran umum. Namun demikian kadang-kadang dirasakan adanya kesulitan terutama ketika berhadapan dengan dasar pemikiran yang berbeda, sehingga terjadi konflik antar keduanya9

3. Integrasi pembelajaran IPA dan IPS dengan PAI

Ketertinggalan umat Islam akan sains dan teknologi memunculkan keprihatinan di kalangan sarjana Muslim kontemporer. Kesadaran dan tekad untuk kembali menguasai sains dan teknologi, sebagaimana pada masa kejayaan sarjana muslim awal, pun menyeruak di mana-mana. Misi kekhalifahan yang rahmatan lil al‘alamin tidak mungkin dapat direalisasikan jika umat muslim bodoh, lemah, dan bergantung pada belas kasihan pihak luar.10

Dalam kerangka Islamisasi proses pembelajaran, teori tentang Islamisasi ilmu pengetahuan sebagaimana diintrodusir oleh Tohari Musnamar yang dikutip oleh Muzhafar Akhwan dapat digunakan untuk menjelaskan pola integrasi nilai Islam dalam proses pembelajaran terutama terkait dengan peneltian ini, yaitu

9

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: Rosda , 2001, 44.

10

(25)

materi sains dan ilmu pengetahuan sosial yang ada di jenjang pendidikan Sekolah Dasar.11

Dalam implementasi KTSP yang mengharuskan pembelajaran di kelas rendah dengan pembelajaran tematik (integrasi dan interkoneksi) untuk semua mata pelajaran, peneliti berusaha mengkaji bagaimana pelaksanaan pembelajaran IPA dan IPS yang diintegrasikan dan dikoneksikan dengan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang dilaksanakan di MIN Mlangen Salaman dan MI

Ma‟arif Kebonsari Borobudur.

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Secara umum penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif menggunakan pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen.12 Karena data yang akan disajikan lebih banyak data kualitatif, yakni data yang disajikan dalam bentuk verbal bukan dalam bentuk angka.13

Di samping itu Penelitian ini juga termasuk penelitian eksploratif dengan menggunakan metode naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi alamiah (natural setting). Adapun paradigma yang melandasinya adalah dari kajian filsafat

11

Muzhafar Akhwan, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling Islami, Yogyakarta: UII Press, 1992, IX-X.

12

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2010, 9.

13

(26)

pospositifisme/ intepretatif konstruktif, yang memandang realitas sosial dalam hal ini pengintegrasian nilai Islam14 pembelajaran IPA/IPS, sebagai sesuatu yang utuh, kompleks, dinamis, penuh makna, dan hubungan gejala bersifat interaktif.

2. Sumber data

a. Menentukan sumber data yang dapat dipercaya baik dari sumber observasi maupun wawancara sebagai pendukungnya.

b. Menggali data dan informasi yang diperlukan sesuai dengan focus

dalam penelitian.

c. Mendokumentasikan data dan informasi yang diperoleh dalam

bentuk catatan lapangan (field note) dan transkrip wawancara (interview transcript).

Field note pada dasarnya merupakan catatan hasil observasi

partisipatorik yang dilakukan penulis dalam mengamati kegiatan/proses

yang terjadi dalam kaitannya dengan keterlibatannya dalam pengembangan kurikulum. Sedangkan interview transcript adalah catatan hasil wawancara yang dilakukan penulis terhadap subyek penelitian. Transkrip wawancara ini ditulis dalam gaya bahasa naratif dari pokok pembicaraan subyek yang tercatat dalam transkrip wawancara. Hal ini didasarkan atas pertimbangan praktis sekaligus untuk memudahkan dalam melakukan analisis data selanjutnya.

(27)

3. Subjek penelitian

Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi tetapi situasi sosial yang terdiri dari tempat, pelaku dan aktivitas yang berinteraksi secara sinergis. Pada situasi sosial atau obyek penelitian ini peneliti dapat mengamati secara mendalam aktivitas

(activity) orang-orang (actors) yang ada pada tempat tertentu

(place).15Peneliti menggunakan sampel sebagai obyek yang

dipelajari atau sebagai sumber data.16 Subjek penelitian ini adalah Guru IPA, IPS, PAI, Waka kurikulum dan Kepala Madrasah MIN Mlangen Salaman Magelang dan MI Ma‟arif Kebonsari Borobudur Magelang.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Interview

Interview dilakukan oleh penulis dengan para guru

kelas pengampu kelas I, II, III di MIN Mlangen dan MI Kebonsari. Interview dalam penelitian ini digunakan sebagai metode untuk mencari data yang argumentasi tentang respon masyarakat terhadap pelaksanaan pembelajaran di MIN Mlangen dan MI Ma‟arif Kebonsari Borobudur. Di samping itu, teknik ini juga digunakan untuk mendapatkan data tentang sistem dan hubungan antar pelaksana pembelajaran

15 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2012, 215

(28)

(tenaga pendidik) di MIN Mlangen dan MI Ma‟arif Kebonsari. Dalam proses ini, peneliti menerima kenyataan apa adanya dan seobjektif mungkin.

b. Observasi

Obsevasi yang dilakukan adalah pengamatan secara terlibat (participant observation). Teknik observasi yang dilakukan untuk mendapatkan catatan lapangan (field note) tentang fenomena-fenomena yang terjadi secara nyata di lapangan. Peneliti menerima pernyataan seobyektif mungkin, namun sekaligus melibatkan diri dalam konsepsi-konsepsi dan pandangan hidup yang diselidiki melalui pengalaman dan pencatatan dengan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki. Secara nyata, peneliti mengamati segala fenomena yang terjadi dalam pelaksanaan pembelajaran di MIN Mlangen Salaman dan MI Ma‟arif Kebonsari Borobudur.

c. Dokumentasi

Metode dokumentasi merupakan alat pengumpulan data dengan sumber data berupa silabus, kurikulum, jadwal kegiatan dan pengampunya.

d. Teknis Analisis

(29)

Reduksi data dilakukan dengan cara indentifikasi data, klarifikasi data, dan kodefikasi data. kemudian data dideskripsikan dan dianalisis secara seksama.

Untuk menjaga validitas data yang diperoleh, peneliti melakukan trianggulasi data dengan menggunakan sumber data lain. Trianggulasi data dilakukan dengan cara mengambil data dari subjek lain (selain yang ditetapkan dalam penelitian) sebagai data verifikasi. Trianggulasi juga mungkin dilakukan dengan mendiskusikan hasil analisis data dengan pakar atau teman sejawat.

Berdasarkan sifat data yang dikumpulkan, maka metode analisis data yang digunakan adalah analisa kualitatif. Analisa ini dilakukan dengan cara menghubungkan data sehingga akan diketahui adanya relasi kausalitas (hubungan sebab akibat), korelasi (hubungan saling mempengaruhi) dan relasi linear (adanya pengaruh data yang satu terhadap data yang lainnya). Pola pikir yang digunakan dalam analisa ini adalah pola induksi, yaitu proses berpikir yang diawali dengan pengamatan yang khusus untuk kemudian diambil kesimpulan yang bersifat umum.17

17

(30)

H. Sistematika Pembahasan

Bab I, berisi tentang pendahuluan, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kajian pustaka, kerangka teoritik, dan sistematika pembahasan.

Bab II, disajikan tentang landasan teoritis yang membahas beberapa kajian yang sifatnya teoritis yang mengandung tema sentral. Pada sub bab pertama dibahas tentang perkembangan siswa didik usia Madrasah Ibtidaiyah berkaitan dengan (1) Historisitas munculnya pandangan dikotomi terhadap Ilmu pengetahuan, (2) Munculnya dikotomi ilmu dalam Islam di Indonesia, (3) Hubungan Islam dalam pembelajaran Sains, (4) Hubungan agama Islam dengan Ilmu Pengetahuan Sosial, (5) Karakteristik siswa sekolah dasar.

Bab III, berisi deskripsi data Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Mlangen Salaman Magelang dan MI Ma‟arif Kebonsari Borobudur yang terdiri dari dua sub pembahasan. Pertama adalah profil madrasah MIN Mlangen Salaman, (1) letak geografis (2) sejarah berdirinya madrasah, dan (3) visi dan misi madrasah. Kedua memaparkan kondisi objektif MIN Mlangen Salaman, (1) struktur organisasi sekolah dan pembagian tugas, (2) keadaan guru, karyawan dan siswa (3) sarana dan prasarana.

(31)

interkoneksi yang dibagi dalam tiga sub pembahasan, yaitu, (1) proses pembelajaran IPA dan IPS dari kelas I, II dan III berbasis integrasi interkoneksi, (2) sistematika integrasi nilai Islam dengan materi pembelajaran IPA dan IPS, (3) kendala dan kebijakan yang diambil dalam proses pembelajaran materi IPA dan IPS berbasis integrasi interkoneksi.

(32)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Historisitas Munculnya Pandangan Dikotomi Terhadap Ilmu Pengetahuan Dalam kajian historis, dikotomi ilmu muncul bersamaan atau setidak-tidaknya beriringan dengan masa renaissance di Barat. Dalam perkembangannya, dikotomi ilmu memiliki sejarah yang panjang dan mengenaskan. Pada mulanya kondisi sosia-intelektual, dikuasai oleh gereja. Kebijakan-kebijakannya mendominasi dalam berbagai aspek kehidupan. Ajaran-ajaran Kristen dilembagakan dan menjadi penentu kebenaran ilmiah. Bahkan semua penemuan hasil penelitian ilmiah dianggap sah dan benar jika sejalan dengan doktrin-doktrin gereja. Sedangkan jika para ilmuwan pada saat itu tidak mau mengikuti aturan semacam itu, maka pihak gereja akan menangani dengan cara kekerasan. Dalam kenyataannya, ternyata banyak para ilmuwan yang menentang peraturan tersebut dan berpegang teguh terhadap penelitian ilmiahnya, akhirnya mereka jadi korban kekejaman gereja. Akibat dari tekanan tersebut, para ilmuwan melawan kebijakan gereja yang semacam itu. Mereka mengadakan koalisi dengan raja untuk menumbangkan dominasi kekuasaan gereja. Dengan tumbangnya kekuasaan gereja, maka dengan sendirinya muncullah renaissance. Dalam kelanjutannya, masa renaissance

(33)

melahirkan sekularisasi. Kemudian dalam sekularisasi ini melahirkan dikotomi ilmu.18

Pertanyaan klasik yang selalu menjadi perdebatan umum dalam

dikotomi ilmu adalah pengetahuan manusia itu “bawaan”(inborn) atau

“bentukan” (acquired). Pertanyaan-pertanyaan ini memiliki rangka bangun

karakter sejenis dalam perdebatan umum pencarian ilmu pengetahuan tentang asal mula kehidupan. Apakah kehidupan dimulai dari benda mati

(abiogenesis) atau makhluk hidup (biogenesis). Pertanyaan sejenis

bipolaritas kutub berlawanan ini pula yang menjadi ciri utama gejala

semesta “ada”. Pada sisi lain, awal mula perdebatan dikotomi ilmu dalam

Islam dimulai dengan kemunculan penafsiran dalam ajaran Islam bahwa Tuhan pemilik tunggal ilmu pengetahuan (maha ‘alim). Ilmu pengetahuan yang diberikan pada manusia hanya merupakan bagian terkecil dari ilmu-Nya, namun manusia diberi kebebasan untuk meraih sebanyak-banyaknya. Oleh karena itu sangat tidak pantas jika ada manusia yang bersikap sombong dalam masalah ilmu atau memilki kecongkakan intelektual. 19

Dikotomi ilmu dalam studi Islam terkait erat dengan pembagian kelompok ilmu agama yang dilawankan dengan kelompok ilmu non Islam atau ilmu umum. Kelompok ilmu yang termasuk ilmu Barat atau Umum atau ilmu yang tidak Islam adalah filsafat, logika, dan kedokteran.

18

http://Mustamiranwar86. Histori dikotomi ilmu, Wordpress. Com, Diakses 13/12/2014.

(34)

Sedangkan lawannya yaitu ilmu-ilmu Islam atau agama adalah fikih, teologi, sufisme, dan tafsir.

Dikotomi ilmu “Barat” dan “Timur” diidentikkan dengan

kecenderungan masing-masing kelompok ilmu pada objek fisik (tubuh) dan metafisik (ruh). Barat cenderung mengutamakan objek fisik dan Timur mengutamakan objek metafisika. Meskipun anggapan ini tidak sepenuhnya benar, namun telah menjadi ciri umum antara Barat dan Timur.

Sebagian orang menganggap ilmu agama sebagai ilmu yang sakral dan lebih tinggi kedudukannya daripada ilmu umum tanpa penjelasan yang tepat. Sedangkan ilmu umum diistilahkan dengan ilmu-ilmu profane, yaitu ilmu-ilmu keduniawian yang bertitik tolak pada penelitian empiris, rasio dan logika. Ilmu umum berkembang dan diidentikkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa penjelasan yang jelas pula.20

B. Munculnya Dikotomi Ilmu Dalam Islam di Indonesia 1. Akar masalah dikotomi ilmu Islam di Indonesia

Dikotomi ilmu dalam studi Islam terkait erat dengan pembagian kelompok ilmu Islam dalam pengertian ilmu agama ini berimbas pada kemunculan dikotomi kelembagaan dalam pendidikan Islam. Akibatnya muncul pula istilah sekolah-sekolah agama dan

20

(35)

sekolah-sekolah umum. Sekolah agama berbasis ilmu-ilmu “Agama” dan sekolah umum berbasis ilmu-ilmu “Umum”.

Kemunculan dikotomi sekolah umum dan sekolah madrasah yang merupakan perwakilan sekolah agama pada sisi lain merupakan wujud konkret dikotomi dalam pendidikan Islam. Kondisi ini lebih parah dengan dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kebudayaan dan Menteri Agama pada tahun 1975 yang telah mempersamakan pedudukan sekolah umum dengan madrasah yang statusnya masih sebagai sekolah agama.

Pengintegrasian ini menimbulkan kesalahpahaman dalam dunia pendidikan. Pendidikan Islam yang bersifat umum disamakan dengan pendidikan agama Islam dalam arti khusus. Akibatnya penunggalan dalam “Pendidikan Islam” makin rancu pada

penggunaan istilah bagi semua jenis, jenjang, model, dan bidang studi. Pendidikan Islam yang lebih tepat bagi sebutan institusi yang sebagai bagian dari sebuah institusi. Pendidikan agama Islam yang lebih tepat bagi sekolah umum disebut sebagai pendidikan Islam atau sebaliknya tanpa penjelasan konseptual. Sekolah Islam, madrasah dan pesantren yang tepat disebut pendidikan Agama Islam, atau sebaliknya. Di sekolah ini pun masih terdapat pembelajaran pendidikan agama Islam.21

21

(36)

2. Penyebab dan akibat munculnya dikotomi ilmu dalam Islam

Kemunculan dikotomi ilmu Islam dan ilmu umum, menurut Azyumardi Azra yang dikutip oleh Jasa Ungguh Muliawan, bermula dari historical accident atau kecelakaan sejarah, yaitu ketika ilmu-ilmu umum (keduniaan) yang bertitik tolak pada penelitian empiris, rasio, dan logika mendapat serangan yang hebat dari kaum fuqaha.22

Dunia Islam kemudian mengembangkan “ideologi ilmiah”

dengan menempatkan seluruh khasanah pemikiran Barat dan Yunani sebagai kebatilan. Jarang ilmuwan muslim berpikiran bahwa dalam beberapa hal, dikotomi ilmu mempunyai sisi baik. Inti dari persoalan keberatan atau tidak setuju keberadaan dikotomi ilmu semacam itu lebih banyak berkaitan dengan persoalan politik.

Bagi umat Islam, lembaga-lembaga pendidikan Islam pada umumnya dijadikan simbol kejayaan Islam. Persoalan pendidikan Islam bukan murni lagi terkait masalah sistem keilmuan, tetapi menyangkut juga ideologi, atau proses ideologisasi. Akibatnya, pemikiran pendidikan Islam secara kefilsafatan juga mengalami ideologisasi ilmiah tersebut. Salah satu faktor mencolok lain penyebab kemunculan dikotomi ilmu adalah fanatisme dalam beragama. Sikap fanatisme dalam beragama dalam kehidupan bermasyarakat

22

(37)

melahirkan sikap eksklusivisme. Gerakan Islam termasuk dalam kategori gerakan eksklusif tersebut.23

Secara normatif konseptual dalam Islam tidak dijumpai istilah dikotomi ilmu.24 Jika menoleh pegangan Islam yakni al-Quran dan Hadis tidak ditemukan baik secara tersirat terlebih lagi tersurat menemukan dalil mengenai dikotomi ilmu. Justru sebaliknya Islam mengajarkan untuk menuntut semua cabang ilmu, Allah berfirman dalam QS. al-Mujadalah, 58:11

dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka

lapangkanlah niscaya Allah akan memberikan kelapangan untukmu. Apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Dari firman tersebut sangat jelas bahwa, Allah SWT akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Nabi Saw juga

(38)

“Menuntut ilmu wajib bagi setiap Muslim (Lelaki maupun

perempuan)”. Ini mengindikasikan Islam sangat menjunjung tinggi

keutamaan ilmu.

Lantas, mengapa terjadi dikotomi ilmu? Dikotomi dalam pendidikan Islam timbul akibat dari beberapa hal. Pertama, faktor perkembangan pembidangan ilmu itu sendiri, yang bergerak demikian pesat sehingga membentuk berbagai cabang disiplin ilmu, bahkan anak cabangnya. Hal ini menyebabkan jarak ilmu dengan induk, filsafat, dan antara ilmu agama dengan ilmu umum kian jauh. Epistemologi merupakan salah satu wilayah kajian filsafat yang disebut juga dengan fisafat umum (philosophy of knowledge). Epistemologi membahas tentang apa itu “tahu” bagaimana cara mengetahui, untuk apa

mengetahui, juga tentang dasar-dasar, sumber, tujuan dan klasifikasi pengetahuan. Dari epistemologi muncullah struktur ilmu pengetahuan sampai ke anak cabang.25 Sebagai contoh, ketika filsafat sebagai induk segala ilmu mengalami pembidangan dalam struktur ilmu, termasuk dalam hal ini adalah ilmu pendidikan, disiplin ilmu pendidikan terpecah menjadi cabang ilmu yang makin spesifik: teknologi pendidikan, psikologi pendidikan, sosiologi pendidikan, dan seterusnya. Kemudian cabang ilmu pendidikan tersebut pecah lagi

25

(39)

menjadi anak cabang, semisal perencanaan pendidikan perencanaan kurikulum, strategi belajar mengajar dan seterusnya.26

Kedua faktor historis perkembangan Islam ketika mengalami stagnan atau kemunduran sejak abad pertengahan (tahun 1250-1800M), yang pengaruhnya bahkan masih terasa sampai kini atau meminjam istilah Azyumardi Azra, hal ini disebabkan karena kesalahan sejarah (historical accident). Pada masa ini, dominasi fugaha dalam istilah Islam sangatlah kuat, sehingga terjadi kristalisasi anggapan bahwa ilmu agama tergolong fardu’ain atau kewajiban individu, sedangkan ilmu umum termasuk fardu kifayah atau kewajiban kolektif.27

Ketiga faktor internal kelembagaan pendidikan Islam yang kurang mampu melakukan upaya pembenahan dan pembaruan akibat kompleksnya problematika ekonomi, politik, hukum, sosial, dan budaya yang dihadapi umat dan Negara yang berpenduduk mayoritas Islam.28

Sedangkan secara jelas Azyumardi Azra menyebutkan bahwa permasalahan dikotomi pendidikan (ilmu) pertama berkaitan dengan situasi objektif pendidikan Islam, yaitu adanya krisis konseptual baik itu pada tataran epistemologinya. Krisis konseptual tentang definisi atau terjadinya pembatasan ilmu-ilmu dalam sistem pendidikan Islam

26 Abd. Rahman Assegaf, Pengantar dalam Buku Pendidikan Islam Integratif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, vii.

(40)

itu sendiri atau melihat konteks Indonesia adalah Sistem Pendidikan Nasional. Kedua adalah krisis kelembagaan, hal ini berkaitan dengan permasalahan yang pertama. Krisis kelembagaan ini adalah adanya dikotomisasi antara lembaga-lembaga pendidikan yang menekankan pada salah satu aspek dari ilmu-ilmu yang ada, apakah ilmu-ilmu agama ataukah ilmu-ilmu umum. Keadaan ini jelas terefleksi di Indonesia, misalnya dengan adanya dualism system pendidikan, pendidikan agama yang diwakili madrasah dan pesantren dengan pendidikan umum. Mulai dari tingkat dasar (Madrasah Ibtidaiyah) sampai ke tingkat pendidikan tinggi terdapat IAIN dan perguruan tinggi umum.29

3. Mengintegrasikan ilmu umum dan agama

Selain di dunia Barat dikotomi yang sama sebenar juga terjadi di dunia Islam. Akan tetapi hal itu berbeda dengan terjadinya di Barat yang menolak penyatuan (integrasi), di Islam sebaliknya diupayakan tumbuhnya penyatuan ilmu, sehingga tidak ada lagi dikotomi. Prinsipnya tidak adanya tidak adanya dikotomi dalam Islam ini, sebenarnya dapat juga dilihat dalam al-Quran, misalnya kata ilmu dalam berbagai bentuk terulang 854 kali. Kata ini digunakan dalam proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan. ‘ilm dari segi bahasa berarti kejelasan, karena itu segala yang berbentuk dari akar katanya mempunyai arti kejelasan. Perhatikan kata ‘alam (bendera),

(41)

‘ulmat (bibir sumbing), ‘a’alam (gunung-gunung), ‘alamat (alamat),

dan sebagainya. Ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang sesuatu. Sekalipun demikian, kata ini berbeda dengan’arafa (mengetahui), a’rif (yang mengetahui) dan ma’rifah (pengetahuan).30 Sehingga wajarlah dari penjelasan diatas Islam agama yang rahmat untuk seluruh alam tidak pernah membedakan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Persoalan pengategorian kelompok ilmu umum dan ilmu dalam Islam, umumnya muncul lebih didorong atas kepentingan politik. Hal ini terlihat menonjol dengan kemunculan alasan akumulasi kuantitatif wilayah dan filsafat lebih banyak dipelajari di Negara-negara Barat dan agama dipelajari di Negara Timur, maka pertentangan ini menjadi dua pertentangan dua kelompok ilmu dengan istilah “Barat” dan “Timur”. Dalam pandangan Islam, bukan berarti “Barat”

kedudukannya lebih tinggi dari “Timur” atau sebaliknya.31

Integrasi ilmu agama dan umum hakikatnya adalah usaha menggabungkan atau menyatupadukan ontologi, epistemologi dan aksiologi ilmu-ilmu pada kedua bidang tersebut. Integrasi kedua ilmu tersebut merupakan sebuah keniscayaan tidak hanya untuk kebaikan umat Islam semata, tetapi bagi peradaban umat manusia seluruhnya, karena dengan integrasi, ilmu akan jelas terarah, yakni mempunyai ruh yang jelas untuk selalu mengabdi pada nilai-nilai kemanusiaan dan

30

M Quraish Shihab, Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Ummat, Bandung: Mizan, 2007, 434-435.

(42)

kebajikan jagat raya, bukan malah menjadi alat dehumanisasi, eksploitasi dan desruksi alam. Nilai-nilai itu tidak bisa tercapai bila dikotomi ilmu masih ada seperti saat ini.

Integrasi ilmu bukan hanya tuntutan zaman, tetapi legitimasi yang kuat secara normatif dari al-Quran dan hadits serta secara historis dari perilaku para ulama Islam yang telah membuktikan sosoknya sebagai ilmuwan integratif yang memberikan sumbangan luar ilmuwan integratif yang memberikan sumbangan luar biasa bagi kemajuan peradaban manusia.32

Dalam pandangan penulis untuk mewujudkan madrasah yang berkualitas, salah satunya dengan mensinergikan dengan mengintegrasikan materi yang sifatnya umum dengan nilai-nilai Islam. Itulah yang memberikan nilai lebih dan menjadi karateristik madrasah dari lembaga lainnya, sehingga siswanya tidak hanya cerdas secara kognitif tetapi juga emosi dan spiritualnya, dengan harapan menjadi insan-insan muslim yang berkualitas dan berakhlak.

C. Hubungan Islam dalam Pembelajaran Sains 1. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Secara umum IPA adalah ilmu pengetahuan tentang gejala alam semesta, cara melakukan investigasi dan ilmu pengetahuan yang dihasilkan dari penyelidikan. Dengan memperhatikan karakteristik

(43)

peserta didik Madrasah Ibtidaiyah, mata pelajaran IPA di Madrasah Ibtidaiyah bersifat terpadu dari disiplin ilmu fisika, biologi dan kimia. Selain itu pembelajaran IPA di Madrasah Ibtidaiyah hendaknya memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memperoleh pengalaman langsung dalam menemukan dan mengembangkan konsep IPA.33

2. Posisi agama dan sains

Sains sebagai produk manusia tidak dapat dikecualikan atau diistimewakan. Ia membawa pandangan dunia tertentu kreatornya, sains selain lebih abstrak, juga tidak memilki bandingan. Di dunia musik, orang mengenal musik Barat, India, music padang pasir ataupun musik lokal, sedangkan sains hanya punya satu sains dominan, yakni sains modern atau sains Barat. Tanpa sains, kita tidak mampu mengelola sumber daya alam yang umumnya melimpah di negeri-negeri muslim.34

3. Al-quran sumber ilmu pengetahuan

Secara sederhana sains dapat dikatakan sebagai produk manusia dalam menyibak realitas. Terkait dengan pengertian ini, maka sains juga menjadi produk tunggal, atau dengan kata lain, akan ada lebih dari satu sains, dan satu sains dengan yang lain dibedakan pada makna realitas dan cara apa yang dapat diterima untuk mengetahui

33

IG. A.K. Wardani, Perspektif Pedidikan di SD, Universitas Terbuka, 2009, 8.15.

34

(44)

realitas tersebut. Setiap bangunan ilmu atau sains selalu berpijak pada tiga pilar utama, yakni pilar ontologis, aksiologis, dan epistemologis. Tiga pilar sains Islam jelas harus dibangun dari prinsip tauhid yang tersari dalam kalimat la ilaha ilallah dan terdiskripsi dalam rukun iman dan rukun Islam.35

Pilar pertama ontologis, yakni hal yang menjadi subjek ilmu, Islam harus menerima realitas material maupun nonmaterial. Makhluk tidak dibatasi oleh yang material dan terindra, tetapi juga yang immaterial. Tatanan ciptaan atau makhluk terdiri dari tiga keadaan fundamental, yaitu keadaan material, psikis, dan spiritual.

Pilar kedua aksiologis, terkait dengan tujuan ilmu pengetahuan dibangun atau dirumuskan. Tujuan utama ilmu pengetahuan Islam adalah mengenal sang pencipta. Tujuan sains Islam adalah mengetahui watak sejati segala sesuatu sebagaimana yang diberikan oleh Tuhan. Islam juga bertujuan untuk memperlihatkan kesatuan hukum alam, kesalinghubungan seluruh bagian dan aspeknya sebagai refleksi dari kesatuan prinsip ilahi.

Pilar ketiga epistemologi. Al-quran yang merupakan mukjizat terbesar Nabi SAW. Sekaligus al-Quran merupakan sumber intelektualitas dan spiritualitas Islam. Ia merupakan pijakan bukan

35

(45)

hanya bagi agama dan pengetahuan spiritual, melainkan juga bagi semua jenis pengetahuan. 36

4. Tujuan pendidikan IPA

Ilmu Pengetahuan Alam di sekolah dasar berfungsi sebagai wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya serta prospek lebih lanjut dapat mengembangkan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Adapun tujuan IPA di sekolah dasar sebagai berikut:37

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA/sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

d. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar.

e. Memecahkan masalah dan membuat keputusan.

36

Agus Purwanto, Ayat-Ayat Semesta Sisi-Sisi Alquran …, 192.

37

(46)

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

g. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,

menjaga, dan melestarikan lingkungan alam

h. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA

sebagai dasar untuk melanjutkan ke tingkat SLTP

Dari tujuan tersebut di atas jelas bahwa ada keterkaitan antara sains dan agama yang pada prinsipnya antara sikap dan karakter ilmiah dari sains dapat digunakan untuk meningkatkann kualitas keimanan dan ketaqwaan pada umumnya dalam proses pembelajaran, sehingga adanya sinergi/hubungan antara sains dan agama.

Sedangkan guna mencapai tujuan dan memenuhi fungsi dari pendidikan IPA tersebut, proses belajat mengajar yang biasa digunakan antara lain:38

1) Pendekatan lingkungan

2) Pendekatan ketrampilan proses 3) Pendekatan inquiry

4) Pendekatan terpadu

38

(47)

D. Hubungan Islam dengan Ilmu Pengetahuan Sosial 1. Ilmu Pengetahuan Sosial

a. Pengertian

IPS, seperti halnya IPA, Matematika, dan Bahasa Indonesia merupakan bidang studi. Dengan demikian, IPS sebagai bidang studi memiliki garapan yang dipelajari cukup luas. Bidang garapannya itu meliputi gejala-gejala dan masalah kehidupan manusia di masyarakat. Tekanan yang dipelajari IPS berkenaan dengan gejala dan masalah kehidupan masyarakat bukan pada teori dan keilmuannya, melainkan pada kenyataan kehidupan kemasyarakatan. Dari gejala dan masalah sosial tadi telah ditelaah, dianalisis faktor-faktornya sehingga dapat dirumuskan jalan pemecahannya. Memperhatikan kerangka kerja IPS, seperti yang dikemukakan di atas dapat ditarik pengertian IPS sebagai berikut:

(48)

ilmu sosial, dan sebaliknya hasil kajian ilmu social, dapat dimanfaatkan oleh IPS.39

b. Tujuan pembelajaran IPS

Secara keseluruhan tujuan pembelajaran IPS sebagai berikut: 1) Membekali anak didik dengan pengetahuan sosial yang

berguna dalam kehidupannya kelak di masyarakat.

2) Membekali anak didik dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisis, dan menyusun alternative pemecahan masalah social yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat.

3) Membekali anak didik dengan kemampuan berkomunikasi

dengan sesama warga masyarakat dan berbagai bidang keilmuan serta bidang keahlian.

4) Membekali anak didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif dan ketrampilan terhadap pemanfaatan lingkungan hidup yang menjadi bagian dari kehidupan tersebut.

5) Membekali anak didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembangan kehidupan, masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi.40 Dalam kegiatan pembelajaran IPS, siswa dapat dibawa langsung ke dalam lingkungan alam dan mayarakat. Dengan lingkungan alam sekitar, siswa akan akrab dengan kondisi setempat sehingga mengetahui makna serta manfaat mata pelajaran IPS secara nyata.

39

Sardiyo,Pendidikan IPS di SD, Jakarta: UT,2011, 1.27

40

(49)

Arthur K Ellis menyatakan bahwa tujuan dari pendidikan IPS adalah sebagai berikut:

Social studies is designet to help children explain their world. Jean Piaget wrote that two most important task of childhood are organization and adaption. By organization, he basically meant the ability to understand and calssify things with respect to how they work. For example, a child’s initial insights to the U. S economic system or to the location of continents on the world map represent examples of organization. Adaption refers to the process of accommodating oneself to one’s environment. A child who enters schools has already adapted considerably to the environment throught speech, dress, rules at home, and so forth, but school is designed to expand such adaption greatly through formal learning processes these processes

are intellectual, social, emotional and physical.41

Artinya bahwa IPS dirancang untuk membantu anak-anak menjelaskan dunia mereka. Jean Piaget menulis bahwa dua tugas yang paling penting dari masa kanak-kanak adalah organisasi dan adaptasi. Organisasi berarti kemampuan untuk memahami dan mengklasifikasikan hal-hal yang berkaitan dengan bagaimana mereka mengerjakan. Adaptasi mengacu pada proses menampung diri dengan lingkungan seseorang. Seorang anak yang memasuki sekolah telah disesuaikan jauh dengan lingkungan melalui percakapan, seragam, aturan di rumah, dan sebagainya, namun sekolah ini dirancang untuk memperluas adaptasi

(50)

tersebut sangat melalui pembelajaran formal proses proses ini intelektual, sosial, emosional dan fisik

Pengertian tersebut diatas juga mengutip pendapat Piaget yang menyatakan bahwa IPS dirancang untuk membantu siswa dalam menjelaskan dunianya. Ada dua perkembangan pada masa kanak-kanak yang paling penting untuk diperhatikan yaitu pengorganisasian dan adaptasi. Dengan pengorganisasian anak-anak pada dasarnya dapat memahami dan mengklasifikasikan sesuatu dengan cara bagaimana hal itu dikerjakan. Adaptasi merujuk pada akomodasi terhadap lingkungannya. Seorang anak yang mulai masuk sekolah berarti telah siap beradaptasi melalui percakapan, baju (seragam), aturan di rumah dan sebagainya. Sekolah dirancang untuk memperluas adaptasi melalui proses pembelajaran formal. Proses-proses ini meliputi intelektual, sosial, emosional, dan fisik.42

c. Prinsip pembelajaran IPS

Sesuai dengan sebutan ilmu, ilmu sosial itu tekanannya kepada keilmuan yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat atau kehidupan sosial. Oleh karena itu, ilmu sosial secara khusus dipelajari dan dikembangkan di tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Ilmu yang masuk ke dalam ilmu sosial tidak hanya di ajarkan pada satu jurusan atau lebih lebih luas satu fakultas,

(51)

melainkan dikembangkan di berbagai fakultas, seperti ilmu-ilmu sosial, fakultas sosial politik, fakultas pendidikan ilmu pengetahuan sosial dan lain sebagainya.43

Berkenaan dengan ilmu sosial ini, Norma Mackenzie (1975) yang dikutip oleh Sardjiyo mengemukakan bahwa ilmu sosial adalah semua bidang ilmu yang berkenaan dengan manusia dalam konteks sosialnya atau dengan kata lain semua bidang ilmu yang mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat.

Seperti kita mengalami sendiri, hal-hal yang berkenaan dengan manusia dan kehidupannya meliputi aspek-aspek yang cukup luas. Aspek-aspek kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat, antara lain:44

a. Aspek antar hubungan manusia dengan kelompok b. Aspek kejiwaan

c. Aspek kebutuhan materi

d. Aspek norma, peraturan dan hukum e. Aspek pemerintahan dan kenegaraan f. Aspek kebudayaan

g. Aspek kesejahteraan h. Aspek komunikasi

i. Aspek kebijaksanaan dan kesejahteraan sosial

43

Sardiyo,Pendidikan IPS di SD, Jakarta: UT,2011, 1.22.

44

(52)

j. Aspek hubungan manusia dengan alam lingkungan k. Aspek pengelolaan, pengurusan, pengaturan dan lain-lain l. Aspek pendidikan

Dalam pendidikan dasar ilmu social yang dipelajari masih dalam tingkatan sederhana, hanya sekedar sebagai pengenalan .

2. Hubungan Agama Islam dengan Ilmu Pengetahuan Sosial

Ilmu sosial adalah ilmu yang berhubungan dengan kegiatan sosial kemasyarakatan. Termasuk ilmu sosial adalah seluruh kegiatan masyarakat mulai dari kalangan bawah hingga kalangan atas untuk kegiatan keperluan sesama manusia. Islam telah tampil sebagai agama yang memberi perhatian pada keseimbangan hidup antara dunia dan akhirat, antara hubungan manusia dengan manusia, antara urusan ibadah dan muamalah dalam arti luas. Keterkaitan agama dengan kemanusiaan menjadi penting, jika dikaitkan dengan situasi kemanusiaan pada zaman ini. 45

Selain agama berperan penting dalam mengarahkan tingkah laku dan sikap manusia, pengetahuan ilmiah juga telah lama dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Ajaran Islam juga mengandung penjelasan tentang fenomena alam dan masyarakat secara objektif dan tuntunan sikap atau sifat tertentu dari penganutnya. Dengan demikian, agama dan ilmu sosial dari satu segi sama-sama

45

(53)

berfungsi menjelaskan gejala alam dan masyarakat, serta merupakan pedoman untuk menentukan sikap dalam kehidupan.46

Karakeristik ajaran Islam dapat dilihat dari ajaran di bidang ilmu sosial. Ajaran Islam di bidang ilmu sosial termasuk paling menonjol, karena seluruh bidang ajaran Islam pada akhirnya ditujukan untuk kesejahtaraan manusia. Dalam ilmu sosial ini, Islam dituntut untuk menjujung tinggi sifat tolong menolong saling menasehati tentang hak dan kesabaran, kesetiakawanan, egaliter (kesamaan derajat), tenggang rasa, dan kebersamaaan. Ukuran ketinggian derajat manusia dalam pandangan Islam bukan ditentukan oleh nenek moyang, kebangsaannya, warna kulit, dan jenis kelamin. Kualiatas dan ketinggian derajat sesorang ditentukan oleh ketakwaannya yang ditujukan oleh prestasi kerjanya yang bermanfaat bagi manusia.47

Dengan demikian pada saat ini nampaknya sudah sangat penting untuk memilki Ilmu Pengetahuan Sosial yang mampu membebaskan manusia dari berbagai problema sosial. Ilmu Pengetahuan yang dimaksud adalah ilmu sosial ilmu pengetahuan yang digali dari nilai-nlai agama.

3. Ilmu Sosial yang bernuansa Islami

Ilmu sosial yang berkembang saat ini bisa dikatakan mengalami stagnasi dalam mengahadapi berbagai gejolak yang berkembang dalam

46 Bustanudin Agus, Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial Sudi Banding Antara Pandangan

Ilmiah dan Ajaran Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1999, 114.

(54)

kehidupan sosial, hal yang demikian dikarenakan ilmu sosial yang dikembangkan hanya dalam wilayah penjelasan yang berhubungan dengan fenomena sosial yang banyak diperankan oleh lembaga pendidikan, sehingga kondisi yang demikian tersebut ilmu social dalam dataran aplikasinya yaitu kondisi riil kurang menampakan hasil yang memuaskan. Untuk mengatasi keadaan tersebut, solusi yang ditawarkan menurut Kuntowijoyo memformulasikan desain ilmu profetik: yaitu ilmu sosial tidak hanya menjelaskan dan mengubah fenomena sosial tetapi juga member petunjuk ke arah mana tranformasi itu dilakukan, yaitu ilmu social mampu mengubah fenomena berdasarkan cita-cita etik dan profetik tertentu yang menurutnya berdasarkan tiga hal, sebagai berikut:48

a. Cita-cita kemanusiaan (humanisasi)

Tujuan luhur yang diangkat humanisasi adalah memanusiakan manusia dari proses dehumanisasi di era industrialisasi yang salah satu akibatnya manusia menjadi masyarakat yang abstrak dari sisi kemanusiaannya.

b. Liberasi

Esensi dari liberalisasi adalah pembebasan manusia dari kungkungan teknologi sebagai simbol kekuatan ekonomi yang terkadang berimbas pada munculnya “hukum rimba” secara

ekonomi.

48

(55)

c. Transedensi

Maksudnya adalah menumbuhkan sekaligus menguatkan dimensi transedental dalam kebudayaan, sehingga manusia terjebak dalam perangkap kehidupan hedonisme, materialisme, dan budaya dekaden yang lainnya.

Cita-cita profetik dapat diderivikasi dari misi historis Islam dalam kandungan surat (ali-Imran ayat 110)

untuk manusia, menyuruh kepada yang ma‟ruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Dalam ilmu sosial profetik tersebut akan menumbuhkan suatu pandangan bahwa sumber ilmu bukan dari rasio dan empirik sebagaimana yang dianut dalam masyarakat Barat, tetapi juga wahyu. Dengan ilmu sosial yang demikian itu maka umat Islam akan dapat meluruskan gerak langkah perkembangan ilmu pengetahuan, yang dapat diawali dari dunia pendidikan sebagai pondasi awal.

(56)

respon normatifnya mereflaksikan kondisi sosial aktual itu. Meskipun jelas bahwa al-Quran memiliki cita-cita sosial tertentu. Bukti sejarah memperlihatkan dengan jelas bahwa sejak kelahirannya lima belas abad yang lalu Islam telah tampil sebagai agama terbuka akomodatif. Serta berdampingan dengan agama, kebudayaan, dan peradaban lainnya.49

Dengan demikian ajaran Islam mempunyai perhatian dan kepedulian yang tinggi terhadap masalah sosial. Untuk itu maka kehadiran ilmu sosial membicarakan tentang manusia dan kebudayaanya tersebut dapat diakui oleh Islam.

E. Karakteristik Siswa Pendidikan Dasar

1. Perkembangan anak usia Madrasah Ibtidaiyah

Dengan berlakunya SKB 3 Menteri (Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri) pada tahun 1975 maka kedudukan madrasah telah sejajar dengan sekolah-sekolah umum. Dari segi organisasi madrasah sama dengan sekolah umum; dari segi jenjang pendidikan, MI, MTs dan MA sederajat dengan SD, SLTP dan SMU; dari segi muatan pelajaran, murid-murid madrasah pun memperoleh pengajaran ilmu sosial, sejarah, antropologi, geografi,

49

(57)

kesenian, bahasa (Indonesia dan Inggris), fisika, matematika, dan lain-lain.50

Siswa Madrasah Ibtudaiyah merupakan individu unik yang memiliki karakteristik tertentu, bersifat khas, dan spesifik. Perkembangan siswa akan dinamis sepanjang hayat mulai dari kelahiran sampai akhir hayat. Dalam hal ini pendidikan maupun pembelajaran sangat dominan memberikan kontribusi untuk membantu dan mengarahkan perkembangan siswa supaya menjadi positif dan optimal. Setiap siswa memiliki irama dan kecepatan yang berbeda-beda dan bersifat individual.

Perkembangan siswa merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam proses belajar. Seluruh aktivitas proses belajar harus berpusat pada kebutuhan siswa (child centered) dan pada aspek tuntutan masyarakat (society centered). Fase-fase perkembangan yang dialami siswa harus dipahami oleh guru supaya dalam pembelajaran tidak mengalami hambatan psikologis yang mengakibatkan hasil belajar yang tidak optimal. Tahapan perkembangan siswa dapat dilihat dari aspek perkembanga sebagai berikut:51

a. Perkembangan Fisik

Perkembangan ini berkaitan dengan perkembangan berat, tinggi badan dan perkembangan motorik. Siswa pada Sekolah

50

Departeman Agama RI, Sejarah Madrasah, Direktorat kelembagaan Agama Islam: 2004, 142.

51

(58)

Dasar, kemampuan motoriknya mulai lebih halus dan terarah

(refined motor skills), tetapi berat badan laki-laki lebih ramping

dari pada perempuan karena masa adolesen perempuan lebih cepat dari pada laki-laki. Gerakan-gerakan yang dilakukan siswa sudah mulai mengarah pada gerakan yang kompleks, rumit, dan lebih cepat serta keseimbangan dengan tepat.

b. Perkembangan Bahasa

Perkembangan sosial siswa pada tingkat Sekolah Dasar sudah terasa ada pemisahan kelompok jenis kelamin (separation of

the sexes) sehingga dalam pengelompokan, siswa lebih senang

(59)

c. Perkembangan bahasa

Pada masa ini perkembangan bahasa siswa terus berlangsung secara dinamis. Dilihat dari cara siswa berkomunikasi menunjukkan bahwa mereka sudah mampu menggunakan bahasa yang halus dan kompleks. Siswa di kelas tinggi gaya bicaranya sudah mulai bergeser dari gaya bicara egosentris (egocentric style) ke gaya bicara sosial (social speech). Pada kelas rendah Sekolah Dasar sudah mampu membaca dan mampu menganalisis kata-kata serta mengalami peningkatan kemampuan dalam tata bahasa. Pada usia 6 sampai 10 tahun penggunaan kalimat tidak lengkap sudah berkurang sehingga siswa sudah bisa menggunakan kalimat yang panjang, lengkap dan benar.

d. Perkembangan Kognitif

Gambar

Tabel 2. 1 Karakteristik Pembelajaran Terpadu Model Connected, webbed
Tabel 2. 2 Pemetaan Integrasi Interkoneksi Pelajaran IPA, IPS dengan PAI
Tabel 2.5 Data jumlah guru MIN Mlangen Salaman
Tabel 2.6  Daftar karyawan MIN Mlangen
+4

Referensi

Dokumen terkait

Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan Dalam Pasal 365 ayat (1) KUHPidana ditentukan bahwa diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang

Program PPL ini merupakan bagian dari mata kuliah sebesar 3 SKS yang harus ditempuh oleh mahasiswa kependidikan. Materi yang ada meliputi program mengajar teori

1) Keterterapan pendidikan ekonomi disekolah belum maksimal, karena konten pembelajaran masih belum memenuhi latar belakang kehidupan yang sesuai dengan lingkungan tempat

Based on result of investigation as concluded in general that skill writing of text procedure FRPSOH[ ³0DNLQJ ( - .73´ RQ VWXGHQWV WHQ ; JUDGH RI MIA 5 SMA Negeri 4

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada pembahasan, dapat diambil simpulan yaitu Kemampuan memproduksi teks negosiasi siswa kelas X SMA Negeri 20 Medan

Pada penelitian yang dilakukan Arimbi (2011) mengenai faktor risiko kejadian katarak di RSUD Budhi Asih ditemukan berbagai faktor risiko lain yakni faktor demografi umur

KESIMPULAN Komposisi media tanam tanah + pasir + pupuk kandang sapi M1 dengan dosis nitrogen 150 Kg N/Ha N2 dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, bobot buah panen per

Pada game yang akan dibuat dengan menggunakan metode Fuzzy Tsukamoto dan Algoritma Linear Congruential Generator (LCG) ini, diharapkan anak usia dini dapat