SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Charoline Ayem Nastiti NIM : 068114149
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2009
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Charoline Ayem Nastiti NIM : 068114149
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2009
Tuhan Yesusku
kasih setia dan anugerahnya memberikanku kekuatan
melewati semua
Keluargaku
kasih sayang, doa dan cinta mereka
selalu menyertai langkah hidupku
Almamaterku
Bila gunung di hadapanku tak jua berpindah Kau berikanku kekuatan untuk mendakinya
Kulakukan yang terbaikku, Kau yang selebihnya
Tuhan selalu punya cara membuatku menang pada akhirnya…
“Perbedaan Ketaatan Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta antara Pasien yang Diberi Informasi vs Informasi plus Alat Bantu Ketaatan Periode Juni-Juli 2009 (Kajian terhadap Penggunaan Obat Antidiabetes)” dapat terselesaikan dengan baik.
Penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan baik karena adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Direktur Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Panti Rini.
2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi dan dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, waktu, semangat, saran, dan kritik dalam proses penyusunan skripsi.
3. Dosen penguji Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam proses penyusunan skripsi.
4. Dosen penguji dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam proses penyusunan skripsi.
5. Bapak Hari dan Mbak Betty yang telah memberikan bimbingan selama proses pengambilan data di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta.
Tujuan penelitian ini untuk mengamati perbedaan ketaatan penggunaan obat antidiabetes antara pasien yang diberi informasi vs informasi plus alat bantu ketaatan serta dampak terapinya pada pasien rawat jalan RS Panti Rini Yogyakarta periode Juni - Juli 2009. Penelitian ini termasuk eksperimental semu dengan rancangan analitik yang bersifat prospektif. Data dianalisis dengan statistik parametrik menggunakan uji T dan bila non parametrik menggunakan Mann Whitney.
Pasien yang diberi informasi plus alat bantu berjumlah 22 pasien dan pasien yang hanya diberi informasi berjumlah 23 pasien. Penilaian ketaatan pasien didasarkan pada persentase obat yang telah digunakan. Persentase obat yang telah digunakan pasien kelompok perlakuan 81,1%, nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol 52,2%. Nilai p yang diperoleh sebesar 0,025 sehingga ketaatan pasien kelompok perlakuan berbeda signifikan dengan ketaatan pasien kelompok kontrol. Perbedaan ketaatan yang signifikan ini menunjukkan bahwa alat bantu yang digunakan untuk meningkatkan ketaatan pasien telah terbukti kemanfaatannya.
understanding of using drug and finally it will increase the patient compliance. The purpose of this research is to acquire the different of antidiabetic drug compliance between patient that given only information vs patient that given information plus compliance-help device and also to see the therapy effect of outpatient of Panti Rini Hospital Yogyakarta in period June – July 2009. This research is included to Quasi Experimental with prospective descriptive analytical design. The parametric data will be analyzed using T-test and the non parametric data will be analyzed using Mann Whitney.
Twenty two patients will be given information plus compliance-help device while twenty three patients will be given only information. The degree of patient compliance will be determined by the drug that already used by the patient it self. The percentage of using drug by treatment group is 81.1%, this mark is higher than the control group that only get 52.2 %. The p value is 0.025 means the patient compliance of treatment group have a significant different from the control group. This significant different of patient compliance prove that the “tools” used at this research is increasing the patient compliance.
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi
PRAKATA... vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix
INTISARI... x
ABSTRACT... xi
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR TABEL...xvi
DAFTAR GAMBAR ... xix
DAFTAR LAMPIRAN...xx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Permasalahan... 3
2. Keaslian penelitian ... 4
3. Manfaat penelitian... 5
B. Tujuan Penelitian... 5
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 7
E. Diabetes Mellitus ... 11
1. Definisi ... 11
2. KLasifikasi ... 12
3. Diagnosis diabetes... 13
4. Patogenesis ... 13
F. Penatalaksanaan Terapi... 14
1. Outcome terapi ... 14
2. Tujuan terapi... 15
3. Sasaran terapi ... 15
4. Penatalaksanaan terapi ... 15
G. Landasan Teori... 19
H. Hipotesis... 20
BAB III METODE PENELITIAN ... 21
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 21
B. Variabel dan Definisi Operasional ... 22
C. Subyek Penelitian ... 24
D. Bahan Penelitian... 26
E. Instrumen Penelitian ... 26
F. Lokasi Penelitian... 27
4. Pengumpulan data... 28
5. Wawancara... 29
6. Tahap penyelesaian data... 30
a. Pengolahan data... 30
b. Evaluasi data... 30
c. Penarikan kesimpulan... 30
H. Tata Cara Analisis Hasil... 31
I. Kesulitan Penelitian ... 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35
A. Profil Pasien ... 35
B. Profil Terapi Pasien ... 37
1. Profil terapi pasien secara umum ... 38
2. Profil antidiabetes... 40
a. Berdasarkan golongan dan jenis obat antidiabetes... 40
b. Berdasarkan jumlah jenis obat antidiabetes yang diterima ... 41
c. Berdasarkan aturan pakai ... 43
d. Berdasarkan rute pemberian... 44
C. Evaluasi Drug Therapy Problems (DTP) ... 45
1. DTP dosis terlalu rendah ... 45
1. Berdasarkan jumlah antidiabetes yang diminum... 52
2. Berdasarkan aturan pakai ... 55
3. Berdasarkan cara pakai... 55
E. Rangkuman Pembahasan ... 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 59
A. Kesimpulan ... 58
B. Saran ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 61
LAMPIRAN... 63
Tabel II Tingkat Signifikansi Interaksi Obat ... 11 Tabel III Kriteria untuk Diagnosis Diabetes Melitus ... 13 Tabel IV Tujuan Terapi ... 15 Tabel V Baseline Profil Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini yang Menerima
Obat Antidiabetes Periode Juni – Juli 2009 ... 35 Tabel VI Baseline Profil Terapi Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini yang
Menerima Obat Antidiabetes Periode Juni – Juli 2009... 37 Tabel VII Pengelompokan Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini yang Menerima
Obat Antidiabetes Periode Juni – Juli 2009 Berdasarkan Jumlah Keseluruhan Obat yang Diterima Pasien ... 38 Tabel VIII Golongan dan Jenis Obat selain Obat Antidiabetes yang Diterima
Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini yang Menerima Obat Antidiabetes Periode Juni – Juli 2009 ... 39 Tabel IX Golongan dan Jenis Obat Antidiabetes yang Digunakan Rawat
Jalan RS Panti Rini yang Menerima Obat Antidiabetes Periode Juni – Juli 2009 ... 41 Tabel X Pengelompokan Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini yang Menerima
Tabel XIII Kejadian DTP Dosis Terlalu Rendah pada Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta yang Menerima Obat
Antidiabetes Periode Juni – Juli 2009... 45 Tabel XIV Contoh Analisis DTP Dosis Terlalu Rendah ... 46 Tabel XV Kejadian DTP Interaksi Obat pada Pasien Rawat Jalan Rumah
Sakit Panti Rini yang Menerima Obat Antidiabetes Periode Juni – Juli 2009 ... 47 Tabel XVI Contoh Analisis DTP Interaksi Obat... 48 Tabel XVII Kejadian DTP ketidaktaatan (non compliance) pada Pasien Rawat
Jalan Rumah Sakit Panti Rini yang Menerima Obat Antidiabetes Periode Juni–Juli 2009 ... 50 Tabel XVIII Contoh Analisis DTP Ketidaktaatan pada Pasien ... 51 Tabel XIX Pengelompokan Kejadian DTP pada Pasien Rawat Jalan Rumah
Sakit Panti Rini Yogyakarta yang Menerima Obat Antidiabetes Periode Juni – Juli 2009 ... 52 Tabel XX Perbedaan Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini yang
Jumlah Obat yang Telah Diminum ... 53 Tabel XXII Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini yang Menerima Obat
Antidiabetes Periode Juni – Juli 2009 antara Kelompok Perlakuan dan Kontrol Berdasarkan Aturan Pakai Obat... 55 Tabel XXIII Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini yang Menerima Obat
Dewasa ... 15 Gambar 2 Mekanisme Kerja Obat Hipoglikemik Oral ... 17 Gambar 3 Bagan Ruang Lingkup Penelitian Kajian Terhadap Penggunaan
Lampiran 3 Normalitas Umur Pasien Kelompok Perlakuan ... 68
Lampiran 4 Normalitas Umur Pasien Kelompok Kontrol... 69
Lampiran 5 Normalitas Profil Umur Pasien ... 70
Lampiran 6 Uji T Profil Umur Pasien ... 71
Lampiran 7 Normalitas Gula Darah Awal Pasien Kelompok Perlakuan ... 72
Lampiran 8 Normalitas Gula Darah Awal Pasien Kelompok Kontrol ... 73
Lampiran 9 Normalitas Profil Gula Darah Awal Pasien ... 74
Lampiran 10 Uji Mann-Whitney Profil Gula Darah Awal Pasien ... 75
Lampiran 11 Uji Chi-square Profil Jenis Kelamin Pasien... 76
Lampiran 12 Uji Kolmogorov-Smirnov Profil Tingkat Pendidikan Pasien ... 77
Lampiran 13 Normalitas Jumlah Obat yang Diterima Pasien Kelompok Perlakuan... 78
Lampiran 14 Normalitas Jumlah Obat yang Diterima Pasien Kelompok Kontrol… ... 79
Lampiran 15 Normalitas Profil Jumlah Obat yang Diterima Pasien ... 80
Lampiran 16 Uji T Profil Jumlah Obat yang Diterima Pasien ... 81
Lampiran 17 Normalitas Jumlah Obat Antidiabetes Pasien Kelompok Perlakuan…... 82
Jumlah Obat yang Telah Diminum ... 86
Lampiran 22 Normalitas Ketaatan Pasien Kelompok Kontrol Berdasarkan % Jumlah Obat yang Telah Diminum ... 87
Lampiran 23 Normalitas Ketaatan Pasien Berdasarkan % Jumlah Obat yang Telah Diminum ... 88
Lampiran 24 Uji Mann-Whitney Ketaatan Pasien ... 89
Lampiran 25 Uji Fisher Ketaatan Pasien Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Berdasarkan Aturan Pakai 1x1 ... 90
Lampiran 26 Uji Fisher Ketaatan Pasien Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Berdasarkan Aturan Pakai 2x1/2 ... 91
Lampiran 27 Uji Fisher Ketaatan Pasien Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Berdasarkan Aturan Pakai 2x1 ... 92
Lampiran 28 Uji Fisher Ketaatan Pasien Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Berdasarkan Aturan Pakai 3x1 ... 93
Lampiran 29 Uji Fisher Ketaatan Pasien Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Berdasarkan Cara Pakai... 94
Lampiran 30 Data Pasien Kelompok Perlakuan... 95
P1 ... 95
P24 ... 95
P39 ... 98 P40 ... 98 P46 ... 99 P50 ... 99 P52 ... 100
P59 ... 100 P67 ... 100 P69 ... 101 P70 ... 101 P71 ... 102 P74 ... 102
P76 ... 103 P77 ... 103 P78 ... 103 P79 ... 104 P91 ... 104 Lampiran 30 Data Pasien Kelompok Kontrol …. ... 105
K41... 107 K42... 108 K59... 108 K62...108
K63... 109 K66... 109 K68... 109 K71... 110 K73... 110 K74... 110
A. Latar Belakang
Penatalaksanaan diabetes melitus dengan terapi obat dapat menimbulkan masalah-masalah terkait obat (drug therapy problems) yang dialami oleh pasien. Drug Therapy Problems (DTP) merupakan beberapa kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi pada pasien dan mengganggu tercapainya tujuan terapi (Strand, Morley, dan Cipolle, 2004). Drug Therapy Problems terdiri atas 7 kategori, salah satunya adalah ketidaktaatan (noncompliance).
Ketaatan (compliance; adherence) merupakan suatu kondisi tingkat kepatuhan pasien dalam melaksanakan segala instruksi pengobatannya (Katzung, 2004). Ketaatan pasien dalam pengobatan diabetes melitus mempengaruhi outcome terapi. Ketaatan pasien dalam menggunakan obat antidiabetes dapat mengurangi risiko komplikasi penyakit makrovaskuler dan mikrovaskuler. Suatu penelitian menunjukkan adanya penurunan ketaatan pasien pada penggunaan obat hipoglikemik oral. Ketaatan pasien jika minum obat 1 kali sehari mencapai 44% dari populasi, 2 kali sehari mencapai 40%, dan 3 kali sehari mencapai 16% (Assal, 2008). Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketaatan pasien dalam menggunakan obat antidiabetes, salah satunya yaitu menggunakan alat bantu ketaatan. Farmasis, terutama yang bekerja di sektor farmasi komunitas, memiliki tanggung jawab dan peran yang sangat penting dalam pemberian edukasi ketaatan penggunaan obat.
ketaatan pasien antara pasien yang diberi informasi versus informasi plus alat bantu ketaatan terhadap penggunaan obat antidiabetes.
Penelitian ini merupakan bentuk kerjasama antara Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan Rumah Sakit Panti Rini. Rumah Sakit Panti Rini hanya memiliki 1 farmasis sehingga pemberian informasi terhadap pasien sangat terbatas. Informasi yang terbatas yang diterima pasien akan menyebabkan ketidaktaatan dalam penggunaan obat pasien tinggi. Rumah pasien yang sebagian besar berada di kalasan ini tentunya akan memudahkan dalam pelaksanaan homevisit. Data Rumah Sakit menunjukkan bahwa penyakit diabetes melitus
termasuk ke dalam 10 penyakit terbesar di Rumah Sakit Panti Rini. 1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini antara lain:
a. Seperti apakah profil pasien rawat jalan yang menerima obat antidiabetes di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juni – Juli 2009 meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, dan gula darah awal?
b. Seperti apakah profil terapi pasien rawat jalan yang menerima obat antidiabetes di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juni – Juli 2009 meliputi jumlah, golongan dan jenis obat, aturan pakai obat (frekuensi), dan rute pemberian?
d. Apakah ada perbedaan ketaatan penggunaan obat antidiabetes pasien rawat jalan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juni – Juli 2009 antara pasien yang diberi informasi vs pasien yang diberi informasi plus alat bantu ketaatan?
2. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai Perbedaan Ketaatan Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta antara Pasien yang Diberi Informasi versus Informasi plus Alat Bantu Ketaatan Periode Juni – Juli 2009 (Kajian terhadap Penggunaan Obat Antidiabetes) belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian yang terkait dengan drug therapy problems (DTP) yang terjadi pada pasien terhadap penggunaan obat antidiabetes dan dilakukan di rumah sakit Yogyakarta antara lain:
a. Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors dan DTP pada Pasien RS Bethesda Periode Agustus-September 2008. Penelitian ini tidak hanya mengevaluasi DTP penggunaan obat antidiabetes. Masalah utama kejadian medication errors dievaluasi pada penelitian ini.
3. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai :
1. Secara teoritis sebagai sumber referensi untuk mendeskripsikan ketaatan penggunaan obat antidiabetes pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta.
2. Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk pengambilan keputusan oleh Farmasis dalam mempraktikkan pharmaceutical care, secara khusus di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta dan secara umum Rumah Sakit di Indonesia. Pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pelayanan terapi obat.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian Perbedaan Ketaatan Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta antara Pasien yang Diberi Informasi versus Informasi plus Alat Bantu Ketaatan Periode Juni – Juli 2009 (Kajian terhadap Penggunaan Obat Antidiabetes) adalah:
1. Mengamati profil pasien rawat jalan yang menerima obat antidiabetes di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juni – Juli 2009 meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, dan gula darah awal.
3. Mengevaluasi Drug Therapy Problems yang terjadi pada profil terapi pasien rawat jalan yang menerima obat antidiabetes di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juni – Juli 2009.
A. Pharmaceutical Care
Pharmaceutical care merupakan tanggung jawab apoteker terhadap terapi obat dengan tujuan mencapai outcomes yang diinginkan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien (Wibowo, 2008). Tanggung jawab tersebut dapat
dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu: 1) menjamin semua terapi yang diterima
individu pasien sesuai (appropriate), paling efektif (the most effective possible),
paling aman (the safest available), dan praktis (convenient enough to be taken as indicated); 2) mengidentifikasi, memecahkan, dan mencegah permasalahan yang
berhubungan dengan terapi obat yang dapat menghambat pelaksanaan tanggung
jawab yang pertama (Cipolle and Strand, 2004 dan Rovers, Currie, Hagel, McDonough, Sobotka, 2003).
Program pharmaceutical care dapat menurunkan kejadian merugikan pada penggunaan obat, terutama obat untuk penyakit jangka panjang seperti diabetes
melitus. Dilaporkan pharmaceutical care meningkatkan kesadaran pasien akan
efek merugikan dari obat (Fischer et.al., 2002)
Pharmaceutical care menuntut farmasis memiliki kemampuan untuk
meningkatkan dampak pengobatan dan meningkatkan kualitas hidup pasien
B. Drug Therapy Problems
Tabel I. Kategori dan Penyebab Drug Therapy Problems (DTP) (Cipolle and Strand, 2004)
No Jenis DTP Contoh Penyebab DTP
1 Ada obat tanpa indikasi
(unnecessary drug therapy)
• Tidak ada indikasi obat yang tepat untuk terapi obat saat itu
• Polifarmasi yang seharusnya cukup terapi tunggal
• Kondisi medis lebih baik jika diterapi tanpa obat (non farmakologi)
• Terapi efek samping akibat suatu obat yang sebenarnya dapat digantikan obat yang lebih aman
• Penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol, atau merokok menimbulkan masalah
2 Ada indikasi tanpa obat (need for additional therapy)
• Kondisi medis yang memerlukan obat tertentu
• Terapi pencegahan dengan obat diperlukan untuk
mengurangi resiko timbul kondisi medis baru
• Perlu tambahan obat untuk mencapai efek sinergis atau tambahan
3 Obat tidak efektif (ineffective drug)
• Obat bukan yang paling efektif
• Kondisi medis sukar disembuhkan dengan obat tersebut • Bentuk sediaan obat tidak tepat
• Obat tidak efektif untuk indikasi yang sedang ditangani
4 Dosis terlalu rendah
(dosage too low)
• Dosis terlalu rendah untuk menghasilkan efek yang diharapkan
• Interval dosis terlalu panjang untuk menghasilkan efek • Interaksi obat mengurangi jumlah zat aktif obat
• Durasi terapi obat terlalu pendek untuk menghasilkan efek yang diharapkan
5 Efek obat merugikan
(adverse drug reaction)
• Obat menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan yang tidak berhubungan dengan obat yang diberikan
• Interaksi obat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan • Obat diberikan atau diubah terlalu cepat
• Obat menimbulkan alergi • Obat kontraindikasi 6 Dosis terlalu tinggi
(dose too high)
• Dosis terlalu tinggi
• Frekuensi obat terlalu cepat • Durasi obat terlalu panjang
• Interaksi obat menyebabkan reaksi toksik pada produk obat
• Obat diberikan terlalu cepat 7 Ketidaktaatan
(noncompliance )
• Pasien tidak mengerti instruksi yang diberikan • Pasien memilih tidak mengkonsumsi obat • Pasien lupa minum obat
• Harga obat terlalu mahal
• Pasien tidak dapat menelan atau meminum obat sendiri dengan benar
Drug Therapy Problems (DTP) merupakan beberapa kejadian yang tidak
diinginkan yang terjadi pada pasien dan mengganggu tercapainya tujuan terapi.
Identifikasi drug therapy problems yang mungkin terjadi pada pasien terdiri atas 7 kategori dan penyebab umum yang dapat digunakan sebagai acuan untuk
membantu pasien mencapai tujuan terapi yang diinginkan (Cipolle and Strand, 2004).
C. Ketaatan Pasien (Patient Compliance)
Ketaatan (compliance; adherence) merupakan suatu kondisi tingkat
kepatuhan pasien dalam melaksanakan segala instruksi pengobatannya.
Ketidaktaatan dapat mengakibatkan kesalahan medikasi. Empat jenis
ketidaktaatan mencakup beberapa situasi antara lain:
1. Pasien gagal mendapatkan medikasi. Beberapa pasien tidak menebus resep
obat karena tidak merasa memerlukan obat atau tidak menghendaki
mengambilnya. Beberapa pasien tidak menebus obat karena tidak mampu
menanggung biaya obat.
2. Pasien gagal melakukan medikasi sesuai dengan yang diresepkan. Hal ini
meliputi dosis yang salah, pengaturan waktu atau urutan pemberian yang tidak
tepat, frekuensi pemberian yang keliru, cara atau teknik pemberian yang salah,
3. Pasien menghentikan medikasi secara dini. Pasien menganggap bahwa
pengobatan tidak lagi diperlukan karena obat sudah habis atau karena telah
terjadi kemajuan pada gejala.
4. Pasien atau orang lain menggunakan medikasi secara tidak tepat. Sebagai
contoh, pasien berbagi medikasi dengan orang lain karena satu atau berbagai
alasan (Katzung, 2004).
Dalam banyak hal, ketidaktaatan dapat mengakibatkan penggunaan obat
yang kurang sehingga pasien kehilangan manfaat terapi yang diinginkan. Tujuan
terapi yang tidak tercapai dapat memperburuk kondisi pasien. Ketidaktaatan juga
dapat menyebabkan penggunaan obat berlebih. Beberapa pasien menggunakan
obat lebih sering daripada yang dianjurkan untuk meringankan gejalanya (Siregar,
2006).
Apoteker bertanggung jawab dalam meningkatkan ketaatan pasien.
Keefektifan komunikasi antara apoteker dan dokter maupun apoteker dan pasien
dapat menjadi penentu utama ketaatan pasien. Peran apoteker dalam menghadapi
masalah ketidaktaatan yang biasa terjadi pada proses pengobatan antara lain : 1)
identifikasi faktor resiko; 2) pengembangan rencana pengobatan; 3) alat bantu
kepatuhan; 4) pemantauan terapi; dan 5) komunikasi apoteker dengan pasien
(Siregar, 2006).
Penurunan ketaatan penggunaan obat pasien diabetes perlu diketahui
dengan baik oleh penderita, keluarga maupun tenaga medik yang bertanggung
penggunaan obat pada penderita diabetes melitus antara lain: 1) usia makin muda
atau makin tua; 2) makin lama penyakit berlangsung; 3) makin banyak macam
obat; 4) adanya gejala depresi (rasa tertekan) dan masalah psikososial (Darmono,
2005).
D. Interaksi Obat
Interaksi obat didefinisikan sebagai fenomena yang terjadi ketika efek
farmakokinetika dari suatu obat berubah karena adanya pemberian obat yang lain.
Pembatasan tentang interaksi obat bervariasi. Sebagian membatasi pada efek yang
tidak dikehendaki, sementara sebagian yang lain memiliki pembatasan yang luas
dengan memasukkan interaksi antara obat dengan obat, obat dengan makanan,
obat dengan substansi endogen, obat dengan senyawa kimia, baik interaksi yang
bermanfaat maupun yang merugikan (Tatro, 2006).
Tabel II. Tingkat Signifikansi Interaksi Obat (Tatro, 2006)
Tingkat signifikansi Kekuatan Dokumentasi
1 berat terbukti
2 sedang terbukti
3 ringan terbukti
4 berat sedang mungkin terjadi
ringan mungkin terjadi
5
tidak ada tidak mungkin terjadi
E. Diabetes Melitus 1. Definisi
Diabetes melitus (DM) merupakan sekelompok gangguan metabolisme
yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai gangguan metabolisme
kronis meliputi microvascular, macrovascular, dan neuropati (Triplitt, Reasner,
and Isley 2008).
2. Klasifikasi
Berdasarkan etiologi, penyakit diabetes melitus dibagi menjadi 4 macam
tipe yaitu:
a. Diabetes Melitus tipe 1
Penyakit diabetes melitus tipe 1 merupakan tipe diabetes yang terjadi
karena rusaknya autoimun sel-sel β pankreas. Diabetes tipe 1 sering terjadi pada
anak-anak dan remaja, namun dapat juga terjadi pada berbagai usia. Individu yang
lebih muda memiliki laju destruksi sel β yang cepat dan ditunjukkan dengan
adanya ketoasidosis (Triplitt et.al., 2008).
b. Diabetes Melitus tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 merupakan tipe penyakit diabetes yang ditandai
dengan resistensi insulin dan sekresi insulin yang relative kurang. Sebagian besar
penderita penyakit diabetes tipe 2 menunjukkan obesitas abdomen yang dapat
menyebabkan resistensi insulin. Hipertensi, dislipidemia (level trigliserid yang
tinggi dan level HDL-kolesterol yang rendah) dan peningkatan level inhibitor plasminogen activator tipe 1 (PAI-1) sering ditunjukkan pada penderita diabetes tipe 2. Penderita diabetes tipe 2 memiliki risiko terjadinya komplikasi
c. Diabetes Gestasional (GDM)
Diabetes gestasional didefinisikan sebagai intoleransi glukosa yang terjadi
selama masa kehamilan. Kejadian diabetes gestasional mencapai kira-kira 7% dari
total kehamilan. Morbiditas dan mortalitas perinatal dapat dikurangi dengan
deteksi klinis (Triplitt et.al., 2008). d. Diabetes tipe lain
Maturity onset diabetes of youth (MODY) ditandai adanya gangguan sekresi insulin disertai dengan sedikit atau tanpa resistensi insulin. Pasien
menunjukkan hiperglikemia ringan pada usia dini. Ketidakmampuan genetik
mengubah proinsulin menjadi insulin. Ketidakmampuan ini menyebabkan
terjadinya hiperglikemia ringan dan diturunkan dengan pola autosomal yang
dominan (Triplitt et.al., 2008). 3. Diagnosis diabetes
American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan penggunaan
uji gula darah puasa sebagai pengukuran utama untuk mendiagnosis diabetes
melitus pada orang dewasa yang tidak hamil (Triplitt et.al., 2008).
Tabel III. Kriteria untuk Diagnosis Diabetes Melitus (Triplitt et.al., 2008). Gejala diabetes disertai konsentrasi gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dl
Glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl
Glukosa 2 jam setelah makan ≥ 200 mg/dl
4. Patogenesis
a. Diabetes Melitus tipe 1
Diabetes tipe 1 ditandai dengan defisiensi fungsi sel β pankreas yang
yang ditandai oleh adanya penanda imun ketika kerusakan sel β terjadi; 2)
hiperglikemia ketika 80% - 90% sel-sel β rusak; 3) remisi sementara (disebut juga
fase honeymoon); 4) penyakit yang berhubungan dengan risiko komplikasi dan kematian (Triplitt et.al., 2008).
Proses autoimun diperantarai oleh makrofag dan limfosit T dengan
mensirkulasi autoantibodi ke berbagai sel β antigen. Antibodi yang paling umum
terdeteksi pada diabetes tipe 1 adalah antibodi sel islet. Pengukuran antibodi
lainnya meliputi autoantibodi insulin, antibodi yang langsung melawan asam
glutamate dekarboksilase, dan antibodi insulin melawan tirosin fosfat islet
(Triplitt et.al., 2008). b. Diabetes Melitus tipe 2
Pada penderita DM tipe 2 dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di
dalam darah. Hal ini menandakan pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yaitu
sel-sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal.
Disamping resistensi insulin, produksi glukosa hepatik terganggu sehingga
produksinya berlebih. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan
penyakit selanjutnya penderita DM tipe 2 akan mengalami kerusakan sel-sel β
pankreas yang terjadi secara progresif (Muchid, 2005).
F. Penatalaksanaan Terapi 1. Outcome terapi
Outcome dari penatalaksanaan terapi yang diinginkan antara lain:
b. memperbaiki simptom
c. mengurangi kematian
d. meningkatkan kualitas hidup (Triplitt et.al., 2008).
2. Tujuan terapi
Tabel IV. Tujuan Terapi (Triplitt et.al., 2008)
Daftar Biokimia ADA* ACE dan AACE**
Hemoglobin A1C <7% ≤6,5%
Gula plasma preprandial 90 – 130 mg/dL 110 mg/dL Gula plasma postprandial <180 mg/dL 140 mg/dL
*ADA: American Diabetes Association
**ACE: American College of Endocrinology; AACE: American Association of Clinical of Endocrinologists
3. Sasaran terapi
Sasaran terapi penelitian ini adalah kadar gula darah dan komplikasinya.
4. Penatalaksanaan terapi
target terpenuhi target (GDP) tidak terpenuhi setelah 1 bulan
target terpenuhi target tidak terpenuhi
setelah 3 bulan
target terpenuhi target tidak terpenuhi setelah 1 bulan
Pilihan monoterapi awal: Metformin
TZDs Sulfonilurea Insulin
Pilihan monoterapi lainnya: Nateglinide atau Repaglinide Acarbose/miglitol Pilihan dual-terapi: Sulfonilurea + metformin Metformin + TZDs Sulfonilurea/metformin + exenatide
Penambahan agen oral yg ke3 jika A1C <8,5% Atau
Penambahan insulin Penanganan oleh ahli endokrin
Pilihan kombinasi lainnya: Insulin
Nateglinide/repaglinide acarbose/miglitol Intervensi awal
Edukasi/nutrisi/latihan
A1c setiap 3-6 bulan
dual-terapi Monoterapi atau dual-terapi
Lanjutkan terapi A1c setiap 3-6 bulan
A1C ≤6,5% GDP≤110mg/dL GD2jamPP≤140-180mg/dL
Gambar 1. Algoritma Kontrol Glikemia DM Tipe 2 pada Anak-anak dan Dewasa (Triplitt et.al., 2008)
a. Terapi non farmakologi
1) Pengaturan diet
Diet yang baik meningkatkan keberhasilan penatalaksanaan terapi.
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
antara karbohidrat, protein, dan lemak. Jumlah kalori disesuaikan dengan
pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dengan kegiatan fisik, yang
pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan
ideal. Penurunan berat badan terbukti mengurangi resistensi insulin dan
memperbaiki sel- sel β terhadap stimulus glukosa (Muchid et.al., 2005).
2) Olahraga
Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar
gula darah tetap normal. Prinsipnya, tidak perlu olahraga berat namun
olahraga ringan yang dilakukan secara teratur sangat berpengaruh bagi
kesehatan. Olahraga disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
penderita. Beberapa contoh olahraga yang disarankan antara lain: jalan
atau lari pagi, bersepeda dan berenang. Olahraga akan memperbanyak
jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh serta
1) Insulin
Insulin merupakan hormon yang berperan penting dalam
metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak. Mekanisme kerja insulin
menurunkan kadar gula darah dengan menstimulasi pengambilan glukosa
perifer dan menghambat produksi glukosa hepatik (Triplitt et.al., 2008). Dosis penggunaan disesusaikan dengan individu dan didasarkan dengan
melihat respon glikemik pasien.
Gambar 2. Mekanisme Kerja Obat Hipoglikemik Oral
2) Sulfonilurea
Kerja sulfonilurea meningkatkan sekresi insulin (Triplitt et.al., 2008).
Glibenklamid disebut juga gliburid. Dosis dewasa 2,5 – 5 mg
per hari dengan maksimal pemberian 20 mg sedangkan dosis untuk
pasien lanjut usia 1,25 – 2,5 mg dapat ditingkatkan sesuai kebutuhan
dan diberikan bersamaan dengan makanan (Anonim, 2009).
ii) Glimepirid
Dosis 1 – 2 mg per hari dengan maksimal pemberian 6 mg per
hari. Glimepirid diberikan bersamaan dengan makanan (Anonim,
2009).
iii) Gliklazid
Obat antidiabetes ini diberikan bersama dengan makanan.
Dosis dewasa 40 – 80 mg, dapat ditingkatkan sampai 320 mg per hari.
Pemberian lebih dari 160 mg diberikan dalam dosis terbagi 2 (Anonim,
2009).
iv) Glikuidon
Glikuidon diberikan bersama dengan makanan. Dosis dewasa
15 mg dosis tunggal, 45 – 60 mg diberikan dalam dosis terbagi dengan
maksimal pemberian 180 mg (Anonim, 2009).
3) Biguanide.
Metformin merupakan antidiabetes golongan biguanide dengan
glukosa pada saluran cerna, dan menambah sensitivitas insulin dengan
meningkatkan pengambilan glukosa peripheral serta penggunaannya.
Dosis dewasa 500 mg 2 kali sehari atau 850 mg 1 kali sehari (Lacy,
Armstrong, Goldman, and Lance, 2006).
4) Inhibitor α-glukosidase
Acarbose bekerja dengan menghambat kompetitif α-amilase
pankreas dan α-glukosidase sehingga penyerapan karbohidrat, disakarida
dan glukosa tertunda. Dosis 25 mg 3 kali sehari pada suapan pertama
(Lacy, et.al., 2006).
5) DPP-IV Inhibitor
Vildagliptin bekerja dengan memperpanjang waktu paro produksi
glucagon-like peptide-1 (GLP-1). Hal ini menyebabkan penurunan absorpsi glukagon postprandial dan menstimulasi sekresi glukosa (DiPiro,
2008). Dosis sebesar 50 mg diberikan bersama dengan metformin atau
tiazolidindion, dosis maksimal 100 mg per hari. Makanan tidak
mempengaruhi absorpsi obat (Triplitt, 2008).
G. Landasan Teori
Perilaku pasien terhadap penggunaan obat berpengaruh terhadap
keberhasilan suatu terapi. Komunikasi, informasi dan edukasi yang diterima oleh
obat yang tidak tepat dapat disebabkan oleh informasi yang kurang jelas baik
tertulis maupun lisan yang diberikan oleh tenaga medis.
Farmasis merupakan tenaga kesehatan yang bertanggung jawab
memberikan informasi obat kepada pasien. Pemberian informasi oleh farmasis
dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu informasi verbal, demonstrasi dengan
alat visual, maupun dengan form kepatuhan.
Pemberian informasi disertai alat bantu ketaatan berupa kotak obat dan
label pengingat akan lebih mempermudah pemberian informasi dan meningkatkan
pemahaman pasien terhadap penggunaan obat yang tepat. Pemberian alat bantu
ketaatan dan label pengingat lebih melibatkan banyak indera sehingga pasien
lebih mudah mengingat dalam penggunaan obat. Hal ini tentunya akan
meningkatkan ketaatan pasien (patient compliance) serta dampak terapinya
sehingga kualitas hidup pasien meningkat.
H. Hipotesis
Ada perbedaan ketaatan penggunaan obat antara pasien rawat jalan Rumah
Sakit Panti Rini Yogyakarta yang diberi informasi versus pasien yang diberi
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai Perbedaan Ketaatan Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit
Panti Rini Yogyakarta antara Pasien yang Diberi Informasi versus Informasi plus
Alat Bantu Ketaatan Periode Juni-Juli 2009 (Kajian terhadap Penggunaan Obat
Antidiabetes) merupakan jenis penelitian eksperimental semu dengan rancangan
penelitian analitik dengan pola searah. Penelitian eksperimental semu ialah bila
peneliti tidak mungkin mengontrol semua variabel luar, sehingga perubahan yang
terjadi pada efek tidak sepenuhnya oleh pengaruh perlakuan (Pratiknya, 1986).
Desain ini tidak mempunyai pembahasan yang ketat terhadap randomisasi,
dan pada saat yang sama dapat mengontrol ancaman-ancaman validitas. Penelitian
ini dapat disebut eksperimen semu karena eksperimen ini belum atau tidak
memiliki ciri-ciri rancangan eksperimen yang sebenarnya, karena
variabel-variabel seharusnya dikontrol atau dimanipulasi. Oleh sebab itu validitas
penelitian menjadi kurang cukup untuk disebut sebagai eksperimen yang
sebenarnya (Notoatmodjo, 2005).
Berdasarkan setting tempat, penelitian ini termasuk penelitian lapangan.
Penelitian ini merupakan analitik, artinya dalam penelitian ini terdapat dua
kelompok yang dibandingkan yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol,
data yang diperoleh dihitung secara analitik. Berdasarkan bidang ilmu penelitian,
meliputi Farmasi Klinis, Farmasi Sosial, Farmakoterapi, serta Komunikasi dan
Konseling. Metode pengumpulan data dilakukan dengan pemberian alat bantu/alat
peraga kepada kelompok perlakuan yang dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Observasi pasien dilakukan dengan mengunjungi pasien di rumah (home visit)
serta wawancara dengan pasien.
B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah adanya tambahan alat bantu.
b. Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah ketaatan pasien dalam
minum obat.
2. Definisi operasional
a. Ketaatan penggunaan obat merupakan ketaatan
pasien terhadap aturan penggunaan obat yang dilihat berdasarkan jumlah obat
yang diminum dan cara pakai obat (sebelum atau sesudah makan).
b. Ketaatan dinilai dari jumlah obat yang digunakan.
Pasien dikatakan taat bila obat yang digunakan 100%.
c. Obat antidiabetes yang digunakan untuk menilai
ketaatan pasien berdasarkan jumlah obat yang diminum adalah obat dengan
bentuk sediaan padat yang memungkinkan untuk dimasukkan ke dalam alat
d. Alat bantu ketaatan berupa kotak obat yang
dirancang sedemikian rupa untuk mempermudah pasien setiap mengkonsumsi
obat dan dilengkapi dengan tabel ketaatan yang dicentang setiap pasien minum
obat agar pasien menjadi lebih taat dalam mengkonsumsi obat yang
diresepkan.
e. Golongan obat endokrin merupakan kajian awal
penelitian ini. Kasus di lapangan, obat antidiabetes merupakan obat golongan
endokrin yang paling banyak digunakan oleh pasien rawat jalan Rumah Sakit
Panti Rini, oleh karena itu kajian penelitian dipersempit hanya terhadap
penggunaan obat antidiabetes.
f. Perlakuan ialah pasien yang setuju mengikuti
penelitian ini dan diberi alat bantu ketaatan yang telah dirancang, selanjutnya
pasien di home visit minimal dua kali. Jumlah perlakuan sebanyak 22 pasien.
g. Kontrol ialah pasien yang setuju mengikuti
penelitian ini, namun tidak diberi alat bantu ketaatan. Pasien hanya di home visit satu kali saat obat habis dan digunakan sebagai pembanding kelompok perlakuan. Jumlah kontrol sebanyak 23 orang.
h. Profil pasien meliputi umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, dan kadar gula darah awal.
i. Profil obat meliputi jumlah obat yang diresepkan,
jumlah antidiabetes yang diresepkan, golongan dan jenis obat selain
j. Dalam evaluasi obat digunakan nama generik
sehingga nama paten tidak disebutkan satu per satu.
k. Evaluasi dosis dan interaksi obat berdasarkan
sumber referensi Drug Information Handbook (Lacy,et.al., 2006), Drug
Interaction Fact (Tatro,2006) dan MIMS (Anonim, 2009).
l. Drug Therapy Problems yang dimaksudkan dalam
penelitian adalah setiap masalah yang berhubungan dengan penggunaan obat
antidiabetes.
m. Analisis SOAP merupakan modifikasi artinya dalam
penelitian ini tidak benar-benar dilakukan SOAP kepada pasien, namun hanya
rekomendasi saja.
n. Periode Juni-Juli 2009 yang dimaksud pada
penelitian ini yaitu tanggal 8 Juni 2009 – 28 Juli 2009.
o. Pasien home visit merupakan subyek penelitian
yang bertempat tinggal di daerah Kalasan dan sekitarnya yang telah menerima
dan menyetujui inform- concent.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian meliputi pasien dewasa (> 17 tahun) menjalani rawat
jalan di RS Panti Rini Yogyakarta. Kriteria inklusi subyek penelitian adalah
pasien yang menjalani rawat jalan di RS Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli
2009; menerima satu atau lebih obat antidiabetes; pasien menggunakan obat yang
terus-menerus untuk mencapai tingkat keberhasilan terapi; pasien yang bersedia
bekerja sama berdasarkan persetujuan dengan informed-consent. Kriteria eksklusi adalah pasien yang telah mengikuti program edukasi atau mendapat informasi ini
sebelumnya maupun pernah mengikuti penelitian lain yang serupa, pasien yang
tidak menggunakan obat golongan antidiabetes serta tidak bersedia bekerjasama
dalam penelitian ini.
Evaluasi perbedaan tingkat pemahaman, sikap, dan tindakan (perilaku) serta kepuasan pasien rawat jalan di RS Panti Rini terhadap informasi vs informasi plus alat bantu (peragaan dengan obat-obat)
Perbedaan karakteristik pasien dan karakteristik obat terhadap ketaatan penggunaan obat pada pasien rawat jalan RS Panti Rini Yogyakarta
Evaluasi Perbedaan Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini Yogyakarta antara Pasien yang Diberi Informasi VS Informasi Plus Alat Bantu Ketaatan Serta Dampak Terapinya Periode Bulan
Juni-Juli 2009.
Obat antibiotik
Obat golongan neuromuskuler
Gambar 3. Bagan Ruang Lingkup Penelitian Kajian Terhadap Penggunaan Obat Golongan Antidiabetes dalam Penelitian Payung
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang terdiri atas
8 subjudul yaitu 6 kajian golongan obat dan 2 penelitian sosial. Pengumpulan data
dilakukan secara bersama-sama dan dibagi berdasarkan kajian masing-masing,
satu pasien bisa menjadi pasien beberapa peneliti. Home visit dilakukan secara bersama-sama sehingga tiap peneliti dapat melakukan home visit terhadap pasien
pasien yaitu 78 pasien kontrol dan 78 pasien perlakuan. Jumlah subjek uji yang
digunakan pada kajian obat antidiabetes ini sebanyak 45 pasien yang terbagi
dalam 2 kelompok yaitu 22 pasien sebagai perlakuan dan 23 pasien sebagai
kontrol.
D. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar catatan medik pasien
rawat jalan atau pulang rawat inap yang menerima obat golongan antidiabetes.
Pasien dilayani oleh farmasis Rumah Sakit Panti Rini periode Juni-Juli 2009 dan
data klinis pasien ditulis oleh dokter, perawat, dan apoteker. Hasil home visit
pasien yang dilakukan minimal dua kali untuk perlakuan dan sekali untuk kontrol
digunakan untuk membantu menggambarkan ketaataan pasien dalam
menggunakan obat.
E. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan (1) alat-alat sederhana yang dirancang untuk
membantu ketaatan penggunaan obat pasien yaitu pil dispenser, dan tabel
ketaatan, (2) alat-alat untuk monitoring tanda vital dan data lab sederhana yaitu
alat pengukur kadar gula darah (Easy Touch), (3) Panduan wawancara terstruktur meliputi biodata pasien, cara penggunaan obat dan tanggapa mengenai alat bantu
Gambar 4. Alat Bantu Ketaatan Penggunaan Obat
F. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di instalasi Farmasi, ruang tunggu pasien Rumah
Sakit Panti Rini Yogyakarta dan di rumah pasien untuk kegiatan pemantauan
(homevisit).
G. Tata Cara Pengumpulan Data 1. Analisis situasi
a. Analisis situasi
meliputi diskusi dengan pihak manajemen Rumah Sakit Panti Rini
mengenai ketidaktaatan pasien yang sering muncul dan studi pustaka.
Menyusun teknis pelaksanaan dengan unit Farmasi.
b. Penetapan kajian
penelitian dan penetapan kriteria inklusi serta eksklusi sebagai dasar untuk
menentukan subyek penelitian secara prospektif selama Juni-Juli 2009.
a. Perancangan alat bantu ketaatan berdasarkan studi pustaka dan wawancara
dengan beberapa ahli. Alat bantu yang dirancang adalah pil dispenser
berupa kotak bersekat. Kotak dibagi menjadi 21 bagian agar dapat
digunakan untuk pengobatan sebanyak 3 kali sehari selama 7 hari. Alat ini
dilengkapi dengan tabel ketaatan bergambar ayam berkokok (pagi hari),
matahari (siang hari), dan bulan (malam hari). Tabel ini harus diberi tanda
(√) setelah pasien minum obat.
b. Sebelum digunakan, alat bantu diuji cobakan pada beberapa orang yang
memiliki kriteria menyerupai kriteria subyek uji pada kira-kira 12
responden
3. Pembuatan kuesioner dan wawancara terstruktur
a. Pembuatan kuesioner yang berisi kira-kira 12 pertanyaan dengan bahasa
sederhana, pertanyaan mencakup segi pengetahuan, sikap, dan tindakan.
Wawancara terstruktur dengan bahasa yang sederhana untuk mengevaluasi
pemahaman dan kepuasan pasien dilakukan pada akhir homevisit.
b. Sebelum digunakan, kuesioner dan wawancara terstruktur diuji cobakan
pada beberapa orang yang memiliki kriteria menyerupai subyek uji.
Validasi isi kuesioner dilakukan sebelum kuesioner digunakan.
4. Pengumpulan data
a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung pasien
terapi; serta data laboratorium. Bila diperlukan data dapat dikonfirmasi
melalui wawancara dengan pasien/keluarga dan tenaga kesehatan.
b. Sebelum memilih subjek uji, dibuat suatu aturan main untuk menentukan
siapa yang menjadi kontrol dan siapa yang mendapat perlakuan. Teknik
yang digunakan dalam pengambilan subyek adalah semi random, dimana
pasien yang ditemui pada minggu pertama digunakan sebagai perlakuan
dan minggu berikutnya sebagai kontrol. Begitu seterusnya secara
berselang-seling.
c. Pasien yang terpilih sebagai subjek uji, sebelumnya diminta mengisi
inform consent sebagai tanda persetujuan mengikuti penelitian. Inform consent ditanda tangani oleh subjek uji dan saksi (keluarga/kerabat dekat,
namun jika tidak ada, peneliti bisa menjadi saksi).
d. Pasien yang telah setuju mengikuti penelitian, selanjutnya diberi alat bantu
ketaatan untuk subyek uji kelompok perlakuan kemudian peneliti
membantu pasien menyiapkan obat yang telah diresepkan ke dalam kotak
obat dan meminta pasien untuk memberi tanda centang pada tabel ketaatan
setiap kali pasien minum obat. Kelompok kontrol tidak diberi alat bantu,
cukup informasi verbal mengenai ketaatan penggunaan obat dari apoteker
di rumah sakit.
5. Wawancara
Wawancara terstruktur dilakukan terhadap pasien kelompok perlakuan dan
pasien kelompok kontrol tentang pemahaman dan kepuasan pasien terhadap
pemahaman pasien tentang penggunaan obat dilakukan pada awal penelitian,
sedangkan wawancara kepuasan pasien terhadap informasi yang diberikan
dilakukan pada akhir pengambilan data. Pasien kelompok perlakuan mendapat
tambahan wawancara yaitu wawancara mengenai manfaat alat bantu yang telah
diberikan serta kritik maupun saran terhadap alat bantu.
6. Tahap Penyelesaian Data a. Pengolahan data
Semua data yang diperoleh dikumpulkan menjadi satu selanjutnya
dikelompokkan lagi untuk memperoleh data dengan kajian golongan obat
antidiabetes. Data tersebut memuat data rekam medis pasien yaitu keluhan,
diagnosa, identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
pekerjaan, nomor RM, alamat, hasil wawancara pasien mengenai perkembangan
kondisi pasien dan kepuasan pasien terhadap alat bantu, dicatat pula obat yang
diresepkan, dosis obat, aturan pakai, dan untuk melihat ketaatan pasien dihitung
berapa jumlah obat yang telah diminum serta hasil pengukuran kadar gula darah.
Data tersebut dibandingkan antara kelompok kontrol dan perlakuan.
b. Evaluasi data
Statistik yang digunakan yaitu parametrik atau non parametrik ditentukan
oleh sebaran data. Bila parametrik menggunakan uji T dan bila non parametrik
c. Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan perbedaan ketaatan antara pasien yang menerima
informasi plus alat bantu dibandingkan pasien yang menerima informasi saja,
pada penggunaan obat golongan antidiabetes berdasarkan uji statistik dengan taraf
kepercayaan 90%.
H. Tata Cara Analisis Hasil
Data dibahas secara analitik dengan uji statistik dan bantuan tabel.
1. Persentase jenis kelamin pasien pada kelompok kontrol maupun perlakuan
dikelompokkan menjadi 2, yaitu pasien berjenis kelamin laki-laki dan
perempuan, baik pada kelompok perlakuan maupun kontrol dihitung dengan
cara menghitung jumlah kasus pada tiap kelompok jenis kelamin dibagi
dengan jumlah keseluruhan kasus pasien yang menggunakan obat golongan
antidiabetes. Perlu uji statistik, untuk mengetahui apakah jenis kelamin antara
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berbeda bermakna atau tidak, taraf
kepercayaan yang digunakan adalah 90%. Uji yang digunakan adalah uji non
parametrik Chi-Square, bila p<0,1 artinya berbeda bermakna, sedangkan bila
p>0,1 artinya berbeda tidak bermakna.
2. Persentase tingkat pendidikan pasien baik pada kelompok perlakuan maupun
kontrol dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus pada tiap tingkat
antidiabetes kemudian dikalikan 100%. Perbedaan antara kelompok perlakuan
dan kontrol dapat diketahui dengan melakukan uji statistik non parametrik
Kolmorgorov–Smirnov, taraf kepercayaan yang digunakan 90%. Bila p<0,1
artinya berbeda bermakna, sedangkan bila p>0,1 artinya berbeda tidak
bermakna.
3. Perbandingan umur pasien antara kelompok perlakuan dan kontrol yang
digunakan sebagai baseline yang diuji dengan uji statistik. Bila sebaran data
normal digunakan uji parametrik T-test sedangkan jika sebaran data tidak
normal digunakan uji non parametrik Mann-Whitney. Taraf kepercayaan yang
digunakan adalah 90%. Jika p<0,1 artinya berbeda bermakna, sedangkan bila
p>0,1 artinya berbeda tidak bermakna.
4. Persentase jumlah obat yang digunakan oleh pasien baik pada kelompok
perlakuan maupun kelompok kontrol dihitung berdasarkan jumlah seluruh
obat yang diterima pasien dibagi jumlah pasien dikali 100%.
5. Persentase jenis obat (selain obat golongan antidiabetes) yang digunakan oleh
pasien dihitung berdasarkan jumlah penggunaan suatu jenis obat dibagi
jumlah pasien dikali 100%.
6. Persentase golongan dan jenis antidiabetes yang digunakan oleh pasien
dihitung berdasarkan jumlah penggunaan golongan dan jenis antidiabetes
tertentu dibagi jumlah pasien dikali 100%.
7. Persentase jumlah dan jenis antidiabetes yang digunakan pasien dihitung
berdasarkan jumlah kasus pasien yang menggunakan jumlah dan jenis
8. Persentase jumlah kejadian DTP dihitung berdasarkan jumlah pasien yang
memiliki kasus DTP dibagi jumlah seluruh pasien kemudian dikalikan 100%.
9. Perbedaaan ketaatan pasien berdasarkan jumlah obat yang diminum dihitung
dengan mencari % ketaatan pada masing-masing pasien yaitu:
Jumlah antidiabetes yang diminum
Jumlah antidiabetes yang diresepkan.
Selanjutnya perbedaan ketaatan antara kelompok perlakuan dan kontrol
dihitung dengan membandingkan % ketaatan antara kedua kelompok tersebut
menggunakan uji statistik. Jika sebaran data normal digunakan uji parametrik
T-test namun, jika sebaran data tidak normal digunakan uji statistik non parametrik Mann-Whitney. Taraf kepercayaan yang digunakan 90%, jika
p>0,1 berarti berbeda tidak bermakna. Namun jika p<0,1 berarti berbeda
bermakna.
x 100%
10.Evaluasi ketaatan berdasarkan aturan pakai dihitung dengan mencari %
ketaatan berdasarkan aturan pakai meliputi 1x1, 2x1/2, 2x1, dan 3x1 pada
masing-masing pasien. Selanjutnya perbedaan ketaatan antara kelompok
perlakuan dan kontrol dihitung dengan membandingkan % ketaatan antara
kedua kelompok tersebut menggunakan uji Fisher. Taraf kepercayaan yang digunakan 90%, jika p>0,1 berarti berbeda tidak bermakna. Namun jika p<0,1
berarti berbeda bermakna.
11.Evaluasi ketaatan berdasarkan cara pakai dihitung dengan mencari % ketaatan
berdasarkan cara pakai pada masing-masing pasien. Selanjutnya perbedaan
membandingkan % ketaatan antara kedua kelompok tersebut menggunakan uji
Fisher. Taraf kepercayaan yang digunakan 90%, jika p>0,1 berarti berbeda tidak bermakna. Namun jika p<0,1 berarti berbeda bermakna.
12.Hipotesis: ada perbedaan ketaatan antara pasien yang mendapat informasi
versus pasien yang mendapat informasi plus alat bantu.
h null: tidak ada perbedaan ketaatan antara pasien yang mendapat informasi
versus pasien yang mendapat informasi plus alat bantu.
p>0,1: h null diterima artinya tidak ada perbedaan antara pasien yang
mendapat informasi verus pasien yang mendapat informasi plus alat bantu.
p<0,1: h null ditolak artinya ada perbedaan antara pasien yang mendapat
informasi versus pasien yang mendapat informasi plus alat bantu.
I. Kesulitan Penelitian
Selama penelitian terdapat beberapa kesulitan antara lain bahan untuk
merancang alat bantu sulit diperoleh karena jumlahnya yang terbatas, hal ini
diatasi dengan melakukan pemesanan barang terlebih dahulu. Pada tahap
pengambilan data, beberapa pasien tidak bersedia mengikuti penelitian dengan
berbagai alasan. Untuk mengatasi kesulitan ini, peneliti menggunakan bahasa
yang menarik serta pemberian souvenir. Pada saat home visit, kesulitan yang
sering ditemui adalah pencarian alamat pasien dan pengaturan penggunaan alat
yang akan digunakan untuk memonitoring tanda vital. Keterbatasan bahasa
Kesulitan yang menjadi kelemahan penelitian ini ialah ketidakjujuran
pasien dan untuk mengatasi hal tersebut, sejak awal peneliti telah memberi
informasi kepada pasien agar bila lupa minum obat tidak perlu takut, atau
berusaha menutupi, justru obat yang lupa diminum tetap diletakkan di kotak obat
yang telah disiapkan tersebut. Kesulitan lain yang sering dijumpai yaitu pasien
gugur dikarenakan pasien meninggal, menjalani rawat inap, maupun alamat yang
tidak dapat ditemukan. Oleh karena itu peneliti berusaha memperoleh data pasien
Hasil dan pembahasan penelitian mengenai Evaluasi Perbedaan Ketaatan
Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta antara Pasien yang Diberi
Informasi versus Informasi plus Alat Bantu Ketaatan serta Dampak Terapinya
Periode Juni-Juli 2009 dengan kajian terhadap penggunaan obat antidiabetes
meliputi profil pasien, profil obat pasien, evaluasi drug therapy problems pada terapi pasien, dan evaluasi perbedaan ketaatan pasien yang menggunakan obat
antidiabetes antara pasien yang diberi informasi versus informasi plus alat bantu
ketaatan serta dampak terapinya.
A. Profil Pasien
Tabel V. Baseline Profil Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini yang Menerima Obat Antidiabetes Periode Juni – Juli 2009
Kriteria Perlakuan (n=22) Kontrol (n=23) p
Umur 59,32 1) ± 10,06 2) 61,00 3) (47 4) – 75 5)) 0,453
Gula darah awal
(mg/dL) 197,5 (112-552) 188,7 ± 55,68 0,286
Jenis kelamin
Perempuan 59,1% 65,2%
Laki-laki 40,9% 34,8% 0,672
Tingkat pendidikan
Tidak ada 4,5% 4,4%
SD 4,5% 17,3%
SMP 13,7% 17,3%
SMA 45,5% 30,5%
PT 31,8% 30,5%
0,923
Tabel Baseline Profil Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rini
Yogyakarta Periode Juni – Juli 2009 menggambarkan kondisi awal subyek uji
yang akan diteliti. Profil pasien kelompok perlakuan maupun kontrol memiliki
kemungkinan mempengaruhi penelitian. Pasien muda memiliki kecenderungan
lebih tidak taat daripada pasien usia tua, namun pasien dengan usia terlalu tua
memiliki kecenderungan lupa minum obat sehingga ketidaktaatannya cukup
tinggi. Pasien perempuan cenderung lebih taat dibandingkan pasien laki-laki.
Pasien dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih taat dibandingkan pasien
dengan tingkat pendidikan rendah. Gula darah awal pasien diharapkan memiliki
nilai yang tidak berbeda bermakna supaya profil ini tidak mempengaruhi
penelitian. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan kondisi awal subjek uji kelompok
perlakuan maupun kontrol berbeda tidak bermakna. Penelitian ini mampu
membandingkan dengan baik antara kelompok pasien yang diberi informasi
versus kelompok pasien yang diberi informasi plus alat bantu jika kondisi awal
subjek uji berbeda tidak bermakna.
Hasil analisis data yang membandingkan profil umur pasien kelompok
perlakuan dan kontrol diperoleh nilai p=0,453, profil gula darah awal pasien
diperoleh p= 0,286, profil jenis kelamin pasien diperoleh nilai p=0,672, dan profil
tingkat pendidikan pasien diperoleh nilai p=0,923. Berdasarkan nilai tersebut, data
profil pasien kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol tidak berbeda
bermakna sehingga tidak akan mempengaruhi penelitian. Jika sebaran data
berbeda tidak bermakna maka perbedaan ketaatan pasien pada penelitian ini
B. Profil Terapi Pasien
Pasien rawat jalan RS Panti Rini Yogyakarta periode Juni – Juli 2009 yang
menerima terapi obat antidiabetes juga menerima terapi obat lain selain obat
antidiabetes. Berdasarkan obat yang diterima oleh pasien, maka baseline profil
terapi pasien meliputi jumlah obat yang diterima oleh pasien dan jumlah obat
antidiabetes.
Tabel VI. Baseline Profil Terapi Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini yang Menerima Obat Antidiabetes Periode Juni – Juli 2009
Kriteria Perlakuan (n=22) Kontrol (n=23) p Jumlah obat yang diterima 4,00 (3-7) 4,35 ± 1,58 0,151
Jumlah obat antidiabetes 2,00 (1-3) 1,00 (1-3) 0,382
Semakin banyak jumlah obat yang diterima oleh pasien maka ketaatan
pasien menjadi semakin rendah demikian pula sebaliknya, semakin sedikit jumlah
obat yang diterima oleh pasien maka ketaatan pasien menjadi semakin tinggi.
Profil jumlah obat yang diterima oleh pasien berdasarkan Tabel VI memiliki nilai
p=0,151 dan profil jumlah obat antidiabetes yang diterima oleh pasien memiliki
nilai p=0,382. Nilai p>0,10 menunjukkan bahwa sebaran data jumlah obat yang
diterima oleh pasien dan jumlah obat antidiabetes antara kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol berbeda tidak bermakna. Kondisi ini sesuai dengan yang
diharapkan. Profil pasien yang berbeda namun tidak bermakna tidak akan
mempengaruhi hasil penelitian sehingga perbedaan ketaatan pasien merupakan
1. Profil terapi pasien secara umum
Profil terapi pasien secara umum dapat dilihat melalui jumlah obat
keseluruhan yang diterima pasien dan jenis obat selain obat antidiabetes yang
diterima oleh pasien pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Jumlah dan
jenis obat dihitung berdasarkan zat aktif obat.
Tabel VII. Pengelompokan Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini yang Menerima Obat Antidiabetes Periode Juni – Juli 2009 Berdasarkan Jumlah
Keseluruhan Obat yang Diterima Pasien
Perlakuan (n=22) Kontrol (n=23)
Jumlah obat Jumlah
pasien Persentase (%)
Jumlah
pasien Persentase (%)
2 - - 3 13,0
3 2 9,1 4 17,4
4 11 50,0 6 26,1
5 3 13,6 5 21,7
6 5 22,7 3 13,0
7 1 4,6 1 4,4
8 - - 1 4,4
Jumlah obat yang diberikan kepada pasien dapat mempengaruhi ketaatan
penggunaan obat. Semakin banyak jumlah obat yang diberikan kepada pasien
maka ketaatan pasien akan menurun demikian pula sebaliknya, semakin sedikit
jumlah obat yang diberikan kepada pasien maka ketaatan pasien akan meningkat.
Tabel pengelompokkan pasien berdasarkan jumlah keseluruhan obat yang
diterima oleh pasien menunjukkan data jumlah obat yang paling sering diberikan
pada kelompok perlakuan yaitu 4 dengan persentase sebesar 50% sedangkan
jumlah obat yang paling sering diberikan pada kelompok kontrol yaitu 6 dengan
Tabel VIII. Golongan dan Jenis Obat selain Obat Antidiabetes yang Diterima Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini Periode Juni – Juli 2009
Perlakuan (n=22) Kontrol (n=23)
Jenis Obat Jumlah
pasien Persentase (%) Jumlah pasien Persentase (%) Sistem gastrointestinal dan hepatobilier
lansoprazol 2 9,1 1 4,3
ranitidin 1 4,5 - -
Al(OH) 3, Mg(OH)2 1 4,5 - -
caco3 - - 1 4,3
methionin 1 4,5 - -
Sistem Kardiovaskuler dan Hematopoietik
flunarizin 1 4,5 - -
Sistem Pernafasan
teofilin 1 4,5 - -
salbutamol 2 9,1 - -
codein - - 1 4,3
dekstrometorfan - - 2 8,7
Sistem Neuro-muskular
Lanjutan Tabel VIII
Perlakuan (n=22) Kontrol (n=23)
Jenis Obat Jumlah
pasien Persentase (%) Jumlah pasien Persentase (%) Antibiotik
cefadroxil 1 4,5 - -
ciprofloxacin - - 1 4,3
clindamycin - - 1 4,3
metronidazol - - 1 4,3
Sistem endokrin dan metabokik
simvastatin 2 9,1 4 17,4
fenofibrat 1 4,5 - -
pravastatin 1 4,5 - -
Vitamin dan mineral
vitamin B1, B6, B12 9 40,9 8 34,8
vitamin B1 1 4,5 - -
KCl 4 18,2 1 4,3
lysin 1 4,5 1 4,3
Nutrisi
α-lipoic acid - - 1 4,3
Penggolongan obat selain obat antidiabetes yang diterima oleh pasien
didasarkan pada penggolongan obat menurut MIMS. Berdasarkan Tabel VIII
dapat diketahui bahwa jenis obat selain obat antidiabetes yang paling banyak
diterima oleh pasien kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol yaitu vitamin
B1, B6, B12 dengan persentase masing-masing sebesar 40,9% dan sebesar 34,8%.
Pasien yang menerima obat antidiabetes sebagian besar merupakan pasien lanjut
usia sehingga penggunaan vitamin B1, B6, B12 cukup tinggi.
2. Profil antidiabetes
a. Berdasarkan golongan dan jenis obat antidiabetes
Profil obat antidiabetes digambarkan melalui golongan dan jenis obat
antidiabetes yang digunakan oleh pasien rawat jalan RS Panti Rini Periode Juni –
Juli 2009 pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Obat-obat antidiabetes
farmakologinya yaitu golongan sulfonilurea, biguanide, inhibitor α- glucosidase,
insulin, dan DPP IV-inhibitor.
Tabel IX. Golongan dan Jenis Obat Antidiabetes yang Digunakan Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini Periode Juni – Juli 2009
Perlakuan Kontrol
Golongan Obat Jenis Obat Jumlah
Kasus (n=40)
Persentase (%)
Jumlah Kasus (n=36)
Persentase (%)
glibenklamid 4 10,0 4 11,1
glimepirid 3 7,5 4 11,1
gliklazid 6 15,0 7 19,4
Sulfonilurea
glikuidon 4 10,0 4 11,1
Biguanide metformin 15 37,5 12 33,3
Inhibitor α
-glucosidase acarbose 5 12,5 3 8,3
human
Insulin 1 2,5 1 2,8
Insulin
insulin Lispro 1 2,5 1 2,8
DPP-IV Inhibitor vildagliptin 1 2,5 -
-Golongan obat antidiabetes yang paling banyak digunakan oleh pasien
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol yaitu golongan sulfonilurea dengan
persentase penggunaan masing-masing sebesar 42,5% dan 52,4%. Jenis obat
golongan sulfonilurea yang digunakan pasien antara lain glibenklamid, glimepirid,
gliklazid dan glikuidon. Jenis antidiabetes yang paling banyak digunakan pasien
kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol yaitu metformin dengan
persentase masing masing sebesar 15% dan 33,3%.
b. Berdasarkan jumlah jenis obat antidiabetes yang diterima
Pengelompokan pasien berdasarkan jumlah jenis obat antidiabetes yang
diterima pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juni – Juli
kelompok yang menerima 2 jenis obat, dan kelompok yang menerima 3 jenis obat.
Kelompok yang menerima 2 jenis obat pada pasien kelompok perlakuan memiliki
persentase yang paling tinggi yaitu 45,5%, sedangkan kelompok yang menerima 1
jenis obat pada kelompok kontrol memiliki persentase yang paling tinggi yaitu
56,5%.
Tabel X. Pengelompokan Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini Periode Juni – Juli 2009 Berdasarkan Jumlah dan Jenis Obat Antidiabetes yang Diterima
Perlakuan Kontrol
No Jenis Obat Jumlah
Menerima 1 jenis obat
1. insulin - - 2 8,7
Menerima 2 jenis obat
1. insulin, acarbose 2 9,1 -
-2. glikuidon,
metformin 2 9,1 2 8,7
3. glikazid, metformin 2 9,1 5 21,8
4. gibenklamid,
metformin 2 9,1
-5. glimepirid,
metformin 2 9,1
-Menerima 3 jenis obat
1. glikazid, metformin,
acarbose 2 9,1 1 4,3
4. glibenklamid,
c. Berdasarkan aturan pakai
Tabel XI. Pengelompokan Kasus Berdasarkan Kekuatan Obat dan Frekuensi Penggunaan pada Kelompok Perlakuan
Perlakuan Kontrol
Nama
Dosis Obat (mg)
Frekuensi Jumlah
Kasus
glimepirid 2
2x1 - - 1 2,8
gliklazid 80
2-1-1 1 2,5 -
-1x1/2 1 2,5 -
-1x1 1 2,5 1 2,8
2x1 1 2,5 3 8,3
glikuidon 30
3x1 1 2,5 -
-1x1 5 12,5 2 5,6
2x1 4 10,0 4 11,1
metformin 500
3x1 6 15,0 6 16,7
Pengelompokan aturan pakai meliputi kekuatan obat (dosis obat) dan
frekuensi penggunaan obat antidiabetes. Berdasarkan Tabel XI diketahui bahwa
frekuensi penggunaan obat 1x1 tablet per hari paling banyak diterima pasien
kelompok perlakuan. Frekuensi penggunaan obat 2x1 tablet per hari paling
Semakin banyak frekuensi pemberian obat maka semakin rendah ketaatan
pasien terhadap penggunaan obat. Pasien cenderung malas dan cepat bosan jika
harus minum obat 3x1 tablet per hari dibandingkan pasien yang hanya minum
obat 1x1 per hari.
d. Berdasarkan rute pemberian
Rute pemberian obat antidiabetes dibagi menjadi 2 yaitu parenteral dan
non parenteral. Persentase rute pemberian yang paling banyak digunakan oleh
kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol yaitu rute non parenteral dengan
nilai persentase masing-masing sebesar 95,0% dan 94,4%. Rute non parenteral
lebih praktis digunakan oleh pasien rawat jalan dibandingkan dengan rute
parenteral sehingga persentase penggunaannya jauh lebih tinggi dibandingkan rute
parenteral.
Tabel XII. Pengelompokan Kasus Berdasarkan Rute Pemberian
Perlakuan Kontrol
No Rute
Pemberian Jumlah
Kasus (n=40)
Persentase (%)
Jumlah Kasus (n=36)
Persentase (%)
Parenteral
1. insulin 2 5,0 2 5,6
Non parenteral
1. glibenklamid 4 10,0 4 11,1
2. glimepirid 3 7,5 4 11,1
3. glikazid 6 15,0 7 19,4
4. glikuidon 4 10,0 4 11,1
5. metformin 15 37,5 12 33,3
6. acarbose 5 12,5 3 8,3