• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA STRUKTUR KRISTAL DARI LAPISAN TIPIS ALUMINIUM (AL) DENGAN METODE DIFRAKSI SINAR-X

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISA STRUKTUR KRISTAL DARI LAPISAN TIPIS ALUMINIUM (AL) DENGAN METODE DIFRAKSI SINAR-X"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA STRUKTUR KRISTAL DARI LAPISAN TIPIS ALUMINIUM

(AL) DENGAN METODE DIFRAKSI SINAR-X

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)

Program Studi Fisika

Oleh : Mika Fridawati NIM : 023214005

PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

CRYSTAL STRUCTURE ANALYSIS OF ALUMINIUM (AL) THIN

FILM WITH THE X-RAYS DIFFRACTION METODE

SKRIPSI

Precented as Partial Fulfillment of the Requirements to Obtain the Sarjana Sains Degree

In Physics

By : Mika Fridawati NIM : 023214005

PHYSICS STUDY PROGRAM PHYSICS DEPARTMENT

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY SANATA DHARMA UNIVERSITY

(3)
(4)
(5)

“Mekarlah dimanapun Anda ditanam”

(Veronica Ray)

Tugas Akhir ini kupersembahkan kepada ;

Bapak, Ibu, Windu, Vasco dan Dika tercinta atas inspirasi,

kepercayaan serta doa restunya.

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian skripsi orang lain kecuali yang telah dinyatakan dalam

kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Maret 2008

Penulis

(7)

ABSTRAK

ANALISA STRUKTUR KRISTAL LAPISAN TIPIS ALUMINIUM (AL) DENGAN METODE DIFRAKSI SINAR-X.

Teknik difraksi sinar-X (XRD) merupakan metode analisa struktur

kristal berdasarkan pada informasi puncak-puncak sudut hamburan maupun

intensitasnya. Dari informasi sudut hamburan dapat dihitung jarak antar bidang

(d), bidang-bidang kristal (hkl) maupun parameter kisinya (a,b,c). Oleh karena setiap bahan berstruktur kristal tertentu, maka secara tidak langsung teknik

difraksi sinar-X dapat dimanfaatkan untuk analisa jenis-jenis suatu unsur

maupun senyawa.

Dalam penelitian ini telah dilakukan analisa struktur kristal lapisan tipis

Aluminium (Al) yang dilapiskan pada substrat kaca untuk berbagai variasi

ketebalan. Deposisi lapisan tipis Al pada substrat kaca untuk berbagai variasi

ketebalan dilakukan dengan menggunakan peralatan “coating” jenis Edward Vacuum Coater model E610 di PTAPB-BATAN, Yogyakarta. Sedang analisa struktur kristal dilakukan menggunakan peralatan jenis X-Ray Diffraktometer Shimadzu E600 di Lab Fisika FMIPA UNS Surakarta.

Dari hasil analisa struktur kristal, diperoleh hasil bahwa untuk substrat

kaca adalah tidak berstruktur (amorf), sedang untuk ketebalan lapisan tipis pada

orde 57,558 nm, 76,744 nm dan 95,93 nm juga tidak berstruktur (amorf).

(8)

Sedangkan pada ketebalan 115,117 nm dan 134,303 nm mulai terbentuk kristal,

yang ditandai dengan munculnya puncak difraksi pada sudut hamburan 2θ =

39,1750° dengan jarak antar bidang d = 2,2972 Å dan 2θ = 39,200° dengan d =

2,2963 Å. Setelah dilakukan perhitungan dan dicocokkan pada Powder

Diffraction Data dari Tabel JCPDS ( Joint Committee Powder On Diffraction Standards) ternyata pada kondisi tersebut data yang paling mendekati adalah 2θ = 39,741° dengan bidang (111), yang bidang tersebut merupakan senyawa

Aluminium Silicon Oxide Nitride (Sil,8A10,201.2N1,8). Struktur kristal

tersebut merupakan Orthorhombik dengan parameter kisi a = 5,500 Å, b =

(9)

BSTRACT

CRYSTAL STRUCTURE ANALYSIS OF ALUMINIUM (AL) THIN FILM WITH THE X-RAYS DIFFRACTION METHOD.

X-Rays Diffraction technique for analyzing of crystal structure is based

on the scattering angle peaks and their intensities information. From the

scattering angle information, it can be used to calculate the plane distance (d),

hkl plane, and their lattice parameters (a,b,c). Every material has a

characteristics (fix) crystal structure, so that indirectly, the X-rays diffraction

technique can be used to analyze the kinds of elements or compounds.

In this research, it has been done crystal structure analysis of

Aluminium thin film coated on glass substrate for various of film thickness.

Coating of thin film on glass substrate has been carried out using Edward

Vacuum Coater model E610 at PTAPB-BATAN. While the crystal structure

has been analyzed using X-Rays Diffractometer at Physics Department of

FMIPA UNS Surakarta.

From XRD analysis, it’s observed that glass substrate, Al thin film with

the thickness in order of 57,558 nm, 76,744 nm and 95,93 nm have no structure

(amorphous). While the Al film with the thickness in order of 115,117 nm and

134,303 nm have amorphous and crystal structure. The formation of crystal

structure is indicated by the appearance of diffraction peaks at the scattering

(10)

angle of 2θ = 39,1750° with the distance of adjacent planes d = 2,2972 Å and

2θ = 39,200° with the distance of adjacent planes d = 2,2963 Å. From this data,

it can be calculated, that the properly planes is (111). Matched with the JCPDS

data, the closed data is 2θ = 39,741° with the planes (111). This structure is a

Orthorhombic with the lattice parameters a = 5,500 Å, b = 8,904 Å and c =

4,861 Å and this is a compound of Aluminium Silicon Oxide Nitride

(11)
(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

anugerah dan kasih-NYA sehingga penulis dapat berhasil menyelesaikan skripsi

yang berjudul ANALISA STRUKTUR KRISTAL LAPISAN TIPIS ALUMINIUM

(Al) DENGAN METODE DIFRAKSI SINAR-X (XRD). Penyusunan skripsi ini

merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains di Jurusan Fisika

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan

baik karena bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini

penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ir. Gregorius Heliarko S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc. selaku Dekan Fakultas

Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu. Ir. Sri Agustini Sulandari M.Si, selaku kaprodi Jurusan Fisika dan

pembimbing dikampus yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan

dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Tjipto Sujitno, M.T, selaku pembimbing di PTAPB-BATAN yang

selalu dengan sabar dan tanpa henti membantu mengarahkan dan menasehati

penulis saat penulis dalam kesulitan, “akhirnya aku bisa pak”.

4. Bapak Drs. Domi Severinus, M.Si, yang telah bersedia menguji dalam ujian

skripsi.

5. Bapak Dr. Edi Santosa, M.S, selaku pembimbing akademik atas nasehat dan

(13)

6. Segenap dosen Jurusan Fisika FST Universitas Sanata Dharma atas didikan dan

ilmunya.

7. Seluruh staf karyawan FST Universitas Sanata Dharma Yogyakarta khususnya

karyawan Lab Fisika, yang telah banyak membantu selama masa studi.

8. Bapak, Ibu dan Windu adikku yang telah memberikan dukungan dan yang selalu

mengasihi, menyayangi penulis meski apapun keadaannya.

9. Dika yang selalu mensupportku dan menemaniku dengan cintanya.

10.Vasco atas dukungannya baik secara moriil maupun materiil (makasih ya

laptopnya).

11.Teman-teman Fis’02 yang telah menjalani bersama susah senangnya selama masa

studi. Tanpa kalian penulis bukanlah apa-apa.

12.Danang, Anggar, Yoga, Andri thanks yo atas keceriaan kalian selama ini.

13.Jeng Manggar, buat tumpangannya klo mau kekampus dan bantuan lainnya,

“ternyata masih ada ya temen kayak kamu”.

14.Teman-teman serta pihak-pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu, makasih atas semuanya ya.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna

maka dari itu penulis mengharapkan adanya masukan berupa kritik dan saran yang

membangun

Yogyakarta, Maret 2008 Penulis

(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN JUDUL……… ii

HALAMAN PERSETUJUAN……… iii

. HALAMAN PENGESAHAN……… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN………....……. v

HALAMAN MOTTO………...……….. v

HALAMAN PERNYATAAN………..………….. vi

ABSTRAK………...….. vii

ABSTRACT………. ix

KATA PENGANTAR……… xi

DAFTAR ISI……….. xiii

DAFTAR GAMBAR………... xvi

DAFTAR TABEL……… xviii

BAB I PENDAHULUAN………. 1

1.1 Latar Belakang Masalah……….………… 1

1.2 Perumusan Masalah………. 3

1.3 Batasan Masalah ……… 3

1.4 Tujuan Penelitian .……….… 3

(15)

BAB II LANDASAN TEORI……… 5

2.1 Deposisi Lapisan Dengan Teknik Evaporasi……….………. 5

2.1.1 Teknik Evaporasi……….……….………… 5

2.1.2 Evaporasi Termal……….……….………… 7

2.1.3 Sistem vakum……….……….. 9

2.2 Sinar-X……….……… 15

2.2.1 Penemuan Sinar-X……… 15

2.2.2 Pembentukan Sinar-X……….. 16

2.2.3 Interaksi Sinar-X dengan Materi………. 18

2.2.4 Difraksi Sinar-X……….……….. 20

2.3 Struktur Kristal……… 24

2.3.1 Kisi Kristal……… 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….…… 33

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian……… 33

3.2 Bahan Penelitian………. 33

3.3 Alat Penelitian……….………… 33

3.4 Diagram Alir penelitian ……….……… 34

3.5 Prosedur Penelitian……….……… 35

3.5.1 Persiapan……….. 35

3.5.2 Proses Deposisi Lapisan Tipis Al……….….….. 35

3.6 Metode Karakterisasi……….. 36

3.7 Metode Analisis Hasil………...……….………. 36

(16)

3.7.1 Pengindeksan Pola Difraksi (Indexing Diffraction Patterns).. 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN….…………...…….……… 46

4.1 Hasil dan Pembahasan………..….……….…. 46

4.1.1 Pembuatan Lapisan Tipis Al…………....……….……… 46

4.1.2 Karakterisasi Struktur Kristal Lapisan Tipis Al Dengan Menggunakan Diffraksi Sinar-X (XRD..)………..…….…… 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….……..……… 56

5.1 Kesimpulan……… 56

5.2 Saran……….………. 57

DAFTAR PUSTAKA……….………...…. 58

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Spektrogram sudut hamburan (2θ) dari substrat kaca

Gambar 2. Spektrogram sudut hamburan (2θ) dari lipis tipis Al pada substrat kaca, dengan ketebalan lapisan tipis 57, 558nm

Gambar 3. Spektrogram sudut hamburan (2θ) dari lipis tipis Al pada substrat kaca, dengan ketebalan lapisan tipis 76,744nm

Gambar 4. Spektrogram sudut hamburan (2θ) dari lapisan tipis Al pada substrat kaca, dengan ketebalan lapisan tipis 95,930nm

Gambar 5. Spektrogram sudut hamburan (2θ) dari lipis tipis Al pada substrat kaca, dengan ketebalan lapisan tipis 115,117nm

Gambar 6. Spektrogram sudut hamburan (2θ) dari lipis tipis Al pada substrat kaca, dengan ketebalan lapisan tipis 134,303nm

Gambar 2.1. Model peralatan coating

Gambar 2.2. Prinsip kerja pompa rotari

Gambar 2.3. Penampang pompa difusi

Gambar 2.4. Skema pembangkitan Sinar-X

Gambar 2.5. Skema proses efek fotolistrik

Gambar 2.6. Skema proses hamburan Compton

Gambar 2.7. Lintasan berkas Sinar-X yang mengenai kristal

Gambar 2.8. Skema Diffraktometer sinar-X

Gambar 2.9. Struktur kubus sederhana

(18)

Gambar 2.10. Hubungan jari-jari ’r’ dengan sisi kubus ‘a’

Gambar 2.11. Struktur kubus pusat badan

Gambar 2.12. Persinggungan atom-atom pada struktur BCC

Gambar 2.13. Struktur kubus pusat muka

Gambar 2.14. Persinggungan atom-atom pada struktur FCC

Gambar 2.15. Hubungan jari-jari ‘r’ dengan sisi kubus ‘a’ pada struktur FCC

Gambar 2.16. Skematis kisi kristal jenis Hexagonal tumpukan padat

(19)

DAFTAR TABEL

TABEL I. Hubungan jarak antar bidang (dhkl) dengan bidang-bidang atom (hkl) untuk

masing-masing jenis kristal

TABEL II. Volume sel satuan untuk berbagai jenis kristal

TABEL III. Hasil deposisi lapisan tipis

TABEL IV. Nilai-nilai hkl pada sudut hamburan 2θ.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dewasa ini mendorong

pemahaman dan penggunaan sinar-X yang lebih mendetail. Pada tahun 1895

Wilhelm Roentgen menemukan sinar-X yang merupakan foton-foton berenergi

tinggi dengan panjang gelombang λ dalam orde Ǻ. Sejak penemuan itu, penelitian

dan pemahaman mengenai sinar-X mulai berkembang terus sampai sekarang, salah

satu aplikasi penerapannya dalam bidang kehidupan adalah Difraksi Sinar-X

(XRD) yang kemudian banyak digunakan sebagai metode untuk menganalisa

struktur kristal zat padat (Wiyatno, Yusman, 2003).

Sinar-X yang berinteraksi dengan materi akan mengalami fenomena optik

seperti hamburan, difraksi, pantulan, maupun transmisi. Apabila materi berstruktur

kristal, maka sinar-X yang mengenai bidang-bidang kristal akan didifraksikan atau

dihamburkan pada sudut hamburan tertentu dan akan memberikan informasi

langsung berupa sudut hamburan (2θ), intensitas (I) dan jarak antar bidang atom

(d ). Dengan telah diketahuinya jarak antar bidang atom, selanjutnya dapat

digunakan untuk menghitung nilai-nilai indeks miller (hkl) serta parameter kisinya.

Setiap materi di alam ini yang berstruktur kristal mempunyai struktur kristal

tertentu, artinya mempunyai bidang-bidang, jarak antar bidang, maupun parameter

kisi tertentu. Dengan demikian teknik difraksi sinar-X dapat dimanfaatkan untuk

(21)

deteksi unsur atau senyawa yang terkandung dalam suatu senyawa. Struktur kristal

suatu materi berhubungan erat dengan sifat- sifat materi tersebut, misalnya sifat

optik, mekanik, elektrik, maupun termal. Dengan diketahuinya struktur kristal dari

suatu materi, secara tidak langsung dapat pula diketahui sifat-sifat bahan sehingga

teknik difraksi sinar-X merupakan teknik yang sangat penting untuk mengetahui

jenis bahan beserta sifat-sifatnya.

Aluminium (Al) adalah logam yang mempunyai sifat lunak, mudah

dibentuk, ringan, tahan karat dan memiliki daya hantar panas yang baik. Oleh

karena sifatnya yang begitu efisien, Al menjadi salah satu jenis logam yang banyak

digunakan sebagai produk (Achmad, Drs. Hiskia,1992). Dalam bidang optik

khususnya, teleskop dan mikroskop membutuhkan cermin dalam penggunaannya,

cermin ini bisa dibuat dengan mendeposisikan lapisan tipis logam misalnya Al pada

substrat kaca.

Pendeposisian lapisan tipis ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu

dengan teknik evaporasi, implantasi ion dan sputtering (percikan). Masing-masing

teknik memiliki kelebihan dan kekurangannya. Teknik yang paling sederhana yang

merupakan proses thermal dalam pendeposisian lapisan tipis adalah teknik

evaporasi. Proses evaporasi melalui dua tahap yaitu, penguapan dari material padat

dengan cara pemanasan sampai mencapai suhu tinggi dan kemudian

mengembunkannya diatas substrat. Evaporasi ini biasanya lebih efektif diterapkan

pada material-material logam yang mempunyai titik leleh yang rendah.

(22)

Dalam penelitian ini penulis mencoba membuat lapisan tipis Al pada

substrat kaca menggunakan teknik evaporasi. Kemudian karakterisasi lapisan tipis

difokuskan pada struktur kristalnya yang dianalisa menggunakan Difraksi Sinar-X

(XRD).

1.2Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan dikemukakan dalam penelitian ini adalah :

1). Bagaimana menumbuhkan lapisan tipis Al pada substrat kaca dengan metode

evaporasi?

2). Bagaimana mengetahui struktur kristal dari lapisan tipis Al pada substrat kaca

yang telah terdeposisi untuk kondisi ketebalan yang berbeda?

3). Berapa nilai parameter kisi Al yang terdeposisi?

1.3 Batasan Masalah

1). Pendeposisian lapisan tipis Al menggunakan teknik evaporasi.

2). Mengamati dan menganalisa struktur kristal dari lapisan tipis Al yang terdeposisi

pada substrat kaca dengan XRD.

1.4 Tujuan Penelitian

1). Membuat lapisan tipis Al pada substrat kaca dengan metode evaporasi.

(23)

3). Menganalisa dan mencari parameter kisinya.

1.5. Manfaat Penelitian

1). Memperluas wawasan peneliti dalam menumbuhkan lapisan tipis Al pada subtrat

kaca dengan metode evaporasi dan karakterisasinya, terutama dalam mempelajari

struktur kristal dengan XRD.

2). Memberi informasi kepada para pembaca bagaimana proses pembuatan lapisan

tipis menggunakan teknik evaporasi dan teknik analisa menggunakan difraksi

sinar-X pada alat XRD yang digunakan untuk menentukan struktur kristal suatu

unsur terutama Al.

(24)

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Deposisi Lapisan Tipis Dengan Teknik Evaporasi

2.1.1 Teknik evaporasi

Teknik evaporasi merupakan cara yang paling sederhana yang merupakan

proses thermal dari pembentukan suatu lapisan tipis. Prosesnya melalui dua tahapan

yaitu, penguapan dari material padat dengan cara pemanasan sampai mencapai suhu

tinggi kemudian mengembunkan (condensing) di atas substrat. Evaporasi ini

biasanya efektif dikenakan pada bahan-bahan logam yang mempunyai titik leleh

yang rendah. Untuk material-material yang mempunyai titik leleh tinggi, metode

evaporasi tidak dapat digunakan sehingga harus menggunakan metode deposisi

yang lain.

Lapisan tipis adalah suatu lapisan yang sangat tipis dari bahan organik,

inorganik, metal maupun campuran metal-organik (organometalic) yang memiliki

sifat-sifat konduktor, semikonduktor, superkonduktor maupun isolator. Pada

umumnya lapisan tipis dibuat dengan cara deposisi atom-atom suatu bahan pada

permukaan substrat dengan ketebalan sampai dengan orde mikro. Dengan

melakukan beberapa variasi, misalnya variasi ketebalan lapisan yang dapat

diperoleh dengan cara variasi waktu deposisi selama proses deposisi maupun

modifikasi sifat-sifat lapisan tipis selama deposisi, dapat diperoleh suatu sifat-sifat

(25)

Dalam penelitian ini, lapisan tipis diperoleh dengan teknik penguapan dalam

ruang vakum. Untuk maksud tersebut digunakan peralatan “coating” merk Edward

Vacuum Coater model E610, yang secara skematis seperti yang disajikan pada

Gambar 2.1.

c

d a

b

e f g

h

i j

Keterangan gambar

a. Tabung hampa (bejana) b. Batang tembaga c. Tempat substrat (kaca) d. Substrat (kaca) e. Shutter

f. Material pelapis

g. Filamen (evaporation source) h. Pompa difusi

i. Pompa rotari j. Regulator

Gambar 2.1. Model peralatan coating

(26)

2.1.2 Evaporasi Termal

Penguapan (evaporation) adalah perubahan keadaan zat cair menjadi uap

pada suhu di bawah titik didih zat cair. Penguapan terjadi pada permukaan zat cair,

beberapa molekul dengan energi kinetik yang paling besar melepaskan diri ke fase

gas. Titik didih suatu bahan sangat tergantung pada tekanan di sekitarnya. Pada

tekanan yang rendah titik didihnya lebih rendah (Giancoli, 1998).

Saat sebuah material bahan pelapis dipanaskan pada temperatur uapnya,

pada tekanan rendah maka material tersebut akan menguap. Pada penelitian ini

material bahan pelapis yang akan diuapkan adalah aluminium. Aluminium akan

menguap apabila suhu filamen penguapnya sudah mencapai titik didih aluminium.

Agar bahan pelapis menempel pada substrat maka dilakukan pendinginan

yaitu dengan cara menurunkan arus pemanasnya. Pendinginan ini dilakukan agar

bahan pelapis yang sudah menguap akan mengembun dan menempel pada substrat.

Pedinginan tersebut dilakukan kalau seluruh bahan pelapis sudah menguap.

Sumber evaporasi yang berisi bahan pelapis (metal) memperoleh kalor dari

energi listrik sebesar (Yahya, 1995)

E =RI2t (2.1)

dengan

R = Hambatan listrik (Ω)

I = Arus yang mengalir pada sumber evaporasi (A)

(27)

Energi yang dibutuhkan untuk memisahkan atom-atom dari bahan asalnya disebut

kalor penguapan (Q)

Q=mL (2.2)

dengan

m = massa bahan pelapis

L = kalor uap laten

Energi ini berupa kalor yang diberikan bahan tersebut untuk mengubah fase padat

menjadi fase gas pada suhu titik didihnya (Td)

Dengan anggapan bahwa tidak ada energi yang hilang maka energi kinetik

atom-atom yang meninggalkan sumber penguapan sama dengan :

2 21 2

Karena berada dalam vakum yang cukup tinggi (< 10-3 Torr) maka dianggap bahwa

atom-atom tersebut tidak bertumbukan dengan atom-atom dalam bejana, tetapi

langsung menumbuk substrat di atasnya dengan kecepatan

m

Dari rumus diatas dapat diketahui bahwa kecepatan tumbukan tergantung

pada arus yang diberikan sumber penguapan, bila arus yang diberikan kecil maka

kecepatan tumbukannya juga kecil sehingga tidak berbentuk lapisan. Kalaupun

terbentuk lapisan pada substrat tersebut, lapisan tersebut tidak kuat atau kurang baik

karena daya melekatnya rendah. Tetapi sebaliknya bila arus yang diberikan besar

(28)

maka kecepatan tumbukannya juga besar sehingga atom-atom bahan pelapis

menempel kuat pada substrat dan terbentuklah lapisan tipis yang baik.

2.1.3 Sistem Vakum

Pembuatan lapisan tipis dengan cara penguapan sebenarnya dapat dilakukan

di ruang terbuka, tetapi pertumbuhan lapisan tipis yang dihasilkan tidak bagus,

karena pada saat pembuatan banyak gas-gas atau molekul-molekul lain yang ikut

andil didalamnya. Oleh karena itu untuk mengurangi molekul-molekul yang

mempengaruhinya maka pembuatan lapisan tipis dilakukan dalam ruang vakum.

Keadaan vakum berarti adalah dimana suatu ruangan yang mempunyai

kerapatan gas di dalamnya sangat rendah. Suatu keadaan vakum tidak dapat dilihat

langsung dengan mata, karena pengisi ruangannya berupa gas. Untuk mengetahui

tingkat kevakuman, biasanya dengan mengukur tekanannya. Dari teori kinetik gas

ditunjukkan bahwa besar tekanan gas adalah (Yahya, 1995)

2

P = ½ n m v (2.5)

dimana :

P = tekanan

n = jumlah molekul gas persatuan volum

m = massa satu molekul gas

v = kecepatan rata-rata

Dari hubungan di atas dapat dilihat bahwa besarnya tekanan sebanding

dengan banyaknya partikel atau molekul gas. Jadi semakin kecil tekanan, molekul

(29)

internasional (SI) satuan tekanan dinyatakan dalam pascal (Pa) atau Newton/m2.

Dalam teknologi vakum lebih banyak digunakan satuan Torr/mmHg dan mbar.

1. Tingkat Kevakuman

Keadaan vakum dapat membuat tekanan dalam suatu sistem menjadi jauh

dibawah tekanan atmosfir, sehingga molekul-molekul gas letaknya saling

berjauhan. Ini berarti jarak bebas rata-ratanya sangat panjang dan aliran gas tidak

dipengaruhi lagi oleh kemungkinan tumbukan gas yang lain, tetapi dipengaruhi oleh

kemungkinan terjadinya tumbukan-tumbukan molekul gas dengan dinding sistem

vakum tersebut.

Kevakuman suatu sistem dapat diklasifikasikan menurut tingkat

kevakumannya yaitu (Suprapto,1998) :

a. Vakum rendah mempunyai tekanan kira-kira sampai dengan 1 Torr.

b. Vakum sedang mempunyai tekanan kira-kira 1 Torr sampai dengan 10-3 Torr.

c. Vakum tinggi mempunyai tekanan lira-kira 10-3 Torr sampai dengan 10-7 Torr.

d. Vakum sangat tinggi mempunyai tekanan kira-kira 10-7 Torr sampai dengan 10

-16

Torr.

Berdasarkan cara menvakumkan sistem vakum (hampa), maka dapat

dibedakan sebagai berikut : sistem vakum statis dan sistem dinamis. Sistem vakum

statis yaitu suatu sistem vakum yang mana untuk mencapai kevakuman tertentu

dengan menvakumkan sistem tersebut sampai kevakuman yang diinginkan

kemudian ditutup/disumbat. Jadi sistem harus bebas dari kebocoran dan hal-hal

(30)

yang menyebabkan penurunan kevakuman. Sebagai contoh sistem vakum statis

adalah seperti thermos. Sedangkan sistem vakum dinamis yaitu suatu sistem vakum

yang mana untuk mencapai kevakuman tertentu dengan menvakumkan sistem

tersebut secara terus menerus untuk mempertahankan tingkat kevakuman yang telah

dicapai. Sebagai contoh sistem vakum dinamis adalah : sistem coating, akselerator,

spektrometer massa dan sebagainya.

Pada metode evaporasi, untuk melakukan proses penguapan pada

coatingnya tingkat kevakumannya sudah di atur minimal 10-5 Torr. Jika tingkat

kevakumannya kurang dari 10-5 Torr, maka proses penguapan belum siap dilakukan

karena masih ada partikel-partikel lain yang akan mengganggu. Semakin tinggi

tingkat kevakumannya maka lapisan tipis yang dihasilkan akan semakin bagus.

Proses evaporasi bisa dilakukan pada tingkat kevakuman lebih tinggi dari 10-5 Torr,

tetapi memerlukan waktu yang lebih lama.

2. Pompa Vakum

Untuk membuat ruang vakum dipermukaan bumi, usaha yang dilakukan

oleh manusia adalah dengan cara memompa keluar udara dari suatu ruangan

tertutup dengan pompa vakum. Telah diketahui bahwa vakum merupakan sarana

atau alat dalam melakukan suatu proses, oleh karena itu tingkat kevakuman yang

dibuat juga sesuai dengan kebutuhan. Agar diperoleh kevakuman yang tinggi, maka

(31)

-3

Tingkat kevakuman yang dicapai oleh pompa rotari sekitar 10 Torr dan pompa

difusi dapat mencapai tingkat kevakuman hingga 10-8 Torr.

a. Pompa rotari

Proses penghampaan tingkat tinggi tidak dapat dilakukan secara sekaligus,

karena tidak ada pompa apapun yang dapat mencapai tingkat kehampaan yang

tinggi secara langsung. Untuk mencapai tingkat kehampaan yang tinggi diperlukan

pompa pendahuluan, dalam hal ini digunakan pompa rotari.

Jenis pompa rotari yang dipakai adalah jenis mekanik katub sorong. Bagian

utama dari pompa rotari ini adalah stator dan rotor yang dapat diputar dengan

menggunakan sebuah motor listrik. Katub sorong dilengkapi dengan sebuah pegas

yang selalu menyinggung dinding stator dalam putarannya dan berfungsi sebagai

skat antara kedua ruang dalam rongga stator. Bagian rotor akan menggerakkan dan

menghisap udara keluar dari sistem yang akan divakumkan.

Prinsip kerja pompa rotari ini adalah sebagai berikut : mula-mula udara

dihisap dari ruang yang akan divakumkan oleh katub sorong (Gambar 2.2.a) . Pegas

dari rotor menekan katub sorong kedinding bejana (stator), sehingga merupakan

penyekat antara ruang vakum dan udara yang akan dibuang (Gambar 2.2.b). Udara

yang dihisap akan dikeluarkan melalui saluran keluar yang sempit. Karena tekanan

udara yang akan dibuang semakin besar, maka katub saluran pembuang akan

terbuka sehingga udara bisa keluar (Gambar 2.2.c).

(32)

Sistem vakum

katub

(a) (b) (c)

Gambar 2.2. Prinsip kerja pompa rotari :

a) penghisapan udara.

b) pemampatan udara.

c) pengeluaran udara

Pompa rotari dapat dioperasikan mulai dari tekanan udara luar sampai

dengan vakum rendah sekitar 10-3 Torr. Sedangkan pada vakum tinggi pompa rotari

berfungsi sebagai pompa depan, yaitu pompa yang membuat berfungsinya pompa

utama (pompa difusi).

b. Pompa difusi

Pompa difusi untuk mencapai tingkat kehampaan yang tinggi, bekerja jika

telah dicapai keadaan vakum pendahuluan kurang lebih 10-2 Torr. Penampang

pompa difusi ditunjukkan pada Gambar 2.3. Pada pompa difusi ini minyak difusi

ditempatkan di bagian bawah (bejana didih). Pada ujung cerobong atas ditutup

(33)

Prinsip kerja pompa difusi dapat dijelaskan sebagai berikut : Minyak dalam

bejana diuapkan dengan pemanasan filamen listrik. Minyak yang diuapkan oleh

pemanas ini akan melalui cerobong dan dengan adanya celah yang sempit maka uap

akan mempunyai kecepatan yang besar sehingga uap akan terpancar ketika keluar

dari celah tersebut. Uap yang terpancar itu akan mengenai dinding yang

didinginkan, karena pengaruh dari pendinginan uap yang terpancar ini akan

mengembun dan mengalir kembali ke bejana didih. Bersamaan dengan

terpancarnya uap dari celah ke dinding, molekul-molekul uap membawa serta

molekul-molekul udara sehingga kekosongan molekul udara pada lintasan

semprotan akan terisi oleh molekul-molekul udara di atas tabir uap.

Molekul-molekul udara di bawah tabir uap akan terisap oleh pompa pravakum sehingga

kedudukkannya digantikan oleh molekul-molekul udara yang berada di atas tabir

uap. Proses ini berlangsung terus sehingga terjadi aliran molekul-molekul udara dari

atas ke bawah melintasi tabir uap secara difusi.

Untuk mengoperasikan pompa difusi diperlukan pompa pravakum yaitu

pompa rotari yang dihubungkan dengan saluran keluar. Pompa rotari ini berfungsi

sebagai pompa depan, yaitu mengeluarkan gas dari pompa difusi. Tanpa pompa

depan ini, pompa difusi tidak dapat berfungsi karena tidak dapat mengeluarkan gas

yang telah terdifusi. Pompa rotari inilah yang membuat berfungsinya pompa utama

(pompa difusi). Agar kevakuman akhir yang dapat dicapai oleh pompa difusi bisa

lebih tinggi, maka pompa difusi biasanya dibuat bertingkat, seperti yang ditunjukan

pada Gambar 2-3.b.

(34)

celah keluaran ke pompa rotari

filamen celah keluaran ke

pompa rotari

Gambar 2.3. Penampang pompa difusi :

a) penampamg pompa difusi tidak bertingkat b) penampang pompa difusi bertingkat

2.2 Sinar-X

2.2.1 Penemuan Sinar-X

Sinar-X ditemukan pertama kali oleh Wilhelm Roentgen (1845-1923) pada

tahun 1895 yang kemudian biasa disebut sebagai sinar Roentgen sesuai dengan

nama penemunya. Berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukannya, Roentgen

menganggap bahwa sinar-X itu adalah gelombang elektromagnetik dengan panjang

gelombang yang ordenya sebesar 10-10m(1Ǻ) (Wiyatmo,Yusman.2003).

Pada waktu itu juga muncul ide-ide baru bahwa dalam sebuah benda padat,

(35)

sebuah jarak antara atom-atom yang berdekatan. Max von Laue (1879-1960) pada

tahun 1912 menggabungkan kedua pemikiran tersebut diatas dan mengusulkan

bahwa sebuah kristal dapat berperan sebagai kisi difraksi tiga dimensi untuk

sinar-X, yakni seberkas sinar-X dapat dihamburkan (diserap dan dipancarkan kembali)

oleh atom-atom individu dalam kristal dan gelombang-gelombang yang

dihamburkan tersebut berinterferensi menyerupai gelombang-gelombang dari

sebuah kisi difraksi.

Eksperimen ini membuktikan bahwa sinar-X adalah suatu bentuk

gelombang atau bersifat menyerupai gelombang dan atom-atom didalam sebuah

kristal disusun dalam sebuah pola yang teratur. Sejak saat itu difraksi sinar-X telah

terbukti sebagai sebuah alat penelitian yang sangat penting untuk mempelajari

struktur kristal (Beiser,Arthur.1986).

2.2.2 Pembentukan Sinar-X

Sinar-X terjadi apabila satu berkas elektron bebas berenergi tinggi mengenai

atau menumbuk logam dalam tabung vakum, seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 2.4.

(36)

Katoda

Sinar-X

Anoda

Gambar 2.4. Skema Pembangkitan Sinar-X.

Katoda yang dihubungkan dengan kutub negatif sumber tegangan tinggi

dipanaskan dengan menggunakan filament agar lebih mudah memancarkan

elektron. Anoda dihubungkan dengan sumber tegangan tinggi pada kutub positif,

dengan beda potensial yang tinggi menyebabkan elektron yang dipancarkan oleh

katoda memiliki energi kinetik yang sangat besar sesampainya di anoda.

Elektron-elektron tersebut akan menumbuk logam pada anoda dan menimbulkan pancaran

sinar-X dengan daya tembus yang besar (Wiyatmo,Yusman.2003).

Fungsi tabung dalam keadaan vakum dengan katoda dan anoda didalamnya

dimaksudkan agar elektron yang mengalir dari katoda ke anoda tidak mendapat

(37)

2.1.3 Interaksi Sinar-X Dengan Materi

Interaksi sinar-X dengan materi pada prinsipnya dapat melalui dua proses

yaitu :

1). Efek fotolistrik

Efek fotolistrik adalah interaksi sinar-X dengan elektron yang terikat kuat

dalam atom, yaitu elektron yang berada pada kulit bagian dalam dari suatu atom,

biasanya kulit K atau L. Sinar-X akan menumbuk elektron tersebut dan karena

elektron itu terikat kuat maka energi sinar-X akan diserap seluruhnya oleh elektron.

Kemudian elektron akan dipancarkan keluar dari atom dengan energi kinetik

sebesar selisih energi sinar-X dan energi ikat elektron.

(2.6) dengan

energi kenetik elektron, = energi kinetik sinar-X dan = energi ikat

elektron

Secara skematis proses efek fotolistrik dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 2.5.

Ephoton Fotoelektron

K

L Inti atom

M

Gambar 2.5. Skema proses efek fotolistrik

(38)

Atom yang terionisasi akibat efek fotolistrik akan mengubah atom menjadi

tidak stabil. Kekosongan elektron yang ditimbulkan akan diisi oleh elektron dari

kulit yang lebih luar dan terjadi demikian untuk seterusnya. Peristiwa tersebut

diatas akan mengakibatkan pancaran sinar-X dengan energi tertentu.

2). Hamburan Compton

Hamburan Compton adalah interaksi sinar-X dengan elektron yang terikat

paling lemah yaitu elektron pada kulit paling luar dari suatu atom. Saat sinar-X

menumbuk elektron, elektron akan menyerap sebagian energi sinar-X dan

kemudian sinar-X akan terhambur keluar dengan sudut θ terhadap arah gerak

sinar-X mula-mula. Seperti yang terlihat pada Gambar 2.6.

Elektron Compton

Ec

Ex0

θ

Exs

K

L

M

(39)

Elektron yang dilepaskan dinamakan elektron Compton, sedangkan energi

sinar-X yang terhambur adalah merupakan fungsi energi sinar-X mula-mula dan

sudut hamburan.

[1+(E/mc2)(1-Cosθ)]−1 (2.7)

dengan :

= energi sinar-X

= energi sinar-X mula-mula

m = massa diam elektron

c = kecepatan cahaya dalam hampa

θ = sudut hamburan

Berdasarkan hukum kekekalan energi, energi elektron Compton ( ) adalah selisih

antara energi sinar-X mula-mula ( ) dan energi sinar-X yang terhambur ( ).

(2.8)

2.2.4 Difraksi Sinar-X

Apabila sinar-X monokromatis mengenai material kristal, maka setiap

bidang kristal akan memantulkan atau menghamburkan sinar-X ke segala arah.

Interferensi terjadi hanya antara sinar-sinar pantul sefase sehingga hanya terdapat

(40)

X pantulan tertentu saja. Interferensi saling memperkuat terjadi apabila

sinar-X yang sefase mempunyai selisih lintasan kelipatan bulat panjang gelombang (λ).

Pernyataan ini dinamakan Hukum Bragg untuk difraksi kristal (Cullity, 1978).

Secara matematis dapat dituliskan dalam bentuk persamaan :

.

nλ = 2d sinθ (2.9)

dengan :

n = bilangan bulat 1,2,3,4….

λ = panjang gelombang

d = jarak antar bidang kisi

θ = sudut difraksi atau sudut pantulan

untuk memudahkan pemahaman persamaan diatas, dapat diilustrasikan seperti pada

(41)

Gambar 2.7. Lintasan berkas sinar-X yang mengenai kristal

Kristal merupakan tumpukan bidang kisi, dimana dengan menganggap bidang kisi

sebagai cermin yang dapat memantulkan setiap radiasi yang datang. Pada gambar 2.7

terlihat bahwa jarak antar atom adalah d, dan setiap sinar yang datang dan mengenai atom

pada kristal akan dipantulkan dengan sudut sebesar θsehingga untuk kedua sinar pada

gambar memiliki selisih panjang jalan sebesar 2dsinθ. Apabila gelombang yang

dipantulkan sefase dan berinterferensi, maka selisih panjang jalannya merupakan

kelipatan bilangan bulat dari panjang gelombang sehingga pola terang yang akan

dihasilkan dari pantulannya.

Alat difraksi sinar-X juga sering disebut difraktometer, yang digunakan untuk

mendeteksi spektrum difraksi, secara skematis ditunjukkan pada Gambar 2.8.

(42)

Gambar 2.8. Skema difraktometer sinar-X

Sinar-X yang dihasilkan dari tabung sinar-X mempunyai panjang

gelombang λ tertentu. Prinsip kerja dari alat ini adalah sinar-X ditembakkan pada

sampel dan akan mengakibatkan terjadinya hamburan sinar-X. Selanjutnya

hamburan sinar-X akan ditangkap oleh detektor Si(Li) dan dari detektor tersebut

akan diperoleh informasi langsung berupa grafik antara sudut hamburan (2θ) dan

intensitas (I).

Untuk panjang gelombang yang telah diketahui, nilai sudut hamburan (2θ)

dari hasil karakterisasi XRD dapat digunakan untuk mencari jarak antar bidang

atom dhkl dengan menggunakan persamaan (2.9) untuk orde difraksi n = 1. Dari

data perhitungan jarak antar bidang dhkl ini nantinya dapat digunakan untuk

menghitung bidang-bidang kristal (hkl) maupun parameter kisi serta jenis

(43)

2.3 Struktur Kristal

2.3.1 Kisi Kristal

Pada dasarnya, jika dilihat dari strukturnya kebanyakan zat padat dalam

alam semesta ini bisa dibagi 2 (dua) yaitu berstruktur kristal dan tidak berstruktur

(amorf). Disebut kristal apabila atom-atom penyusunnya tertata secara teratur

dalam pola tiga dimensi yang berulang secara kontinu dan disebut amorf bila

atom-atom penyusunnya tidak memiliki pola susunan tertentu seperti pada kristal. Kristal

zat padat tiap atomnya terletak pada tiap titik dalam ruang pada jarak yang tertentu,

susunan yang tak terbatas dari titik-titik atom ini disebut kisi ruang. Dalam suatu

kisi ruang, semua titik kisi akan membentuk pasangan bidang-bidang kisi. Bidang

inilah yang menentukan arah permukaan suatu kristal (Suwitra.MS, Drs.N, 1989).

Struktur kristal dapat dikelompokkan menjadi tujuh, yaitu kubik,

monoklinik, triklinik, tetragonal, orthorhombik, trigonal, dan hexagonal.

Kebanyakan logam memiliki struktur kubik/kubus yang merupakan struktur paling

simetri dan paling sederhana sehingga memudahkan dalam analisis dan perhitungan

mengenai rincian ukuran geometrisnya. Ciri-ciri geometris yang penting antara lain

: jari-jari (r), jumlah atom per unit sel, dan bilangan koordinasi. Selain kubus,

hexagonal juga merupakan salah satu struktur kristal yang sering dijumpai pada

logam.

(44)

1. Struktur Kubus

Struktur kubus dibagi menjadi tiga bentuk yaitu simple cubic (SC), body

centered cubic (BCC) dan face centered cubic (FCC).

a). Simple Cubic (SC)

Struktur simple cubic atau yang sering disebut kubus sederhana ini hanya

memiliki atom pada sudut-sudut kubus saja seperti yang disajikan pada Gambar 2.9

.

Gambar 2.9. Struktur kubus sederhana.

Atom-atom itu bersinggungan sepanjang sisi-sisi kubus yang tiap atomnya

memiliki enam atom tetangga dekat yaitu 4 atom dalam bidangnya sendiri, 1 atom

diatas dan 1 atom dibawah. Banyaknya atom tetangga dekat untuk suatu struktur

kristal dinamakan bilangan koordinasi (CN). Jadi bilangan koordinasi untuk

struktur kubus sederhana adalah CN = 6.

Hubungan antara jari-jari ‘r’ dengan sisi kubus ‘a’ bisa disajikan seperti

(45)

a

a

r r

a

Gambar 2.10. Hubungan jari-jari ’r’ dengan sisi kubus ’a’.

b). Body Centered Cubic (BCC)

Body centered cubic atau kubus pusat badan memiliki 1 atom yang

menempati pusat kubus dan 8 atom pada tiap sudut. Atom pusat ini bersinggungan

dengan ke-8 atom sudut tetapi atom sudut tidak bersinggungan dengan sesamanya,

sehingga atom pada sistem BCC ini bersinggungan sepanjang garis diagonal ruang.

Gambar 2.11. Struktur kubus pusat badan.

(46)

Struktur BCC memiliki 8 atom tetangga dekat yaitu 1 atom pusat pada unit

selnya sendiri dan 7 atom pusat dari unit sel yang mengitarinya. Maka bilangan

koordinasi (CN) untuk BCC adalah 8.

a).

C

4r a

b).

B

A a

Gambar 2.12. a). Persinggungan atom pada struktur BCC.

b). Hubungan antara jari-jari atom ’r’ dengan konstanta kisi ’a’.

Dari Gambar 2.12 terlihat bahwa diagonal ruang (AC) sama dengan empat

(47)

2 2

BC

AB +

AC = (2.10)

2 2

2a +a

= (2.11)

3

= a (2.12)

3

4r = a (2.13)

Sehingga dapat diketahui berapa jari-jari atom pada sistem BCC yaitu

4 3

a (2.14)

r =

3 4r

dan a = (2.15)

c). Face Centered Cubic (FCC)

Struktur kisi unit sel kristal FCC atau dengan kata lain kubus pusat muka

dapat ditunjukkan pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13. Struktur kubus pusat muka.

Dari Gambar 2.13 terlihat bahwa tiap sudut kisi ditempati oleh sebuah atom

dan satu atom lagi ada di pusat dari masing-masing bidang muka kristal. Atom

(48)

sudut bersinggungan dengan atom pusat muka kubus, tetapi tidak untuk antar atom

sudut itu sendiri. Seperti yang disajikan pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14. Persinggungan atom pada struktur FCC.

Tetangga dekat dari atom sudut ini adalah 4 atom pusat bidang muka yang

berada pada bidang atom itu sendiri, 4 atom pusat bidang muka diatasnya dan 4

atom pusat bidang muka dibawahnya. Jadi sistem FCC ini memiliki 12 atom

tetangga dekat.

4r a

a

(49)

Dari Gambar 2.15 bisa dilihat bahwa hubungan antara r dengan a adalah

2 2

BC

AB + (2.16)

AC =

2 2 a

a +

= (2.17)

2

= a (2.18)

2

4r = a (2.19)

Sehingga dapat diperoleh

4 2

a (2.20)

r =

2 4r

atau a = (2.21)

2

= 2 r (2.22)

2. Struktur Hexagonal

Struktur Hexagonal adalah jenis kristal yang sudah umum dijumpai

misalnya pada beberapa logam seperti magnesium, titanium dan seng.

Dalam struktur ini bola-bola atom tersusun pada satu bidang dimana satu

bola atom bersinggungan dengan enam bola atom di sekitarnya. Secara skematis

kisi kristal jenis heksagonal tumpukan padat disajikan pada Gambar 2.16.

(50)

Gambar 2.16. Skematis kisi kristal jenis heksagonal tumpukan padat

Untuk sistem kristal jenis lain yaitu triklinik, monoklinik, orthorhombik,

tetragonal dan trigonal dapat dilihat dan dipahami pada empat belas kisi bravais

(51)

Gambar 2.17. Empat belas kisi bravais

(52)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

1). Preparasi dan pembuatan lapisan tipis Aluminium dilakukan pada bulan

Desember 2006 di Laboratorium Bidang Teknologi Akselerator dan Fisika Nuklir,

Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan, Badan Tenaga Nuklir Nasional

(PTAPB-BATAN) Yogyakarta.

2). Karakterisasi struktur kristal dari lapisan tipis Al menggunakan Diffraktometer

jenis Shimadzu_6000, yangdilakukan pada bulan Januari 2007 di Laboratorium

Fisika Fakultas MIPA UNS, Surakarta, Solo.

3.2 Bahan Penelitian

1). Kaca preparat (microscope slide), sebagai substrat yang akan dilapisi Al.

2). Aluminium yang berupa gulungan kawat, sebagai target yang akan dilapiskan

pada substrat kaca.

3). Alkohol dan tissue sebagai bahan pembersih substrat.

3.3 Alat Penelitian

1). Neraca atau timbangan jenis GR-202 (GR SERIES), untuk menimbang berat Al

yang akan dideposisikan.

(53)

3). Pinset, untuk meletakkan dan mengambil Al dari timbangan.

4). Plastik klip sebagai tempat penyimpan substrat yang telah disediakan dan

lapisan tipis yang telah terbentuk.

5). Seperangkat alat coating untuk pembuatan lapisan tipis, dalam penelitian ini

digunakan unit Vaccum Coating E610 Edward.

6). Seperangkat alat Difraksi sinarX (XRD) jenis Shimadzu_6000.

3.4 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Preparasi sampel

Proses evaporasi

Karakterisasi XRD

Anlisa Hasil

Selesai

Tidak baik

Baik

(54)

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Persiapan

1). Substrat yang akan digunakan adalah kaca preparat yang memiliki bentuk

persegi panjang dengan panjang 7,6 cm, lebar 2,54 cm dan tebal 0,1 cm.

2). Substrat yang akan dilapisi Aluminium harus dalam kondisi bersih untuk

menghasilkan pendeposisian yang baik, untuk membersihkan substrat

digunakan alkohol dan dikeringkan dengan tissue.

3). Aluminium yang akan dideposisikan masih berupa gulungan kawat yang

kemudian dipotong-potong dan ditimbang untuk memperoleh berat sesuai

yang diinginkan serta disimpan dalam plastik klip.

3.5.2 Proses deposisi lapisan tipis Al

Proses pelapisan dilakukan pada tekanan sekitar 10−5Torr. Substrat kaca

yang akan dilapisi dan telah dibersihkan diletakkan pada penyangganya yang dapat

diputar, menyusul Al yang telah disiapkan diletakkan pada kowi atau wadah yang

berbentuk perahu. Dalam proses ini dibutuhkan sistem vakum untuk memperoleh

kondisi proses yang bersih dari kotoran agar lapisan tipis yang dihasilkan tidak

terkontaminasi (murni Al), tentunya dengan penggunaan pompa vakum yang

meliputi pompa rotari dan pompa difusi.

Proses pelapisannya, mula-mula tekanan di dalam ruang vakum diturunkan

dengan menghidupkan pompa rotari atau pompa mekanik sampai mencapai tekanan

(55)

sampai diperoleh tekanan 10−5 Torr. Selama operasi atau selama proses deposisi

pompa difusi tetap dihidupkan untuk mempertahankan tingkat kevakuman. Setelah

penghampaan sistem mencapai 10−5 Torr, tegangan pada filamen penguap mulai

dihidupkan sampai filamen tersebut menyala. Arus pemanas harus dinaikkan

sedikit demi sedikit agar tidak terjadi loncatan-loncatan Al karena penguapan yang

mendadak. Arus dinaikkan sampai seluruh Al mencair tetapi belum menguap.

Setelah Al mencair arus dinaikkan lagi sehingga terjadi penguapan Al hingga Al

yang menguap tersebut menempel pada substrat.

3.6 Metode Karakterisasi

Untuk mengetahui karakterisasi lapisan tipis yang terbentuk perlu dilakukan

pengujian lapisan tipis tersebut dengan uji XRD Shimadzu_6000. Alat Difraksi

sinar-X yang disebut juga difraktometer adalah alat yang digunakan untuk

menganalisa spektrum difraksi seperti yang telah dijelaskan pada bab terdahulu.

SinarX ditembakkan pada sampel (kristal) dan mengakibatkan terjadinya

hamburan sinar-X. Hamburan sinar-X akan ditangkap oleh detektor Si(li) dan dari

detektor akan diperoleh informasi langsung berupa grafik sudut hamburan (2θ) dan

intensitas (I).

3.7 Metode Analisis Hasil

Metode karakterisasi yang dilakukan akan memberikan informasi langsung

berupa grafik hubungan antara sudut hamburan (2θ) dan intensitas (I). Sudut

(56)

hamburan yang berbeda akan memberikan besar intensitas yang berbeda pula,

sehingga dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa intensitas akan terjadi pada sudut

hamburan tertentu.

Sudut hamburan ditentukan oleh panjang gelombang sinar X dan konstanta

kisi dari sampel (kristal) sehingga dengan mengetahui sudut hamburan dapat

ditentukan konstanta kisi dan bidang hkl dari kristal tersebut dengan menggunakan

tahapan pengindeksan pola difraksi.

3.7.1Pengindekan Pola Difraksi (Indexing Diffraction Pattterns)

Seperti yang telah dijelaskan pada dasar teori, bahwa sistem kristal bisa

dikelompokkan menjadi 7 (tujuh) yaitu kubik, monoklinik, triklinik, tetragonal,

orthorhombik, trigonal atau yang bisa juga disebut rhombohedral, dan hexagonal.

Ketujuh kristal tersebut terbagi menjadi 14 (empat belas) kisi ruang atau kisi

bravais (Harold, Stokes .T, 1947).

Setiap sistem kristal memiliki nilai bidang-bidang hkl dan parameter kisi

yang berbeda. Untuk sistem kubus, karena paremeter a = b = c maka bisa diartikan

bahwa sistem kubus memiliki satu parameter kisi yang tidak diketahui yaitu a.

Sedangkan untuk sistem non kubik akan sedikit lebih rumit karena memiliki dua

atau lebih parameter kisi yang belum diketahui, sehingga dari nilai panjang ketiga

sisi unit sel yaitu a, b, c dan besarnya ketiga sudut sumbu kristal α, β, γ diperoleh

hubungan keduanya dengan jarak antar bidang untuk masing-masing jenis kristal,

(57)

Tabel 1. Hubungan jarak antar bidang (d) dengan bidang-bidang atom (hkl) untuk masing-masing jenis kristal

No Jenis Kristal Hubungan antara d, hkl dan a, b, c, α, ß, γ

V ádalah voleme dari sel satuan (disajikan pada Tabel II)

(58)

Tabel II. Volume sel satuan untuk masing-masing jenis kristal

No Jenis Kristal Voleme sel satuan

1 Kubik 3 (Orthorhombic) 4 Hexagonal

Dalam praktek, informasi langsung yang diperoleh dari eksperimen

menggunakan XRD adalah sudut hamburan (2θ) dan intensitas (I). Untuk dapat

menghitung indeks Miller dari pola difraksi (bidang-bidang) kristal adalah berbeda

untuk masing-masing jenis kristal. Pengindekan pola difraksi dapat dilakukan

secara matematis maupun analitis. Adapun tahapan dalam pengindekan adalah

sebagai berikut.

1. Pengindekan Sistem Kristal Kubus

Untuk material kubus, jarak antar bidang atom diberikan oleh persamaan,

(59)

Bila ditinjau kembali hukum Bragg dengan orde difraksi n = 1,

λ = 2 dhkl sinθ

maka bila kedua ruas dikuadratkan akan diperoleh persamaan,

2

Bila persamaan (2.23) dan (2.24) dikombinasikan akan diperoleh persamaan,

2

sin sebanding dengan , sehingga dengan indeks Miller lebih tinggi

akan didifraksikan pada sudut yang lebih tinggi pula.

Tahapan dalam pengindekkan pola difraksi untuk materials kubus adalah

sebagai berikut :

1) Identifikasi puncak-puncak yang muncul.

2) Hitung nilai sin2θ.

egers

K,int

sin2θ

3) Tentukan nilai atau sin2θ =K(h2 +k2 +l2)

4) Identifikasi pembagi terendah dari hasil (3) dan juga identifikasi bilangan bulat

yang bersesuaian. Namakan pembagi terendah tersebut adalah K.

(60)

5) Bagi sin2θ dengan K untuk masing-masing puncak. Dari sini akan diperoleh

daftar bilangan bulat yang bersesuaian dengan h2 + k2 + l2.

6) Pilih pola yang sesuai dengan nilai h2 + k2 + l dan identifikasi kisi Bravaisnya 2

7) Hitung parameter kisinya.

Sebagai contoh, dapat dilihat pada lampiran.

2. Pengindekan Struktur Kristal Non Kubus

Untuk material yang berstruktur bukan kubus, memiliki indeks Miller yang

dapat dicari dengan persamaan seperti yang telah disajikan pada Tabel I, yaitu :

0

Dan dengan mengingat hukum Bragg orde 1,

λ = 2 dhkl sinθ

maka bila kedua ruas dikuadratkan akan diperoleh persamaan,

2

(61)

2

Persamaan tersebut dapat disusun kembali dalam bentuk persamaan Sin2θ

a. Sistem kristal Tetragonal

Nilai sin2θ untuk struktur kristal dari Tetragonal diberikan oleh persamaan,

⎟⎟

Karena untuk setiap pola difraksi yang diberikan, nilai a dan c/a ádalah tetap,

sehingga nilai

2 2

4a λ

juga tetap/konstan, maka persamaan . (2.35) dapat dituliskan

dalam bentuk yang lebih sederhana yaitu,

(62)

(

2 2

)

2

dan juga merupakan statu konstanta. Nilai konstanta A

dapat diperoleh dari garis hk0. Maka bila l = 0 maka persamaan (2.37) menjadi,

(

2 2

)

b. Sistem kristal Hexagonal

Persamaan ini dapat disederhanakan dalam bentuk persamaan,

(63)

(

2 2

)

Langkah cara pengindekannya adalah sebagai berikut yang kemudian disajikan

secara mendetail pada lampiran (sebagai contoh).

a) Hasil data eksperimen.

c. Sistem Kristal Orthorhombik

Untuk sistem Orthorhombik, bentuk persamaan sin2θ yang diberikan

adalah ⎟⎟

dalam bentuk yang lebih sederhana dapat dituliskan menjadi

2

Pengindekan struktur kristal orthorhombik akan menjadi lebih komplek atau

sulit dikarenakan terdapatnya 3 konstanta yang tidak diketahui nilainya yaitu A, B,

(64)

dan C, dimana nilai dari konstanta tersebut harus ditentukan untuk mencari

perbedaan diantara berbagai nilai sudut hamburan. Sebagai contoh,

mempertimbangkan dua garis yang memiliki indeks hk0 dan hkl dengan nilai hk

yang sama seperti 120 dan 121. Perbedaan diantara kedua garis tersebut terletak

pada C. Dengan cara yang sama maka pada garis yang memiliki hkl 310 dan 312

perbedaannya adalah 4C dan seterusnya. Jika untuk sistem orthorhombik memiliki

metode análisis pengindekan yang seperti itu, maka akan menjadi lebih sulit dalam

mengindeksi karenakan banyak garis yang hilang dalam pola.

Terlepas dari kesulitan itu, metode análisis ini telah berhasil diterapkan

(65)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini pendeposisian lapisan tipis Al menggunakan metode

evaporasi dengan variasi ketebalan. Selanjutnya dilakukan karakterisasi struktur

kristal dengan XRD untuk mengetahui orientasi bidang hkl.

4.1 Hasil dan Pembahasan

4.1.1 Pembuatan Lapisan Tipis Al

Proses evaporasi dilakukan dalam ruang vakum dengan tingkat

kevakuman 1,1.10−5Torr dimana lama proses evaporasi itu sendiri berkisar antara

2-3 jam dan jarak antara substrat dengan target adalah ± 10,5 cm. Target dalam hal

ini Aluminium (Al) yang akan dideposisikan terlebih dahulu ditimbang beratnya

sesuai dengan keinginan untuk mengetahui berapa berat target tersebut. Substrat

yang berupa kaca preparat juga ditimbang beratnya sebagai W1 dan substrat yang

telah terdeposisi oleh target ditimbang kembali beratnya sebagai W2, berat target

(W0) yang terdeposisi pada substrat dapat dicari dengan persamaan yaitu W0=

W2- W1 sehingga ketebalan dari target yang telah terdeposisi dapat dihitung

dengan pendekatan persamaan berikut :

d =

l p W

. .

0

ρ

dengan

d = tebal lapisan tipis

(66)

ρ = massa jenis target

p = panjang substrat

l = lebar substrat

Dari proses evaporasi yang telah dilakukan, diperoleh hasil deposisi seperti

yang tercantum pada Tabel III.

Tabel III. Hasil deposisi lapisan tipis

No Berat Al

Difraksi sinar-X (XRD)

Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Fakultas MIPA UNS,

Surakarta. Penelitian uji XRD ini dilakukan untuk mengetahui karakterisasi struktur

kristal dari lapisan tipis Al yang terdeposisi pada substrat kaca dengan

menggunakan panjang gelombang sebesar λ = 1,54060Ǻ. Informasi langsung yang

(67)

kaca untuk berbagai variasi ketebalan adalah berupa spektrum atau grafik antara

sudut hamburan (2θ) yang diambil pada sudut hamburan sebesar 20˚ - 90˚ dan

intensitas (I) Untuk menentukan orientasi bidang hkl struktur kristal itu sendiri

ditentukan dengan tahapan pengindeksan pola difraksi.

Perhitungan hkl

lapisan Al dengan ketebalan 57,558nm

No.

Lapisan Al dengan ketebalan 76,744nm

(68)

Lapisan Al dengan ketebalan 95,930nm

Lapisan Al dengan ketebalan 115,117nm.

No.

Lapisan Al dengan ketebalan 134,303nm

No.

Dari perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh bidang-bidang hkl untuk

(69)

Tabel IV. Nilai-nilai hkl pada sudut hamburan 2θ.

Hasil analisa struktur kristal dari lapisan tipis Al yang telah terdeposisi pada

substrat kaca untuk berbagai variasi ketebalan adalah berupa spektrum atau grafik

antara sudut hamburan (2θ) yang diambil pada sudut hamburan sebesar 20˚ - 90˚

dan intensitas (I) yang untuk lebih jelasnya disajikan pada gambar 1,2,3,4, 5 dan

gambar 6.

Sudut Hamburan (2θ) Ketebalan

Lapisan Al

(nm) 2θ hkl 2θ hkl

57,558 21.75 200 26.45 200

76,744 35.39 111 39.14 200

95,930 22.46 200 23.86 200

115,117 39.17 111 45.4 200

134,303 39.2 111 45.18 200

(70)

Intensitas

(I

)

Sudut hamburan(2θ)

Gambar 1. Spektrogram sudut hamburan (2θ) dari substrat kaca

Intensitas

(I

)

Sudut hamburan(2θ)

Gambar 2. Spektrogram sudut hamburan (2θ) dari lapisan tipis Al pada substrat kaca,

(71)

Intensitas

(I

)

Sudut hamburan(2θ)

Gambar 3. Spektrogram sudut hamburan (2θ) dari lapisan tipis Al pada substrat kaca,

dengan ketebalan lapisan tipis 76,744nm

Intensitas

(I

)

Sudut hamburan(2θ) Gambar 4. Spektrogram sudut hamburan (2θ) dari lapisan tipis Al pada substrat kaca,

dengan ketebalan lapisan tipis 95,930nm

(72)

Intensitas

(I

)

39.17,100

Gambar 5. Spektrogram sudut hamburan (2θ) dari lapisan tipis Al pada substrat kaca,

dengan ketebalan lapisan tipis 115,117nm

Gambar 6. Spektrogram sudut hamburan (2θ) dari lapisan tipis Al pada substrat kaca,

dengan ketebalan lapisan tipis 134,303nm

Sudut hamburan(2θ)

Intensitas

(I

)

39.20,100

45.18,43

(73)

Dari spektogram lapisan tipis Al pada substrat kaca dengan ketebalan

lapisan tipis Al 57,558 nm, 76,744 nm dan 95,930 nm yang disajikan pada gambar

2, 3 dan 4 terlihat bahwa lapisan tipis yang terbentuk masih amorf (tidak

berstruktur), hal ini ditandai dengan tidak adanya puncak-puncak difraksi yang

muncul. Namun pada ketebalan 115,117 nm dan 134,303 nm seperti yang disajikan

pada gambar 5 dan gambar 6, muncul adanya puncak difraksi pada sudut hamburan

2θ = 39,1750° dengan jarak antar bidang d = 2,2972 Å dan 2θ = 39,200° dengan d

= 2,2963 Å. Setelah dilakukan perhitungan diperoleh orientasi bidang hkl yang

sesuai adalah (111). Struktur amorf seperti yang disajikan pada gambar 1, 2, 3, dan

4 kemungkinan besar dikarenakan masih tipisnya lapisan tipis yang terbentuk,

sehingga sinar-X yang digunakan mampu menembus lapisan Al hingga mengenai

kaca, oleh sebab itu sinar-X yang terhamburpun akibat dari atom-atom kaca yang

memang berstruktur amorf. Dengan menebalnya lapisan tipis Al, seperti yang

ditunjukkan pada gambar 5 dan 6 ternyata lapisan tipis yang terbentuk disamping

amorf juga mulai muncul adanya puncak difraksi pada sudut hamburan 2θ =

39,1750° dengan jarak antar bidang d = 2,2972 Å (gambar 4) dan 2θ = 39,200°

dengan jarak antar bidang d = 2,2963 Å (gambar 5). Hal ini kemungkinan besar

hamburan sinar-X yang ditangkap detektor merupakan kontribusi dari atom-atom

kaca maupun atom-atom Al.

Informasi sudut hamburan dan jarak antar bidang serta perhitungan orientasi

bidang hkl yang diperoleh membuktikan bahwa Al yang terdeposisi memiliki

struktur kristal FCC yaitu dengan diperolehnya nilai-nilai hkl yang bersesuaian

(74)

untuk struktur kristal FCC namun tidak pada nilai sudut hamburannya (sudut

hamburan yang berbeda), sehingga dianggap bahwa lapisan yang terdeposisi

bukanlah lapisan Al murni. Setelah dicocokkan dengan data yang ada pada Powder

Diffraction Data dari tabel JCPDS (Joint Comitte Powder on Diffraction

Standarts) ternyata pada kondisi tersebut data yang paling mendekati adalah 2θ =

39,741° dengan bidang hkl (111) dimana bidang tersebut adalah merupakan

senyawa Alumunium Silicon Oxide Nitride (Si). Struktur kristal tersebut

merupakan Orthorhombik dengan parameter kisi a = 5,500 Å, b = 8,904 Å, dan c =

4,861 Å. Terbentuknya senyawa tersebut disebabkan karena unsur utama dari kaca

adalah Si dan O, sedangkan unsur N yang merupakan unsur yang terkandung dalam

udara kemungkinan besar ikut bersenyawa karena dimungkinkan tingkat

kevakuman saat pendeposisian kurang tinggi. Disamping itu unsur Si juga mudah

(75)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil eksperimen pelapisan aluminium pada substrat kaca untuk

berbagai variasi ketebalan dan setelah dianalisa menggunakan teknik XRD dapat

disimpulkan bahwa;

1. Untuk ketebalan lapisan dalam orde 0 nm (substrat kaca tanpa lapisan), Al

57,558 nm, 76,744 nm dan 95,930 nm, lapisan tipis yang terbentuk adalah

amorf.

2. Pada ketebalan 115,117 nm dan 134,303 nm mulai terbentuk kristal, yang

ditandai dengan munculnya puncak difraksi pada sudut hamburan 2θ = 39,1750

dengan jarak antar bidang d = 2,2972 Å dan 39,200 dengan d = 2,2963 Å.

3. Setelah dilakukan perhitungan dan pencocokan dengan data yang ada pada

Powder Diffraction Data dari Tabel JCPDS (Joint Comitttee Powder On

Diffraction Standards) ternyata lapisan yang terdeposisi bukanlah merupakan

Al murni melainkan pada kondisi tersebut data yang paling mendekati adalah 2θ

= 39,741 dengan bidang (111), yang bidang tersebut merupakan senyawa

Alumium Silicon Oxide Ntride (Si1,8Al0,201. 2N1,8).

4. Struktur kristal tersebut merupakan Orthorombik dengan parameter kisi a =

5,500 Å, b = 8,904 Å dan c = 4,861 Å.

(76)

5.2 Saran

Saran yang penulis berikan untuk diperhatikan jika penelitian sejenis

dilakukan adalah:

1. Agar dilakukan pembersihan substrat kaca dan sampel sebersih mungkin

untuk menghindari terkontaminasi dari zat lain dan agar diperoleh hasil

pendeposisian yang terdeposisi maksimal.

2. Agar dilakukan uji XRD sesegera mugkin setelah hasil pendeposisian

(77)

DAFTAR PUSTAKA

1997 JCPDS International Centre for Diffraction Data PCPDFWIN v. 1.3

Achmad, Drs. Hiskia. KIMIA UNSUR dan RADIOKIMIA, PT. CITRA ADITYA

BAKTI, BANDUNG 1992.

Beiser, Arthur, KONSEP FISIKA MODERN, Erlangga, 1986.

Compton and Allison, ”X-Rays in Theory and Experiment”. D.Van Nostrand

Company, Inc. Newyork 1935.

Cullity, B.D, Elements of X-RAY DIFFRACTION second edition, Addison- Wesley

publishing company, inc, 1978.

Getrude de, G.S.B and SAVIS, TEORI dan PENYELESAIAN SOAL FISIKA

MODERN, 1981.

Harold, Stokes .T. ”Solid State Physics”, Allyn and bcon, Inc.United States of

Amerika,1947.

Suprapto, Sistem Hampa, Diklat Pengenalan dan Aplikasi Akselerator,

PPNY-BATAN, Yogyakarta, 1998

Suwitra.MS, Drs.N, PENGANTAR FISIKA ZAT PADAT, DepDikBud, Jakarta ,1989.

Wiyatno, Yusman.” FISIKA MODERN”, Pustaka pelajar,Yogyakarta, 2003.

Gambar

Gambar 2.1.
Gambar 2.3. Penampang pompa difusi :                                                          a)                                                          penampamg pompa difusi tidak    bertingkat b) penampang pompa difusi bertingkat
Gambar 2.4. Skema Pembangkitan Sinar-X.
Gambar 2.5. Skema proses efek fotolistrik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini sesungguhnya suatu penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan kejadian-kejadian yang ada di lapangan sesuai dengan kondisi apa adanya terkait dengan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TEACHING GAMES FOR UNDERSTANDING TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL DAN KETERAMPILAN BERMAIN BOLA BASKET.. Universitas Pendidikan Indonesia

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TEACHING GAMES FOR UNDERSTANDING TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL DAN KETERAMPILAN BERMAIN BOLA BASKET.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Penelitian Terdahulu Tabel 2.5 Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Peneliti Hasil Penelitian 1 Fenni Sufiyanti &amp; Dewi Kusuma Wardani

Kaos Savana menawarkan produk kaos yang berbeda dari yang lain dengan bertemakan alam bertujuan untuk memberitahukan masyarakat bahwa pentingnya alam bagi kehidupan kita melalui

Human Rights terkait implementasi putusannya terutama di Inggris. Dalam penelitian yuridis normatif, maka sumber data yang perlu untuk. dikaji bahan-bahan yang diidentifikasi

dilengkapi dengan pipa-pemasukan dan pipa-pengeluaran, dan 2) tangki-pengumpul gas yang akan ditelungkupkan kedalam sebuah rangkai penyekat 3).. bahan baku isian dimasukkan

adalah proses pembelajaran yang didesain untuk dilakukan oleh seseorang/sekelompok yang memiliki muatan pendidikan dan hiburan,yang memadukan beberapa metode pembelajaran