EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PROFILAKSIS PADA PASIEN YANG MENJALANI OPERASI SESAR
PADA BULAN AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2007 DI RS PANTI RAPIH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Eunike Sefti Arisandy NIM : 048114136
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PROFILAKSIS PADA PASIEN YANG MENJALANI OPERASI SESAR
PADA BULAN AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2007 DI RS PANTI RAPIH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Eunike Sefti Arisandy NIM : 048114136
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
v
PERSEMBAHAN
One night I dr eamed a dr eam.
I was walking along t he beach wit h my Lor d. Acr oss t he dar k sky f lashed scenes f r om my lif e. For each scene, I not iced t wo set s of f oot pr int s in t he sand,
one belong t o me and one t o my Lor d. When t he last scene of my lif e shot bef or e me,
I looked back at t he f oot pr int s in t he sand. Ther e was only one set of f oot pr int s.
I r ealized t hat t his was t he lowest and t he saddest t imes of my lif e. This always bot her ed me and I quest ioned t he Lor d about my dilemma.
‘Lor d, You t old me when I decided t o f ollow, You would walk and t alk wit h me all t he way.
But I ' m awar e t hat dur ing t he most t r oublesome t imes of my lif e, t her e is only one set of f oot pr int s.
I j ust don' t under st and why, when I need You most , You leave me.’ He whisper ed, ‘My pr ecious child, I love you and will never leave you
never , ever , dur ing your t r ials and t est ings. When you saw only one set of f oot pr int s,
it was t hen t hat I car r ied you.’
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Eunike Sefti Arisandy Nomor Mahasiswa : 048114136
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PROFILAKSIS PADA PASIEN YANG MENJALANI OPERASI SESAR PADA BULAN AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2007 DI RS PANTI RAPIH
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupaun memberikan royalty kepada saya selamA tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyatan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 31 Maret 2008 Yang menyatakan
vi
PRAKATA
Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Evaluasi Penggunaan Antibiotika Profilaksis pada Pasien yang Menjalani
Operasi Sesar pada Bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih” dapat terselesaikan dengan baik.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penyusunan skripsi ini tentunya tidak akan berhasil dengan baik tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu tidak lupa penulis ucapkan
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu dr. Luciana Kuswibawati, M. Kes. selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia membimbing, memberikan kritik dan saran selama penyusunan proposal penelitian, pelaksanaan penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini.
3. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. dan Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku
dosen penguji yang bersedia untuk memberikan masukan yang berguna demi peningkatan hasil karya tulis ini.
vii
5. Segenap dewan direksi RS Panti Rapih yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk dapat melakukan penelitian di RS Panti Rapih.
6. Segenap petugas bagian rekam medik RS Panti Rapih yang telah banyak
membantu dalam proses pengambilan data.
7. Ibu Lin dan Bapak Rustamadji yang telah mendukung dalam penyelesaian
karya ilmiah ini.
8. Papa dan Mama atas doa dan semangat yang diberikan.
9. Adikku, Linda, atas dukungan yang diberikan.
10.Yusak dan Rahel atas doa, cinta, semangat, keceriaan, kebersamaan dan pengorbanan yang diberikan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan
skripsi dengan baik.
11.Keluarga Lydia Inawati yang mendukung dan menyemangati penulis dalam
menyelesaikan karya tulis ini.
12.Sahabat-sahabatku, Chika, Novi, Lala, Apri, Sinta atas semangat, doa, keceriaan dan kebersamaan. Semoga persahabatan kita akan terus berlanjut
selamanya.
13.Teman-teman KKN angkatan XXXIV kelompok Dukuh Turi yang telah
memberikan banyak ”pelajaran kehidupan” yang tak ternilai harganya.
14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang juga telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
viii
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai
pihak. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan bagi semua pihak yang membutuhkan.
Yogyakarta,
ix
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, Februari 2008 Penulis,
x
INTISARI
Bagi petugas medis, peningkatan jumlah operasi sesar seharusnya menjadi hal yang mengkhawatirkan sebab kemungkinan risiko yang dialami pasien juga besar. Salah satu risiko operasi sesar yaitu infeksi, dapat dicegah dengan pemberian terapi antibiotika profilaksis yang tepat.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika profilaksis pada pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih. Penelitian yang dilakukan termasuk dalam jenis penelitian non-eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif-evaluatif. Data diperoleh dari kartu rekam medik pasien yang disimpan di RS Panti Rapih.
Presentase operasi sesar pada bulan Januari-Desember 2007 berkisar antara 31,82-45,13%. Tipe operasi sesar berdasarkan jumlah operasi sesar yang pernah dilakukan yaitu operasi sesar primer (81,40%) dan operasi sesar ulangan (18,60%). Tipe operasi sesar berdasarkan alasan dilakukannya operasi yaitu operasi sesar elektif (53,49%) dengan indikasi paling banyak disproporsi kepala panggul (23,53%); dan operasi sesar emergency (46,51%) dengan indikasi paling banyak induksi gagal (25,00%). Karakteristik pasien yang menjalani operasi sesar yaitu sebesar 53,48% berusia 20-29 tahun; sebesar 58,14% menjalani kehamilan yang pertama; sebanyak 69,77% belum pernah melahirkan sebelumnya; dan sebanyak 86,05% belum pernah mengalami aborsi. Antibiotika profilaksis yang paling banyak digunakan yaitu berupa seftriakson 2 gram (81,40%) dan rute pemberian yang paling banyak digunakan adalah intravena (86%). Drug related ploblems yang muncul pada penggunaan antibiotika profilaksis yaitu 8 kasus terapi obat tidak diperlukan, 5 kasus salah obat; 12 kasus dosis terlalu rendah, dan 41 kasus efek samping obat.
xi
ABSTRACT
For medical people, the increasing number of cesarean section is an attractive event because the section has a big risks that should be considered. Infection, one kind of the risks, can be prevented by an appropriate use of prophylaxis antibiotics.
The goal of this study is to evaluate the use of prophylaxis antibiotics in patients who undergo cesarean section on August and September 2007 in Panti Rapih hospital. This study is included in non-experimental with descriptive-evaluative design experimental. Data are collected from patient ’s medical records that have been stored by Panti Rapih hospital.
Percentage of cesarean section which occur on Januari-Desember 2007 is range from 31,82-45,13%. The type of cesarean section based on cesarean section that has been done before are primer cesarean section (81,40%) and re-cesarean section (18,60%). The type of cesarean section based on the reasons to do the section are elective cesarean section (53,49%) with the most common indication is cephalopelvic disproportion (23,53%); and emergency cesarean section (46,51%) with the most common indication is failed induction (25,00%). Patient’s characteristics are 20-29 years old (53,48%); have their first pregnant (58,14%); 69,77% never have partus history before; and 86,05% never have abortion history. The most common use of prophylaxis antibiotics is 2 gram ceftriaxone (81,40%) and the most common route administration is intravena (86%). Drug related problems which occur in the use of prophylaxis antibiotics are 8 cases unnecessary drug therapy, 5 cases wrong drug; 12 cases dose too low, and 41 cases adverse drug reaction.
xii
DAFTAR ISI
Hal.
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PRAKATA ... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix
INTISARI... x
ABSTRACT... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang ... 1
1. Permasalahan ... 3
2. Keaslian karya ... 3
3. Manfaat penelitian... 4
xiii
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Operasi Sesar... 6
1. Definisi operasi sesar ... 6
2. Tipe-tipe operasi sesar ... 6
3. Indikasi operasi sesar ... 8
4. Risiko operasi sesar... 8
B. Infeksi... 9
1. Definisi infeksi... 9
2. Infeksi paska operasi... 9
3. Faktor risiko infeksi ... 10
C. Antibiotika ... 12
1. Definisi antibiotika... 12
2. Prinsip penggunaan antibiotika ... 12
D. Antibiotika Profilaksis ... 14
1. Definisi antibiotika profilaksis... 14
2. Prinsip pemberian antibiotika profilaksis pada pasien operasi sesar... 14
3. Antibiotika profilaksis pilihan ... 15
E. Drug Related Problems (DRPs)... 17
F. Keterangan Empiris ... 19
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 20
xiv
C. Subyek Uji... 22
D. Bahan Penelitian ... 23
E. Jalannya Penelitian... 23
F. Analisis Data ... 24
G. Kesulitan yang Dialami dan Pemecahan Masalah... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pelayanan Operasi Sesar yang Dilakukan di RS Panti Rapih Tahun 2007 ... 26
B. Karakteristik Operasi Sesar... 27
1. Tipe operasi sesar berdasarkan alasan dilakukannya operasi ... 27
2. Tipe operasi sesar berdasarkan jumlah operasi sesar yang pernah dilakukan... 28
3. Indikasi operasi sesar elektif ... 29
4. Indikasi operasi sesar emergency ... 30
C. Karakteristik Pasien yang Menjalani Operasi Sesar ... 31
1. Usia pasien... 31
2. Riwayat kehamilan pasien ... 33
3. Riwayat melahirkan pasien... 33
4. Riwayat aborsi pasien ... 34
D. Pola Penggunaan Antibiotika Profilaksis Untuk Operasi Sesar ... 35
xv
2. Rute pemberian antibiotika profilaksis di RS Panti Rapih
pada bulan Agustus dan September 2007 ... 36
E. Drug Related Problems Saat Penggunaan Antibiotika Profilaksis.... 37
1. Evaluasi drug related problems... 37
2. Kasus DRPs yang terjadi pada pasien yang melakukan operasi sesar di RS Panti Rapih pada bulan Agustus dan September 2007... 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 47
B. Saran... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 49
LAMPIRAN ... 51
xvi
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel I. Penggunaan antibiotika di masa kehamilan menurut Wattimena,
Sugiarto, Widianto, Sukandar, Soemardji, Setiadi (1990)... 13
Tabel II. Kategori dan penyebab munculnya DRPs menurut Cipolle,
Strand, dan Morley (2004) ... 18 Tabel III. Total pelayanan persalinan di RS Panti Rapih tahun 2007... 26
Tabel IV. Persentase jumlah operasi sesar di RS Panti Rapih tahun 2007... 27
Tabel V. Indikasi operasi sesar elektif pada bulan Agustus dan September
2007 di RS Panti Rapih... 29
Tabel VI. Indikasi operasi sesar emergency pada bulan Agustus dan
September 2007 di RS Panti Rapih... 30
Tabel VII. Variasi penggunaan antibiotika profilaksis pada pasien yang
menjalani operasi sesar pada bulan Agustus dan September
2007 di RS Panti Rapih... 35
Tabel VIII. Rute pemberian antibiotika profilaksis yang digunakan pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan Agustus dan September
2007 di RS Panti Rapih... 36
Tabel IX. Kasus terapi obat yang tidak diperlukan pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan Agustus dan September 2007 di RS
Panti Rapih ……… 38
Tabel X. Kasus salah obat pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan
xvii
Tabel XI. Kasus dosis terlalu rendah pasien yang menjalani operasi sesar
pada bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih……. 40
Tabel XII. Kasus efek samping obat pasien yang menjalani operasi sesar
pada bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih …… 41
Tabel XIII. Kasus pasien dengan nomor RM 154872 (DRP efek samping
obat)……… 42
Tabel XIV. Kasus pasien dengan nomor RM 060314 (DRPs salah obat dan
efek samping obat)………. 43
Tabel XV. Kasus pasien dengan nomor RM 487481 (DRPs dosis terlalu
rendah dan efek samping obat)………... 44
Tabel XVI. Kasus pasien dengan nomor RM 144015 (DRPs tidak perlu
terapi obat dan efek samping obat)………... 45
Tabel XVII. Kasus pasien dengan nomor RM 165550 (DRPs tidak perlu
antibiotika profilaksis, perpanjangan penggunaan antibiotika
xviii
DAFTAR GAMBAR
Hal. Gambar 1. Tipe operasi sesar berdasarkan alasan dilakukannya operasi
pada bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih... 28
Gambar 2. Tipe operasi sesar berdasarkan jumlah operasi sesar yang pernah dilakukan sebelumnya oleh pasien yang menjalani
operasi sesar pada bulan Agustus dan September 2007 di RS
Panti Rapih... 28 Gambar 3. Usia pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan Agustus
dan September 2007 di RS Panti Rapih... 32 Gambar 4. Riwayat kehamilan pasien yang menjalani operasi sesar pada
bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih... 33 Gambar 5. Riwayat melahirkan pasien yang menjalani operasi sesar pada
bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih... 34
Gambar 6. Riwayat aborsi pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Hal.
Lampiran 1. Data pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan Agustus
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu kesehatan semakin pesat, salah satu kemajuan dalam
bidang obstetrik dan ginekologi yaitu kemajuan dalam teknik operasi sesar yang semakin memudahkan persalinan. Operasi sesar sejauh ini telah banyak
membantu menyelamatkan nyawa ibu dan bayi. Operasi sesar perlu dilakukan
apabila risiko melahirkan secara normal terlalu besar bagi ibu dan bayi serta ada indikasi medis yang mendukung seperti bobot bayi yang akan dilahirkan terlalu
besar, bayi depresi saat akan dilahirkan, atau selang waktu antar pembukaan awal hingga kelahiran terlalu lama. Sekarang ini, banyak pasien yang meminta agar
dapat melahirkan melalui operasi sesar. Alasan yang melandasi keputusan pasien
untuk melahirkan melalui sesar di antaranya yaitu kekhawatiran akan rasa sakit yang akan dialami apabila melahirkan secara normal, kekhawatiran akan
dilakukannya tindakan episiotomy, dan bahkan untuk memilih hari kelahiran calon anak.
Menurut studi yang dilakukan Health Grades (perusahaan informasi
kesehatan di Amerika) angka melahirkan melalui operasi sesar elektif atau yang telah direncanakan sebelumnya meningkat 36% dari tahun 2001 hingga 2003
(Moninger, 2007). Di RSUP Nasional Cipto Mangunkusumo Jakarta, pada tahun 1970 persentase operasi sesar hanya 5% dari seluruh persalinan, tetapi pada tahun
dan 2006, di RSUPN Cipto Mangunkusumo terdapat 25-30 pasien operasi sesar di antara 100 orang yang menjalani proses persalinan (Iis Sinsin, 2005 cit Indriarti,
2007). Di RS Panti Rapih angka melahirkan melalui operasi sesar pada tahun
2006 meningkat 24,97% dari tahun 2001. Bagi petugas medis, peningkatan jumlah operasi sesar seharusnya menjadi hal yang mengkhawatirkan sebab
kemungkinan risiko ya ng mungkin timbul akan semakin meningkat seiring bertambahnya angka kejadian operasi sesar.
Salah satu risiko operasi sesar yang dapat dialami pasien yaitu terjadinya
infeksi paska operasi sesar. Infeksi paska operasi sesar dapat berupa endometritis, infeksi luka operasi, dan sepsis. Infeksi dapat terjadi sebab terjadi pembedahan
pada bagian perut dan dinding rahim yang dapat menyebabkan masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh pasien. Selain itu lemahnya kondisi pasien paska
operasi dapat menyebabkan bertumbuhnya bakteri patogen yang sebenarnya
merupakan flora normal tubuh.
Infeksi paska operasi dapat diatasi dengan pemberia n antibiotika
profilaksis yang tepat. Antibiotika profilaksis merupakan antibiotika yang diberikan sebelum terjadinya infeksi. Syarat antibiotika yang dapat digunakan
sebagai profilaksis pada operasi sesar yaitu harus dapat mengeradikasi bakteri
yang mungkin menginfeksi paska operasi, diberikan melalui rute parenteral, kadar antibiotika profilaksis serta waktu penggunaannya harus dapat me ncegah
terjadinya infeksi. Selain itu, pemilihan antibiotika profilaksis perlu mempertimbangkan kemungkinan pengaruh antibiotika pada bayi yang
penggunaan antibiotika profilaksis pada kondisi yang khusus yaitu adanya kehamilan maka dilakukan penelitian mengenai Evaluasi Penggunaan Antibiotika
Profilaksis pada Pasien yang Menjalani Operasi Sesar pada Bulan Agustus dan
September 2007 di RS Panti Rapih.
1. Permasalahan
a. Berapakah besar kejadian operasi sesar dibandingkan total proses persalinan yang dilakukan Januari-Desember tahun 2007?
b. Bagaimana karakteristik operasi sesar yang berlangsung pada bulan Agustus
dan September 2007 di RS Panti Rapih?
c. Bagaimana karakteristik pasien yang menjalani operasi sesar yang
berlangsung pada bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih? d. Seperti apa pola penggunaan antibiotika profilaksis pada pasien yang
menjalani operasi sesar pada bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti
Rapih dilihat dari variasi penggunaan antibiotika profilaksis dan cara pemberian antibiotika profilaksis?
e. Apa saja Drug Related Problems (DRPs) yang muncul saat penggunaan antibiotika profilaksis?
2. Keaslian karya
Penelitian tentang Evaluasi Penggunaan Antibiotika Profilaksis pada Pasien yang Menjalani Operasi Sesar pada Bulan Agustus dan September 2007 di
RS Panti Rapih belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian lain yang membahas penggunaan obat pada pasien bedah sesar yaitu oleh Wikaningtyas
Instalasi Rawat Inap RS. Panti Rapih Yogyakarta periode Januari-Juni 2002 dan Dewi (2007) tentang Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien Pasca Bedah Sesar
di Bangsal Bakung Timur Rumah Sakit Sanglah Denpasar periode Februari 2007.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Memberikan gambaran mengenai penggunaan antibiotika profilaksis pada pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan Agustus dan September
2007 di RS Panti Rapih.
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi untuk
melaksanakan terapi antibiotika profilaksis yang lebih efektif dan efisien pada operasi sesar.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui informasi deskriptif mengenai penggunaan antibiotika profilaksis pada pasien yang menjalani operasi sesar pada
bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui berapa besar kejadian operasi sesar dibandingkan total proses
persalinan yang dilakukan Januari-Desember tahun 2007.
b. Mengetahui karakteristik operasi sesar yang berlangsung pada bulan Agustus
c. Mengetahui karakteristik pasien yang menjalani operasi sesar yang berlangsung pada bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih.
d. Mengetahui pola penggunaan antibiotika profilaksis pada pasien yang
menjalani operasi sesar pada bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih dilihat dari variasi penggunaan antibiotika profilaksis dan cara
pemberian antibiotika profilaksis.
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Operasi Sesar 1. Definisi operasi sesar
Operasi sesar atau seksio cesarea didefinisikan sebagai suatu proses penghantaran bayi, plasenta dan membran (setelah 28 minggu) melalui pemotongan atau pembedahan pada perut dan dinding rahim (Benson, 1980).
Di Amerika, angka melahirkan melalui operasi sesar elektif atau yang telah direncanakan sebelumnya meningkat 36% dari tahun 2001 hingga 2003
(Moninger, 2007). Sepanjang tahun 2005 dan 2006, terdapat 25-30 pasien operasi sesar di antara 100 orang yang menjalani proses persalinan di RSUP Nasional Cipto Mangunkusumo Jakarta (Sinsin, 2005 cit Indriarti, 2007).
2. Tipe -tipe operasi sesar
Berdasarkan alasan dilakukannya operasi, tipe operasi sesar dibagi
menjadi 2 yaitu operasi sesar elektif dan operasi sesar emergency. Operasi sesar elektif yaitu operasi yang dilakukan secara terencana karena adanya indikasi medis yang tidak memungkinkan pasien menjalani persalinan spontan atau
normal. Indikasi untuk melakukan operasi sesar elektif dapat diketahui melalui pemeriksaan rutin ke dokter kandungan. Apabila keputusan akhir yang diambil
penanganan secepatnya agar nyawa ibu dan bayi dapat terselamatkan. Pasien yang menjalani operasi sesar emergency sebenarnya memiliki kesempatan untuk melahirkan secara normal dengan atau tanpa bantuan induksi, vakum, atau
forceps, tetapi pada proses persalinan mengalami kesulitan yang mengharuskan
menjalani operasi sesar sebagai metode pengakhiran persalinan. Salah satu alasan
yang mendasari keputusan sesar yaitu untuk menyelamatkan nyawa pasien dan bayi (Benson, 1980).
Tipe operasi sesar berdasarkan jumlah operasi sesar yang pernah
dilakukan sebelumnya dibagi menjadi 2 yaitu operasi sesar primer dan operasi sesar ulangan. Operasi sesar primer adalah operasi sesar yang dilakukan oleh
pasien untuk yang pertama kalinya. Operasi sesar ulangan (re-cesarean section) ialah operasi sesar yang telah dilakukan untuk kedua kalinya, ketiga kalinya, dan seterusnya. Pengertian yang lebih memudahkan istilah operasi sesar ulangan yaitu
operasi yang telah dilakukan lebih dari satu kali (Benson, 1980). Pasien yang pernah menjalani operasi sesar pada kehamilan yang pertama, pada kehamilan
berikutnya pasien dapat melakukan persalinan per vaginam apabila tidak ada penyulit persalinan. Persalinan per vaginam yang dilakukan pasien yang pada kehamilan sebelumnya menjalani operasi sesar dikenal dengan istilah Vaginal
Birth After Cesarean (VBAC). Pada pasien yang telah melakukan operasi sesar
sebanyak 2 kali, pada kehamilan berikutnya pasien harus melakukan operasi sesar
3. Indikasi operasi sesar
Operasi sesar dilakukan bila ada indikasi medis, di antaranya: ari-ari menutup jalan lahir (plasenta previa); preeklampsia-eklampsia; bayi berukuran
besar, umumnya punya berat lebih dari 4,2 kg (macrosomia); detak jantung janin melambat (fetal distress); proses persalinan normal berlangsung lama sehingga
terjadi kelelahan persalinan atau terjadi kegagalan persalinan normal (dystosia); kegagalan persalinan dengan induksi; letak bayi melintang atau sungsang; proporsi panggul ibu dengan kepala bayi yang tidak pas sehingga dikhawatirkan
persalinan terhambat (cephalo pelvic disproportion/ CPD); kepala bayi lebih besar dari ukuran normal (hidrosefalus); ibu hamil menderita herpes genital, hipertensi,
dan AIDS; tali pusar bayi putus (Anonim, 2007a).
4. Risiko operasi sesar
a. Pasien yang menjalani operasi sesar mendapat 3 sampai 5 lapisan jahitan
yang apabila penyembuhannya tidak sempurna dapat terinfeksi kuman. Kemungkinan infeksi luka akibat operasi sesar lebih besar dari luka persalinan
normal.
b. Perdarahan masif pada operasi sesar dua kali lipat lebih banyak
dibandingkan persalinan normal.
c. Bekuan darah di kaki, organ-organ dalam panggul hingga paru-paru. d. Kematian langsung karena operasi sesar amat jarang (sekitar 7 dalam
100.000 persalinan), tetapi risikonya empat kali lebih tinggi daripada persalinan biasa.
B. Infeksi 1. Definisi infeksi
Infeksi merupakan interaksi antara mikroorganisme dengan pejamu rentan yang terjadi melalui kode transmisi kuman. Cara transmisi mikroorganisme
dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airborne, dan dengan kontak langsung (Anonim, 2007b).
2. Infeksi paska operasi sesar
Adanya infeksi paska operasi sesar dapat dinilai dari tanda-tanda klinis yang berupa suhu tubuh di atas 38oC dan meningkatnya angka leukosit.
Endometritis merupakan infeksi yang sering terjadi setelah melakukan persalinan sesar. Insiden endometritis berkisar kurang dari 10% pada rumah sakit swasta, sampai 50% pada pasien di rumah sakit pendidikan yang besar. Insiden
endometritis paska operasi sesar lebih besar dibandingkan dengan insiden endometritis paska persalinan normal yang hanya berkisar 0,9-3,9%. Faktor risiko
yang berpengaruh pada endometritis paska operasi sesar yaitu lamanya proses persalinan atau ketuban pecah dini, bakteri vaginosis, pemeriksaan vagina berkali-kali, dan penggunaan monitor janin internal (Wilson dan Sande, 2001).
Endometritis merupakan infeksi polimikrobia. Bakteri yang biasanya menginfeksi yaitu streptokoki grup B, Gardnerella vaginalis, E. coli, bakteri anaerob dan
Selain itu dapat juga terjadi infeksi pada luka operasi. Tanda-tanda klinis luka operasi sesar yang mulai terinfeksi adalah terjadinya pembengkakan dan warna kemerahan pada bekas jahitan yang disebut dengan infiltrat, muncul rasa
sakit di daerah jahitan, bekas jahitan operasi sesar terbuka dan bernanah (Hasuki, 2008).
Kemungkinan infeksi lainnya paska operasi adalah terjadinya sepsis. Sepsis adalah masuknya mikroorganisme ke dalam aliran darah, dapat menyebar ke organ lain dan menimbulkan infeksi di tempat yang baru. Sepsis merupakan
salah satu infeksi yang mungkin terjadi pada pasien maupun bayi yang dilahirkan pasien. Sepsis dapat terjadi pada pasien apabila kejadian yang mungkin berisiko
menimbulkan sepsis tidak segera ditangani, contohnya ketuban pecah dini. Selain pada pasien, sepsis juga dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan pasien. Sepsis pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena terpapar mikroorganisme yang
sebelumnya menginfeksi pasien dan karena penggunaan antibiotika profilaksis yang terlalu dini (DeCherney dan Pernoll, 1994).
3. Faktor risiko infeksi
Faktor risiko yang berpengaruh pada kemungkinan terjadinya infeksi. a. Diabetes mellitus
Kadar glukosa yang terlalu tinggi dan tidak diimbangi produksi hormon insulin yang berlebih menyebabkan insulin yang ada tidak dapat mencukupi
b. Penyakit kronis
Tuberkulosis, infeksi pada serviks ataupun vaginitis dan sebagainya, sangat memungkinkan mikroorganisme yang ada untuk sewaktu-waktu menjalar
ke bagian tubuh lain dan berkembang biak di tempat baru. Sewaktu ada perlukaan operasi sesar, proses penyembuhannya dapat terganggu karena adanya infeksi
bakteri, kuman, virus ataupun jamur.
c. Anemia
Selama kehamilan dan saat melahirkan, ibu dengan hemoglobin (Hb) di
bawah 8 g/dl sangat mudah terserang infeksi, karena berdasarkan penelitian, pasien yang kadar hemoglobinnya kurang dari 10 g/dl memiliki kadar leukosit
yang rendah. Dengan begitu infeksi dapat mudah terjadi, terlebih ketika terjadi perlukaan pada bagian tubuh pasien. Padahal, pasien yang memiliki hemoglobin rendah, sewaktu melahirkan kadar hemoglobinnya dapat semakin rendah karena
adanya postpartum hemorrhage. d. Ketuban pecah dini (KPD)
Ditandai dengan keluarnya cairan dari vagina yang baunya amat khas. Ketuban pecah dini memungkinkan masuknya bakteri ke jalan lahir yang telah terbuka dan dapat menyebabkan infeksi pada ibu dan juga bayi di dalam rahim.
e. Persalinan lama
Proses bersalin yang cukup lama memberi kesempatan terjadinya infeksi.
f. Ketidaksterilan
Hal penting dalam operasi sesar adalah kondisi steril dari peralatan yang digunakan, tim dokter yang menangani, para asisten dokter, dan ruangan bersalin.
Infeksi tidak hanya dapat terjadi di bekas luka sesar, tetapi dapat meluas hingga ke organ vital lainnya, seperti otak, paru-paru, hati, jantung.
g. Gizi yang seimbang
Dengan mencukupi kebutuhan gizi pasien dengan baik maka imunitas akan meningkat sehingga tidak akan mudah terinfeksi.
(Hasuki, 2008)
C. Antibiotika 1. Definisi antibiotika
Antibiotika ialah zat atau senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme
yang dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme lainnya (Anonim, 2000). Selain dari makhluk hidup, antibiotika dapat dibuat secara sintesis.
2. Prinsip penggunaan antibiotika
Prinsip penggunaan antibiotika didasarkan pada 2 pertimbangan, yaitu: a. penyebab infeksi
Penggunaan antibiotika diharapkan sesuai dengan hasil pemeriksaan mikrobiologis dan uji kepekaan kuman. Akan tetapi dalam penerapannya sulit
didasarkan pada jenis mikroorganisme yang biasanya menginfeksi bagian-bagian tubuh.
b. faktor pasien
Faktor yang perlu dipertimbangkan pada pemilihan antibiotika yaitu usia, wanita hamil atau menyusui, alergi, fungsi ginjal, fungsi hati. Hal ini berpengaruh
pada jenis dan dosis antibiotika yang akan digunakan.
(Anonim, 2000)
Tabel I. Penggunaan antibiotika di masa kehamilan menurut Wattimena, Sugiarto, Widianto, Sukandar, Soemardji, Setiadi (1990)
Antibiotika Embrio
1-3 bulan
Per fetal
4-9 bulan
Minggu terakhir
kehamilan
Akibat terhadap bayi di dalam kandungan
Ampisilin + + +
Eritromisin + + +
Gentamisin ± - - Gangguan pendengaran
Kanamisin ± - - Gangguan pendengaran
Kloramfenikol ± ± - Agranulasitosis, sindrom bayi kelabu
D. Antibiotika Profilaksis 1. Definisi antibiotika profilaksis
Antibiotika profilaksis yaitu antibiotika yang digunakan untuk mencegah
terjadinya infeksi baik sebelum maupun sesaat setelah terpapar mikroorganisme patogen tetapi belum menunjukan manifestasi infeksi. Penggunaan antibiotika
profilaksis dalam operasi melibatkan pertimbangan risiko dan keuntungan. Untuk mencegah infeksi pada luka bekas operasi, antibiotika harus diberikan dalam waktu sebelum 2 jam dari waktu operasi. Antibiotika harus dihentikan setelah 24
jam setelah prosedur operasi (Anonim, 2000).
2. Prinsip pemberian antibiotika profilaksis pada pasien operasi sesar
a. Digunakan pada pasien yang memiliki risiko infeksi tinggi. Kategori
pasien yang risiko infeksinya tinggi yaitu mengalami ketuban pecah dini atau waktu persalinannya lama, menjalani persalinan percobaan dan gagal menjalani
persalinan dengan bantuan forceps.
b. Antibiotika diberikan apabila pasien termasuk pasien high risk dan
menjalani operasi sesar emergency (Kanji dan Devlin, 2005).
c. Aktivitas antibiotika harus disesuaikan dengan kemungkinan terbesar
mikroorganisme patogen yang mengkontaminasi luka atau lokasi operasi
(educated guess).
d. Jika antibiotika profilaksis lebih dari satu, pemilihan antibiotika
profilaksis harus didasarkan pada kemungkinan terbesar mikroorganisme yang
e. Pada prosedur operasi yang berlangsung selama 3 jam atau kurang, dosis antibiotika profilaksis tunggal biasanya sudah cukup. Prosedur yang berlangsung lebih dari 3 jam membutuhkan tambahan dosis efektif.
(Barnas, 2000)
3. Antibiotika profilaksis pilihan
Pemilihan antibiotika profilaksis untuk operasi sesar sebaiknya memenuhi syarat berikut, yaitu: berupa sediaan parenteral, sesuai dengan mikroorganisme yang kemungkinan besar menginfeksi, kadar antibiotika profilaksis serta waktu
penggunaannya harus dapat mencegah terjadinya infeksi saat pelaksanaan operasi. Selain itu, antibiotika yang dipilih hendaknya tidak memiliki efek yang tidak
diinginkan terhadap bayi yang ada dalam kandungan.
Pencegahan infeksi pada operasi obstetric and gynaecology: a. Operasi sesar
Dosis tunggal sefuroksim IV diberikan setelah tali pusat dipotong.
Dapat digantikan dengan klindamisin IV jika ada riwayat alergi terhadap
penisilin atau sefalosporin.
b. Histerektomi
Dosis tunggal sefuroksim IV ditambah metronidasol IV atau gentamisin IV
ditambah metronidasol IV atau ko-amoksoklav tunggal.
c. Pengakhiran kehamilan
Dosis tunggal antibotika profilaksis sudah cukup dan efektif dari 3 kali pemberian dosis atau pemberian hingga 24 jam setelah operasi dalam pencegahan infeksi. Jika prosedur operasi berlangsung lebih dari 6 jam atau terjadi kehilangan
darah 1500 ml atau lebih, diperlukan pemberian dosis kedua untuk menjaga kecukupan kadar antibiotika selama prosedur (Anonim, 2003).
Sefazolin 1-2 gram secara intravena dan ampisilin 1 gram secara intravena merupakan antibiotika profilaksis yang dapat digunakan pada operasi sesar (McEvoy dkk, 2003). Selain itu, penggunaan seftriakson 1-2 gram secara
intravena dosis tunggal terbukti memiliki keefektifan yang tidak berbeda bermakna dengan penggunaan ampisilin 1 gram multidosis secara intravena
(Ahmed, Gerais, Adam, 2004).
Sefazolin 1-2 g sebagai antibiotika profilaksis dapat digantikan dengan metronidasol atau klindamisin. Penggunaan gentamisin dapat diberikan pada
pasien dengan alergi ß-laktam.
Tidak sama seperti prosedur operasi lainnya, pemberian antibiotika
profilaksis pada operasi sesar harus dilakukan setelah sayatan pertama dibuat atau setelah tali pusat dipotong (Kanji dan Devlin, 2005). Penundaan pemberian dosis pertama sampai tali pusat dipotong dapat mencegah infeksi pada pasien dan tidak
mempengaruhi nilai tes laboratorium bayi (Cunningham dkk, 1983 cit DeCherney dan Pernoll, 1994). Pemberian antibiotika profilaksis yang terlalu awal dapat
E. Drug Related Problems (DRPs)
Pengertian drug related problems yaitu kejadian-kejadian yang tidak diinginkan yang dialami pasien yang diduga atau terlibat dalam terapi obat yang
menginginkan tercapainya tujuan terapi. Drug related problems merupakan sebuah konsekuensi dari kebutuhan akan obat yang tidak tercapai (Cipolle, Strand,
Morley, 2004).
Salah satu tugas dan tanggung jawab farmasis dalam melakukan pelayanan kefarmasian yaitu melakukan identifikasi, mengatasi dan mencegah
terjadinya drug related problems. Untuk dapat mengidentifikasi, mengatasi, dan mencegah drug related problems, farmasis harus dapat memahami bagaimana
pasien dengan drug related problems ada dalam komunitas klinis. Drug related problems selalu memiliki 3 komponen utama.
1. Kejadian atau risiko yang tidak diinginkan yang dialami pasien. Masalah
dapat berupa komplain medis, tanda, simptom, diagnosis, penyakit, ketidakmampuan, nilai laboratorium yang tidak normal, atau sindrom.
2. Terapi obat (produk dan atau aturan dosis) yang dilakukan.
3. Hubungan yang terjadi (atau diduga) antara kejadian pada pasien yang tidak diinginkan dan terapi obat. Hubungan dapat berupa:
a. konsekuensi terapi obat, hubungan langsung atau hubungan sebab akibat, atau
Drug related problems tidak dapat dicegah atau diatasi jika penyebabnya tidak
diketahui secara pasti. Penting untuk mengidentifikasi dan mengkategorikan tidak hanya drug related problem, tetapi juga penyebab yang biasanya muncul. Tabel II
merupakan rangkuman dari penyebab yang umumnya menimbulkan drug related problems (Cipolle, Strand, Morley, 2004).
Tabel II. Kategori dan penyebab munculnya DRPs menurut Cipolle, Strand, dan Morley (2004)
Drug related problems Penyebab munculnya DRPs Terapi obat yang tidak
diperlukan
(unnecessary drug therapy)
a.Tidak ada indikasi yang tepat untuk terapi obat yang dilakukan.
b.Mengkonsumsi multiple drugs pada kondisi yang cukup memerlukan terapi
single drug.
c. Kondisi pasien lebih tepat diobati dengan terapi non farmakologis.
d.Terapi obat digunakan untuk mengobati efek samping yang dapat dicegah
yang berkaitan dengan pengobatan lainnya.
e.Penyalahgunaan obat, penggunaan obat, atau merokok yang menjadi
penyebabnya. Memerlukan terapi obat
tambahan
(need additional drug therapy)
a.Kondisi medis memerlukan inisiasi terapi obat.
b.Terapi obat pencegahan diperlukan untuk mengurangi resiko perkembangan
kondisi yang baru.
c.Kondisi medis memerlukan farmakoterapi tambahan untuk menghasilkan
sinergisme atau efek tambahan. Salah obat
(wrong drug)
a.Obat yang digunakan bukan yang paling efektif.
b.Kondisi medisnya sulit untuk dikontrol lewat terapi obat.
c.Bentuk sediaan obat tidak tepat.
d.Obat tidak efektif untuk indikasi yang muncul.
Dosis terlalu rendah (dose too low)
a.Dosis terlalu rendah untuk menghasilkan respon yang diinginkan.
b.Interval dosis terlalu jauh untuk dapat menghasilkan respon yang diinginkan.
c.Interaksi obat mengurangi jumlah obat yang aktif.
d.Durasi terapi obat terlalu singkat untuk menghasilkan respon yang diinginkan.
Efek samping obat (adverse drug reaction)
a.Obat menghasilkan reaksi yang tidak diinginkan tetapi tidak tergantung pada
besar dosis.
b.Obat yang lebih aman diperlukan karena adanya faktor risiko.
c.Interaksi obat menyebabkan munculnya reaksi yang tidak diinginkan tetapi
tidak tergantung pada besar dosis.
d.Aturan dosis diberikan atau diganti terlalu cepat.
e.Obat menyebabkan reaksi alergi.
f. Obat dikontraindikasikan karena faktor risiko.
Dosis terlalu tinggi (dose too high)
a.Dosis terlalu tinggi.
b.Frekuensi pemberian obat terlalu sering.
c.Durasi pemakaian obat terlalu lama.
d.Interaksi obat yang terjadi menghasilkan reaksi toksik obat.
Ketidakpatuhan pasien (uncompliance)
a.Pasien tidak paham instruksi yang diberikan.
b.Pasien memilih untuk tidak meminum obat.
c.Pasien lupa meminum obat.
d.Obat terlalu mahal untuk pasien.
e.Pasien tidak dapat menelan atau menggunakan sendiri obat yang dipilihkan.
F. Keterangan Empiris
Penggunaan antibiotika profilaksis pada prosedur operasi sesar penting untuk mencegah terjadinya infeksi. Penelitian ini diharapkan dapat mengevaluasi
20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian yang berjudul “Evaluasi Penggunaan Antibiotika Profilaksis
pada Pasien yang Menjalani Operasi Sesar Pada Bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih” termasuk dalam jenis penelitian non-eksperimental
dengan rancangan penelitian deskriptif-evaluatif. Penelitian ini terbatas pada
usaha mengungkapkan dan mengevaluasi suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan
fakta. Hasil penelitian ditekankan pada penggambaran secara obyektif tentang keadaan sebenarnya dari obyek yang diselidiki.
B. Definisi Operasional
1. Pasien adalah wanita yang menjalani operasi sesar pada bulan Agustus dan
September 2007 di RS Panti Rapih, usia kehamilan di atas 38 minggu, menggunakan antibiotika profilaksis, memiliki data laboratorium paska
operasi yang mencantumkan nilai leukosit.
2. Operasi ialah operasi sesar yang berlangsung pada bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih.
3. Pasien dengan faktor risiko infeksi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu pasien yang mengalami ketuban pecah dini, anemia, menderita diabetes
sebelum operasi lebih rendah dari nilai rujukan, dan pasien yang tidak memiliki nilai laboratorium sebelum operasi.
4. Anemia pada wanita hamil ditandai dengan rendahnya nilai hemoglobin yaitu
di bawah 11,0 g/dl.
5. Antibiotika profilaksis yang dimaksud yaitu antibiotika yang digunakan
sebelum operasi sesar sampai 24 jam setelah operasi sesar yang bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi yang biasanya terjadi paska operasi.
6. Antibiotika terapi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu antibiotika yang
digunakan pada keadaan di mana ada tanda-tanda infeksi paska operasi seperti meningkatnya angka leukosit, suhu tubuh di atas 38oC, subinvolusi urteri,
uterus le mbek dan nyeri tekan, lokia berbau, terjadinya infiltrat, muncul rasa sakit di daerah jahitan, luka bernanah dan terlihat basah.
7. Drug Related Problems (DRPs) yaitu masalah-masalah yang timbul
sehubungan dengan pemberian antibiotika profilaksis pada pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti
Rapih.
8. Terapi obat yang tidak perlu yaitu DRP yang terjadi jika pasien yang
menjalani operasi sesar tidak memiliki indikasi yang mendukung penggunaan
antibiotika profilaksis sebelum, saat, dan/ atau setelah operasi sesar berlangsung.
antibiotika profilaksis yang sudah diterima pasien yang bertujuan untuk menangani kemungkinan infeksi.
10.Salah obat yaitu DRP yang terjadi jika pemilihan jenis antibiotika dan rute
pemberian antibiotika profilaksis yang digunakan pasien tidak sesuai dengan disarankan untuk digunakan pada literatur pembanding.
11.Dosis terlalu rendah yaitu DRP yang terjadi jika kadar antibiotika antibiotika profilaksis jaringan kurang mencukupi kebutuhan saat operasi sesar
berlangsung.
12.Efek samping obat yaitu DRP yang terjadi jika ada interaksi antara antibiotika profilaksis yang digunakan dengan obat-obat lain yang diterima pasien dan
kemungkinan kejadian sepsis pada bayi akibat penggunaan antibiotika profilaksis yang terlalu awal.
13.Dosis terlalu tinggi yaitu DRP yang terjadi jika dosis antibiotika profilaksis
yang diberikan ke pasien dosisnya terlalu tinggi.
14.Ketidakpatuhan pasien yaitu DRP yang terjadi jika pasien menolak
penggunaan antibiotika profilaksis.
C. Subyek Uji
Pengambilan subyek uji didasarkan pada kriteria inklusi yaitu pasien yang menjalani operasi pada bulan Agustus dan September 2007, usia
kehamilannya di atas 38 minggu, menggunakan antibiotika profilaksis, dan memiliki hasil laboratorium paska operasi yang mencantumkan nilai leukosit.
2007, ada 49 orang yang tidak termasuk kriteria inklusi, jadi hanya ada 43 orang yang menjadi subyek uji.
D. Bahan Penelitian
Bahan dari penelitian ini adalah data yang terdapat dalam kartu rekam
medik pasien yang berisi nomor rekam medik, nama pasien, umur, usia kehamilan, tanggal operasi, jam operasi, indikasi operasi, jenis tindakan operasi,
data laboratorium sebelum dan sesudah operasi, riwayat pengobatan yang
diterima, pemeriksaan fisik pasien seperti tekanan darah, nadi, dan suhu badan.
E. Jalannya Penelitian 1. Persiapan
Pada tahap ini, dilakukan pembuatan proposal dan surat ijin untuk dapat
melakukan penelitian di RS Panti Rapih.
2. Orientasi
Setelah mendapatkan ijin melakukan penelitian dari pihak RS Panti Rapih lalu dilakukan tahap orientasi. Awal tahap orientasi dilakukan dengan
melakukan perkenalan dengan karyawan bagian rekam medik dan bagian instalasi
farmasi rumah sakit. Pada tahap ini dilakukan pengarahan dari kepala bagian rekam medik tentang tata cara dan tata busana dalam pengambilan data di rumah
yaitu data yang tercatat dalam kartu rekam medik berupa identitas pasien, pemeriksaan fisik, data laboratorium dan riwayat pengobatan.
3. Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan dilakukan pencatatan ulang semua kartu rekam medik yang menjadi subyek uji penelitian. Penulisan ulang ini dimaksudkan untuk
memudahkan pengelolaan data sehingga tidak perlu lagi mencari kartu rekam medik di rumah sakit, yang dapat mengganggu kegiatan di rumah sakit.
4. Pengolahan data dan pembuatan laporan
Pada tahap ini dilakukan pengelompokan data menurut kriteria- kriteria sehingga data dapat disajikan sesuai harapan yaitu mudah dibaca dan
mempresentasikan hal yang sebenarnya. Dan pada tahap pembuatan laporan, penyusunan laporan didasarkan pada data yang telah diolah sehingga dapat dibuat
suatu karya ilmiah yang memberikan manfaat.
F. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara statistik deskriptif yaitu dengan persentase. Data ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. Evaluasi DRPs
dilakukan dengan membandingkan antibiotika profilaksis yang diterima pasien
dengan literatur yang diacu. Literatur yang digunakan sebagai acuan yaitu AHFS
Drug Information 2004 (McEvoy dkk, 2003), Drug Information Handbook (Lacy,
Amstrong, Goldman, Lance, 2006), Pharmacotherapy: A Pathophysiologic
Approach (Kanji dan Devlin, 2005) dan Eastern Mediterranean Journal (Ahmed,
G. Kesulitan yang Dialami dan Pemecahan Masalah
1. Waktu efektif pengambilan data sangat singkat (3,5 jam). Pemecahan
masalahnya yaitu membuat blangko yang berisi tabel-tabel data sehingga
pengambilan data lebih teratur dan cepat.
2. Bulan Februari rumah sakit akan sangat sibuk dalam mempersiapkan ISO
sehingga para peneliti yang sedang mengambil data di rumah sakit diharuskan cepat selesai. Penulis yang awalnya menetapkan periode penelitian bulan
Agustus-Oktober 2007 terpaksa mengurangi periode penelitian menjadi bulan
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Operasi Sesar yang Dilakukan di RS Panti Rapih Tahun 2007
Tabel III. Total pelayanan persalinan di RS Panti Rapih tahun 2007
Jumlah Pasien Persalinan
Keterangan: SC = seksio cesarea
Pada tabel III terlihat bahwa operasi sesar berada pada urutan no.2
terbanyak pada metode persalinan yang terjadi selama tahun 2007. Operasi sesar menjadi salah satu alternatif persalinan yang banyak dipilih oleh masyarakat
sekarang ini dikarenakan banyaknya kemajuan dalam teknik operasi yang
membuat pasien merasa lebih nyaman dalam melakukan proses persalinan, seperti perkembangan metode penjahitan rahim dengan benang untuk menghentikan
perdarahan, tindakan aseptik, perubahan sayatan pada rahim dari cara klasik menjadi melintang di segmen bawah rahim. Selain itu pasien juga mendapat hak
penuh untuk dapat memilih metode persalinan yang hendak dijalankan. Apabila
pasien lebih memilih operasi sesar dibandingkan metode lain dengan berbagai pertimbangan, maka dokter dan rumah sakit hanya memenuhi keinginan pasien.
Tabel IV. Persentase jumlah operasi sesar di RS Panti Rapih tahun 2007
Dari tabel IV didapatkan hasil bahwa operasi sesar yang terjadi tahun
2007 berkisar antara 31,82-45,13%. Ini berarti terdapat 32-45 pasien operasi sesar
dari 100 pasien yang menjalani proses persalinan. Besarnya persentase operasi sesar yang berlangsung pada Januari-Desember 2007 di RS Panti Rapih lebih
tinggi dari persentase operasi sesar yang berlangsung di RSUP Nasional Cipto Mangunkusumo Jakarta sepanjang tahun 2005-2006.
B. Karakteristik Operasi Sesar
1. Tipe operasi sesar berdasarkan alasan dilakukannya operasi
Tipe operasi sesar dapat dibagi menjadi 2 berdasarkan alasan dilakukannya operasi. Ada tipe operasi sesar elektif dan operasi emergency.
Tipe Operasi Caesar
53,49% 46,51%
Elektif
Emergency
Gambar 1. Tipe operasi sesar berdasarkan alasan dilakukannya operasi pada bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih
2. Tipe operasi sesar berdasarkan jumlah operasi sesar yang pernah dilakukan
Tipe Operasi Caesar
18,60%
81,40%
Primer
Ulangan
Gambar 2. Tipe operasi sesar berdasarkan jumlah operasi sesar yang pernah dilakukan sebelumnya oleh pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan Agustus dan September 2007di RS Panti Rapih pada
Pada gambar 2 terlihat bahwa sebanyak 81,40% pasien menjalani operasi
sesar untuk yang pertama kalinya dan sebanyak 18,60% pasien pernah menjalani operasi sesar sebelumnya.
Pasien yang pertama kali menjalani operasi sesar, masih ada
kemungkinan besar untuk menjalani persalinan normal (Vaginal Birth After
Cesarean/ VBAC) pada kehamilan berikutnya. Studi yang telah dilakukan pada
persalinan percobaan berhasil melahirkan normal setelah dokter ahli kebidanan melakukan promosi terhadap VBAC (DeCherney dan Pernoll, 1994).
Apabila pasien sebelumnya sudah pernah melakukan operasi sesar
sebanyak 2 kali, pada persalinan berikutnya harus dilakukan operasi sesar lagi sebab terlalu besar risiko robeknya rahim. Kemungkian melahirkan secara normal
hanya 1-2%. Bedah sesar umumnya dibatasi sampai tiga kali. Semakin sering dibedah, semakin terjadi banyak perlekatan yang terjadi di dalam tubuh.
Akibatnya, ada risiko memotong kandung kemih atau organ lain.
3. Indikasi operasi sesar elektif
Tabel V. Indikasi operasi sesar elektif pada bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih
Indikasi Jumlah Presentase (%)
Mini laparotomy on women (MOW) 2 5,88
Preklampsia ringan 1 2,94
Disproporsi kepala panggul 8 23,53
Letak lintang 1 2,94
Riwayat obstetri jelek 1 2,94
TOTAL 34 99,98
Indikasi pada operasi sesar elektif merupakan indikasi yang telah
diketahui selama masa kehamilan hingga mendekati waktu persalinan. Pasien dapat mengetahui penyulit untuk melahirkan per vaginam dengan melakukan pemeriksaan rutin ke dokter ahli kebidanan. Apabila dokter atau pasien
maka perlu dilakukan penetapan waktu yang tepat untuk melakukan operasi sesar elektif. Penetapan waktu operasi yang dimaksud yaitu menetapkan tanggal operasi
dengan mempertimbangkan maturitas janin. Tabel V menunjukkan indikasi yang
paling banyak pada operasi sesar elektif yaitu disproporsi kepala panggul (DKP). Adanya ketidakseimbangan antara besar kepala bayi dengan panggul dapat
diidentifikasi dengan melakukan pemeriksaan vagina maupun menjalankan persalinan percobaan. Jika bayi belum dapat dilahirkan melalui vagina maka
diperlukan operasi sesar (DeCherney dan Pernoll, 1994). Persalinan percobaan
sudah jarang dilakukan karena sering muncul tanda-tanda fetal distress sebelum persalinan percobaan ini terselesaikan. Berdasarkan lembar keperawatan,
dijelaskan kepada pasien tentang program dokter untuk melakukan persalinan percobaan sebelum dilakukannya operasi sesar, tetapi kebanyakan pasien dengan
indikasi disproporsi kepala panggul menolak rencana tersebut dan meminta untuk
dilakukan operasi sesar.
4. Indikasi operasi sesar emergency
Tabel VI. Indikasi operasi sesar emergency pada bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih
Indikasi Jumlah Presentase (%)
Operasi sesar ulangan 2 5,55
Preeklampsia berat 1 2,78
Partus macet 4 11,11
Ketuban pecah dini 8 22,22
Fetal distress 2 5,55
Serotinus 6 16,67
Disproporsi kepala panggul 2 5,55
Panggul asimetris 1 2,78
Induksi gagal 9 25,00
Preeklampsia ringan 1 2,78
Pada awalnya pasien diperkirakan dapat menjalani persalinan per vaginam, tetapi terdapat penyulit saat menjalankan persalinan per vaginam yang
menyebabkan persalinan tidak dapat dilanjutkan sehingga dipilih operasi sesar
untuk mengakhiri persalinan. Perbedaan dengan operasi sesar elektif yaitu pasien telah atau sedang mengalami kontraksi persalinan.
Dari tabel VI dapat dilihat bahwa indikasi yang paling banyak pada operasi sesar emergency yaitu induksi yang dilakukan gagal. Induksi persalinan
adalah pencetusan persalinan buatan. Induksi persalinan biasanya menggunakan
oksitosin, yaitu suatu hormon yang menyebabkan kontraksi rahim menjadi lebih kuat. Jika induksi tidak menyebabkan kemajuan dalam persalinan, maka
dilakukan operasi sesar untuk mengakhiri persalinan agar bayi dapat terselamatkan.
C. Karakteristik Pasien yang Menjalani Operasi Sesar 1. Usia pasien
Pasien yang menjalani operasi sesar di RS Panti Rapih pada bulan Agustus dan September 2007 usianya berkisar antara 20-40 tahun. Dari hasil
penelitian didapatkan hasil 53,48% pasien berusia 20-29 tahun; 39,53% pasien
berusia 30-34 tahun; 6,98% pasien berusia 35-40 tahun.
Pada gambar 1 terlihat bahwa sebagian besar pasien yang menjalani
Usia pasien
53,48% 39,53%
6,98% 20-29 tahun
30-34 tahun
35-40 tahun
Gambar 3. Usia pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan Agustus dan September 2007di RS Panti Rapih
Sebesar 53,48% pasien berada pada usia 20-29 tahun. Pada usia ini laju morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi adalah yang paling rendah. Usia di bawah atau di atas itu memiliki risiko yang lebih besar (Pernoll, 2001).
Hanya ada 6,98% pasien yang berusia 35-40 tahun. Wanita yang berusia
35 tahun atau lebih dikategorikan pasien high risk, terutama bagi yang baru hamil untuk yang pertama kalinya. Risiko komplikasi yang dapat terjadi selama kehamilan yaitu meningkatnya abnormalitas kromosomal, hipertensi kronik, hipertensi yang diinduksi kehamilan, obesitas, leiomioma uterine, meningkatnya
masalah kesehatan yang berkaitan dengan usia (seperti diabetes mellitus) dan
meningkatnya kemungkinan melahirkan dengan cara operasi sesar (Pernoll, 2001). Tindakan perawatan selama kehamilan yang baik serta memiliki kebiasaan yang sehat dapat mengurangi risiko yang mungkin muncul dalam kehamilan, seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan artritis. Risiko yang tidak dapat
diperbaiki dengan gaya hidup yang sehat yaitu abnormalitas kromosomal, yang
2. Riwayat kehamilan pasien
Riwayat kehamilan
27,91% 58,14%
2,33%
11,63% Kehamilan I
Kehamilan II
Kehamilan III Kehamilan IV
Gambar 4. Riwayat kehamilan pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih
Dari data yang telah dihimpun, sebanyak 58,14% pasien menjalani kehamilan untuk yang pertama kalinya. Sebesar 27,91% pasien menjalani
kehamilan yang kedua; 11,63% pasien menjalani kehamilan yang ketiga; dan
2,33% pasien menjalani kehamilan keempat.
3. Riwayat melahirkan pasien
Berdasarkan data yang diperoleh, didapat hasil 69,77% pasien belum pernah melahirkan; 23,26% pasien pernah melahirkan 1 kali sebelum kehamilan
kali ini; dan sebesar 6,98% pasien sudah 2 kali melahirkan sebelum kehamilan
sekarang ini. Apabila telah memiliki riwayat melahirkan lebih dari 5 kali maka risiko uterine inertia, postpartum hemorrhage, placenta previa, dan abruptio placenta mulai meningkat hampir secara eksponensial. Pasien yang memiliki
riwayat melahirkan kurang dari 5 kali tidak termasuk pasien high risk.
Gambar 5 menunjukkan sebagian besar pasien belum pernah mengalami
Riwayat melahirkan
69,77% 23,26%
6,98% Belum pernah
1 kali 2 kali
Gambar 5. Riwayat melahirkan pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih
4. Riwayat aborsi pasien
Masyarakat cenderung mengartikan aborsi sebagai tindakan untuk
menggugurkan kehamilan yang dilakukan atas permintaan pasien. Dalam istilah
medis, aborsi dapat dikategorikan menjadi aborsi spontan dan aborsi terinduksi yang terdiri dari aborsi terinduksi obat serta aborsi elektif. Aborsi spontan ialah
pengakhiran kehamilan di mana usia kandungan di bawah 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram yang diakibatkan trauma yang kebetulan atau sebab
alami. Aborsi terinduksi yaitu pengakhiran kehamilan yang diakibatkan campur
tangan manusia.
Sebanyak 86,05% pasien belum pernah mengalami kejadian aborsi
sebelumnya; 11,63% pasien pernah mengalami 1 kali aborsi; dan sebesar 2,33% pasien sudah pernah 3 kali mengalami aborsi.
Gambar 6 menunjukkan bahwa sebagian besar pasien belum pernah
Riwayat aborsi
Gambar 6. Riwayat aborsi pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih
Pasien dengan riwayat aborsi 3 kali atau lebih termasuk dalam kategori pasien high risk. Pasien tersebut memiliki risiko yang lebih besar seperti:
1. luka pada rahim,
2. pertumbuhan pada janin terganggu apabila plasenta tumbuh di bekas luka,
3. kontraksi rahim yang tidak normal karena adanya luka,
4. kualitas rahim menurun (tidak dapat ditempeli plasenta).
D. Pola Penggunaan Antibiotika Profilaksis Untuk Operasi Sesar 1. Variasi penggunaan antibiotika profilaksis pada pasien yang menjalani
operasi sesar pada bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih
Tabel VII. Variasi penggunaan antibiotika profilaksis pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan Agustus dan September 2007di RS Panti Rapih
Jumlah Persentase (%)
Tunggal
Seftriakson 1 g 1 2,33
Seftriakson 2 g 35 81,40
Kombinasi
Amoksisilin 500mg + Seftriakson 2 g 2 4,65
Kotrimoksasol 960 mg+ Seftriakson 2 g 5 11,63
Dari tabel VII terlihat penggunaan antibiotika profilaksis yang paling banyak yaitu seftriakson 2 gram sebesar 81,40%. Penggunaan antibiotika tunggal
lainnya yaitu seftriakson 1 gram sebesar 2,33%. Selain penggunaan antibiotika
profilaksis tunggal, digunakan juga kombinasi antibiotika profilaksis. Penggunaan kombinasi antibiotika profilaksis berupa amoksisilin 500 mg dengan seftriakson
2g sebesar 4,65% dan penggunaan kotrimoksasol 960 mg dengan seft riakson 2g sebesar 2,33%.
2. Rute pemberian antibiotika profilaksis di RS Panti Rapih pada bulan Agustus dan September 2007
Tabel VIII. Rute pemberian antibiotika profilaksis yang digunakan pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih
Rute pemberian Jumlah Persentase (%)
Intravena (IV) 43 86,0
Oral (PO) 7 14,0
TOTAL 50 100
Berdasarkan data tabel VIII, rute pemberian yang paling banyak
digunakan yaitu rute intravena (IV) sebesar 86,0%, sedangkan rute per oral (PO) hanya sebesar 14,0%. Injeksi intravena memudahkan tercapainya kadar obat yang
diinginkan dalam jaringan dalam yang lebih singkat dibandingkan rute pemberian per oral. Rute pemberian per oral memerlukan adanya waktu tunda untuk dapat terabsorpsi dan menghasilkan kadar yang tinggi dalam darah maupun jaringan
E. Drug Related Problems Saat Penggunaan Antibiotika Profilaksis
Cara mengevaluasi penggunaan antibiotika profilaksis dalam penelitian
ini yaitu dengan cara menganalisis drug related problems (DRPs) yang terjadi
saat pasien mendapat antibiotika profilaksis.
1. Evaluasi drug related problems
Dari evaluasi yang dilakukan terdapat 4 macam DRPs yaitu terapi obat tidak diperlukan, salah obat, dosis terlalu rendah, dan efek samping obat. Berikut
adalah drug related problems yang terjadi dalam penggunaan antibiotika
profilaksis pada pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih.
a. Terapi obat tidak diperlukan
Operasi sesar termasuk dalam operasi bersih yang seharusnya tidak
memerlukan antibiotika profilaksis karena risiko terkena infeksinya kecil yaitu
sebesar 2-4% (Kanji dan Devlin, 2005). Antibiotika profilaksis dapat digunakan pada pasien yang akan menjalani sesar apabila termasuk dalam kategori pasien
yang memiliki risiko infeksi tinggi, menjalani operasi sesar emergency dan termasuk pasien high risk. Contoh keadaan pasien yang dikategorikan sebagai
pasien high risk yaitu usia ibu saat mengandung 35 tahun atau di atasnya, pernah
Tabel IX. Kasus terapi obat yang tidak diperlukan pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih
Jumlah kasus Problem Penilaian Rekomendasi
4 kasus 144015 159979 559584 584755
Pemberian seftriakson 2g sebagai antibiotika profilaksis.
Tidak ada indikasi penggunaan antibiotika profilaksis.
Antibiotika profilaksis tidak perlu diberikan dengan syarat semua peralatan operasi dan ruang operasi dalam keadaan steril serta tim operator menjaga keadaan tetap steril.
2 kasus 472651 581827
Perpanjangan penggunaan antibiotika profilaksis.
Tidak ada peningkatan angka leukosit.
Penggunaan antibiotika perlu dihentikan.
2 kasus 165550 270301
Pemberian antibiotika profilaksis serta perpanjangan penggunaan antibiotika profilaksis
Tidak ada indikasi penggunaan antibiotika profilaksis serta perpanjangan penggunaan antibiotika profilaksis.
Pada kasus yang sama antibiotika profilaksis tidak perlu digunakan dan perlu penghentian perpanjangan penggunaan antibiotika profilaksis.
Dari evaluasi yang dilakukan, terdapat 4 kasus pemberian seftriakson 2 g sebagai antibiotika profilaksis. Pasien-pasien tersebut tidak memiliki indikasi
penggunaan antibiotika profilaksis sebab tidak termasuk dalam kriteria yang perlu
mendapat antibiotika profilaksis karena tidak mengalami anemia, tidak menjalani operasi sesar emergency, dan tidak termasuk pasien high risk. Pihak dokter mungkin mempertimbangkan hal lain ketika memberikan antibiotika profilaksis kepada pasien, yang mungkin tidak dituliskan dalam kartu rekam medik.
Selain kasus panggunaan antibiotika profilaksis yang tidak diperlukan,
ada juga kasus perpanjangan penggunaan antibiotika profilaksis yaitu sebanyak 2 kasus. Pada keempat kasus tersebut hasil pemeriksaan laboratorium paska operasi tidak menunjukkan adanya peningkatan jumlah leukosit yang menunjukkan tidak adanya infeksi paska operasi sehingga penggunaan antibiotika sebaiknya
dihentikan. Penggunaan antibiotika profilaksis perlu dihentikan setelah 24 jam
strain mikroba yang resisten dan munculnya efek samping obat serta superinfeksi mikroba lain.
b. Salah obat
Tabel X. Kasus salah obat pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih
Dari evaluasi yang telah dilakukan, terdapat 5 kasus pemberian kotrimoksasol 960 mg sebagai antibiotika profilaksis yang dimasukkan dalam
DRP salah obat. Pemilihan antibiotika profilaksis perlu mempertimbangkan faktor keamanan penggunaan pada ibu hamil (pregnancy risk factor). Penggunaan antibiotika profilaksis dapat berpengaruh terhadap bayi yang dikandung. Faktor
keamanan penggunaan kotrimoksasol pada kehamilan ialah C atau D (pada kehamilan cukup bulan). Faktor keamanan penggunaan C pada kehamilan berarti
studi pada hewan menunjukkan efek yang tidak diinginkan pada janin dan tidak ada studi terkontrol pada wanita, atau studi pada hewan uji maupun wanita belum ada. Faktor keamanan penggunaan D pada kehamilan berarti terdapat risiko pada
janin manusia tetapi keuntungan penggunaan pada wanita hamil dapat diterima meski berisiko (bila obat diperlukan pada keadaan yang mengancam keselamatan
atau pada sakit yang serius di mana obat yang lebih aman tidak dapat digunakan atau tidak efektif). Penggunaan kotrimoksasol pada kehamilan sukup bulan dapat menyebabkan kernikterus pada bayi baru lahir. Penggunaan kotrimoksasol
Jumlah kasus
Problem Penilaian Rekomendasi
5 kasus
Pemberian kotrimoksasol 960 mg sebagai antibiotika profilaksis.
Kotrimoksasol kontraindikasi
pada kehamilan dan laktasi
Menggunakan antibiotika
lain yang tidak
kontraindikasi pada kehamilan dan masa laktasi. Pihak dokter mungkin mempertimbangkan kondisi pasien yang tidak tertulis dalam rekam medik yang
mendasari penggunaan kotrimoksasol sebagai antibiotika profilaksis.
c. Dosis terlalu rendah
Tabel XI. Kasus dosis terlalu rendah pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih
Jumlah kasus Problem Penilaian Rekomendasi
10 kasus
Pemberian seftriakson 2g secara intravena.
Waktu pemberian terlalu awal (lebih dari 2 jam).
Waktu pemberian saat pemotongan tali pusat sampai paling lama 2 jam sebelum operasi.
2 kasus 487481 534467
Pemberian amoksisilin oral 500mg.
Jarak pemberian dengan operasi lebih dari 1 jam
Pemberian antara 30menit - 1jam sebelum operasi.
Evaluasi DRP dosis terlalu rendah pada penggunaan antibiotika
profilaksis dalam penelitian ini perlu melihat antara antibiotika profilaksis yang digunakan, bentuk sediaan antibiotika profilaksis tersebut, waktu penggunaan
antibiotika profilaksis, waktu optimum pemberian antibiotika profilaksis, dan waktu pelaksanaan prosedur operasi. Penggunaan antibiotika profilaksis yang
melebihi waktu pemberian optimal menyebabkan kadar antibiotika dalam jaringan
tidak dapat mencukupi kebutuhan saat operasi. Akibatnya pasien tidak mendapat perlindungan dari infeksi bakteri yang mungkin terjadi saat operasi.
Dari tabel XI terlihat 10 kasus terdapat masalah pada waktu pemberian antibiotika seftriakson 2 g yang diberikan secara intravena. Seftriakson intravena
diberikan maksimal 2 jam sebelum operasi untuk menjamin cukupnya kadar
kasus pemberian amoksisilin oral yang jarak waktu pemberiannya lebih dari 1 jam. Golongan aminopenisilin oral bila digunakan sebagai profilaksis, diberikan
30 menit sampai 1 jam sebelum operasi untuk mendapat konsentrasi yang cukup
dalam jaringan. d. Efek samping obat
Pada tabel XII dapat dilihat sebanyak 41 kasus yang berkaitan dengan pemberian antibiotika profilaksis yang dapat terdistribusi ke bayi melalui plasenta.
Tabel XII. Kasus efek samping obat pasien yang menjalani operasi sesar pada bulan Agustus dan September 2007 di RS Panti Rapih
Jumlah kasus Problem Penilaian Rekomendasi
41 kasus
Antibiotika dapat terdistribusi ke bayi melewati plasenta.
Berpotensial menimbulkan sepsis terhadap bayi.
Antibiotika profilaksis diberikan secara intravena dan pada saat pemotongan tali pusat atau saat sayatan pertama dibuat.
Tidak seperti drug related problem lain yang telah dijelaskan
sebelumnya, efek samping obat yang teridentifikasi merupakan drug related
problem yang sifatnya potensial. Sebenarnya efek samping obat yang berupa
sepsis pada bayi belum terjadi tetapi berpotensial untuk dapat terjadi.
Untuk dapat memperkecil risiko sepsis pada bayi maka antibiotika profilaksis diberikan secara injeksi intravena saat sayatan pertama dibuat atau