• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KESADARAN KESETARAAN GENDER DAN KECENDERUNGAN PEREMPUAN DEWASA AWAL MENGALAMI KEKERASAN DALAM PACARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN KESADARAN KESETARAAN GENDER DAN KECENDERUNGAN PEREMPUAN DEWASA AWAL MENGALAMI KEKERASAN DALAM PACARAN"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

i

MENGALAMI KEKERASAN DALAM PACARAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Fransiska Purwandari 049114001

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

syukur dan terima kasihku yang begitu besar atas kehadiran Bapa di

hidupku

Bunda Maria

yang selalu menjadi sumber kekuatan dan harapan

Bapak Antonius Haryanto & Ibu Theresia Hartati

yang selalu

mendoakanku dan mendukung setiap langkahku

Monika Dwi Handayani, Flabianus Adi Pranoto & Florentina

Yuli Lestari

yang mejadi penghibur dan penyemangat setiaku

Saudara-saudara & Sahabat-sahabatku

yang selalu mendukungku

(5)

v

perempuan tanpa laki-laki dan

tidak ada laki-laki tanpa

perempuan.

Sebab sama seperti perempuan

berasal dari laki-laki, demikian

pula laki-laki dilahirkan oleh

perempuan; dan segala sesuatu berasal

(6)
(7)

vii

Fransiska Purwandari

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesadaran kesetaraan gender dengan kecenderungan perempuan dewasa awal mengalami kekerasan dalam pacaran. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara kesadaran kesetaraan gender dengan kecenderungan perempuan dewasa awal mengalami kekerasan dalam pacaran baik kekerasan fisik, kekerasan psikologis dan kekerasan seksual. Subjek penelitian ini adalah 97 perempuan dewasa awal dengan menggunakan teknikpuposive sampling. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kesadaran kesetaraan gender dan skala kekerasan dalam pacaran. Koefisien reliabilitas pada kesadaran kesetaraan gender sebesar 0,907 dan skala kecenderungan perempuan mengalami kekerasan dalam pacaran sebesar 0,969. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Carl Pearson, hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara kesadaran kesetaraan gender dan kecenderungan perempuan dewasa awal mengalami kekerasan fisik dengan melihat koefisien korelasi yang bernilai -0,453 (p<0,01). Terdapat hubungan negatif antara kesadaran kesetaraan gender dan kecenderungan perempuan dewasa awal mengalami kekerasan psikologis dengan melihat koefisien korelasi yang bernilai -0,542 (p<0,01). Selain itu, ada hubungan negatif antara kesadaran kesetaraan gender dan kecenderungan perempuan dewasa awal mengalami kekerasan seksual dengan melihat koefisien korelasi yang bernilai -0,572(p <0,01).

(8)

viii

Fransiska Purwandari

ABSTRACT

This objective of this research was to find out the correlation between awareness of gender equality and tendency of young women will be having dating violence. The hypothesis proposed in this research is there is a negative correlation between awareness of gender equality and tendency of young women will be having dating violence. The subject of this research are 97 young women that acquired by purposive sampling technique. The method of data collection in this research are awareness of gender equality scale and tendency of young women will be having dating violence scale. The reliability coefficient of awareness of gender equality scale is 0,907 and reliability coefficient tendency of young women will be having dating violence scale is 0,969. The data was analyzed by using correlational Product Moment technique, and the result showed that there was a negative correlation between awareness of gender equality and tendency of young women will be having physical violence can be seen from in the amount of – 0,453 (p<0,01). Except that, the result showed that there was a negative correlation between awareness of gender equality and tendency of young women will be having emotional/psycologycal violence can be seen from in the amount of – 0,542 (p<0,01). And last result showed that there was a negative correlation between awareness of gender equality and tendency of young women will be having sexual violence can be seen from in the amount of – 0,572 (p<0,01).

(9)
(10)

x

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan perlindungan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Christina Siwi Handayani, S.Psi., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Titik Kristiyani, M.Psi. selaku Kaprodi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu ML. Anantasari, S.Psi., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, nasihat, serta kritikan selama proses penyusunan skripsi dengan penuh kesabaran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Ibu Sylvia Carolina MYM.,S.Psi.,M.Psi, selaku dosen penguji II yang telah memberikan masukan yang bermanfaat demi kesempurnaan skripsi ini. 5. Bapak C. Siswa Widyatmoko,S.Psi., selaku dosen penguji III yang telah

memberikan masukan yang bermanfaat demi kesempurnaan skripsi ini. 6. Ibu Lusia Pratidarmanastiti, M.S., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang

selalu memberikan dukungan selama kuliah maupun saat penyusunan skripsi. 7. Segenap staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang

(11)

xi

9. Keluargaku tercinta, Bapak, Mama, Monik, Adi, Renti dan Louis yang selalu memberikan dukungan, doa, dan perhatian yang tidak akan pernah dapat terbalaskan. Maaf telah membuat kalian menunggu sangat lama untuk penyelesaian skripsi ini.

10. Sepupu-sepupuku, mbak Esti, Sigit, mbak Meri, Wahyu, Bowok, dan Bertha, tak hentinya aku bersyukur memiliki saudara-saudara sehebat kalian. Terimakasih atas dukungan, doa, semangat, serta tawa yang kalian berikan di saat-saat terindah maupun terkelam dalam hidupku.Miss u all.

11. Bambang Suwito Wibowo, terimakasih sudah mengajarkan arti hidup yang sebenarnya sehingga membuatku semakin dawasa dalam menghadapi kehidupan.

12. Sahabat-sahabatku, Ruri, Fanny, Tinul, Yetti, Vero, Ditha, terimakasih atas semua masukan, nasihat, kekuatan, semangat yang sangat berharga untukku. 13. Dai, Motea, Endah, Kiki, Vie, terimakasih atas kepercayaan dan kekuatan

yang telah kalian berikan. Tanpa kalian aku pasti tidak akan pernah sampai pada tahap ini.

14. Angga Tamie dan Fanny Ng, terimakasih atas segala yang telah kalian berikan. Kehadiran kalian meringankan langkahku untuk terus maju.

(12)

xii

Putri, Linda, Leona, Cory, Yhupa, Ike, terimakasih atas bantuan dan kebersamaan kalian semua sehingga menjadikan kost Caritas menjadi rumah kedua bagiku.

17. Teman-teman yang telah bersedia mengisi angket penelitian. Terima kasih atas partisipasi dan kerja sama yang baik sehingga pengambilan data penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

18. Semua pihak yang tanpa sengaja belum penulis sebut di sini, terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat berterimakasih atas semua masukan baik yang berupa saran maupun kritik yang dapat membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak.

Yogyakarta,20 September 2010

(13)

xiii

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR TABEL... xvii

DAFTAR LAMPIRAN... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 12

A. Kesadaran Kesetaraan Gender ... 12

(14)

xiv

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Kesetaraan

Gender ... 16

B. Kecenderungan Perempuan Mengalami Kekerasan dalam Pacaran ... 18

1. Pengertian Kekerasan dalam Pacaran ... 18

2. Pengertian Kekerasan terhadap Perempuan. ... 19

3. Kecenderungan perempuan Mengalami KDP... 20

4. Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan dalam Pacaran ... 21

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perempuan mengalami KDP... 24

C. Masa Dewasa Awal... 28

1. Definisi dan Batasan Usia Masa Dewasa Awa l ... 28

D. Dinamika Hubungan antara Kesadaran Kesetaraan Gender Perempuan Dewasa Awal dan Tingkat Kekerasan dalam Pacaran 30 E. Hipotesis... 37

BAB III METODE PENELITIAN... 38

A. Jenis Penelitian... 38

B. Identifikasi Variabel Penelitian... 38

C. Definisi Operasional... 38

1. Kesadaran Kesetaraan Gender ... 39

(15)

xv

F. Alat Pengumpulan Data ... 45

1. Skala Kesadaran Kesetaraan Gender ... 45

2. Skala Kecenderungan Perempuan Mengalami KDP... 46

G. Uji Coba Alat Ukur ... 47

H. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 48

1. Validitas ... 48

2. Seleksi Aitem. ... 49

I. Reliabilitas ... 52

J. Teknis Analisis Data ... 52

1. Uji Asumsi Data Penelitian... 52

2. Uji Hipotesis Penelitian. ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54

A. Pelaksanaan Penelitian ... 54

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 55

C. Analisis Data Penelitian ... 57

1. Uji Asumsi ... 57

D. Deskripsi Data Penelitian... 58

E. Uji Hipotesis ... 61

(16)

xvi

B. Saran... 73

(17)

xvii

Tabel 3.1 Blue PrintKesadaran Kesetaraan Gender Sebelum Uji Coba .. 42

Tabel 3.2 Blue PrintKecenderungan Kekerasan Dalam Pacaran Sebelum Uji Coba... 43

Tabel 3.3 Hasil Korelasi AitemTotal Kesadaran Kesetaraan Gender ... 46

Tabel 3.4 Aitem Sahih dan Gugur Pada Skala Kesadaran Kesetaraan Gender 46 Tabel 3.5 Hasl Korelasi Aitem Total dan Kecenderungan Kekerasan Dalam Pacaran... 47

Tabel 3.6 Aitem Sahih dan Gugur Pada Skala Kecenderungan Kekerasan Dalam Pacaran... 47

Tabel 4.1 Deskripsi Usia Subjek... 51

Tabel 4.2 Deskripsi Suku Bangsa Subjek... 52

Tabel 4.3 Deskripsi Lama Hubungan Subjek ... 52

Tabel 4.4 Deskripsi Jenis Pekerjaan Subjek... 53

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Sebaran ... 53

Tabel 4.6 Hasil Uji Linearitas Hubungan... 54

Tabel 4.7 Data Penelitian... 55

(18)

xviii Lampiran A (Uji Coba)

1. Skala Kesadaran Kesetaraan Gender ... 83

2. Skala Kecenderungan Kekerasan Dalam Pacaran... 91

3. Uji Reliabilitas KKG... 100

4. Uji Reliabilitas KDP-Fisik ... 113

5. Uji Reliabilitas KDP-Psikologis ... 122

6. Uji Reliabilitas KDP-Seksual... 131

Lampiran B (Penelitian) 1. Skala Kesadaran Kesetaraan Gender ... 144

2. Skala Kecenderungan Kekerasan Dalam Pacaran... 150

3. Uji Normalitas dan Uji Linearitas ... 158

4. Uji Korelasi Kesadaran Kesetaraan Gender dan Aspek Kekerasan dalam Pacaran ... 159

(19)

1 A. Latar Belakang Penelitian

(20)

Masyarakat maupun pemerintah Indonesia masih terkesan mengesampingkan persoalan KDP karena selama ini tertutupi oleh pemberitaan mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) padahal seringkali KDP merupakan cikal bakal munculnya KDRT. Fincham, Cui, Braithwaite, & Pasley (2008:260) mengungkapkan bahwa kekerasan dalam pacaran pada mahasiswa penting untuk diperhatikan dan ditindaklanjuti lebih dalam karena 30% pasangan kencan di bangku kuliah akan menikah sehingga apabila dalam masa pacaran mereka mengalami kekerasan, maka kemungkinan besar mereka juga akan mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Rifka Anissa Women’s Crisis Center (RAWCC) (http://lawforwo.multiply.com) mengungkapkan bahwa umumnya bentuk dan jenis kekerasan dalam pacaran sama dengan kekerasan dalam rumah tangga yang meliputi kekerasan fisik, kekerasan psikis, dan kekerasan seksual hanya berbeda status saja.

Berbagai bentuk kekerasan dalam pacaran tersebut dapat saling terkait dan menjadi awal dari munculnya jenis kekerasan lainnya misalnya seringkali ditemukan bahwa korban KDP tidak hanya mengalami kekerasan fisik berupa pemukulan tapi juga mengalami kekerasan psikologis berupa isolasi, larangan berinteraksi dengan orang lain bahkan tak jarang disertai pula dengan kekerasan seksual seperti pemerkosaan dan/atau pelecehan seksual (Set, 2009:50).

(21)

tertekan, frustasi, kehamilan yang tidak dikehendaki, aborsi tidak aman, bahkan kematian. Berdasarkan data dari kementerian negara pemberdayaan perempuan 2,5 juta kasus aborsi di Indonesia tiap tahunnya, 60% dilakukan oleh remaja usia sekolah dan perguruan tinggi (Set, 2009:50).

Data dari RAWCC (http://lawforwo.multiply.com) menunjukkan bahwa mahasiswa dan pelajar menduduki peringkat tertinggi sebagai pelaku dan/atau korban kekerasan dalam pacaran. Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan HAM (LRC KJHAM) Semarang menerima empat laporan kasus kekerasan dalam pacaran selama Januari-September 2006 dengan korban berjenis kelamin perempuan yang melapor berusia 16-27 tahun dengan tingkat

pendidikan SMA hingga sarjana

(http://harianjoglosemar.com/berita/semarang-contoh-buruk-perlindungan-perempuan-6752.html).

Kekerasan dalam pacaran dapat dilakukan oleh siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan namun, perempuan memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami luka atau cedera. Luhulima (2000:77) mengungkapkan bahwa perempuan mengalami dampak traumatis yang lebih besar dibandingkan laki-laki ketika mengalami kekerasan dalam pacaran. Trauma yang lebih besar umumnya terjadi apabila kekerasan dilakukan oleh orang-orang yang memiliki hubungan khusus dengan diri korban seperti ayah, paman, suami, dan pacar.

(22)

kedekatan hubungan dengan korban. Korban yang mengalami kekerasan dari pasangan intimnya cenderung akan memandang dirinya negatif, banyak menyalahkan dirinya serta menganggap dirinya sebagai penanggung jawab tindak kekerasan yang dialaminya. Korban juga dapat mengalami depresi dan berbagai bentuk gangguan lain sebagai akibat dari bertumpuknya tekanan, kekecewaan, ketakutan dan kemarahan yang tidak dapat diungkap secara terbuka (Luhulima, 2000: 24).

KDP seringkali dikaitkan dengan laki-laki sebagai pelaku dan perempuan sebagai korban kekerasan. Laki-laki sebagai pelaku kekerasan cenderung berhubungan dengan adanya stereotip bias gender. Stereotip bias gender merupakan pelabelan pada perempuan dan laki-laki terkait dengan peran gender yang diberikan oleh masyarakat yang dapat menimbulkan ketidakadilan atau kerugian. Stereotip bias gender membuat kaum perempuan menjadi submisif dan menerima semua bentuk perilaku tidak adil yang lebih mengedepankan hak sosial atau orang lain daripada hak pribadi mereka (Asmarany, 2007:16).

(23)

beban kerja dan kekerasan yang terjadi di berbagai tingkatan, dari tingkat negara, tempat kerja/organisasi/pendidikan, adat istiadat/tafsiran keagamaan, hingga di lingkungan rumahtangga/keluarga (Fakih, 2008:24).

Laki-laki seringkali dijadikan penyebab utama terjadinya kekerasan yang dialami perempuan, padahal perempuan juga ikut andil dalam memelihara terjadinya tindak kekerasan. Perempuan dalam hal ini ikut serta memberikan peluang pada kaum laki-laki untuk mengembangkan sikap superioritasnya dengan bersikap lebih pasif, lemah, dan memiliki ketergantungan yang besar terhadap laki-laki.

(24)

untuk lebih menghargai diri sendiri dan menolak segala perilaku yang dapat merugikan.

Penyadaran terhadap kesetaraan gender merupakan suatu langkah awal untuk merombak kondisi budaya yang ada. Kesetaraan gender menjadi kunci keberhasilan perempuan Indonesia menjadi percaya diri, cerdas, mandiri, dan bebas (Wardhani, 2009:16). Kaum perempuan harus menyadari adanya upaya-upaya yang mengancam peran dan kedudukan perempuan dalam masyarakat dan berusaha untuk memposisikan diri sama dengan laki-laki dalam rumah tangga dan bidang lainnya tanpa melupakan tanggung jawab dan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga (Wardhani, 2009:14).

Perempuan yang memiliki kesadaran kesetaraan gender akan menyadari potensi dan kesempatan yang ada dalam dirinya sehingga ia memiliki kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri, konsep diri yang positif, mandiri dan dapat menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi dengan baik.

(25)

kampanye, ceramah, dialog, komunikasi,shared-learning, dan lain sebagainya juga dapat mempengaruhi kesadaran akan kesetaraan gender pada diri individu (Nugroho, 2008:233). Sosialisasi mengenai kesetaraan gender yang disampaikan melalui media massa diharapkan dapat menambah pengetahuan, membantu memperluas gagasan baru mengenai relasi gender, mengubah pandangan dan keyakinan yang sudah melekat tentang hubungan antara laki-laki dan perempuan (Staggenborg, 2003:44). Dukungan informasi mengenai kesetaraan gender dapat membantu perempuan untuk menentukan sikapnya terhadap ketidakadilan gender serta mampu menilai berbagai masalah secara lebih jernih dan realistis (Calhoun dan Accocella, 1995:37).

Perempuan yang kurang memiliki kesadaran kesetaraan gender cenderung menerima konsep dan aturan masyarakat yang menganggap laki-laki lebih berhak dibanding perempuan dalam memperoleh kesempatan, berpartisipasi, serta memiliki kontrol penuh dalam setiap pengambilan keputusan. Sikap perempuan yang cenderung pasif ketika berhadapan dengan berbagai bentuk ketidakadilan gender makin mempermudah jalan laki-laki untuk memiliki dominasi sepenuhnya terhadap perempuan. Set (2008:11) menambahkan bahwa ketika dominasi oleh laki-laki terjadi tanpa adanya perlawanan dari pasangan perempuan untuk kembali menyetarakan posisinya dalam hubungan mereka, maka cepat atau lambat akan muncul kondisi yang disebut kekerasan dalam pacaran.

(26)

2003:23). Pemilihan dewasa awal karena pada tahap ini individu dihadapkan pada tugas perkembangan yaitu membangun relasi yang intim. Individu dewasa awal mendambakan hubungan-hubungan yang intim-akrab serta siap mengembangkan daya-daya yang dibutuhkan untuk memenuhi komitmen-komitmen meskipun memerlukan suatu pengorbanan (Hall & Lindzey, 1993:152).

Melihat tingginya tingkat kekerasan dalam pacaran dan berbagai dampak negative yang dialami perempuan korban kekerasan dalam pacaran peneliti tertarik untuk melihat seberapa besar pengaruh kesadaran kesetaraan gender terhadap kecenderungan perempuan dewasa awal mengalami kekerasan dalam pacaran.

(27)

Penelitian lainnya mengenai kekerasan terhadap perempuan kebanyakan hanya melihat konsep diri perempuan yang menjadi korban dari kekerasan dan jarang melihat perilaku apa yang membuat perempuan cenderung mengalami kekerasan. Dengan kata lain, penelitian tersebut hanya melihat dampak dari kekerasan bukan tindak pencegahan terhadap kekerasan yang dialami perempuan. Lewat penelitian ini, peneliti mengharapkan agar perempuan dapat mengantisipasi terjadinya kekerasan dengan lebih menghargai dan melindungi diri sendiri.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, maka penulis bermaksud meneliti tentang hubungan kesadaran kesetaraan gender dan kecenderungan perempuan dewasa awal mengalami kekerasan dalam pacaran.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ada hubungan antara kesadaran kesetaraan gender dan kecenderungan perempuan dewasa awal mengalami kekerasan fisik dalam pacaran?

2. Apakah ada hubungan antara kesadaran kesetaraan gender dan kecenderungan perempuan dewasa awal mengalami kekerasan psikologis dalam pacaran?

(28)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kesadaran kesetaraan gender dan kecenderungan perempuan dewasa awal mengalami kekerasan dalam pacaran baik secara fisik, psikologis, dan seksual.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat ikut memperkaya khasanah dan memunculkan pemahaman yang lebih luas tentang psikologi sosial terutama kajian tentang kesadaran kesetaraan gender dan kecenderungan kekerasan secara fisik, psikologis, seksual dan ekonomi yang dialami perempuan dewasa awal dalam pacaran.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Tokoh Masyarakat

Menjadi sumbangan pemikiran dan masukkan serta sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakkan pada kelompok-kelompok kunci masyarakat (seperti pendidik, orangtua, konselor, pemimpin agama, penyedia pelayanan sosial, para pakar, pemerhati kaum feminis dan lain sebagainya).

b. Bagi Kaum Perempuan Dewasa awal

(29)

dengan pasangan sehingga perempuan dapat lebih menghargai diri sendiri serta dapat mengantisipasi dan mengambil tindakan menolak berbagai bentuk ketidakadilan gender termasuk kekerasan dalam pacaran

(30)

12 A. Kesadaran Kesetaraan Gender 1. Pengertian Kesetaraan Gender

Kementrian pemberdayaan perempuan (2002:2) menjelaskan konsep kesetaraan gender sebagai suatu kondisi dan situasi yang menggambarkan kesinambungan peran, tugas, dan tanggung jawab serta kesempatan antara laki-laki dan perempuan dalam menjalankan dan menikmati berbagai hasil pembangunan sebagai warga negara dan warga masyarakat.

Nugroho (2008:29) juga mendefinisikan kesetaraan gender sebagai kesamaan kondisi bagi laki-laki maupun perempuan dalam memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, pertahanan, dan keamanan nasional (hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.

Sementara itu, Demartoto (2007:19) mendefinisikan kesetaraan gender merupakan suatu kondisi dinamis dimana laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki hak, kewajiban, peranan, dan kesempatan yang dilandasi sikap saling menghormati, menghargai, dan membantu di berbagai sektor kehidupan.

(31)

hokum, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, pertahanan dan keamanan serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan yang dilandasi sikap saling menghormati, menghargai dan membantu di berbagai sektor kehidupan.

2. Pengertian Kesadaran Kesetaraan Gender

Kamus lengkap psikologi mengartikan kesadaran sebagai mengetahui sesuatu (Chaplin, 2002:106). Sementara itu Salim (1991:1301) mendefinisikan kesadaran adalah keinsafan atau keadaan mengerti yang dirasakan atau dialami seseorang. Farthing (dalam Vernoy, 1997:24) menyatakan bahwa kesadaran berhubungan dengan persepsi, pemikiran, perasaan, dan tindakan. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran merupakan suatu keadaan mengerti, merasakan, mengetahui yang tergambar melalui tindakan atau sikap.

Sementara itu kesetaraan gender adalah suatu kondisi dan situasi yang memiliki kesinambungan peran, tugas, tanggung jawab, dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan dalam menjalankan berbagai kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, pertahanan dan keamanan serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan yang dilandasi sikap saling menghormati, menghargai dan membantu di berbagai sektor kehidupan.

(32)

sosial, budaya, pendidikan, dan pertahanan sehingga memunculkan sikap saling menghormati dan membantu di berbagai sektor kehidupan.

3. Aspek-Aspek Kesadaran Kesetaraan Gender

Nursahbani Katjasungkono (seperti dikutip dalam dalam Nugroho, 2008:29) dan Laporan penelitian Kebijakan Bank Dunia atau LPKBD (2005:3) mengemukakan indikator dari kesadaran kesetaraan gender, antara lain:

a. Akses

Adalah mengerti, mengetahui, merasakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki peluang atau kesempatan yang sama dalam memperoleh atau mendapatkan sumber daya.

Demartoto (2007:30) menambahkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan untuk memanfaatkan sumber daya keluarga tanpa adanya perasaan dan sikap menghalangi atau terhalangi satu sama lain sesuai dengan kepentingan bersama yang telah disepakati. Sumber daya terdiri dari:

1). Sumber daya fisik

Terbagi menjadi dua, yaitu:

a) Sumber daya buatan seperti modal berupa uang, peralatan, alat-alat produksi, gedung, rumah, sarana dan prasarana, dan sebagainya. b) Sumber daya alami seperti modal berupa tanah, air, kekayaan

(33)

2). Sumber daya sosial-budaya misalnya informasi, pendidikan atau ilmu pengetahuan, pelatihan, pelayanan sosial (kesehatan, organisasi lingkungan), dan lain sebagainya.

3). Sumber daya manusia, misalnya relasi sosial. b. Partisipasi

Adalah mengerti, mengetahui, merasakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kesamaan hak ikutserta dalam mendayagunakan aset atau sumber daya produktif di dalam lingkungan. Laki-laki maupun perempuan ikut aktif dalam perumusan, perencanaan maupun dalam pelaksanaan segala kegiatan baik dalam wilayah domestik maupun publik (Demartoto, 2007:20).

c. Kontrol

Adalah mengerti, mengetahui, merasakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama untuk melakukan kontrol atas pemanfaatan sumber daya. Hal tersebut berarti baik laki-laki maupun perempuan memiliki kewenangan penuh untuk menentukan penggunaan dan pemanfaatan berbagai hasil sumber daya.

(34)

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Kesetaraan Gender Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesadaran kesetaraan gender pada individu antara lain:

a. Sosialisasi Kesetaraan Gender

Ketidakadilan gender yang dialami perempuan masih banyak dijumpai di masyarakat meskipun kedudukan perempuan dalam bidang pendidikan, pekerjaan, politik, dan sebagainya mengalami peningkatan. Beberapa pihak yang peduli mengenai ketidaksetaraan perempuan, mensosialisasikan konsep-konsep mengenai gender dan kesetaraan gender melalui berbagai cara, salah satu cara yang cukup efektif ialah media massa. Bentuk sosialisasi kesetaraan gender dapat dilakukan melalui media massa antara lain; televisi, radio, koran, majalah, iklan, film, ceramah, pelatihan, seminar, dialog, shared-learning, program pengembangan perempuan, kebijakan dan program pemerintah, dan lain sebagainya (Nugroho, 2008:33; Fakih; 2008:16; LPKBB, 2005:234).

(35)

Pesan sugestif yang cukup kuat mampu memberikan dasar dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu dalam diri individu.

Sosialisasi mengenai kesetaraan gender tersebut diharapkan dapat menambah pengetahuan, membantu memperluas gagasan baru mengenai relasi gender, mengubah pandangan dan keyakinan yang sudah melekat tentang hubungan antara laki-laki dan perempuan (Staggenborg, 2003:44).

Wiasti (2002:13) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa individu yang akhirnya mengetahui arti dari gender serta konsep-konsep mengenai kesetaraan yang sebenarnya akan sadar dan terdorong untuk mengubah pandangan mengenai peran gender yang selama ini merugikan bagi perempuan maupun laki-laki.

b. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu cara untuk membangkitkan kesadaran kritis gender yakni kesadaran akan ideologi hegemoni dominan dan kaitannya dengan ketidakadilan gender (Fakih, 2008:159). Nugroho (2008:232) mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan dan kecerdasan seseorang mempengaruhi mudah tidaknya individu tersebut menerima dan memahami kesetaraan gender. Individu dewasa awal dengan pendidikan yang lebih rendah cenderung menerima konsep peranan laki-laki dan perempuan secara tradisional dibandingkan dengan peranan moderat dan perkembangan (Mappiare, 1983:50).

(36)

masalah termasuk permasalahan mengenai ketidaksetaraan gender sehingga dapat lebih percaya diri, cerdas, sejahtera, sehat, bahagia, dihargai dan dihormati orang lain (Havigurst dalam Monk, 2004:32; Wardhani, 2009:18). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kusumiati (2001:8) yang menyatakan bahwa salah satu tujuan pendidikan yaitu mengubah perilaku individu ke arah yang lebih baik agar individu lebih memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan, mandiri, berkepribadian, mampu berpikir dan memiliki pertimbangan dalam bersikap.

Pendidikan merupakan sektor yang strategis untuk menanamkan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan gender, karena pendidikan diharapkan dapat terbentuk manusia Indonesia yang demokratis, berkeadilan dan tidak diskriminatif. Oleh karena itu, nilai-nilai kesetaraan gender perlu ditanamkan pada individu sedini mungkin melalui pendidikan (http://www.kedaulatan-rakyat.com).

B. Kecenderungan Perempuan Mengalami Kekerasan Dalam Pacaran 1. Pengertian Kekerasan Dalam Pacaran

(37)

Abbot (1992:155) menambahkan kekerasan dalam pacaran (KDP) meliputi segala bentuk tindakan paksaan, tekanan, perusakan dan pelecehan fisik maupun psikologis.

Berdasarkan dari beberapa definisi diatas mengenai kekerasan dalam pacaran atau dating violence, maka peneliti menarik kesimpulan bahwa kekerasan dalam pacaran merupakan segala bentuk tindakan kekerasan baik berupa kekerasan fisik, psikologis, maupun seksual yang dilakukan pasangan di luar hubungan pernikahan yang resmi atau dalam masa pacaran. yang dapat mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan bagi korban.

2. Kekerasan Terhadap Perempuan

(38)

Komnas perempuan menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan segala bentuk tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan yang berakibat atau kecenderungan mengakibatkan kerugian atau penderitaan fisik, seksual, maupun psikologis pada perempuan.

Peraturan menteri negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia no. 2 Tahun 2008 mengungkapakan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan setiap tindakan terhadap perempuan yang melanggar, menghambat, meniadakan kenikmatan, dan mengabaikan hak asasi manusia.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah segala tindakan yang dilakukan terhadap perempuan yang mengakibatkan kesengsaraan, kerugian, penderitaan secara fisik, psikis, dan seksual.

(39)

dipengaruhi pengalaman yang dapat menimbulkan atau mengarahkan tingkah laku yang dapat menjadi suatu kebiasaan.

Kekerasan dalam pacaran adalah segala bentuk tindakan kekerasan baik berupa kekerasan fisik, psikologis, maupun seksual yang dilakukan pasangan di luar hubungan pernikahan yang resmi atau dalam masa pacaran. yang dapat mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan bagi korban. Kekerasan terhadap perempuan adalah segala tindakan terhadap perempuan yang mengakibatkan kesengsaraan, kerugian, penderitaan secara fisik, psikis, dan seksual. Maka yang dimaksud dengan kecenderungan perempuan mengalami kekerasan dalam pacaran adalah organisasi pengenalan yang dipengaruhi pengalaman yang dapat menimbulkan atau mengarahkan tingkah laku yang dapat menjadi suatu kebiasaan yang memunculkan berbagai tindakan kekerasan baik berupa kekerasan fisik, psikologis, maupun seksual terhadap perempuan yang dilakukan pasangan diluar hubungan pernikahan resmi atau dalam masa berpacaran yang dapat menimbulkan kesengsaraan, kerugian dan penderitaan.

4. Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan Dalam Pacaran

Kekerasan dalam pacaran jenis beberapa bentuk antara lain: a. Kekerasan Fisik

(40)

tanpa alat yang bertujuan untuk melukai korban. Strauss (2004:795-796) membagi kekerasan fisik menjadi dua bagian sesuai dengan tingkat keparahannya yaitu kekerasan fisik ringan dan kekerasan fisik berat. a). Kekerasan fisik ringan adalah kekerasan fisik yang seringkali atau biasa

dialami Kekerasan fisik antara lain; melempar suatu benda kearah pasangan yang dapat melukai, menjambak, memelintir tangan, mendorong atau menekan, meremas, dan menampar.

b). Kekerasan fisik berat antara lain; melukai dengan menggunakan senjata tajam atau senjata api, memukul pasangan dengan benda tumpul, mencekik, menghempaskan tubuh pasangan ke dinding, memukul, dengan sengaja membakar atau menyiramkan air panas, dan menendang.

b. Psikologis/emosional

Kekerasan psikologis sebenarnya sulit dibatasi karena setiap orang memiliki sensitivitas emosi yang bervariasi (Luhulima, 2000:65). Secara garis besar kekerasan psikologis adalah segala tindakan yang pada akhirnya berpengaruh pada kejiwaan seseorang seperti ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, tidak berdaya, serta mengalami penderitaan psikis berat lainnya seperti depresi. Kekerasan psikologis terdiri atas dua bagian antara lain:

(41)

b). Kekerasan psikologis berat antara lain; mengancam untuk memukul atau melemparkan benda keras ke pasangan, menghancurkan barang milik pasangan, menyebut atau memanggil pasangan dengan julukan atau sebutan yang menyakiti hati, menuduh pasangan memiliki banyak kekasih.

c. Seksual

Kekerasan seksual merupakan suatu tindakan pemaksaan pasangan untuk melakukan aktivitas seksual yang tidak diinginkan. Kekerasan seksual dapat berupa tindak pelecehan hingga perkosaan. Terdapat tiga bagian kekerasan seksual antara lain:

a). Sexual Harassment atau pelecehan seksual merupakan segala tindakan seksual yang tidak menyenangkan antara lain; gurauan-gurauan berbau seksual yang tidak dikehendaki, ucapan-ucapan yang merendahkan dan melecehkan dengan mengarahkan pada aspek jenis kelamin atau seks, memaksa menonton berbagai produk pornografi.

b). Sexual Assault merupakan bagian dari pelecehan seksual namun lebih menekankan pada tindakan fisik yang dilakukan pelaku terhadap korban seperti; sentuhan, rabaan, ciuman yang tidak diinginkan korban.

(42)

fisik), pasangan untuk berhubungan seksual meskipun pasangan tidak menginginkannya, memaksa (tanpa menggunakan kekuatan fisik) pasangan untuk melakukan seks oral atau anal. Kekerasan seksual berat antara lain; menggunakan kekuatan (seperti memukul, mendorong, atau menggunakan senjata) untuk membuat pasangan melakukan seks oral atau anal, menggunakan kekuatan (seperti memukul, mendorong, atau menggunakan senjata) untuk membuat pasangan mau melakukan hubungan seksual, mengancam pasangan agar mau melakukan seks oral atau anal, dan menggunakan ancaman agar pasangan mau melakukan hubungan seksual.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perempuan Mengalami Kekerasan Dalam Pacaran

Luhulima (2000:15-16) mengemukakan terjadinya kekerasan pada perempuan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:

a. Konsepsi sosial

(43)

perempuan, termasuk respon melakukan dan melestarikan tindak kekerasan terhadap perempuan.

Perbedaan dan sosialisasi gender yang dipahami sejak dulu dan mengakibatkan kaum perempuan memiliki fisik yang dianggap lemah dan laki-laki dianggap kuat, membuat masyarakat tidak mempersalahkan anggapan bahwa lemahnya perempuan tersebut membuat laki-laki boleh dan dapat seenaknya memukul sampai memperkosa perempuan (Fakih, 2008:79).

Kaum perempuan sendiri juga membentuk opini terhadap dirinya sendiri sebagai pihak yang tersubordinasi dan lemah. Kaum perempuan sendiri yang tidak dapat menerima keberadaan single parent, perempuan hamil di luar nikah, perempuan yang lari di luar rumah, dan sebagainya. Kondisi tersebut membuat pihak perempuan menjadi lemah sehingga perempuan acapkali mengalami kekerasan. Perempuan seringkali mengalaminya karena kekerasan dilakukan oleh pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah seperti anak, mahasiswa, dan perempuan (Luhulima, 2000:188). Hal tersebut didukung oleh beberapa pendapat yang menyatakan bahwa dalam konteks kekerasan berbasis gender, perempuan bertindak sebagai pemelihara dan laki-laki sebagai pelaksana kekerasan.

(44)

laun mulai tercipta dan sudah tidak lagi dirasakan sebagai sesuatu yang salah (Nugroho, 2008:18). Bias gender membuat kaum perempuan menjadi submisif dan menerima semua bentuk perilaku tidak adil yang lebih mengedepankan hak sosial atau orang lain daripada hak pribadi mereka (Asmarany, 2007:16).

b. Karakteristik pribadi perempuan sebagai korban

Kekerasan dalam pacaran pada dasarnya dapat dialami oleh semua perempuan tanpa memandang tingkat pendidikan, usia, sosial ekonomi, agama, dan suku bangsa namun, terdapat beberapa karakteristik khusus perempuan yang cenderung mengalami kekerasan. Susanti (2007:26-27) mengungkapkan beberapa karakteristik dari perempuan sebagai korban kekerasan antara lain;

1) Menganut peran stereotip tradisional laki-laki dan perempuan 2) Pasif; menerima segala perlakuan

3) Menerima dominasi dan superioritas laki-laki

4) Menyamakan dominasi dengan kejantanan (maskulinitas) 5) Merasa bahwa mereka tidak memiliki hak asasi

6) Mengakui kesalahan yang tidak diperbuatnya

7) Mengaku bertanggungjawab atas berbagai tindakan pasangannya 8) Bertindak sebagai tumbal perbuatan pasangannya

(45)

10) Memandang kecil atau meremehkan situasi yang mengancam dan berbahaya.

11) Memiliki keyakinan bahwa keadaan yang ia alami akan membaik, suatu saat nanti pasangannya akan berubah, atau merasa bahwa tidak ada sesuatupun yang dapat dilakukan berkaitan dengan keadaan yang ia alami

12) Memiliki harga diri yang rendah 13) Meragukan kesehatan jiwanya sendiri.

14) Naif atau polos terhadap hubungan antara laki-laki dan perempuan. Hardianto (2008:6) menunjukkan faktor yang menyebabkan seseorang menjadi korban KDP antara lain:

1) Kebutuhan besar akan kasih sayang 2) Kebutuhan besar akan perhatian 3) Pola kepribadian dependensi

4) Kurang mampu melakukanproblem solving

Hardianto (2008:6) menambahkan kebutuhan akan kasih sayang dan perhatian yang besar disebabkan oleh pola asuh mengabaikan dan ottoriter yang dikembangkan oleh orangtua sehingga hal tersebut mengakibatkan munculnya pola kepribadian dependensi sebagai bentuk kompensasi untuk memenuhi dua kebutuhan tersebut.

(46)

(khususnya perempuan) yang hidup dalam keluarga bahagia. Mereka akan tumbuh menjadi seseorang yang polos dan tidak menyadari akan berhadapan dengan pelaku kekerasan di masa depan karena mereka yang hidup bahagia di masa kecil seringkali tidak siap menghadapi dunia keras penuh tipu daya serta mereka tidak di bekali orangtuanya mengenai cara melawan/ mengatasi hal yang dapat melukai dan menganiaya dirinya.

C. Masa Dewasa Awal

1. Definisi dan Batasan Usia Masa Dewasa Awal

Istilah dewasa awal berasal dari kata adult yang memiliki arti "telah menjadi dewasa" (Hurlock, 1980:246). Masa dewasa awal ialah suatu masa dimana individu mengalami transisi dari masa remaja menuju ke masa dewasa (Santrock, 2002:74). Dua kriteria yang menunjukkan akhir masa remaja adalah kemandirian ekonomi dan kemandirian membuat keputusan. Berdasarkan kriteria usia, yang termasuk dalam kategori dewasa awal yaitu individu yang memiliki usia kronologis 20-35 tahun (Santrock, 2002:23).

Masa dewasa awal merupakan masa puncak perkembangan fisik dan masa penurunan perkembangan fisik individu (Santrock, 2002:75). Puncak perkembangan fisik dicapai pada usia dibawah 30 tahun, seringkali antara usia 19-26 tahun dan mengalami penurunan perkembangan fisik kira-kira usia 30 tahunan (Santrock, 2002:75-77).

(47)

sehingga menjadi stabil dan tenang secara emosional. Apabila emosi yang menggelora yang merupakan ciri tahun-tahun awal kedewasaan masih tetap kuat pada usia tigapuluhan, maka hal ini merupakan tanda bahwa penyesuaian diri pada kehidupan orang-orang dewasa belum terlaksana secara memuaskan. Apa yang diresahkan orang-orang muda tergantung dari masalah-masalah penyesuaian diri yang dihadapi saat itu dan berhasil tidaknya mereka dalam upaya penyesuaian itu. Apabila seseorang merasa tidak mampu mengatasi masalah-masalah utama dalam kehidupan, mereka sedang sedemikian terganggu secara emosional sehingga mereka memikirkan atau mencoba bunuh diri (Hurlock 1980:77)

Peneliti memfokuskan penelitian ini pada perempuan dewasa awal karena menurut Erikson (1989:301) usia dewasa awal memiliki tugas perkembangan yaitu membangun relasi yang intim. Relasi intim merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan individu dewasa awal karena keberhasilan atau kegagalan individu dalam menjalankan tugas perkembangan ini akan berpengaruh pada tugas perkembangan berikutnya (Hall & Lindzey, 1993:153).

(48)

tugas kehidupan atau syarat untuk mencapai dewasa penuh sehingga seringkali muncul penilaian negatif terhadap perempuan dewasa yang belum menikah. Banyak perempuan dewasa rela berkorban agar tugas kehidupan tersebut terpenuhi atau sesuai dengan jam sosialnya agar terhindar dari penilaian negatif lingkungan sekitar. Seringkali pula pengorbanan untuk berada pada jam sosial yang tepat tersebut menimbulkan ketidakcocokan ataupun permasalahan lain seperti kekerasan dalam pacaran.

Meskipun telah memasuki era modernitas, perempuan yang mulai memasuki usia dewasa awal masih banyak dihadapkan pada tugas untuk menikah bila tidak mau di cap sebagai perawan tua. Perempuan dewasa seringkali menganggap keberhasilan hidup mereka hanya akan tercapai apabila mereka menikah dan memiliki anak. Bahkan tak sedikit dari mereka akhirnya terjebak dalam hubungan intim yang tidak sehat seperti adanya kekerasan baik fisik, pskis, maupun seksual karena mereka terlanjur sayang dan berharap pasangan mereka akan berubah apabila telah menikah. Meskipun terkadang mereka tidak menyukai perilaku pasangannya, mereka cenderung berkorban perasaan agar hubungan mereka tetap bertahan sambil terus berharap suatu saat pasangannya akan bertanggung jawab dan menikah dengannya.

(49)

mereka menganggap keberhasilan hidup mereka hanya akan tercapai apabila mereka menikah dan memiliki anak.

D. Dinamika Hubungan antara Kesadaran Kesetaraan Gender dan Kecenderungan Perempuan Mengalami Kekerasan dalam Pacaran

Pada dasarnya, semua orang sepakat bahwa perempuan dan laki-laki berbeda. Perbedaan tersebut nampak dari karakteristik fisik mereka. Perbedaan alami yang disebut dengan jenis kelamin merupakan segala perbedaan biologis yang dibawa sejak lahir antara perempuan dan laki-laki. Perbedaan tersebut sebenarnya tidak menimbulkan masalah apabila perbedaan itu tidak menimbulkan ketidakadilan dan penindasan. Namun, pada kenyataannya perbedaan tersebut telah merambat pada salah satu pihak yang menyebabkan adanya anggapan bahwa salah satu pihak lebih berkuasa, lebih tinggi derajadnya, dan lebih segalanya dari pihak lain. Sedangkan pihak yang dianggap sebagai "manusia kedua" terus memelihara aturan tersebut dan menganggapnya kodrat dari Tuhan yang tidak dapat diubah. Pada budaya patriaki perempuan sebagai kelas kedua yang dipandang lemah seringkali cenderung menjadi korban pelampiasan ketidakadilan atau penindasan dari pihak yang lebih kuat yaitu laki-laki. Hal tersebut terus menerus berlangsung dalam waktu yang tidak singkat sehingga ketimpangan tersebut dianggap sebagai takdir, nasib, atau kodrat. Hal inilah yang membuat ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender terus berlangsung.

(50)

Alat sosialisasi yang efektif adalah melalui media massa. Sosialisasi kesetaraan gender dapat menambah pengetahuan, konsep baru dan mengubah pandangan mengenai hubungan relasi antara laki-laki dan perempuan yang selama ini melekat (Nugroho, 2008:35). Sosialisasi mengenai kesetaraan gender yang disampaikan melalui media massa tersebut diharapkan dapat menambah pengetahuan, membantu memperluas gagasan baru mengenai relasi gender, mengubah pandangan dan keyakinan yang sudah melekat tentang hubungan antara laki-laki dan perempuan (Staggenborg, 2003:44). Selain itu, pendidikan juga memegang peran yang penting dalam mewujudkan kesadaran kesetaraan gender. Perempuan yang berpendidikan lebih tinggi lebih mudah untuk menyerap dan memahami konsep-konsep mengenai kesetraan gender yang mereka terima lewat sosialisasi maupun pengalaman pribadi dibandingkan dengan perempuan yang memiliki pendidikan lebih rendah.

Berbagai respon perempuan terhadap konsep kesetaraan gender cenderung berbeda-beda tergantung dari pendidikan dan informasi yang mereka miliki atau terima mengenai kesetaraan gender. Tinggi rendahnya kesadaran kesetaraan gender pada perempuan dapat dilihat dari cara mereka memandang bagaimana perolehan akses antara laki-laki dan perempuan, bagaimana bentuk partisipasi antara laki-laki dan perempuan, bagaimana bentuk kontrol antara laki-laki dan perempuan.

(51)

perempuan untuk dapat lebih mengembangkan kemampuan yang ia miliki, peningkatan harkat serta dapat memanfaatkan berbagai peluang yang ada (LPKBD, 2005:51).

Partisipasi memampukan perempuan untuk ikut aktif dalam perumusan, pengambilan keputusan, perencanaan maupun dalam pelaksanaan segala kegiatan baik dalam wilayah domestik maupun publik. Partisipasi juga membuat perempuan tidak hanya sebagai pihak pasif yang hanya mampu menerima segala keputusan tetapi memiliki kedudukan yang sama pentingnya dengan laki-laki dalam merumuskan, merencanakan, dan melaksanakan segala kegiatan (LPKBD, 2005:193).

Peningkatan akses dan partisipasi perempuan tidak akan memberi dampak yang signifikan bila perempuan masih belum bisa memiliki kontrol terhadap dirinya sendiri dan sumber daya. Perempuan yang memiliki kontrol berarti ia memiliki wewenang untuk menentukan keputusan terhadap penggunaan sumber daya. Kontrol memampukan perempuan untuk lebih berhak menentukan mana yang terbaik bagi dirinya sehingga dapat meningkatkan harga diri dan konsep diri yang positif bagi dirinya. Kontrol yang dimiliki perempuan juga dapat memerdekakan perempuan dari segala pandangan budaya dan masyarakat yang menganggap perempuan sebagai warga kelas dua (Demartoto, 2007:17).

(52)

sendiri, memiliki konsep diri yang positif sehingga dapat menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi dengan baik (Wardhani, 2009:14). Konsep diri yang positif, mandiri dan mampu menyelesaikan permasalahannya dengan baik memungkinkan perempuan untuk dapat lebih menghargai diri sendiri, dapat lebih mengantisipasi bahkan menolak segala ketidakadilan yang ditujukan padanya termasuk didalamnya kekerasan.

Perempuan yang kurang memiliki kesadaran kesetaraan gender akan menganggap dan menerima pola ideal dari masyarakat yang menganggap bahwa memang suatu kewajaran bila mereka dijadikan warga kelas dua. Perempuan akan cenderung menganggap hal yang normal atau biasa apabila laki-laki lebih berhak dalam memiliki kesempatan untuk menggunakan sumber daya dibanding perempuan, dalam segi partisipasi, laki-laki lebih berhak dalam perencanaan, pengambilan keputusan dan pelaksanaan berbagai kegiatan baik dalam wilayah publik maupun domestik dibanding perempuan. Selain itu, perempuan cenderung akan memberikan kontrol atau wewenang penuh pada laki-laki dalam dalam pengambilan keputusan atas penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya di berbagai bidang dibanding perempuan.

(53)

Ketidaksetaraan gender membatasi perempuan untuk dapat meningkatkan kemampuan, mengambil peluang yang ada serta berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Kondisi tersebut membuat perempuan menjadi manusia kelas dua yang lemah, terpinggirkan, naif, penurut, dan memiliki ketergantungan pada laki-laki selanjutnya akan benar-benar menjadi lemah dan tidak berdaya sehingga ia cenderung akan menjadi sasaran empuk bagi laki-laki yang akan melampiaskan kemarahan. Oleh karena itu, dengan adanya kesadaran atas kesetaraan gender maka perempuan dewasa awal lebih berani dalam menolak segala bentuk ketidakadilan yang disebabkan karena adanya perbedaan gender (Fakih, 2008:160).

Usia dewasa awal memiliki tugas perkembangan yaitu membangun relasi yang intim. Dalam tahap ini, individu dewasa awal siap dan ingin menyatukan identitasnya dengan oranglain. Perempuan dewasa awal cenderung mendambakan hubungan-hubungan yang intim-akrab serta siap mengembangkan daya-daya yang dibutuhkan untuk memenuhi komitmen-komitmen ini meskipun mereka mungkin harus berkorban (Hall&Lindzey, 1993:152).

(54)

sebuah cita-cita mulia, namun apabila seorang perempuan hanya mengorientasikan keberhasilan hanya melalui ada tidaknya laki-laki yang bersedia menikah dengannya, maka hal tersebut dapat menjadi bumerang yang merugikan diri sendiri.

Perempuan dewasa awal yang mencintai pasangannya dan memiliki keinginan untuk melanjutkan ke hubungan yang lebih serius terkadang dibutakan oleh perasaan cinta sehingga mereka tetap bertahan dalam hubungan yang tidak sehat tersebut dengan alasan bahwa pasangannya akan berubah. Perempuan dewasa awal yang mengalami kekerasan dalam relasi intimnya tidak hanya dapat memunculkan luka fisik tapi juga psikologis seperti trauma, stress yang bahkan dapat berujung pada keputusasaan dan bunuh diri.

Kesadaran kesetaraan gender yang rendah dan terkait dengan konsepsi sosial serta karakteristik dari pelaku maupun korban kemungkinan mengakibatkan tindak kekerasan dalam pacaran baik kekerasan secara fisik, psikis, seksual, dan ekonomi cenderung tinggi.

(55)

posisinya dalam hubungan mereka, maka cepat atau lambat akan muncul kondisi yang disebut kekerasan dalam pacaran. Oleh karena itu, dengan adanya kesadaran atas kesetaraan gender maka perempuan dewasa awal lebih berani dalam menolak segala bentuk ketidakadilan yang disebabkan karena adanya perbedaan gender termasuk didalamnya kekerasan yang dialami perempuan (Fakih, 2008:161). Kondisi tersebut membuat kecenderungan perempuan mengalami kekerasan dalam pacaran yang merupakan salah satu bentuk ketidakadilan gender baik secara fisik, psikologis, dan seksual cenderung rendah.

E. Hipotesis

1. Ada hubungan negatif antara tingkat kesadaran kesetaraan gender dan kecenderungan perempuan dewasa awal mengalami kekerasan fisik dalam hubungan pacaran.

2. Ada hubungan negatif antara tingkat kesadaran kesetaraan gender dan kecenderungan perempuan dewasa awal mengalami kekerasan psikologis dalam hubungan pacaran.

(56)

38 A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian korelasional. Jenis penelitian korelasional merupakan jenis penelitian yang berbentuk hubungan antara dua variabel. Penelitian korelasional bertujuan untuk menyelidiki variasi pada suatu variabel lain, berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2004:8). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu hubungan antara kesadaran kesetaraan gender dan kecenderungan perempuan dewasa awal mengalami kekerasan dalam pacaran.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas : Kesadaran kesetaraan gender

2. Variabel Tergantung : Kecenderungan perempuan dewasa awal mengalami kekerasan dalam pacaran

C. Definisi Operasional

1. Kesadaran Kesetaraaan Gender

(57)

yang terdiri dari beberapa aspek. Aspek-aspek kesadaran kesetaraan gender yaitu:

a. Kesadaran akan akses adalah mengerti, mengetahui, merasakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki peluang atau kesempatan yang sama untuk mendapatkan sumber daya tanpa adanya perasaan dan sikap menghalangi atau terhalangi satu sama lain sesuai dengan kepentingan bersama yang telah disepakati.

b. Kesadaran akan partisipasi adalah mengerti, mengetahui, merasakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kesamaan untuk terlibat aktif dalam perumusan, perencanaan maupun dalam pelaksanaan segala kegiatan keluarga baik dalam wilayah domestik maupun publik.

c. Kesadaran akan kontrol adalah mengerti, mengetahui, merasakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama untuk menentukan keputusan atas penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya.

(58)

2. Kecenderungan Perempuan Dewasa Awal Mengalami Kekerasan Dalam Pacaran

Kecenderungan perempuan mengalami kekerasan dalam pacaran adalah kecenderungan tindakan kekerasan baik berupa kekerasan fisik, psikologis, maupun seksual yang diterima perempuan dari pasangannya diluar hubungan pernikahan resmi atau dalam masa berpacaran yang dapat menimbulkan kesengsaraan, kerugian dan penderitaan bagi perempuan tersebut.

Variabel ini akan diukur menggunakan skala kekerasan dalam pacaran untuk mengungkap sikap individu dengan skala Likert.

Kecenderungan perempuan mengalami kekerasan tinggi ditunjukkan melalui perolehan skor pada skala yang telah dibuat. Semakin tinggi skor yang dihasilkan subjek maka semakin tinggi juga kecenderungan kekerasan dalam pacaran yang dialami perempuan. Demikian pula sebaliknya, perolehan skor yang redah menujukkan rendahnya kecenderungan perempuan mengalami kekerasan dalam pacaran.

Sikap ini akan dibatasi dengan menggunakan aspek-aspek kekerasan dalam pacaran. Kekerasan yang dilakukan seseorang untuk melukai dan menyakiti pasangannya tersebut meliputi:

a. Kekerasan fisik

(59)

melukai dengan menggunakan senjata tajam atau senjata api, memukul pasangan dengan benda tumpul, mencekik, menghempaskan tubuh pasangan ke dinding, memukul, dengan sengaja membakar atau menyiramkan air panas, dan menendang

b. Kekerasan Psikologis

Kekerasan psikologis ringan antara lain; menyumpahi, membentak atau berteriak-teriak pada pasangan, mengusir pasangan keluar ruangan, mengisolasi. Kekerasan psikologis berat antara lain; mengancam untuk memukul atau melemparkan benda keras ke pasangan, menghancurkan barang milik pasangan, menyebut atau memanggil pasangan panggilan atau julukan yang menyakiti hati, menuduh pasangan memiliki banyak kekasih.

c. Kekerasan seksual

a). Sexual Harassment; gurauan-gurauan berbau seksual yang tidak dikehendaki, ucapan-ucapan yang merendahkan dan melecehkan dengan mengarahkan pada aspek jenis kelamin atau seks, memaksa menonton berbagai produk pornografi.

b). Sexual Assault; sentuhan, rabaan, ciuman yang tidak diinginkan korban.

(60)

pasangan untuk melakukan seks oral atau anal. Kekerasan seksual berat antara lain; menggunakan kekuatan (seperti memukul, mendorong, atau menggunakan senjata) untuk membuat pasangan melakukan seks oral atau anal, menggunakan kekuatan (seperti memukul, mendorong, atau menggunakan senjata) untuk membuat pasangan mau melakukan hubungan seksual, mengancam pasangan agar mau melakukan seks oral atau anal, dan menggunakan ancaman agar pasangan mau melakukan hubungan seksual.

D. Subjek Penelitian

Teknik yang digunakan dalam memilih subjek yaitu purposive sampling, yaitu pemilihan sekelompok subjek penelitian diasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 1996:226). Subjek yang digunakan pada penelitian ini berjenis kelamin perempuan dengan karakteristik:

1. Memiliki umur kronologis 20-35 tahun

2. Sedang menjalani relasi pacaran minimal 1 bulan maksimal di atas 2 tahun

E. Metode Pengumpulan Data

(61)

psikologi yaitu stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang menggungkap indikator perilaku dari atribut yang akan diukur, skala selalu berisikan banyak aitem dan semua jawaban dalam skala dapat diterima sejauh diberikan secara jujur dan bersungguh-sungguh. Alasan pemilihan skala dalam penelitian ini adalah karena metode skala sangat populer dalam penelitian, praktis dan jika dirancang dengan baik, umumnya memiliki reliabilitas yang memuaskan.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala dengan metode rating yang dijumlahkan (method of summated ratings) atau pendekatan model Likert yaitu metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya (Azwar, 2005:139).

Skala tersebut akan dibagikan secara langsung kepada subjek selaku responden. Responden diminta merespon pernyataan-pernyataan favorabel dan unfavorabel tentang suatu objek. Pernyataan favorabel adalah pernyataan yang mendukung atau memihak terhadap objek yang akan diukur, sedangkan pernyataan unfavorabell adalah pernyataan yang tidak mendukung atau berlawanan terhadap objek yang akan diukur (Supratiknya, 1998:59).

(62)

jawaban ragu-ragu sehingga sangat mungkin peneliti kehilangan informasi penting yang dapat diperoleh dari responden (Azwar, 2005:34).

F. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari dua buah skala pengukuran, yaitu:

a. Skala Kesadaran Kesetaraan Gender

Skala kesadaran kesetaraan gender ini digunakan untuk mengetahui kesadaran perempuan akan kesetaraan gender yang terdiri dari beberapa aspek antara lain akses, partisipasi, dan kontrol. Skala ini mencakup 48 aitem pernyataan yang terdiri dari 24 aitem favorabel dan 24 aitem unfavorabel.

Pemberian skor pada setiap aitem tergantung jenis pernyataan, untuk aitem favorabel jawaban Sangat Setuju (SS) diberi skor 4, Setuju (S) diberi skor 3, Tidak Setuju (TS) diberi skor 2, dan Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 1. Sedangkan, untuk aitem unfavorabel jawaban Sangat Setuju (SS) diberi skor 1, Setuju (S) diberi skor 2, Tidak Setuju (TS) diberi skor 3, dan Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 4. Skor tiap aitem akan dijumlahkan satu sama lain sehingga terbentuk skor total. Semakin tinggi skor yang diperoleh responden maka kesadaran responden akan kesadaran kesetaraan gender cenderung tinggi dan sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh responden maka kesadaran responden akan kesadaran kesetaraan gender cenderung rendah.

(63)

Tabel 3.1

Blue print Kesadaran Kesetaraan Gender (SebelumUji Coba)

b. Skala Kecenderungan Mengalami Kekerasan Dalam Pacaran

Skala kekerasan dalam pacaran ini digunakan untuk mengetahui kecenderungan perempuan mengalami KDP yang terdiri dari beberapa aspek antara lain kekerasan fisik, kekerasan psikis, dan kekerasan seksual. Skala ini mencakup 90 aitem pernyataan yang terdiri dari 30 aitem kekerasan fisik,30 aitem kekerasan psikologis, dan 30 aitem kekerasan seksual.

Pemberian skor pada setiap aitem tergantung jenis pernyataan, untuk aitem favorabel jawaban Sangat Sesuai (SS) diberi skor 4, Sesuai (S) diberi skor 3, Tidak Sesuai (TS) diberi skor 2, dan Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi skor 1. Sedangkan, untuk aitem unfavorabel jawaban Sangat Sesuai (SS) diberi skor 1, Sesuai (S) diberi skor 2, Tidak Sesuai (TS) diberi skor 3, dan Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi skor 4. Skor tiap aitem akan dijumlahkan satu sama lain sehingga terbentuk skor total. Semakin tinggi skor yang diperoleh responden maka kecenderungan mengalami kekerasan dalam pacaran cenderung tinggi dan sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh

Aitem Total

Aspek

Favorabel Unfavorabel %

Akses 2,7,17,20,25,32,39,46 4,8,14,23,30,36,40,44 16 33,33 Partisipasi 3,10,13,19,27,34,37,47 5,9,16,22,29,35,38,48 16 33,33 Kontrol 1,11,18,21,26,31,41,43 6,12,15,24,28,33,42,45 16 33,33

(64)

responden maka kecenderungan mengalami kekerasan dalam pacaran cenderung rendah.

Sebaran nomor aitem dan jumlahnya dapat dilihat pada blue print kekerasan dalam dalam pacaran berikut ini:

Tabel 3.2

Blue Print Kecenderungan Kekerasan dalam Pacaran (sebelum uji coba)

G. Uji Coba Alat Ukur

(65)

ukur ini diujicobakan pada kelompok subjek yang memiliki karakteristik sama dengan kelompok subjek penelitian yang sesungguhnya. Subjek dalam uji coba alat ukur ini berjumlah 60 orang.

Uji coba dilakukan pada subjek di tempat kerja atau di rumah subjek. Adapun prosedurnya, peneliti membagikan satu eksemplar yang terdiri dari dua skala, yaitu skala kesadaran kesetaraan gender dan skala kecenderungan perempuan mengalami KDP kepada para subjek dan selanjutnya meminta mereka untuk membaca petunjuk pengisian skala yang tertera dan menulis identitas mereka. Subjek lalu diminta untuk mengisi skala tersebut dengan sejujurnya sesuai dengan petunjuk pengisian. Tidak ada batasan waktu dalam pengisian skala. Peneliti menyebar 60 eksemplar pada uji coba ini, 52 eksemplar kembali dan semua memenuhi syarat untuk dianalisis.

H. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas

Validitas adalah tingkat ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Alat ukur dikatakan valid jika dapat memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukan pengukuran (Azwar, 2004:43). Validitas dalam penelitian ini dilakukan melalui dua cara yaitu :

a. Validitas Isi

(66)

ukur merefleksikan keseluruhan isi kawasan ukur dengan ciri atribut yang hendak diukur (Azwar, 2004:45).

Validitas isi dari skala ini diselidiki melalui analisis rasional terhadap isi tes atau melalui professional judgement (dosen pembimbing), yaitu dengan cara melihat apakah aitem-aitem yang telah disusun menurut batasan domain ukur yang telah ditetapkan semula (blue print), dan memeriksa apakah masing-masing aitem telah sesuai dengan indikator perilaku yang hendak diungkapkan.

b. Validitas Tampang

Validitas tampang berdasarkan penilaian terhadap format tampilan tes. Penampilan tes harus menyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkap apa yang hendak diukur. Penampilan yang meyakinkan tersebut akan memancing motivasi individu yang akan di tes agar tes dikerjakan dengan sungguh-sungguh (Azwar, 2004:46).

Peneliti membuat skala dalam bentuk buku dan dikemas secara rapi serta pengetikan yang jelas. Selain itu, untuk mengatasi social desirability peneliti menyertakan skala dengan amplop berperekat, sehingga responden sehabis mengisi skala langsung memasukkannya ke dalam amplop.

2. Seleksi Aitem

(67)

lebih besar daripada alpha aitem total sehingga diperoleh korelasi aitem total tertinggi. Bila korelasi aitem total yang diperoleh tinggi maka dapat dikatakan bahwa aitem tersebut memiliki indeks daya beda aitem yang dianggap memuaskan (Azwar, 2004:163).

a. Kesadaran Kesetaraan Gender

Berikut ini disajikan tabel perhitungan korelasi aitem total pada skala kesadaran kesetaraan gender.

Tabel 3.3

Hasil Korelasi Aitem Total Kesadaran Kesetaraan Gender

Rix Aitem Total

≥0.300 1,2,4,5,6,7,8,9,10,11,13,14,15,16,21,22,24,28,29,30,31,32,3 4,35,36,37,40,42,43,44,45,46,47,48

34

0.200-0.299 17,18,20,26,27,33,39,41 8

< 0.200 3,19,23,25,38,12 6

Total 48

Tabel 3.4

Aitem Sahih dan Gugur pada Skala Kesadaran Kesetaraan Gender Nomor Aitem Valid Nomor Aitem Gugur

No Aspek

Fav Unfav Fav Unfav

Jumlah Aitem Sahih 1 Akses 2,7,32,46(25) 4(3),8,14,30,36

(68)

b. Kecenderungan Mengalami Kekerasan dalam Pacaran

Berikut ini disajikan tabel perhitungan korelasi aitem total pada skala kekerasan fisik dalam pacaran.

Tabel 3.5

Hasil Korelasi Aitem Total Kecenderungan Mengalami Kekerasan dalam Pacaran

Rix Aitem KDP-fisik Total

≥0.300 1,4,10,11,13,14,18,21,27,30,33,37,40,43,48,55,60,63,66,70,72,74 ,78,81,84,87

26

0.200-0.299 24,50,76 3

< 0.200 52 1

Total 30

Rix Aitem KDP-psikologis Total

≥0.300 6,9,15,17,22,23,28,31,34,39,42,44,46,49,53,56,59,62,65,69,71,75 ,79,85,88,90

26

0.200-0.299 5,25,36 3

< 0.200 82 1

Total 30

Rix Aitem KDP-seksual Total

≥0.300 2,3,7,8,12,16,q9,20,26,29,32,35,41,45,47,51,54,57,58,64,67,73,7 7,80,86,89

26

0.200-0.299 38 1

< 0.200 61,68,83 3

(69)

Tabel 3.6

Aitem Sahih dan Gugur pada Skala Kecenderungan Mengalami Kekerasan dalam Pacaran

Nomor Aitem Valid Nomor Aitem Gugur No Aspek

Fav Unfav Fav Unfav

Jumlah

Pada pengguguran aitem, terdapat beberapa perbedaan hasil. Pada awalnya peneliti menyamaratakan seluruh aspek kekerasan dalam pacaran sehingga diperoleh hasil aitem pada kekerasan fisik yang gugur yaitu aitem no 52, 21, dan 78. Pada kekerasan psikologis, aitem yang gugur yaitu aitem nmor 5, 65,17 dan pada kekerasan seksual, aitem yang gugur yaitu aitem no 61, 38, 68. Meskipun terdapat perbedaan hasil dari nomor aitem yang gugur, peneliti tetap menggunakan hasil awal karena peneliti telah terlanjur mengambil data penelitian.

I. Reliabilitas

(70)

Reliabilitas dinyatakan dengan rxx yang memiliki rentang dari 0 hingga

1.00 artinya, semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1.00 maka semakin tinggi juga reliabilitasnya. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah koefisien reliabilitasnya mendekati 0 maka semakin rendah juga reliabilitasnya (Azwar, 2005:83). Reliabilitas pada kesadaran kesetaraan gender sebesar 0,907. Sedangkan reliabilitas pada skala kekerasan fisik dalam pacaran sebesar 0,885, kekerasan psikologis sebesar 0,920, dan kekerasan seksual dalam pacaran sebesar 0,919 yang berarti skala kesadaran kesetaraan gender dan kecenderungan perempuan dewasa awal mengalami KDP baik secara fisik, psikologis maupun seksual reliabel.

J. Teknik Analisis Data 1. Uji Asumsi Data Penelitian

a. Uji Normalitas

Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah data yang akan dianalisis dalam penelitian ini berdistribusi normal atau tidak (Sugiyono, 2008:19). Uji normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov dalam program SPSS versi 16.00 for windowsdapat dilakukan dengan melihat sig. Apabila nilai sig > 0,05 maka distribusinya adalah normal (Trihendradi, 2005:77).

b. Uji Linearitas

(71)

tidak (Sugiyono, 2008). Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan test for linearity dalam program SPSS versi 16.00 for windows. Kriteria pengujiannya nilai p untuk test linearity < 0,05 maka terdapat hubungan linear antara variabel bebas dengan variabel tergantung (Trihendradi, 2005:79).

2. Uji Hipotesis Penelitian

(72)

54 A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 Mei 2010, dilanjutkan tanggal 20 Mei-4 Juni 2010 dengan menyebar skala pada subjek penelitian secara langsung dan mengambil hasilnya pada saat itu juga. Dalam penelitian ini, peneliti memakai subjek berjenis kelamin perempuan yang memiliki usia 19-28 tahun yang sedang menjalani hubungan pacaran minimal 2 bulan.

Skala tersebut disebarkan oleh penulis sendiri kepada orang-orang yang sudah subjek kenal sebelumnya dan sebagian skala penelitian dititipkan kepada teman-teman penulis untuk disebarkan kepada teman-teman kos, kerja, atau organisasi dan yang lainnya.

Khusus untuk skala yang dititipkan, penulis sebelumnya memberikan instruksi kepada teman penulis tentang persyaratan subjek yang ingin diteliti penulis. Prosedur pengumpulan data ini juga tidak berbeda dengan proses pengumpulan data pada tahap uji coba. Peneliti memohon kesediaan subjek untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Peneliti meminta subjek terlebih dulu untuk membaca petunjuk pengisian dan mengisi identitasnya pada bagian yang tersedia.

(73)

Jumlah skala yang disebarkan berjumlah 105 eksemplar. Dari jumlah tersebut, setelah melalui verifikasi terpilih 97 skala untuk dianalisis. Sisanya dikeluarkan dari analisis karena tidak memenuhi syarat.

B. Deskripsi Subjek Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, jumlah subjek sebanyak 105 orang, akan tetapi yang memenuhi syarat untuk diteliti berjumlah 97. Peneliti juga mencantumkan suku bangsa, usia, pendidikan terakhir, pekerjaan dan lama hubungan pada kuisioner untuk menambah informasi data subjek yang diteliti.

Berikut ini disajikan keterangan mengenai usia subjek yang diteliti. Tabel 4.1

Deskripsi usia subjek penelitian

No Usia Jumlah Persen (%)

1. 20-22 tahun 23 orang 23,71

2. 23-25 tahun 57 orang 58,76

3. 26-28 tahun 17 orang 17,53

(74)

Tabel 4.2

Deskripsi suku bangsa subjek penelitian

Di bawah ini deskripsi lama hubungan subjek penelitian. Tabel 4.3

Deskripsi Lama HubunganSubjek Penelitian

No Lama Hubungan Jumlah Persen (%) 1. 6 bulan-1,5 Tahun 45 orang 46,39 2. 1,6 tahun-2,5 tahun 26 orang 26,80 3. 2,6 tahun-4,5 tahun 15 orang 15,46 4. 4,6 tahun-5,5 tahun 5 orang 5,15 5. 5,6 tahun-7,5 tahun 3 orang 3,1 6. 7,6 tahun-9 tahun 3 orang 3,1

Jumlah 97 orang 100

No Suku Bangsa Jumlah Persen (%)

1. Jawa 83 orang 85,57

2. Bugis 4 orang 4,12

3. Banjar 3 orang 3,09

4. Batak 3 orang 3,09

5. Toraja 3 orang 3,09

6. Menado 1 orang 1,03

(75)

Berikut ini deskripsi jenis pekerjaan subjek penelitian Tabel 4.4

Deskripsi Jenis Pekerjaan Subjek Penelitian

No Jenis Pekerjaan Jumlah Persen (%)

1. Mahasiswa 65 67,01

2. Swasta 23 23,71

3. Apoteker 9 9,28

Jumlah 97 100

C. Analisis Data Penelitian 1. Uji Asumsi

Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi untuk melihat apakah data yang diperoleh memenuhi syarat untuk dianalisis. Uji asumsi meliputi :

a. Uji Normalitas

Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov Testdalam programSPSS for Windows versi 16, hasilnya dapat dilihat dalam tabel 4.5 berikut :

Tabel 4.5

Hasil Uji Normalitas Sebaran

Uji Normalitas Skor KKG KDP

Kolmogorov-Smirnov Z 0,671 0,601

(76)

Berdasarkan hasil uji normalitas, didapatkan bahwa distribusi sebaran variabel kesadaran kesetaraan gender (KKG) bersifat normal karena signifikansi variabel KKG lebih besar daripada 0,05 (p > 0,05). Variabel kekerasan dalam pacaran (KDP) juga bersifat normal karena signifikansi variabel KDP lebih besar daripada 0,05 (p>0,05).

b. Uji Linearitas

Pengujian ini dilakukan dengan menggunakantest for linearitydari program SPSS for Windows versi 16, hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini :

Tabel 4.6

Hasil Uji Linearitas Hubungan

Uji Linearitas F Sig

(combined) 5,391 0,000

Linearity 135,998 0,000

Skor KKG * KDP

Deviation from linearity 1,037 0,438

Berdasarkan hasil uji linearitas, didapatkan bahwa taraf signifikansi untuk linearitas lebih kecil dari pada 0,05 (p<0,05), dengan kata lain hubungan antara skor variabel kesadaran kesetaraan gender (KKG) dan variabel kekerasan dalam pacaran (KDP) mengikuti fungsi linear.

D. Deskripsi Data Penelitian

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perpustakaan adalah suatu unit kerja dari suatu badan atau lembaga tertentu yang mengelola bahan-bahan pustaka, baik berupa buku-buku maupun bukan buku (non book material)

Pada kasus ini, pasien mengalami mual dan muntah, pasien diberikan antiemetik untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk menangani mual

Tujuan akreditasi tersebut mamiliki makna hasil akreditasi (1) memberikan gambaran tentang tingkat kinerja sekolah yang dapat digunakan untuk kepentingan pembinaan,

Kabupaten/kota dengan jumlah tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit terbanyak adalah Palu (989 orang), kemudian Tolitoli (238 orang), sedangkan yang terendah adalah Bangkep

Pola Tranformasi Ombak dari Arah Barat Laut Pada saat ombak merambat dari laut lepas menuju pantai, tinggi ombak tersebut mula-mula mengalami penurunan di perairan transisi

Based on the previous analysis, the researcher found that there were three types of gambits that were uttered by the students in EFL classroom and they always use in

(Studi Kasus Desa Dahu, Kecamatan Jiput Kabupaten Pandeglan, Banten (Fak. Pertanian IPB Bogor: Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, 2002).. dengan mengikuti

Pada grafik 2 aspek landasan SMPN 259 lebih menonjol karena memiliki landasan atau dasar yang jelas di dalam program bimbingan konseling seperti keyakinan (