Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Veronica Dewi Puspitasari
NIM:078114006
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Veronica Dewi Puspitasari
NIM:078114006
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iii
Presented as Particial Fulfilment of the Requirement to Obtain Sarjana Farmasi (S.Farm)
In Faculty of Pharmacy
By:
Veronica Dewi Puspitasari
NIM: 078114006
FACULTY OF PHARMACY SANATA DHARMA UNIVERSITY
iv
YOGYAKARTA TAHUN 2009
Skripsi yang diajukan oleh:
Veronica Dewi Puspitasari
NIM: 078114006
telah disetujui oleh
Pembimbing Utama
v
vi
“Berpikir Anda mampu atau Anda tidak mampu, itu benar dua -
duanya. Bedanya, jika Anda berpikir mampu, Anda akan mampu,
meskipun tidak langsung. Tapi, jika Anda berpikir tidak mampu,
Anda pasti langsung tidak mampu”
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
Tuhan YME,
Papaku yang sudah bahagia di Surga,
Mamaku, Ko Arif, Vita yang aku sayangi,
Seseorang yang selalu menemaniku dengan setia di Jogja,
Teman-temanku tercinta,
Semua pihak yang pernah berperan dalam hidupku,
Dan almamaterku yang aku banggakan.
vii
Nama : Veronica Dewi Puspitasari
Nomor Mahasiswa : 078114006
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
EVALUASI PENATALAKSANAAN MUAL MUNTAH PADA PASIEN
KANKER OVARIUM PASCAKEMOTERAPI DI RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA TAHUN 2009
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya
ataupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
viii
berjudul “ Evaluasi Penatalaksanaan Mual Muntah pada Pasien Kanker Ovarium
Pascakemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009”. Skripsi ini
disusun untuk memenuhi persyaratan penyelesaian jenjang studi guna
memperoleh gelar sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma. Pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengcapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan
skripsi ini:
1. Bagian Penelitian dan Pendidikan RSUP. Dr. Sardjito yang telah memberikan
izin pengambilan data dibagian rekam medik.
2. Ibu Dari dan Staff yang bersedia membantu dalam pengambilan rekam medik
selama peneliti melakukan pengambilan data di Instalasi Catatan Medis RSUP.
Dr. Sardjito Yogyakarta.
3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. Selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
4. Bapak Drs. Mulyono Apt., selaku dosen pembimbing yang selalu penuh
semangat dalam membimbing penulis selama pembuatan skrispi.
5. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. Dan dr. Fenty, M.Kes.,Sp.PK selaku dosen
ix
7. Mama, Arif, Vita yang selalu memberikan doa, semangat, dan motivasi
sehingga skripsi ini dapat selesai.
8. Dirga Putra Cahaya yang dengan rela mengantarkan dan menemani selama
pengambilan data dan pembuatan skripsi.
9. Cik Anni yang selalu meminjamkan buku sehingga proses pembuatan skripsi
semakin lancar.
10. Tresa, Titien, Fr. Ayuningtyas, Sri Ayuningsing S, dan S.Indriyani S yang
selalu men-support dalam pembuatan skripsi dan sama- sama berjuang dalam
pembuatan skripsi.
11. Teman-teman (seperjuangan) angkatan 2007 yang selalu memberikan
semangat dan mewarnai hari-hari terutama semester VII ini sehingga skripsi
dapat selesai.
12. Pihak-pihak lain yang baik secara langsung maupun tidak langsung telah
mambantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak sempurna, maka dari itu
penulis akan menerima semua kritik dan koreksi yang membangun demi hasil
yang lebih baik. Akhir kata penulis berharap akan skripsi ini dapat berguna bagi
x
tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan dalam daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya
ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah
ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan
xi
sering terjadi yaitu efek samping berupa mual dan muntah.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Tujuan umumnya adalah mengevaluasi penatalaksanaan mual muntah pada pasien kanker ovarium pascakemoterapi di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009.
Hasil penelitian menunjukkan jumlah kasus sebanyak 44 dengan kasus yang paling banyak ditemui yaitu pada kelompok umur 47-52 tahun yaitu sebesar 10 kasus atau 22,27%, pada stadium IV dengan jumlah 11 kasus atau 25 %, dan penyakit penyerta berupa hipertensi dengan jumlah kasus sebanyak 8 kasus atau 18,18%. Terdapat 9 kelas terapi obat yang digunakan, yang paling banyak yaitu pada kelas terapi antineoplastik dan imunomodulator dengan persentasi 100%, golongan obat yang paling banyak digunakan adalah golongan antiemetik yaitu metoklopramid sebanyak 34 kasus atau 77,27%. Dalam evaluasi Drug Related Problem (DRPs) terdapat 32 kasus yang mengalami DRPs, dengan rincian 30 kasus Butuh tambahan terapi, 1 buah kasus dosis terlalu rendah, dan 1 buah kasus obat tidak tepat.
xii
effects, side effects that often occur are nausea and vomiting.
This research is a non-experimental research design with retrospective descriptive evaluative.The overall aim is to evaluate the management of nausea and vomiting in patients with ovarian cancer postchemotherapy in RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta during 2009.
The results showed the number of cases as many as 44 with the most common case is the age group 47-52 years which is 10 cases or 22.27%, in stage IV with a total 11 cases or 25%, and comorbidities of hypertension with the number of cases as many as 8 cases or 18.18%. There are 9 therapeutic classes of drugs, the most widely used is the class of antineoplastic and immunomodulatory therapy with a percentage of 100%, the class of drugs most widely used is the class of antiemetics are metoclopramide as many as 34 cases or 77.27%. In the evaluation of Drug Related Problems (DRPs), there were 32 cases which had DRPs, with details of 30 cases Need additional therapy, and 1 case the dose is too low and 1 case the therapy is wrong.
xiii
HALAMAN PENGESAHAN ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAHUNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...vii
PRAKATA ...viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...x
INTISARI ... ..xi
1. Perumusan masalah ... 3
2. Keaslian penelitian... 4
3. Manfaat penelitian ... 5
B. Tujuan penelitian ... 5
1. Tujuan umum ... 5
2. Tujuan khusus ... 6
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 7
A. Kanker ... 7
B. Kanker ovarium ... 8
1. Epidemiologi dan Faktor risiko ... 10
2. Gejala dan tanda ... 13
3. Terapi ... 13
C. Kemoterapi ... 14
D. Mual muntah ... 19
1. Mekanisme mual muntah secara umum ... 20
2. Muntah akibat obat-obat kanker (sitostatika) ... 21
3. Terapi non farmakologi ... 22
4. Terapi farmakologi ... 22
E. Drug Related Problems(DRPs) ... 27
F. Keterangan empiris ... 30
BAB III. METODE PENELITIAN... 31
A. Jenis dan rancangan penelitian ... 31
B. Definisi operasional ... 31
C. Bahan penelitian ... 33
D. Tata cara penelitian ... 33
E. Kesulitan penelitian ... 35
xiv
B.Pola pengobatan kasus kanker oavrium di RSUP. Dr. Sardjito
Yogyakarta sepanjang tahun 2009 ... 40
C.Gambaran kasu Drug Related Problems yang terjadi pada penatalaksanaan mual muntah pada pasien kanker oavrium di RSUP. Dr. Sardjito Yogayakarta sepanjang tahun 2009 ... 50
D. Rangkuman pembahasan ... 84
BAB V. PENUTUP ... 89
A. Kesimpulan ... 89
B. Saran ... 90
DAFTAR PUSTAKA ... 91
LAMPIRAN ... 94
xv
Tabel II. Insidensi dan Jumlah Kematian diakibatkan oleh
Kanker Ovarium di Amerika Serikat ... 11
Tabel III. Penggolongan anti kanker berdasarkan risiko mual muntah ... 18
Tabel IV. Petunjuk Penanganan Mual Muntah Berdasarkan Cancer Care Nova Scotia ... 25
Tabel V. Jumlah Kasus Kanker Ovarium Pascakemoterapi
berdasarkan Stadium ... 38
Tabel VI. Jumlah Kasus Kanker Ovarium Pascakemoterapi
Berdasarkan Penyakit yang Menyertai... 39
Tabel VII. Jumlah Kasus Kanker Ovarium Pascakemoterapi Berdasarkan Kelas Terapi Obat-obatan yang didapatkan Pasien ... 40
Tabel VIII. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi Antineoplastik dan Imunomodulator ... 41
Tabel IX. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas
Terapi Obat yang Bekerja pada Sistem Saraf Pusat ... 44
Tabel X. Golongan obat dan jenis obat yang
mempengaruhi gizi dan darah ... 45
Tabel XI. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi
Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran Cerna ... 46
Tabel XII. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi
Obat yang digunakan untuk Pengobatan Infeksi ... 47
Tabel XIII. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi Obat yang digunakan untuk penyakit pada
sistem kardiovaskuler ... 48
Tabel XIV. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi
Obat yang bekerja sebagai Analgesik ... 48
xvi di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ... 51
Tabel XVIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi II di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ... 52
Tabel XIX. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi III di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ... 53
Tabel XX. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi IV di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ... 54
Tabel XXI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi V di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...55
Tabel XXII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi VI di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...56
Tabel XXIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi VII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...57
Tabel XXIV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi VIII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...58
Tabel XXV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi IX di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...59
Tabel XXVI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi X di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...60
xvii
Tabel XXIX. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi XIII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...63
Tabel XXX. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi XIV di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...64
Tabel XXXI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi XV di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...65
Tabel XXXII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi XVI di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...66
Tabel XXXIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi XVII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...67
Tabel XXXIV.Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi XVIII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...68
Tabel XXXV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi XIX di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...69
Tabel XXXVI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi XX di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...70
Tabel XXXVII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi XXI di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...71
Tabel XXXVIII.Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi XXII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
xviii
Tabel XL. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi XXIV di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...74
Tabel XLI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi XXV di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...75
Tabel XLII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi XXVI di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...76
Tabel XLIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi XXVII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...77
Tabel XLIV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi XXVIII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...78
Tabel XLV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi XXIX di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...79
Tabel XLVI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi XXXdi RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...80
Tabel XLVII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi XXXI di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...81
Tabel XLVIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium
pascakemotarapi XXXII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009 ...82
Tabel XLIX. Butuh tambahan terapi
( need for additional therapy) ...86
Tabel L. Dosis terlalu rendah
xx
Gambar 4. Skema penanganan mual muntah ... 19 Gambar 5. Mekanisme umum terjadinya Mual Muntah ... 20 Gambar 6. Mekanisme Mual Muntah yang diinduksi oleh sitostatika... 21 Gambar 7. Algoritma Penanganan Mual Muntah pada Pasien kanker
berdasarkan Cancer Care Nova Scotia ... 26 Gambar 8. Jumlah Kasus Kanker Ovarium Pascakemoterapi
xxi
Lampiran 4. Daftar Kasus Kanker Ovarium Di RSUP.Dr. Sardjito
Yogyakarta sepanjang tahun 2009 ...98
Lampiran 5. Guideline penatalaksanaan mual muntah akibat Kemoterapi (Guidelines for the Management of Nausea and Vomiting in Cancer Patients dariCancer Care Nova Scotia) ...107
Lampiran 6. Pembagian tipe mual muntah dan klasifikasi agen kemoterapi berdasarkan potensi menyebabkan mual dan muntah ...108
Lampiran 7. Perhitungan interval data umur pasien ...109
Lampiran 8. Daftar obat Brand Name dan Generik (Zat aktif) ...110
1
Kanker merupakan penyakit dengan multiplikasi yang tidak terkontrol
dan menyebar dalam bentuk abnormal pada sel-sel tubuh. Kanker merupakan
salah satu penyebab utama kematian di negara-negara berkembang, 1 diantara 5
populasi di Eropa dan Amerika Utara meninggal dikarenakan oleh kanker (Rang,
Dale, Ritter, Moore, 2003)
Kanker ovarium sering disebut sebagai silent lady killer karena
merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi pada wanita selain itu
menyiratkan sifat dari kanker ovarium yang sulit dideteksi ketika stadium dini.
Biasanya kanker ovarium baru dapat dideteksi setelah memasuki stadium lanjut.
Kanker ovarium dapat menyerang wanita baik pada usia muda maupun usia tua.
Setiap tahunnya di Amerika Serikat, lebih dari 21.000 wanita didiagnosis
menderita kanker ovarium, dan kurang lebih 15.000 meninggal karena penyakit
tersebut (Jackson, 2010a).
Pengobatan kanker dapat dilakukan dengan salah satu atau kombinasi
dari beberapa cara, antara lain, pembedahan atau operasi, penyinaran atau
radioterapi, peningkatan daya tahan tubuh atau imunoterapi, terapi dengan
hormon, atau dapat juga dengan pemakaian obat-obatan sitostatika atau
kemoterapetik yaitu kemoterapi. Hasilnya pada tiap pasien dapat berbeda-beda
tergantung pada stadium dan kondisi pasien ketika mendapatkan terapi.
Kemoterapi telah digunakan sejak tahun 1950-an. Biasa diberikan
cukup hanya kemoterapi. Tujuannya adalah membasmi seluruh sel kanker sampai
ke akar-akarnya, sampai ke lokasi yang tidak terjangkau pisau bedah. Paling tidak
untuk mengontrol sel-sel kanker agar tidak menyebar lebih luas (Rahayu, 2009).
Terapi kanker dengan cara kemoterapi dapat menimbulkan efek samping
ke berbagai sistem organ seperti kerontokan rambut, berkurangnya hemoglobin,
trombosit, sel darah putih, membuat tubuh lemah, merasa lelah, sesak nafas,
mudah mengalami pendarahan, mudah terkena infeksi, kulit membiru/menghitam,
kering, serta gatal, mulut dan tenggorokan mengalami sariawan, terasa kering dan
sulit menelan, mual dan muntah, nyeri pada lambung dan penurunan kesuburan
(Rahayu, 2009).
Efek samping yang spesifik pada saluran pencernaan adalah berupa mual
dan muntah dapat terjadi pada saat praterapi, saat menjalani terapi, maupun
pascaterapi. Obat-obatan sitostatika sudah terbukti dapat mengiduksi terjadinya
mual dan muntah. Berdasarkan survey di Amerika Serikat, dari semua pasien yang
mendapatkan kemoterapi, 70 sampai 80 % diantaranya mengalami efek samping
mual dan muntah (Navari, 2007). Besarnya angka kejadian efek samping mual
muntah inilah yang menjadi salah satu penyebab keengganan pasien untuk
memilih kemoterapi sebagai salah satu pilihan terapinya.
Cara mengatasi mual muntah tersebut dengan cara pemberian
obat-obatan antimual-muntah atau obat antiemetika disamping pemberian obat-obat-obatan
sitostatika untuk tujuan terapi kankernya. Pemberian obat antiemetika ini sangat
penting untuk meningkatkan mutu hidup pasien, mengurangi rasa enggan dan
terapi pengobatannya. Terapi yang tepat pada penanganan mual muntah akan
meningkatkan kualitas hidup pasien. Oleh karena itu, dilakukan penelitian
mengenai evaluasi penatalaksanaan mual muntal pada pasien kanker ovarium
pasca kemoterapi. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar evaluasi
pemberian obat-obatan antimual muntah yang tepat dan rasional bagi rumah sakit
dan dapat digunakan meningkatkan mutu pelayanan dan kesehatan pasien,
terutama pada penatalaksaan mual muntah pada pasien kanker ovarium pasca
kemoterapi.
Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta karena
merupakan rumah sakit rujukan tipe A dan merupakan rumah sakit pendidikan
penelitian yang mempunyai pelayanan spesialis kanker terpadu. RSUP Dr.
Sardjito memiliki visi menjadi rumah sakit unggulan dalam bidang pelayanan,
pendidikan, dan pelatihan di kawasan Asia Tenggara tahun 2010 yang bertumpu
pada kemandirian, serta misi untuk menyelenggarakan penelitian serta
pengembangan Iptekdok kesehatan yang berwawasan global (Sutoto, 2003).
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan diatas dapat ditarik
permasalahan sebagai berikut.
a. Seperti apakah profil kasus kanker ovarium di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta tahun 2009 yang mencakup umur, stadium, penyakit penyerta?
b. Seperti apakah pola pengobatan kasus kanker ovarium di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta tahun 2009 yang meliputi kelas terapi obat, golongan
c. Apakah ditemukan Drug Related Problems (DRPs) pada penatalaksanaan
mual muntah, khususnya pascakemoterapi di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta tahun 2009 yang meliputi keadaan:
1) butuh tambahan terapi obat (need for additional drug therapy)
2) tidak perlu terapi obat (unnecessary drug therapy)
3) obat tidak tepat ( wrong therapy)
4) dosis kurang (dosage too low)
5) adverse drug reactions (ADRs)
6) dosis berlebih ( dosage too high)
7) compliance.
2. Keaslian penelitian
Berdasarkan penelusuran pustaka di Universitas Sanata Dharma,
penelitian tentang “ Evaluasi Penatalaksanaan Mual Muntah pada Pasien Kanker
Ovarium Pascakemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009” belum
pernah dilakukan. Namun penelitian yang terkait dengan kanker telah banyak
dilakukan, akan tetapi berbeda dalam hal subjek penelitian, objek penelitian, dan
waktu penelitian. Beberapa penelitian mengenai kanker yang pernah dilakukan
antara lain:
a. Evaluasi penatalaksanaan Mual Muntah pada Kasus Kanker Leher
Rahim di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2004 oleh Linda
b. Evaluasi penatalaksanaan Mual Muntah pada Kasus Kanker Payudara
di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2004- Juni
2005 oleh Magdalena Sri Damayanti.
3. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat dari segi teoritis maupun praktis.
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
penatalaksaan mual muntah pada pasien kanker ovarium
pascakemoterapi dan sebagai dasar bagi rumah sakit dalam hal
pemberian obat atau terapi yang tepat dan rasional.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan mutu
pelayanan pengobatan kanker ovarium di RSUP. Dr. Sardjito
Yogyakarta dan instalasi kesehatan lainnya.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Tujuan umumnya adalah mengevaluasi penatalaksanaan mual muntah
pada pasien kanker ovarium pascakemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
a. mengetahui profil kasus kanker ovarium di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta tahun 2009 yang mencakup umur, stadium, dan penyakit
penyerta.
b. mengetahui pola pengobatan kasus kanker ovarium di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta tahun 2009 Yang meliputi kelas terapi obat,
golongan obat, dan jenis obat yang diberikan.
c. mengetahui Drug Related Problems (DRPs) yang mungkin terjadi
pada penatalaksanaan mual muntah, khususnya pascakemoterapi di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009 yang meliputi keadaan:
1) butuh tambahan terapi obat (need for additional drug
therapy)
2) tidak perlu terapi obat (unnecessary drug therapy)
3) obat tidak tepat ( wrong therapy)
4) dosis kurang (dosage too low)
5) adverse drug reactions (ADRs)
6) dosis berlebih ( dosage too high)
7
Sel kanker memiliki 4 karakteristik yang membedakannya dengan sel
normal yaitu:
1. proliferasi yang tidak terkontrol
2. dedifferensiasi dan kehilangan fungsinya
3. invasif
4. metastasis (Rang dkk, 2003)
Sel normal berubah menjadi sel kanker dikarenakan mutasi dari satu atau
lebih DNAnya, hal tersebut dapat terjadi karena keturunan atau didapat
(acquired). Ada dua kategori dari perubahan genetik yang menyebakan kanker
yaitu:
1. Aktivasi dari proto-oncogenes menjadi oncogenes
Proto-oncogenes merupakan gen yang secara normal mengontrol devisi sel,
apoptosis dan diferensiasi sel, namun gen tersebut dapat berubah menjadi
oncogenes oleh virus atau kerja dari karsinogen.
2. Tidak aktifnya tumour suppressor genes
Sel normal memiliki gen dengan kemampuan untuk menekan pembentukan
tumor ganas (anti-oncogenes). Hilangnya fungsi dari tumour suppressor
genes dapat disebabkan karena karsinogenesis (Rang dkk, 2003).
Kanker dapat terjadi di berbagai jaringan dalam berbagai organ di setiap
yang membentuk suatu organ. Sejalan dengan pertumbuhan dan
perkembangbiakannya, sel-sel kanker membentuk suatu massa dari jaringan
ganas yang menyusup ke jaringan di dekatnya dan atau bisa menyebar
(metastasis) ke organ tubuh lainnya ( Junaidi, 2007).
Tabel I . Sepuluh jenis kanker yang paling sering terjadi pada Wanita dan Pria di Indonesia
No. Jenis Kanker Wanita Pria Total
1 Cervix 2532 - 2532
2 Breast 2254 - 2254
3 Skin 546 497 1043
4 Rectum 403 434 837
5 Nasopharynx 289 547 836
6 Ovary 829 - 829
7 Lymph node 318 451 769
8 Colon 314 336 650
9 Thyroid 412 110 522
10 Soft Tissue 480
(Aziz, 2009)
B. Kanker Ovarium
Ovarium atau indung telur terletak antara rahim dan dinding panggul, dan
digantung pada rahim oleh ligamentum ovarii proprium dan pada dinding panggul
oleh ligamentum infundibulo-pelvikum. Indung telur merupakan sumber
hormonal perempuan yang paling utama. Indung telur mengeluarkan telur (ovum)
sebagai penghasil sel telur / ovum dan sebagai organ yang menghasilkan hormon
(estrogen dan progesteron) (Yunta, 2008).
Gambar 1. Organ Reproduksi Wanita (Anonim, 2004)
Gambar 2. Anatomi Ovarium (Cumming, 2001)
Kanker ovarium pada umumnya terdeteksi setelah terjadi penyebaran
Terdapat lima tipe histologis yang berbeda pada tumor-tumor epitel ovarium:
serosa, musinosa, endometrioid, sel jernih, dan Brenner. Dari kelima tipe tersebut,
neoplasme serosa mencakup hampir setengah dari keseluruhan tumor (Heffner,
2006).
Kanker epithelial ovarium biasanya menyebar baik secara lokal dan
melalui penyebaran (diseminasi) intraperitoneal. Penyebaran yang paling dekat
adalah ke tuba fallopii dan uterus. Diseminasi terjadi ke ovarium kontralateral dan
peritoneum (Heffner, 2006).
Gambar 3. Jaringan Kanker pada Ovarium Kiri (Anonim, 2010h) 1. Epidemiologi dan faktor risiko
Setiap tahunnya di Amerika Serikat, lebih dari 21.000 wanita didiagnosis
menderita kanker ovarium, dan kurang lebih 15.000 meninggal karena penyakit
tersebut (Anonim, 2010d). Program Epidemiology and End Results (SEER)
melaporkan bahawa pada 1 Januari 2006 di Amerika Serikat kurang lebih 176.007
wanita hidup dengan terdiagnosis kanker ovarium (termasuk yang sudah
Tabel II. Insidensi dan Jumlah Kematian diakibatkan oleh Kanker Ovarium di Amerika Serikat
Tahun Insidensi Jumlah kematian
2009 21500 14600
2005 19842 14787
2004 20069 14716
2003 20445 14657
2002 19792 14682
2001 19719 14414
2000 19672 14060
1999 19676 13627
(Jackson,2010a)
Menurut Ovarian Cancer National Alliance faktor risiko kanker ovarium
dapat di bagi berdasarkan:
a. Genetik
Wanita yang memiliki gen kanker payudara 1 (BRCA1) atau
gen kanker payudara2 (BRCA2) yang bermutasi memiliki risiko yang
besar untuk terdiagnosis kanker ovarium. Gen tersebut ditemukan pada
5-10 % wanita dengan kanker ovarium. Wanita yang terdiagnosis kanker
payudara biasanya akan memiliki risiko tinggi terdiagnosis kanker
ovarium (Jackson, 2010b).
b. Usia
1) Menurut Ovarian Cancer Natioal Alliance risiko tertinggi wanita
meningkat ketika telah melewati usia 70 tahun. Pada tahun 2002
-2006, 69 % wanita di Amerika Serikat terdiagnosis kanker ovarium
pada usia 55 tahun atau lebih (Jackson, 2010b).
2) Sedangkan menurut Center for Disease Control and Prevention
(CDC), sekitar 90% wanita di Amerika Serikat mendapatkan
kanker ovarium pada usia diatas 40 tahun dengan jumlah kasus
terbesar pada usia 55 tahun atau lebih (CDC, 2010).
c. Sejarah reproduksi dan infertilitas
Wanita yang berisiko tinggi adalah mereka yang:
1) memulai menstruasi diusia yang lebih muda (sebelum 12 tahun)
2) tidak pernah melahirkan
3) melahirkan anak pertama pada usia setelah 30 tahun
4) menopouse setelah usia 50 tahun
5) tidak pernah menggunakan kontrasepsi oral (Jackson, 2010b).
d. Terapi hormon
Wanita yang mengalami terapi hormon menopousal
meningkatkan risiko terkena kanker ovarium. Penelitian terbaru
melaporkan bahwa penggunaan kombinasi estrogen dan progestin selama
5 tahun atau lebih dapat meningkatkan risiko kanker ovarium (Jackson,
e. Obesitas
Penelitian menemukan peran obesitas pada 80 % wanita dengan
risiko tinggi mendapatkan kanker ovarium yang tidak mendapatkan
hormon setelah menopouse (Jackson, 2010b).
Riwayat dalam keluarga merupakan faktor risiko yang paling penting,
kemudian diikuti oleh usia. (Heffner, 2006). Diketahui bahwa 75 % pasien
ditemukan menderita kanker ovarium dengan stadium III-IV (Norwitz, 2007).
Paritas yang tinggi dan penggunaan kontrsepsi oral menurunkan risiko kanker
ovarium. Faktor lingkungan juga mempengaruhi perkembangan kanker ovarium,
dengan rerata tertinggi ditemukan pada negara industri maju. Karsinogen kimia
dari dunia luar dapat dapat mencapai peritoneum pelvis wanita melalui vagina dan
saluran reproduksi bagian atas (Heffner, 2006).
2. Gejala dan tanda
Wanita penderita kanker ovarium seringkali melaporkan gejala seperti
kembung, peningkatan ukuran perut, dan gejala-gejala berkemih. Seringkali
tanda-tanda ini tidak begitu terasa dan tidak terdeteksi oleh dokter atau pasien.
Cepat kenyang, perubahan pola buang air besar merupakan keluhan yang paling
sering ditemukan pada penyakit tingkat lanjut. Penurunan berat badan yang
bermakana biasanya tidak biasa terlihat (Norwitz, 2007).
3. Terapi
a. Operasi ( Laparotomi)
1) Aspirasi cairan peritoneum untuk pemeriksaan sitologi (bila tidak
2) Panhisterektomi
3) Omentektomi
4) Appendiktomi
5) Biopsi peritoneum
6) Biopsi daerah bawah diafragma
7) Eksplorasi (hepar, lien, mesenterium, ileum, colon limfadenektomi)
b. Kemoterapi
c. Radiasi (Sudiharto, 1997)
C. Kemoterapi
Terdapat kurang lebih 130 jenis penyakit kanker, yang mempengaruhi
kondisi tubuh kita dengan berbagai macam cara dan membutuhkan penanganan
yang berbeda-beda. Tetapi semua jenis kanker itu memiliki kesamaan yaitu terdiri
atas sel-sel yang membelah dengan cepat dengan pertumbuh yang tidak
terkontrol. Fungsi utama obat-obat kemoterapi adalah mengenali dan
menghancurkan sel-sel seperti ini (Rahayu, 2010).
Kemoterapi didefinisikan sebagai obat-obat kimiawi yang digunakan
untuk memberantas penyakit infeksi akibat mikroorganisme seperti bakteri, fungi,
virus, dan protozoa (plamodium, amuba, trichomonas, dll), juga terhadap infeksi
cacing. Obat-obat tersebut berkhasiat memusnahkan parasit tanpa merusak
jaringan tuan-rumah (toksisitas selektif). Sitostatika (Obat-obat kanker) juga
termasuk dalam golongan ini karena sel-sel kanker adakalanya dapat
dikembangbiakkan dan ditularkan pada organisme lain, seperti halnya kuman.
sitostatika tidak bekerja selektif, maka obat-obat ini dapat menimbulkan efek
samping (Rahardja, 2010).
Kemoterapi telah digunakan sejak tahun 1950-an. Biasa diberikan
sebelum atau sesudah pembedahan. Kadang disertai dengan terapi radiasi, kadang
cukup hanya kemoterapi. Tujuannya adalah membasmi seluruh sel kanker sampai
ke akar-akarnya, sampai ke lokasi yang tidak terjangkau pisau bedah. Paling tidak
untuk mengontrol sel-sel kanker agar tidak menyebar lebih luas (Rahayu,2010).
Efek samping kemoterapi timbul karena obat-obat kemoterapi sangat
kuat, dan tidak hanya membunuh sel-sel kanker, tetapi juga menyerang sel-sel
sehat, terutama sel-sel yang membelah dengan cepat. Karena itu efek samping
kemoterapi paling sering muncul pada bagian-bagian tubuh yang sel-selnya
membelah dengan cepat, yaitu: rambut (rontok), sumsum tulang (berkurangnya
hemoglobin, trombosit, dan sel darah putih, membuat tubuh lemah, merasa lelah,
sesak nafas, mudah mengalami perdarahan, dan mudah terinfeksi), kulit
(membiru/menghitam, kering, serta gatal), mulut dan tenggorokan (sariawan,
terasa kering, dan sulit menelan), saluran pencernaan (mual, muntah, nyeri pada
perut), produksi hormon (menurunkan nafsu seks dan kesuburan) (Rahayu, 2010).
Penggolongan obat antikanker:
1. Zat-zat alkilasi
Zat-zat ini berkhasiat kuat terhadap sel-sel yang sedang
membelah. Khasiat ini berdasarkan gugusan alkilnya, yang sangat reaktif
dan menyebabkan cross-linking (saling mengikat) antara rantai-rantai
dan pembelahan sel dapat dihambat. Contoh obat golongan ini adalah
klormetin ( nitrogen- mustard ), dan turunannya klorambusil, melfelan,
siklofosfamida, dan ifosfamida (Rahardja, 2002).
2. Antimetabolit
Obat ini bekerja dengan mengganggu sintesis DNA dengan jalan
antagonisme saingan . rumus kimiawinya mirip sekali dengan rumus
beberapa metabolit tertentu yang penting bagi fisiologi sel, yakni asam
folat, purin, dan pirimidin. Obat menduduki tempat metabolit tersebut
dalam sistem enzim tanpa mengambil alih fungsinya, sehingga sintesis
DNA atau RNA gagal, dan perbanyakan sel terhenti. Contoh sitostatika
golongan antimetabolit adalah antagonis folat metotreksat, antagonis
purin (merkaptopurin, thioguanin, dan azathioprin), antagonis pirimidin
(fluorourasil, dan sitarabin) (Rahardja, 2002).
3. Antimitotika
Zat-zat ini menghindari pembelahan sel pada metafase ( tingkat
kedua pada mitosis), sehingga menghalangi pembelahan inti. Contoh
sitostatika golongan antimitotika adalah obat hasil tumbuhan alkaloida
Vinca (vinblastin, vinkiristin, dan vindesin), podofilin, dan obat baru dari
kelompok taxoida ( paclitaxel, docetaxel) (Rahardja, 2002).
4. Antibiotika
Zat-zat ini dapat dapat mengikat DNA secara komplek, sehingga
sintesanya terhenti. Contoh sitostatika golongan antibiotika adalah
idarubisin, mitoxantron), bleomisin, (d-)actinomisin, dan mitomisin
(Rahardja, 2002).
5. Imunomodulator
Zat-zat ini juga dinamakan Biological Respone Modifier (BRM)
berdaya ,mempengaruhi secara positif reaksi bilogis dari tubuh terhadap
tumor. Fungsi sistem imun dapat distimulasi dengan baik (imunostilulator)
maupun disupresi olehnya ( imunosupresor). Contoh obat imunostimulator
adalah levamisol, sedangkan contoh obat imunosupresif adalah MTX,
Merkaptopurin, dan azatioprin (Rahardja, 2002).
6. Hormone dan antihormon
Kortikosteroida (hidrokortison, prednisone dan sebagainya) antara
lain berkhasiat melarutkan limfosit, dan menekan mitosis di lekosit..
Antihormon kelamin adalah zat-zat yang menghambat hormon dijaringan
tujuan dan dengan demikian melawan kerja hormon yang digunakan
adalah anti estrogen yaitu aminoglutetimida dan anastrozol, anti androgen
yaitu cyproteron, flutamid, dan nilutamida (Rahardja, 2002).
Selain penggolongan di atas, obat anti kanker juga dibedakan
berdasarkan kemampuannya atau risiko menyebabkan efek samping berupa mual
Tabel III. Penggolongan anti kanker berdasarkan risiko mual muntah
D. Mual-Muntah
Penanganan??
Gambar 4. Skema penanganan mual muntah
Muntah dapat dianggap sebagai suatu cara perlindungan alami dari tubuh
terhadap zat-zat yang merangsang dan beracun yang ada dalam makanan. Segera
setelah zat-zat tersebut dikeluarkan dari saluran cerna, muntah juga akan berhenti.
Namun demikian, sering kali muntah hanya merupakan gejala penyakit, misalnya
kanker lambung, penyakit Meniere, mabuk darat, dan pada masa hamil, tidak
jarang muntah merupakan efek samping dari obat-obatan, seperti onkolitika, obat
Parkinson, digoksin, dan sebagai akibat dari radioterapi kanker. Muntah pada
umumnya diawali oleh rasa mual (nausea), dengan ciri-ciri muka pucat,
berkeringat, liur berlebihan, takikardia, dan pernafasan yang tidak teratur. Muntah
dapat di atasi dengan obat-obat antimual (antiemetika) ( Rahardja, 2002).
Pasien Kanker Kemoterapi Mual Muntah
Farmakologi: Obat-obatan (Antiemetik)
Non farmakologi
-Relaksasi otot
-Mengalihkan pikiran ke hal-hal yang
menyenangkan
1. Mekanisme Umum Terjadinya Mual Muntah
2. Muntah akibat obat-obat kanker (sitostatika)
Gambar 6. Mekanisme Mual Muntah yang diinduksi oleh sitostatika
Sitostatika dapat menimbulkan muntah-muntah akibat rangsangan
langsung dari CTZ (Chemoreseptor Trigger Zone), dan pelepasan
serotonin(5-HT3) di saluran lambung- usus. CTZ adalah suatu daerah dengan banyak reseptor,
yang letaknya dekat dengan vomiting center (pusat muntah) (Rahardja, 2010).
CTZ dan serotonin akan mengirimkan impuls pada vomiting center yang ada pada
medulla oblongata sehingga menyebabkan mual dan muntah.Reseptor yang dapat
menyebabkan mual muntah antara lain serotonin, dan dopamin (Rang dkk, 2003).
Prostaglandin memainkan peranan dalam proses terjadinya mual muntah akibat
kemoterapi. Prostaglandin A2 dapat memberikan trauma pada lapisan mukosa
gastrointestinal akibat kemoterapi. Kemoterapi dapat menyebabkan trauma pada
mukosa gastrointestinal yang menyebabkan pelepasan serotonin, kemudian
menstimulasi reseptor 5HT3 untuk menstimulasi pusat muntah (Burke,2001).
Emesis akut timbul selama 24 jam pertama setelah kemoterapi,
sedangkan muntah yang baru dimulai pada hari kedua sampai keenam disebut
muntah terlambat (delayed emesis) (Rahardja, 2002). Selain emesis akut dan
kemoterapi CTZ
Sel Enterokromafin Pelepasan serotonin
(5-HT3)
Menstimulasi reseptor 5-HT3
delayed emesis, ada juga tipe muntah yang terjadi beberapa jam atau hari sebelum
kemoterapi yang disebut anticipatory nausea and vomiting (Vermorken, 2010b).
3. Terapi Non Farmakologi
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi efek samping
berupa mual muntah yaitu:
a. Makan dan minum sedikit tapi sering
b. Hindari makan 1-2 jam sebelum dan sesudah kemoterapi
c. Hindari makanan yang berbau, berminyak dan berlemak, pedas, terlalu
manis, panas
d. Sebaiknya makan makanan yang dingin, dan tempatkan pasien pada
ruangan yang sejuk
e. Lakukan relaksasi dengan menonton televisi, dan membaca
f. Tidur selama periode mual yang hebat, dan menjaga kebersihan mulut
serta berolahraga (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simodibrata, Setiati, 2006)
4. Terapi farmakologi
Terapi farmakologi dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan
antimuntah atau yang biasa disebut antiemetika.
a. Penggolongan Antiemetika
Berdasarkan mekanisme kerjanya antiemetika dapat dibedakan
menjadi tiga (3) kelompok dan beberapa obat tambahan:
1) Antikolinergika
Obat- obat ini ampuh pada mabuk darat, penyakit Meniere
(siklizin, meklizin, sinarizin, prometazin, dimenhidrinat) (Rahardja,
2010).
2) Antagonis Dopamin
Zat-zat ini berdaya melawan mual berdasarkan perintangan
neurotransmiter dari CTZ ke pusat muntah dengan jalan blokade
reseptor dopamin.
a) Propulsiva (prokinetika) : metoklopramida dan domperidon
b) Derivat butirofenon : haloperidol da droperidol
c) Derivat fenotiazin : proklorperazin dan thietilperazin
(torecan) (Rahardja, 2010).
3) Antagonis Serotonin
Mekanismenya memblokade serotonin yang memicu refleks
muntah dari usus halus dan rangsangan terhadap CTZ. Contohnya
granisetron, ondansetron, tropisetron (Rahardja, 2010).
4) Lain-lain
a) Kortikosteroida, seperti deksametason dan metilprednisolon
ternyata efektif untuk mual muntah yang diakibatkan oleh
sitostatika dan radioterapi. Penggunaannya sering kali
dengan suatu antagonis serotonin(Rahardja, 2010).
b) Alizaprida (Litican) digunakan setelah pembedahan,
rasioterapi, dan kemoterapi. Khasiatnya berdasarkan
penghambatan refleks muntah secara sentral (Rahardja,
c) Benzodiazepin mempengaruhi sistem kortikal/limbis dari
otak dan tidak mengurangi frekuensi dan hebatnya emesis,
melainkan memperbaiki sikap pasien terhadap peristiwa
muntah. Terutama lorazepam ternyata efektif sebagai
pencegah muntah (Rahardja, 2010).
b. Penanganan mual muntah dengan antiemetika
Mual muntah dapat ditangani dengan cara pemberian antiemetika atau
obat anti mual muntah. Antiemetik diberikan sebelum kemoterapi, dan
apabila setelah kemoterapi pasien memgalai mual muntah, maka dapat
Tabel IV. Petunjuk Penanganan Mual Muntah Berdasarkan Cancer Care Nova Scotia
Obat dan dosis untuk Pascakemoterapi (kemoterapetika resiko tinggi)
Kortikosteroid
Deksametason 8 mg PO sekali atau 2 kali sehari selama 2-3 hari ( 3-4 hari jika menggunakan cisplatin)
antagonis reseptor serotonin atau antagonis reseptor dopamin Ondansetron 8 mg Po setiap 12 jam
Granisteron atau dolasetron efektif untuk pemberian sebelum kemoterapi, tetapi dapat diberikan setiap 24 jam
Metoklopramid 10-20 mg PO 2-4 kali sehari selama 2-3 hari ( 3-4 hari jika menggunakan cisplatin)
Dapat ditambahkan difenhidramin (Benadryl) 25-50mg PO, unutk mencegah reaksi ekstrapiramidal
ATAU
Prokloperazine 10 mg PO setipa 4-6 jam (jika perlu)
Kemoterapetika resiko sedang
Prokloperazine 10 mg PO setipa 4-6 jam (jika perlu) Metoklopramid 10 mg setiap 4 jam (jika perlu)
Obat dan dosis adjuvan
(dapat ditambahakan pada regimen antiemetika yang lain) Lorazepam 1-2 mg PO atau SL sebelum kemoterapi
Dronabinol 2,5-10 mg setiap 4-12 jam atau nabilone 1-2 mg 2 kali sehari (untuk pasien tertentu)
ATAU OR
Gambar 7. Algoritma Penanganan Mual Muntah pada Pasien kanker berdasarkan Cancer Care Nova Scotia (Luther, 2010)
Kemoterapetika setiap 24 jam selama 4
hari ditambah
Pasca –kemoterapi Kortikosteroid oral ditambah metoklopramid
selama 2-4 hari Pasca –kemoterapi
Kortikosteroid oral setiap 24 jam selama 3 hari ditambah antagonis reseptor serotonin
E. Drug Related Problems(DRPs)
Drug Related Problem adalah kejadian yang tidak diinginkan yang
dialami oleh pasien berkaitan dengan terapi yang diperoleh oleh pasien. Drug
Related Problem meliputi keadaan butuh tambahan terapi obat (need for
additional drug therapy), tidak perlu terapi obat (unnecessary drug therapy), obat
tidak tepat (wrong therapy), dosis kurang (dosage too low), Adverse drug
reactions (ADRs), dosis berlebih ( dosage too high), Compliance (Cipolle, 1998).
Kategori dari Drug Related Problem yaitu:
1. Butuh tambahan terapi obat (need for additional drug therapy)
a. Pasien mempunyai kondisi medis baru yang membutuhkan terapi
awal pada obat.
b. Pasien mempunyai penyakit kronik yang membutuhkan terapi obat
berkesinambungan.
c. Pasien mempunyai kondisi kesehatan yang membutuhkan terapi
kombinasi untuk mencapai efek sinergis atau potensiasi.
d. Pasien dalam keadaan risiko pengembangkan kondisi kesehatan
baru yang dapat dicegah dengan penggunaan alat pencegah penyakit
pada terapi obat dan/atau tindakan pramedis.
2. Tidak perlu terapi obat (unnecessary drug therapy)
a. Pasien yang sedang mendapatkan pengobatan yang tidak tepat
b. Pasien yang tidak sengaja maupun sengaja kemasukan sejumlah
racun dari obat atau kimia,sehingga menyebabkan rasa sakit pada
waktu itu.
c. Pengobatan pada pasien pengkonsumsi obat, alkohol dan rokok.
d. Kondisi kesehatan pasien lebih baik diobati dengan terapi tanpa
obat.
e. Pasien yang mendapatkan beberapa obat untuk kondisi yang mana
hanya satu terapi obat yang terindikasi.
f. Pasien yang mendapatkan terapi obat untuk pangobatan yang tidak
dapat dihindarkan dari reaksi efek samping yang disebabkan dengan
pengobatan lainnya.
3. Obat tidak tepat (wrong therapy)
a. Pasien dimana obat tidak efektif.
b. Pasien yang mempunyai riwayat alergi.
c. Pasien penerima obat yang paling tidak efektif untuk indikasi
pengobatan.
d. Pasien dengan faktor risiko pada kontraindikasi penggunaan obat.
e. Pasien menerima obat efektif tetapi least costly.
f. Pasien menerima obat efektif tetapi tidak aman.
g. Pasien yang tekena infeksi resisten terhadap obat yang digunakan.
h. Pasien menerima kombinasi produk yang tidak perlu dimana single
4. Dosis kurang (dosage too low)
a. Pasien menjadi sulit disembuhkan dengan terapi obat yang
digunakan.
b. Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk menimbulkan respon.
c. Konsentrasi obat dalam serum dibawah range terapetik yang
diharapkan.
d. Waktu profilaksis antibiotik diberikan terlalu cepat.
e. Dosis dan fleksibilitas tidak cukup untuk pasien.
f. Terapi obat berubah sebelum terapetik percobaan cukup untuk
pasien.
g. Pemberian obat terlalu cepat.
5. Adverse drug reactions (ADRs)
a. Pasien yang faktor risiko yang berbahaya bila obat digunakan.
b. Ketersediaan dari obat dapat menyebabkan interaksi dengan obat
lain/makanan pasien.
c. Efek dari obat dapat diubah oleh substansi makanan pasien.
d. Efek dari obat dapat diubah penghambat enzim/pemacu obat lain.
e. Efek dari obat dapat diubah dengan pemindahan obat dari binding
site oleh obat lain.
6. Dosis berlebih (dosage too high)
a. Pasien dengan dosis tinggi
b. Konsentrasi obat dalam serum pasien diatas range terapetik obat yang
diharapkan.
c. Dosis obat meningkat terlalu cepat.
d. Obat, dosis, rute, perubahan formulasi yang tidak tepat.
e. Dosis dan interval flexibility tidak tepat
7. Compliance
a. Pasien tidak menerima aturan pakai obat yang tepat (penulisan,
obat, pemberian, pemakaian)
b. Pasien tidak menuruti rekomendasi yang diberikan untuk
pengobatan.
c. Pasien tidak mengambil obat yang diresepkan karena mahal.
d. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan karena
tidak mengerti.
e. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan secara
konsisten karena merasa sudah sehat (Cipolle, 1998).
F. Keterangan Empiris
Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai penatalaksanaan mual muntah pada pasien kanker ovarium
pascakemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009.
31
Penelitian mengenai “Evaluasi Penatalaksanaan Mual Muntah pada
Pasien Kanker Ovarium pascakemoterapi di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta tahun
2009” merupakan jenis penelitian non eksperimental (Observasional). Penelitian
ini disebut penelitian non eksperimental karena tidak ada perlakuan lebih lanjut
pada subjek uji. Rancangan penelitian berupa rancangan deskriptif evaluatif yang
bersifat retrospektif. Rancangan penelitian deskriptif karena penelitian hanya
bertujuan untuk eksploratif deskriptif terhadap fenomena yang terjadi. Penelitian
bersifat retrospektif karena data yang didapat pada penelitian ini di ambil dari
dokumen terdahulu.
B.Definisi Operasional
Untuk menyamakan persepsi dalam analisis, maka perlu dijelaskan
beberapa definisi operasional sebagai berikut:
1. Pasien kanker ovarium adalah semua pasien yang terdiagnosis kanker
ovarium menurut catatan rekam medik.
2. Lembar rekam medik adalah kumpulan catatan dokter, dan perawat yang
berisi data klinis pasien meliputi nomor rekam medik, nama, umur, diagnosa,
stadium, keluhan saat masuk, keluhan pascakemoterapi, dosis dan aturan
pakai, jumlah obat dan jenis obat yang digunakan, serta data laboratorium dan
3. Kemoterapi kanker (kemoterapetik) adalah obat-obatan sitostatika yang
menyebabkan pemusnahan atau perusakan dari sel-sel tumor/kanker.
4. Pascakemoterapi adalah keadaan setelah menerima kemoterapi pada setiap
kasus kanker ovarium yang tercatat pada rekam medik RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta tahun 2009.
5. Mual muntah yang dimaksud pada penelitian ini adalah efek samping yang
dijumpai pada pasien kanker ovarium pascakemoterapi yang tercatat pada
rekam medik RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009.
6. Evaluasi adalah melihat ulang dan menyimpulkan mengenai kesesuaian
antara penatalaksanaan mual muntah yang diberikan pada pasien dengan
standar dan literature yang tersedia.
7. Golongan obat yang dimaksud pada penelitian ini adalah golongan
obat-obatan kemoterapi dan obat-obat antiemetika, vertigo, golongan obat susunan
saraf pusat sebagai terapi untuk penanganan mual dan muntah
pascakemoterapi.
8. Jenis obat yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah segala macam obat
yang diberikan dengan nama generik, kecuali golongan obat lain yang
nerupakan komposisi dari dari merk dagangnya yang merupakan kombinasi
dari beberapa obat dan vitamin yang diberikan.
9. Drug Related Problems (DRPs) adalah suatu keadaan yang tidak diinginkan
yang mungkin terjadi selama proses terapi berlangsung.
10. Butuh tambahan terapi adalah pasien butuh tambahan terapi obat baru
11. Tidak perlu terapi obat adalah pasien akan mengalami komplikasi akibat dari
mandapatkan obat yang tidak diperlukan atau tidak ada indikasi medis yang
valid yang mengharuskan pasien mendapatkan suatu obat.
12. Obat tidak tepat adalah pemberian obat yang kurang tepat dan tidak sesuai
dengan kondisi pasien.
13. Dosis kurang adalah takaran pemberian obat yang kurang atau tidak
mencukupi dari takaran yang seharusnya diberikan.
14. Adverse drug Reactions(ADPs) adalah munculnya efek yang tidak diinginkan
dari terapi obat yang diketahui efek farmakologinya.
15. Dosis berlebih adalah takaran pemberian yang berlabihan atau melebihi dari
takaran yang seharusnya diberikan.
C.Bahan penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah lembaran rekam medik pasien
dengan kasus kanker ovarium pascakemoterapi, dan lembar resep pasien
sepanjang tahun 2009.
D.Tatacara Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan yaitu tahap perencanaan,
tahap pengambilan data, dan tahap penyelesaian data.
1. Perencanaan
Dimulai dengan penentuan dan analisis masalah yang akan dijadikan
bahan penelitian kemudian mengurus perijinan di bagian Pendidikan dan
pasien kanker ovarium yang di rawat di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta tahun
2009.
2. Pengambilan data
Pada tahap pengambilan data, terlebih dahulu dilakukan penelusuran
data kemudian mengumpulkan data rekam medis dan mencatat data ke dalam
lembar laporan. Jumlah kasus kanker ovarium pascakemoterapi yang
mengalami mual muntah dan atau menerima antiemetik yang terdapat di
tahun 2009 sebanyak 73 kasus.
Proses pencarian data yang diperoleh dengan melihat laporan Instalasi
Catatan Medis, yang berisi nama, umur, hasil diagnosis, jenis obat, dosis
obat, lama perawatan, bentuk sediaan, cara pemberian obat dan keadaan
pasien selama menjalani perawatan, selanjutnya dilakukan pengambilan data
dari lembar rekam medis sesuai jumlah kasus yang ada dan dilakukan
pencatatan data. Kriteria dari data yang yang akan dicatat pada laporan adalah
sebagai berikut:
a. Inklusi
1) Kelengkapan rekam medis
2) Pasien kanker ovarium pascakemoterapi
3) Pasien kanker ovarium yang mengalami mual muntah dan atau
mendapat obat anti mual muntah
b. Ekslusi
1) Pasien dengan diagnosa lebih dari satu jenis kanker ( selain kanker
2) Pasien rawat jalan
3) Pasien dengan kehamilan
4) Mual muntah yang diinduksi oleh terapi radiasi dan pascaoperasi
(pembedahan)
Banyaknya sampel yang didapatkan adalah 44 kasus. Jumlah sampel
tersebut didapatkan dengan cara eksklusi dan inklusi pada 73 kasus, dan yang
masuk pada kriteria penelitian sebanyak 44 buah kasus. 44 buah kasus
tersebut akan digunakan sebagai data pada penelitian ini.
3. Tahap penyelesaian data
Data yang diperoleh dikelompokkan berdasar kelompok umur
pasien, stadium kanker dan persentase jenis antiemetika dan jenis-jenis obat
lainnya yang digunakan. Semuanya ini disajikan dalam bentuk tabel atau
gambar, kemudian data tersebut akan diberi keterangan berupa narasi dan
penjelasannya. Pada tahap terakhir yang dilakukan adalah membahas dan
mengevaluasi penggunanan antiemetika berdasarkan DRPs.
E.Kesulitan Penelitian
Pada pembuatan penelitian yang berjudul Evaluasi Penatalaksanaan Mual
Muntah pada Pasien Kanker Ovarium pascakemoterapi di RSUP.Dr.Sardjito
Yogyakarta tahun 2009 ini, terjadi kesulitan pada proses pengambilan data, hal
tersebut dikarenakan karena kesulitan dalam membaca rekam medik pasien dan
banyaknya singkatan-singkatan yang masih asing bagi penulis terutama ketika
atau dengan studi literatur. Berjalannya waktu penulis mulai terbiasa membaca
rekam medik sehingga tidak ada kesulitan yang terlalu berarti.
F. Analisis Hasil
Data yang telah diolah dalam bentuk tabel akan dianalisis secara
deskriptif evaluative dengan menggunakan dasar literature dan guideline terapi
yang ada.
Hasil dari penelitian ini akan memberikan gambaran mengenai pasien
kanker Ovarium berupa umur, stadium, penaykit penyerta, dan terapi (berupa
persentase) yang didapatkan:
1. Umur pasien dikelompokkan dalam 9 kelompok umur yaitu 20-24 tahun,
25-29 tahun, 30-34 tahun, 35-39 tahun, 40-44 tahun, 45-49 tahun, 50-54
tahun, 55-59 tahun, dan 60-64 tahun
2. Pengelompokan stadium penyakit
3. Pengelompokan obat yang diterima pasien berupa kelas terapi, golongan
obat dan jenis obat akan mengikuti pengelompokan obat pada
Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI)
4. Sedangkan evaluasi DRPs dari obat anti mual muntah akan menggunakan
literature seperti MIMs, Drug Information Handbook (DIH), IONI, dan
37
Sepanjang Tahun 2009
Kasus kanker ovarium yang terdapat pada RSUP Dr. Sardjito yang terjadi
tahun 2009 sebanyak 44 kasus. Kasus terbanyak tedapat pada kelompok umur
47-52 tahun yaitu sebesar 22,72 % atau sebanyak 10 kasus dari 44 kasus yang ada.
Hasil tersebut sesuai dengan teori dari CDC yaitu 90 % wanita terdiagnosis
kanker ovarium pada usia diatas 40 tahun. Untuk mengetahui penyebaran kasus
kanker Ovarium pascakemoterapi berdasarkan umur secara lengkap dapat dilihat
pada gambar 8 dibawah:
Gambar 8. Jumlah Kasus Kanker Ovarium Pascakemoterapi berdasarkan kelompok umur
Klasifikasi stadium pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi yang
ada di RSUP. Dr. Sardjito yaitu dari stadium paling ringan yaitu IA hingga
IIIC, IV). Stadium kasus kanker ovarium yang ada di RSUP. Dr. Sardjito
sepanjang tahun 2009 adalah IA, IC, IIC, IIIC, dan IV , untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel V dibawah ini
Tabel V. Jumlah Kasus Kanker Ovarium Pascakemoterapi berdasarkan Stadium
Stadium Jumlah Kasus Persentase(%)
IA 4 9,09
IC 8 18,18
IIC 5 11,36
IIIC 10 22,72
IV 11 25
Tidak Jelas 5 11,36
Dilihat dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kasus kanker ovarium
pascakemoterapi yang paling banyak terjadi yaitu pada stadium IV sebanyak 11
kasus dengan persentase 25 % dan yang paling sedikit pada stadium IA yaitu
sebanyak 4 kasus dengan persentase 9,09 %. Hal ini dikarenakan karena kanker
ovarium sulit terdeteksi pada stadium dini, sehingga kebanyakan pasien baru
mengetahui atau memeriksakan diri setelah memasuki stadium lanjut. Padahal
ketika telah memasuki stadium IV, kanker akan semakin sulit ditangani.
Pada tabel diatas terdapat 5 buah kasus dengan stadium yang tidak jelas,
hal tersebut dikarenakan ketidaklengkapan dari data rekam medik, pada diagnosis
hanya tertulis “ Ca Ovarii ” tanpa disertai dengan stadium dari kanker ovarium
tersebut.
Kasus kanker ovarium di RSUP. Dr. Sardjito, menurut data rekam medik
ovarium yang diderita oleh pasien. Penyakit lain tersebut sudah diderita oleh
pasien sebelum pasien memeriksakan diri.
Pada penelitian ini terdapat 19 kasus dengan penyakit penyerta seperti
hipertensi, maag, asma dll. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel VI
dibawah ini:
Tabel VI. Jumlah Kasus Kanker Ovarium Pascakemoterapi Berdasarkan Penyakit yang Menyertai
Penyakit Penyerta Jumlah Kasus Persentase(%)
Asma 1 2,27
Maag 1 2,27
Hipertensi 7 15,91
Hipotensi 6 13,65
ISK 1 2,27
Gagal Ginjal 1 2,27
Hipokalemia 1 2,27
Total 19 40,91
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa junlah kasus paling banyak yaitu
kasus dengan penyakit penyerta hipertensi yaitu sebanyak 7 kasus dari 19 kasus,
dan yang paling kedua yaitu hipotensi sebanyak 6 kasus, dan penyakit lainnya
yaitu asma, maag, Infeksi Saluran Kemih (ISK), gagal ginjal dan hipokalemia
masing-masing sebayak 1 kasus.
Penyakit penyerta yang paling banyak diderita oleh pasien adalah
hipertensi, hal ini dapat disebabkan karena kebanyakan pasien kanker ovarium
yang memeriksakan diri telah berumur diatas 40 tahun sehingga risiko hipertensi
B. Pola Pengobatan Kasus Kanker Ovarium di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta Sepanjang Tahun 2009
Kasus kanker ovarium yang terdapat di RSUP. Dr. Sardjito, pada
terapinya tidak hanya mendapatkan sitostatika, namun obat-obat lain yang
menunjang dalam proses terapi pasien. Pada penelitian ini terdapat 9 kelas terapi
obat yang diberikan kepada pasien kanker ovarium. Penggunaan obat pada kasus
kanker ovarium di RSUP. Dr. Sardjito dapat dilihat di tabel VII dibawah ini:
Tabel VII. Jumlah Kasus Kanker Ovarium Pascakemoterapi Berdasarkan Kelas Terapi Obat-obatan yang didapatkan Pasien
Kelas Terapi
Jumlah Kasus
(n=44) Persentase(%)
Antineoplastik dan Imunodulator 44 100
Obat yang Bekerja pada Sistem Saraf Pusat 38 86,36
Obat-obat yang Mempengaruhi Gizi dan
Darah 38 86,36
Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran
Cerna 4 9,09
Obat yang digunakan untuk Pengobatan
Infeksi 4 9,09
Obat yang digunakan untuk Penyakit pada
Sistem Kardiovaskuler 3 6,81
Obat yang Bekerja Sebagai Analgesik 3 6,81
Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran
Pernafasan 2 4,54
Obat untuk Penyakit Otot Seklet dan Sendi 1 2,27
Tabel diatas menunjukkan kelas terapi yang paling banyak digunakan
yaitu kelas terapi antineoplastik dan imunomodulator dengan kasus sebanyak 44
buah atau 100%. Obat sitostatika termasuk dalam kelas terapi obat antineoplastik,
sehingga pada kasus kanker ovarium khususnya pasien yang telah mendapatkan
terapinya. Urutan kedua terbanyak yaitu obat-obatan yang teemasuk dalam kelas
terapi yang bekerja pada sistem saraf pusat dan obat yang mempengaruhi gizi dan
darah yaitu masing-masing sebanyak 38 kasus dari 44 kasus atau 86,36 %. Obat
yang bekerja pada sistem saraf pusat digunakan untuk mengatasi keluhan setelah
menjalani kemoterapi yaitu mual muntah, terutama dari golongan antiemetik, dan
obat yang mempengaruhi gizi dan darah ditujuan untuk mempercepat pemulihan
kondisi pasien, dan menambah darah akibat kemoterapi. Sedangkan, kelas terapi
obat yang paling sedikit digunakan yaitu obat untuk penyakit seklet dan sendi
yaitu sebanyak 1 kasus atau 2, 27%.
1. Antineoplastik dan Imunomodulator
Obat sitotoksik merupakan obat yang termasuk dalam kelas terapi
antineoplastik yang merupakan agen kemoterapi. Obat-obat sitostatika terbagi
menjadi beberapa golongan yaitu: zat pengalkil, antibiotik sitotoksik,
antimetabolit, alkaloid vinka dan etoposid, antineoplastik, dan imunomodulator.
Golongan zat pengalkil paling sering digunakan pada penanganan kanker ovarium
di RSUP Dr. Sardjito, jenis obatnya yaitu ciclophospamid. Golongan antibiotik
yang diberikan adalah Adriamisin, Bleomisin, dan Doksorubisin, golongan
antineoplastik yang diberikan antara lain Carboplatin, Paklitaksel (Paxus),
Taxotere, Cisplatin (Platosin).
Agen kemoterapi dapat diberikan baik secara injeksi maupun oral, namun
sebagian besar obat sitostatika diberikan secara injeksi (infus). Pasien kanker
ovarium di RSUP Dr. Sardjito lebih sering diberikan sitostatika dalam bentuk
kombinasi antara Ciclophospamid, Adriamisin, dan Platocin, kombinasi lain yang
biasa diberikan untuk pasien kanker ovarium di RSUP Dr. Sardjito yaitu BEP.
Kemoterapi sering digunakan kombinasi karena beberapa tumor memberikan
respon yang lebih baik terhadap kombinasi (B.POM RI, 2000), dengan
menggunakan kombinasi daya kerjanya saling dipotensiasi dan terjadinya
resistensi diperlambat dan dihindari (Rahardja, 2002). Dibawah ini merupakan
tabel yang berisi golongan obat dan jenis obat yang termasuk dalam kelas terapi
antineoplastik dan imnumodulator yang terdapat dalam kasus kanker ovarium di
RSUP Dr. Sardjito:
Tabel VIII. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi Antineoplastik dan Imunomodulator
Golongan Obat Jenis Obat
Jumlah Kasus (n=44)
Persentase (%)
Zat Pengalkil ciclophospamid 27 61,36
Antibiotik Sitotoksik doksorubisin 27 61,36
bleomisin 1 2,27
Alkaloid Vinka &
Etoposid etoposid 1 2,27
Antineoplastik carboplatin 15 34,09
paklitaksel 14 31,82
dosetaksel 1 2,27
cisplatin 27 61,36
Imunomodulator Biobran® 4 9,09
Jenis Obat yang paling sering diberikan sebagai agen kemoterapi yaitu
ciclosphospamid yang merupakan golongan zat pengalkil dan cisplatin yang
merupakan antineoplastik dengan jumlah 27 kasus dari 44 kasus yang ada atau
sitotoksik juga banyak digunakan dalam kasus kanker ovarium yaitu sebanyak 27
kasus atau sebesar 59,09%.
2. Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat
Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat yang digunakan sebagai obat
anti mual muntah pada kasus kanker ovarium di RSUP. Dr. Sardjito adalah
golongan antimual dan vertigo. Obat kelas terapi ini banyak digunakan pada
pasien kanker ovarium pascakemoterapi karena salah satu efek dari kemoterapi
yang sering terjadi yaitu mual dan muntah. Obat golongan antagonis serotonin
banyak digunakan pada kasus kanker ovarium, jenis yang paling sering digunakan
yaitu ondansetron, karena dapat memblokade reseptor serotonin di otak yang
berperan pada mekanisme terjadinya mual dan muntah, namun di RSUP Dr.
Sardjito obat golongan ini lebih sering diberikan sebagai premedikasi sebelum
kemoterapi diberikan, hal tersebut bertujuan untuk mencegah efek samping
berupa mual muntah terjadi pada pasien setelah menjalani kemoterapi.
Penanganan mual muntah pascakemoterapi di RSUP. Dr. Sardjito yaitu
dengan pemberian antiemetika. Antiemtika yang paling banyak digunakan yaitu
metoclopramid. Pemberian antiemetik dapat secara oral maupun injeksi. Tetapi
paling banyak pemberian secara oral karena obat tersebut diberikan ketika pasien
pulang kerumah, sedangkan jika pasien rawat inap kebanyakan diberikan
antiemetik dalam bentuk injeksi. Untuk melihat secara lengkap jenis-jenis obat
antimual muntah yang diberikan pada pasien kanker ovarium pascakemoterapi di