• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi yang dirawat di RSUP DR. Sardjito Yogyakarta periode 2008-2009 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi yang dirawat di RSUP DR. Sardjito Yogyakarta periode 2008-2009 - USD Repository"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Tresa NIM : 078114005

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Tresa NIM : 078114005

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)

iii

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN KANKER OVARIUM PASCA KEMOTERAPI YANG DI RAWAT DI RSUP DR.

SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE 2008-2009

Skripsi yang diajukan oleh: Tresa

NIM : 078114005

telah disetujui oleh:

Pembimbing

(4)
(5)

v

Aku tahu permasalahanmu sangat berat.

Aku tahu bahwa kau hanya datang padaKu

ketika kau merasa keluh, tetapi ingatlah,

Aku tak pernah melupakanmu

dan apa yang pernah

Engkau lakukan padaKu tidaklah sia-sia

(Mazmur 94:14)

Karya ini ku persembahkan untuk:

Tuhan Allah, Yesus Kristus sumber inspirasi ku,

Papa, mama, ce Mery dan adik ku Jonas

yang selalu memberi perhatian, kasih sayang dan membimbingku,

Seseorang disana

yang menjadi motivasi dan semangat untuk ku,

(6)

vi

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Tresa

Nomor Mahasiswa : 07 8114 005

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN KANKER OVARIUM PASCA KEMOTERAPI YANG DI RAWAT DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE 2008-2009

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya ataupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 26 Januari 2011 Yang menyatakan

(7)

vii

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul “Evaluasi Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi Yang Di Rawat Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009”.

Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan

tersusun dari Pengantar, Penelaahan Pustaka, Metode Penelitian, Hasil Penelitian dan Pembahasan, Kesimpulan dan Saran.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan motivasi, kritik dan saran sampai terselesaikannya skripsi ini, terutama kepada:

1. Ipang Djunarko, S.Si., Apt., M. Sc. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Drs. Mulyono, Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, serta segala masukan dan saran dalam penyusunan skripsi. 3. dr. Fenty, M.Kes.,Sp.PK. dan Maria Wisnu Donowati, M.Si, Apt. selaku

dosen penguji atas segala arahan, kritik, saran, dan masukan, serta waktunya. 4. Para dosen di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah

memberikan bekal kepada penulis untuk praktek kefarmasiannya kelak.

(8)

viii

7. Andri Kurniawan yang selalu mendampingi dan menjadi semangat untukku. Terima kasih atas perhatian dan dukungan yang telah diberikan.

8. Sahabat-sahabatku Titien, Veronica D.P, Fransiska Ayuningtyas, Sri

Ayuningsih S. dan Sartika Indriyani S. Terimakasih untuk kebersamaan dan motivasi selama penulis menyusun skripsi.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, sehingga saran, masukan, serta kritik yang membangun sangat penulis

harapkan. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat dan membantu pembaca serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, Januari 2011 Penulis

(9)

ix

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, Januari 2011

Penulis

(10)

x

HALAMAN JUDUL... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix

DAFTAR ISI... xi

2. Keaslian penelitian ... 3

3. Manfaat penelitian... 4

1. Anatomi dan fisiologi... 7

2. Epidemiologi dan etiologi ... 8

3. Patogenesis... 9

1. Prinsip dasar kemoterapi ... 14

2. Efek samping kemoterapi... 17

D. Infeksi... 18

E. Antibiotika ... 20

F. Drug Related Problems... 22

G. Keterangan Empiris... 24

BAB III METODE PENELITIAN... 25

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 25

B. Definisi Operasional... 25

(11)

xi

2. Tahap pengambilan data ... 28

3. Tahap pengolahan data... 29

G. Tata Cara Analisis Hasil... 30

1. Karakteristik pasien kanker ovarium ... 30

2. Golongan dan jenis antibiotik ... 31

3. Kajian Drug Related Problems(DRPs) ... 31

H. Kesulitan Penelitian ... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 33

A. Karakteristik Pasien Kanker Leher Rahim... 33

1. Persentase kasus berdasarkan kelompok umur ... 33

2. Persentase kasus berdasarkan stadium ... 34

3. Persentase kasus berdasarkan efek samping kemoterapi ... 36

4. Persentase kasus berdasarkan komplikasi... 40

B. Golongan dan Jenis Antibiotik... 42

C. Drug Related Problems... 44

1. Antibiotik yang tidak diperlukan pada terapi... 44

2. Dosis terlalu tinggi ... 45

3. Dosis terlalu rendah... 45

4. Pemilihan antibiotik yang kurang efektif... 46

5. Perlu tambahan terapi... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 51

A. Kesimpulan ... 51

B. Saran... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(12)

xii

Tabel II Persentase stadium pasien kanker ovarium pasca kemoterapi yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito periode 2008-2009... 35 Tabel III Persentase efek samping kemoterapi pada pasien kanker

ovarium pasca kemoterapi yang dirawat di RSUP Dr.

Sardjito periode 2008-2009... 36 Tabel IV Golongan dan Jenis Antibiotika pada Pasien Kanker

Ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito periode

2008-2009... 42 Tabel V Kasus DRPsantibiotika yang tidak diperlukan dalam terapi

kanker ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 44 Tabel VI Kasus DRPs Dosis terlalu tinggi pada pasien kanker

ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009... 45 Tabel VII Kasus DRPsDosis terlalu rendah pada pasien kanker

ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009... 45 Tabel VIII Kasus DRPs pemilihan antibiotika yang kurang efektif pada

pasien kanker ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009... 46 Tabel IX Kasus DRPsperlu tambahan terapi pada pasien kanker

ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009... 48

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Anatomi ovarium... 8 Gambar 2 Persentase kelompok umur pasien kanker ovarium pasca

kemoterapi yang mendapatkan antibiotik di RSUP Dr. Sardjito periode 2008- 2009... 34 Gambar 3 Persentase komplikasi pada pasien kanker ovarium pasca

(13)

xiii

Yogyakarta Periode 2008-2009... 56 Lampiran II Kajian DRPsPasien 2 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi

yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 57 Lampiran III Kajian DRPsPasien 3 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi

yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 59 Lampiran IV Kajian DRPsPasien 4 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi

yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 60 Lampiran V Kajian DRPsPasien 5 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi

yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 62 Lampiran VI Kajian DRPsPasien 6 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi

yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 63 Lampiran VII Kajian DRPsPasien 7 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi

yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 64 Lampiran VIII Kajian DRPsPasien 8 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi

yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 66 Lampiran IX Kajian DRPsPasien 9 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi

yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 67 Lampiran X Kajian DRPsPasien 10 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi

yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 69 Lampiran XI Kajian DRPsPasien 11 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi

yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 70 Lampiran XII Kajian DRPsPasien 12 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi

yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 71 Lampiran XIII Kajian DRPsPasien 13 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi

yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 73 Lampiran XIV Kajian DRPsPasien 14 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi

yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

(14)

xiv

yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 76 Lampira XVII Kajian DRPsPasien 17 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi

yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 78 Lampiran

XVIII

Kajian DRPsPasien 18 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 79 Lampiran XIX Kajian DRPsPasien 19 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi

yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 80 Lampiran XX Kajian DRPsPasien 20 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi

yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 82 Lampiran XXI Kajian DRPsPasien 21 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi

yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 83 Lampiran XXII Kajian DRPsPasien 22 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi

yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 84 Lampiran

XXIII

Kajian DRPsPasien 23 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 86 Lampiran

XXIV

Kajian DRPsPasien 24 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 87 Lampiran XXV Kajian DRPsPasien 25 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi

yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 88 Lampiran

XXVI

Kajian DRPsPasien 26 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 89 Lampiran

XXVII

Kajian DRPsPasien 27 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 91 Lampiran

XXVIII

Kajian DRPsPasien 28 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009... 95 Lampiran

XXIX

Kajian DRPsPasien 29 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

(15)

xv

XXXI yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito

(16)

xvi

Kanker ovarium merupakan kanker yang terjadi pada ovarium dan biasanya diketahui saat sudah pada stadium lanjut. Kemoterapi adalah salah satu cara pengobatan yang dapat diberikan pada pasien kanker ovarium. Cara pengobatan ini memberikan efek samping berupa myelosuppresion yang menyebabkan daya tahan tubuh menurun sehingga tubuh mudah terinfeksi. Oleh karena itu, perlu pemberian antibiotika yang tepat agar dapat mengurangi resiko kematian akibat terjadinya infeksi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi yang di rawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2008-2009. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif.

Hasil yang diperoleh dari 22 pasien kanker ovarium pasca kemoterapi adalah 31 kasus. Karakteristik pasien kanker ovarium pasca kemoterapi paling banyak terjadi pada kelompok umur 43-49 tahun (35,48%), stadium IIIc (41,94%), dengan efek samping kemoterapi terbanyak yaitu anemia (93,75%), dan berdasarkan komplikasi terbanyak yaitu asites sebanyak 28,13%. Golongan antibiotika yang terbanyak digunakan adalah golongan Cephalosporin (43,74%) dengan jenis Cefixime (14,58%). Hasil analisis DRPs terdapat 7 kasus antibiotika yang tidak diperlukan dalam terapi, 1 kasus dosis terlalu tinggi, 3 kasus dosis terlalu rendah, 16 kasus perlu tambahan terapi, dan 10 kasus pemilihan antibiotika yang kurang efektif.

(17)

xvii

Ovarian cancer is a cancer that occurs in the ovary and is usually recognized when already at an advanced stage. Chemotherapy is one way of treatment that can be given to patients with ovarian cancer. This treatment has side effect, myelosuppresion that causes decreasing of immune system, so the body is easily infected. Therefore, it needs appropriate antibiotic treatment to reduce the risk of death due to the infection.

This study aims to evaluate the use of antibiotics towards post-chemotherapy ovarian cancer patients treated in Dr. Sardjito hospital Yogyakarta period 2008-2009. This research is a non-experimental research with retrospective evaluative descriptive design.

The result obtained from 22 post-chemotherapy ovarian cancer patients is 31 cases. Characteristics of post-chemotherapy ovarian cancer patients occur mostly in the age group 43-49 years (35,48%), stage IIIC (41,94%), with the most side effect of chemotherapy is anemia (29,03%), and based on the highest complication namely Ascites is 29,03%. The most used group of antibiotics is the Cephalosporin (43,74%) with Cefixime (14,58%). Based on DRPs analysis result, there are 7 cases of unnecessary antibiotic use for therapy, 1 cases of dosage too high, 3 cases of dosage too low, 16 case of needing more therapies and 10 cases of less effective antibiotic selection.

(18)

1

A. Latar Belakang

Kanker ovarium merupakan kanker kelima tersering yang menyebabkan

kematian wanita di Amerika Serikat setelah kanker paru-paru, kolorektal, payudara, dan pankreas. Insidensinya pada wanita dibawah 50 tahun 5,3 per 100.000 dan meningkat menjadi 41,4 per 100.000 pada wanita di atas 50 tahun. Di

Indonesia kanker ovarium menduduki urutan keenam terbanyak dari keganasan pada wanita setelah kanker serviks uteri, payudara, kolorektal, kulit dan limfoma

(Hurteau & Williams, 2001). Pada umumnya kanker ovarium ditemukan pada stadium lanjut. Tumor membesar dan menyebar ke organ sekitarnya tanpa keluhan. Itulah sebabnya tumor ini dikenal sebagai penyakit yang tumbuh

diam-diam namun mematikan (The Silent Lady Killer). Dari berbagai pengobatan yang dapat diberikan pada pasien kanker ovarium maka kemoterapi merupakan salah

satu dari pengobatan tersebut.

Kemoterapi adalah pengobatan sistemik yang melibatkan penggunaan obat-obat sitotoksik yang biasanya diberikan melalui injeksi maupun oral

(Djoerban, Rose, Poetiray, dan Soehartati, 2004). Kemoterapi kanker sifatnya tidak selektif, maka kemoterapi juga mengenai sel bukan sel kanker misalnya

sum-sum tulang yang disebut myelosuppression yaitu penurunan kemampuan sum-sum tulang menghasilkan sel darah merah, sel darah putih dan trombosit sehingga menimbulkan risiko infeksi (neutropenia) dan pendarahan

(19)

Neutropenia adalah menurunnya jumlah netrofil dari batas normal. Jumlah neutrofil normal dalam darah sekitar 2500-6000 sel/ml dan lama hidupnya

sekitar 10-20 hari (Finberg, 2005). Infeksi yang mungkin terjadi bisa semakin serius bila neutropenia yang terjadi juga semakin lama dan semakin berat (Mehta dan Hoffbrand, 2006). Pasien kanker yang menjalani kemoterapi sering

mengalami komplikasi berupa neutropeni febril yang mengakibatkan pasien rentan terhadap infeksi sehingga akibatnya pasien mengalami sepsis, syok septik,

dan akhirnya meninggal (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simodibrata, dan Setiati, 2006). Sekitar 90 % penderita kanker meninggal akibat terkena infeksi, perdarahan, atau infeksi bersama perdarahan, oleh sebab itu pemilihan dan

penggunaan antibiotika haruslah tepat agar dapat mengurangi resiko kematian akibat terjadinya infeksi (Koda-kimble, Young, Kradjan, Guglielmo, Alldrege,

Corelli, et al., 2009).

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dipilih karena merupakan salah satu rumah sakit unggulan dalam bidang pelayanan, pendidikan dan penelitian di Asia

Tenggara di tahun 2010 yang bertumpu pada kemandirian. Rumah sakit ini juga memiliki tempat khusus untuk pelayanan kanker terpadu “Tulip” sebagai salah

(20)

1. Perumusan Masalah

a. Seperti apakah karakteristik pasien kanker ovarium pasca kemoterapi

yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito yang meliputi umur, stadium, efek samping kemoterapi, dan komplikasi?

b. Seperti apakah pola penggunaan antibiotika pada penanganan kanker

ovarium yang meliputi golongan dan jenis antibiotika ?

c. Apakah dalam kasus kanker ovarium pasca kemoterapi timbul “kejadian

masalah berkenaan obat” (Drug Related Problems atau DRPs) yang terkait dengan penggunaan antibiotika ?

2. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran pustaka di Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, pernah dilakukan penelitian mengenai:

a. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Pada Kasus Kanker Leher Rahim di

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2004 (Mexitalia, 2005).

b. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Pasca Kemoterapi Pada Kasus Kanker

Payudara di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2004 (Revianti, 2005).

c. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Pasca Kemoterapi Pada Pasien Leukemia

Tipe Acute Lymphotic Leukemia (ALL) di RSUP Dokter Sardjito Yogyakarta Tahun 2004 (Lestari, 2006).

(21)

e. Evaluasi Pemilihan dan Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker Paudara Pasca Kemoterapi di RSUP Dokter Sardjito Yogyakarta Tahun

2005 (Megantari, 2007).

f. Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Kanker Leher Rahim Yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Agustus

2004-Agustus 2008 (Marlinah, 2009).

Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan penulis dalam

hal subyek, obyek, dan tempat. Subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien kanker ovarium pasca kemoterapi dengan obyek yang diteliti adalah penggunaan antibiotika. Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta. Penelitian mengenai Evaluasi Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi Yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode 2008-2009, sejauh ini belum pernah dilakukan.

3. Manfaat Penelitian

Manfaat Aplikatif. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar evaluasi

farmasis di RSUP Dr. Sadjito Yogyakarta dalam memberikan pertimbangan kepada dokter dalam hal pemberian antibiotika kepada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi sehingga penggunaan antibiotika semakin rasional demi

meningkatkan pelayanan kesehatan. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi informasi mengenai pola penggunaan antibiotika pada pasien kanker

(22)

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khususnya yaitu :

a. untuk mengetahui karakteristik pasien kanker ovarium pasca kemoterapi

yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito meliputi umur, stadium, efek samping kemoterapi, dan komplikasi.

b. untuk mengetahui pola penggunaan antibiotika pada penanganan kanker ovarium yang meliputi golongan dan jenis antibiotika.

(23)

6

A. Kanker

Kanker adalah penyakit dimana pembelahan sel yang terjadi tidak

terkontrol dan menyebar dalam tubuh sebagai sel yang abnormal dari sel tubuh itu sendiri. Sel normal bisa berubah menjadi sel kanker karena terjadi satu atau lebih

mutasi dalam DNA yang dapat diwariskan. Ada 4 karakteristik sel kanker yang membedakannya dari sel normal: uncontrolled proliferation, dediferentiation and loss of function, invasiveness, dan metastasis(Rang, Dale, Ritter, Moore, 2003).

Sel kanker tidak merespon terhadap proses normal yang mengatur pertumbuhan dan pembelahan sel serta tidak memiliki fungsi fisiologik dari sel

yang normal. Kanker dapat tumbuh di berbagai jaringan dalam tubuh dan diklasifikasikan atas benign atau malignant. Sel kanker yang bersifat malignant bila terjadi pertumbuhan yang tidak terkontrol dan bisa menyebabkan kematian,

sedangkan sel kanker yang bersifat benign tidak bisa menyebar dengan cara menginvasi jaringan atau metastasis (Koda-kimble et al., 2009).

Neoplasia disebabkan oleh suatu interaksi kompleks antara mekanisme genetik dan mekanisme lingkungan, dapat disebabkan oleh:

1. Predisposisi genetik.

2. Infeksi virus.

3. Radiasi pengion menyebabkan mutasi DNA dan meningkatkan neoplasa

(24)

4. Toksin/zat kimia, misalnya benzena dan organokimia, mungkin merupakan predisposisi terjadinya leukimia dan mielodisplasia (MDS).

5. Obat-obatan. Agen pengalkilasi (misalnya melfalan, mustin) dan bentuk lain kemoterapi merupakan predisposisi terjadi MDS atau leukimia mieloid akut (Neal, 2005).

B. Kanker Ovarium 1. Anatomi dan fisiologi

Indung telur (ovarium) adalah kelenjar endokrin dengan ukuran 2,5 x

4,5 cm yang mensekresikan hormon-hormon seperti estrogen dan progesteron yang langsung masuk peredaran darah. Beberapa kanker ganas ovarium

mengurangi kemampuan ovarium untuk memproduksi hormon (Jong, 2005). Sejak lahir, sel-sel telur ada di dalam ovarium sebagai sel benih wanita. Sesudah itu tidak lagi diproduksi sel telur baru. Sel benih mematang

di bawah pengaruh perubahan hormon dan sesudah itu, masing-masing dilepaskan saat ovulasi. Di dalam rahim terdapat tiga jenis sel: sel epitel yang

(25)

Gambar 1. Anatomi ovarium ( MedlinePlus, 2009)

2. Epidemiologi dan etiologi

Kanker ovarium berkisar 3% dari semua jenis kanker pada wanita dan menduduki peringkat kelima dalam menyebabkan kematian pada wanita

di Amerika Serikat (Kumar, Abbas, Fausto, Aster, 2010). Karsinoma ovarii epitelial merupakan bagian yang paling banyak dijumpai yaitu 90% dari

kanker ovarium dan biasanya menyerang wanita diatas 40 tahun (Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell, 2007).

Penyebab kanker ovarium tidak diketahui dengan pasti. Dalam

kasus-kasus tertentu terdapat predisposisi familial (Velde, Bosman, dan Wagener, 1999). Faktor herediter berperan untuk 5-10% kasus. Wanita yang

(26)

mengidentifikasi adanya karier mutasi BRCA1 atau BRCA2 (Norwitz dan Schorge, 2006).

Tabel I. Sepuluh kanker utama pada wanita dan pria di Indonesia tahun 2002

No. Male & Female Female

Site Total Site Total

1 Cervix 2532 Cervix 2532

2 Breast 2254 Breast 2254

3 Skin 1043 Ovary 829

4 Rectum 837 Skin 546

5 Nasopharynx 836 Thyroid 412

6 Ovary 829 Rectum 403

7 Lymph node 765 Lymph node 3198

8 Colon 650 Corpus uteri 316

9 Thyroid 522 Colon 314

10 Soft tissue 480 Nasopharynx 289

(Aziz, 2009).

3. Patogenesis

Ada tiga pola pertumbuhan: setempat, perluasan di atas selaput

perut, dan penyebaran limfogen. Biasanya tumor tumbuh dan menyusup ke dalam organ-organ berbatasan seperti rahim, usus, kandung kemih dan saluran ginjal (ureter), kemudian terjadi penyebaran difus yaitu sel kanker

menyebar di atas selaput perut yang melapisi semua organ perut dan dinding rongga perut. Akhirnya terjadi perluasan sampai seluruh rongga perut.

(27)

berdasarkan atas pola diatas: pada stadium I tumor terbatas sampai indung telur (atau kedua indung telur); pada stadium II pertumbuhan masuk ke satu

atau lebih organ disekitarnya; stadium III terjadi penyebaran diluar panggul kecil diatas selaput perut dan kelenjar limfe; pada stadium IV, metastasis lewat pembuluh darah, misalnya ke dalam hati atau paru (Jong, 2005).

4. Tanda dan gejala

Wanita penderita kanker ovarium seringkali melaporkan gejala seperti kembung, peningkatan ukuran perut, dan gejala-gejala berkemih.

Seringkali tanda-tanda ini samar dan tidak terdeteksi oleh dokter atau pasien (Norwitz dan Schorge, 2006).

Kanker ovarium mendapat julukan “the silent killer”. Hal ini disebabkan keluhan yang dialami pasien merupakan keluhan yang tidak khas/nonspesifik seperti rasa kurang nyaman di perut, rasa kembung, lebih

sering berkemih, kurang nafsu makan, rasa capai dan kehilangan berat badan. Keluhan seperti ini bisa saja terjadi pada penyakit lain. Jadi dimanapun juga,

tidak ada tanda papan penanda berlukiskan “awas, perhatikan indung telurmu” (Jong, 2005).

Keluhan terpenting pada wanita di atas 40 tahun yang mengingatkan

pada karsinoma ovarium adalah perut membesar atau keluhan abdominal, perdarahan abdominal, dan virilisasi (pada tumor-tumor yang memproduksi

(28)

anoreksia, penurunan berat badan, keluhan miksi dan defekasi serta kadang-kadang nyeri punggung (Jong, 2005).

5. Diagnosis

Sonografi transvaginal merupakan metode paling sensitif untuk

mengevaluasi keberadaan masa adneksa. Computed tomography (CT) abdomen–pelvis dan rontgen dada merupakan pemeriksaan yang paling

membantu untuk merencanakan terapi pada penyakit tingkat lanjut. Parasentesis diagnostik ketika terdapat massa panggul tidak diindikasikan (Norwitz dan Schorge, 2006).

Dengan melakukan pemeriksaan bimanual akan membantu dalam memperkirakan ukuran, lokasi, konsistensi dan mobilitas dari massa tumor.

Pada pemeriksaan rektovaginal untuk mengevaluasi permukaan bagian posterior, ligamentum sakrouterina, parametrium, kavum Dauglas dan rektum. Adanya nodul di payudara perlu mendapat perhatian, mengingat tidak

jarang ovarium merupakan tempat metastasis dari karsinoma payudara (Djuana, Rauf, Manuaba, 2001).

Penanda tumor (tumor marker) membantu dalam mengevaluasi berbagai macam tipe kanker ovarium. Kadar CA-125 serum yang tinggi sangat prediktif pada pasien dengan kanker epitelial. Alfa-fetoprotein sebagai

penanda hampir semua tumor sinus endodermal dan kanker sel embrional. Laktat dehidrogenase (LDH) berguna dalam penanganan disgerminoma

(29)

6. Prognosis

Prognosis buruk karsinoma ovarii disebabkan oleh kenyataan bahwa

70% penderita baru datang untuk penanganan pada stadium lanjut. Dalam stadium I masih dapat dicapai ketahanan hidup 5 tahun antara 60 dan 80%, dalam stadium II sudah lebih rendah (50%); prognosis menjadi sangat lebih

buruk antara stadium IIa dan IIb. Perkembangan dalam kemoterapi memperbaiki harapan untuk penderita dalam stadium III dan IV. Dengan

kemoterapi dapat dicapai ketahanan hidup lebih panjang ( ketahanan hidup 5 tahun 30% untuk stadium III dan IV). Yang tetap menjadi permasalahan adalah tumor yang terdeteksi dalam stadium dini sangat sedikit, sehingga

perbaikan yang berarti untuk prognosis sementara ini belum dapat diharapkan (Veldeet al., 1999).

7. Stadium

Pada tumor ovarium maligna stadium dilakukan atas dasar pemeriksaan histologik dan hasil pada operasi. Pembagian berdasarkan FIGO

(Federasi Ginekologi dan Obstetri Internasional, 2010) adalah sebagai berikut:

Stadium I: Pertumbuhan terbatas pada ovarium.

Stadium Ia: Pertumbuhan terbatas pada satu ovarium, tidak ada asites, tidak ada tumor pada permukaan luar, kapsel utuh.

(30)

Stadium Ic: Seperti Ia atau Ib, tetapi telah ada tumor pada permukaan luar dari salah satu atau kedua ovarium; atau kapsel pecah; atau

ada asites yang mengandung sel-sel maligna; atau ada bilasan peritoneal positif.

Stadium II: Tumor mengenai satu atau kedua ovarium disertai perluasan

ke pelvis.

Stadium IIa: Perluasan dan/atau metastasis ke uterus dan/atau tuba saluran

telur.

Stadium IIb: Perluasan ke organ pelvis lainnya, termasuk ke peritoneum. Stadium IIc: Seperti IIa atau IIb, tetapi telah ada tumor pada permukaan

salah satu atau kedua ovarium; atau kapsel pecah; atau ada asites yang mengandung sel-sel maligna; atau ada bilasan

peritoneal positif.

Stadium III: Tumor pada satu atau dua ovarium dengan implantasi peritoneal di luar pelvis dan/atau kelenjar retroperitoneal atau

inguinal yang positif. Metastasis hati superfisial dinilai sebagai stadium III. Tumor terbatas pada pelvis, namun

pemeriksaan histologik positif untuk perluasan keganasan pada usus halus atau omentum.

Stadium IIIa: Tumor terbatas pada pelvis minor dan kelenjar negatif, tetapi

(31)

Stadium IIIb: Tumor pada satu atau dua ovarium; konfirmasi histologik adanya implantasi pada permukaan peritonel abdomen

dengan diameter kurang dari 2 sentimeter; kelenjar getah bening negatif .

Stadium IIIc: Implantasi abdomen diameter2 sentimeter dan/atau kelenjar

retroperitonel atau inguinal positif.

Stadium IV: Pertumbuhan meliputi satu atau dua ovarium dengan

metastasis jauh; jika terdapat efusi pleural, tes sitologik harus positif. Metastasis pada parenkhim hati menunjukkan stadium IV (National Comprehensive Cancer Network,

2010a).

C. Kemoterapi 1. Prinsip dasar kemoterapi

Kemoterapi merupakan terapi sistemik dan karena itu terutama terindikasi untuk malignitis sistemik seperti leukimia, tumor-tumor dengan

penyebaran yang telah dibuktikan atau diduga telah menyebar dan tumor yang tidak operabel (Velde et al., 1999). Kemoterapi berusaha mengadakan interferensi di dalam berbagai fase pembelahan sel. Pada setiap fase

pembelahan sel dapat ditangani dengan berbagai kemoterapi (Jong, 2005). Kemoterapi harus dimulai sedini mungkin. Hal ini didasarkan atas

(32)

menetap pada jaringan normal. Obat kanker saat ini umumnya bersifat sitotoksik, baik terhadap sel normal maupun sel kanker. Toksisitas terhadap

sel normal selalu terjadi (Syarif, Setiawati, Muchtar, Arif, Bahry, Suharto, B.,

et al., 1995).

Sitostatika menurut asal dan mekanisme kerjanya dibagi dalam 4 golongan:

a. Alkilator. Agen alkilator terbagi atas 2 yaitu bifungsional dan monofungsional. Alkilator monofungsional tidak berikatan cross linking dengan DNA tapi akan menghasilkan single strand

(Carruthers, Hoffman, Melmon, Nierenberg, 2000), sedangkan alkilator bifungsional memiliki 2 gugus alkil yang akan berikatan

kovalen dengan 2 sisi nukleofilik contohnya N-7 guanin pada DNA, akibatnya replikasi yang terjadi tidak sempurna (Rang et al., 2003). Agen alkilator yang utama adalah nitrogen mustard contonya

ciclophosphamide dan nitrosoureas contohnya lomustine (Rang et al., 2003).

b. Antimetabolit. Antimetabolit mengusir secara kompetitif senyawa dasar metabolisme alami (metabolit) atau memblok enzim dan dengan cara ini menghambat metabolisme dan pertumbuhan sel. Kerjanya

amat tidak spesifik, artinya senyawa akan menyerang semua sel yang membelah dengan cepat dengan cara yang sama. Oleh karena itu,

pemakaiannya amat dibatasi (Mutschler, 1986).

(33)

c. Produk-Produk Alamiah. Sejumlah besar sitostatika mula-mula diisolasi dari tumbuh-tumbuhan dan mikroorganisme. Zat-zat ini dan

derivat sintetiknya merupakan famili yang bervariasi dari produksi alamiah (Velde et al., 1999).

Golongan obat ini terdiri dari beberapa jenis:

1) Microtubulin Inhibitor (vinkristin, vinblastin, vinorelbin), memiliki efek sitotoksik karena berikatan dengan tubulin sehingga

menghambat proses metafase dan tidak mampu melakukan replikasi (Carruthers et al., 2000).

2) Derivat Podophyllum (etoposide, teniposide), podofilotoksin ini semisintetik ini dapat membentuk kompleks dengan enzim DNA topoisomerase II sehingga untai DNA terputus dan siklus sel

terputus pada fase S akhir dan G2 awal (Sudoyo et al., 2006). 3) Topoisomerase I Inhibitors (irinotecan, topotecan), bekerja dengan

cara menghambat DNA topoisomerase I sehingga double stranded

DNA pecah (Carruthers et al., 2000).

4) Sitotoksik antibiotika, terdiri dari golongan antrasiklin

(doxorubicin, epirubicin), dactinomycin, bleomycin, dan mitomycin (Rang et al., 2003).

5) Enzim, contohnya adalah asparaginase yang mengkatalisis

hidrolisis asparaginase menjadi asam aspartat dan amonia sehingga sel ganas menjadi kekurangan asam amino esensial yang

(34)

d. Hormon. Pertumbuhan kanker bergantung kepada hormon dan pertumbuhan ini dapat dihambat oleh hormon antagonis yang

menghambat sintesis hormon yang bersangkutan. Contohnya tamoxifen, glukokortikoid (Rang et al., 2003).

2. Efek samping kemoterapi

Agen kemoterapi bersifat toksik tidak hanya terhadap sel kanker tetapi juga terhadap sel normal. Efek samping kemoterapi dapat diklasifikasikan menjadi common and acute toxicity, specific organ toxicity, dan long-term complications. Common and acute toxicity merupakan efek samping kemoterapi yang terjadi karena penghambatan pembelahan sel. Sel

yang rentan terhadap kemoterapi adalah sel yang memiliki daya proliferasi yang tinggi seperti jaringan limfoid, sumsum tulang, saluran cerna dan kulit.

Specific organ toxicity bisa berupa neurotoxocity, cardiac toxicity,

nephrotoxicity, pulmonary toxicity dan hepatoxicity. Long-term complications

adalah toksisitas yang terjadi beberapa bulan setelah kemoterapi

(Koda-Kimble et al., 2009).

Gejala klinis supresi sumsum tulang terutama disebabkan oleh terjadinya penurunan jumlah sel darah putih, sel trombosit, dan sel darah

merah. Supresi sumsum tulang akibat pemberian sitostatika dapat terjadi segera atau kemudian. Pada supresi sumsum tulang yang terjadi segera,

(35)

sementara trombositopenia dapat mengakibatkan perdarahan, lebih-lebih bila terjadi erosi pada traktus gastrointestinal (Sudoyoet al., 2006).

Kelumpuhan sumsum tulang karena terpaparnya sel-sel darah muda yang sangat peka, menyebabkan berkurangnya (berhentinya) pembuatan lempeng darah dan sel darah putih maupun merah. Kekurangan lempeng

darah (trombosit) menyebabkan gangguan di dalam pengentalan darah, sehingga terjadi kecenderungan perdarahan. Kekurangan eritrosit

menyebabkan penderita anemia, sedangkan kekurangan leukosit menyebabkan berkurangnya daya tahan tubuh (kehilangan kekebalan) yang termanifestasi berupa infeksi di tempat tertentu atau penyakit-penyakit

tertentu (Jong, 2005).

D. Infeksi

Infeksi merupakan penyebab kematian paling utama pada morbiditas dan

mortalitas pasien kanker. Dalam beberapa kasus, kanker itu sendiri merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi pada pasien kanker. Neutropenia telah

diketahui sebagai faktor utama perkembangan infeksi pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi. Strategi yang efektif untuk mengantisipasi, mencegah menanggulangi komplikasi infeksi pada pasien neutropenia akan mengarah pada

peningkatan outcomes (NCCN, 2010b).

Neutropenia biasanya didefinisikan sebagai penurunan jumlah neutrofil

(36)

diketahui faktor penyebab. Pasien febrile neutropenia potensial mengalami infeksi yang mengancam jiwa, sedangkan jika pasien tersebut afebrile neutropenia namun

menunjukkan tanda-tanda infeksi maka harus menerima terapi antibiotika (Koda-Kimble et al., 2009).

Faktor-faktor yang menyebabkan tingginya frekuensi infeksi pada pasien

kanker antara lain adalah:

1. Erosi pada tumor yang menyebabkan terbukanya kulit atau lapisan mukosa

yang merupakan barrier yang melindungi tubuh dari dunia luar. 2. Terjadi sumbatan akibat tekanan atau pertumbuhan kanker.

3. Penurunan daya tahan tubuh, baik penurunan imunitas humoral maupun

imunitas seluler.

4. Berbagai prosedur diagnostik yang menyebabkan erosi pada mukosa maupun

pada kulit (endoskopi, arteriografi).

5. Tindakan pembedahan dalam hal ini tingginya kemungkinan infeksi tergantung tempat dan besarnya tumor; jenis operasi dan daya tahan tubuh si

sakit.

6. Pengobatan suprtif, misalnya pemberian makanan parenteral dan transfusi

(37)

E. Antibiotika

Istilah yang digunakan pada awalnya adalah antibiosis, yaitu substansi

yang dapat menghambat pertumbuhan organisme hidup yang lain dan berasal dari mikroorganisme. Seiring dengan perkembangan ilmu maka istilah antibiosis diganti menjadi antibiotika yang tidak terbatas untuk substansi yang berasal dari

mikroorganisme, melainkan untuk semua substansi yang diketahui mampu untuk menghambat pertumbuhan organisme lain khususnya mikroorganisme (Pratiwi,

2008).

Antibiotika dibedakan menjadi 2 berdasarkan sifat toksisitas selektifitas yaitu bakteriostatik dan bakteriosida. Antibiotika memiliki aktivitas bakteriostatik

bila menghambat pertumbuhan mikroba, sedangkan aktivitas bakteriosida bila mampu membunuh mikroba. Beberapa jenis antibiotika memiliki kedua aktivitas

ini bergantung pada konsentrasi (Karch, 2003). Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM).

Antibiotika tertentu dapat meningkat dari bakterostatik manjadi bakteriosida bila kadar antibiotikanya ditingkatkan melebihi KHM (Syarif et al., 1995).

(38)

disebut semisintesis karena melalui tahap fermentasi yang menggunakan mikroorganisme dan kemudian akan dilakukan proses modifikasi kimia. Yang

termasuk dalam antibiotika semisintesis adalah penisilin dan cephalosporin (Hugo dan Russell, 1998). Antibiotika juga dapat diperoleh melalui modifikasi genetik untuk menghasilkan strain baru yang menghasilkan antibiotika yang lebih poten

(Pratiwi, 2008).

Berdasarkan mekanisme kerjanya dapat dibagi dalam 5 kelompok:

1. menghambat sintesis dinding sel merusak lapisan peptidoglikan yang menyusun dinding sel bakteri Gram positif maupun Gram negatif, contohnya penisilin, cephalosporin, vankomisin, dan isoniazid (INH).

2. mengganggu metabolisme dengan adanya substansi yang secara kompetitif menghambat metabolit mikroorganisme karena memiliki struktur yang mirip

dengan substrat normal bagi enzim metabolisme, contohnya cotrimoksazole. 3. merusak membran sel plasma dengan cara mengganggu permeabilitas

membran plasma sel bakteri sehingga menyebabkan membran sel tidak

mampu lagi berfungsi sebagai barrier dan mengganggu proses biosintesis yang diperlukan oleh membran, contohnya polimiksin.

4. Menghambat sintesis protein berikatan pada ribosom subunit 30S bakteri sehingga terjadi kesalahan pembacaan mRNA dann tidak terjadi sintesis protein, contohnya golongan aminoglikosida. Kloramfenikol memberi efek

dengan cara berikatan pada ribosom subunit 50S dan menghalangi aktivitas enzim peptidil transferase yang berfungsi untuk membentuk ikatan peptida

(39)

terakhir yang sedang berkembang, akibatnya sintesis protein berhenti. Tetrasiklin berperan menghambat sintesis protein dengan cara berikatan pada

bagian 16S pada ribosom subunit 30S.

5. menghambat sintesis asam nukleat (DNA/RNA) menghambat transkripsi dan replikasi bakteri, contohnya rifampin dan golongan kuinolon (Pratiwi,

2008).

F. Drug Related Problems

Drug Related Problems yaitu kejadian tidak diinginkan yang dialami oleh pasien yang terlibat dalam terapi pengobatan dan dapat mempengaruhi tujuan yang diharapkan dalam terapi. Permasalahan yang timbul dapat berupa medical

complaint, tanda, gejala, diagnosis, penyakit, hasil laboratorium yang abnormal, atau sindrom (Cipolle, Strand dan Morley, 2004).

Drug Related Problems terbagi atas 7 kategori yaitu:

1. Obat yang yang tidak diperlukan pada terapi (unnecessary drug therapy), disebabkan oleh tidak adanya indikasi medis yang valid untuk terapi obat saat

itu, pemakaian multiple drug padahal hanya memerlukan terapi single drug, kondisi pasien lebih dengan nondrug therapy, terapi obat untuk mengobati

adverse reaction yang sebenarnya dapat dihindari, penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol, atau merokok yang menimbulkan masalah.

(40)

memerlukan farmakoterapi tambahan untuk mencapai sinergisme atau efek yang lebih kuat.

3. Ketidakefektifan pemilihan obat (ineffective drug), disebabkan oleh obat yang diberikan bukan obat yang paling efektif untuk kondisi medis yang dialami, kondisi medis terbiaskan dengan adanya obat, bentuk sediaan obat tidak

sesuai, obat tidak efektif untuk indikasi yang dialami.

4. Dosis yang kurang (dosage too low), disebabkan oleh dosis terlalu rendah untuk memberikan respon yang diinginkan, interval pemberian terlalu jarang untuk dapat memberikan respon, interaksi obat mengurangi jumlah zat aktif obat yang tersedia, durasi obat terlalu singkat untuk dapat memberikan

respon.

5. Efek samping obat yang merugikan (adverse drug reaction), disebabkan oleh obat menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan yang tidak berhubungan dengan dosis, obat yang lebih aman memiliki faktor resiko, interaksi obat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan yang tidak berhubungan dengan

dosis, adanya regimen dosis atau berubah terlalu cepat, obat menyebabkan alergi, obat memiliki kontraindikasi yang merupakan faktor risiko.

6. Dosis berlebih (dosage too high), disebabkan oleh dosis terlalu tinggi, frekuensi pemakaian obat terlalu singkat, durasi obat terlalu panjang, interaksi obat menimbulkan reaksi toksik, dosis obat diberikan terlalu cepat.

7. Ketidakpatuhan pasien (noncompliance), disebabkan oleh pasien tidak memahami instruksi pemakaian, pasien memilih untuk tidak memakai obat,

(41)

tidak dapat menelan atau memakai sendiri obat secara tepat, obat tidak tersedia bagi pasien (Cipolle et al., 2004).

G. Keterangan Empiris

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika pada

(42)

25

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan

rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental karena tidak ada perlakuan pada subjek uji.

Rancangan penelitian deskriptif evaluatif karena menggambarkan fenomena yang terjadi dan mengevaluasi data yang diperoleh dari catatan rekam medis berdasarkan guideline dan referensi. Penelitian ini bersifat retrospektif karena data

yang digunakan diambil dengan menggunakan penelusuran terhadap dokumen terdahulu yaitu berupa rekam medis pasien kanker ovarium pasca kemoterapi di

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2008-2009.

B. Definisi Operasional

1. Evaluasi penggunaan antibiotika adalah mengevaluasi kasus DRPs terkait penggunaan antibiotika yang meliputi obat yang tidak diperlukan pada terapi

(43)

2. Kemoterapi adalah terapi kanker ovarium dengan menggunakan obat anti kanker.

3. Pasca kemoterapi adalah suatu kondisi di mana pasien telah menerima kemoterapi yang menggunakan obat-obatan antikanker atau obat-obatan sitotoksik.

4. Anemia adalah penurunan konsentrasi Hb dalam darah yang menyebabkan terganggunya kebutuhan oksigen oleh jaringan tubuh (Hb normal menurut

standar Sardjito12-16 g/dl).

5. Leukopenia adalah penurunan jumlah leukosit dalam darah yang menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi (Leukosit normal menurut

standar Sardjito 4,8-10,8 x103/µL).

6. Trombositopenia adalah penurunan jumlah trombosit atau platelet dalam

darah yang dapat menyebabkan perdarahan (platelet normal menurut Sardjito 150-540 x103/µL).

7. Kasus kanker ovarium pasca kemoterapi adalah semua tipe diagnosis kanker

ovarium pada periode 2008-2009 yang telah mendapat terapi kemoterapi baik injeksi maupun oral berdasarkan lembar rekam medik RSUP Dr. Sardjito.

C. Subjek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah pasien kanker ovarium pasca kemoterapi

(44)

D. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar rekam medis pasien

kanker ovarium pasca kemoterapi yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2008-2009.

E. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Catatan Medis RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta, Jalan Kesehatan No.1 Sekip Yogyakarta.

F. Tata Cara Penelitian

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap, tahap pertama adalah perencanaan, tahap kedua adalah pengambilan data, tahap ketiga adalah tahap

pengolahan data dan analisis hasil.

1. Perencanaan

Memulai tahap ini dengan membuat perijinan agar dapat melakukan penelitian di RSUP Dr. Sardjito dengan membawa surat pengantar dari

(45)

2. Pengambilan Data

Tahap pengambilan data melewati serangkaian proses yaitu sebagai

berikut :

a. Proses penelusuran data. Tahap ini dilakukan dengan menelusuri lembar print out yang berisi jumlah pasien kanker ovarium, nomor

rekam medis, umur, jenis kelamin, tanggal masuk dan keluar, hasil diagnosa, dan jenis terapi yang diberikan.

Berdasarkan print-out tersebut dapat diketahui pada periode 2008-2009 terdapat sebanyak 356 pasien yang terdiagnosis kanker ovarium dan dari 356 pasien tersebut didapatkan 168 pasien kanker ovarium

yang telah menjalani kemoterapi.

b. Proses pengumpulan data. Proses pengumpulan data diperoleh dengan

melihat data rekam medik pasien yang terdiagnosis kanker ovarium dan telah menjalani kemoterapi (pasca kemoterapi) periode 2008-2009 dari ICM yang memuat laporan mengenai jumlah pasien penderita

kanker ovarium yang telah menjalani kemoterapi pada instalasi rawat inap yang berisi nomor rekam medik, nama, umur, jenis kelamin, hasil

diagnosis, komplikasi, lama perawatan, jenis obat, dosis obat, bentuk sediaan, cara pemberian obat, tanggal pemberian obat, keadaan pasien setelah kemoterapi serta data laboratorium.

Dalam tahap menyeleksi data dilakukan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi meliputi pasien kanker ovarium pasca kemoterapi,

(46)

dari parameter WBC, ANC, dan vital sign. Kriteria eksklusi yaitu ketidaklengkapan data. Dari data rekam medik dapat diketahui yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 22 pasien dari 168 pasien kanker ovarium pasca kemoterapi dengan jumlah kasus sebanyak 31 kasus. Hal ini dikarenakan pasien melakukan kemoterapi

lebih dari 1 kali dalam setahun.

c. Proses pencatatan data. Data yang dicatat meliputi nomor rekam

medik, nama, umur, jenis kelamin, hasil diagnosis, komplikasi, keluhan utama, lama perawatan, tanggal kemoterapi, jenis obat, dosis obat, bentuk sediaan, cara pemberian obat, tanggal pemberian obat,

keadaan pasien setelah kemoterapi serta data laboratorium. Data yang diperoleh dicatat dalam lembar laporan.

3. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari proses pencatatan data dikelompokkan berdasarkan kelompok umur pasien, stadium kanker, efek samping

kemoterapi, komplikasi, persentase golongan dan jenis antibiotika yang digunakan. Semuanya ini disajikan dalam bentuk tabel atau gambar, kemudian data tersebut akan diberi keterangan berupa narasi dan

(47)

Guideline yang digunakan yaitu Clinical Practice Guideline in Oncology: Prevention and Treatment of Cancer-Related Infections, V.2.2009 (NCCN, 2010).

G. Tata Cara Analisis Hasil

Analisis hasil dalam penelitian ini, dikelompokkan berdasarkan karakteristik pasien, golongan dan jenis antibiotika, dan kajian Drug Related Problems (DRPs). Data dibahas secara evaluatif dengan bantuan tabel dan atau gambar.

1. Karakteristik pasien

a. Distribusi umur pasien pada kasus kanker leher rahim pasca kemoterapi dikelompokkan menjadi 7 kelompok umur yaitu 29-35

tahun, 36-42 tahun, 43-49 tahun, 50-56 tahun, 57-63 tahun, 64-70 tahun, dan 71-77 tahun. Persentase umur dihitung dengan cara jumlah kasus dengan tiap kelompok umur dibagi dengan jumlah semua kasus

dikalikan 100%.

b. Persentase stadium pada kasus kanker ovarium pasca kemoterapi

dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus setiap stadiumnya kemudian dibagi dengan jumlah keseluruhan kanker ovarium kemudian dikalikan 100%.

c. Persentase kasus berdasarkan efek samping kemoterapi dihitung berdasarkan jumlah kasus dengan efek samping tertentu kemudian

(48)

d. Persentase kasus berdasarkan komplikasi dihitung berdasarkan jumlah kasus dengan komplikasi tertentu dibagi dengan jumlah keseluruhan

kasus kemudian dikalikan 100%.

2. Golongan dan jenis antibiotika

Persentase golongan dan jenis antibiotika yang digunakan dihitung dengan cara menjumlahkan berapa kali antibiotika yang sama digunakan

dibagi total frekuensi penggunaan antibiotika dikalikan 100%.

3. Kajian Drug Related Problems (DRPs)

Evaluasi penggunaan antibiotika pasca kemoterapi pada kasus

kanker ovarium di RSUP Dr. Sardjito periode 2008-2009 dilakukan dengan cara mengidentifikasi DRPsyang terjadi terkait penggunaan antibiotika yaitu:

a. obat yang tidak diperlukan pada terapi (unnecessary drug therapy).

b. perlu tambahan terapi (needs additional drug therapy).

c. ketidakefektifan pemilihan obat (ineffective drug).

d. dosis yang terlalu rendah (dosage too low).

e. dosis berlebih (dosage too high).

(49)

H. Kesulitan Penelitian

Penulis sulit membaca catatan pada rekam medis pasien karena belum

(50)

33

Hasil penelitian dan pembahasan mengenai evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi yang dirawat di RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2008-2009 dibagi menjadi 3 bagian yaitu karakteristik pasien kanker ovarium, profil penggunaan antibiotika, dan kajian

Drug Related Problems (DRPs).

A. Karakteristik Pasien Kanker Ovarium

Karakteristik pasien kanker ovarium pasca kemoterapi yang di rawat di

RSUP Dr. Sardjito disajikan dalam 4 bagian, yang meliputi umur, stadium, efek samping kemoterapi, dan komplikasi. Pada penelitian ini, ditemukan jumlah pasien kanker ovarium pasca kemoterapi periode 2008-2009 sebanyak 22 pasien

dengan 31 jumlah kasus.

1. Persentase kasus berdasarkan kelompok umur

Adanya pengelompokan kasus berdasarkan kelompok umur

dimaksudkan untuk mengetahui kelompok umur mana yang paling banyak terjadi kanker ovarium pasca kemoterapi.

Distribusi kelompok umur pasien kanker ovarium pasca kemoterapi

(51)

Gambar 2. Persentase kelompok umur pasien kanker ovarium pasca kemoterapi yang mendapatkan antibiotika di RSUP Dr. Sardjito periode

2008- 2009

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kanker ovarium paling banyak terjadi pada kelompok umur 43-49 tahun (35,48%), hal ini sudah

sesuai dengan teori. Berdasarkan teori kanker ovarium sekitar 90% menyerang pada wanita di atas 40 tahun (Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell, 2007). Risiko meningkat sampai usia 70 tahun, setelah itu mulai menurun

(Rayburn dan Carey, 1996).

2. Persentase kasus berdasarkan stadium

Pada kanker ovarium penetapan stadium dilakukan berdasarkan

(52)

Tabel II. Persentase stadium pasien kanker ovarium pasca kemoterapi yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito periode 2008-2009

Stadium Jumlah pasien banyak pada stadium IIIc dan IV dengan persentase masing-masing sebanyak 41,94% dan 32,26%. Hal ini menunjukkan bahwa pasien kanker ovarium

yang datang untuk berobat sudah berada pada tingkat keparahan yang tinggi. Menurut Velde, Bosman, dan Wagener (1999), kanker ovarium

dalam stadium dini hampir sama sekali tidak memberi gejala, sehingga kira-kira 70% dari penderita baru ditangani pada stadium yang telah lanjut. Tumor membesar dan menyebar ke organ sekitarnya tanpa keluhan. Itulah sebabnya

(53)

3. Persentase kasus berdasarkan efek samping kemoterapi

Tabel III. Persentase efek samping kemoterapi pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito periode 2008-2009

No. Efek samping Jumlah

kasus (n=31)

Persentase (%)

1 Supresi

sumsum tulang

Anemia 9 29,03

Neutropenia 4 12,9

Leukopenia 6 19,35

Trombositopenia 2 6,45

2 Gastrointestinal Mual dan muntah 11 35,48

Diare 2 6,45

Mukositis 1 3,23

3 Ginjal Calculus of kidney 1 3,23

Hydronephrosis with ureteropelvic junction obstruction

1 3,23

Obat sitotoksik menyerang sel-sel kanker yang sifatnya cepat membelah. Namun terkadang obat ini juga memiliki efek pada sel-sel tubuh

normal yang juga mempunyai sifat cepat membelah seperti sumsum tulang, mukosa saluran cerna, dan folikel rambut. Obat ini juga dapat bersifat toksik pada beberapa organ seperti hati, jantung, ginjal, dan sistem saraf.

a. Supresi sumsum tulang. Gejala klinis supresi sumsum tulang terutama disebabkan oleh terjadinya penurunan jumlah sel darah putih, sel trombosit, dan sel darah merah. Leukopenia dan

trombositopenia akibat kanker itu sendiri atau akibat pengobatan dapat mengakibatkan infeksi fatal dan perdarahan yang berpengaruh

(54)

Sebanyak 12,9% pasien kanker ovarium menderita neutropenia. Perlu perhatian yang intensif karena semakin lama dan

semakin berat tingkat neutropenia yang terjadi, semakin besar kemungkinan dan semakin serius infeksi yang mungkin terjadi (Mehta dan Hoffbrand, 2008). Infeksi yang terjadi dapat

menyebabkan pasien jatuh ke dalam sepsis, syok septik dan akhirnya meninggal (Sudoyo et al., 2006). Dengan demikian pemilihan dan penggunaan antibiotika haruslah tepat agar dapat mengurangi risiko kematian akibat terjadinya infeksi (Koda-kimble et al., 2009).

Dari tabel III dapat dilihat bahwa kelainan hematologi yang

paling banyak adalah anemia dengan 29,03% dari 31 kasus dan merupakan persentase efek samping tertinggi kedua setelah mual

muntah. Anemia sangat berpengaruh terhadap hasil pengobatan pasien kanker. Caro dkk melaporkan bahwa anemia meningkatkan resiko kematian pada pasien kanker dengan peningkatan sebesar

65% (Sudoyoet al., 2006).

Pengobatan suportif perlu dilakukan untuk meningkatkan

angka Hb yang mana pengobatan kuratif yaitu kemoterapi untuk sementara waktu harus ditunda terlebih dahulu. Menurut Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito (1996) kemoterapi boleh

dilakukan dengan syarat angka Hb > 10 g%.

b. Gastrointestinal. Masalah saluran cerna yang paling utama adalah

(55)

terjadi adalah mual muntah dan disebabkan oleh hampir semua jenis agen kemoterapi. Persentase mual muntah yang terjadi sebesar

35,48% lebih besar dibandingkan diare (6,45%) dan mukositis (3,23%). Mual muntah merupakan efek samping tertinggi dibandingkan dengan efek samping yang lain.

Agen kemoterapi termasuk metabolitnya akan menstimulasi reseptor serotonin atau dopamine di saluran gastrointestinal. Pada

SSP chemoreceptor trigger zone akan melepaskan neurotransmitter yang akan merangsang vomitting center untuk mengkoordinasikan respon emetik (Koda-kimble et al., 2001).

c. Ginjal. Kerusakan jaringan ginjal langsung akibat obat atau metabolitnya, paling sering pada pemberian cisplatin. Carboplatin

telah disetujui oleh FDA untuk pengobatan kanker ovarium. Obat ini memiliki mekanisme aksi yang sama dengan cisplatin. Keuntungan terbesar dari carboplatin dibandingkan cisplatin yaitu toksisitas

terhadap ginjal lebih rendah, oleh karena itu tidak perlu terapi hidrasi sebelum pengobatan (Carruthers, Hoffman, Melmon, Nierenberg,

2000).

Terdapat 2 kasus yang memiliki efek samping terhadap ginjal yaitu 1 kasus calculus kidney dan 1 kasus hydronephrosis with ureteropelvic junction obstruction. Kedua kasus tersebut terjadi pada 1 orang pasien dengan riwayat regimen cisplatin yang kemudian

(56)

itu perlu dilakukan penyesuaian dosis carboplatin karena pasien telah didiagnosis mengalami gangguan fungsi ginjal.

Regimen cisplatin yang diberikan meningkatkan kadar asam urat dalam serum, terlihat dari data laboratorium yang menunjukkan adanya peningkatan asam urat yaitu 8,7 mg/dl (nilai normal 2,8-7,3

mg/dl). Asam urat sebagian besar diekskresikan melalui ginjal dan semakin tinggi kadar asam urat dalam darah maka ekskresi ke urine

juga akan semakin besar, yang kemudian akan mengalami supersaturasi (melewati titik jenuh) sehingga molekul-molekulnya teragregasi menjadi suatu padatan kristal dan terbentuklah batu

ginjal.

Batu ginjal yang terbentuk akan terbawa aliran urin dan dapat

(57)

4. Persentase kasus berdasarkan komplikasi

Gambar 3. Persentase komplikasi pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito periode 2008- 2009

Dari penelitian ini dapat diamati timbulnya kasus komplikasi akibat kanker ovarium itu sendiri yang meliputi asites, efusi pleura, dan metastasis

tumor.

a. Asites. Asites merupakan simptom yang sering pada penderita

dengan karsinoma ovarium. Perut yang berangsur-angsur menjadi besar merupakan gejala utama, kemudian ditambah anoreksia, rasa penuh di perut, pirosis dan gangguan pernapasan karena tekanan

mekanik pada diafragma (Sudoyoet al., 2006).

Dalam penelitian ini asites merupakan persentase komplikasi

(58)

semakin lama semakin membesar, kembung, nafsu makan dan berat badan menurun digunakan untuk mengenali kanker ovarium. Tapi

kebanyakan pasien kanker ovarium dalam penelitian ini menunjukkan gejala tersebut pada stadium lanjut sehingga penanganan yang dapat dilakukan hanyalah untuk mencapai

ketahanan hidup yang lebih panjang. Inilah yang menyebabkan kanker ovarium memiliki prognosis terburuk.

b. Efusi pleura. Pada tumor ovarium yang lebih luas dapat dijumpai eksudat pleura karena terjadinya infiltrasi sel tumor secara langsung pada pleura sehingga terjadi produksi cairan berlebihan. Biasanya

penderita mengeluh sesak napas yang terjadi karena berkurangnya volume paru. Pungsi pleura merupakan tindakan yang dapat

digunakan untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura. Efusi pleura dapat juga disebabkan oleh bakteri yang umumnya diisolasi dari pasien neutropenia yaitu Staphylococcus aureus, Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas yang dapat menempel pada permukaan pleura.

c. Metastasis tumor. Menurut sebagian peneliti 10% tumor ovarium disebabkan oleh metastasis (Sudoyoet al., 2006). Yang paling sering bermetastasis ke ovarium adalah kanker payudara, gastrointestinal

(59)

Terdapat 2 metastasis tumor ke ovarium yang dapat diketahui dalam penelitian ini yaitu kanker endometrium dan kanker mamae

(kanker payudara). Pada kira-kira 10% penderita karsinoma endometrium dijumpai juga jaringan tumor di dalam ovarium. Metastasis karsinoma payudara dalam ovarium hampir selalu

menampakkan diri sesudah tumor primernya diketahui (Sudoyo et al., 2006).

B. Golongan Dan Jenis Antibiotika

Golongan antibiotika yang paling banyak digunakan adalah golongan Cephalosporin dengan persentase sebesar 43,74%. Sedangkan untuk jenis

antibiotika yang paling banyak digunakan adalah Cefixime dengan persentase 14,58%.

Tabel IV. Golongan dan Jenis Antibiotika pada Pasien Kanker Ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito periode 2008-2009

Golongan Obat Jenis Obat Frekuensi

penggunaan

Aminoglikosida Netromycin 1 2,08

(60)

Dalam memberikan terapi antibiotika pada pasien neutropenia diperlukan clinical evidence atau data mikrobiologi melalui kultur bakteri untuk mengetahui

bakteri penyebab. Sementara menunggu hasil test kultur biasanya diberikan terapi empirik dengan antibiotika spektrum luas begitu pasien tersebut menunjukkan

tanda-tanda infeksi. Pemberian antibiotika empirik ini bertujuan untuk menghindari mortalitas yang diakibatkan karena terlambatnya pengobatan pada pasien yang mengalami infeksi yang serius.

Umumnya bakteri patogen yang diisolasi dari pasien neutropenia adalah bakteri bacillus gram-negatif misalnya E.coli, K.pneumoniae, P. Aeruginosa dan bakteri gram-positif seperti S. Aureus, Enterococcus, Streptococcus pneumoniae. Sebesar 91% mortalitas pada pasien neutropenia disebabkan oleh bakteremia yang tidak diobati, dan bakteremia tersebut diakibatkan infeksi oleh bakteri

P.aeruginosa. Oleh sebab itu, regimen antibiotika empirik yang diberikan harus memiliki spektrum luas yang mampu melawan bacillus gram-negatif dan memiliki aktivitas antipseudomonal. Menurut guideline NCCN antibiotika

empirik yang dapat diberikan untuk manajemen febrile neutropenia adalah golongan beta-laktam antipseudomonal seperti cephalosporin generasi III

(61)

C. Drug Related Problems

Dari 168 pasien yang menjalani kemoterapi periode 2008-2009 di RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta diperoleh 22 pasien kanker ovarium pasca kemoterapi sekaligus mendapatkan terapi antibiotika dengan jumlah kasus sebanyak 31 kasus. Setelah dilakukan Drug Related Problems (DRPs) menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective, Assessment and Rekomendasi) diketahui terdapat 25 kasus yang terjadi DRPs dan 6 kasus tidak terjadi DRPs.DRPs yang diperoleh yaitu 7 kasus antibiotika yang tidak diperlukan dalam terapi, 1 kasus dosis terlalu tinggi, 3 kasus dosis terlalu rendah, 16 kasus perlu tambahan terapi, dan 10 kasus pemilihan antibiotika yang kurang efektif.

1. Antibiotika yang tidak diperlukan dalam terapi

Tabel V. Kasus DRPsantibiotika yang tidak diperlukan dalam terapi kanker ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009

Kasus Jenis Antibiotika Assessment Rekomendasi 9,

Data laboratorium nilai WBC dan ANC normal, tidak menandakan pasien mengalami infeksi atau potensial mengalami infeksi.

Hentikan penggunaan antibiotika karena tidak ada indikasi infeksi. Hanya menggunakan antibiotika bila terdapat tanda-tanda infeksi. 27 Cefixime dan

cefepime

Kombinasi cefixime dan cefepime dari tanggal 14-21 tidak efektif karena cefixime tidak memiliki aktifitas antipseudomonal, sedangkan pasien dalam kasus ini mengalami neutropenia febrile yang umumnya bakteri patogen yang diisolasi dari pasien neutropenia adalah Pseudomonas.

Penggunaan cefixime dihentikan karena pemakaian cefepime saja sudah cukup sebagai terapi empirik.Cefepime

(62)

2. Dosis terlalu tinggi

Tabel VI. Kasus DRPsDosis terlalu tinggi pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009

Kasus Jenis antibiotika Assessment Rekomendasi 6 Ceftazidime Frekuensi ceftazidime terlalu tinggi

yaitu 2x1 g. Seharusnya berikan injeksi ceftazidime dengan dosis 3x2 g (berdasarkan guideline NCCN), namun regimen ini tidak bisa diberikan pada pasien ini karena diketahui nilai kadar BUN dan creatinin pasien meningkat yaitu BUN 51,4 mg/dl (nilai normal: 7-18 mg/dl) dan creatinin 5,57 mg/dl (nilai normal: 0,6-1,3 mg/dl), yang menandakan terjadinya gangguan pada filtrasi glomerulus.

Dari perhitungan LFG menggunakan formula MDRD maka diketahui nilai LFG = 8,7 ml/min/1,73 m2. Perlu dilakukan penyesuaian dosis berdasarkan LFG pasien dan individualisasi dosis yang diberikan menjadi 1 g tiap 48 jam. Monitor terus hasil laboratorium hematologi pasca kemoterapi dan tanda infeksi .

3. Dosis terlalu rendah

Tabel VII. Kasus DRPsDosis terlalu rendah pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009

Pasien Jenis antibiotika Assessment Rekomendasi 1 Cefixime Terjadi leukositosis disertai

neutrofilia yang menandakan terjadi infeksi dan oleh karena itu pasien diberi antibiotika yang mana dalam kasus ini yaitu cefixime. Dosis Cefixime yang diberikan terlalu rendah yaitu 2x100 mg. Dosis maksimum cefixime adalah 400 mg/hari (BUN dan creatinin pasien normal).

Berikan cefixime dengan dosis 400 mg/hari atau 2x200 mg.

9 Cefotaxime Dosis cefotaxime pada kasus ini kurang yaitu 1x1 g (iv), BUN dan creatinin pasien normal.

Berikan injeksi cefotaxime dengan dosis 2-4g/hari dalam 2 dosis terbagi (formularium RS Dr. Sardjito tahun 2002). 28 Cefepime Dosis dan frekuensi cefepime pada

kasus ini kurang yaitu 2x1 g (iv). Seharusnya berikan cefepime dengan regimen 3x2 g namun terjadi peningkatan kadar creatinin pada tanggal 28 yaitu 1,66 mg/dl.

Gambar

Gambar 1. Anatomi ovarium ( MedlinePlus, 2009)
Tabel I. Sepuluh kanker utama pada wanita dan pria di Indonesia tahun 2002
Gambar 2. Persentase kelompok umur pasien kanker ovarium pasca
Tabel II. Persentase stadium pasien kanker ovarium pasca kemoterapi yang dirawat di RSUP Dr
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bila Penggugat danTergugat bertempat kediaman diluar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilana Agama/ Makhamah Syar’iah yang yang daerah hukumnya meliputi tempat

6) Berdasarkan hasil Penelitian dan pengujian Panitia, ditetapkan menjadi Daftar Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (DRKBMD) dan Daftar Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang

Tahap ini berfungsi untuk mengetahui siapa saja manajemen RSMB yang akan terlibat dalam peningkatan kualitas pelayanan rawat inap baik dalam tahap penyusunan

Pelayanan yang baik ditunjang pula oleh buku kerja pegawai yang selalu dibuat untuk dapat menilai capaian kinerja yang dilakukan selama hari itu dan DP3 dari pimpinan yang

Tahap keempat jika Kabag telah menyetujui jadwal yang dibuat Administrasi, Kabag Labkom akan meminta Administrasi membuat undangan Rapat Evaluasi Masalah untuk seluruh

Anda mungkin akan terdorong untuk berbelanja lebih kerana kemudahan pinjaman dan kad kredit yang ditawarkan oleh institusi kewangan. Pinjaman mempunyai kadar faedah yang tertentu dan

Penelitian yang dilakukan Rangga Wardhana, 2009 tentang Analisis Pendapatan Pedagang Kaki Lima Di Jalan HR Bunyamin Purwokerto Kabupaten Banyumas, tujuan mengetahui

Sesuai dengan peraturan Rektor UNNES nomor 22 tahun 2008, Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah kegiatan intra kurikuler yang wajib diikuti oleh mahasiswa