• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS PENGARUH TERAPI AKUPRESUR TERHADAP MUAL MUNTAH AKIBAT KEMOTERAPI PADA PASIEN KANKER PAYUDARA BERDASARKAN JENIS OBAT SITOSTATIK DI RS UNIVERSITAS HASANUDDIN DAN RSUP Dr.WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS PENGARUH TERAPI AKUPRESUR TERHADAP MUAL MUNTAH AKIBAT KEMOTERAPI PADA PASIEN KANKER PAYUDARA BERDASARKAN JENIS OBAT SITOSTATIK DI RS UNIVERSITAS HASANUDDIN DAN RSUP Dr.WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

i

TESIS

PENGARUH TERAPI AKUPRESUR TERHADAP MUAL MUNTAH AKIBAT KEMOTERAPI PADA PASIEN

KANKER PAYUDARA BERDASARKAN JENIS OBAT SITOSTATIK DI RS UNIVERSITAS

HASANUDDIN DAN RSUP Dr.WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

THE EFFECT OF ACCUPRESSURE THERAPY ON NAUSEA AND VOMITING AS THE RESULT OF CHEMOTHERAPY IN PATIENTS

WITH BREAST CANCER BASED ON THE TYPE OF SITOSTATIC DRUGS IN HASANUDDIN UNIVERSITY HOSPITAL AND

DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO HOSPITAL MAKASSAR

DIAN MARDIYANTI MADIYLU P4200215035

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

(2)

iii

(3)

iv

(4)

v PRAKATA

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, dengan mengucap puji syukur pada Allah SWT, Sang Pemberi inspirasi bagi yang mau berpikir. Dengan hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan segala keterbatasan dan kekurangan. Alhamdulillah, banyak hambatan dan tantangan yang penulis hadapi selama menempuh perkuliahan sampai penulisan tesis ini, namun dengan bantuan semua pihak baik materil maupun nonmateril kepada penulis sehingga semua itu dapat teratasi seperti harapan penulis. Untuk itu, penulis merasa sangat bersyukur dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Secara istimewa, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus ikhlas kepada Ibunda dan suami yang selalu memberi semangat dan do’a sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini

2. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina P., MA, selaku Rektor Universitas Hasanuddin.

3. Bapak Prof. Dr. Asadul Islam, Sp.B.S, selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

4. Dr. Elly L Sjattar, S.Kp., M.Kes, selaku ketua Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

5. Rini Rachmawaty, S.Kep., Ns.,MN.,Ph.D, selaku Ketua Komisi Penasehat yang dengan penuh kesabaran, keikhlasan meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan perhatian, bimbingan dan arahan kepada

(5)

vi penulis sehingga penulisan tesis ini dapat berjalan dengan baik sesuai harapan hingga dapat terselesaikan.

6. Prof.Dr.dr.A.Wardihan Sinrang, MS., Sp.And, selaku Anggota Komisi Penasehat yang telah memberikan arahan selama penulis menyelesaikan tesis ini hingga dapat terselesaikan.

7. Direktur RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo dan RS UNHAS yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di tempat penelitian.

8. Seluruh dosen beserta staf pegawai Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran yang telah memberi bantuan dan bimbingan selama peneliti mengikuti pendidikan.

9. Teman-teman seperjuangan di Program Studi Magister Ilmu Keperawatan UNHAS Angkatan V yang telah berjuang bersama-sama dan saling memotivasi untuk menggapai cita-cita .

10. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif sebagai langkah menuju kesempurnaan. Akhir kata semoga tesis ini dapat bermanfaat pada berbagai pihak.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, September 2017

Dian Mardiyanti Madiylu

(6)

vii

(7)

viii

(8)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ... iii

PRAKATA ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR SKEMA ... xi

DAFTAR GRAFIK ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

Bab II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Literatur ... 12

B. Kerangka Teori ... 67

Bab III KERANGKA KONSEPTUAL & HIPOTESIS PENELITIAN A. Kerangka Konseptuan Penelitian... 68

B. Variabel Penelitian ... 69

C. Definisi Operasional & Kriteria Objektif ... 71

D. Hipotesis Penelitian ... 73

Bab IV. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 74

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 75

C. Populasi dan Sampel ... 76

D. Instrumen, Metode & Prosedur Pengumpulan Data ... 80

E. Analisa Data ... 86

F. Etik Penelitian ... 89

G. Alur Penelitian ... 92

Bab V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 94

B. Pembahasan ... 105

C. Keterbatasan Penelitian ... 115

Bab VI PENUTUP A. Kesmpulan ... 117

B. Saran ... 118

DAFTAR PUSTAKA ... xiv LAMPIRAN-LAMPIRAN

(9)

x DAFTAR TABEL

Nomor halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi Ukuran Tumor ...

Tabel 2.2 Klasifikasi Palpable Lymph Node... 62 Tabel 2.3 Klasifikasi Metastase Berdasarkan Sistem TNM ... 63 Tabel 2.4 Stadium Kanker Payudara ...

Tabel 2.5 Tanda Kanker Payudara ... 64 Tabel 2.6 Klasifikasi Obat Kanker ... 65 Tabel 2.7 Tingkat Emetogenesis Obat-Obat Antineoplasma ...

Tabel 2.8 Pengelompokan Yin dan Yang ... 66 Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

16 16 17 18 56 30 33 53 72 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Demografi Responden di RS

Universitas Hasanuddin dan RSUP.Dr.Wahidin

Sudirohusodo Makassar ... 95 Tabel 5.2 Distribusi frekuensi karakteristik klinis responden di RS

Universitas Hasanuddin dan RSUP.Dr.Wahidin

Sudirohusodo Makassar ... 96 Tabel 5.3 Perbedaan skor mual muntah sepanjang pengukuran

dimulai dari baseline, 30 menit prekemoterapi dan 12 jam post kemterapi setelah mengontrol siklus kemoterapi

dalam setiap kelompok ...

98

Tabel 5.4 Perbedaan skor mual muntah sepanjang pengukuran dimulai dari baseline, 30 menit prekemoterapi dan 12 jam post kemterapi setelah mengontrol siklus kemoterapi

diantara kelompok berdasarkan jenis sitostatik ...

99

Tabel 5.5 Perbedaan skor mual muntah antara kelompok akupresur dan kelompok kontrol setelah mengontrol siklus

kemoterapi ...

100

Tabel 5.6 Perbedaan skor mual muntah antara kelompok akupresur dan kelompok kontrol setelah mengontrol siklus

kemoterapi berdasarkan jenis obat sitostatik ... 100

(10)

xi DAFTAR GAMBAR

Nomor halaman

Gambar 2.1 Titik-Titik Meridian dan Penyebarannya ...

Gambar 2.2 Lokasi Titik Akupresur P6 ... 62 Gambar 2.3 Lokasi Titik Akupresur St36 ... 63

58 64 65

(11)

xii DAFTAR SKEMA

Nomor halaman

Skema 2.1 Kerangka Teori Pengaruh Terapi Akupresur Terhadap

Mual Muntah Akibat Kemoterapi ...

Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 62 Skema 4.1 Desain Penelitian... 63 Skema 4.2 Pemberian Terapi Akupresur dan Perhituangn Rhodes

INVR Pada Kelompok Kontrol dan Kelompok

Akupresur ...

Skema 4.3 Alur Penelitian ... 64 67 70 77

86 92

(12)

xiii DAFTAR GRAFIK

No Grafik halaman

Grafik 5.1 Perbedaan skor mual muntah sepanjang pengukuran dimulai dari baseline, 30 menit prekemoterapi dan 12 jam post kemterapi setelah mengontrol siklus kemoterapi dalam setiap kelompok berdasarkan jenis sitostatik rendah ...

Grafik 5.2 Perbedaan skor mual muntah sepanjang pengukuran dimulai dari baseline, 30 menit prekemoterapi dan 12 jam post kemterapi setelah mengontrol siklus kemoterapi dalam

setiap kelompok berdasarkan jenis sitostatik sedang ... 62 Grafik 5.3 Perbedaan skor mual muntah sepanjang pengukuran

dimulai dari baseline, 30 menit prekemoterapi dan 12 jam post kemterapi setelah mengontrol siklus kemoterapi dalam

setiap kelompok berdasarkan jenis sitostatik tinggi ... 63 107

107

108

(13)

xiv DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Permohonan Menjadi Responden Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 3 Lembar Kuesioner Data Demografi

Lampiran 4 Lembar Penilaian Mual Muntah Pasien Kemoterapi pada baseline, 30 menit pre kemoterapi dan 12 jam post kemoterapi

Lampiran 5 Lembar Hasil Pengukuran Mual Muntah Setiap Pasien Lampiran 6 Lembar Prosedur Kerja Terapi Akupresur

Lampiran 7 Dokumentasi penelitian

Lampiran 8 Surat persetujuan etik dari Komite Etik UNHAS Lampiran 9 Hasil Uji SPSS

Lampiran 10 Surat Keterangan Selesai Penelitian Lampiran 11 Sertifikat Pelatihan Akupresur Mandiri

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker payudara adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada payudara yang cenderung menginvasi jaringan sekitarnya, tumbuh infiltratif dan destruktif, serta dapat bermetastase. Tumor ini tumbuh progresif, dan relatif cepat membesar. Kanker payudara adalah penyakit yang paling ditakuti oleh kaum wanita Pada stadium awal tidak terdapat keluhan sama sekali, hanya berupa fibroadenoma atau fibrokistik yang kecil saja, bentuk tidak teratur, batas tidak tegas, permukaan tidak rata, dan konsistensi padat dan keras.

Tumor lalu dapat bermetastasis ke bagian lain yang jauh, termasuk paru-paru, liver, tulang, dan otak (Black & Hawks, 2014 ; Elizabeth, 2011; Purwoastuti, 2008)

Menurut International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui bahwa pada tahun 2012 jenis kanker tertinggi pada perempuan di dunia adalah kanker payudara (38 per 100.000 perempuan). Kanker payudara merupakan jenis kanker dengan persentase kasus baru tertinggi yaitu sebesar 43,3% di seluruh dunia. Selain itu kanker payudara merupakan penyebab kematian tertinggi akibat kanker di dunia. Pada penduduk perempuan, kanker payudara masih menempati urutan pertama kasus baru dan kematian akibat kanker, yaitu sebesar 43,3% dan 12,9% (International Agency for Research on Cancer/WHO, 2012). Pada tahun 2016 di Amerika Serikat sekitar 246.660 (29%) kasus baru didiagnosa kanker payudara pada wanita dan sekitar 40.450

(15)

2 (15%) orang meninggal karena kanker payudara serta lebih dari 110 orang meninggal setiap harinya karena kanker payudara (American Cancer Society, 2016; Siegel, Miller, & Jemal, 2016).

Di Indonesia, prevalensi kanker adalah sebesar 1,4 per 1.000 penduduk serta merupakan penyebab kematian nomor 7 (5,7%) dari seluruh penyebab kematian. Estimasi insidens kanker payudara di Indonesia sebesar 40 per 100.000 perempuan. Angka ini meningkat dari tahun 2002, dengan insidens kanker payudara 26 per 100.000 perempuan. Jenis kanker tertinggi pada pasien rawat inap di rumah sakit seluruh Indonesia tahun 2010 adalah kanker payudara (28,7%) (Kementerian Kesehatan, 2013). Data pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo sejak bulan Oktober sampai dengan Desember 2016 sebanyak 321 pasien, yaitu bulan Oktober 96 pasien, November 113 pasien, Desember 112 pasien, sedangkan pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi di RS Unhas Makassar bulan September sampai dengan November 2016 sebanyak 62 pasien yaitu bulan September 14 pasien, Oktober 19 pasien dan November 29 pasien. Berdasarkan data tersebut menyatakan bahwa kejadian kanker payudara sangat tinggi baik di Indonesia maupun di RS UNHAS dan RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo. (Rekam Medik RSWS, 2016; Rekam Medik RS.UNHAS, 2016).

Pengobatan kanker payudara tergantung pada jenis, lokasi dan tingkat penyebarannya. Ada beberapa jenis terapi dan pengobatan pada pasien kanker payudara yaitu pembedahan, radioterapi, terapi hormonal dan kemoterapi.

(16)

3 Terapi pembedahan dan radioterapi dapat menjadi terapi kuratif kanker yang bersifat lokal. Kemoterapi bersifat sistemik, berbeda dengan radiasi atau pembedahan yang bersifat lokal. Pada kanker payudara stadium lanjut lokal, kemoterapi sering menjadi satu-satunya metode pilihan yang efektif. Hingga saat ini obat anti kanker jenis kemoterapi yang sudah dapat digunakan secara klinis mencapai 70 jenis lebih dan sudah lebih dari 10 jenis kanker yang dapat disembuhkan dengan kemoterapi, atau sekitar 5% dari seluruh pasien kanker.

Pada sebagian kanker lainnya, meskipun tidak dapat disembuhkan kemoterapi namun lama harapan hidupnya dapat diperpanjang (Desen, 2011; Elizabeth, 2011; Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher, 2014).

Kemoterapi bertujuan untuk membunuh sel-sel kanker dengan obat- obatan anti kanker yang disebut sitostatika. Meskipun sering menjadi alternative pilihan utama untuk mengatasi kanker, kemoterapi memiliki efek samping yang cukup serius. Dari beberapa efek dari kemoterapi, mual dan muntah adalah yang paling sering dikeluhkan bagi pasien. Grunberg (2004) menyebutkan bahwa lebih dari 60% pasien yang dikemoterapi mengeluh adanya keluhan mual muntah dan hal ini dapat menyebabkan anoreksia, malnutrisi, dehidrasi, dan penurunan imunitas pada pasien. Mual muntah pada pasien kanker yang dikemoterapi terjadi akibat adanya aktifa pengeluaran 5HT3 (5-hydroxytryptamine3)di saluran gastrointestinal dan Nk1 (Neurokinin 1) akibat pemberian kemoterapi sehingga mengakibatkan terjadinya stimulasi pada reseptor mual-muntah oleh Cemoreseptor Trigger Zone (CTZ) sebagai

(17)

4 efek samping dari obat-obat yang digunakan pada kemoterapi (Desen, 2011;

Dipiro, 2009)

Kejadian mual mutah akibat kemoterapi dikategorikan dalam tiga jenis berdasarkan waktu terjadinya yaitu acute, delayed, anticipatory. Acute adalah gejala mual muntah yang terjadi dalam waktu 24 jam setelah pemberian kemoterapi. Delayed adalah waktu timbulnya gejala mual muntah setelah 24 jam sampai 6 hari setelah kemoterapi, dan biasanya mengikuti fase akut. Anticipatory adalah merupakan suatu respon klasik yang sering dijumpai pada pasien kemoterapi (10-40%) dimana mual muntah terjadi sebelum diberikannya kemoterapi. Batasan mual muntah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mual muntah anticipatory yaitu mual muntah yang terjadi sebelum kemoterapi dan mual muntah akut yaitu mual muntah yang terjadi dalam waktu 24 jam setelah pemberian kemoterapi (Hesketh, 2008).

Penanganan yang diberikan pada pasien yang mengalami mual muntah akibat kemoterapi yaitu dengan pemberian obat antiemetik.

Pemberian antiemetik dapat digunakan untuk mengurangi gejala mual muntah akibat kemoterapi. Hesketh (2008) menjelaskan obat antiemetik yang diberikan diantaranya obat dengan kategori indeks terapi tinggi yaitu antagosis 5HT3 dan antagonis reseptor Nk1, obat antiemetik dengan indeks terapi rendah diantaranya adalah Metoclorpramide, Butyrophenon, Phenotiazine, Cannabinoid dan Olanzapine.

(18)

5 Beberapa penelitian mendapatkan bahwa pasien yang telah menjalani kemoterapi masih saja mengeluhkan mual muntah meskipun telah mendapatkan terapi obat antiemetik. Hal ini dibuktikan dengan peneltian yang dilakukan oleh Lee, Dodd, Dibble, & Abrams (2008) melaporkan bahwa 29% pasien mengalami mual muntah akut dan 47% mengalami mual muntah lambat selama empat hari setelah mendapat kemoterapi, meskipun telah mendapatkan antiemetik regimen terbaru. Keadaan ini juga dialami oleh pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi di RS UNHAS Makassar, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada 7 pasien yang menjalani kemoterapi, 5 dari 7 pasien mengeluhkan mual dan muntah post kemoterapi meskipun telah mendapatkan obat antiemetik (Madiylu, 2016). Untuk mengatasi fenomena ini diperlukan suatu tindakan penunjang berupa terapi komplementer yang dapat membantu dalam upaya pencegahan dan manajemen mual muntah akibat kemoterapi.

Terapi komplementer secara efektif dapat membantu dalam manajemen mual muntah akibat kemoterapi diantaranya yaitu distraksi, hipnosis, music therapy, relaksasi, guided imagery, akupresur dan akupunktur (Lee, Dodd, Dibble, & Abrams, 2008). Akupresur merupakan salah satu terapi yang telah diakui oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Akupresur merupakan merupakan bagian dari terapi komplementer dan alternatif (TKA) menurut National Center for Complementary and Alternative Medicine (NCCAM) yang klasifikasikan dalam manipulative and body-based methods dan juga salah satu intervensi

(19)

6 mandiri perawat. Akupresur adalah salah satu bentuk fisioterapi dengan memberikan pemijatan dan stimulasi pada titik–titik tertentu pada tubuh.

Akupresur dapat digunakan untuk mendeteksi gangguan pada pasien dan aplikasi prinsip healing touch pada akupresur menunjukkan perilaku caring yang dapat mendeteksi hubungan terapeutik antara perawat dan pasien (Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2013; Lindquist, Snyder, &

Fran Tracy, 2010; Mehta, 2007)

Titik akupresur yang paling sering digunakan untuk mengatasi mual dan muntah akibat kemoterapi adalah titik P6 dan titik St36. Akupresur pada titik P6 dan titik St36 dapat menurunkan mual dan muntah melalui efek terapinya di tubuh. Stimulasi yang dilakukan pada titik-titik ini diyakini akan memperbaiki gangguan pada lambung termasuk mual dan muntah (Collin &

Thomas, 2004).

Dibble, Luce, Cooper, & Israel (2007) telah melakukan penelitian untuk membandingkan perbedaan mual muntah akibat kemoterapi pada 160 orang wanita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan intensitas mual dan muntah yang signifikan pada kelompok yang mendapat akupresur bila dibandingkan dengan kelompok plasebo dan kelompok yang mendapatkan perawatan yang biasa, dan tidak ada perbedaan yang signifikan pada kelompok plasebo akupresur dan kelompok yang mendapatkan perawatan yang biasa. Penelitian lain yang dilakukan oleh Syarif (2009) hasil penelitian menunjukkan akupresur dapat menurunkan mual muntah akut akibat kemoterapi pada pasien kanker.

(20)

7 Walaupun terdapat penelitian yang telah menunjukkan efektifitas akupresur namun peneliti belum menemukan data penggunaan teknik akupresur dalam mencegah mual muntah akibat kemoterapi pada responden yang karakteristiknya sama di rumah sakit manapun di Indonesia, selain itu juga belum ada penelitian yang mengukur mual muntah dari mual muntah anticipatory hingga mual muntah akut pada pasien kanker payudara akibat kemoterapi . Selain itu juga siklus kemoterapi merupakan variabel perancu dalam penelitan ini, siklus kemoterapi dianggap dapat mempengaruhi skor mual muntah. Pandangan ini didukung oleh Grunberg dan Ireland (2005) yang mengatakan bahwa mual muntah akibat kemoterapi dipengaruhi oleh siklus kemoterapi, semakin tinggi siklus kemoterapi biasanya mual muntah semakin hebat, maka dilakukan analisis statistik untuk mengontrol variabel siklus kemoterapi. Berdasarkan pengamatan peneliti di ruang perawatan onkology lontara 3 atas depan di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo dan RS UNHAS, akupresur belum pernah digunakan oleh perawat sebagai terapi untuk mengatasi mual muntah pada pasien, padahal akupresur merupakan intervensi mandiri yang dapat dilakukan oleh perawat pada diagnosa mual muntah dan telah diakui sebagai salah satu tindakan keperawatan dalam Nursing Intervention Classification (Bulechek et al, 2013). Selain itu juga akupresur telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.8 Tahun 2014 Bab 1 Pasal 1 ayat 10 tentang pelayanan kesehatan sehat pakai air (SPA), tetapi tenaga perawat belum mengaplikasikan terapi ini ke pasien dengan diagnosa keperawatan mual

(21)

8 muntah dengan alasan perawat belum terpapar informasi tentang pengaruh akupresur pada pasien mual muntah.

Penggunaan terapi akupresur cukup aman dilakukan pada pasien kanker payudara dan diharapkan dapat menurunkan mual muntah yang terjadi pada pasien kanker payudara dengan kemoterapi. Selain itu, teknik akupresur mudah dipelajari dan dapat diberikan dengan cepat, biaya murah dan efektif untuk mengatasi berbagai gejala. Oleh karena itu, peneliti bertujuan untuk melakukan penelitian tentang pengaruh terapi akupresur terhadap terhadap mual muntah akibat kemoterapi berdasarkan jenis obat sitostatik pada pasien kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo dan RS UNHAS Makassar.

B. Rumusan Masalah

Pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi mendapatkan efek samping dari terapi tersebut yaitu mual dan muntah. Pemberian anti emetik sebagai terapi faramakologis diberikan untuk mengurangi keluhan mual muntah. Akupresur telah dikenal bermanfaat dalam menurunkan mual muntah dalam berbagai kondisi melalui efeknya untuk mengaktifkan mekanisme endokrin dan neurologi, yang merupakan mekanisme fisiologi dalam mempertahankan keseimbangan dan melancarkan pergerakan energi vital di dalam tubuh. Pemberian antiemetik bersama–sama dengan akupresur diharapkan mampu untuk menurunkan mual muntah sehingga pasien mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Belum diketahuinya pengaruh terapi akupresur terhadap

(22)

9 mual muntah anticipatory dan mual muntah akut akibat kemoterapi pada pasien kanker payudara berdasarkan jenis obat sitostatik di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo dan RS UNHAS”. Berdasarkan hal tersebut di atas maka pertanyaan penelitian yang akan dijawab pada penelitian ini adalah

"Bagaimana pengaruh terapi akupresur terhadap terhadap mual muntah anticipatory dan mual muntah akut akibat kemoterapi pada pasien kanker payudara berdasarkan jenis obat sitostatik di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo dan RS UNHAS Makassar?”

C. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum

Mengidentifikasi pengaruh akupresur terhadap mual muntah anticipatory dan mual muntah akut akibat kemoterapi pada pasien kanker payudara berdasarkan jenis obat sitostatik di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo dan RS UNHAS Makassar.

2. Tujuan khusus

1) Diketahuinya perbedaan skor mual muntah sepanjang pengukuran dimulai dari baseline, 30 menit pre kemoterapi, 12 jam post kemoterapi setelah mengontrol siklus kemoterapi berdasarkan kelompok.

2) Diketahuinya perbedaan skor mual muntah sepanjang pengukuran dimulai dari baseline, 30 menit pre kemoterapi, 12 jam post kemoterapi setelah mengontrol siklus kemoterapi dalam setiap kelompok berdasarkan jenis sitostatik.

(23)

10 3) Diketahuinya perbedaan skor mual muntah setelah mengontrol siklus

kemoterapi antara kelompok akupresur dan kelompok kontrol

4) Diketahuinya perbedaan skor mual muntah setelah mengontrol siklus kemoterapi antara kelompok akupresur dan kelompok kontrol berdasarkan jenis obat sitostatik.

D. Manfaat penelitian 1. Manfaat Aplikatif

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan bagi perawat, tim medis dan tenaga kesehatan lain dalam mengatasi mual muntah pada pasien kanker payudara pasca menjalani kemoterapi

2. Manfaat Keilmuan

a. Memberikan gambaran tentang pengaruh akupresur terhadap mual muntah pada pasien kanker payudara pasca menjalani kemoterapi b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai evidence based practice

dalam praktek keperawatan medikal bedah dan memperkuat dukungan teoritis bagi pengembangan ilmu keperawatan medikal bedah, sehingga dapat dijadikan sebagai materi dalam pembelajaran pendidikan keperawatan medikal bedah.

c. Institusi pelayanan kesehatan dan profesi keperawatan dapat menyusun standar operasional prosedur pelaksanaan akupresur bagi pasien kanker payudara sebagai salah satu bentuk upaya untuk

(24)

11 mengurangi mual muntah anticipatory dan mual muntah akut akibat kemoterapi.

(25)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Literatur 1. Kanker payudara

a. Definisi

Menurut the American Cancer Society (2016) payudara merupakan tempat nomor satu tumbuhnya kanker pada wanita.

Kanker payudara dimulai di jaringan payudara, yang terdiri dari kelenjar untuk produksi susu, yang disebut lobulus, dan saluran yang menghubungkan lobulus ke puting. Sisa dari payudara terdiri dari lemak, jaringan ikat, dan limfatik. Kanker payudara adalah keganasan yang berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kulit payudara (Depkes RI, 2009).

Kanker payudara sering didefinisikan sebagai suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal dari parenchyma. Kanker ini terjadi pada kondisi sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga pertumbuhan sel menjadi tidak normal, cepat dan tidak terkendali. Penyakit ini oleh World Health Organization (WHO) dimasukkan ke dalam International Classification of Diseases (ICD) dengan kode nomor 17 (World Health Organization, 2011).

b. Faktor Risiko Kanker Payudara

Penyebab kanker payudara belum diketahui. Penyebab kanker payudara termasuk multifaktorial, yaitu banyak faktor yang terkait

(26)

13 satu dengan yang lain. Beberapa faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh besar dalam terjadinya kanker payudara adalah faktor genetik, hormonal atau biokimiawi mungkin terlibat, 70% perempuan dengan kanker payudara tidak memiliki faktor risiko yang diketahui (Black & Hawks, 2014).

1) Usia

Setiap perempuan berisiko terhadap kanker payudara dan faktor risiko yang paling utama adalah usia. Risko meningkat dengan usia, walaupun angka peningkatan melambat setelah menopause.

Sejak 1987, angka insiden terus meningkat pada perempuan usia 50 ke atas, namun insiden menurun pada perempuan usia 40 hingga 49 tahun, dan tidak berubah pada usia dibawah 40 tahun (American Cancer Society, 2016).

2) Riwayat kanker payudara

Wanita yang memiliki riwayat pernah didiagnosa kanker pada satu payudara mempunyai risiko untuk berkembang menjadi kanker pada payudara yang lainnya.

3) Riwayat keluarga :

Pada wanita yang ibunya atau saudara perempuan kandungnya memiliki kanker payudara berisko tinggi menderita kanker payudara. Risiko juga semakin meningkat jika terdapat kerabat ataupun saudara (baik dari keluarga ayah atau ibu) yang menderita kanker payudara.

(27)

14 4) Riwayat reproduksi

Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko untuk berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan justru memberikan efek protektif. Beberapa faktor yang meningkatkan jumlah siklus menstruasi seperti menarche dini (sebelum usia 12 tahun), nuliparitas, dan menopause yang terlambat (di atas 55 tahun) berhubungan juga dengan peningkatan risiko kanker. Wanita yang mendapatkan menopausal hormone therapy memakai estrogen, atau mengkonsumsi estrogen ditambah progestin setelah menopause juga meningkatkan risiko kanker.

5) Wanita yang mendapat terapi radiasi pada daerah dada

Risiko untuk berkembangnya kanker payudara akan meningkat jika wanita sebelum usia 30 tahun mendapat terapi radiasi di daerah dada (termasuk payudara).

6) Overweight atau obesitas setelah menopause:

Risiko mendapatkan kanker payudara pada wanita yang overweight atau obesiitas setelah menopause, obesitas berhubungan dengan peningkatan paparan estrogen jangka panjang karena sumber estrogen utama pada wanita postmenopause berasal dari konversi androstenedione menjadi estrone yang berasal dari jaringan lemak.

(28)

15 7) Kurangnya aktivitas fisik

Risiko kanker payudara meningkat pada wanita yang aktivitas fisik sepanjang hidupnya kurang, karena aktivitas fisik akan membantu mengurangi peningkatan berat badan dan obesitas.

8) Ras

Pada pemeriksaan terhadap dampak dari ras pada keselamatan dari kanker payudara, menemukan perempuan Afrika-Amerika bukan hanya cenderung sulit disembuhkan dibandingkan perempuan non Afrika-Amerika, tetapi juga mereka cenderung memiliki waktu yang singkat untuk bertahan hidup hingga kematian akibat kanker payudara (Black & Hawks, 2014).

c. Patofisiologi Kanker Payudara

Proses terjadinya kanker payudara dan masing-masing etiologi antara lain obesitas, radiasi, hiperplasia, optik, riwayat keluarga dengan mengkonsumsi zat-zat karsinogen sehingga merangsang pertumbuhan epitel payudara dan dapat menyebabkan kanker payudara . Kanker payudara berasal dari jaringan epithelial, dan paling sering terjadi pada sistem duktal. Mula-mula terjadi hiperplasia sel-sel dengan perkembangan sel-sel atipik. Sel-sel ini akan berlanjut menjadi karsinoma in situ dan menginvasi stroma (Smeltzer et al, 2007).

Kanker membutuhkan waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sebuah sel tunggal sampai menjadi massa yang cukup besar untuk

(29)

16 dapat diraba (kira- kira berdiameter 1 cm). Pada ukuran itu, kira- kira seperempat dari kanker payudara telah bermetastase. Kebanyakan dari kanker ditemukan jika sudah teraba, biasanya oleh wanita itu sendiri.

Gejala kedua yang paling sering terjadi adalah cairan yang keluar dari muara duktus satu payudara, dan mungkin berdarah. Jika penyakit telah berkembang lanjut, dapat pecahnya benjolan-benjolan pada kulit ulserasi (Price & Wilson, 2005; Smeltzer & Bare, 2004)

Karsinoma payudara bermetastase dengan penyebaran langsung kejaringan sekitarnya, dan juga melalui saluran limfe dan aliran darah. Kanker payudara tersebut menimbulkan metastase dapat ke organ yang deket maupun yang jauh antara lain limfogen yang menjalar ke kelenjar limfe aksilasis dan terjadi benjolan, dari sel epidermis penting menjadi invasi timbul krusta pada organ pulmo mengakibatkan ekspansi paru tidak optimal.

d. Klasifikasi Kanker Payudara

International Union Againts Cancer (UICC), (2009) mengklasifikasi kanker payudara berdasarkan sistem TNM. TNM adalah singkatan dari “T” yaitu tumor size atau ukuran tumor, “N”

yaitu node atau kelenjar getah bening regional dan “M” yaitu metastasis atau penyebaran jauh. Ketiga faktor T, N, dan M dinilai baik secara klinis sebelum dilakukan operasi, juga sesudah operasi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi (PA). Pada kanker payudara, penilaian TNM sebagai berikut :

(30)

17 1) Ukuran Tumor (T) :

Tabel 2.1 : Klasifikasi Ukuran Tumor

Ukuran Tumor (T) Interpretasi

Tx Tumor primer tidak dapat dinilai T0 Tidak ada bukti adanya suatu tumor Tis Karsinoma in situ

Lobular carninoma in situ (LCIS), ductus carninoma in situ (DCIS), atau Paget’s disease

T1

T1a T1b T1c

Diameter tumor ≤ 2cm

Tumor lebih dari 0,1 cm tetapi tidak lebih dari 0,5 cm pada dimensi terbesar

Tumor lebih daroi 0,5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm pada dimensi terbesar

Tumor lebih dari 1 cm tetapi tidak lebih dari 2 cm pada dimensi terbesar

T2

T2a T2b

Diameter tumor 2-5 cm

Tidak ada perlekatan ke fasia atau otot pektoralis Dengan perlekatan ke fasia atau otot pektoralis T3

T3a T3b

Diameter tumor ≤ 5 cm

Tidak ada perlekatan ke fasia atau otot pektoralis Dengan perlekatan ke fasia atau otot pektoralis

T4

T4a T4b T4c T4d

Berapapun diameternya, tumor telah melekat pada dinding dada dan mengenai pectoral lymph node Ekstensi ke dinding dada, tidak termaksud otot pectoralis

Dengan edema, infiltrasi, atau ulserasi di kulit (termaksud peau d’orange)

Gabungan T4a dan T4b Inflammatory carcinoma Sumber : (International Union Againts Cancer (UICC), 2009)

2) Palpable Lymph Node (N) atau kelenjar getah bening regional:

Tabel 2.2 : Klasifikasi Palpable Lymph Node Palpable Lymph

Node (N) Interpretasi

Nx KGB regional tak dapat dinilai (mis:sudah diangkat)

N0 Kanker belum menyebar ke lymph node

(31)

18 Palpable Lymph

Node (N) Interpretasi

N1 Kanker telah menyebar ke axillary lymph node ipsilateral dan dapat digerakkan

N2

Kanker telah menyebar ke axillary lymph node ipsilateral dan melekat antara satu sama lain (konglumerasi) atau melekat pada struktur lengan

N3

Kanker telah menyebar ke mammary lymph node atau supraclavicular lymph node ipsilateral

supraclavicular lymph node ipsilateral

Sumber : (International Agency for Research on Cancer/WHO, 2012) 3) Metastasis (M) atau penyebaran jauh :

Tabel 2.3 : Klasifikasi Metastase Berdasarkan Sistem TNM

Metastase Interpretasi

Mx Metastase jauh tak dapat dinilai M0 Tidak ada metastase ke organ yang jauh M1 Metastase ke organ jauh

Sumber : (International Union Againts Cancer (UICC), 2009) Klasifikasai kanker berdasarkan stadiumnya dapat ditentukan setelah masing-masing faktor T, N, M didapatkan, ketiga faktor tersebut kemudian digabungkan dan akan diperoleh stadium kanker sebagai berikut:

(32)

19 Tabel 2.4 : Stadium Kanker Payudara

Stadium Intrepretasi

Stadium 0 : Tis, N0, M0 Disebut ductal carsinoma in situ atau non- invasive cancer, yaitu kanker tidak menyebar keluar dari pembuluh / saluran payudara dan kelenjar-kelenjar (lobules) susu pada payudara

Stadium I : T1, N0, M0

Tumor masih sangat kecil, diameter tumor terbesar kurang dari atau sama dengan 2 cm dan tidak ada metastasis ke kelenjar limfe regional

Stadium II A :

 T1, N1, M0

 T2, N0, M0

 Diameter tumor lebih kecil atau sama dengan 2 cm dan telah ditemukan metastasis kelenjar limfe mobil di fosa aksilar ipsilateral.

 Diameter tumor lebih lebar dari 2 cm tapi tidak lebih dari 5 cm dan tidak ada metastasis ke kelenjar limfe regional.

Stadium II B

 T2, N1, M0

 T3, N0, M0

 Diameter tumor lebih dari 2 cm tapi tidak lebih dari 5 cm dan terdapat metastasis kelenjar limfe mobil di fosa aksilar ipsilateral.

 Diameter tumor lebih dari 5 cm, tetapi tidak terdapat metastasis kelenjar limfe regional.

(33)

20

Stadium Intrepretasi

Stadium III A

 T1, T2, N2, M0

 T3, N1, M0

 Diameter tumor lebih kecil dari 5 cm dan terdapat metastasis kelenjar limfe di fosa aksilar ipsilateral yang terfiksasi dengan jaringan lain atau melekat antara satu sama lain

Stadium III B

 T4, N3, M0

 Tumor telah menyebar dan melekat pada dinding dada atau menyebabkan pembengkakan bisa juga luka bernanah di payudara.

 Didiagnosis sebagai Inflamatory Breast Cancer. Bisa sudah atau bisa juga belum menyebar ke pembuluh getah bening di ketiak dan lengan atas, tapi tidak menyebar ke bagian lain dari organ tubuh Stadium IV

Tx, Nx, M1

Ukuran tumor bisa berapa saja, tetapi telah menyebar ke lokasi yang jauh, yaitu : tulang, paru-paru, liver atau tulang rusuk

Sumber : (International Union Againts Cancer (UICC), 2009) e. Diagnosis

1) Gejala klinis kanker payudara

Wanita dengan kanker payudara kadang tidak merasakan gejala apapun meskipun di tubuhnya telah tumbuh kanker. Atau

(34)

21 tubuhnya menujukkan gejala kanker payudara tetapi bukan karena kanker payudara, tetapi akibat kondisi medis lain. Gejala klinis yang dialami wanita dengan kanker payudara yaitu:

a) Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting susunya. Adanya benjolan-benjolan kecil.

Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah ketiak. Bentuk umumnya berupa benjolan yang tidak nyeri pada payudara. Benjolan itu mula-mula kecil, semakin lama akan semakin besar, lalu melekat pada kulit atau menimbulkan perubahan pada kulit payudara atau pada puting susu. Perubahan pada kulit payudara diantaranya berkerut, iritasi, seperti kulit jeruk. Payudara terasa panas, memerah dan bengkak.

b) Puting susu terasa mengeras. Puting berubah (bisa masuk kedalam, atau terasa sakit terus-menerus), mengeluarkan cairan atau darah. Kulit atau puting susu menjadi tertarik ke dalam (retraksi), bewarna merah muda atau kecoklat- coklatan sampai menjadi odema hingga kulit kelihatan seperti kulit jeruk, mengkerut, atau timbul borok pada payudara. Borok itu semakin lama akan semakin membesar dan mendalam sehingga dapat menghancurkan seluruh payudara,

c) Adanya pendarahan pada puting susu, rasa sakit atau nyeri

(35)

22 pada umumnya baru timbul apabila tumor sudah besar, sudah timbul borok, atau bila sudah muncul metastase ke tulang-tulang, kemudian timbul pembesaran kelenjar getah bening di ketiak, bengkak (edema) pada lengan, dan penyebaran kanker ke seluruh tubuh (Black & Hawks, 2014;

Bonadonna et al, 2015)

Tabel 2.5 : Tanda Kanker Payudara Tanda kanker Payudara Yang Visibel

Tanda Retraksi

Ketika kanker payudara terus berkembang, menyebabkan timbulnya fibrosis yang menghasilkan tanda retraksi: lesung perubahan kontur dan retraksi atau pergeseran posisi putting.

Penyebab lain dari retraksi mencakup nekrosis lemak dan ektasia duktus mamae

Lesung Kulit

Kontrul Abnormal

Perhatikan adanya variasi dalam konveksitas normal masing – masing payudara dan bandingkan satu sisi dengan yang lain.

Retraksi dan pergeseran Posisi Putting Retraksi putting adalah pendataran atau melesap ke dalam. Retraksi ini juga mungkin melebar dan terasa tebal.

Putting dapat bergeser, atau titik tengah member arah yang berbeda,

(36)

23 Tanda kanker Payudara Yang Visibel

biasanya kearah jaringan yang mengalami kanker.

Edema kulit

Dari sumbatan limfatik, tampak seperti penebalan kulit dengan pori melebar yang disebut tanda peau d’orange ( kulit jeruk )

Penyakit Paget Pada Putting

Bentuk payudara kanker tidak umum.

Biasanya di mulai sebagai bentuk bersisik, lesi seperti eczema. Kulit juga basah, berkerak, atau terkikis. Massa payudara kemungkinan ada. Diduga penyakit paget jika terdapat dermatitis pada putting dan areola.

Sumber : (Williams & Hopper, 2007; Trunk et al, 2006) 2) Pemeriksaan penunjang

Imaging test :

a. Diagnostic mammography

Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk mendeteksi kanker payudara sebelum benjolan atau massa dapat dipalpasi. Karsinoma yang tumbuh lambat dapat diidentifikasi dengan mammografi setidaknya 2 tahun sebelum mencapai ukuran yang dapat dideteksi melalui palpasi.

b. Ultrasound (USG)

Ultrasound adalah menggunakan gelombang bunyi dengan frekuensi tinggi untuk mendapatkan gambaran jaringan pada

(37)

24 payudara. Gelombang bunyi yang tinggi ini bisa membedakan suatu masa yang padat, yang kemungkinan kanker, dan kista yang berisi cairan, yang kemungkinannya bukan kanker.

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI merupakan magnetic, bukan X-ray, untuk memproduksi gambaran detail dari tubuh. Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada mammografi, lesi payudara lain dapat dideteksi. MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya digunakan untuk skrining. Sebagai contoh, MRI berguna dalam membedakan karsinoma payudara yang rekuren atau jaringan parut. MRI juga bermanfaat dalam memeriksa payudara kontralateral pada wanita dengan karsinoma payudara, menentukan penyebaran dari karsinoma terutama karsinoma lobuler atau menentukan respon terhadap kemoterapi neoadjuvan. Kelemahan MRI juga ada, kadang jaringan pada yang terlihat pada saat MRI bukan kanker, atau bahkan MRI tidak dapat menunjukkan suatu jaringan yang padat itu sebagai in situ breast cancer maka untuk memastikan lagi harus dilakukan biopsi.

(Moy & Mercado, 2010) Tes Dengan Bedah

a. Biopsi

Suatu tes bisa saja menunjukkan kemungkinan adanya kanker

(38)

25 tapi hanya biopsi yang bisa memberikan diagnosis secara pasti.

Sampel yang diambil dari biopsy, dianalisa oleh ahli patologi (dokter spesialis yang ahli dalam menterjemahkan tes-tes laboratorium dan mengevaluasi sel, jaringan, dan organ untuk menentukan penyakit).

b. Image guided biopsy

Jika suatu benjolan yang mencurigkan tidak teraba maka digunakan image guided biopsy. Itu dapat dilakukan dengan Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB, menggunakan jarum kecil untuk mengambil sampel jaringan). Stereotactic Core Biopsy (menggunakan X-ray untuk menentukan jaringan yang akan diambil) atau Vacuum – Assisted Biopsy (menggunakan jarum yang tebal untuk mengambil beberapa macam jaringan inti yang luas).

c. Core biopsy dapat menentukkan jaringan FNAB dapat menentukkan sel dari suatu masa yang berada dan ini semua kemudian dapat dianalisa untuk menentukkan adanya sel kanker.

d. Surgical biopsy

Surgical biopsy (biopsi dengan cara operasi) mengambil sejumlah besar jaringan. Biopsy ini biasa incisional (mengambil sebagain dari benjolan) atau excisional (mengambil seluruh benjolan). Apabila didiagnosa kanker, operasi lanjutan mungkin

(39)

26 diperlukan untuk mendapatkan clear margin area (area jaringan disekitar tumor dimana dipastikan sudah bersih dari sel kanker) Tes Darah

Tes darah diperlukan untuk lebih mendalami kondisi kanker.

Tes-tes itu antara lain :

a. Level Hemoglobin (Hb) : untuk mengtahui jumlah oksigen yang ada di dalam sel darah merah

b. Level Hematokrit : untuk mengetahui persentase dari darah merah didalam seluruh badan

c. Jumlah dari sel dari putih : untuk membantu melawan infeksi d. Jumlah trombosit : untuk membantu pembekuan darah e. Differential : persentase dari beberapa sel darah putih.

Jumlah Alkaline Phosphatase

Jumlah enzim yang tinggi bisa mengindikasikan penyebaran kanker ke hati, saluran empedu dan tulang

SGOT dan SGPT

Tes ini untuk mengevaluasi fungsi hati. Angka yang tinggi dari salah satu tes ini mengindikasikan adanya kerusakan pada hati, bisa jadi suatu sinyal adanya penyebaran ke hati.

Tumor Marker Test

Untuk melihat apakah ada suatu jenis zat kimia yang ditemukan pada darah, urin atau jaringan tubuh. Dengan adanya jumlah tumor marker yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dari nilai

(40)

27 normalnya, mengindikasikan adanya suatu proses yang tidak normal di dalam tubuh akibat kanker. Pada kanker payudara tumor marker yang biasanya dilakukan adalah CA 15.3 dengan mengambil sampel darah. Pada standar PRODIA tumor marker tidak boleh melebihi angka 30.

Tes-Tes Lain

Tes-tes lain yang biasa dilakukan untuk kanker payudara adalah : a. Photo Thorax untuk mengetahui apakah sudah ada penyebaran

ke paru-paru

b. Bonescan untuk mengetahui apakah kanker sudah menyebar ke tulang. Pasien disuntikan radioactive tracer pada pembuluh vena yang akan berkumpul di tulang yang menujukkan kelainan karena kanker. Jarang antara suntikan dan pelaksanaan bonescan kira-kira 3-4 jam. Selama itu pasien dianjurkan minum sebanyak- banyak. Hasil yang terlihat adalah gambar penampang tulang lengkap dari depan dan belakang. Tulang yang menunjukkan kelainan akan melihat warnya lebih gelap dari tulang normal.

c. Computed Tomography (CT atau CAT) Scan. Untuk melihat secara detail letak tumor. Pasien juga disuntik radioactive tracer pada pembuluh vena, tetapi volumenya lebih banyak sehingga sebenarnya sama benar dengan infus. Setelah disuntik CT-Scan dapat segera dilakukan.CT-scan akan membuat gambar tiga dimensi bagian dalam tubuh yang diambil dari berbagai

(41)

28 sudut. Hasilnya akan terlihat gambar potongan melintang bagian dari tubuh yang di scan 3 dimensi.

d. Positron Emission Tomograpy (PET) Scan. Untuk melihat apakah kanker sudah menyebar. Dalam PET scan, cairan glukosa yang mengandung radioaktif disuntikan pada pasien. Sel kanker akan menyerap lebih cepat cairan glukosa tersebut dibandingkan sel normal. Sehingga akan terlihat warna kontras pada PET scan.

PET scan biasanya digunakan sebagai pelengkap data dari hasil CT –scan, MRI, dan pemeriksaan secara fisik.

(Lewis et al, 2014) f. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kanker payudara dilakukan dengan serangkain pengobatan meliputi pembedahaan, kemoterapi, terapi radiasi, dan yang terbaru adalah terapi imunologi (antibodi).

Pengobatan ini ditujukan untuk memusnahkan kanker atau membatasi perkembangan penyakit serta menghilangkan gejala-gejalanya.

Keberagaman jenis terapi ini mengharuskan terapi dilakukan secara individual (Elizabeth, 2011).

1) Pembedahaan

Tumor primer biasanya dihilangkan dengan pembedahan.

Prosedur pembedahan yang dilakukan pada pasien kanker payudara tergantung pada tahapan penyakit, jenis tumor, umur dan kondisi kesehatan pasien secara umum. Ahli bedah dapat

(42)

29 mengangkat tumor (lumpectomy), mengangkat sebagaian payudara yang mengandung sel kanker atau pengangkatan seluruh payudara (mastectomy). Untuk meningkatan harapan hidup, pembedahan biasanya diikuti dengan terapi tambahan seperti radiasi, hormone, atau kemoterapi.

2) Terapi Radiasi

Terapi radiasi dilakukan dengan sinar-X dengan intensitas tinggi untuk membunuh sel kanker yang tidak terangkat saat pembedahan.

3) Terapi Hormon

Terapi hormonal dapat menghambat pertumbuhan tumor yang peka horman dan dapat dipakai sebagai terapi pendamping setelah pembedahan atau pada stadium akhir.

4) Terapi Imunologi

Sekitar 15-25% tumor payudara menunjukkan adanya protein pemicu pertumbuhan atau HER2 secara berlebihan dan untuk pasien seperti ini, trastuzumab, antibodi yang secara khusus dirancang untuk menyerang HER2 dan menghambat pertumbuhan tumor, dapat menjadi pilihan terapi. Pasien sebaiknya juga menjalani tes HER2 untuk menentukan kelayakan terapi dengan trastuzumab.

(43)

30 5) Kemoterapi

Obat kemoterapi digunakan baik pada tahap awal ataupun tahap lanjut penyakit (tidak dapat lagi dilakukan pembedahan). Obat kemoterapi dapat digunakan secara tunggal atau dikombinasikan.

Salah satu diantaranya Capecitabine dari Roche, obat anti kanker oral yang diaktivasi oleh enzim yang ada pada sel kanker, sehingga hanya menyerang sel kanker saja.

(Kemoterapi akan dibahas lebih detail pada point (2)).

2. Kemoterapi

a. Definisi Kemoterapi

Kemoterapi adalah metode pengobatan penyakit kanker dengan menggunakan obat-obatan dari berbagai kelas yang kerjanya menghancurkan dan menghambat pertumbuhan sel-sel yang berada di stadium S, M, atau G di awal siklus sel (Elizabeth, 2011).

Kemoterapi juga dapat didefinisikan sebagai terapi untuk membunuh sel-sel kanker dengan obat-obat anti-kanker yang disebut sitostatika. Obat kemoterapi berefek menghambat atau membunuh semua sel yang sedang aktif membelah diri. Bukan hanya sel kanker, sel normal yang aktif membelah atau berkembang biak juga terkena dampaknya (Sukardja, 2003; Hendry, 2007).

(44)

31 b. Tujuan Kemoterapi

Kemoterapi bertujuan untuk menghambat pertumbuhan sel kanker dan membunuh sel kanker dengan cara :

1) Terapi kuratif (penyembuhan) yaitu tindakan untuk menyembuhkan penderita dengan membunuh sisa sel kanker yang tertinggal atau yang dapat berkembang lagi sehingga penderita kanker terbebas dari kanker untuk selama-lamanya.

2) Terapi paliatif (meringankan) yakni terapi yang yang tidak dapat menghilangkan kanker tetapi semua tindakan aktif guna meringankan rasa sakit, memperkecil ukuran kanker dan meringankan beban penderita kanker terutama bagi yang tidak mungkin disembuhkan lagi.

(Grunberg, 2004; Sukardja, 2003).

c. Jenis-Jenis Kemoterapi

Jenis-jenis kemoterapi berdasarkan asal obat, struktur kimia dan mekanisme kerjanya adalah alkilator, antibiotik, antimetabolit, inhibisi mitose, golongan hormon dan golongan miscellaneous.

Tabel 2.6 Klasifikasi Obat Anti Kanker

No Obat Cara

Pemberian

Fase dalam siklus sel

Toksisitas

Akut Lambat/kumulatif 1 ALKYLATOR

Nitrogen mustrad Chlorambucil Phenylanaline mustrad

Chyclophosphamide Thiotepa

iv.

po.

po. iv. ia.

po.iv.

iv.

Non spes

M&M M&M Tidak Tidak M&M

Tidak

Dst, alopesia, kuititis berdarah

2 ANTIMETABOLITE

Methotrexate po, im, iv Spesifik M&M Dst, stomatitis, hepatitis

(45)

32

No Obat Cara

Pemberian

Fase dalam siklus sel

Toksisitas

Akut Lambat/kumulatif

5-Flouroracil

Hydroxyurea Cytosine arabinoside

iv.

po.iv iv

Non spes

Spesifik Spesifik

Tidak M&M

Dst, stomatitis, diarrhea alopesia

Dst Dst

3 ANTIBIOTIKA Actinomcin D Mithramucin Adriamycin Bleomycin

iv.

iv.

iv.

iv.sc, im

M&M Tidak M.M.N N.

Dst. Alopesia stomatitis Dst.

Dst.Cardio,stomatitis, alopesia Kelainan kulit, fibrosis paru

4 INHIBISI MITOSE Vincristine

Vinblastine

iv.

iv.

Spesifik Spesifik

M&M M&M

Obstipasi, Dst. Neuropathy, Alopesia

Dst. Neurpathy, alopesia

5 HORMONES

Andrenokortikosteroid Androgen

Estrogen Progestin Anti-estrogen

po, im, iv po, im po.

po, im.

Po

Tidak Tidak M&M Tidak Tidak

Hypertensi, ulcus pepticum diabetes

Retensi camiran, maskulinisasi dsb.

Retensi cairan, perdarahan uterus, dsb

Hypercalcemia pada ca.

Mamma

Dst.Hypercalcemia pada ca.

Mamma

6 MISCELLANEOUS Nitrosourea (BSNU, CCNU)

Imidazole carnoxamide

Mitotane (O, p-DDD) Cisplatin

iv.po iv.ia po.

Iv

Non spes Non spes Non spes Non spes

M&M M&M M&M M&M

Dst. Hepatotoksis Dst. Hepatotoksis, panas

Erupsi kulit, mental depresi tremor

Gangguan pendengaran Nephrotoksis

Keterangan: (Sukardja, 2003)

1. Non spes : Non spesifik 2. M & M : Mual dan muntah 3. N : Nyeri

4. Dst : Depresi sum-sum tulang

(46)

33 d. Cara Pemberian Kemoterapi

Menurut Situmorang (2009), kemoterapi dapat diberikan dengan berbagai macam cara sebagai berikut :

1) Kemoterapi primer

Yaitu kemoterapi yang dilaksanakan tanpa menggunakan terapi penunjang lainnya, murni hanya kemoterapi yang dijalankan 2) Kemoterapi adjuvan

Kemoterapi yang hanya dilakukan jika telah mendapatakan terapi pembedahan atau radiasi untuk membunuh sel kanker yang bersirkulasi (sisa).

3) Kemoterapi neoadjuvan

Kemoterapi yang dilaksanakan sebelum dilakukan operasi atau radiasi untuk mengecilkan ukuran tumor

4) Kemoterapi kombinasi

Kemoterapi yang diberikan bersamaan dengan radioterapi pada kasus karsinoma lanjut

e. Jenis Obat Sitostatik Berdasarkan Emetogenik

Obat kemoterapi dibagi ke dalam empat level berdasarkan emetogenik atau persentase kejadian mual muntah pada penggunaan agen kemoterapi, yaitu level minimal jika kurang dari 10%, level rendah jika diantara 10%-30%, level moderat jika diantara 31%-90%

dan level tinggi jika diatas 90% (Hesketh, 2008). Klassifikasi tersebut dapat digambarkan pada tabel 2.7 berikut ini.

(47)

34 Tabel 2.7 Tingkatan Emetogenesis Obat-Obat Antineoplasma

Sumber : (Hesketh, 2008; National Comprehensive Cancer Network, 2008).

1) Risiko emetik level minimal

Kemoterapi dengan reaksi emetik minimal biasanya tidak diberikan profilaksis rutin untuk mual muntah akut atau tertunda.

2) Risiko emetik level rendah

Kemoterapi dengan reaksi emetik rendah diberikan dosis tunggal dexamethason sebelum kemoterapi. Tetapi dapat juga diberikan dosis tunggal antagonis Dopamin dan tidak ada profilaksis rutin untuk muntah lambat.

3) Risiko emetik level moderat

Pasien yang mendapatkan kemoterapi dengan risiko emetik moderat direkomendasikan untuk mendapatkan antiemetik kombinasi dari 5HT3 antagonis, Dexamethason dan Apprepitant sebelum kemoterapi. Sedangkan antiemetik Apprepitant hendaknya diberikan pada hari kedua dan ketiga karena regimen terapi ini mempunyai potensi emetogenik moderat untuk mual muntah lambat.

Level 1 Minimal

Level 2 Rendah

Level 3 Moderat

Level 4 Tinggi Bleomycin

Busulfan Vinblastine Vincristin Bevacizumab Vinorelbine

Bortezomid Cetuximab Cytarabine Docetaxel Etoposide Fluoroucil Methotrexate Mitomycin

Carboplatin Cyclophosph amide

Daunorubicin Doxorubicin Epirubicin Ifosfamide Cytarabine

Altretamin Carmustine Cisplatin

Cyclophosphami d Dacarbazine Streptozocin

(48)

35 4) Risiko emetik level tinggi

Kemoterapi dengan risiko emetik tinggi misalnya kombinasi dari 5HT antagonis, Dexamethason dan Apprepitant dianjurkan sebelum pemberian kemoterapi dengan potensial emetik tinggi.

Pemberian kombinasi ini untuk pasien yang mendapat agen kemoterapi dengan bahan dasar Cisplatin telah didukung oleh banyak ahli. Kelompok ahli onkologi secara konsisten telah merekomendasikan penggunaan regimen terapi dengan semua agen yang memiliki resiko mual muntah tinggi

(Hesketh, 2008)

f. Efek Samping Kemoterapi

Efek samping kemoterapi berdasarkan waktu terjadinya gejala, yaitu immediate onset, early onset, delayed onset dan late onset.

1) Immediate onset adalah efek yang terjadi dalam waktu kurang 24 jam setelah pemberian kemoterapi. Beberapa diantaranya adalah plebitis, hiperurisemia, gagal ginjal, anafilaksis, bercak kemerahan pada kulit dan mual-muntah. Mual muntah merupakan salah satu efek samping yang sering dikeluhkan oleh pasien kanker post kemoterapi. Khusus untuk mual muntah akan dibahas lebih detail pada point (3).

2) Early onset adalah efek yang terjadi pada satu hari sampai satu minggu pemberian kemoterapi. Beberapa diantaranya adalah

(49)

36 leukopenia, trombositopenia, alopesia, stomatitis, diare dan megaloblastosis

3) Delayed onset adalah efek yang terjadi dalam satu minggu sampai satu bulan pemberian kemoterapi. Beberapa diantaranya adalah anemia, aspermia, kerusakan hepatosellular, hiperpigmentasi dan fibrosis pulmonal.

4) Late onset adalah efek yang terjadi dalam waktu satu bulan sampai satu tahun. Beberapa diantaranya adalah sterilitas, hipogonadisme, menopause prematur dan keganasan sekunder

(Burke, Wilkes, Ingwersen, Bean, & Berg, 1996)

Sementara Sutandyo (2007) membagi efek dari kemoterapi terbagi menjadi dua kategori, efek fisik dan efek psikologis

1) Efek fisik :

a) Mual dan muntah

Merupakan efek dini yang ditimbulkan akibat efek kemoterapi yang menyebabkan peradangan sel-sel mukosa (mukositis) yang melapisi saluran cerna, terutama lambung

b) Mukositis

Dapat terjadi pada rongga mulut (stomatitis), lidah (glosilitis), tenggorok (esofagitis), usus (enteritis), dan rektum (proktitis).

Mukositis dapat menyebabkan terjadinya infeksi sekunder, asupan nutrisi yang buruk, dehidrasi, lama perawatan yang lebih lama dan biaya perawatan yang meningkat.

(50)

37 c) Anoreksia

Anoreksia (hilangnya nafsu makan) dapat terjadi pada awal penyakit atau ketika tumor telah menyebar, maupun akibat kemoterapi.

d) Perubahan pengecapan

Egeusia atau tidak ada cita rasa; hipogeusia atau terdapar sedikit cita rasa; disgeusia atau terdapat perubahan cita rasa. Pasien yang mengeluh perubahan rasa makanan setelah kemoterapi terutama rasa pahit dapat mengakibatkan penolakan, terhadap makanan, berat badan turun dan anoreksia, sehingga menurunkan kualitas hidup. Beberapa atau semua rasa dapat kembali normal namun kadang sampai setahun setelah terapi.

e) Diare

Diare terjadi karena kerusakan sel epitel saluran cerna sehingga abrsorbsi tidak adekuat. Diare bisa ringan sampai berat, tergantung luas luka yang diakibatkan. Golongan antimetabolik paling sering mengakibatkan diare

f) Anemia

Kemoterpi juga dapat menyebabkan anemia, menyebabkan lemah, lesu dan pusing

g) Leukopenia

Kemoterapi juga dapat menyebabkan anemia, menyebabkan lemah, lesu dan pusing.

(51)

38 h) Infertilitas

Umumnya obat antikanker dapat menekan fungsi spermatozoa dan ovarium hingga timbul penurunan fertilitas

i) Reaksi alergi

Obat golongan bleomisin, asparaginase, taksol dan taksore dapat menimbulkan reaksi alergi seperti menggigil, demam, syok anafilaktik dan udem.

2) Efek psikologis:

Efek psikologis sebagai salah satu efek samping kemoterapi yaitu berupa memori yang tidak baik pada kejadian kemoterapi yang lalu. Rasa mual atau muntah dapat timbul sebelum memasuki ruang rawat, tidak menyukai aroma masakan disekitar rumah sakit, bahkan tidak menyukai dentingan suara perangkat makanan.

3. Mual Muntah Akibat Kemoterapi a. Definisi

Mual adalah sensasi tidak menyenangkan perasaan ingin muntah, dan sering berkatian dengan keringat dingin, pucat, air liur, nyeri lambung, kontraksi duodenum, dan refluks isi usus kecil ke dalam lambung. Muntah adalah suatu respon saluran pencernaan dimana terjadi pengeluaran makanan yang telah masuk ke dalam lambung sampai ke mulut dengan paksa atau dengan kekuatan. Mual dan muntah dapat dianggap sebagai suatu fenomena yang terjadi dalam tiga stadium yaitu mual, retching (gerakan dan suara sebelum

(52)

39 muntah) dan muntah (Kamus Kesehatan, 2017; Setiawan, 2016; Price

& Wilson, 2005).

Stadium pertama, mual dapat dijelaskan sebagai perasaan yang sangat tidak enak di belakang tenggorokan dan epigastrium, sering menyebabkan muntah. Terdapat berbagai perubahan aktivitas saluran cerna yang berkaitan dengan mual, seperti meningkatnya salivasi, menurunnya tonus lambung dan peristaltik. Peningkatan tonus duodenum dan jejunum menyebabkan terjadinya refluks isi duodenum ke lambung. Namun demikian tidak terdapat bukti yang mengesankan bahwa hal ini menyebabkan mual. Retching adalah suatu usaha involunter untuk muntah, seringkali menyertai mual dan terjadi sebelum muntah, terdiri atas gerakan pernafasan spasmodik melawan glottis dan gerakan inspirasi dinding dada dan diafragma. Muntah didefenisikan sebagai suatu refleks yang menyebabkan dorongan ekspulsi isi lambung atau usus atau keduanya ke mulut (Price &

Wilson, 2005).

b. Insiden Mual Muntah Akibat Kemoterapi

Prevalensi mual dan muntah akibat kemoterapi tetap tinggi dan mempengaruhi kehidupan sehari-hari pasien di Italy, khususnya mual- muntah pada fase delayed. Mual dan muntah masih terus menjadi hal yang paling menimbulkan stress diantara efek samping kemoterapi, meskipun perkembangan agen antiemetik saat ini lebih efektif (Ballatori & Roila, 2003; Rhodes & McDaniel, 2001).

(53)

40 Grunberg (2014) melakukan penelitian dengan hasil 38%

pasien mengalami muntah akut setelah diberikan kemoterapi dengan bahan dasar Cisplatin dan 61% mengalami muntah pada hari kedua dan ketiga meskipun telah diberikan metoklopramide dan dexamethason pada saat pemberian cisplatin.

c. Faktor Risiko Mual Muntah

Mual dan muntah biasanya merupakan gejala yang bisa disebabkan oleh banyak hal. Kondisi ini adalah cara tubuh untuk membuang materi yang mungkin berbahaya dari dalam tubuh. Obat- obatan tertentu seperti kemoterapi untuk kanker dan agen anestesi sering menyebabkan mual muntah (Dipiro, 2009).

Faktor risiko mual muntah yang berhubungan dengan pasien kanker payudara yan menjalani kemoterapi diantaranya usia, riwayat penggunaan alkohol dan riwayat mual muntah terdahulu.

1) Usia

Beberapa penelitian mengemukakan lebih mudah untuk mengontrol mual muntah pada pasien dalam usia lanjut. Pasien yang lebih muda dari 50 tahun lebih berisiko mengalami mual muntah. Pada pasien yang lebih muda biasanya ada kecendrungan untuk perkembangkan kearah reaksi distonik akut.

2) Riwayat mengkonsumsi alkohol

Mual muntah akan lebih mudah muncul pada pasien yang biasa menggunakan alcohol dalam dosis tinggi (>100 g/ hari). Semakin

(54)

41 banyak alkohol yang dikonsumsi maka risiko kejadian mual muntah akan semakin tinggi.

3) Riwayat mual muntah terdahulu

Riwayat mual muntah terdahulu misalnya akibat kehamilan atau mabuk perjalanan. Pasien dengan riwayat mual muntah biasanya lebih mudah mengalami mual muntah akibat kemoterapi.

4) Riwayat mual muntah akibat kemoterapi sebelumnya

Pasien yang pernah menjalani kemoterapi sebelumnya akan lebih beresiko mengalami mual muntah dibandingkan dengan yang belum pernah.

Faktor risiko mual muntah yang berhubungan dengan obat adalah potensi obat dalam menyebabkan mual muntah yang dipengaruhi oleh jenis obat, dosis, kombinasi dan metode pemberian obat (Grunberg, 2004).

d. Patofisiologi Mual Muntah

Secara rinci, Wood, Shega, Lynch, & Roenn, (2007) mengemukakan bahwa kemoterapi dapat menyebabkan mual muntah melalui suatu rangkaian yang kompleks.

1) Kemoterapi secara langsung menstimulasi CTZ, efek ini dimediasi oleh 5HT3 dan Nk1.

2) Kemoterapi menyebabkan gangguan pada mukosa gastrointestinal dan menyebabkan pengeluaran neurotransmitter termasuk 5HT3.

(55)

42 Hal ini menyebabkan mual muntah melalui jalur periperal yang dimediasi oleh saraf vagus dan splanknik.

3) Gejala ini disebabkan oleh pengaruh neurohormonal melalui terganggunya arginin vasopressin dan prostaglandin.

4) Mual muntah dimediasi oleh kecemasan melalui jalur sentral.

` Mekanisme mual muntah akibat kemoterapi yang paling banyak didukung oleh riset adalah akibat pengaruh obat kemoterapi pada usus kecil bagian atas. Obat sitostatik dan radiasi diperantai melalui chemoreceptors trigger zone (CTZ). CTZ berlokasi di medulla, berperan sebagai chemosensor dan diarahkan pada darah dan cerebrospinal fluid (CSF). Area ini kaya akan berbagai reseptor neurotransmitter. Contoh dari reseptor-reseptor tersebut antara lain reseptor kolinergik dan histamin, dopaminergik, opiate, serotonin, neurokinin dan benzodiazepine. Agen kemoterapi, metabolitnya, atau komponen emetik lain menyebabkan proses muntah melalui salah satu atau lebih dari reseptor tersebut. Setelah pemberian kemoterapi, radikal bebas dibentuk dan bergerak menuju sel-sel enterokromaffi sehingga mengeluarkan 5-hidroksitriptamin (5HT). Selanjutnya 5HT berinteraksi dengan reseptor 5HT3 pada aferen terminal vagus di dinding usus. Serabut aferen vagus melanjutkan stimulasi ke dorsal brain stem, terutama ke nukleus traktus solitarius (NTS) dan ke area postrema (AP) yang berlokasi di komplek vagal dorsal. Komplek dorsal vagal merupakan tempat beradanya reseptor untuk

Referensi

Dokumen terkait

Berdasar pada batasan tentang surat berharga yang diberikan oleh pendapat Sarjana tersebut di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan surat

a) Kebersihan mulut dan gigi, kebersihan gigi dan mulut harus tetap dijaga dengan menyikat gigi dan berkumur secara teratur meskipun sudah ompong. Bagi yang masih aktif dan

Oleh karena itu tulisan ini bertujuan mengemukakan peluan-peluang yang dapat dilakukan oleh ASEAN melalui program ASEAN Community, sebagai sebuah organisasi negara-negara

Hasil penelitian pada pasien multi- trauma memperlihatkan adanya perubahan nilai asam laktat, leukosit dan komponen leukosit yaitu neutrofil dan limfosit, namun perubahan

Selain itu juga terdapat delapan orang mahasiswa yang pindah program studi sudah mulai bisa untuk melakukan interaksi dengan baik bersama rekan-rekan sekelas- nya,

1). Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari organisme. Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat

Jika dibandingkan rumusan perdagangan orang dalam KUHP tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, maka perdagangan orang dalam KUHP sudah merupakan perbuatan pidana