• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PENATALAKSANAAN MUAL-MUNTAH PASCA KEMOTERAPI PADA PASIEN KANKER PAYUDARA DI RSUP DOKTER SARDJITO YOGYAKARTA PADA TAHUN 2005 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu Farmasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "EVALUASI PENATALAKSANAAN MUAL-MUNTAH PASCA KEMOTERAPI PADA PASIEN KANKER PAYUDARA DI RSUP DOKTER SARDJITO YOGYAKARTA PADA TAHUN 2005 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu Farmasi"

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

M Maharani Eka Sati

NIM : 038114075

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah

dalam segala hal keinginanmu kepada

Allah dalam doa dan permohonan dengan

ucapan syukur (Filipi 4:6)

Karya ini kupersembahkan untuk :

Allah Bapa Yehuwa

atas

mukjizat-mukjizatNya untukku,

Bapak Ibu

yang selalu mensupport dan

doakan aku,

Adik-adikku tersayang

Dias dan Osie

yang telah memberikan semangat luar

biasa besar kepadaku,

Hansaku

tercinta atas doa dan

dukungannya,

“My truly friend”

Lintang

yang selalu

menemani dan mendukungku,

Teman-teman angkatan 2003 dan

almamaterku

(5)

Penatalaksanaan Mual dan Muntah Pasca Kemoterapi pada Pasien Kanker

Payudara di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005. Skripsi ini disusun untuk

memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam penyusunan

skripsi ini, penulis banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1.

Ibu dr. Siti Sundari, SpM., M.Kes selaku Direktur SDM dan Pendidikan

RSUP DR. Sardjito Yogyakarta yang berkenan memberikan ijin penelitian

kepada penulis di Instalasi Catatan Medis RSUP DR. Sardjito Yogyakarta.

2.

Bapak Dr. Osman Sianipar, DMM, M.Sc,.Sp.PK(K) selaku Kepala Bagian

Pendidikan dan Penelitian yang berkenan memberikan ijin penelitian kepada

penulis.

3.

Ibu Siti Aminah, APP, SPd selaku Kepala Bagian Pendidikan dan Penelitian

Sub Bagian Keperawatan dan Non Medis yang berkenan memberikan ijin

penelitian kepada penulis.

4.

Ibu Sri Sukardiyatmi atas bimbingan dan bantuan dalam memperoleh ijin

penelitian kepada penulis.

5.

Ibu Endang Suparniati, M.Kes selaku Kepala Instalasi Catatan Medis yang

berkenan mengijinkan penulis mengambil data.

6.

Ibu Budi Kuswandari dan Bapak Sumardi yang telah membantu penulis

selama proses pengambilan data.

7.

Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta sekaligus dosen pembimbing dan penguji yang

telah memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam penyusunan skripsi

ini.

(6)

10.

Bapak Abu Seri yang telah memberikan informasi dan bimbingan kepada

penulis selama penyusunan skripsi.

11.

Bapak Ibu atas doa, kasih sayang, dorongan semangat serta dukungan yang

diberikan kepada penulis.

12.

Adik-adikku terkasih, Damasena Indra Aditya dan Deosi Yudha Permana atas

doa, semangat, dan keceriaan selama ini sehingga penulis dapat melewati

semua ini dan dapat menyelesaikan skripsi ini.

13.

Kekasihku Hansa Prasetya tercinta yang selalu menemani, membantu,

memberikan perhatian dan dorongan semangat serta untuk kesabaran dan arti

hidup yang kau berikan kepadaku.

14.

Teman, sahabat, dan kakak-kakakku (Lintang, Tika, Eva, Mayang, Ria, mbak

Ririn, teh Themy, mbak Dio, mas Kobo, mas Ano) atas doa, bantuan, motivasi

dan kesempatan tumbuh bersama. Hari-hari bersama kalian sangat

menyenangkan.

15.

Teman-teman Farmasi angkatan 2003 atas kebersamaannya selama ini

16.

Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak

bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini banyak kekurangan, oleh

karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang membangun. Penulis berharap

semoga hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi

masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Penulis

(7)
(8)

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

INTISARI... xvi

ABSTRACT... xvii

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

1. Rumusan Masalah ... 4

2. Keaslian Penelitian ... 5

3. Manfaat Penelitian ... 6

B. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan Umum ... 6

2. Tujuan Khusus ... 7

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 8

A.

Kanker Payudara ... 8

1. Definisi... 8

2. Epidemiologi ... 9

3. Etiologi... 10

4. Patofisiologi ... 11

5. Tanda dan gejala ... 11

6. Diagnosis... 12

7. Stadium ... 13

(9)

1. Definisi... 21

2. Penyebab ... 22

3. Mekanisme mual-muntah... 23

4. Tipe mual-muntah ... 24

5. Penatalaksanaan... 25

D.

Drug Related Problem’s

(DRP) ... 31

1. Butuh tambahan terapi obat ... 31

2. Tidak perlu terapi obat ... 32

3. Obat tidak tepat ... 32

4. Dosis terlalu rendah... 32

5.

Adverse drug reactions

(ADR) ... 32

6. Dosis terlalu tinggi ... 33

7. Ketidakpatuhan pasien ... 33

E.

Keterangan Empiris ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34

A.

Jenis dan Rancangan Penelitian ... 34

B.

Definisi Operasional ... 34

C.

Subyek Penelitian ... 36

D.

Bahan Penelitian ... 37

E.

Lokasi Penelitian ... 37

F.

Tata Cara Penelitian ... 37

1. Tahap penelusuran pustaka ... 37

2. Tahap pengambilan data ... 38

3. Tahap pengolahan data ... 39

G.

Analisis Hasil ... 39

H.

Kesulitan Penelitian ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

(10)

4. Jumlah penyakit penyerta pada pasien kanker payudara ... 45

B.

Profil Obat yang Digunakan dalam Kasus Kanker Payudara

Pasca Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 ... 46

C.

Strategi Penatalaksanaan Mual-muntah pada Pasien

Kanker Payudara Pasca Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta tahun 2005 ... 58

D.

Drug Related Problems

(DRPs)... 61

E.

Dampak Pasien Kanker Payudara ... 69

F.

Rangkuman Pembahasan ... 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

A.

Kesimpulan ... 76

B.

Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78

LAMPIRAN ... 81

BIOGRAFI PENULIS ... 163

(11)

Tabel II

Stadium klinis kanker payudara... 14

Tabel III

Angka ketahanan hidup 8 tahun berdasarkan stadium klinis... 14

Tabel IV

Obat-obat sitotoksik yang potensial menyebabkan

mual-muntah dan frekuensi kejadian mual-muntah... 21

Tabel V

Tingkat mual-muntah menurut NCI... 25

Tabel VI

Terapi antagonis 5-HT3 untuk mual-muntah kelas IV ... 26

Tabel VII

Terapi untuk mual-muntah kelas III (Sedang) ... 27

Tabel VIII

Terapi antiemetik untuk mual-muntah tipe

breaktrough

... 29

Tabel IX

Jumlah dan jenis penyakit penyerta pasien kanker payudara

pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

tahun 2005... 46

Tabel X

Golongan dan jenis obat susunan saraf pada pasien kanker

payudara di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 ... 48

Tabel XI

Golongan dan jenis obat kardiovaskuler pada pasien kanker

payudara di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 ... 49

Tabel XII

Golongan dan jenis obat saluran nafas pada pasien kanker

payudara di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 ... 50

Tabel XIII

Golongan dan jenis obat saluran cerna pada pasien kanker

payudara di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 ... 51

Tabel XIV

Golongan dan jenis obat ginjal dan saluran kemih pada

pasien kanker payudara di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

tahun

2005... 51

Tabel XV

Golongan dan jenis cairan untuk keseimbangan elektrolit,

dialisis dan nutrisi pada pasien kanker payudara

di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 ... 52

Tabel XVI

Golongan dan jenis anti diabetik pada pasien kanker payudara

di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 ... 52

Tabel XVII

Golongan dan jenis vitamin, mineral dan metabolitropikum

(12)

Tabel XIX

Golongan dan jenis imunosupresan dan imunodulator pada

pasien kanker payudara di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

tahun

2005... 55

Tabel XX

Golongan dan jenis antineoplastik pada pasien kanker

payudara di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 ... 56

Tabel XXI

Golongan dan jenis obat yang mempengaruhi darah pada

pasien kanker payudara di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta tahun 2005 ... 56

Tabel XXII

Golongan dan jenis anti emetik pada pasien kanker payudara

di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 ... 57

Tabel XXIII

Golongan dan jenis sediaan tambahan pada pasien kanker

payudara di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 ... 58

Tabel XXIV

Rangkuman risiko mual-muntah vs kasus mual-muntah

kasus pasca kemoterapi kanker payudara di RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 ... 59

Tabel XXV

Evaluasi penatalaksanaan mual-muntah pasca

kemoterapi pada kasus I di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

tahun

2005... 62

Tabel XXVI

Evaluasi penatalaksanaan mual-muntah pasca

kemoterapi pada kasus II di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

tahun

2005... 63

Tabel XXVII

Evaluasi penatalaksanaan mual-muntah pasca

kemoterapi pada kasus III di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta

tahun

2005 ... 64

Tabel XXVIII Evaluasi penatalaksanaan mual-muntah pasca

kemoterapi pada kasus IV di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta

tahun

2005 ... 65

(13)

kemoterapi pada kasus VI di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta

tahun

2005 ... 67

Tabel XXXI

Evaluasi penatalaksanaan mual-muntah pasca

kemoterapi pada kasus VII di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta

tahun

2005 ... 68

Tabel XXXII

Evaluasi penatalaksanaan mual-muntah pasca

kemoterapi pada kasus VIII di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta

tahun

2005 ... 69

Tabel XXXIII

Persentase dampak pasien yang mengalami mual-muntah

pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

tahun

2005... 71

Tabel XXXIV DRPs, terapi obat tidak perlu pada pasien kanker payudara

di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 ... 73

Tabel XXXV

DRPs, dosis terlalu tinggi pada pasien kanker payudara

di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 ... 73

Tabel XXXVI DRPs, dosis terlalu rendah pada pasien kanker payudara

di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 ... 74

Tabel XXXVII DRPs, perlu tambahan terapi obat pada pasien kanker

payudara di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 ... 74

Tabel XXXVIII DRPs, pilihan obat tidak tepat pada pasien kanker payudara

di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 ... 75

(14)

Gambar 3

Persentase interval umur pasien kanker payudara di

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 ... 42

Gambar 4

Persentase stadium kanker payudara di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta

tahun

2005 ... 44

Gambar 5

Persentase terapi pasien kanker payudara di RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 ... 44

Gambar 6

Persentase kelas terapi obat yang digunakan dalam

pengobatan kanker payudara di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta

tahun

2005 ... 47

Gambar 7 Persentase dampak pasien kanker payudara pasca kemoterapi

di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 ... 70

(15)

Lampiran 2.

Daftar obat yang digunakan pasien kanker payudara

pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta ... 156

Lampiran 3.

Daftar komposisi obat yang digunakan pasien

kanker payudara pasca kemoterapi di RSUP

Dr.

Sardjito

Yogyakarta

... 161

Lampiran 4.

Surat ijin penelitian dari RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta

... 163

(16)

perhatian serius terutama bagi wanita. Kanker payudara saat ini menempati urutan

pertama penyebab kematian pada wanita di dunia.

Salah satu pengobatan kanker payudara yaitu melalui kemoterapi.

Kemoterapi dilakukan dengan obat sitotoksik yang akan merusak DNA atau

bertindak sebagai inhibitor umum pada pembelahan sel. Kemoterapi ini dapat

menimbulkan efek samping antara lain mual dan muntah. Berkaitan dengan hal

tersebut maka dilakukan penelitian mengenai penatalaksanaan mual dan muntah

pada pasien kanker payudara pasca kemoterapi.

Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental dengan mengikuti

rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif dengan menggunakan

data rekam medik pasien kanker payudara di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun

2005. Analisis data dilakukan secara kualitatif dalam bentuk tabel yang disajikan

secara deskriptif dan dievaluasi berdasarkan

Drug Related Problems

(DRPs) serta

dilihat dampak terapi dari pasien.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kasus kanker payudara di RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta tahun 2005, terbanyak pada umur 45-51 tahun (30%), pada

stadium IV (45%), terapi terbanyak yaitu operasi dan kemoterapi (67%), penyakit

penyerta terbanyak yaitu hipertensi (7 kasus). Ada 72 pasien kanker payudara

yang menjalani kemoterapi, terdapat 36 pasien mengalami mual dan muntah. Dari

36 pasien terdapat 112 kali kemoterapi dengan 38 kasus kemoterapi mengalami

DRPs yaitu 5 kasus terapi obat tidak perlu, 6 kasus dosis terlalu tinggi, 19 kasus

dosis terlalu rendah, 21 kasus perlu tambahan terapi obat dan 1 kasus pilihan obat

tidak tepat. Dari hasil penelitian diperoleh dampak pasien kanker payudara pasca

kemoterapi yaitu 11% sembuh, 72% membaik, dan 17% belum sembuh. Dampak

terapi mual dan muntah pada pasien kanker payudara pasca kemoterapi yaitu 25%

pasien mual, 50% pasien membaik dan 25% pasien sembuh.

Kata kunci : kanker payudara, kemoterapi, mual, muntah,

Drug Related Problems

(DRPs), dampak

(17)

breast cancer was ranked in one of death caused to woman in the world.

One of breast cancer therapy is chemotherapy. Chemotherapy were executed

by cytology medicine that will destroying DNA or personating as common

inhibitor to bisection of cell. This chemotherapy was causing side effects included

nausea and vomitus. Related with this thing, today were performed the research

about the procedure of nausea and vomitus for patient in post chemotherapy.

This research counted the non-experimental research by following the

descriptive evaluative design with retrospective characteristic, then using the

medical record data from breast cancer patient at RSUP Dr. Sardjito in 2005. The

data analysis were performed by qualitative in the table form which presenting by

descriptive and evaluated by Drug Related Problems method (DRPs) and by

patient therapy effect observation.

The result was presenting breast cancer cases in RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta in 2005, there is more in age interval 45 – 51 years old (30%), at IV

level stadium (45%), while the therapy which most accepted is operation and

chemotherapy (67%) and the disease attachment were most suffered as much as

seven cases. There were 72 breast cancer patient who executing the

chemotherapy, there were 36 patient who experiencing queasy and vomit. From

this 36 patient executing the chemotherapy, there were 112 times of chemotherapy

and there were 38 that experiencing DRPs that is 5 cases unnecessary drug

therapy, 6 cases dosage too high, 19 cases dosage too low, 21 cases need for

additional drug therapy and 1 cases wrong drug. From the result, outcome is that

11% patient was secured, 72% becomes better, and 17% not yet secured. Outcome

for nausea an vomiting there are 25% patient still had nausea, 50% patient get

well, 25% patient was secured.

Keywords: breast cancer, chemotherapy, nausea, vomitus, Drug Related Problems

(DRPs), outcome

(18)

A.

Latar Belakang

Kanker merupakan penyakit sel/gen yang otonom, dapat berkembang biak

(proliferasi), mampu tumbuh di tempat lain dan merusak jaringan sekitarnya

(destruktif/infiltratif). Kanker payudara adalah kanker yang biasa menyerang

kaum wanita dan merupakan kanker penyebab kematian pertama di dunia dengan

jumlah penderita sekitar 1.178.562 orang dan di Indonesia sekitar 114.649 orang

penderita (Anonim,2005). Kanker payudara termasuk masalah kesehatan

masyarakat yang penting dan merupakan salah satu kanker yang sering dijumpai

pada wanita. Selain itu 20% dari seluruh keganasan adalah kanker payudara

(Moningkey, 2000).

The American Cancer Society

memperkirakan ada 214.640

kasus kanker payudara yang baru didiagnosis dan 41.430 mengakibatkan

kematian di

United States

pada tahun 2006 (Anonim, 2007b).

Kanker payudara umumnya terjadi pada kaum wanita tetapi dapat pula

menyerang kaum pria. Pada wanita umur 35-50 tahun kanker payudara

merupakan penyebab kematian terpenting (Velde, 1999). Kanker payudara

merupakan kanker yang terbanyak diderita oleh wanita yaitu sekitar 32% dari

seluruh keganasan pada wanita dan merupakan penyebab kematian oleh kanker

yang tertinggi pada wanita yaitu sekitar 19 % (Bland, Vezerdis, Copeland, 1999).

Terapi untuk kanker payudara bisa dilakukan dengan operasi atau

pembedahan, kemoterapi, radioterapi atau kombinasi dari ketiga terapi tersebut.

(19)

Pemilihan terapi dilakukan berdasarkan stadium kanker payudara masing-masing

pasien yang akan di terapi. Prinsip pengobatan kanker dengan kemoterapi

berdasar pada eliminasi sel-sel tumor dengan sedikit mungkin efek samping pada

jaringan normal. Kanker payudara kemungkinan dapat disembuhkan pada saat

stadium awal, namun jika kanker payudara sudah mengalami metastatis biasanya

sulit disembuhkan (Hamilton, 2006). Pengobatan dikatakan berhasil tergantung

sejauh mana pengobatan tersebut bisa mengurangi jumlah sel tumor atau kanker

tersebut. Mahalnya biaya kemoterapi dan pengobatan kanker lainnya serta tingkat

keberhasilan terapi yang belum memuaskan mendorong banyak peneliti untuk

mengkaji tentang pemberian terapi pada kanker payudara.

(20)

Efek samping dari kemoterapi apabila tidak segera diatasi akan

mempengaruhi hasil terapi. Hal ini dapat menyebabkan toksisitas akut, waktu

perawatan yang lama, penundaan kemoterapi, serta pengurangan dosis sehingga

hasilnya tidak optimal dan mengurangi angka kelangsungan hidup (Anonim,

2002a). Mual-muntah mempunyai efek yang negatif, dapat menimbulkan

kegelisahan dan depresi, kehilangan nafsu makan, dehidrasi, berat badan turun,

hingga menimbulkan kematian. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian

mengenai efek samping dari kemoterapi terutama mual-muntah sebagai efek

samping yang dapat langsung terjadi dalam jangka waktu kurang dari 24 jam

setelah kemoterapi.

(21)

di RSUP Dr. Sardjito maka dilakukan penelitian tentang penatalaksanaan

mual-muntah pasca kemoterapi pada pasien kanker payudara agar dapat tercapai

pengobatan yang optimal.

1.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat

dirumuskan permasalahan mengenai evaluasi penatalaksanaan mual-muntah pasca

kemoterapi pada pasien kanker payudara di RSUP Dokter Sardjito Yogyakarta

sebagai berikut.

a.

Seperti apakah profil pasien kanker payudara di RSUP Dokter Sardjito

Yogyakarta tahun 2005 yang meliputi umur, stadium, terapi dan penyakit

penyerta?

b.

Seperti apakah profil pengobatan pasien meliputi golongan obat dan jenis

obat?

c.

Seperti apakah strategi penatalaksanaan mual-muntah pada pasien kanker

payudara pasca kemoterapi di meliputi terapi obat, golongan, dan jenis obat

yang diberikan?

d.

Apakah DRP’s yang timbul pada penatalaksanaan mual-muntah pasca

kemoterapi pada pasien kanker payudara yang meliputi keadaan: butuh

tambahan terapi obat, tidak perlu terapi obat , pilihan obat tidak tepat , dosis

terlalu rendah,

adverse drug reactions

, dosis terlalu tinggi?

(22)

membaik; serta dampak terapi pada kasus mual-muntah meliputi mual,

membaik dan sembuh?

2.

Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran pustaka yang telah dilakukan, penelitian

tentang mual-muntah pasca kemoterapi pada pasien kanker payudara di RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta tahun 2005 belum pernah dilakukan. Penelitian tentang

kanker telah banyak dilakukan oleh peneliti lain, namun berbeda dalam hal lokasi,

waktu penelitian, obyek penelitian, serta evaluasi dampak pada pasien. Beberapa

penelitian mengenai kanker yang telah dilakukan antara lain:

a.

Evaluasi penatalaksanaan mual-muntah pada kasus kanker paru di RS Panti

Rapih Yogyakarta tahun 2004 oleh Pitter (2006)

b.

Evaluasi penatalaksanaan mual-muntah pada kasus kanker leher rahim di RS

Panti Rapih Yogyakarta tahun 2004 oleh Yunita (2005)

c.

Evaluasi penatalaksanaan netropenia dan anemia pada kasus kanker payudara

pasca kemoterapi di RS Panti Rapih Yogyakarta tahun 2004 oleh Setyowati

(2005)

d.

Evaluasi penggunaan antibiotika pasca kemoterapi pada kasus kanker

payudara di RS Panti Rapih Yogyakarta tahun 2004 oleh Revianti (2005)

(23)

f.

Evaluasi penggunaan antibiotika pasca kemoterapi pada pasien leukemia tipe

acute lympoblastic leukimia

(ALL) di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun

2004 oleh Puri (2006)

g.

Evaluasi penatalaksanaan kelainan hematologi pasca kemoterapi pada pasien

kanker payudara di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 oleh Listuhayu

(2007)

3. Manfaat Penelitian

a.

Manfaat teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai penatalaksanaan mual-muntah pasca kemoterapi pada pasien kanker

payudara.

b.

Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

dalam usaha peningkatan mutu pelayanan kesehatan dalam hal penatalaksanaan

mual-muntah pasca kemoterapi pada pasien kanker payudara.

B. Tujuan Penelitian

1.

Umum

(24)

2.

Khusus

a.

Mengetahui profil pasien kanker payudara di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

tahun 2005 yang meliputi umur, jenis kelamin, stadium, terapi dan penyakit

penyerta.

b.

Mengetahui profil pengobatan pasien meliputi golongan obat dan jenis obat.

c.

Mengetahui strategi penatalaksanaan mual-muntah pada pasien kanker

payudara pasca kemoterapi di meliputi terapi obat, golongan, dan jenis obat

yang diberikan.

d.

Mengetahui DRP’s yang timbul pada penatalaksanaan mual-muntah pasca

kemoterapi pada pasien kanker payudara yang meliputi keadaan: butuh

tambahan terapi obat, tidak perlu terapi obat , pilihan obat tidak tepat , dosis

terlalu rendah,

adverse drug reactions

(ADR), dosis terlalu tinggi.

(25)

A.

Kanker Payudara

1.

Definisi

Kanker merupakan suatu kelompok penyakit yang berbeda dibandingkan

dengan 100 penyakit yang lain, yang ditandai dengan adanya pertumbuhan sel

yang tidak terkontrol, penyerbuan jaringan lokal, dan menyebar ke jaringan lain di

tubuh (Hamilton, 2006).

Kanker mempunyai kemampuan untuk menyerang

jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang

bersebelahan (

invasi

) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (

metastasis

).

Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan kerusakan DNA,

menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembelahan sel. Beberapa

buah mutasi mungkin dibutuhkan untuk mengubah sel normal menjadi sel kanker.

Mutasi-mutasi tersebut sering diakibatkan agen kimia maupun fisik yang disebut

karsinogen. Mutasi dapat terjadi secara spontan ataupun diwariskan (Anonim,

2007). Pada kanker payudara ditemukan, antara lain, penambahan pembuluh

darah (neovaskularisasi) yang memudahkan proses metastasis atau penyebaran

kanker (Anonim, 2003a).

Kanker payudara adalah kanker yang biasa menyerang kaum wanita dan

merupakan kanker penyebab kematian pertama bagi wanita di dunia. Kanker

payudara kemungkinan dapat disembuhkan pada saat stadium awal, namun jika

kanker payudara sudah mengalami metastatis biasanya sulit disembuhkan

(Hamilton, 2006).

(26)

Gambar 1

. Kanker Payudara (Anonim, 2007f)

2.

Epidemiologi

Kanker payudara adalah kanker yang banyak menyerang kaum wanita

dan merupakan kanker penyebab kematian pertama bagi wanita di dunia. Pada

wanita umur 35-50 tahun kanker payudara merupakan penyebab kematian

terpenting (Velde, 1999). Kanker payudara dapat menyerang semua jenis kelamin.

Kanker payudara dapat mengenai wanita dan pria dengan perbandingan 100:1

(Anoni 2004a). Risiko meningkat dengan bertambahnya usia, gaya hidup yang

tidak sehat serta diperkuat dengan adanya faktor genetik.

(27)

3.

Etiologi

Penyebab kanker payudara belum dapat dipastikan secara langsung,

namun ada beberapa teori yang menyimpulkan bahwa kanker payudara

disebabkan karena beberapa faktor antara lain :

a.

Faktor Endokrin

Sejumlah faktor endokrin berhubungan dengan insidensi kanker

payudara. Beberapa diantaranya antara lain total durasi lamanya menstruasi,

menstruasi dini yang biasanya diartikan menstruasi awal sebelum usia 12 tahun,

wanita yang tidak mempunyai anak (

nulliparity

) serta wanita yang melahirkan

anak pertama pada usia lebih dari 30 tahun. Hal ini dilaporkan dapat

meningkatkan risiko perkembangan kanker payudara (Hamilton, 2006).

b.

Faktor Lingkungan

Radiasi dalam bentuk terapi radiasi yang intensif pada penderita

tuberkolosis atau kanker lain diketahui meningkatkan risiko terkena kanker

payudara. Radiasi yang disebabkan sinar-X pada payudara atau mammogram

tidak dapat diperbandingkan dengan terapi radiasi tuberkolosis atau kanker lain

dan tidak menyebabkan kanker dan tidak perlu dikhawatirkan. Pestisida seperti

DDT juga perlu dikhawatirkan (Yuliani, 2000). Faktor yang lain meliputi infeksi

virus (Hepatitis B/C, EBV, HTLV), merokok, obesitas, minuman keras, hormon,

terkena paparan radiasi sinar UV (Anonim, 2003a).

c.

Faktor Genetik

(28)

terjadinya kanker payudara (Anonim, 2004a). Terutama bila ada riwayat generasi

sebelum pasien ada yang terkena kanker payudara, maka risiko pasien akan lebih

besar.

4.

Patofisiologi

Patofisiologi kanker payudara dibagi menjadi dua yaitu

invasive

dan

non-invasive

. Ada dua tipe

non-invasive

yaitu

ductal carcinoma in situ

(DCIS)

dan

lobular carcinoma in situ

(LCIS). Dua tipe kanker payudara

non-invasive

ini

tidak menyerang membran dasar payudara. Dari namanya dapat diperkirakan

bahwa

ductal carcinoma in situ

(DCIS) terdapat di lapisan saluran dan terdapat

massa yang teraba dan terdeteksi pada mamogram, sedangkan

lobular carcinoma

in situ

(LCIS) terdapat di lobula (Anonim, 2000b).

Kanker payudara

invasive

dibagi menjadi dua yaitu

infiltrating ductal

carcinoma

dan

infiltrating lobular carcinoma.

Dari namanya dapat dilihat bahwa

infiltrating ductal carcinoma

mempenetrasi dinding saluran dan menyebar ke area

di sekitarnya sedangkan

infiltrating lobular carcinoma

terdapat di dinding lobula

dan menyebar ke area disekitarnya.

Infiltrating ductal carcinoma

merupakan tipe

yang paling sering terjadi yaitu sekitar 70-80% kasus kanker payudara (Anonim,

2000b).

5.

Tanda dan Gejala

(29)

a. Tanda dan gejala lokal dan regional meliputi terabanya benjolan atau massa

pada payudara,

nipple discharge

,

skin dimpling

dan

peau d’ orange

, ulkus,

rasa nyeri pada payudara, serta edema pada payudara.

b.

Tanda dan gejala metastatis meliputi,

1)

Otak : nyeri kepala, kejang, epilepsi, ataksia, paresis

2)

Paru : bisa tanpa gejala

3)

Tulang : nyeri tulang

4)

Tulang vertebra : defisit neurologi ( Anonim, 2004a)

6.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histologis atau sitologis.

Sampel sel atau jaringan kecil biasanya cukup, walaupun pada limfoma pola

arsitektur KGB seharusnya perlu diperiksa. Stadium mencerminkan mekanisme

penyebaran tumor, menentukan terapi dan bersama dengan subtipe dan derajat

histologis, merupakan penentu yang paling penting untuk hasil terapi. Penentuan

stadium tumor terkadang dilakukan secara bedah, namun lebih sering dilakukan

secara radiologis dan dengan pemeriksaan sumsum tulang. Karakteristik

histologis menentukan agresivitas tumor, berdasarkan kecepatan mitosis,

pleomorfisme nukleus, pembentukan tubulus, dan lain-lain serta berdasarkan

reseptor faktor pertumbuhan misalnya estrogen.

(30)

dengan pengukuran laboratorium misalnya Na

+

atau albumin berhubungan dengan

hasil terapi (Davey, 2005).

7.

Stadium

Klasifikasi kanker payudara menurut

American Joint Committee on

Cancer

menggunakan sistem klasifikasi TNM yaitu ukuran tumor (T/

Tumor size

),

kelenjar getah bening (N/

palpable nodes

) dan metastasis (M) (Anonim, 2004b).

Tabel I.

Klasifikasi kanker payudara berdasarkan TNM

Tumor Primer

Tx

Kebut. Min untuk menilai tumor primer tidak ditemukan

To

Tanpa bukti tumor primer

Tis

T1

Carcinoma insitu

Diameter tumor terbesar

2 cm

Tmic

Diameter tumor terbesar

0,1 cm

T1a

Diameter tumor terbesar

>

0,1 cm dan

0,5 cm

T1b

Diameter tumor terbesar

>

0,5 cm dan

1 cm

T1c

Diameter tumor terbesar

>

1 cm dan

2 cm

T2

Diameter tumor terbesar

>

2 cm dan

5 cm

T3

Diameter tumor terbesar

>

5

T4

Tumor dengan perluasan langsung ke dinding dada atau kulit

T4a

Fiksasi ke dinding dada

T4b

Peau d’orange, ulserasi kulit atau nodul satelit

T4c

T4a dan T4b

T4d

Inflammatory carcinoma

Status

limfonodi

Nx

Kebut. Min untuk menilai kel. regional tidak dapat ditemui

No

Tidak ada metastase ke Inn. axillaris ipsilateral

N1

Metastase ke Inn. axillaris ipsilateral yang masih mobil

N2

Metastase ke Inn. axillaris ipsilateral yang sudah fixed

N3

Metastase ke Inn supraclavicularis atau infraclavicularis

ipsilateral atau edema lengan

Metastase jauh

Mx

Kebut, min untuk menilai metastase tidak ditemui

Mo

Tidak ada bukti metastase jauh

(31)

Tabel II.

Stadium klinis kanker payudara

Stadium T

N

M

0 Tis No Mo

I T1 No Mo

IIA To

T1

T2

N1

N1

No

Mo

Mo

Mo

IIB T2

T3

N1

No

Mo

Mo

IIIA To

T1

T2

T3

N2

N2

N2

N1,N2

Mo

Mo

Mo

Mo

IIIB T4

Setiap T

Setiap N

N3

Mo

Mo

IV

Setiap T

Setiap N

M1

Stadium klinis kanker payudara dapat ditentukan setelah dilakukan

pemeriksaan fisik untuk melihat ukuran tumor, melihat riwayat medis, dan

mamografi bilateral. Semakin tinggi stadium yang diderita pasien maka

keberhasilan kesembuhan akan semakin kecil. Menurut Jardines, et al tahun 2001,

angka ketahanan hidup untuk 8 tahun penderita kanker payudara berdasarkan

stadium klinis dapat dilihat pada tabel III.

Tabel III.

Angka ketahanan hidup 8 tahun berdasarkan stadium klinis

Stadium

Angka ketahanan hidup 8 tahun (%)

I 90

II 70

III 40

IV 10

8.

Terapi

a.

Tujuan

(32)

ialah semua tindakan aktif guna meringankan beban penderita kanker terutama

bagi yang tidak mungkin disembuhkan lagi.

b.

Sasaran

Pengobatan kanker dilakukan dengan membunuh sel-sel kanker dengan

obat-obat sitostatika yang menghambat perkembangan dan pertumbuhan sel

sehingga sel-sel kanker tersebut mati.

c.

Strategi Terapi

Pendekatan terapi berdasarkan stadiumnya yaitu sebagai berikut:

1)

Stadium dini/

operable

(stadium I, II, IIIA)

Pada stadium ini ada tiga pilihan terapi yang dapat dilakukan yaitu

operasi, radiasi dan adjuvan terapi. Operasi dapat dikategorikan menjadi dua yaitu

mastektomi radikal modifikasi dan

Breast Conversing Treatment

(BCT). Radiasi

dilakukan untuk mencegah kekambuhan dan dikerjakan apabila radikalitas

diragukan (pada tumor bed dan KGB Regional). Adjuvan terapi diberikan

kemoterapi 6 siklus (CMF) atau hormonal terapi tergantung status menstruasi,

diberikan jika KGB aksilla positif.

2)

Stadium lanjut (stadium IIIB dan IV)

Terapi untuk stadium IIIB dengan kemoterapi 3-4 siklus kalau mungkin

(

simple

mastectomy

atau mastektomi radikal modifikasi). Kalau tidak mungkin

dioperasi dapat dilakukan kemoterapi, radiasi dan hormonal. Radiasi berupa loko

regional. Kemoterapi yang dilakukan adalah kuratif 12 siklus (CAF/CEF).

Hormonal yang diberikan tergantung pemeriksaan reseptor estrogen (ER).

(33)

a).

Pre menopause : ooforektomi bilateral. Jika respon (+) tunggu relaps

kemudian diberikan tamoksifen atau lainnya. Jika (-) kemoterapi CMF/CAF

b).

1-2 tahun menopause : diperiksa efek estrogen. Jika efek (+) sesuai dengan

yang diatas yaitu diberikan tamoksifen atau lainnya. Jika (-) diberikan

obat-obatan hormonal aditif/inhibitif.

c).

Post menopause : obat-obatan hormonal aditif/inhibitif. Apabila gagal

diberikan kemoterapi. Kemoterapi diberikan apabila keadaan umum

memungkinkan (CAF/CEF)

3)

Keadaan khusus

a).

Metastase otak, jika penderita simptomatik, diberikan radiasi otak total

dengan kombinasi kortikosteroid.

b).

Karsinomatosis meningeal, pilihan terapi adalah instilasi MTX intratekal

berulang.

c).

Kompresi medula spinalis, laminektomi dilanjutkan radiasi.

d).

Hiperkalsemia, karena destruksi tulang bisa spontan atau akibat hormonal

terapi.

e).

Anemia myeloptisik, pada penderita post-menopause, reseptor estrogen positif

harus dicoba hormonal terapi. Penderita lain memerlukan kombinasi

kemoterapi atau perawatan suportif lain.

f).

Metastase terlokalisir, diberikan radioterapi likoregional.

(34)

h).

Fraktur yang mengancam biasanya dikerjakan fiksasi bedah dengan

radioterapi.

i).

Terapi kanker payudara dengan kehamilan memerlukan konsultasi khusus

(Anonim, 2006c)

9.

Faktor Prognostik

Pengetahuan mengenai faktor prognostik turut menentukan kelompok

pasien yang bisa ikut dalam satu penelitian, memilih di antara beberapa

kemungkinan cara terapi, respons pasien terhadap pengobatan, dan mengevaluasi

hasil. Faktor prognostik ini antara lain klinis/epidemiologik/demografik misalnya

usia, ras, status haid; anatomis misalnya ukuran tumor, kelenjar getah bening yang

terkena, metastatis; hormonal misalnya reseptor estrogen dan progesteron

(Anonim, 2003a).

B.

Kemoterapi

Salah satu pengobatan kanker payudara yaitu dengan kemoterapi. Tujuan

dari kemoterapi adalah mengendalikan dan mengurangi jumlah sel kanker.

Kemoterapi dilakukan dengan obat sitotoksik yang akan merusak DNA atau

bertindak sebagai inhibitor umum pada pembelahan sel. Kemoterapi dapat

dilakukan secara tunggal maupun kombinasi (Prayogo, 2003).

(35)

normal, karena tidak ada perbedaan kualitatif antara sel kanker dengan sel normal

maka semua antikanker bersifat mengganggu sel normal (sitotoksik). Mekanisme

beberapa obat antikanker tersebut adalah:

1.

alkilator, mekanisme kerjanya dengan memindahkan gugus alkil ke

bagian-bagian sel tumor. Alkilasi DNA diduga merupakan interaksi utama yang dapat

membunuh sel tumor.

2.

antimetabolit, anti purin dan anti pirimidin mengambil tempat dari purin dan

pirimidin dalam pembentukan nukleosida, sehingga mengganggu berbagai

reaksi penting dalam tubuh. Metabolisme purin dan pirimidin lebih tinggi

pada sel kanker daripada sel normal sehingga penghambatan sintesis DNA sel

kanker oleh obat ini lebih kuat dibanding terhadap sel normal. Contoh dari

obat golongan ini adalah metotreksat, antagonis purin (6-thiopurin, fludarabin

fosfat, kladribin), antagonis pirimidin (fluororasiol, sitarabin, azatidin).

3.

antibiotik antikanker, golongan obat ini terikat pada DNA dan menghambat

sintesis RNA dan DNA menyebabkan rantai DNA terputus dan mengganggu

replikasi sel. Contoh dari golongan obat ini adalah antrasiklin, daktinomisin,

plikamisin, mitomisin dan bleomisin.

(36)

5.

obat hormon, hubungan antara hormon dan tumor tergantung yang pada

hormon dijelaskan pertama kali tahun 1896 oleh Beaston dimana ovariektomi

akan memperbaiki pasien kayudara yang sudah lanjut. Sekarang ini hormon

kelamin dan hormon adrenokortikal dipakai untuk mengobati berbagai

neoplasma. Karena hormon kelamin memacu dan mengatur proliferasi dan

fungsi jaringan tertentu termasuk kelenjar payudara dan prostat, kanker yang

timbul dari jaringan ini dapat dihambat atau dipacu dengan perubahan

kesetimbangan hormon yang sesuai. Beberapa hormon ynag dipakai sebagai

antikanker adalah hormon steroid,

agonis gonadotropin-releasing hormone,

inhibitor aromatase,

dan inhibitor estrogen (Nafrialdi dan Sulistia, 1995).

Pengobatan kemoterapi ada 4 jenis yaitu:

1.

Pengobatan induksi

Untuk terapi primer tumor-tumor non solid atau kasus lanjut karena

tidak ada pilihan yang lain. Disebut juga pengobatan penyelamatan (

salvage

).

2.

Kemoterapi adjuvan

Pengobatan tumor primer dikontrol dengan cara lain (bedah atau radiasi)

tetapi diyakini masih ada sisa sel-sel kanker yang sukar dideteksi sehingga

diperlukan tambahan kemoterapi.

3.

Kemoterapi primer

(37)

4.

Kemoterapi neoadjuvan

Pengobatan kemoterapi diberikan lebih dulu setelah itu pengobatan lain

(bedah atau radiasi) dilanjutkan kemoterapi lagi (Sutarni, 2003).

Efek samping akibat kemoterapi diakibatkan oleh efek non-spesifik dari obat

sitotoksik yang menghambat proliferasi tidak hanya sel tumor tetapi juga sel-sel

normal. Konsekuensinya, efek samping paling sering dapat dilihat pada jaringan

dengan aktivitas proliferasi tinggi yaitu sumsum tulang, epitel traktus

gastrointestinalis dan folikel rambut. (Anonim, 2003a). Manifestasi klinik dari

kerusakan sel-sel tubuh yang normal akibat obat kemoterapi adalah mual-muntah,

diare, stomatitis, rambut rontok, perubahan status hematologi dan beberapa efek

samping lainnya yang dapat mempengaruhi pasien serta terapi yang akan

diberikan.

Umumnya efek samping kemoterapi dibagi menjadi:

1.

Efek samping yang segera terjadi (

immediate side effects

) yang timbul dalam

24 jam pertama, misalnya mual-muntah.

2.

Efek samping yang awal terjadi (

early side effects

) yang timbul dalam

beberapa hari sampai minggu kemudian, misalnya netropenia dan stomatitis.

3.

Efek samping yang terjadi belakangan (

delayed side effects

) yang timbul

dalam beberapa minggu sampai bulan, misalnya neuropati perifer, nefropati.

4.

Efek samping yang terjadi kemudian (

late side effects

) yang timbul beberapa

(38)

Intensitas efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis pada setiap

pemberian maupun dosis kumulatif, selain itu setiap pasien dapat mengalami efek

samping berbeda walaupun dengan dosis dan obat yang sama (Sutarni, 2003).

C. Mual-muntah

1.

Definisi

Mual adalah perasaan tidak enak atau sakit pada perut, serta perasaan

ingin muntah. Mual sering kali diikuti dengan muntah. Muntah yaitu pengosongan

perut secara paksa melalui mulut. Gelombang rasa muntah berasal dari area

epigastrium, tenggorokan belakang, dan seluruh abdomen. Muntah ini dilanjutkan

dengan takikardi, bradikardi, hipotensi, lemah, pusing, pucat, dan nafas cepat

(Anonim, 2006a).

Obat-obat sitotoksik dibagi dalam empat kelas berdasarkan potensinya

mengakibatkan mual-muntah (Anonim, 2002)

.

Tabel IV.

Obat-obat sitotoksik yang potensial menyebabkan mual-muntah dan

frekuensi kejadian mual-muntah

Kelas

Frekuensi kejadian

mual-muntah

Obat sitotoksik

I

(minimal)

Kurang dari 10%

Bleomisin

Busulfan

Fludarabina

Melfalan

Vinblastin

II

(rendah)

10%-30%

Fluorourasil

Kapesitabina

Mitomisin

Paklitaksel

Topotekan

III

(sedang)

30%-90%

Daunorubisin

Doksorubisin

Epirubisin

Ifosfamid

Oksaliplatin

IV

(tinggi)

Lebih dari 90%

(39)

Obat-obat sitotoksik dapat mengakibatkan mual-muntah, hal ini karena

kerja dari obat tersebut yang menghambat proliferasi tidak hanya sel tumor tetapi

juga sel-sel normal termasuk sel epitel traktus gastrointestinalis serta akibat

adanya rangsangan langsung dari

Chemoreseptor Trigger Zone

(Anonim, 2002)

.

2.

Penyebab

Salah satu lokasi spesifik di otak berfungsi mengatur muntah yang

disebut pusat muntah (

vomiting center

). Muntah terjadi ketika pusat muntah

menerima sinyal dari otak kemudian saluran gastrointestinal, hati dan atau telinga

bagian dalam akan mendeteksi secara perlahan. Kemoterapi menyebabkan

terjadinya pelepasan substansi serotonin (5-HT3), dan zat kimia lain dalam usus

yang dapat menstimulasi pusat muntah dan dapat menyebabkan muntah (Anonim,

2006a).

(40)

Mual-muntah akibat kemoterapi secara signifikan mempengaruhi

kualitas hidup pasien. Kejadian dan keparahan mual-muntah yang dialami pasien

setelah kemoterapi disebabkan karena beberapa faktor, yaitu:

a.

agen kemoterapetik spesifik yang diberikan

b.

dosis agen kemoterapi

c.

jadwal dan rute pemberian agen kemoterapi

d.

individualitas pasien meliputi umur, jenis kelamin, riwayat kemoterapi,

riwayat penggunaan alkohol (Anonim, 2007c).

3.

Mekanisme Mual-muntah

Muntah dikendalikan oleh pusat muntah pada dasar ventrikel otak

keempat. Pusat ini terletak dekat dengan pusat vasomotor, pernafasan dan salvasi.

Pusat muntah menerima impuls dari

chemoreceptor trigger zone

(CTZ),

hipotalamus, korteks serebri dan area vestibular. Peranan dari pusat muntah

adalah untuk mengkoordinir semua komponen kompleks yang terlibat dalam

proses muntah. Stimulus psikologis, neurologik, refleks, endokrin, dan kimiawi

dapat menyebabkan muntah (Walsh, 1997).

(41)

terjadi tanpa adanya muntah; pada kasus muntah sentral, muntah terjadi tanpa

didahului oleh mual (Walsh, 1997).

4.

Tipe Mual-muntah

Mual-muntah sebagai efek samping dari kemoterapi dibagi menjadi 4 tipe

menurut NCCN tahun 2007, yaitu sebagai berikut:

a.

akut : terjadi dalam hitungan menit hingga beberapa jam pertama setelah

kemoterapi dan berlangsung hingga 24 jam. Tipe ini dipengaruhi oleh umur

pasien, jenis kelamin, lingkungan dilaksanakannya kemoterapi, sejarah

penggunaan alkohol kronis, pasien berpotensi mengalami mual-muntah, dosis

antiemetik yang diberikan serta keefektifan regimen antiemetik yang

diberikan.

b.

delayed

: terjadi lebih dari 24 jam setelah kemoterapi diberikan, tipe ini

berkaitan dengan pemberian obat kemoterapi seperti cisplatin, siklofosfamid,

doksorubisin dan ifosfamid dalam dosis tinggi atau diberikan selama dua hari

atau lebih secara terus menerus.

c.

anticipatory

: terjadi sebelum pasien menerima kemoterapi selanjutnya, hal ini

akibat rasa trauma dari pasien karena penanganan mual-muntah akibat

kemoterapi sebelumnya yang buruk.

d.

breakthrough

: mual-muntah masih terjadi di samping terapi pencegahan yang

diberikan sehingga memerlukan terapi profilaksis sebagai terapi tambahan.

e.

refractory

: mual-muntah terjadi setelah satu atau beberapa kali kemoterapi

(42)

Tabel V

. Tingkat mual-muntah menurut NCI

Tingkat 1

Tingkat 2

Tingkat 3

Tingkat 4

Tingkat 5

Mual Kehilangan

nafsu

makan

tanpa

disertai

perubahan

pola makan

Asupan

makanan melalui

oral berkurang

tanpa disertai

penurunan berat

badan yang

signifikan,

dehidrasi/

malnutrisi,

diindikasikan

cairan IV < 24

jam

Kurangnya

intake

kalori dan

cairan,

cairan IV,

tube

feedings

,

atau TPN

selama

24 jam

Mengancam

kelangsungan

hidup

Kematian

Muntah 1 kali dalam

24 jam

2-5 kali dalam

24 jam;

pemberian

cairan IV < 24

jam

6 kali

dalam 24

jam; cairan

IV, atau

TPN

selama

24 jam

Mengancam

kelangsungan

hidup

Kematian

5.

Penatalaksanaan mual-muntah

a.

Tujuan

Terapi mual-muntah diberikan guna mencegah atau mengurangi

kejadian mual-muntah selama maupun setelah proses kemoterapi. Selain itu terapi

mual-muntah juga bertujuan untuk mencegah muntah pada awal kemoterapi

sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada pasien dan meningkatkan

kefektifan kemoterapi.

b.

Sasaran

(43)

yang nantinya akan menyebabkan muntah. Antiemetik merupakan obat yang

diindikasikan untuk mencegah muntah. Antiemetik mengontrol

muntah yang bekerja dengan cara memblok sinyal pada otak penyebab

mual-muntah.

c.

Strategi farmakologi

Strategi farmakologi untuk mengatasi mual-muntah yaitu dengan

pemberian obat antiemetik. Terdapat berbagai pilihan antiemetik dengan dosis dan

rute pemberian yang berbeda-beda. Faktor yang mendasari pemilihan antiemetik

meliputi penyebab terjadinya mual-muntah; frekuensi, durasi, serta keparahan

mual-muntah yang terjadi; kemampuan pasien untuk menerima bentuk sediaan

oral, rektal, injeksi, atau transdermal; serta kualitas kerja dari antiemetik yang

akan diberikan (DiPiro, 2005). Antiemetik paling baik diberikan sebelum pasien

menerima kemoterapi. Pemberian antiemetik dapat dikombinasikan dua atau lebih

obat, yang keeefektivitasannya bersifat subyektif pada tiap pasien (Anonim,

2006a).

Penatalaksanaan efek samping mual-muntah berdasarkan NCCN 2007 dan

NCI 2006 sebagai berikut :

1)

Mual-muntah kelas IV (tinggi)

a).

hari 1: aprepitan 125 mg p.o, hari 2-3: 80 mg p.o; dan

b).

hari 1: deksametason 12 mg p.o atau i.v, hari 2-4: 8 mg p.o atau i.v; dan

Tabel VI.

Terapi antagonis 5-HT3 untuk mual-muntah kelas IV (salah satu)

Obat Dosis

Ondansetron

16-24 mg p.o atau 8-12 mg i.v

Granisetron

2 mg p.o atau 1 mg p.o bid atau 0.01 mg/kg (maks. 1mg) iv

Dolasetron

100 mg po atau 2.8 mg/kg iv atau 100 mg iv

(44)

c).

±

Lorazepam 0.5-2 mg po atau iv atau sublingual setiap 4-6 jam pada hari

1-4.

2)

Mual-muntah kelas III (sedang)

Tabel VII.

Terapi untuk mual-muntah kelas III (sedang)

Hari 1

Hari 2-4

aprepitan 125 mg p.o (untuk pasien

tertentu)

aprepitan 80mg p.o utnuk hari 2-3,

apabila digunakan pada hari 1

±

deksametason 8mg po/iv

atau

Deksametason 12 mg p.o atau i.v

dan

Deksametason 8 mg p.o /i.v atau 4mg

po/iv bid

atau

antagonis 5-HT3:

Palonosetron 0.25 mg iv

Ondansetron 16-24 mg p.o atau 8-12 mg i.v

(maks.32 mg)

Granisetron 1-2 mg p.o atau 1 mg p.o bid

atau 0.01 mg/kg (maks. 1mg) iv

Dolasetron 100 mg po atau 1.8 mg/kg iv

atau 100 mg iv dan

antagonis 5-HT3:

Ondansetron 8mg po id atau 16mg po

atau 8mg iv (Maks.32 mg)

Granisetron 1-2 mg p.o atau 1 mg p.o bid

atau 0.01 mg/kg (maks. 1mg) iv

Dolasetron 100 mg po atau 1.8 mg/kg iv

atau

±

Lorazepam 0.5-2 mg po atau iv atau

sublingual setiap 4-6 jam

±

Lorazepam 0.5-2 mg po/iv atau

sublingual setiap 4-6 jam 100mg iv

3)

Mual-muntah kelas II (rendah)

Diberikan sebelum kemoterapi dan diberikan sesuai dengan jadual

kemoterapi.

a).

Deksametason 12 mg p.o atau i.v

b).

Proklorperazin 10mg po/iv setiap 4-6 jam

c).

Metoklopramid 20-40mg po tiap 4-6 jam 12 mg/kg iv

d).

±

Lorazepam 0.5-2 mg po atau iv atau sublingual setiap 4-6 jam

4)

Mual-muntah kelas I (minimal)

(45)

1)

Pencegahan mual dan muntah tipe akut

Terapi antiemetik diberikan sebelum kemoterapi kemudian diulang

dalam waktu 24 jam. Untuk mual-muntah kelas tinggi, sedang, rendah dan

minimal seperti tertulis di atas.

Antiemetik profilaksis diberikan sebelum kemoterapi sesuai dengan

kelas obat antineoplastik penyebab mual-muntah (tinggi, sedang, rendah dan

minimal). Antiemetik profilaksis diberikan sebelum kemoterapi. Rekomendasi

untuk antiemetik primer meliputi dosis obat.

Mual-muntah kelas IV (tinggi) akibat obat altretamin, carmustin

>250mg/m2, cisplatin 50mg/m2 atau lebih, siklofosfamid > 1500 mg/m2,

dakarbazin, mekloretamin, prokarbazin (oral), streptozosin, atau kombinasi

doksorubisin/epirubisin dengan siklofosfamid. Antiemetik untuk

mual kelas tinggi

meliputi deksametason, dan antagonis 5-HT3 dengan atau tanpa lorazepam.

Mual-muntah kelas III (sedang), pada hari 1 diberikan deksametason,

dan antagonis 5-HT3 dengan atau tanpa lorazepam, aprepitan diberikan untuk

pasien yang menerima kombinasi obat antrasiklin dan siklofosfamid serta untuk

pasien yang menerima karboplatin, cisplatin, doksorubisin, epirubisin, ifosfamid,

irinotekan, atau metotreksat.

(46)

2)

Pencegahan mual dan muntah tipe

delayed

Pilihan terapi terbaik untuk mual-muntah tipe

delayed

adalah dengan

terapi pencegahan. Untuk mual-muntah kelas IV (tinggi), terapi utama yaitu

dengan melanjutkan terapi profilaksis sebelumnya hingga 2-3 hari setelah

kemoterapi. Mual-muntah tipe

delayed

akibat obat antineoplastik kelas sedang,

pencegahannya tergantung pada antiemetik yang digunakan sebelum kemoterapi

misalnya ondansetron hanya digunakan untuk hari pertama. Diberikan dengan

atau tanpa deksametason atau lorazepam.

3)

Pencegahan mual dan muntah tipe

breakthrough

a.

tidak mual-muntah : terapi dilakukan sesuai dengan regimen

b.

mual-muntah (salah satu saja):

Tabel VIII.

Terapi antiemetik untuk mual-muntah tipe

breaktrough

Obat

Dosis dan aturan pakai

Proklorperazin

25mg supp setiap 12 jam atau 10mg po/iv setiap 4-6jam atau

15mg spansul po setiap 8-12 jam

Metoklopramid

20-40mg po tiap 4-6 jam atau 1-2 mg/kg iv setiap 3-4 jam

±

difenhidramin 25-50mg po/iv setiap 4-6 jam

Lorazepam

0.5-2 mg po setiap 4-6 jam

Ondansetron

16mg p.o atau 8mg i.v

Granisetron

1-2 mg p.o atau 1 mg p.o bid atau 0.01 mg/kg (maks. 1mg) iv

Dolasetron

100 mg po atau 1.8 mg/kg iv atau 100mg iv

Haloperidol

1-2mg po setiap 4-6jam atau 1-3mg iv setiap 4-6jam

Dronabiol

5-10mg po setiap 3-6jam

Nabilon

1-2mg po bid

Deksametason

12mg po/iv (hanya bila perlu)

Olanzapin

2.5-5mg po bid

(47)

Apabila mual-muntah bisa teratasi, lanjutkan terapi untuk

breakthrough

emesis

. Apabila mual-muntah tidak bisa teratasi, maka lanjutkan terapi antiemetik

dengan level yang lebih tinggi.

4)

Pencegahan mual dan muntah tipe

anticipatory

Terapi pencegahan bisa dengan penggunaan antiemetik secara optimal

setiap kali sebelum kemoterapi. Terapi behavioral dengan relaksasi, hipnosis,

terapi musik, akupuntur/ akupresur. Pemberian antiemetik dengan alprazolam

0.5-2mg po malam hari sebelum terapi diberikan serta lorazepam 0.5-0.5-2mg po pada

malam sebelum dan pada pagi saat terapi diberikan.

d.

Strategi non-farmakologis

Terapi non-farmakologis yang diberikan untuk mual-muntah dengan

pengaturan makanan, tindakan serta secara psikologis. Terapi tersebut antara lain:

1)

Minum cairan sepanjang hari seperti air dan jus, penting untuk mengganti

cairan yang hilang untuk menghindari dehidrasi.

2)

Makan makanan dalam jumlah kecil sepanjang hari.

3)

Hindari santapan berat, berlemak tinggi dan berminyak tepat sebelum

kemoterapi.

4)

Jangan rebah datar selama paling sedikit dua jam setelah makan, istirahat

dengan duduk atau bersandar dengan kepala diangkat.

5)

Jika muntah, berhentilah makan, apabila muntah sudah berhenti mulailah lagi

makan dengan perlahan-lahan.

(48)

Selain kemoterapi, radioterapi juga bisa mengakibatkan mual-muntah.

Terjadinya mual-muntah akibat radioterapi bisa diprediksikan seperti halnya pada

mual-muntah akibat kemoterapi, namun lebih jarang terjadi dibandingkan

kemoterapi. Mual-muntah akibat radioterapi dipengaruhi oleh tempat pemberian

radiasi, dosis, ukuran dosis dan luas permukaan yang menerima radiasi. Sebagai

terapi profilaksis dapat diberikan granisetron 2 mg dan ondansetron 8 mg; untuk

pasien resiko rendah hingga sedang diberikan

serotonin-spesific reuptake

inhibitors

(SSRI) atau antagonis reseptor dopamin. Pasien yang mengalami

mual-muntah setelah radioterapi diberikan proklorperazin, metoklopramid, atau

trietilperazin sebagai terapi utama, dan ditambah terapi profilaksis berupa (SSRI)

sebelum radioterapi (DiPiro, 2005).

D.

Drug Related Problems (DRPs)

Drug Related Problems

(DRPs) merupakan masalah-masalah yang timbul

akibat pengobatan/ terapi yang dialami oleh pasien.

Drug Related Problems

(DRPs) tersebut meliputi butuh tambahan terapi obat, tidak perlu terapi obat, obat

tidak tepat, dosis terlalu rendah,

adverse drug reactions

(ADR), dosis terlalu

tinggi, ketidakpatuhan pasien. Menurut Cipolle (1998), DRP’s dapat

dikategorikan sebagai berikut ini.

(49)

2.

Tidak perlu terapi obat, meliputi tidak adanya indikasi yang memerlukan

terapi obat, menelan obat atau zat kimia dalam dosis toksik, kondisi akibat

penyalahgunaan obat, kondisi yang lebih baik dirawat tanpa terapi obat,

pemakaian lebih dari satu macam obat dimana sebenarnya cukup dengan satu

macam obat saja, serta menggunakan obat untuk mencegah

adverse reaction

yang sebenarnya dapat dihindari.

3.

Obat tidak tepat, meliputi kondisi yang menyebabkan obat menjadi tidak

efektif, adanya alergi terhadap obat tertentu, obat yang digunakan bukan yang

paling efektif, faktor risiko kontraindikasi dengan obat, menerima obat yang

efektif namun bukan yang paling murah, menerima obat yang efektif namun

bukan yang paling aman, memiliki infeksi yang resisten terhadap obat,

mengalami

refractory

terhadap obat, menerima kombinasi obat yang tidak

perlu.

4.

Dosis terlalu rendah, meliputi dosis obat yang diberikan terlalu rendah untuk

memberikan efek; konsentrasi obat dibawah rentang terapetik; obat, dosis,

rute, atau konversi formulasi yang tidak cukup; waktu pemberian untuk tujuan

pencegahan tidak memadai; dosis dan fleksibilitas interval tidak cukup.

(50)

dikonsumsi pasien, efek obat berubah karena substansi dalam makanan yang

dikonsumsi, hasil tes laboratorium berubah karena interferensi dari obat.

6.

Dosis terlalu tinggi, meliputi dosis terlalu tinggi untuk pasien; konsentrasi

obat dalam plasma berada di atas rentang terapetik; dosis obat terlalu cepat

dinaikkan; obat, dosis, rute, konversi formulasi tidak sesuai untuk pasien;

dosis dan fleksibilitas interval yang tidak sesuai.

7.

Ketidakpatuhan pasien, meliputi pasien tidak menerima obat sesuai aturan

karena

medication errors

, pasien tidak menaati petunjuk penggunaan obat,

pasien tidak menerima obat karena harganya terlalu mahal, pasien kurang

memahami petunjuk, pasien tidak menerima obat berkaitan dengan keyakinan

pasien.

E.

Keterangan Empiris

(51)

A.

Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai evaluasi penatalaksanaan mual-muntah pasca

kemoterapi pada pasien kanker payudara di RSUP Dokter Sardjito Yogyakarta

pada tahun 2005 merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan mengikuti

rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Penelitian ini merupakan

penelitian non eksperimental karena tidak ada perlakuan terhadap subyek uji.

Rancangan penelitian ini bersifat

deskriptif karena penelitian ini bertujuan

melakukan eksplorasi secara deskriptif terhadap fenomena yang terjadi

(Pratiknya, 2001).

Di dalam penelitian dilakukan pula evaluasi yaitu untuk

melihat apakah timbul gejala mual-muntah pasca kemoterapi dan bagaimana

penatalaksanaannya kemudian mengidentifikasikannya ke dalam

Drug Related

Problems

(DRPs). Penelitian ini bersifat restropektif karena data yang digunakan

dalam penelitian ini diambil dengan melakukan penelusuran terhadap dokumen

terdahulu, yaitu data lembar rekam medis pasien.

B.

Definisi Operasional

1.

Evaluasi adalah melihat, menganalisis penatalaksanaan mual-muntah pasca

kemoterapi pada pasien kanker payudara apakah sudah sesuai dengan

prosedur standar yang ada, dan mengidentifikasi DRPs yang timbul serta

memberikan rekomendasi sesuai dengan

guideline

yang digunakan.

(52)

2.

Pasien kanker payudara adalah seseorang yang didiagnosis menderita kanker

payudara berdasarkan rekam medis dan dirawat di RSUP Dokter Sardjito

Yogyakarta untuk menjalani kemoterapi pada tahun 2005.

3.

Golongan obat adalah kelompok obat yang diberikan kepada pasien yang

dikelompokkan berdasarkan efek terapi dari setiap kelas terapi yang diberikan

kepada pasien.

4.

Jenis obat adalah nama obat yang diresepkan untuk pasien dalam nama

generik, kecuali untuk obat kombinasi menggunakan nama paten.

5.

Drug Related Problems (DRPs)

pada penelitian ini berupa masalah yang

timbul dari pemberian obat yang digunakan selama terapi meliputi pilihan

obat tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, tidak perlu terapi

obat, butuh tambahan terapi obat.

6.

Tidak perlu obat jika tidak ada indikasi medis yang valid yang mengharuskan

pasien mendapatkan suatu obat atau pemberian obat yang tidak sesuai dengan

guideline

NCCN.

7.

Pilihan obat tidak tepat apabila obat yang diberikan tidak sesuai dengan

kondisi pasien atau obat yang diberikan tidak sesuai dengan

guideline

NCCN.

8.

Dosis terlalu rendah adalah pasien mendapatkan obat dengan dosis yang tidak

mencukupi atau kurang menurut literatur IONI 2000.

9.

Dosis terlalu tinggi yaitu apabila pasien mendapatkan obat dengan dosis

berlebih atau terlalu tinggi menurut

literatur IONI 2000.

(53)

11.

Rekam medis adalah lembar catatan dokter, apoteker, dan perawat yang berisi

data klinis pasien kanker payudara di RSUP Dokter Sardjito Yogyakarta.

12.

Mual yaitu berupa perasaan tidak enak atau sakit pada perut, serta perasaan

ingin muntah yang merupakan salah satu efek samping dari kemoterapi.

13.

Muntah yaitu salah satu efek samping kemoterapi berupa pengosongan perut

secara paksa melalui mulut akibat adanya rangsangan pada pusat muntah di

otak.

14.

Dampak pasien kemoterapi yaitu antara lain sembuh, belum sembuh serta

membaik sesuai yang tertulis pada lembar rekam medis di RSUP Dokter

Sardjito Yogyakarta pada tahun 2005.

15.

Dampak pasien setelah menjalani terapi mual-muntah yaitu mual, membaik

dan sembuh.

16.

Dampak pasien mual setelah menjalani terapi mual-muntah yaitu apabila

pasien masih mengalami mual namun sudah tidak muntah lagi setelah terapi.

17.

Dampak pasien membaik setelah menjalani terapi mual-muntah yaitu apabila

pasien mengalami perbaikan kondisi setelah terapi.

18.

Dampak pasien sembuh setelah menjalani terapi mual-muntah yaitu apabila

pasien sudah tidak mengalami gejala mual-muntah setelah terapi.

C. Subyek Penelitian

(54)

kali kemoterapi di RSUP Dokter Sardjito Yogyakarta pada tahun 2005 sebanyak

36 kasus.

D. Bahan penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah rekam medis pasien kanker

payudara pasca kemoterapi di RSUP Dokter Sardjito Yogyakarta pada tahun

2005. Pengumpulan data dilakukan dengan menelusuri dan mengevaluasi lembar

rekam medis tersebut.

E. Lokasi Penelitian

Penelitian mengenai penatalaksanaan mual-muntah pasca kemoterapi pada

pasien kanker payudara di RSUP Dokter Sardjito Yogyakarta pada tahun 2005 ini

dilakukan di RSUP Dokter Sardjito Yogyakarta Jalan Kesehatan 01 Sekip

Yogyakarta 587333.

F. Tata Cara Penelitian

Penelitian mengenai penatalaksanaan mual-muntah pasca kemoterapi pada

pasien kanker payudara di RSUP Dokter Sardjito Yogyakarta dilakukan dalam

tiga tahap yaitu tahap penelusuran pustaka, tahap pengambilan data dan tahap

pengolahan data.

1.

Tahap penelusuran pustaka

(55)

2.

Tahap pengambilan data

a.

Penelusuran data

Tahap penelusuran data ini dilakukan di RSUP Dokter Sardjito Yogyakarta

bagian rekam medis. Proses pengambilan data ini dimulai dengan melakukan

penelusuran data tentang kasus mual-muntah pada pasien kanker payudara setelah

menjalani kemoterapi. Caranya dengan mencatat nomor rekam medis, tanggal

masuk dan tanggal keluar pasien pada lembar peminjaman dokumen rekam medis.

Lembar peminjaman ini akan dijadikan panduan dalam proses penelusuran data

rekam medis pasien pada ruang penyimpanan dokumen.

b.

Pengambilan data

Tahap pengambilan data ini dilakukan untuk semua pasien kanker payudara

yang menjalani kemoterapi pada tahun 2005. Pada tahap ini diperoleh 72 pasien

kanker payudara yang menjalani kemoterapi. Dari 72 pasien tersebut diperoleh 36

pasien mengalami mual-muntah.

c.

Pencatatan data

(56)

3.

Tahap pengolahan data

Pada tahap pengolahan data ini dilakukan evaluasi dari data yang telah

diperoleh secara deskriptif retrospektif. Data yang diperoleh disajikan dalam

bentuk tabel dan gambar beserta penjelasannya demikian pula untuk data analisis

Drug Related Problems

(DRPs). Analisis untuk data

Drug Related Problems

ini

lebih menitikberatkan pada setiap kasus yang muncul dari penatalaksanaan

mual-muntah yang terjadi pada pasien kanker payudara dalam setiap kali kemoterapi.

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dan dibandingkan dengan referensi serta

guideline

yang sesuai.

G. Analisis Hasil

Analisis hasil dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif dan disajikan

dalam bentuk tabel atau gambar.

1.

Umur pasien kanker payudara dikelompokkan dalam 6 interval umur, yaitu

24-30 tahun, 31-37 tahun, 38-44 tahun, 45-51 tahun, 52-58 tahun, 59-65tahun

dan 66-72 tahun. Data yang diambil adalah data semua pasien yang menjalani

kemoterapi yaitu sebanyak 72 pasien, lalu dari data tersebut diambil untuk

dibahas lebih lanjut mengenai penatalaksanaan mual-muntah pasca

kemoterapi. Terdapat 36 pasien mengalami mual-muntah dan dari 36 pasien

tersebut terdapat 112 kali kemoterapi dengan 38 kasus kemoterapi yang

mengalami DRPs.

(57)

setiap stadiumnya kemudian dibagi dengan jumlah keseluruhan pasien kanker

payudara kemudian dikalikan 100 %.

3.

Terapi yang diterima oleh pasien kanker payudara meliputi kemoterapi;

operasi dan kemoterapi; operasi, kemoterapi dan terapi alternatif; radioterapi

dan kemoterapi; operasi, kemoterapi dan radioterapi. Persentase kombinasi

terapi dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien yang melakukan terapi

kemudian dibagi dengan jumlah keseluruhan kanker payudara kemudian

dikalikan 100%.

4.

Kelas terapi obat yang digunakan mengikuti pembagian kelas terapi obat

menurut Formularium RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta 2006 dan

Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000. Persentase kelas terapi obat

dihitung dengan cara menghitung jumlah keseluruhan kelas terapi obat yang

digunakan kemudian dibagi jumlah keseluruhan pasien kanker payudara

dikalikan 100%.

5.

Jenis obat yang digunakan disajikan menurut tiap golongan obat dan dihitung

berdasarkan jumlah jenis obat yang digunakan dibagi jumlah seluruh pasien

kanker payudara dikalikan 100%.

6.

Analisis

Drug Related Problems

dalam penelitian ini dilakukan dengan

melihat setiap kasus kanker payudara pasca kemoterapi, terkait dengan

kejadian mual-muntah, kemudian dibandingkan dengan standar atau guideline

oleh

National Comprehensive Cancer Network (NCCN) Clinical Practice

Guidelines in Oncology Antiemesis 2007;

Standar Pelayanan Medis RSUP

(58)

H.

Kesulitan Penelitian

(59)

A.

Gambar

Gambar 1. Kanker Payudara (Anonim, 2007f)
Tabel I. Klasifikasi kanker payudara berdasarkan TNM
Tabel II. Stadium klinis kanker payudara
Tabel IV. Obat-obat sitotoksik yang potensial menyebabkan mual-muntah dan frekuensi kejadian mual-muntah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu tulisan ini bertujuan mengemukakan peluan-peluang yang dapat dilakukan oleh ASEAN melalui program ASEAN Community, sebagai sebuah organisasi negara-negara

Penelitian ini dilakukan di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung dengan dasar pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu daerah sentra

1). Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari organisme. Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat

Jika dibandingkan rumusan perdagangan orang dalam KUHP tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, maka perdagangan orang dalam KUHP sudah merupakan perbuatan pidana

Proses tersebut terdiri atas dua elemen, yaitu (a) penetapan tujuan; dan (b) menentukan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

ditolak dan diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar matematika kelas X SMA Negeri 1 Payakumbuh dengan menggunakan media pembelajaran

satu dengan cara dicampur dalam skala penuh dan dihampar di lapangan serta dipadatkan dengan mesin gilas roda tiga.. 3) Menetapkan rancangan campuran aspal dingin dengan filler

bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Peraturan Daerah Kabupaten Lumajang Nomor 05 Tahun 1999 sebagaimana diubah