• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi penatalaksanaan kasus mual-muntah pada kemoterapi kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi penatalaksanaan kasus mual-muntah pada kemoterapi kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 - USD Repository"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi ( S. Farm. )

Program Studi Farmasi

Oleh :

Felisita Anesti Kusumastuti NIM : 068114084

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kalau kau pernah takut mati, sama..

Kalau kau pernah sakit hati, aku juga iya..

Dan sering kali sial datang dan pergi tanpa permisi kepadamu, suasana hati.. tak

peduli..

Kalau kau kejar mimpimu, selalu..

Kalau kau ingin berhenti, ingat tuk mulai lagi..

Tetap semangat, dan teguhkan hati di setiap hari, sampai nanti..

Tetap melangkah, dan keraskan hati di setiap hari sampai nanti.. sampai mati..

(Sampai nanti sampai mati, Letto)

(5)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Felisita Anesti Kusumastuti

Nomor Mahasiswa : 068114084

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“Evaluasi Penatalaksanaan Kasus Mual-Muntah pada Kemoterapi Kanker

Paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2008” beserta perangkat yang

diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk

media lain, mengelolanya dalam bentuk pengkalan data, mendistribusikan secara

terbatas dan mempublikasikannya dalam internet atau media lain untuk

kepentingan akademis tanpa meminta izin dari saya maupun memberikan royalti

kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 2 Februari 2010

(6)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan

berkat, kesabaran, kekuatan, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang penulis susun berjudul

EVALUASI PENATALAKSANAAN KASUS MUAL-MUNTAH PADA

KEMOTERAPI KANKER PARU-PARU DI RSUP Dr. SARDJITO

YOGYAKARTA TAHUN 2008.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan

banyak terimakasih kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberi bimbingan, kesehatan, dan

perlindungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak, Ibu, dan mas Dian atas doa, kasih sayang, perhatian, dan dukungannya

baik moril maupun materiil yang selalu diberikan.

3. Direktur RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah memberikan ijin bagi

penulis untuk melakukan penelitian di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

4. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi dan dosen

pembimbing yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan

penelitian ini dan meluangkan waktu untuk membimbing, memotivasi, dan

memberikan saran demi terselesaikannya skripsi ini.

5. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah

(7)

viii

yang berharga dalam proses penyempurnaan skripsi ini.

6. Ibu dr. Fenty, M.Kes.,Sp.PK selaku dosen penguji yang telah meluangkan

waktu untuk menguji, member saran, semangat, dan masukan yang berharga

dalam proses penyempurnaan skripsi ini.

7. Karyawan di Diklit dan bagian Catatan Medik RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

yang telah membantu kelancaran pengambilan data dalam penelitia n ini.

8. Uti dan Akung (Alm) beserta keluarga besar di Borobudur atas doa, perhatian,

kasih sayang, dan dukungan untukku.

9. Antonius Alfian Yuan Dias P atas doa, perhatian, cinta dan cita-cita,

kesabaran, serta dukungan yang sangat besar dan berkesan untukku.

10.Reno, terimakasih atas kebersamaan, suka dan duka, dan rasa saling

memotivasi selama penyusunan skripsi ini.

11.Pak Mukmin, Mas Narto, dan Mas Dwi selaku Staff Sekretariat Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma, terimakasih telah membantu dalam

memperlancar administrasi hingga tersusunnya skripsi ini.

12.Teman-teman diskusi sepert Lia, Valida, Fea, Winny, dan Yunni atas

masukan- masukannya sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

13.Teman-teman Farmasi angkatan 2006 khususnya minat FKK atas

kebersamaan dan perjuangan menuju cita-citanya yang dihiasi dengan

sorak-sorak semangat yang membara. Terimakasih dan selalu semangat!

14.Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis hingga

tersusunnya skripsi ini.

(8)

ix

kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya

membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi

pengembangan ilmu farmasi pada khususnya dan kemajuan ilmu pengetahuan

pada umumnya.

Yogyakarta, 20 Januari 2010

penulis

(9)
(10)

xi

INTISARI

Kemoterapi merupakan salah satu pengobatan kanker paru-paru. Kemoterapi dilakukan dengan memberikan obat-obat sitostatika yang mekanisme kerjanya akan merusak DNA atau bertindak sebagai inhibitor umum pada pembelahan sel. Kemoterapi ini dapat memberikan efek samping yang merugikan pasien salah satunya yaitu mual- muntah. Berkaitan dengan hal itu maka dilakukan penelitian mengenai penatalaksanaan mual- muntah pada kemoterapi kanker paru-paru.

Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental dengan mengikuti rancangan deskriptif yang bersifat retrospektif dengan menggunakan data rekam medik pasien kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008. Analisis data dilakukan secara kualitatif dalam bentuk tabel yang disajikan secara deskriptif dan dievaluasi berdasarkan Drug Related Problems (DRPs).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 terbanyak pada interval tahun 50 - <60 tahun (33%), pada stadium III yaitu sebanyak 26%, dengan jumlah penyakit penyerta terbanyak adalah hipertensi sebanyak 4 kasus. Ada 27 pasien mengalami mual-muntah pada kemoterapi kanker paru-paru. Dari 27 kasus mual- mual-muntah tersebut terdapat 48 episode DRPs yaitu butuh tambahan terapi obat sebanyak 27 kasus, obat tidak tepat 20 kasus, dan dosis terlalu tinggi 1 kasus. Presentasi dampak terapi mual- muntah yaitu 41% masih mual dan 59% membaik.

(11)

xii

ABSTRACT

One of lung cancer therapy is chemotherapy. Chemotherapy were executed by cytology medicine that will destroying DNA or personating as common inhibitor to bisection of cell. This chemotherapy was causing side effects included nausea and vomiting. From that causes, today were performed the research about the procedure of nausea and vomiting case management in chemotherapy.

This research counted the non-experimental research by following the descriptive design with retrospective characteristic, then using the medical record data from lung cancer patient at RSUP Dr. Sardjito in the period of 2008. The data analysis were performed by qualitative in the table form which presenting by descriptive and evaluated by Drug Related Problems method (DRPs).

The result was presenting lung cancer in RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta in the period of 2008, there is more in age interval 50 - <60 years old (33%), in III stadium 26%, with the other desease like hypertension became the most, on 4 cases. There were 27 patient feel nausea vomiting, 48 chemotherapy episodes feel DRPs, that 27 cases need for additional drug therapy, 20 cases wrong drug, and 1 cases dosage too high. The effect from nausea- vomiting cases management presentation 59% becomes better and 41% not yet secured.

(12)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ………. vi

PRAKATA ... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... x

INTISARI... xi

ABSTRAC ... xii

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xx

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

BAB I. PENGANTAR A. Latar Belakang... 1

1. Permasalahan... 3

2. Keaslian Penelitian... 4

3. Manfaat Penelitian... 4

B. Tujuan Penelitian... 5

(13)

xiv

A. Kanker Paru ... 6

1. Definisi ... 6

2. Epidemiologi ... 7

3. Etiologi ... 8

4. Patofisiologi ... 9

5. Tanda dan Gejala ... 10

6. Diagnosis ... 12

7. Stadium ... 14

8. Penatalaksanaan Terapi ... 15

B. Kemoterapi ... 17

C. Mual- muntah ... 19

1. Definisi ... 19

2. Mekanisme mual- muntah ... 19

3. Tipe mual- muntah ... 21

4. Penatalaksanaan mual- muntah ... 22

D. Drug Related Problems ... 28

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 31

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 31

B. Definisi Operasional ... 31

C. Subyek Penelitian ... 33

D. Bahan Penelitian ... 33

E. Lokasi Penelitian ... 34

(14)

xv

G. Tata cara Penelitian ... 34

H. Analisis Hasil ... 36

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Profil Pasien Kanker Paru-paru... 38

1. Presentase Pasien Kanker Paru-paru Berdasarkan Kelompok Umur ... 38

2. Presentase Pasien Kanker Paru-paru Berdasarkan Stadium... 39

3. Jumlah Penyakit Penyerta pada Pasien Kanker Paru-paru ... 40

4. Riwayat Merokok pada Kasus Kanker Paru-paru ... 40

B. Profil Obat-obatan yang Digunakan Dalam Kasus Kemoterapi Kanker Paru-paru Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008... 41

1. Obat Gastrointertinal dan Hepatobilier ... 43

2. Obat Kardiovaskular dan Hemapoietik ... 43

3. Sistem Pernafasan ... 44

4. Sistem Saraf Pusat ... 45

5. Hormon Kortikosteroid ... 45

6. Antiinfeksi ... 46

7. Obat Kemoterapi ... 46

8. Sistem endokrin dan Metabolik ... 47

9. Vitamin dan Mineral ... 48

10.Nutrisi ... 48

(15)

xvi

C. Strategi Penatalaksanaan Mual-Muntah pada Kemoterapi Kanker

Paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta ... 50

D. Drug Related Problems (DRPs) ... 53

E. Dampak Terapi Kasus Mual-Muntah pada Kemoterapi Kanker Paru-paru ... 60

F. Rangkuman Pembahasan ... 64

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LAMPIRAN ... 70

(16)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel I. TNM (Tumor, Node, Metastase) International Staging System

untuk kanker paru-paru ………... 15

Tabel II. Klasifikasi kanker paru-paru berdasarkan TNM ... 15

Tabel III. Terapi antagonis 5-HT3 untuk mual- muntah kelas IV... 23

Tabel IV. Terapi untuk mual- muntah kelas III ... 24

Tabel V. Terapi antiemetik untuk mual- muntah tipe breakthrough ... 27

Tabel VI. Jumlah dan jenis penyakit penyerta pada kasus kemoterapi kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008………... 40

Tabel VII. Golongan dan jenis obat saluran gastrointestinal dan sistem hepatobilier pada kasus kemoterapi kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 ……….. 43

Tabel VIII. Golongan dan jenis obat kardiovaskular dan s istem hematopoietik pada kasus kemoterapi kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 ……… 44

Tabel IX. Golongan dan jenis obat saluran nafas pada kasus kemoterapi kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008……….. 45

(17)

xviii

Tabel XI. Golongan dan jenis hormon kortikosteroid pada kasus

kemoterapi kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

tahun 2008……….... 46

Tabel XII. Golongan dan jenis obat anti infeksi pada kasus kemoterapi

kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun

2008 ………. 46

Tabel XIII. Golongan dan jenis obat kemoterapi pada kasus kemoterapi

kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun

2008 ………. 47

Tabel XIV. Golongan dan jenis obat sistem endokrin dan metabolik pada

kasus kemoterapi kanker paru-paru di RSUP Dr. Sadjito

Yogyakarta tahun 2008 ……… 47

Tabel XV. Gologan dan jenis vitamin & mineral pada kasus kemoterapi

kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun

2008 ……….. ………. 48

Tabel XVI. Golongan dan jenis nutrisi pada kasus kemoterapi kanker

paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008……… 48

Tabel XVII. Golongan dan jenis obat lain- lain pada pasien kasus kemoterapi

paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008……… 49

Tabel XVIII. Rangkuman risiko mual- muntah vs kasus mual- muntah pada

kemoterapi kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

2008………..……… 50

(18)

xix

paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun

2008……….. 51

Tabel XX. DRPs butuh tambahan terapi obat pada kasus kemoterapi kanker

paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008…... 54

Tabel XXI. DRPs obat tidak tepat pada kasus kemoterapi kanker paru-paru

di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008….………. 58

Tabel XXII. DRPs dosis terlalu tinggi pada kasus kemoterapi kanker paru-paru

di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008……… 60

Tabel XXIII. Riwayat mual- muntah pada pasien kanker paru-paru di RSUP Dr.

(19)

xx

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kanker Paru-paru ... 6

Gambar 2. Mekanisme mual- muntah ... 20

Gambar 3. Skema inklusi subyek penelitian ... 33

Gambar 4. Presentase interval umur pasien kanker paru-paru di RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 ... 38

Gambar 5. Presentase stadium pasien kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta tahun 2008……….. 39

Gambar 6. Presentase riwayat merokok pada kasus kanker paru-paru... 41

Gambar 7. Presentase kelas terapi obat yang digunakan pada kasus

kemoterapi kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

tahun 2008………. 42

Gambar 8. Presentase dampak terapi kasus mual- muntah pada kemoterapi

kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun

(20)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data 10 besar diagnosa di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Tahun 2008 ……….. 71

Lampiran 2. Data pasien kasus mual- muntah pada kemoterapi kanker paru-paru

di RSUD Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008………. 72

Lampiran 3. Rangkuman DRPs pada penatalaksanaan kasus mual- muntah

kemoterapi kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

tahun 2008………..……….... 93

Lampiran 4. Daftar komposisi obat yang digunakan pada kasus mual- muntah

kemoterapi kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

(21)

1

Kanker paru-paru merupakan perkembangan yang tidak terkendali dari

sel-sel abnormal dari salah satu atau kedua sisi paru, sementara sel-sel jaringan

paru yang normal tumbuh dan berkembang dalam jaringan paru yang sehat, sel-sel

yang tidak normal tumbuh dan berkembang secara cepat tidak pada jaringan paru

yang normal. Kumpulan sel-sel kanker tersebut merusak dan menganggu kerja

paru (Anonim, 2004). Kanker paru-paru merupakan penyakit yang paling banyak

menyebabkan kematian pada pria-pria dan wanita-wanita di seluruh dunia

dibandingkan dengan kanker jenis lainnya. The American Cancer Society

memperkirakan bahwa 213.380 kasus-kasus baru kanker paru-paru di Amerika

akan didiagnosis dan 160.390 kematian-kematian yang disebabkan kanker

paru-paru akan terjadi pada tahun 2007. Kanker paru-paru-paru-paru sebagian besar adalah suatu

penyakit dari orang tua, hampir 70% dari orang-orang yang terdiagnosis dengan

kondisi ini adalah berumur diatas 65 tahun, kurang dari 3% kasus-kasus terjadi

pada orang-orang dibawah umur 45 tahun (Anonim, 2009a). Di Indonesia, kanker

paru-paru menjadi penyebab kematian utama kaum pria dan lebih dari 70% kasus

kanker itu baru terdiagnosis pada stadium lanjut (stadium IIIB atau IV) sehingga

hanya 5 % penderita yang bisa bertahan hidup hingga 5 tahun setelah dinyataka n

(22)

Salah satu penanganan kanker paru-paru adalah melalui kemoterapi.

Kemoterapi merujuk pada pemberian obat-obat yang menghentikan pertumbuhan

sel-sel kanker dengan membasmi mereka atau mencegah mereka

membelah/membagi. Kemoterapi mungkin diberikan sendirian, sebagai suatu

adjuvant pada terapi operasi, atau dalam kombinasi dengan radioterapi.

Kemoterapi menyebabkan terjadinya pelepasan substansi serotonin

(5-HT), dan zat kimia lain dalam usus yang dapat menstimulasi pusat muntah dan

dapat menyebabkan muntah (Anonim, 2006a). Sekitar 70% sampai 80% pasien

yang menerima kemoterapi mengalami mual- muntah, dan 10% sampai 44% dari

jumlah tersebut pasien mengalami mual dan atau muntah tipe anticipatory

(DiPiro, 2005). Tingginya angka kejadian mual dan muntah akibat kemoterapi

menjadi dasar pentingnya dilakukan penelitian mengenai penatalaksanaan mual

dan muntah pada kemoterapi kanker paru-paru.

Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang berada di

Jalan Kesehatan 01 Sekip Yogyakarta 587333. RSUP Dr. Sardjito mempunyai

pelayanan terpadu spesialis kanker di Instalasi Kanker “Tulip” dan merupakan

rumah sakit rujukan yang memiliki banyak kasus yang menarik untuk dievaluasi

penatalaksanaannya terutama kasus mual dan muntah. Visi dari RSUP Dr.

Sardjito yaitu menjadi salah satu rumah sakit unggulan dalam bidang pelayanan,

pendidikan dan penelitian di Asia Tenggara tahun 2010 yang bertumpu pada

kemandirian, sedangkan misinya yaitu memberikan pelayanan kesehatan yang

paripurna, bermutu dan terjangkau masyarakat, melaksanakan pendidikan dan

(23)

menyelenggarakan penelitian dan pengembangan IPTEK Kesehatan yang

berwawasan global, meningkatkan kesejahteraan karyawan; dan meningkatkan

pendapatan untuk menunjang kemandirian rumah sakit (Anonim, 2009c). Menurut

data 10 besar diagnosa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008, peringkat

pertama diduduki oleh kemoterapi kanker. Dapat dikatakan bahwa pada tahun

2008 sebagian besar pasien datang ke RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta untuk

melakukan program kemoterapi kanker. Semakin banyak kasus kemoterapi

memungkinkan semakin banyak pula kejadian Drug Related Problems (DRPs)

pada penanganan efek samping kemoterapi. Berdasarkan hal tersebut maka

dilakukan penelitian tentang evaluasi penatalaksanaan mual dan muntah sebagai

efek samping kemoterapi pada pasien kanker paru-paru agar dapat tercapainya

pengobatan yang optimal.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

a. Seperti apakah profil pasien kanker paru-paru yang mengalami

mual-muntah di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 yang meliputi

umur, stadium, penyakit penyerta, dan riwayat merokok?

b. Seperti apakah profil pengobatan kasus kemoterapi kanker paru-paru

yang mengalami mual- muntah di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun

(24)

c. Seperti apakah strategi penatalaksanaan mual- muntah pada kemoterapi

kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 meliputi

terapi obat, golongan, dan jenis obat yang diberikan?

d. Seperti apakah DRPs yang timbul pada penatalaksanaan kasus mual-

muntah pada kemoterapi kanker paru-paru yang meliputi keadaan: butuh

tambahan terapi obat, tidak perlu terapi obat, pilihan obat tidak tepat,

dosis terlalu rendah, adverse drug reactions, dosis terlalu tinggi?

2. Keaslian Karya

Berdasarkan penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian

mengenai penatalaksanaan kasus mual dan muntah pada kemoterapi kanker

paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 belum pernah

dilakukan.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai penatalaksanaan kasus mual dan muntah pada kemoterapi

kanker paru-paru.

b. Manfaat praktis

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

dalam usaha peningkatan mutu pelayanan kesehatan dalam hal

(25)

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi

penatalaksanaan kasus mual- muntah pada kemoterapi kanker paru-paru di

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008.

2. Tujuan Khusus

a. Menggambarkan profil pasien kanker paru-paru yang mengalami

mual-muntah di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 yang meliputi umur,

stadium, penyakit penyerta, dan riwayat merokok.

b. Menggambarkan profil pengobatan kasus kemoterapi kanker paru-paru

yang mengalami mual- muntah di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun

2008 meliputi golongan obat, jenis obat, dan kelas terapi.

c. Menggambarkan strategi penatalaksanaan kasus mual dan muntah pada

kemoterapi kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008

meliputi terapi obat, golongan, dan jenis obat yang diberikan.

d. Menggambarkan DRPs yang timbul pada penatalaksanaan kasus mual dan

muntah pada kemoterapi kanker paru-paru yang meliputi keadaan: butuh

tambahan terapi obat, tidak perlu terapi obat, pilihan obat tidak tepat, dosis

(26)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kanker Paru-paru 1. Definisi

Kanker paru-paru adalah tu mor padat yang berasal dari sel-sel epitel bronkial.

Berdasarkan perbedaan sejarah dan respon terapinya kanker paru-paru dibedakan menjadi

non-small cell cancer dan small cell lung cancer (SCLC) (DiPiro, 2009).

(27)

1. Epidemiologi

Prevalensi kanker paru-paru di negara maju sangat tinggi, di USA tahun

2002 dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru (merupakan 13% dari semua

kanker baru yang terdiagnosis) dengan 154.900 kematian (merupakan 28%

dari seluruh kematian akibat kanker), di Inggris prevalensi kejadiannya

mencapai 40.000/tahun, sedangkan di Indonesia menduduki peringkat 4

terbanyak, di RS Dharmais Jakarta tahun 1998 menduduki urutan ke 3 sesudah

kanker payudara dan leher rahim. Angka kematian akibat kanker paru-paru di

seluruh dunia mencapai kurang lebih satu juta penduduk tiap tahunnya.

Karena sistem pencatatan kita yang belum baik prevalensi pastinya belum

diketahui tetapi klinik tumor dan paru di Rumah Sakit merasakan benar

peningkatannya. Di negara berkembang lain dilaporkan insidennya naik

dengan cepat antara lain karena konsumsi rokok berlebihan seperti di China

yang mengkonsumsi 30% rokok dunia. Sebagian besar kanker paru-paru

mengenai pria (65%) dengan life time risk 1:13 dan pada perempuan 1:20

(Amin, 2006).

Sebuah artikel menceritakan bahwa kemampuan untuk bertahan hidup

selama lima tahun dari penderita NSCLC bervariasi tergantung dari

stadiumnya. Stage I memiliki survival terbaik yaitu mendekati 50%.

Kira-kira 25% dari pasien stadium II dapat bertahan selama 5 tahun dan 8% untuk

pasien stadium III. Penelitian mengatakan hanya 2% pasien stadium IV dapat

bertahan hidup selama lima tahun. Pada jenis SCLC sebanyak 10-50% dari

(28)

(Valentino, 2010). Kemampuan ketahanan hidup selama 2 tahun juga

dipaparkan pada sebuah penelitian di Rumah Sakit Kanker Dharmais yang

hasilnya 10,02% untuk stadium IV dan 25,96% untuk stadium ≤ IIIB (Rasyid,

2001).

2. Etiologi

Seperti umumnya kanker yang lain penyebab kanker paru-paru yang

pasti belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat

yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping

adanya faktor lain separti sistem kekebala n tubuh, genetik, dan lain- lain

(Amin, 2006).

Umumnya kanker paru-paru disebabkan oleh karsinogen yang berasal

dari rokok. Prevalensi merokok di Amerika adalah 28 % untuk laki- laki dan

25% untuk perempuan keduanya dari kalangan usia 18 tahun ke atas, dan 38%

untuk perokok usia pelajar SMA. Resiko perkembangan kanker paru-paru

meningkat sekitar 13 kali lipat pada perokok aktif dan sekitar 1,5 kali lipat

pada perokok pasif yang terpapar asap rokok dalam waktu yang lama.

Penyakit chronic obstructive pulmonary, yang juga berhubungan dengan

rokok, meningkatkan resiko kanker paru-paru menjadi semakin luas (Minna,

2001). Terdapat hubungan antara rata-rata jumlah rokok yang dihisap per hari

dengan tingginya insiden kanker paru-paru. Dikatakan bahwa 1 dari 9 perokok

berat akan menderita kanker paru-paru. Perokok pasif pun akan beresiko

terkena kanker paru-paru. Anak-anak yang terpapar asap rokok selama 25

(29)

dibandingkan dengan yang tidak terpapar, dan perempuan yang hidup dengan

suami/pasangan perokok juga terkena resiko kanker paru-paru 2-3 kali lipat.

Diperkirakan 25% kanker paru-paru dari bukan perokok adalah berasal dari

perokok pasif. Insiden kanker paru-paru pada perempuan di USA dalam 10

tahun terakhir juga naik menjadi 5% per tahun, antara lain karena

meningkatnya jumlah perempuan perokok dan sebagai perokok pasif

(Amin,2006).

Usaha untuk menghimbau orang-orang supaya tidak merokok sudah

dilakukan tetapi menghentikan merokok memang hal yang sangat sulit, karena

kebiasaan merokok menggambarkan kekuatan sifat adiksi terhadap nikotin

sehingga mencegah orang untuk memulai merokok adalah tindakan yang lebih

efektif, dan upaya itu perlu ditargetkan untuk anak-anak (Minna, 2001).

3. Patofisiologi

Kanker paru-paru berasal dari sel-sel epitel majemuk yang berpotensi

setelah terkena karsinogen akan menyebabkan peradangan kronis yang

mengarah ke genetik dan perubahan sitologi dan akhirnya untuk karsinoma.

Aktivasi protooncogen, inhibisi atau mutasi tumor gen supresor, dan

produksi dari faktor pertumbuhan autokrin berkontribusi pada proliferasi

seluler dan transformasi ganas. Perubahan molekular, seperti mutasi P53 dan

ekspresi berlebihan dari reseptor faktor pertumbuhan epidermal juga

mempengaruhi prognosis penyakit dan respon terhadap terapi.

Merokok merupakan faktor resiko dari 80% kasus kanker paru-paru.

(30)

misalnya asbes dan benena, faktor- faktor risiko genetik, dan sejarah penyakit

paru-paru lainnya misalnya tuberculosis dan fibrosis paru.

Jenis sel utama adalah SCLC (~ 15 % dari semua kanker paru-paru),

adenokarsinoma (~ 50%), karsinoma sel skuamosa (kurang dari 30%), dan

karsinoma sel besar (large cell carcinoma). Tiga jenis yang terakhir

dikelompokkan bersama-sama dan disebut sebagai NSCLC (DiPiro, 2009).

4. Tanda dan ge jala

Tanda dan gejala kanker paru-paru dapat dikelompokkan menjadi tiga

subdivisi yaitu pulmonary, extrapulmonary, dan sindrom paraneoplastik.

Membedakan antara kelas-kelas ini penting karena dapat membantu dalam

menentukan tingkat keparahan penyakit, panduan pilihan pengobatan, dan

mempengaruhi prognosis.

a. Gejala pulmonary

Merupakan gejala karena efek langsung dari tumor primer yang sering

muncul pertama dan yang paling umum. Gejala ini antara lain:

1) Batuk

2) Nyeri dada

3) SVC obstruksi

4) Sesak napas

5) Disfagia

6) Hemoptisis

(31)

b. Gejala extrapulmonary

Setelah tumor menginvasi jaringan di luar rongga pleura, itu dapat

menghasilkan beragam gejala, antara lain:

1) Nyeri tulang

2) Adrenal insufisiensi

3) Kebingungan

4) Perubahan kepribadian

5) Pembesaran kelenjar getah bening

6) Berat badan menurun

7) Kejang

8) Mual

9) Gejala focal neurologis

10)Horner’s syndrome

11)Kelelahan

12)Sakit kepala

13)Muntah

14)Nodul kulit bawah kulit

c. Sindrom paraneoplastik

Sindrom paraneoplastik merupakan gejala yang bukan merupakan hasil

dari efek langsung dari tumor ini disebut sindrom paraneoplastik. Gejala ini

mungkin disebabkan oleh bahan yang dikeluarkan oleh tumor atau sebagai

respons terhadap tumor dan sering terjadi di jaringan jauh dari lokasi

(32)

berbagai sistem, termasuk endokrin, neurologis, kerangka, ginjal,

metabolik, vaskular, dan sistem hematologi.

Gejala klinis terlihat tidak umum sampai kanker paru-paru tumor

menjadi besar dan / atau metastasis. Ini adalah kunci faktor dalam buruknya

prognosis yang terkait dengan kanker paru-paru. Pasien yang didiagnosis

klinis pada tahap awal lebih mungkin untuk merespon pengobatan daripada

mereka di tahap-tahap selanjutnya. Oleh karena itu, pada diagnosis kanker

paru-paru sangat penting dilakukan pemeriksaan sebelumnya dan

identifikasi tanda dan gejala awal. Teknik penyaringan belum cukup halus

untuk menunjukkan tingkat tinggi dari sensitivitas dan spesifisitas sehingga

mengidentifikasi pasien kanker paru-paru pada presentasi gejala adalah

yang paling penting (Chisholm- Burns, 2008).

5. Diagnosis

Prosedur diagnosis pada kanker paru-paru meliputi:

a. Foto rontgen dada secara posterior-anterior (PA) dan lateral

Pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker

paru-paru.penelitian dari Mayo Clinic USA, menhatakan bahwa 61% tumor

paru terdeteksi dalam pemeriksanaan rutin dengan foto rongent dada biasa

sedangkan pemeriksaan sitologi sputum hanya bisa mendeteksi 19%.

b. Pemeriksaan Computed Tomography dan Magnetic Resonance Imaging

Pemeriksaan CT Scan pada torak lebih sensitif daripada pemeriksaan

foto dada biasa karena bisa mendeteksi kelainan atau nodul dengan

(33)

mencapai 25-60%. Bila fasilitas ini memungkinkan, pemeriksaan CT Scan

bisa sebagai pemeriksaan skrining kedua setelah foto dada biasa.

Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) tidak rutin dikerjakan,

karena hanya terbatas untuk menilai kelainan tumor yang menginvasi ke

dalam vertebra, medula spinal, mediastum, di samping biayanya juga

mahal.

Pemeriksaan MRI torak tidak lebih superior dibandingkan CT Scan

torak.Saat ini sedang dikembangkan teknik imaging yang lebih akurat yakni

Positron Emission Tomography (PET) yang dapat membedakan tumor

jinak dan ganas berdasarkan perbedaan biokimia dalam metabolisme zat-zat

seperti glukosa, oksigen, protein, asam nukleat.

Tumor yang kurang dari 1 cm, agar sulit dideteksi karena ukuran kecil

tersebut kurang diresolusi oleh PET Scanner. Sensitivitas dan spesifitas

cara PET ini dilaporkan 83-93% sensitif dan 60-90% spesifik. Beberapa

positif palsu juga ditemukan pada lesi inflamasi dan infeksi seperti

aspergilosis dan tuberkulosis. Sungguhpun begitu dari beberapa penelitian

diketahui bahwa PET mempunyai nilai akurasi lebih baik daripada

pemeriksaan CT Scan.

c. Pemeriksaan Bone Scanning

Pemeriksaan ini diperlukan apabila diduga ada tanda-tanda metastasis

ke tulang. Insiden tumor Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC) ke tulang

(34)

d. Pemeriksaan Sitologi

Pemeriksaan sitologi sputum rutin dikerjakan terutama bila pasien ada

keluhan seperti batuk. Pemeriksaan sitologi tidak selalu menghasilkan hasil

positif karena tergantung pada letak tumor terhadap bronkus, jenis tumor,

teknik mengeluarkan sputum, jumlah sputum yang diperiksa (dia njurkan

pemeriksaan 3-5 berturut-turut), dan waktu pemeriksaan sputum (sputum

harus segar).

Pada kanker paru-paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum

yang baik dapat memberikan hasil positif sampai 67-85% pada karsinoma

sel skuamosa. Pemeriksaan sputum dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin

dan skrining untuk diagnosis dini kanker paru-paru.

e. Pemeriksaan Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas diagnosis kanker

paru-paru untuk mendapatkan spesimennya dapat dengan cara biopsi melalui

bronkoskopi (Amin, 2006).

6. Stadium

The American Joint Committee on Cancer telah menegakkan sebuah

dasar pengklasifikasian stadium dari kanker paru-paru ke dalam ukuran dan

luas tumor (T), adanya kelenjar getah bening (KGB) yang terlibat (N), dan ada

atau ketiadaan metastase (M). Faktor TNM ini untuk menunjukkan perbedaan

(35)

Tabel I. TNM (Tumor, Node, Metastase) International Staging System untuk kanker paru-paru (DiPiro, 2005).

Tabel II. Klasifikasi kanker paru-paru berdasarkan TNM (DiPiro, 2005).

Keterangan:

Tx : positif terdapat tumor ganas, tetapi tidak terlihat adanya lesi

Tis : carcinoma in situ T1 :tumor, diameter < 3 cm

T2 : tumor, diameter > 3 cm atau terdapat atelektasis pada distal hilus

T3 : tumor ukuran apapun meluas ke pleura, dinding dada, diafragma,

perikardium, < 2 cm dari carina, terdapat etelektasis total.

T4 : tumor ukuran apapun invasi ke mediastinum, janutng, great vessel, trakhea, esofagus, badan bagian tulang belakang, atau carina, atau terdapat efusi pleura malignant

No : tidak ada keterlibatan kelenjar getah bening (KGB) yang terlibat N1 : metastasis KGB bronkopulmoner atau ipsilateral hilus

N2 : metastasis KGB mediastinal atas sub carina

N3 : metastasis KGB mediastinal kontra lateral atau hilus atau KGB skaleneus atau supraklavikular

Mo : tidak ada metastasis jinak

M1 : metastasis jinak pada organ (otak, hati, dll)

7. Penatalaksanaan Terapi

Pengobatan kanker paru-paru memiliki tujuan kuratif, paliatif, dan

suportif. Pada tujuan kuratif, terapi kanker menyembuhkan atau

(36)

pasien. Sedangkan tujuan paliatif, terapi kanker mengurangi dampak kanker,

meningkatkan kualitas hidup. Pada terapi suportif, terapi kanker menunjang

pengobatan kuratif paliatif dan terminal seperti pemberian nutrisi, tranfusi

darah dan komponen darah, growth factors obat anti nyeri dan anti infeksi.

Hasil yang ingin dicapai adalah mengeradikasi sel kanker (Amin, 2006).

Terdapat beda fundamental perangai biologis Non Small Cell Lung

Cancer (NSCLC) dengan Small Cell Lung Cancer (SCLC) sehingga

pengobatannya harus dibedakan.

Staging TNM yang didasarkan pada ukuran tumor (T), kelenjar getah

bening yang terlibat (N), dan ada tidaknya metastase bermanfaat sekali dalam

penentuan tatalaksana NSCLC. Staging dimulai dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik yang teliti dengan perhatian khusus kepada keadaan

sistemik, kardio pulmonal, neurologi, dan skeletal.

Terapi bedah adalah pilihan pertama pada stadium I atau II. Survival

pasien yang dioperasi pada stadium I mendekati 60%, pada stadium II 26-37%

dari IIA 17-36,3%. Pada stadium IIIA masih ada kontroversi mengenai

keberhasilan operasi bila kelenjar mediastinum epsilateral atau dinding torak

terdapat metastase.

Pasien stadium IIIB dan IV tidak dioperasi. Combined modality therapy

yaitu gabungan radiasi, kemoterapi dengan operasi (dua atau tiga modalitas)

dilaporkan memperpanjang survival dari studi-studi yang masih berlangsung.

Pada beberapa kasus yang inoperable, radioterapi dilakukan sebagai

(37)

dengan komplikasi seperti mengurangi efek obstruksi/penekanan terhadap

pembuluh darah/bronkus.

Pasien dengan metastase sebatas N1-2 atau saat operasi terlihat tumor

sudah merambat sebatas sayatan operasi maka radiasi post operasi dianjurkan

untuk diberikan. Radiasi preoperasi untuk mengecilkan ukuran tumor pada

pancoast tumor atau stadium IIIB dilaporkan bermanfaat dari beberapa sentra

kanker.

Kemoterapi digunakan sebagai terapi baku untuk pasien mulai dari

stadium IIIA dan untuk pengobatan paliatif. Kemoterapi adjuvan diberikan

mulai dari stadium II dengan sasaran lokoregional tumor dapat direseksi

lengkap, cara pemberian diberikan setelah terapi lokal definitif dengan

pembedahan, radioterapi atau keduanya (Amin, 2006).

A. Kemoterapi

Salah satu pengobatan kanker paru yaitu dengan kemoterapi. Tujuan

kemoterapi adalah mengendalikan dan mengurangi jumlah sel kanker. Kemoterapi

dilakukan dengan obat sitostatika yang akan merusak DNA atau bertindak sebagai

inhibitor umum pada pembelahan sel. Kemoterapi dapat dilakukan secara tunggal

maupun kombinasi (Prayogo, 2003).

Pemberian obat kemoterapi tidak sama dengan pemberian obat lain.

Obat-obat kemoterapi merupakan toksik untuk semua sel sehingga selain membunuh

sel-sel kanker juga mengganggu sel normal. Mekanisme kerja obat kemoterapi

pada umumnya berdasarkan atas gangguan pada salah satu proses sel yang

(38)

maka semua antikanker bersifat mengganggu sel normal (sitotoksik), mekanisme

obat kemoterapi tersebut adalah:

1. Alkilator, mekanisme kerjanya dengan memindahkan gugus alkil ke

bagian-bagian sel tumor. Alkilasi DNA diduga merupakan interaksi utama yang dapat

membunuh sel tumor.

2. Antimetabolit, anti purin dan anti pirimidin mengambil tempat dari purin dan

pirimidin dalam pembentukan nukleosida, sehingga mengganggu berbagai

reaksi penting dalam tubuh. Metabolisme purin dan pirimidin lebih tinggi pada

sel kanker daripada sel normal sehingga penghambatan sintesis DNA sel

kanker oleh obat ini lebih kuat dibanding terhadap sel normal. Contoh dari

obat golongan ini adalah metotreksat, antagonis purin (6-thiopurin, fludarabin,

fosfat, kladribin), antagonis pirimidin (fluororasiol, sitarabin, azatidin).

3. Antibiotik antikanker, golongan obat ini terikat rantai DNA terputus dan

mengganggu replikasi sel. Contoh dari golongan obat ini adalah antrasiklin,

daktinomisin, plikamisin, mitomisin, dan bleomisin.

4. Alkaloid tanaman, contoh dari obat ini adalah vinblastin dan vinkristin.

Mekanisme kerja vinblastin meliputi depolimerisasi mikrotubulus yang

merupakan bagian penting untuk rangka sel dan spindle mitotic. Mekanisme

kerja vinkristin identik dengan vinblastin. Vinkiristin dikatakan juga

merupakan racun spindel yang menyebabkan terhentinya siklus mitotik.

5. Obat hormon, golongan obat ini diresepkan untuk mengubah pertumbuhan

neoplasma ganas atau untuk mengelola atau mengatasi efek psikologinya

(39)

B. Mual – muntah 1. Definisi

Mual adalah sensasi tidak enak yang biasanya terjadi sebelum keinginan

untuk muntah. Sedangkan muntah sendiri adalah pengeluaran isi lambung

dengan kuat lewat mulut. Muntah terjadi apabila pusat muntah di susunan

saraf pusat terstimulasi (Anonim, 2009a). Muntah dikendalikan oleh pusat

muntah pada dasar ventrikel otak keempat. Pusat ini terletak dekat dengan

pusat vasomotor, pernafasan dan salvasi. Pusat muntah menerima impuls dari

chemoreceptor trigger zone (CTZ), hipotalamus, korteks serebri dan area

vestibular. Peranan dari pusat muntah adalah untuk mengkoordinir semua

komponen kompleks yang terlibat dalam proses muntah. Stimulus psikologis,

neurologis, refleks, endokrin, dan kimiawi dapat menyebabkan muntah

(Walsh, 1997).

2. Mekanisme mual-muntah

Muntah adalah hasil stimulasi dari jalur refleks yang dikontrol oleh otak.

Muntah dipicu oleh impuls afferent ke pusat muntah (yang berada di medula)

dari chemoreceptor trigger zone, faring dan saluran gastrointestinal, dan

korteks serebral. Muntah ditemukan ketika impuls dikirim dari pusat muntah

ke pusat salivasi, otot abdominal, pusat pernafasan, dan saraf c ranial (Anonim,

(40)

Gambar 2. Mekanisme mual- muntah (Anonim, 2007)

Terjadinya muntah didahului oleh salvasi dan inspirasi dalam. Sfingter

esofagus akan relaksasi, laring dan palatum mole terangkat, dan glotis

menutup. Selanjutnya diafragma akan berkontraksi dan menurun, dan dinding

perut juga berkontraksi mengakibatkan suatu tekanan pada lambung, sehingga

isinya dimuntahkan. Sensasi mual biasanya disertai dengan motilitas lambung

dan peningkatan kontraksi duodenum. Mual biasanya disusul muntah, namun

keduanya tidak selalu harus terjadi bersama-sama. Mual kronik dapat terjasi

tanpa adanya muntah; pada kasus muntah sentral, muntah terjadi tanpa

didahului oleh mual (Walsh, 1997).

Chemoreceptor trigger zone, pusat muntah, dan saluran gastrointestinal

memiliki banyak reseptor neurotransmiter. Aktivasi dari reseptor ini oleh obat

(41)

diinduksi karena kemoterapi. Neuroreseptor pokok yang terlibat dalam respon

mual- muntah adalah serotonin (5-hydroxytryptamine [5-HT3]) dan dopamin.

Neuroresptor lainnya yaitu acetylcholine, kortikosteroid, histamin, cannaboid,

opiat, dan neurokinin-1 (NK-1) yang lokasinya di pusat muntah dan pusat

vestibular di otak (Anonim, 2009a).

3. Tipe mual-muntah

Menurut NCCN 2009, mual- muntah sebagai efek samping dari

kemoterapi diklasifikasikan menjadi empat tipe yaitu:

a. Akut : mual- muntah terjadi dalam hitungan menit hingga beberapa jam

pertama setelah kemoterapi berlangsung hingga 24 jam. Umumnya puncak

dari tipe akut ini adalah setelah 6-8 jam. Tipe ini dipengaruhi oleh umur

pasien, jenis kelamin, lingkungan dilaksanakannya kemoterapi, sejarah

penggunaan alkohol kronis, potensi mengala mi mual- muntah, dosis

penyebab emesis yang diberikan serta keefektifan regimen antiemetik yang

diberikan.

b. Delayed : terjadi lebih dari 24 jam setelah kemoterapi diberikan, tipe ini

berkaitan dengan pemberian obat kemoterapi seperti cisplatin, carboplatin,

cyclophosphamide dan atau doxorubicin. Untuk cysplatin, mual- muntah

dapat terjadi intensitas maksimal pada 48 sampai 72 jam setelah kemoterapi

dan dapat tejadi selama 6-7 hari.

c. Anticipatory : terjadi sebelum pasien menerima kemoterapi selanjutnya, hal

ini akibat rasa trauma dari pasien karena penanganan mual- muntah akibat

(42)

d. Breakthrough : mual- muntah masih terjadi di samping terapi pencegahan

yang diberikan sehingga memerlukan terapi profilaksis sebagai terapi

tambahan.

e. Refractory : mual- muntah terjadi setelah salah satu atau beberapa kali

kemoterapi karena pemberian terapi antiemetik dalam terapi sebelumnya

gagal (Anonim, 2009a).

4. Penatalaksanaan mual-muntah

a. Tujuan

Terapi mual- muntah digunakan untuk mencegah atau mengurangi kejadian

mual- muntah selama atau sesudah proses kemoterapi. Selain itu terapi

mual- muntah juga bertujuan mengurangi muntah pada awal kemoterapi

sehingga dapat memberikan rasa nyaman pada pasien dan meningkatkan

keefektifan kemoterapi.

b. Sasaran

Pencegahan terbaik untuk mual- muntah adalah dengan mengendalikan

langsung dipusatnya. Pusat muntah beradapada dasar ventrikel otak, pusat

muntah tersebut akan menerima rangsang dari chemoreceptor trigge zone

(CTZ) yang nantinya akan menyebabkan muntah. Antiemetik merupakan

obat yang diindikasikan untuk mencegah mual- muntah. Antiemetik

mengontrol mual- muntah yang bekerja dengan memblok sinyal pada otak

(43)

c. Strategi Farmakologi

Strategi farmakologi untuk mengatasi mual- muntah adalah dengan

memberikan obat antiemetik. Terdapat berbagai pilihan antiemetik dengan

dosis dan rute pemberian yang berbeda-beda. Faktor yang mendasari

pemilihan antiemetik meliputi penyebab terjadinya mual- muntah;

frekuensi, durasi, serta keparahan mual- muntah yang terjadi; kemampuan

pasien untuk menerima obat oral, rectal, injeksi, atau transdermal; serta

kualitas kerja dari antiemetik yang diberikan (DiPiro, 2005). Antiemetik

paling baik diberikan sebelum pasien menerima kemoterapi. Pemberian

antiemetik dapat dikombinasikan dua atau lebih obat (Anonim, 2006b).

Penatalaksanaan mual- muntah berdasarkan NCCN 2009 dan NCI 2006

sebagai berikut:

1) Mual- muntah kelas IV (tinggi)

a). Hari 1 : aprepitan 125 mg p.o, hari 2-3 80 mg p.o, dan

b). Hari 1 : dexamethasone 12 mg p.o atau i.v, hari 2-4, 80 mg p.o atau

i.v, dan antagonis 5HT3.

c). Lorazepam ± 0,5 – 2 p.o atau i.v atau sublingual setiap 4-6 jam pada

hari 1 – 4.

Tabel III. Terapi antagonis 5-HT3 untuk mual- muntah kelas IV (salah satu)

Obat Dosis

Ondansetron 16-24 mg p.o atau 8-12 mg i.v

Granisetron 8 mg p.o atau 1 mg p.o bid atau

0,01 mg/kg (maks. 1 mg i.v)

Dolasetron 100 mg p.o atau 2,8 mg/kg i.v atau

100 mg i.v

(44)

2) Mual- muntah kelas III (sedang)

Tabel IV. Terapi untuk mual- muntah kelas III (sedang)

Hari 1 Hari 2-4

Aprepitan 125 mg p.o (untuk pasien tertentu)

Aprepitan 80 mg p.o untuk hari 2-3, apabila digunakan pada hari 1 ± dexamethasone 8 mg/i.v atau

Dexametasone 12 mg p.o atau i.v dan

Dexametasone 8 mg p.o/i.v atau 4 mg p.o/i.v bid atau

Antagonis 5-HT3

Palonosetron 0,25 mg i.v

Ondanosetron 16-24 mg p.o tau 8-12 mg i.v (maks. 32 mg)

Granisetron 1-2 mg p.o atau 1 mg p.o bid atau 0,01 mg/kg (maks. 1 mg) i.v

Dolasetron 100 mg p.o atau 1,8 mg/kg i.v atau 100 mg i.v dan

Antagonis 5-HT3

Ondanosetron 8 mg p.o id atau 16 mg p.o atau 8 mg i.v (maks. 32 mg) Granisetron 1-2 mg p.o atau 1 mg p.o bid atau 0,01 mg/kg (maks. 1 mg) i.v

Dolasetron 100 mg p.o atau 1,8 mg/kg i.v atau

± Lorazepam 0,5-2 mg p.o atau i.v atau sublingual setiap 4-6 jam

± Lorazepam 0,5-2 mg p.o atau i.v atau sublingual setiap 4-6 jam 100 mg i.v

3) Mual- muntah kelas II (rendah)

Diberikan sebelum kemoterapi dan diberikan sesuai jadwal kemoterapi.

a) Dexamethasone 12 mg p.o atau i.v

b)Proklorperazin 10 mg p.o atau i.v setiap 4-6 jam.

c) Metochlopramide 20-40 mg p.o setiap 4-6 jam 12 mg/kg i.v dengan

atau tanpa diphenhydramine.

(45)

4) Mual- muntah kelas I (minimal)

Tidak diberikan antiemetik profilaksis, namun apabila terjadi mual/

muntah maka sebagai akan digunakan terapi sama seperti terapi untuk

emesis kelas rendah.

Pencegahan mual- muntah juga perlu dilakukan disamping terapi yang telah

disebut di atas.

1) Pencegahan mual- muntah tipe akut

Terapi antiemetik diberikan sebelum kemoterapi kemudian diulang

dalam waktu 24 jam. Untuk mual- muntah kelas tinggi, sedang, rendah,

dan minimal seperti tertulis diatas.

Antiemetik profilaksis diberikan sebelum kemoterapi sesuai dengan

kelas obat antineoplastik penyebab mual- muntah (tinggi, sedang, rendah,

dan minimal). Antiemetik profilaksis diberikan sebelum kemoterapi.

Rekomendasi untuk antiemetik primer meliputi dosis obat.

Mual- muntah kelas IV (tinggi) akibat kelas obat alteramin, carmustine >

250 mg/m2, cisplatin 50 mg/m2 atau lebih, cyclophosphamide 1500

mg/m2, dacarbazine, mechlorethamine, prokarbazin (oral), streptozocin

atau kombinasi doxorubicin/epirubicin dengan cyclophosphamide.

Antiemetik untuk mual kelas tinggi meliputi dexamethasone dan

antagonis 5-HT3 dengan atau tanpa lorazepam.

Mual- muntah kelas III (sedang) pada hari pertama diberikan

dexamethasone dan antagonis 5-HT3 dengan atau tanpa lorazepam,

(46)

antrasiklin dan cyclophosphamide, serta untuk pasien yang menerima

carboplatin, cisplatin, doxorubicin, epirubicin, ifosfamide, irinotecan,

atau methotrexate.

Mual- muntah kelas II (ringan) diberikan regimen non 5-HT3 antagonis

seperti dexamethasone, prochlorperazine, atau metochlopamide dengan

atau tanpa lorazepam. Regimen untuk pasien berpotensi tinggi

mengalami mual- muntah diberikan aprepitan 125 mg hari 1 dan 80 mg

pada hari 2 dan 3 p.o.

2) Pencegahan mual- muntah tipe delayed

Pilihan terapi terbaik untuk mual- muntah tipe delayed adalah dengan

terapi pencegahan. Untuk mual- muntah kelas IV (tinggi), terapi utama

yaitu dengan melanjutkan terapi profilaksis sebelumnya hingga 2-3 hari

setelah kemoterapi. Mual- muntah tipe delayed untuk akibat obat

antineoplastik kelas sedang, pencegahannya tergantung pada antiemetik

yang digunakan sebelum kemoterapi, misalnya ondansetron hanya

digunakan pada hari pertama, diberikan dengan atau tanpa deksametason

atau lorazepam.

3) Pencegahan mual- muntah tipe breakthrough

a). Tidak mual- muntah : terapi dilakukan sesuai dengan regimen

(47)

Tabel V. Terapi antiemetik untuk mual- muntah tipe breakthrough

Obat Dosis dan aturan pakai

Prochlorperazine 25 mg supp setiap 12 jam atau 10

mg p.o/i.v setiap 4-6 jam atau 15 mg spansul p.o setiap 8-12 jam

Metochlopramide 20-40 mg p.o setiap 4-6 jam atau

1-2 mg/kg i.v setiap 3-4 jam ± diphenhydramine 20-50 mg p.o/i.v setiap 4-6 jam

Lorazepam 0,5-2 mg p.o setiap 4-6 jam

Ondansetron 16 mg p.o atau 8 mg i.v

Granisetron 1-2 mg p.o atau 1 mg p.o bid atau

0,01 mg/kg (maks. 1 mg) i.v

Dolasetron 100 mg p.o atau 1,8 mg/kg i.v

setiap 4-6 jam

Haloperidol 1-2 mg p.o setiap 4-6 jam atau 1-3

mg i.v setiap 4-6 jam

Dronabriol 5-10 mg p.o setiap 3-6 jam

Nabilon 1-2 mg p.o bid

Dexametasone 12 mg p.o/i.v (hanya bila perlu)

Olanzapine 2,5-5 mg p.o bid

Prometazin 12,5-25 mg p.o/i.v setiap 4 jam

Apabila mual- muntah bisa teratasi, lanjutkan terapi untuk breakthrough

emesis. Apabila mual- muntah tidak teratasi maka lanjutkan terapi

antiemetik dengan level yang lebih tinggi.

4) Pencegahan mual- muntah tipe anticipatory

Terapi pencegahan bisa menggunakan antiemetik secara optimal setiap

kali sebelum kemoterapi. Terapi behavioral dengan relaksasi, hypnosis,

terapi musik, akupuntur/akupresur. Pemberian antiemetik dengan

alprazolam 0,5-2 mg p.o malam hari sebelum terapi diberikan serta

lorazepam pada malam sebelum dan pada pagi saat kemoterapi

(48)

d. Strategi non-farmakologis

Terapi non- farmakologis yang diberikan untuk mual- muntah dengan

pengaturan makanan, tindakan serta secara psikologis. Terapi tersebut

antara lain :

1) Minum cairan sepanjang hari seperti air dan jus, penting untuk

mengganti cairan yang hilang untuk menghindari dehidrasi.

2) Makan makanan dalam jumlah kecil sepanjang hari.

3) Hindari santapan berat, berlemak tinggi, dan berminyak tepat sebelum

kemoterapi.

4) Jangan rebah datar selama paling sedikit 2 jam setelah makan, istirahat

dengan duduk atau bersandar dengan kepala diangkat.

5) Jika muntah, berhentilah makan, apabila muntah sudah berhenti,

mulailah lagi makan dengan perlahan- lahan.

6) Hindari kafein (kopi, teh) dan merokok (Sati, 2007).

C. Drug Related Problems (DRPs)

Proses evaluasi dalam penelitian ini difokuskan pada permasalahan dalam

farmasi klinis yang terutama muncul karena pemakaian obat. Drug Related

Problems (DRPs) merupakan masalah- masalah yang timbul akibat

pengobatan/terapi yang dialami oleh pasien. DRPs tersebut meliputi tidak perlu

obat, perlu tambahan obat, obat tidak efektif, dosis obat terlalu rendah, adverse

drug reaction, dosis obat terlalu tinggi, ketidakpatuhan pasien. Menurut Cipolle

(49)

1. Tidak perlu terapi obat, meliputi tidak adanya indikasi yang memerlukan

terapi obat, pemakaian lebih dari satu macam obat dalam kondisi yang

sebenarnya cukup dengan satu macam obat saja, kondisi yang lebih baik

dirawat tanpa terapi obat, serta menggunakan obat untuk mencegah adverse

reaction yang sebenarnya dapat dihindari

2. Butuh tambahan terapi obat, meliputi kondisi baru membutuhkan obat, kondisi

adanya resiko yang memerlukan terapi obat untuk mencegahnya, kondisi yang

membutuhkan terapi obat kombinasi.

3. Obat tidak tepat, meliputi kondisi yang menyebabkan obat menjadi tidak

efektif, mengalami refractory terhadap obat, bentuk sediaan obat tidak tepat

untuk kondisi saat itu, obat yang digunakan bukan yang paling efektif.

4. Dosis terlalu rendah, meliputi dosis obat yang diberikan terlalu rendah untuk

memberikan efek, interval dosis jarang menghasilkan respon yang diinginkan,

durasi pemberian obat terlalu singkat untuk memberikan respon yang

diinginkan.

5. Adverse drug reactions (ADR), meliputi reksi yang tidak diinginkan, adanya

interaksi oat yang kemudian menyebabkan reaksi obat yang tidak diinginkan,

obat yang dipejankan terlalu cepat, ada reaksi alergi terhadap obat.

6. Dosis terlalu tinggi, meliputi dosis terlalu tinggi untuk pasien, frekuensi

pemberian terlalu sering, durasi pemberian obat terlalu lama, adanya interaksi

obat yang menghasilkan reaksi toksik, serta dosis obat terlalu cepat dinaikkan.

7. Ketidakpatuhan pasien, meliputi pasien kurang memahami petunjuk, pasien

(50)

produk obat terlalu mahal untuk pasien, pasien tidak dapat

mengkonsumsi/menelan/menggunakan obat sendiri, produk obat tidak tersedia

untuk pasien (Cipolle, 2004).

D. Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran evaluasi Drug

Related Problems (DRPs) pada penatalaksanaan kasus mual- muntah kemoterapi

(51)

31

Penelitian mengenai evaluasi penatalaksanaan mual- muntah pada kemoterapi

pasien kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada tahun 2008

merupakan jenis penelitian non eksperimental denga n mengikuti rancangan deskriptif

yang bersifat retrospektif. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental

karena tidak ada perlakuan terhadap subjek uji. Rancangan penelitian ini bersifat

deskriptif karena penelitian ini bertujuan melakukan eksplorasi secara deskriptif

terhadap fenomena yang terjadi (Pratiknya, 2001). Di dalam penelitian ini dilakukan

pula evaluasi yaitu untuk melihat apakah timbul gejala mual- muntah selama

kemoterapi dan bagaimana penatalaksanaannya kemudian mengidentifikasikannya ke

dalam Drug Related Problems (DRPs), penelitian ini bersifat retrospektif karena data

yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan melakukan penelusuran terhadap

dokumen terdahulu, yaitu data rekam medik pasien kanker paru-paru tahun 2008.

B. Definisi Operasional

1. Evaluasi adalah melihat, menganalisis penatalaksanaan kasus mual- muntah pada

kemoterapi kanker paru-paru apakah sudah sesuai dengan prosedur standar yang

ada, dan mengidentifikasikan DRPs yang timbul menggunakan standar

Pharmaceutical Care Practice 2004, National Comprehensive Cancer Network

(NCCN) Clinical Practice Guideline in Oncology Antiemesis 2009, serta Standar

(52)

2. Drug Related Problems (DRPs) pada penelitian ini berupa masalah yang timbul

dari penatalaksanaan kasus mual- muntah selama kemoterapi meliputi tidak perlu

terapi obat, butuh tambahan terapi obat, obat tidak tepat, dosis terlalu rendah,

adverse drug reaction, dosis terlalu tinggi.

3. Pasien adalah semua pasien yang terdiagnosis menderita kanker paru-paru dan

menjalani kemoterapi menurut rekam medis.

4. Kasus adalah semua kasus pasien kanker paru yang menjalani kemoterapi dan

mengalami mual- muntah selama kemoterapi.

5. Mual adalah perasaan tidak enak atau sakit pada perut akibat adanya rangsangan

pada pusat muntah yang merupakan salah satu efek samping dari kemoterapi.

6. Muntah adalah salah satu efek samping kemoterapi berupa pengosongan perut

secara paksa melalui mulut akibat adanya rangsangan pada pusat muntah di otak

yang merupakan salah satu efek samping kemoterapi.

7. Golongan obat meliputi kelompok obat-obatan prekemoterapi, kemoterapi, pasca

kemoterapi dan antimual- muntah yang diberikan kepada pasien.

8. Jenis obat adalah nama generik atau kandungan zat aktif kecuali golongan obat

lain- lain yang disebutkan dalam merk dagangnya karena merupakan kombinasi

dari beberapa jenis obat dan vitamin yang diberikan kepada pasien.

9. Profil pasien adalah sekumpulan keterangan yang berkaitan dengan pasien kanker

(53)

10.Profil pengobatan adalah sekumpulan keterangan yang berkaitan dengan

pengobatan pasien kanker paru-paru yang meliputi golongan obat, jenis obat, dan

kelas terapi.

11.Dampak terapi adalah dampak yang timbul akibat penanganan mual- muntah

sebagai akibat kemoterapi.

C. Subyek Penelitian

Subyek yang digunakan dalam penelitian ini yaitu seluruh kasus

mual-muntah pada kemoterapi kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada

tahun 2008. Dari keseluruhan kasus kemoterapi kanker paru-paru yaitu 83 kasus

hanya digunakan 27 kasus yang memenuhi kriteria inklusi. Subyek yang digunakan

untuk evaluasi DRP adalah kasus pasien yang mengalami mual- muntah yaitu

sebanyak 27 kasus tersebut.

Gambar 3. Skema inklusi subyek penelitian

D. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medis pasien

kanker paru-paru yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun

2008. Pengumpulan data dilakukan dengan menelusuri dan mengevaluasi lembar

rekam medis tersebut.

208 kasus kanker paru-paru

83 kasus kemoterapi kanker paru-paru

27 kasus mual-muntah akibat

(54)

E. Lokasi Penelitian

Penelitian mengenai penatalaksanaan kasus mual- muntah pada kemoterapi

pada kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 ini dilakukan di

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Jalan Kesehatan 01 Sekip Yogyakarta 587333.

F. Waktu Penelitian

Penelitian mengenai penatalaksanaan kasus mual- muntah pada kemoterapi

kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada tahun 2008 ini dilakukan

pada bulan September – Desember 2009.

F. Tata Cara Penelitian

Penelitian mengenai penatalaksanaan kasus mual- muntah pada kemoterapi

kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 dilakukan dalam tiga

tahap yaitu tahap penelusuran pustaka, tahap pengambilan data dan tahap pengolahan

data.

1. Tahap penelusuran pustaka

Pada tahap penelusuran pustaka ini dilakukan pencarian landasan teori yang

mendukung permasalahan yang akan diteliti, sehingga diperoleh gambaran acuan

yang jelas mengenai permasalahan tersebut.

2. Tahap pengambilan data

a. Penelusuran data

Tahap penelusuran data ini dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

bagian rekam medis. Proses pengambilan data ini dimulai dengan melakukan

(55)

yang menjalani kemoterapi. Pada tahap ini diperoleh 34 pasien menjalani

kemoterapi dengan total kasus kemoterapi sebanyak 83 kasus. Dari 83 kasus

tersebut didapat 27 kasus pasien mengalami mual- muntah.

b. Pengambilan data

Tahap pengambilan data ini dilakukan untuk semua pasien kanker paru-paru

yang menjalani kemoterapi.

c. Pencatatan data

Tahap pencatatan data dilakukan untuk mempermudah tahap pengolahan data,

yaitu dengan mencatat nomor rekam medis, umur pasien, tanggal masuk, dan

keluar rumah sakit, diagnosis utama, riwayat penyakit, riwayat pengobatan

yang meliputi jenis obat, jumlah obat, dosis dan cara pemakaian obat serta

data laboratorium, serta keadaan pasien selama menjalani kemoterapi hingga

pasien keluar dari rumah sakit.

3. Tahap pengolahan data

Pada tahap ini dilakukan evaluasi dari data yang telah diperoleh secara deskriptif

retrospektif. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan gambar beserta

penjelasannya demikian pula untuk data analisis Drug Related Problems (DRPs).

Analisis untuk data Drug Related Problems ini lebih menitikberatkan pada setiap

kasus yang muncul dari penatalaksanaan mual- muntah yang terjadi pada pasien

kanker paru-paru dalam setiap kali kemoterapi. Data yang diperoleh kemudian

(56)

G. Analisis Hasil

Analisis hasil dalam penelitian dilakukan secara deskriptif dan disajikan

dalam bentuk tabel atau gambar.

1. Umur pasien kanker paru-paru dikelompokkan dalam beberapa interval. Data

yang diambil adalah semua pasien yang menjalani kemoterapi, lalu data tersebut

diambil untuk dibahas lebih lanjut mengenai penatalaksanaan mual- muntah pada

kemoterapi. Pada penelitian ini, umur dikelompokan menjadi 5 interval yaitu 30 -

<40 tahun , 40 - <50 tahun, 50 - <60 tahun, 60 - <70 tahun, 70 - <80 tahun.

2. Stadium kanker paru-paru meliputi I, II, IIIA, IIIB, IV. Presentase stadium kanker

paru-paru dihitung dengan cara menghitung kasus pasien setiap stadiumnya

kemudian dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus pada penelitian kemudian

dikalikan 100%.

3. Jenis obat yang digunakan disajikan menurut tiap golongan obat dan dihitung

berdasarkan jumlah jenis obat yang digunakan dibagi jumlah seluruh kasus pada

penelitian kemudian dikalikan 100%.

4. Kelas terapi obat yang digunakan mengikuti kelas terapi obat menurut MIMS

Petunjuk dan Konsultasi 2007/2008 dan 2008/2009. Persentase kelas terapi obat

yang digunakan kemudian dibagi jumlah keseluruhan kasus pada penelitian

kemudian dikalikan 100%.

5. Analisis Drug Related Problems dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat

penatalaksanaan setiap kasus mual- muntah pada kemoterapi kanker paru-paru

(57)

Practice 2004, National Comprehensive Cancer Network (NCCN) Clinical

Practice Guideline in Oncology Antiemesis 2009, serta Standar Pelayanan Medis

(58)

38 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Pasien Kanker Paru-paru

1. Persentase pasien kanker paru-paru be rdasarkan kelompok umur

Pemberian dosis obat kemoterapi pada pasien kanker paru-paru

didasarkan pada perhitungan luas permukaan tubuh. Namun pengelompokan

berdasarkan umur juga perlu dilakukan sebagai dasar penentuan terapi

penyakit penyertanya. Umur pasien ini digunakan untuk menentukan cara

pemberian obat yang akan diberikan. Penentuan cara pemberian obat

bertujuan untuk menciptakan kenyamanan pasien dalam menerima obat di

samping menerima program kemoterapi.

Gambar 4. Persentase interval umur pasien kanker paru-paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008

Berdasarkan grafik, persentase terbesar pasien kanker paru-paru pada

penelitian ini terletak pada interval 50 - <60 tahun yaitu sebesar 33%. Menurut

(59)

paru-paru adalah berumur di atas 65 tahun. Namun dalam penelitian ini, banyak

orang berumur di bawah 65 tahun yang sudah terdiagnosis kanker paru-paru.

Hal itu dimungkinkan kurangnya kesadaran akan menjaga kesehatan.

1. Persentase pasien kanker paru-paru be rdasarkan stadium

Penentuan stadium sangat penting kaitannya dengan pene ntuan jenis

terapi kanker yang akan dilakukan. Stadium kanker paru-paru ditentukan

melalui pemeriksaan riwayat medis lengkap, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium, rongent dada secara posterior-anterior (PA) dan lateral. Pada

jenis kemoterapi, stadium juga berpengaruh pada jenis obat yang akan

diberikan.

Gambar 5. Persentase stadium pasien kanker paru-paru di RSUP Dr. SardjitoYogyakarta tahun 2008

Dari gambar dapat dilihat bahwa pada umumnya pasien kanker

paru-paru datang ke RSUP Dr. Sardjito pada stadium yang sudah lanjut. Kanker

paru-paru stadium III memiliki persentase sebesar 26%, stadium II 15%, dan

Gambar

Gambar 1. Kanker Paru-paru (Joshi, 2008).
Tabel I. TNM (Tumor, Node, Metastase) International Staging System untuk kanker paru-paru (DiPiro, 2005)
Gambar 2. Mekanisme mual-muntah (Anonim, 2007)
Tabel III. Terapi antagonis 5-HT3 untuk mual-muntah kelas IV (salah satu)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ada perbedaan skor mual dan muantah setelah pemberian kemoterapi dan antiemetik pada hari kedua dan hari kelima, yang dinilai dengan skala emesis-indeks hidup fungsional (

Pengaruh Aromaterapi Lemon dan Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Intensitas Mual Muntah Setelah Kemoterapi pada Pasien Kanker Payudara di Rumah Sakit

Tahap ini dimulai dengan melihat pola penyakit kanker paru-paru di RSUP Dr.Sardjito yang diperoleh dari instalasi catatan medik. Laporan tersaji dalam bentuk catatan

untuk mengetahui “kejadian masalah berkenaan obat” ( Drug Related Problems atau DRPs ) yang timbul, terkait dengan penggunaan antibiotika pada pasien kanker

Skala FLIE adalah suatu instrumen yang bersifat self-assesment yang dapat digunakan untuk menilai pengaruh mual dan muntah akibat.. kemoterapi terhadap aktifitas sehari-hari

Agen kemoterapi, metabolitnya, atau komponen emetik lain menyebabkan proses muntah melalui salah satu atau lebih dari reseptor tersebut (Dipiro dan Taylor , 2005). Mual dan

Dari beberapa kasus diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkatan stadium pasien, mual dan muntah yang terjadi dengan pemberian regimen emetogenik tingkat tinggi dalam kasus

1 PENGARUH TERAPI MUSIK RELAKSASI MEDITASI DAN BACK MASSAGE TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS MUAL MUNTAH PADA PASIEN KANKER PAYUDARA YANG SEDANG MENJALANI KEMOTERAPI DI SMC RS