• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis : Rangkuman Kebutuhan Investasi AGRO INOVASI I. PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis : Rangkuman Kebutuhan Investasi AGRO INOVASI I. PENDAHULUAN"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

Program Revitalisasi Pertanian yang dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal Juni 2005 dilatarbelakangi oleh fakta empiris bahwa sektor pertanian, perikanan dan perkebunan masih tetap berperan vital dalam mewujudkan tujuan nasional untuk

memajukan kesejahteraan umum, namun vitalitas kinerjanya kini

cenderung mengalami degradasi sehingga perlu segera direvitalisasi secara sungguh-sungguh. Revitalisasi pertanian merupakan pernyataan politik pemerintah untuk menjadikan sektor pertanian sebagai prioritas pembangunan nasional.

Agenda pokok Revitalisasi Pertanian ialah membalik tren penurunan dan mengakselerasi peningkatan produksi dan nilai tambah usaha pertanian. Faktor kunci untuk itu ialah peningkatan dan perluasan kapasitas produksi melalui renovasi, penumbuhkembangan dan restrukturisasi agribisnis, kelembagaan maupun infrastruktur penunjang. Peningkatan dan perluasan kapasitas produksi diwujudkan melalui investasi bisnis maupun investasi infrastruktur. Pada intinya, investasi adalah modal yang digunakan untuk meningkatkan atau memfasilitasi peningkatan kapasitas produksi.

Pemerintah bukanlah pelaku usaha. Usaha ekonomi sebesar-besarnya dilaksanakan oleh swasta, baik perorangan (masyarakat) maupun perusahaan. Oleh karena itu, investasi usaha sepenuhnya dilakukan oleh swasta. Peran pemerintah terutama adalah dalam pembangunan infrastruktur publik, insentif dan regulasi yang esen-sial untuk pertumbuh-kembangan perusahaan swasta. Investasi in-frastruktur yang dilaksanakan pemerintah merupakan komplementer dan fasilitator bagi investasi usaha yang dilaksanakan pengusaha.

Tujuan swasta melakukan investasi ialah untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. Informasi mengenai peluang bidang usaha dan lokasi yang prospektif untuk meraih laba amatlah esensial bagi investor swasta. Termasuk dalam hal ini adalah arah kebijakan peme-rintah yang akan menentukan ketersediaan fasilitasi pendukung, utamanya infrastruktur publik dan insentif berusaha.

(2)

Sehubungan dengan itu, sebagai salah satu agenda operasio-nalisasi Revitalisasi Pertanian, Departemen Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian mengambil tindakan proaktif menerbitkan buku tentang arah kebijakan dan prospek investasi untuk 7 komoditas pertanian, usaha jasa alat dan mesin pertanian, serta potensi pengembangan lahan pertanian yang dipandang diperlukan oleh swasta dalam merencanakan investasinya. Buku ini merupakan ringkasan dari 20 buku tersebut. Investor yang berminat memperoleh informasi lebih rinci tentang komoditas tertentu dapat membaca buku tentang komoditas tersebut.

(3)

II. VISI, ARAH DAN PETA JALAN PEMBANGUNAN

PERTANIAN

Visi pembangunan pertanian jangka panjang dirumuskan sebagai berikut: “Terwujudnya sistem pertanian industrial berdaya saing, berkeadilan dan berkelanjutan guna menjamin ketahanan

pangan dan kesejahteraan masyarakat pertanian”.

Tujuan akhir pembangunan pertanian adalah mewujudkan masyarakat pertanian sejahtera. Oleh karena itu, pembangunan jang-ka panjang sektor pertanian diorientasijang-kan pada peningjang-katan kualitas hidup masyarakat pertanian dengan sasaran sebagai berikut:

). Terwujudnya sistem pertanian industrial yang berdayasaing Sistem pertanian industrial dicirikan oleh usaha pertanian

ber-nilai tambah tinggi dan terintegrasi dalam satu rantai pasok (supply

chain) berdasarkan relasi kemitraan sinergis dan adil dengan ber-tumpu pada sumberdaya nasional, kearifan lokal serta ilmu pengeta-huan dan teknologi berwawasan lingkungan. Sistem pertanian indus-trial adalah sosok pertanian ideal yang merupakan keharusan agar usaha pertanian dapat bertahan hidup dan tumbuh berkembang se-cara berkelanjutan dalam tatanan lingkungan persaingan global yang makin ketat.

2). Mantapnya ketahanan pangan secara mandiri

Mantapnya ketahanan pangan secara mandiri berarti terpe-nuhinya pasokan pangan dan terjaminnya akses pangan sesuai kebu-tuhan bagi seluruh masyarakat dengan mengandalkan produksi dalam negeri dan kemampuan daya beli masyarakat. Upaya pemantapan ke-tahanan pangan tidak boleh merugikan, malah harus didasarkan se-bagai bagian integral dari upaya peningkatan kesejahteraan petani. ). Terciptanya kesempatan kerja penuh bagi masyarakat pertanian

Dalam jangka panjang diharapkan seluruh angkatan kerja per-tanian mendapatkan pekerjaan penuh sehingga pengangguran ter-buka maupun terselubung tidak lagi terjadi secara permanen. Faktor

(4)

kunci untuk itu ialah meningkatnya kesempatan kerja di pedesaan dan berkembangnya tekanan penyerapan tenaga kerja di pertanian. ). Terhapusnya masyarakat pertanian dari kemiskinan dan

tercapai-nya pendapatan petani US$ 2500/kapita/tahun.

Berkurangnya jumlah masyarakat tani miskin dan meningkatnya pendapatan petani merupakan prasyarat terwujudnya kesejahteraan masyarakat tani yang menjadi sasaran akhir pembangunan pertani-an. Ini hanya dapat diwujudkan melalui peningkatan skala usahatani, peningkatan produktivitas dan pengurangan tekanan penduduk pada usaha pertanian.

Garis-garis besar kebijakan yang akan dilakukan adalah: ). Membangun basis bagi partisipasi petani

Basis partisipasi petani perlu dibangun dengan kuat agar mere-ka mampu berpartisipasi aktif dalam pembangunan sehingga mampu memperoleh hasil sebesar-besarnya dan terdistribusi secara adil dan merata. Basis partisipasi petani untuk mengakses modal, faktor-faktor produksi serta insentif dan fasilitasi kebijakan pemerintah dibangun agar petani mampu mengaktualisasikan kegiatan usahataninya se-cara optimal untuk menunjang peningkatan pendapatannya. Untuk itu, peraturan keagrariaan akan digunakan, individu petani akan diberdayakan dan organisasi petani akan ditumbuh-kembangkan. 2). Meningkatkan potensi basis produksi dan skala usaha pertanian

Basis usaha pertanian ditingkatkan melalui revitalisasi, eksten-sifikasi dan divereksten-sifikasi utamanya pembukaan areal baru khususnya di Luar Jawa, dengan memacu investasi swasta baik usaha pertanian rakyat maupun perusahaan besar pertanian yang bermitra dengan usaha pertanian rakyat dengan dukungan fasilitasi komplementer dan insentif dari pemerintah. Peningkatan potensi basis produksi dikem-bangkan dengan sasaran peningkatan skala usaha, peningkatan dan perluasan kapasitas produksi agregat dan penyeimbangan peman-faatan lahan antar wilayah di Indonesia. Peningkatan skala usaha pertanian juga dilakukan melalui pengembangan usaha kooperatif,

(5)

serta penyediaan lapangan kerja non-pertanian guna mengurangi tekanan tenaga kerja terhadap pertanian utamanya melalui pengem-bangan industri di pedesaan.

). Mewujudkan pemenuhan kebutuhan sumberdaya insani pertanian yang berkualitas

Peningkatan kualitas sumberdaya manusia ini difokuskan pada peningkatan kemampuan penguasaan teknologi, kewirausahaan dan manajemen usaha tani melalui pengembangan sistem pendidikan dan penyuluhan pertanian. Kebijakan ini diimplementasikan dalam bentuk revitalisasi sistem pendidikan dan penyuluhan pertanian guna menciptakan insan pertanian berkualitas yang mampu menguasai dan menerapkan teknologi serta mengelola usahataninya secara efisien. ). Mewujudkan pemenuhan kebutuhan infrastruktur pertanian

Kebutuhan infrastruktur pertanian utamanya sarana irigasi, ja-lan pertanian dan pedesaan, kelistrikan dan telekomunikasi pede-saan serta pasar pertanian yang bersifat publik dibangun selengkap mungkin oleh pemerintah dengan memberikan kesempatan kepada swasta untuk turut berpartisipasi pada bidang-bidang tertentu yang mungkin diusahakan secara komersial.

5). Mewujudkan sistem pembiayaan pertanian tepat guna

Sistem pembiayaan pertanian yang sesuai dengan karakteristik petani dibangun dengan menumbuh kembangkan lembaga keuangan khusus yang melayani pertanian, baik berupa bank pertanian maupun lembaga keuangan mikro. Pemerintah akan memberikan dukungan dan insentif mencakup perlakuan khusus dan berbeda, penjaminan kredit dana talangan dan subsidi harga.

6). Mewujudkan sistem inovasi pertanian

Sistem inovasi pertanian dibangun dengan lembaga peneli-tian pemerintah sebagai penggerak utamanya dan lembaga pene-litian swasta sebagai komplementaritasnya. Sistem inovasi perta-nian mengintegrasikan lembaga penelitian penghasil IPTEK dasar,

(6)

lembaga pemerintah atau swasta sebagai pengganda dan penyalur IPTEK, lembaga penyuluhan sebagai fasilitator penerimaan IPTEK tersebut oleh petani. Penguasaan bioteknologi diperlukan dalam rangka membangun sistem produksi yang mampu merespon prefe-rensi konsumen untuk meningkatkan daya saing produk yang ber-sangkutan. Pada akhir tahun 2025, bioteknologi akan menjadi peng-gerak utama sistem pertanian industrial.

7). Penyediaan sistem insentif dan perlindungan bagi petani

Penyediaan insentif dan perlindungan bagi petani dilakukan un-tuk merangsang peningkatan produksi, investasi dan efisiensi usaha pertanian melalui kebijakan mikro maupun makro meliputi kebija-kan insentif subsidi dan perlindungan harga input dan output, fiskal, moneter dan perdagangan. Kebijakan insentif mencakup pemberian jaminan harga, subsidi dan keringan pajak. Perlindungan bagi petani mencakup pengamanan dari praktek perdagangan yang tidak adil, resiko pasar dan gagal panen akibat anomali iklim.

8).vMewujudkan sistem usahatani bernilai tinggi melalui inten-sifikasi diverinten-sifikasi dan pewilayahan pengembangan komoditas unggulan

Usaha pertanian rumah tangga diarahkan untuk mengembang-kan sistem usaha intensifikasi – diversifikasi atau multi usaha intensif. Regionalisasi pengembangan komoditas unggulan diarahkan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumberdaya pertanian dan men-dorong investasi baru berdasarkan keunggulan komparatif wilayah.

Dalam kaitan dengan efisiensi pemanfaatan sumberdaya pertanian. Sesuai dengan perubahan struktur perekonomian maka pertanian di Jawa diarahkan untuk pengembangan komoditas ber-nilai tinggi (high value commodities) seperti hortikultura, sedangkan pengembangan komoditas pangan diarahkan ke Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. Pengembangan komoditas perkebunan diarahkan ke Papua dan Maluku. Pengembangan komoditas peternakan berbasis lahan diarahkan ke Bali dan Nusa Tenggara

(7)

9). Mewujudkan agroindustri berbasis pertanian domestik di pedesaan Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan nilai tambah di-sepanjang alur vertikal sistem komoditas pertanian melalui pengem-bangan produk agroindustri berbasis sumberdaya domestik dan ilmu pengetahuan dan teknologi inovasi serta berlokasi di pedesaan. Dengan terwujudnya agroindustri, maka kontribusi sektor pertanian terhadap nilai tambah dan kesempatan kerja terhadap perekonomian pedesaan makin meningkat. Agroindustri akan menjadi satu pilar sistem pertanian industrial yang akan menjadi pondasi struktur ekonomi nasional pada akhir tahun 2025.

0). Mewujudkan sistem rantai pasok terpadu berbasis kelembagaan pertanian yang kokoh

Pengembangan rantai pasok terpadu komoditas pertanian secara vertikal dibangun berdasarkan sistem kemitraan yang sehat dan adil. Pemerintah bertindak sebagai fasilitator dan regulator yang kredibel dan adil untuk mewujudkan pertumbuhan sektor pertanian yang berke-lanjutan. Pengembangan rantai pasok tersebut harus berbasis kelem-bagaan pertanian yang kokoh sebagai perekat relasi semua komponen di dalam sistem pertanian industrial. Kelembagaan pertanian dibangun berdasarkan prinsip kemitraan setara, sehat dan berkeadilan.

). Menerapkan praktek pertanian dan manufaktur yang baik

Praktek pertanian yang baik merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan sistem pertanian industrial berdaya saing dan berwawasan lingkungan. Mutu produk pertanian harus dapat dijamin dan ditelusuri sesuai dengan standar persyaratan internasional. Un-tuk itu pemerintah akan menyusun protokol teknis dan insentif unUn-tuk merangsang penerapannya.

2). Mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan berpihak kepada petani dan pertanian

Pemerintahan yang baik dan bersih mutlak perlu untuk mewu-judkan visi pertanian di atas. Cara penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) sangat diperlukan dalam pelaksanaan

(8)

pembangunan pertanian, yaitu : bersih (clean), berkemampuan ( com-petent), terpercaya (credible) dan secara publik dapat dipertanggung-jawabkan (accountable). Faktor kunci untuk itu ialah penghayatan dan pengamalan ruh pembangunan pertanian yakni “bersih dan peduli”.

Berdasarkan visi, sasaran dan arah kebijakan di atas maka peta jalan (road map) transformasi usaha menuju sistim pertanian industri dapat digambarkan seperti pada gambar . Sasaran akhir adalah terwujudnya sistem pertanian industrial yang dapat dibedakan menjadi tiga bentuk:

a. Perusahaan besar pertanian terintegrasi (konglomerat pertanian terpadu)

b. Perusahaan besar pertanian terkoordinasi

c. Rantai pasok terpadu berbasis usaha pertanian kecil/mikro. Pendorong kunci (key driving forces), proses dan lintasan menuju sasaran akhir tersebut tergantung pada kondisi awal dan tahapan.

(9)

G am ba r . P et a ja la n pr os es tr an sf or m as i “ m en uj u si st em p er ta ni an in du st ria l” Pe ng us ah a B es ar Pe rt an ia n P en gu sa ha A gr o In du st ri P ri m er P er or an ga n P en gu sa ha A gr o In du st ri S ek un de r Te rp ad u K on gl om er at A gr ib is ni s Te rp ad u In te gr as i O rg an is as i 20 25 Sk al a Pe ru sa ha an Pe rt an ia n Sk al a M en en ga h Pe ng us ah a A gr o In du st ri Pr im er Te rk oo rd in as i Pe ru sa ha an A gr o In du st ri Se ku nd er Te rk oo rd in as i Pe ru sa ha an A gr ib is ni s Te rk oo rd in as i U sa ha ta ni S ka la K ec il / M ik ro

Perusahaan Agro Industri Primer Skala Kecil / Mikro

Pe ru sa ha an A gr o In du st ri Sk al a K ec il/ M ik ro

Rantai Pasok Komoditas Olah Terpadu

Pe nd or on g ku nc i: ~ M ig ra si k e lu ar ~ In ov as i T ek no lo gi ~ Tr an sf or m as i e ko no m i Pr os es / m ek an is m e ~ Pe rlu as an b as is p ro du ks i ~ O pt im al is as i s ka la u sa ha Pe ni ng ka ta n ni al i ta m ba h/ pe nd al am an in du st ri U sa ha ta ni M ul ti K om od ita s U sa ha ta ni K oo pe ra tif M ul ti K om od ita s R an ta i P as ok K om od ita s Pr im er Te rp ad u Pe nd or on g ku nc i: ~ In ov as i i pt ek ~ R ev ol us i “ su pe r-hi pp er m ar ke t” ~ R ev ol us i I C T ~ G lo ba lis as i Pr os es : ~ D iv er si fik as i ~ In du st ria lis as i ~ O rg an is as i ~ K oo rd in as i i nt eg ra si

(10)

III. POTENSI SUMBER DAYA ALAM

A. Potensi Lahan Basah dan Lahan Kering

Potensi sumberdaya lahan yang akan dibahas berikut ini adalah hasil analisis terhadap dua peta/data yaitu () peta arahan tata ruang pertanian nasional pada skala :.000.000, dan (2) peta arahan tata ruang pertanian provinsi pada skala :250.000. Provinsi yang telah tersedia peta arahan tata ruang pertaniannya pada skala :250.000 mencakup 20 provinsi, yaitu seluruh Sumatera (9 provinsi), Jawa dan Bali (7 provinsi), Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan, sedangkan provinsi lainnya masih dalam skala :.000.000. Dengan demikian data potensi sumber-daya lahan di Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan dapat dipakai un-tuk perencanaan tingkat regional/provinsi, sedangkan pada provinsi lainnya hanya dapat dipakai untuk perencanaan tingkat nasional.

Analisis potensi sumberdaya lahan menggunakan beberapa ka-rakteristik lahan seperti tanah, bahan induk, bentuk wilayah, iklim, dan ketinggian tempat. Lahan yang sesuai untuk budidaya pertanian dikelompokkan berdasarkan jenis tanaman yaitu untuk lahan basah dan lahan kering adalah tanaman semusim dan tanaman tahunan atau tanaman perkebunan. Pengelompokkan lahan secara garis besar ditentukan oleh bentuk wilayah dan kelas lereng. Tanaman pangan diarahkan pengembangannya pada lahan dengan bentuk wilayah datar-bergelombang (lereng <5%) dan tanaman tahunan/ perkebunan pada lahan bergelombang-berbukit (lereng 5-0%). Namun kenyataannya, banyak lahan datar-bergelombang digunakan untuk tanaman tahunan atau tanaman perkebunan, sehingga ta-naman pangan (tegalan) tersisihkan. Oleh karena itu banyak tata-naman pangan diusahakan di lahan berbukit hingga bergunung, bahkan di kawasan hutan (kawasan lindung).

Berdasarkan kondisi biofisik lahan (bentuk wilayah, lereng, iklim), dari total daratan Indonesia seluas 88,2 juta ha, lahan yang

(11)

sesuai untuk pertanian adalah seluas 9 juta ha, yaitu 25, juta ha untuk pertanian lahan basah (sawah) dan 68,6 juta ha untuk perta-nian lahan kering (Tabel ). Dari 9 juta ha lahan yang sesuai untuk pertanian, 0,7 juta ha berpeluang untuk perluasan areal, 8, juta ha untuk lahan sawah, 7, juta ha untuk pertanian lahan kering tanaman semusim, dan 5, juta ha untuk tanaman tahunan atau tanaman perkebunan (Tabel 2).

1. Lahan basah

Lahan basah adalah lahan yang secara biofisik sesuai untuk sawah, meliputi lahan sawah yang sudah ada, lahan rawa, dan lahan non-rawa yang memungkinkan untuk digenangi atau diirigasi. Luas lahan basah yang sesuai untuk sawah adalah 25, juta ha, yang ter-luas terdapat di Papua (7, juta ha), kemudian Kalimantan Tengah (2, juta ha), Kalimantan Barat (,8 juta ha), Jawa Tengah (,6 juta ha), Jawa Timur (,5 juta ha), Riau (, juta ha), dan provinsi lainnya di bawah juta ha (Tabel ).

Dari total luas lahan 25, juta ha yang sesuai untuk sawah, 7,79 juta ha telah digunakan untuk sawah dan 9, juta ha digu-nakan untuk keperluan lainnya (non-sawah, pemukiman, kawasan industri, infrastruktur), sehingga secara spasial masih tersisa lahan yang sesuai untuk perluasan areal sawah seluas 8,28 juta ha (Tabel 2). Di Jawa Tengah dan Jawa Timur terdapat lahan yang sesuai untuk sawah, tetapi sudah terpakai untuk perluasan sawah dan penggu-naan lainnya. Untuk perluasan sawah di Jawa terdapat lahan seluas .000 ha, sekitar 7.000 ha di antaranya terdapat di Jawa Barat. Melihat kondisi lahan yang demikian, praktis perluasan areal sawah di Jawa sulit untuk dilakukan.

Peluang terbesar perluasan lahan sawah terdapat di Papua, yaitu sekitar 5,2 juta ha, namun memerlukan investasi yang cukup tinggi mengingat masalah transportasi masih terbatas. Daerah lain yang berpeluang untuk perluasan sawah adalah Kalimantan seluas , juta ha, sekitar 70.000 ha di antaranya merupakan sawah rawa, baik sawah pasang surut maupun sawah lebak. Di Kalimantan, lahan

(12)

yang terluas untuk perluasan sawah terdapat di Kalimantan Tengah, yaitu 66.000 ha, 69.000 ha di antaranya untuk sawah non-rawa dan 77.000 ha untuk sawah rawa.

Di Sumatera terdapat 960.000 ha lahan yang berpeluang untuk perluasan sawah, yang terluas terdapat di Sumatera Selatan (25.000 ha), kemudian Riau dan Jambi (masing-masing sekitar 90.000 ha). Di Sumatera Selatan peluang terbesar untuk perluasan sawah ter-dapat di lahan rawa (95.000 ha). Di Sulawesi terter-dapat 2.000 ha lahan yang berpeluang untuk perluasan sawah, semuanya merupa-kan lahan non-rawa.

Lahan basah tersebut selain sesuai untuk padi sawah juga se-suai untuk palawija (jagung, kedelai). Lahan sawah di daerah beriklim agak kering (curah hujan <.500 mm/tahun) yang umumnya terdapat di dataran Aluvial dapat pula dikembangkan untuk budi daya bawang merah.

2. Lahan kering

Lahan kering didefinisikan sebagai hamparan lahan yang tidak pernah tergenang hampir sepanjang waktu. Terdapat 68,6 juta ha lahan kering yang sesuai untuk pertanian, 25,09 juta ha di antaranya untuk tanaman semusim dan ,55 juta ha untuk tanaman tahunan. Namun karena keterbatasan data spasial, sampai saat ini belum diketahui secara pasti luas lahan kering yang telah digunakan untuk pertanian. Meskipun demikian, sebagai perkiraan telah digunakan peta penggunaan lahan skala :.000.000 untuk mengidentifikasi lahan yang saat ini masih ditumbuhi alang-alang atau dalam kondisi semak belukar. Peta tersebut ditumpangtepatkan (overlay) dengan peta arahan tata ruang pertanian, sehingga dapat diperkirakan lahan kering yang masih tersedia untuk perluasan areal pertanian, yaitu seluas 22,9 juta ha, yang terdiri dari 7,08 juta ha untuk pertanian tanaman semusim dan 5, juta ha untuk pertanian tanaman tahunan (Tabel 2).

(13)

Terdapat 25,09 juta ha lahan kering yang sesuai untuk tanam-an semusim, ytanam-ang terluas terdapat di Kalimtanam-anttanam-an Timur (5,5 juta ha), kemudian di Papua (,2 juta ha), Sumatera Utara (2,8 juta ha), Sumatera Selatan (,6 juta ha), Kalimantan Barat (,7 juta ha), Lampung (, juta ha), dan provinsi lainnya di bawah juta ha.

Dari total luas lahan kering yang sesuai untuk tanaman se-musim (25, juta ha), sebagian besar telah digunakan untuk lahan pertanian dan untuk keperluan lainnya (pemukiman, kawasan indus-tri, infrastruktur, dll), sehingga secara spasial masih tersisa lahan kering yang sesuai untuk perluasan areal tanaman semusim seluas 7,08 juta ha. Meskipun di Jawa ketersediaan lahan kering yang sesuai untuk pengembangan tanaman semusim cukup luas, namun untuk perluasan areal sangat terbatas karena sudah terpakai untuk keper-luan berbagai penggunaan. Di Jawa terdapat sekitar 0.000 ha la-han kering untuk perluasan areal tanaman semusim, sekitar 26.000 ha di antaranya terdapat di Jawa Timur. Berdasarkan data ini maka perluasan areal tanaman semusim pada lahan kering di Jawa sulit dilakukan. Peluang terbesar perluasan areal tanaman semusim pada lahan kering terdapat di Kalimantan, yaitu ,6 juta ha, yang terluas di Kalimantan Timur (,88 juta ha) dan diikuti oleh Kalimantan Barat (856.000 ha). Peluang lain untuk perluasan areal tanaman semusim pada lahan kering adalah di Papua, yaitu ,69 juta ha, kemudian Sumatera Utara (29.000 ha). Di provinsi lainnya, peluang perluasan areal di bawah 00.000 ha (Tabel 2).

Luas lahan kering yang sesuai untuk tanaman tahunan atau tanaman perkebunan mencapai ,55 juta ha, yang terluas terdapat di Papua (5,76 juta ha), kemudian diikuti oleh Kalimantan Tengah (,7 juta ha), Kalimantan Barat (,5 juta ha), Riau (,27 juta ha), Ka-limantan Timur (,6 juta ha), Jambi (2, juta ha), Sumatera Selatan (2,2 juta ha), dan provinsi lainnya di bawah ,5 juta ha (Tabel ).

Dari total luas lahan kering yang sesuai untuk tanaman tahun-an (,55 juta ha), seperti halnya lahtahun-an untuk ttahun-anamtahun-an semusim, sebagian besar telah digunakan untuk lahan pertanian dan

(14)

keper-luan lainnya (pemukiman, kawasan industri, infra-struktur, dll), se-hingga secara spasial masih tersisa untuk perluasan areal tanaman tahunan atau tanaman perkebunan seluas 5, juta ha (Tabel 2). Dibandingkan dengan di pulau lainnya, di Jawa terbatas lahan yang dapat digunakan untuk perluasan areal tanaman tahunan, yaitu seki-tar 58.000 ha, 00.000 ha di anseki-taranya terdapat di Jawa Barat dan Banten. Peluang terbesar perluasan areal tanaman tahunan terdapat di Kalimantan, yaitu seluas 7,27 juta ha, yang terluas di Kalimantan Timur (2, juta ha), diikuti oleh Kalimantan Tengah (2,66 juta ha), dan Kalimantan Barat (,77 juta ha). Wilayah lain yang memiliki pe-luang bagi perluasan areal tanaman tahunan adalah Papua dengan luasan 2,79 juta ha, kemudian Sumatera Selatan seluas 72.000 ha. Di provinsi lainnya, peluang perluasan areal di bawah 500.000 ha.

(15)

Tabel . Total luas lahan yang sesuai untuk pertanian lahan basah, lahan kering tanaman semusim, dan lahan kering tanaman tahunan

Pulau/ Lahan Pertanian (ha) Total (ha)

Provinsi LB-Semusim LK-Semusim*) LK-Tahunan**)

. NAD 6.989 702.00 829.09 .978.068 2. Sumut 65.707 2.802.25 920.69 .58.8 . Riau .2.65 5.07 .267.05 5.92.777 . Sumbar 5.2 9.85 725.285 .79.25 5. Jambi 666.09 2.0 2..9 .02.2 6. Sumsel 986.997 .589.526 2.98.079 .77.602 7. Babel 20.5 79.05 9.69 8. Bengkulu 78.82 6.5 62.725 .5.0 9. Lampung 505.982 .5.09 52.89 2.5.65 Sumatera 5.187.909 7.747.637 13.182.265 26.117.811 0. DKI Jakarta .267 7. 0 8.698 . Banten 9.659 .98 97.06 592.67 2. Jabar 982.76 265.05 88.8 2.066.57 . Jateng .59.6 79.067 95.7 2.879.660 . DI Yogyakarta 0.0 8.286 75.568 85.26 5. Jatim .88.9 886.56 988.08 .62.887 Jawa 4.366.736 1.964.103 2.774.498 9.105.337 6. Bali 26.78 07.59 60.69 95.02 7. NTB 5.879 5.6 269.856 758.87 8. NTT 99.202 786.798 .200.2 2.86.2 Bali dan NT 479.829 1.229.525 1.630.891 3.340.245 9. Kalbar .85.66 .682.959 .507.898 8.006.9 20. Kalteng 2.25.595 77.89 .7.52 7.770.07 2. Kalsel 902.270 98.5 87.060 2.70.8 22. Kaltim 7.02 5.5.57 .598.562 9.557.78 Kalimantan 5.416.543 8.953.235 13.668.043 28.037.821 2. Sulut 27.92 2.02 759.762 98.986 2. Gorontalo 8.069 98.05 20.980 92.5 25. Sulteng 6.565 9.26 .7.5 2.080.0 26. Sulsel 97.26 22.75 826.669 2.086.290 27. Sultra 69.5 29.5 62.8 .00.8 Sulawesi 1.930.187 790.983 3.787.147 6.508.317 28. Papua 7.0.07 .8.87 5.758.80 7.5.760 29. Maluku 2.22 7.565 .258.2 .65.8 0. Maluku Utara 7.605 .97 .500.079 .96.658

Maluku dan Papua 8.040.334 4.403.412 8.516.790 20.960.536 Indonesia 25.421.538 25.088.895 43.559.634 94.070.067

Keterangan : *) LK-Semusim juga sesuai untuk tanaman tahunan

(16)

Tabel 2. Luas lahan yang sesuai untuk perluasan areal pertanian lahan basah, lahan kering tanaman semusim, dan lahan kering tanaman tahunan

Pulau/ Provinsi LB-semusim (ha) LK-Semusim*) LK-Tahunan**) Total (ha)

Rawa Non rawa Total (ha) (ha) (ha)

NAD .660 6.60 68.26 282.09 .29 78.66 Sumut 6.700 68.800 75.500 29.75 .972 67.22 Riau 6.00 9.700 86.000 252.980 896.25 .5.225 Sumbar 9.52 70.695 0.07 55.8 0.6 75.776 Jambi 0.500 56.600 97.000 77. 258.997 6.8 Sumsel 95.72 9.650 25.9 07.225 2.86 967.6 Babel 0 25.807 25.807 - 225.70 25.277 Bengkulu 0 22.80 22.80 88.078 209.05 20.02 Lampung 22.500 7.500 0.000 26.98 2.02 87.9 Sumatera 354.854 606.193 960.847 1.311.776 3.226.785 5.499.407 DKI Jakarta 0 0 0 0 0 Banten .88 .88 5.757 56.557 Jabar 7.7 7.7 .87 8.090 60.0 Jateng .02 .02 8.966 20.65 0.922 DI Yogyakarta - - - - -Jatim .56 .56 26.9 5.5 66.00 Jawa 0 14.393 14.393 40.544 158.953 213.890 Bali 0 .09 .09 - - .09 NTB 0 6.27 6.27 7.659 80.628 22.5 NTT 0 28.58 28.58 - 529.57 558.9 Bali dan NT 0 48.922 48.922 137.659 610.165 796.746 Kalbar 7.279 8.89 8.098 856.68 .770.09 2.809.575 Kalteng 77.9 69.20 66.97 0.980 2.66.50 .709.888 Kalsel 2.0 2.27 .68 9.79 09.0 .28.57 Kaltim 67.276 6.87 2.76 .886.26 2..29 .59.55 Kalimantan 730.160 665.779 1.395.939 3.639.403 7.272.049 12.307.390 Sulut 0 26.67 26.67 5.09 .5 6.592 Gorontalo 0 20.257 20.257 - - 20.257 Sulteng 0 9.825 9.825 7.29 95.8 .527 Sulsel 0 6.0 6.0 69.725 266.05 99.72 Sultra 0 2.22 2.22 9.7 06.58 2.056 Sulawesi 0 422.972 422.972 215.452 601.180 1.239.604 Papua .89.66 .29.6 5.87.000 .688.587 2.790.2 9.665.699 Maluku 0 2.680 2.680 - 0.8 562.06 Maluku Utara 0 2.020 2.020 50.9 20.80 8.890 Maluku+Papua 1.893.366 3.539.334 5.432.700 1.738.978 3.440.973 10.612.651 Indonesia 2.978.380 5.297.593 8.275.773 7.083.811 15.310.104 30.669.688

Keterangan : *) LK-Semusim juga sesuai untuk tanaman tahunan

(17)

B. Potensi Lokasi Pengembangan Komoditas

Berikut diinformasikan luas lahan yang sesuai untuk perluasan areal pertanian berdasarkan permintaan dan arahan pengembangan ke depan (200-2025) dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Komoditas lingkup Badan Litbang Pertanian. Peluang perluasan areal hanya dihitung untuk komoditas pada provinsi prioritas (Tabel ). Ke komoditas tersebut, adalah: padi sawah, padi gogo, jagung, kedelai, bawang merah, pisang, jeruk, kelapa sawit, karet, kakao, tebu, kelapa, dan cengkeh. Pada provinsi lain, kemungkinan perluasan areal untuk komoditas-komoditas tersebut masih ada, namun tidak masuk ke dalam cakupan bahasan buku ini. Untuk rimpang (tanaman obat) tidak tersedia data potensi sumberdaya lahan. Ternak dan anggrek tidak berbasis lahan sehingga tidak dibahas dalam buku ini.

(18)

Provinsi

Luas lahan untuk perluasan areal (Ha)

Padi Sawah Padi Gogo Jagung Kedelai Bw Merah Pisang Jeruk Klp Sawit Karet Kakao Tebu Kelapa Cengkeh Jum lah NA D - - - 0 .8 20 - - - 8 9. 0 8 9. 0 6 .7 00 - - 9 .7 5 5 . 09 5 Su m ut - - 20 0. 00 0 . 20 - . 90 . 90 82 .7 80 82 .7 80 - - - . 90 50 . 5 0 Su m ba r - - 67 .8 25 - - 5 . 60 5 . 6 0 8. 6 0 8. 0 0 - - - - 9 2. 79 5 Ri au 8 6. 00 0 8. 00 0 - - - - - 9 . 6 0 20 . 76 0 - - 9 . 6 0 - . 52 0. 08 0 Ja m bi - - - - - 59 .2 60 59 .2 6 7. 85 5 59 .2 60 - - - - 29 5. 6 9 Su m se l 2 5. 9 0 7. 22 5 - - - - 9. 6 5 87 9. 00 0 87 9. 6 0 - - - - 2. 7 0. 69 Be ng ku lu - - - - - - - - 8 . 5 - - - - 8 . 5 La m pu ng - . 98 .2 00 - - 5. 00 0 - - 0 .0 00 - - - 5. 02 6 . 9 Ba be l - - - - - - - - - - - - - -DK I - - - - - - - - - - - - - -Ja ba r - . 6 9 - . 7 - 20 .0 00 - - - - - - 2 .8 6 7 . 22 Ja te ng - - - 98 - - - - - - - - . 90 . 7 DI Y - - - - - - - - - - - - - -Ja tim - - - 2 . 8 - - - - - 6 . 5 - 8 .6 8 58 .6 Ba nt en - . 9 8 - - - - - - - - - - 52 .9 26 56 .8 7 Ba li - - - - - - - - - - - - - -NT B - - 67 .0 00 70 .6 59 - - - - - - - - - 7. 65 9 NT T - - - - - - 25 0. 5 7 - - 27 9. 00 0 - - - 52 9. 5 7 Ka lb ar - 0 0. 6 2 5 6. 00 0 - - 25 2. 87 0 25 2. 87 50 5. 7 5 50 5. 7 5 - - - 25 2. 87 0 2. 62 6. 6 6 Ka lte ng 6 6. 9 7 - 0 . 98 0 - - 8 0. 2 5 8 0. 2 5 76 0. 0 76 0. 0 - - 8 0. 2 5 - . 70 9. 88 2 Ka ls el . 68 - 9 . 79 - - 0 0. 0 0 9. 00 0 - 20 0. 00 0 - - - - . 2 8. 57 Ka lti m - - 98 6. 26 - - 0 . 9 0 0 . 9 2 60 7. 80 0 60 7. 86 5 . 95 8 - 0 . 9 6 5 . 95 8 . 7. 60 2 Su lu t - - - - - - - - - - - - . 5 . 5 Su lte ng - - - - 7 .2 9 - .8 20 - .8 6 - - .8 28 2. 70 Su ls el - - 0 .7 25 9 .0 00 - - 88 .6 80 - - 88 .6 82 - - 88 .6 8 5. 76 8 Su ltr a - - - - 6 .0 00 - - - - 75 .0 00 - - - 9. 00 0 Go ro nt al o - - 28 . 05 - - - - - - - - - 0 .9 80 9 .0 85 M al uk u - - - - 2 .5 65 0 0. 0 0 - - - 0 0. 08 0 .0 00 - 20 0. 00 0 6 . 9 6 M al uk u U ta ra - - - - 25 . 9 - - - - - - - - 25 . 9 Pa pu a 5. 8 7. 00 0 - - - 8 8. 58 7 55 8. 00 0 - . 6. 0 5 - 55 8. 0 55 8. 02 2 - - 8. 6 5. 69 8 TO TA L 6. 58 9. 7 87 6. 20 2 2. 7 5. 89 0 9 0. 50 9. 76 2 . 87 5. 20 6 . 97 9. 67 . 89 0. . 79 . 7 . 7. 7 6 59 8. 02 2 . 7 5. 29 . 0 8. 9 27 . 87 .7 2 Ca ta ta n: P el ua ng p er lu as an a re al p ad a pr ov in si la in d ilu ar p ro vi ns i p rio rit as , t id ak d ib ah as d al am b uk u in i Ta be l . Lu as la ha n ya ng s es ua i u nt uk p er lu as an a re al p er ta na m an ko m od ita s pe rt an ia n pa da p ro vi ns i p rio rit as

(19)

IV. PROSPEK BISNIS ALAT DAN MESIN PERTANIAN

Mekanisasi pertanian sebagai supporting systems mempunyai

peranan penting dalam mendukung revitalisasi pertanian. Alat dan mesin pertanian (alsintan) sangat diperlukan dalam upaya mendukung peningkatan produktivitas dan kualitas hasil pertanian. Implementa-si mekanisaImplementa-si pertanian di IndoneImplementa-sia dapat dikatakan sangat lamban dan jauh tertinggal dari negara-negara penghasil produk pertanian lainnya. Penyebab lambannya implementasi mekanisasi pertanian di Indonesia, antara lain : (a) skala kepemilikan lahan yang relatif kecil, (b) relatif rendahnya insentif harga produk pertanian olahan, dan (c) melimpahnya tenaga kerja di sektor pertanian, sehingga penerapan teknologi mekanisasi pertanian seringkali mendapat tentangan dari masyarakat. Namun dengan semakin terbukanya pasar dalam negeri terhadap impor produk pertanian dari negara lain, ke depan dalam rangka meningkatkan dayasaing produk pertanian dalam negeri, me-kanisasi pertanian mutlak diperlukan. Dengan demikian, ke depan bisnis alsintan di Indonesia mempunyai prospek yang sangat baik un-tuk berkembang. Unun-tuk membuktikan hal ini, berikut akan diuraikan kondisi penggunaan alsintan dan perkiraan kebutuhan ke depan. A. Kondisi Saat Ini

1. Mekanisasi tanaman pangan

Berdasarkan Tabel terlihat bahwa peluang pengembangan mekanisasi pertanian di subsektor tanaman pangan, khususnya tanaman padi, masih terbuka cukup lebar. Dari alur aktivitas kegiat-an usahatkegiat-ani padi mulai dari pengolahkegiat-an lahkegiat-an hingga penggilingkegiat-an, hanya ada dua kegiatan yang penerapan mekanisasinya sudah men-capai 00 persen, yaitu pengendalian hama-penyakit dan penggiling-an padi, sementara penerappenggiling-an mekpenggiling-anisasi untuk kegiatpenggiling-an ypenggiling-ang lain-nya masih relatif rendah, bahkan untuk kegiatan tanam, penyiangan dan panen masih 00 persen menggunakan alat tradisional.

(20)

Tabel . Status penggunaan alat dan mesin pertanian (padi) dalam beberapa spektrum kegiatan usahatani di Indonesia (%)

No Aktifitas Tradisional Mekanisasi Keterangan

Pengolahan lahan 62 8 Kapasitas traktor roda 2 =

0 ha /unit/th

2 Tanam 00 0 Masih tradisional menggunakan

tandur jajar, tugal

Penyiangan 00 0 Masih tradisional menggunakan

landak manual

Pengendalian hama 0 00 Menggunakan hand sprayer dan

dan penyakit power sprayer

5 Pengairan 50 50 Kapasitas Pompa air =0 ha/

unit/th

6 Panen 00 0 Masih tradisional menggunakan

sabit dan ani-ani

7 Perontokan 79 2 Kapasitas Power thresher = 60

ha/unit/th

8 Pengeringan 85-90 0-5 Kapasitas dryer = 60 ton/unit/th

9 Penggilingan 0 00 Kapasitas industri penggilingan

padi sudah lebih dari 97% pada tahun 996. Diperkirakan saat sekarang sudah melebihi 00% di 00% di beberapa tempat. Sumber : Diolah berdasarkan data jumlah mesin tahun 200 dan survey pasca

panen berbagai sumber.

2. Mekanisasi tanaman perkebunan

Berbeda dengan subsektor tanaman pangan, data penggunaan alat dan mesin pertanian untuk subsektor perkebunan masih sangat terbatas. Namun dari berbagai hasil studi mengenai kegiatan usahatani tanaman perkebunan menunjukkan bahwa hingga saat ini penggunaan alat dan mesin pertanian untuk kegiatan budidaya tanaman di perkebunan rakyat masih relatif terbatas. Alat pertanian yang digunakan umumnya hasil modifikasi dari peralatan rumah tangga, khususnya yang digunakan untuk panen, penyimpanan dan pengangkutan hasil perkebunan. Penggunaan alat pertanian yang masih tradisional tersebut, selain kurang efisien juga menurunkan kualitas hasil panen. Peluang pengembangan penggunaan alat dan mesin pertanian di subsektor tanaman perkebunan masih sangat

(21)

terbuka untuk hampir semua komoditas, seperti kelapa, kelapa sawit, kakao, karet, tebu dan lain-lain.

Di samping peluang pengembangan alsintan budidaya, prospek cerah juga terjadi pada pengembangan alsintan pengolahan tanaman perkebunan. Dari Tabel 5 terlihat bahwa ketersediaan alsin pengolahan komoditi perkebunan saat ini masih belum mampu menyerap seluruh bahan baku yang tersedia, kecuali untuk alsin

pengolah karet crumb rubber dan pengolah kelapa sawit yang sudah

mampu menyerap bahan baku sekitar 90 persen. Alsin lain yang mempunyai prospek baik untuk berkembang adalah alsin prosesing untuk komoditi cengkeh dan tanaman obat, seperti alsin pembersih dan pencuci, perajang, pengering, penepung dan lain-lain.

Tabel 5. Perbandingan ketersediaan alsin perkebunan dengan ketersediaan bahan baku yang dapat diolah, tahun 200

Jenis Alsin Alsin tersedia Kapasitas olah Bahan yang %

(unit) yang dapat tidak dapat diserap (ton) diserap (ton)

Pengolahan Minyak Kelapa .00 769.9 .92.72 7

Pengolahan Arang Batok Kelapa 55 6.68 2.6.56 9

Pengolah Kelapa (Kopra) 92 66.26 .56.88 5

Pengolah Karet Crumb rubber (SIR) 9 .552970 287.87 8

Pengolah Karet Slab/ Bokar/ SIT 6.0 252.60 .0.58 85

Pengolahan Karet SIT (RSS) 9 .26.587 .07.66 67

Pengolahan Kelapa Sawit 206 8.8.985 8. 0

Pengolah Kakao 9 20.952 285.098 67

Pengolah Kopi Hummermill 2.28 28.520 5.89 67

Pengolah Kopi UPH Mini 5 .500 52.07 97

Pengolah Kopi UPH Lengkap 672 98.2 76. 9

Sumber : Ditjen BSP, Deptan (200)

3. Mekanisasi peternakan

Setelah mengalami keterpurukan akibat krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 997, subsektor peternakan saat ini telah kembali menunjukkan perkembangan yang sangat positif. Ber-dasarkan data terakhir (Tabel 6), kebutuhan alsin peternakan yang belum terpenuhi masih cukup besar, dan kebutuhan alsin tersebut ke

(22)

depan akan semakin meningkat seiring dengan perkembangan sub-sektor peternakan.

Tabel 6. Jumlah dan kebutuhan alat dan mesin peternakan, tahun 200

No. Jenis Alat dan Mesin Ketersediaan Kebutuhan

saat ini (unit) (unit)

. Inseminasi Buatan :

a. Container (0-20 liter) 87 .966

b. Container (2-0 liter) .088 2.959

c. Mikroskop 07

2. Alat dan Mesin Ternak Unggas

a. Giling Pakan 08 8.

b. Pencampur Pakan 90 8.50

c. Mesin Tetas <000 butir/unit 9.990 29.758

d. Mesin Tetas >000 butir/unit 9 8

e. Mesin Pembersih Bulu Unggas 0

-f. Kulkas 62 0.768

g. Pemanas 987 2.782

h. Pelet 02

. Alat dan Mesin Ternak Potong

a. Mesin Pencacah Rumput 265 6.598

b. Mesin Pengepres Rumput 27 6.56

c. Timbangan kpst 500-000 kg 6.588

Sumber : Ditjen BSP, Deptan (200)

4. Mekanisasi tanaman hortikultura

Perhatian terhadap aplikasi alsin untuk budidaya dan pengolahan tanaman hortikultura hingga saat ini masih relatif rendah. Untuk mendukung pengembangan agribisnis hortikultura agar didapatkan keuntungan usaha yang layak dan mampu bersaing dengan produk impor, diperlukan mekanisasi mulai dari budidaya, pasca panen dan pengolahannya. Alat dan mesin pertanian yang berkembang di tingkat pengguna selama ini yang tercatat adalah: alsin grader (jeruk, kentang),

vacuum frying, alsin pengering dan perajang (pisang), dan perajang simplisia.

(23)

B. Prospek Bisnis dan Usaha Jasa Alsintan 1. Prospek bisnis

Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa prospek bisnis alat dan mesin pertanian di Indonesia selama kurun waktu 5 tahun ke depan cukup cerah. Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa kebutuhan alsintan untuk kegiatan usahatani/budidaya dan pengolahan hasil

pertanian cukup besar. Sebagai contoh, kebutuhan hand sprayer untuk

budidaya tanaman pangan diperkirakan mencapai 2, juta unit, alat pengolah hasil perkebunan bervariasi antara 500–5 ribu unit, alsin peter-nakan berkisar antara 00– 20 ribu unit, dan alsin untuk budidaya dan pengolahan produk hortikultura berkisar antara 850–9.500 unit. 2. Usaha jasa alsintan

Prospek usaha jasa penyewaan alsintan ke depan cukup baik. Perspektif ini didasarkan pada kondisi penggunaan alsintan yang masih relatif minim di tingkat petani. Berdasarkan hasil analisis ekonomi, usaha jasa penyewaan alsintan mempunyai tingkat keuntungan usaha

yang cukup baik seperti terlihat pada Tabel 8. Untuk mencapai break

even Point (BEP), cakupan luas lahan yang harus dipenuhi umumnya berkisar antara 5-0 hektar, kecuali untuk alsin reaper (5 ha), dryer

(29 ha) dan penggilingan padi (RMU) (0 ha). Tingkat pengembalian modalnya (IRR) juga cukup tinggi, yaitu di atas 0%.

(24)

Tabel 7. Kebutuhan alat dan mesin pertanian, 2005-200

Jenis Alsintan Kebutuhan (unit)

Tanaman Pangan

hand sprayer 2.72.2

Tanaman Perkebunan

Alsin Pengolahan Minyak Kelapa 2.525

Alsin Pengolahan Arang Batok Kelapa 985

Alsin Pengolah Kelapa (Kopra) .927

Alsin Pengolah Karet Slab/ Bokar/ SIT 5.087

Alsin Pengolahan Karet SIT (RSS) 500

Alsin Pengolah Kakao 500

Alsin Pengolah Kopi hummermill .92

Alsin Pengolah Kopi UPH Mini .707

Alsin Pengolah Kopi UPH Lengkap .26

Tanaman Hortikultura

hand sprayer 9.5

Power sprayer 8.8

Perajang Multiguna (pisang) 8

Vacuum Frying .66 grader Jeruk 5.69 Pemeras Jeruk 6.79 Peternakan Inseminasi Buatan : a. Container (0-20 liter) .9 b. Container (2-0 liter) .87 c. Mikroskop 00

alat dan mesin Ternak Unggas

a. Giling Pakan 8.6

b. Pencampur Pakan 8.60

c. Mesin Tetas <000 butir/unit 9.768

d. Mesin Tetas >000 butir/unit 00

e. Kulkas 0.706

f. Pemanas .295

g. Pelet 00

alat dan mesin Ternak Potong

a. Mesin Pencacah Rumput 6.

b. Mesin Pengepres Rumput 6.7

c. Timbangan kpst 500-000 kg 6.7

(25)

Tabel 8. Analisis profil usaha jasa penyewaan alsintan

No. Nama Alsin BEP ) B/C Ratio IRR

(ha/th) 0% %

. Traktor Tangan, Bajak singkal ,0 , ,9

2. Traktor Tangan, Bajak singkal dan rotary 7,96 , 0,8

. Transplanter 5,02 ,2 52,2 . Power weeder 20,89 ,20 68,88 5. Pompa 6, ,09 59,9 6. reaper 52,9 ,25 85,9 7. Thresher , ,7 85,7 8. dryer 28,2 ,29 5,89 9. RMU 0,7 ,2 52,05 0. Pemipil Jagung 5,66 , 69,08

(26)

V. PROSPEK BISNIS KOMODITAS UNGGULAN

A. Komoditas Pangan 1. Padi

Beras merupakan komoditas strategis, primadona dan utama dalam mendukung pembangunan sektor ekonomi dan ketahanan pangan nasional, serta menjadi basis utama dalam revitalisasi per-tanian di masa mendatang. Hingga saat ini dan puluhan tahun yang akan datang, beras masih tetap menjadi sumber utama gizi dan energi lebih dari 90% penduduk Indonesia.

Selain untuk konsumsi langsung, berbagai alternatif potensi untuk meningkatkan nilai tambah beras dapat dilakukan dengan pe-manfaatan teknologi pasca panen termasuk produk sampingannya. Demikian halnya dengan limbah dari tanaman ini yaitu jerami sangat potensi digunakan terutama sebagai pakan/silase terutama pad MK I dan MK II. Berbagai alternatif dan potensi dari produk turunan dan sampingan dari padi/beras seperti disajikan pada Gambar 2.

Prospek pengembangan beras dalam negeri cukup cerah ter-utama untuk mengisi pasar domestik, mengingat produksi padi/beras dalam negeri sampai saat ini belum mampu memenuhi kebutuhannya secara baik, sehingga kekurangannya sekitar 5% harus diimpor. Pe-luang pasar ini akan terus meningkat seiring meningkatnya permintaan beras dalam negeri baik untuk konsumsi langsung maupun untuk me-menuhi industri olahan. Karena Indonesia juga memiliki keunggulan komparatif untuk memproduksi padi/beras, maka selain untuk me-menuhi kebutuhan dalam negeri, pengembangan beras/padi juga ber-peluang untuk mengisi pasar ekspor, apalagi kondisi pasar beras dunia selama ini bersifat tipis, hanya 5-6% dari produksi beras dunia.

Untuk memanfaatkan peluang yang ada, tantangan yang diha-dapi dalam pengembangan padi/beras ke depan adalah bagaimana padi/beras produksi dalam negeri bisa bersaing dengan pasar ekspor. Negara utama yang menjadi pesaing Indonesia dalam memproduksi padi/beras adalah Thailand dan Vietnam.

(27)

Gambar 2. Pohon industri beras

Selain prospek yang cukup baik dari sisi permintaan, usaha pengembangan padi/beras di Indonesia juga cukup menguntungkan. Usahatani padi yang dikelola petani mampu memberikan keuntungan sekitar Rp 2,-2,8 juta/ha pada tingkat B/C= ,77 – 2,0 (Tabel 9). Usahatani ini akan memberikan keuntungan yang semakin menarik jika dikelola secara lebih baik lagi.

Tabel 9. Penerimaan, biaya dan keuntungan usahatani padi (Rp jt/ha)

Uraian MH MKI MKII

. Penerimaan 5,5 5, 5, 2. Biaya 2,7 2,9 . Keuntungan 2,8 2,5 2, . B/C 2,0 ,86 ,77 PADI JERAMI (+ 50%) - Kompos - Pakan/Silase - Bahan Bakar - Media Jamur - Kertas - Papan Partikel BERAS PECAH KULIT (+ 80%) GABAH (+ 50%) PANGAN POKOK - Arang Sekam - Abu Gosok - Bahan Bakar - Silikat - Karbon Aktif SEKAM (+20%) DEDAK (+ 9%) - BERAS (+ 61%) - MENIR (+ 10%) - Beras Kepala - Beras Giling Berkualitas - Beras Arimatik - Beras Instan - Beras Kristal PANGAN FUNGSIONAL PANGANAN BAHAN BAKU INDUSTRI TEPUNG PATI BIHUN, EKSTRUDAT INDUSTRI TEKSTIL - Beras Yodium - Beras IG Rendah - Beras Nutrisi Tinggi - Beras Bertembaga - Beras Fe Tinggi - Kue Basah - Kue Kering - Tepung BKP - Tepung Instan - Industri Tekstil - Pangan Olahan - Pangan Olahan - Modified Starch - Gum/Perekat - Pakan - Pangan Serat - Minyak

(28)

Beberapa usaha seperti traktor, thresher, dan penggilingan padi (RMU) yang terkait langsung mendukung pengembangan padi/ beras, juga memberikan keuntungan yang cukup menarik bagi para pelakunya (Tabel 0).

Tabel 0. Penerimaan, biaya dan keuntungan usaha traktor, thresher dan RMU (Rp jt)

Uraian Traktor Thresher RMU

. Penerimaan ,25 9,26 2,79

2. Biaya (Tetap + Variabel) 7,88 6,00 0,82

. Keuntungan ,7 ,26 ,97

. B/C , ,5 ,9

5. Pay back Period (th) , 2, 2,65

Peta jalan (road map) program pengembangan industri beras di

Indonesia baik dalam program jangka pendek (2005-200), jangka menengah (20-205) maupun jangka panjang (206-2025) di-sajikan pada Gambar . Tampak bahwa baik dalam program jang-ka pendek, menengah dan panjang, pengembangan industri beras masih tetap dikonsentrasikan pada peningkatan produksi beras un-tuk kebutuhan konsumsi langsung, baik melalui program intensifikasi maupun ekstensifikasi. Namun demikian mulai pada program jangka menengah dan panjang selain tetap dikonsentrasikan pada pening-katan produksi beras nasional juga diikuti dengan program perbaikan kualitas beras agar mampu bersaing dengan beras dunia.

Gambar . Peta jalan (road map) program pengembangan industri beras

Beras Berkualitas Beras Berkualitas Beras 2005 200 205 2025 Beras

(29)

Sejak lebih dari satu dekade, yang lalu laju peningkatan produksi padi nasional cenderung melandai. Penyebabnya antara lain adalah belum ditemukannya inovasi teknologi yang mampu memecahkan masalah peningkatan produksi. Varietas unggul yang ada tidak mampu berproduksi lebih tinggi karena keterbatasan genetik. Pada tahun-tahun tertentu, di saat kemarau panjang atau terjadinya ledakan hama dan penyakit, produksi padi umumnya turun. Menurunnya produktivitas lahan, terutama di sebagian lahan sawah irigasi, juga merupakan kendala produksi padi dewasa ini.

Sesuai dengan keinginan banyak pihak untuk mewujudkan “swasembada beras berkelanjutan”, berbagai upaya dan strategi perlu ditempuh. Dalam mewujudkan swasembada beras yang merupakan salah satu sasaran dari Revitalisasi Pertanian, ada dua pendekatan yang dapat ditempuh, yaitu peningkatan produktivitas 0,5-,0% per tahun dan perluasan areal tanam 0,-0,8% per tahun. Salah satu terobosan dalam peningkatan produktivitas adalah melalui perakitan dan pengembangan padi hibrida dengan memanfaatkan gejala heterosis yang umumnya muncul pada turunan pertama (F) dari suatu persilangan antar varietas yang berbeda.

Di Indonesia, hasil padi hibrida di tingkat penelitian berkisar antara 8-0 ton/ha atau 0-25% lebih tinggi dibanding hasil padi in-brida yang berkembang saat ini, seperti IR6, Ciherang, dan Way Apo Buru. Di lokasi tertentu dengan penerapan teknologi budidaya yang tepat, hasil padi hibrida mencapai lebih dari 9 ton/ha, tetapi di be-berapa lokasi lain hasilnya lebih rendah, terutama karena serangan hama penyakit dan ketidaktepatan penerapan teknologi budidaya. Di Bali, penanaman padi hibrida Maro dan Rokan di lahan petani mem-berikan hasil lebih tinggi ,7-2, ton/ha atau 29-% dari IR6 yang hanya mampu berproduksi 6,5 ton/ha, atau lebih tinggi 0,5-,2 ton/ ha dari varietas unggul Cimelati dan Ciherang. Agar mampu mem-berikan produktivitas yang tinggi, padi hibrida harus dibudidayakan dengan pendekatan PTT (Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu) atau SIPT (Sistem Integrasi Padi dan Ternak).

(30)

Beberapa faktor pendukung pengembangan padi hibrida di Indonesia adalah: () Kebijakan dan program pemerintah untuk me-nuju swasembada beras lestari, (2) Luas baku lahan sawah lebih dari -5 juta ha dengan berbagai tipe agroekosistem, () Apresiasi dan tingkat adopsi teknologi oleh petani pada agroekosistem lahan sa-wah cukup tinggi dengan produktivitas padi ,7 ton/ha, ()

Terse-dianya 29 varietas unggul padi hibrida (VUH) sebagai starting point

pengembangan, (5) Program dan strategi Badan Litbang Pertanian dalam perakitan VUH hasil persilangan sendiri dari plasma nutfah nasional dan/atau dengan galur introduksi, (6) Ketersediaan inovasi teknologi budidaya, terutama melalui pendekatan PTT, dan (7) Du-kungan dunia usaha, khususnya dalam penyediaan benih F dan pengujian/pelepasan varietas.

Keunggulan heterosis padi hibrida hanya muncul pada generasi F, tidak muncul pada generasi berikutnya, sehingga penanaman harus selalu menggunakan benih F. Secara teknis, dalam pengem-bangan padi hibrida terdapat lima faktor kunci, yaitu: (a) varietas yang cocok, (b) benih F bermutu, (c) teknologi budidaya yang tepat (pen-dekatan PTT), (d) kesesuaian wilayah, dan (e) respon petani. Kemam-puan varietas padi hibrida dalam berproduksi tidak terlepas dari kera-gaan biologis dan sifat umum yang dimiliki. Varietas padi hibrida yang berpenampilan baik di suatu wilayah belum tentu baik di wilayah yang lain (spesifik lokasi). Seperti halnya padi inbrida, ketahanan terhadap hama penyakit dan mutu beras varietas padi hibrida juga beragam.

Cina dinilai sebagai negara terkemuka dalam pengembangan padi hibrida dengan dukungan program perakitan yang sangat inten-sif dan memiliki cukup banyak varietas hibrida unggul. Namun karena Cina termasuk negara beriklim subtropik yang kondisi iklimnya berbeda dengan Indonesia, maka tidak semua varietas padi hibrida Cina cocok dikembangkan di Indonesia dan/atau keragaannya tidak sama dengan di Cina. Oleh sebab itu, arah pengembangan padi hibrida di Indonesia harus ditujukan untuk merakit sendiri varietas padi hibrida dengan me-manfaatkan plasma nutfah nasional. Dalam jangka pendek dan mene-ngah dapat ditempuh beberapa pendekatan, yaitu: () merakit VUH dari

(31)

galur-galur tetua introduksi, (2) merakit VUH dengan mengombinasikan galur-galur introduksi dengan galur nasional, () menguji varietas hib-rida introduksi untuk mengetahui daya adaptasi dan keragaannya di berbagai lokasi sebelum diusulkan untuk dilepas. Pendekatan yang ter-akhir memungkinkan untuk mengimpor benih F langsung dari negara asal, namun cara ini memiliki kelemahan dan risiko, baik dalam aspek kekarantinaan maupun aspek sosial, ekonomi, dan ketergantungan.

Dengan produktivitas sekitar 8–0 ton GKG/ha, pada tingkat harga gabah yang pesimis hanya Rp 000/kg, usahatani padi hibrida cukup menguntungkan. Dengan biaya produksi sekitar Rp -5 juta/ha, usahatani hibrida mampu memberikan penerimaan dan keuntungan bersih berturut-turut Rp 8,0 – 0,0 juta/ha dan Rp 5,0 – 7,0 juta/ha pada tingkat R/C = 2,0 – 2,5.

2. Jagung

Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia, mengingat komoditas ini mempunyai fungsi multiguna, baik untuk konsumsi langsung maupun sebagai bahan baku utama industri pakan serta industri pangan. Selain itu, pentingnya peranan jagung terhadap perekonomian nasional telah menempatkan jagung sebagai kontributor terbesar kedua terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) setelah padi dalam subsektor tanaman pangan.

Hampir seluruh bagian dari tanaman jagung mempunyai potensi nilai ekonomis (Gambar .). Buah jagung pipilan, sebagai produk uta-manya merupakan bahan baku utama (50%) industri pakan, selain dapat dikonsumsi langsung dan sebagai bahan baku industri pangan. Daun, batang, kelobot, tongkolnya dapat dipakai sebagai pakan ter-nak dan pemanfaatan lainnya. Demikian juga dengan bagian lainnya jika dikelola dengan baik berpotensi mempunyai nilai ekonomi yang cukup menarik.

Prospek pasar jagung baik di pasar domestik maupun pasar dunia sangat cerah. Pasar jagung domestik masih terbuka lebar,

(32)

mengingat sampai saat ini produksi jagung Indonesia belum mampu secara baik memenuhi kebutuhannya, yaitu baru sekitar 90%. Me-ningkatnya permintaan jagung dunia terutama dari negara-negara Asia akibat berkembang pesatnya industri peternakan di negara terse-but dan relatif tipisnya pasar jagung dunia (% dari total produksi jagung dunia) menunjukkan bahwa pasar jagung dunia sangat ter-buka lebar bagi para ekspotir baru. Negara pesaing utama Indonesia dalam merebut pasar ekspor adalah Amerika Serikat dan Argentina.

Sekalipun semua biaya diperhitungkan, ternyata usahatani jagung terutama yang menggunakan varietas hibrida tetap memberikan keuntungan yang cukup menarik bagi petani (88 ribu– Rp. 2, juta per ha pada tingkat B/C berkisar ,2–,50 (Tabel ). Selain menguntungkan, memproduksi jagung di Indonsia juga mampu bersaing dengan jagung impor, ditunjukkan oleh nilai Nilai DRCR (domestic resource Cost ratio) < , yaitu berkisar 0,66-0,89.

(33)

Gambar . Pohon industri jagung Tabel . Kelayakan usahatani jagung hibrida per hektar

Uraian Sumatera Utara Lampung Jawa Timur

Lahan Lahan Lahan Lahan Lahan

Sawah Kering Sawah Kering Sawah

A. Produksi . Produksi (kg) 6.508 6.957 .966 .685 6.755 2. Nilai (Rp000) 5.987 5.572 .569 .0 6.25 B. Total Biaya (Rp) .00 .9 .685 .00 5.95 C. Keuntungan .887 2.08 88 .20 .020 B/C ,6 ,60 ,2 ,9 ,20 TIP (Kg/ha) .56,8 .58,7 .005,2 .69.7 5.66, TIH (Rp/kg) 60,0 50,8 72,0 66,7 769, Toleransi penurunan (%) ,52 7,5 9,5 28,07 6,

Keterangan : TIP = Titik Impas Produksi dan TIH = Titik Impas Harga Daun Pakan kompos

Buah jagung

Kulit kelobot - Pakan- Kompos - Industri rokok

Grit - Pakan- Pangan

Jagung pipilan Tepung Ja gu ng - Pakan - Pangan - Bahan baku industri

Pati - Pakan- Pangan - Bahan baku industri

Lembaga Minyak

Kulit ari Bahan baku industri

Tongkol - Pakan - Kompos - Pulp - Bahan bakar Rambut Batang - Pakan - Pulp - Kertas - Bahan bakar - Pakan - Kompos - Industri Rokok Grit Tepung Pati Lembaga Kulit ari - Pakan - Kompos - Pulp - Bahan bakar - Pakan - Pulp - Kertas - Bahan bakar Rambut Tongkol Jagung pipilan Kulit kelobot Pakan kompos - Pakan - Pangan - Pakan - Pangan - Bahan baku industri - Pakan - Pangan - Bahan baku industri

Minyak

Bahan baku industri Daun Buah Jagung Batang Ja gu ng

(34)

Pengembangan usaha pada industri hulu (penangkaran benih) dan industri hilir (pabrik pakan) untuk mendukung pengembangan ja-gung di Indonesia juga cukup menguntungkan. Contoh usaha penang-karan benih jagung yang dilakukan petani plasma PT. Sang Hyang Sri di Sulawesi Selatan mampu memberikan keuntungan Rp 6,6 juta/ha pada tingkat B/C = 2,8. Kinerja industri pakan di tiga lokasi (Lam-pung, Bogor dan Bandung) menunjukkan bahwa usaha industri pakan ayam baik untuk pakan ayam petelur (starter, grower, dan layer) mau-pun pakan ayam pedaging (starter dan finisher) cukup menguntungkan pada tingkat B/C = ,08–,0. Usaha ini diperkirakan akan semakin menguntungkan jika kapasitas terpakai bisa mendekati kapasitas ter-pasang melalui penyediaan jagung dalam negeri secara berkelanjutan.

Kini, jumlah penggunaan jagung untuk pakan lebih dari 50%, dan sisanya untuk industri pangan, konsumsi langsung, dan penggu-naan lainnya. Dalam program jangka pendek, pengembangan industri jagung melalui intensifikasi (dengan memperluas penggunaan benih hibrida) dan ekstensifikasi diharapkan mampu untuk swasembada terutama untuk memenuhi industri pakan dan pangan (Gambar 5). Sementara dalam program jangka menengah, selain swasembada jagung, Indonesia juga diharapkan sebagai eksportir serta sekaligus mengembangkan industri pati jagung, dan dalam program jangka panjang juga mengembangkan industri yang berbasis pati jagung.

Gambar 5. Peta jalan (road map) program pengembangan industri jagung Pakan Pangan 2005 200 205 2025 Pakan Pangan Pati Jagung Produk Olahan Pati

(35)

3. Kedelai

Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Selain itu, kedelai juga merupakan tanaman palawija yang kaya akan protein yang memiliki arti penting dalam industri pangan dan pakan. Kedelai berperan sebagai sumber protein nabati yang sangat penting dalam rangka peningkatan gizi masyarakat karena aman bagi kesehatan dan murah harganya.

Sama halnya dengan dua tanaman pangan sebelumnya, ber-bagai alternatif potensi untuk meningkatkan nilai tambah kedelai termasuk produk sampingannya dapat dilakukan melalui pemanfaat-an teknologi pasca ppemanfaat-anen. Kedelai dapat diolah untuk menghasilkpemanfaat-an berbagai produk yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia, baik sebagai produk pangan, farmasi (obat-obatan), aplikasi dalam bidang teknik (industri) dan sebagai pakan (Gambar 6). Bahkan, bung-kil kedelai, salah satu produk samping kedelai yang pemanfaatannya sebagai bahan baku pembuatan pakan, hampir 00% masih diimpor.

Prospek pengembangan kedelai di Indonesia terutama untuk mengisi pasar domestik masih sangat terbuka luas, mengingat produksi kedelai dalam negeri masih jauh dibawah jumlah permintaan domestik. Pada tahun 990, produksi dalam negeri mampu mengisi pasar dalam negeri sekitar 8,2%, dan sisanya 26,68% di impor. Kemampuan produksi dalam negeri untuk mengisi pasar dalam negeri semakin menurun, setelah tahun 2000 lebih dari 50% kebutuhan domestik dipenuhi dari impor. Bahkan pada tahun 200, sudah mencapai 65%. Peluang pasar domestik diperkirakan terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan kedelai dan produk turunannya.

(36)

Gambar 6. Pohon industri kedelai

Walaupun produktivitasnya masih rendah, pada tingkat harga yang relatif stabil (Rp .000/kg) secara finansial usahatani kedelai cukup menguntungkan, yaitu Rp 2,05 juta/ha pada tingkat B/C=2, (Tabel 2). Namun demikian, usaha ini belum mampu bersaing dalam upaya meningkatkan substitusi kedelai impor. Perbaikan produk-tivitas merupakan salah satu cara untuk meningkatkan daya saing komoditas ini.

Tabel 2. Penerimaan, biaya dan keuntungan usahatani kedelai (Rp jt/ha)

Uraian Jumlah . Produksi (kg) .28 2. Penerimaan ,85 . Biaya ,80 . Keuntungan 2,05 5. B/C 2, K e d e l a i Pangan Fermentasi Pangan Non Fermentasi Minyak Kasar Lesitin Bungkil Pakan Ternak Konsentrat Protein Tempe, kecap, natto, dll Tahu, susu, dll Farmasi (obat-obatan, kecantikan) Pangan

(rerotian, eskrim, yoghurt, makanan bayi infant formula, kembang gula)

Teknik/Industri (wetting, pelarut, pengemulsi

penstabil, pelumas, dll Pangan

(minyak, salad, minyak goreng, mentega putih, margarine)

(37)

Industri berbasis kedelai yang telah berkembang adalah tempe, tauco, kecap, tahu dan susu. Namun demikian produksi kedelai Indone-sia baru mampu memenuhi sekitar 5%, dan sebanyak 65% masih di-impor. Sehingga program pengembangan kedelai dalam jangka pendek adalah meningkatkan produksi dalam negeri dalam upaya mengurangi impor untuk memenuhi kebutuhan dari industri yang telah berkembang selama ini. Baik dalam jangka menengah maupun panjang program pengembangan kedelai tetap diarahkan pada peningkatan substitusi impor untuk memenuhi industri minyak goreng, mentega putih dan margarin yang diharapkan mulai berkembang dalam program jangka menengah. Industri obat-obatan dan kecantikan yang berbasis kedelai diharapkan tumbuh dalam program jangka panjang (Gambar 7).

Gambar 7. Peta jalan (road map) program pengembangan industri kedelai

B. Komoditas Hortikultura 1. Jeruk

Jeruk merupakan komoditas buah yang cukup menguntung-kan untuk diusahamenguntung-kan dan telah terbukti mampu meningkatmenguntung-kan ke-sejahteraan petani, menumbuhkembangkan perekonomian regio-nal dan jika digarap serius agribisnis jeruk berpotensi besar dalam menyumbang secara nyata pertumbuhan perekonomian nasional. Tanaman Jeruk dapat tumbuh dan diusahakan petani di dataran ren-dah hingga dataran tinggi dengan varietas/spesies komersial yang

2005 200 205 2025 Obat-obatan kecantikan Minyak Goreng Mentega Putih Margarin Tempe Tauco Kecap Tahu Susu Tempe Tauco Kecap Tahu Susu

(38)

berbeda, dan berpotensi untuk dikonsumsi oleh semua masyarakat termasuk yang berpendapatan rendah.

Potensi nilai ekonomi yang dapat dimanfaatkan dari tanaman jeruk relatif banyak (Gambar 8). Buah jeruk selain dikonsumsi dalam bentuk buah segar, juga berpotensi diolah menjadi berbagai macam produk yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Hasil olah buah jeruk yang sudah umum dilakukan adalah dalam bentuk sari murni, sari buah siap saji, jam, jelly, dan mamalade.

Saat ini, Indonesia termasuk negara pengimpor jeruk terbesar kedua di ASEAN setelah Malaysia sebesar 9.696 ton; sedangkan ekspornya hanya sebesar .26 ton dengan tujuan ke Malaysia, Brunei Darusalam, dan Timur Tengah. Ekspor jeruk nasional masih sangat kecil dibanding dengan negara produsen jeruk lainnya seperti Spanyol, Afsel, Yunani, Maroko, Belanda, Turki dan Mesir. Sehingga pengembangan jeruk dalam negeri masih sangat prospektif untuk mengisi pasar domestik. Pengembangan jeruk untuk meningkatkan penerimaan devisa juga dapat dilakukan dengan mengisi pasar eks-por yang masih terbuka luas.

Nilai ekonomis jeruk dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan petaninya yang relatif tinggi. Keuntungan usahatani jeruk biasanya mu-lai diperoleh pada tahun ke , dengan

besar yang bervariasi tergantung jenis maupun lokasi. Analisis usahatani je-ruk di lahan pasang surut di Lampung dan Kalimantan Selatan memberikan nilai B/C sebesar ,6–2,92, dengan nilai NPV sebesar Rp.6.676.82 – Rp.9.982.250 dan IRR sekitar 9,%. Secara umum, hasil analisis terha-dap rataan biaya produksi usahatani jeruk per hektar, diperoleh tingkat keuntungan sebesar Rp 69,58 juta/ ha/siklus tanaman atau Rp ,60 juta/ha/tahun (Tabel ).

(39)

Gambar 8. Pohon industri jeruk

Untuk jeruk jenis pamelo atau jeruk besar yang merupakan tanaman jeruk asli Indonesia dengan sentra produksi di Kabupaten Magetan-Jatim, Pangkep-Sulsel, dan Sumedang-Jabar, mulai digemari pasar domestik maupun internasional. Usahatani jeruk pamelo di Ma-getan-Jatim selama 5 tahun memberikan NPV = Rp. 2.688.000, net B/C = 6,0 dan IRR = 59,8% pada DF %.

Olahan

Segmen tanpa biji

Biji

Ampas

Buah cacat/busuk

- Teknik pemanenan

- Teknologi bangsal pengemasan & OC (pencucian , ortasi/grading, precooling , pre-treatment , pengemasan , penyimpanan , transporatasi/distribusi) - Supply Chain Management Segar

JE

R

U

K

Buah Sehat - Pupuk organik - Makanan ternak - Gula tetes Kulit - Minyak lemonene - Pektin

- Kulit kering untuk pabrik jamu - Dietary fiber (serat pangan)

- Makanan ternak - Minyak - Makanan ternak - Pektin

1. Sari murni (pure single strngth juice ) 2. Konsentrat , 50 – 70 o Brix 3. Sari buah siap saji (5 – 100% kandungan sari) 4. Jam, jelly , dan marmalade 5. Cuka & cider 6. Fruit leather dari puree

7. Canning & bottling (pengalengan dan pembotolan )

8. Bioessence Segmen tanpa Biji

Biji Ampas Kulit Buah Sehat Buah cacat/busuk Olahan Segar

1. Sari murni (pure single strength) 2. Konsentrat, 50 - 70 o Brix 3. Sari buah siap saji (5-100% kandungan sari) 4. Jam, jelly, marmalade 5. Cuka dan Cider 6. Fruit leather dari puree 7. Canning & bottling (pengalengan dan pembotolan) 8. Bioessence - Minyak - Makanan Ternak - Pektin - Makanan Ternak - Minyak lemonene - Pektin

- Kulit kering untuk pabrik jamu - Dietary fiber (serat pangan)

- Teknik pemanenan

- Teknologi bangsal pengemasan & OC (pencucian, ortasi/grading, precooling, pre-treatment, pengemasan, penyimanan - Supply Chain Management

- Kulit kering untuk pabrik jamu - Dietary fiber (serat pangan)

- Pupuk organik - Makanan ternak - Gula tetes

JE

R

U

K

(40)

Tabel . Penerimaan, biaya dan keuntungan usahatani jeruk selama tahun (Rp jt/ha) Uraian Jumlah . Produksi (ton) 29 2. Penerimaan 608,65 . Biaya 29,07 . Keuntungan 69,58 5. B/C 2,55

Produksi jeruk selama ini lebih banyak dikonsumsi dalam bentuk jeruk segar. Sementara produksi jeruk domestik belum mampu memenuhi secara baik permintaannya. Sehingga pengem-bangan industri jeruk baik dalam program jangka pendek maupun menengah adalah meningkatkan produksi dan kualitas jeruk dalam negeri terutama untuk memenuhi pasar domestik dan kelebihannya untuk mengisi pasar ekspor (Gambar 9). Dalam program jangka panjang selain memperkuat produksi dan kualitas jeruk domestik, juga adanya pengembangan industri-industri yang berbasis jeruk, seperti industri jam dan jelly.

Gambar 9. Peta jalan (road map) program pengembangan industri jeruk

2. Pisang

Pisang merupakan salah satu komoditas buah unggulan Indone-sia. Luas panen dan produksi pisang selalu menempati posisi perta-ma. Produksi pisang sebagian besar dipanen dari pertanaman kebun rakyat. Disamping untuk konsumsi segar, beberapa kultivar pisang di

2005 200 205 2025 Jeruk Segar Jam Jelly Jeruk

Gambar

Tabel 2. Luas lahan yang sesuai untuk perluasan areal pertanian lahan basah,  lahan kering tanaman semusim, dan lahan kering tanaman tahunan Pulau/ Provinsi   LB-semusim (ha)   LK-Semusim*)   LK-Tahunan**)  Total (ha)
Tabel 5.  Perbandingan ketersediaan alsin perkebunan dengan ketersediaan  bahan baku yang dapat diolah, tahun 200
Tabel 6.  Jumlah dan kebutuhan alat dan mesin peternakan, tahun 200
Tabel 7. Kebutuhan alat dan mesin pertanian, 2005-200
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Analisis Kekuatan Kolom Beton Bertulang Dengan Diagram Interaksi . ANALISIS KEKUATAN KOLOM

Sejarah membuktikan bahwa orang telah lama berusaha menyelidiki penggolongan tipe tubuh (somatotype) tetapi penelitian tentang somatotype yang terkait dengan

 Kepala dial dari aluminium cor, tabung dari baja stainless  Platform dari besi cor yang tahan lama.  Memakai roda untuk kemudahan pemindahan timbangan  Diameter chart

keter2a&amp;aian tujuan &amp;embelajaran*.. • 7uru memberikan &amp;en+,ar+aan ke&amp;a.a kelom&amp;ok terbaik .alam &amp;embelajaran* • 7uru meminta &amp;eserta .i.ik

Tic facialis secara karakteristik ditandai adanya kontraksi involunter otot wajah yang dipersarafi N.VII ( N. facialis ) , tidak disadari, yang tidak terasa sakit yang

Saraf aurikulotemporal adalah saraf sensorik dan memiliki ujung cabang yang menginervasi kelenjar parotis, sendi temporomandibula, bagian anterior telinga, meatus

Dengan demikian hipotesis Ha diterima dan menolak Ho karena F hitung &gt; F tabel, artinya anggaran waktu audit, kompleksitas dokumen audit dan pengalaman auditor

Orang-orang yang terbangun cukup sering selama REM sleep (60 sampai 90 persen dari waktu tidurnya) melaporkan bahwa mereka mengalami mimpi. Mimpi selama REM sleep