• Tidak ada hasil yang ditemukan

Before I Die JENNY DOWNHAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Before I Die JENNY DOWNHAM"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Before I Die

JENNY DOWNHAM

Dengan kanker yang dideritanya, Tessa Scott hanya memiliki sisa hidup beberapa

bulan lagi. Namun ia menyadari bahwa hidup harus dinikmati semaksimal mungkin, meskipun hidup yang dapat ia jalani hanya hingga usia tujuh belas tahun. Ia membuat daftar keinginan—sepuluh hal yang ingin ia wujudkan—demi merasakan

berbagai pengalaman. Namun, saat ia perlahan-lahan kehilangan segalanya, ia

justru menemukan hal yang sangat berharga dalam hidupnya.

Sanggupkah Tessa mewujudkan seluruh keinginannya sebelum hidupnya berakhir?

(3)

SEBELUM AKU MATI Diterjemahkan dari

BEFORE I DIE

Karya Jenny Downham Copyright © Jenny Downham, 2007

Copyright arranged with: Felicity Bryan Literary Agency 2a North Parade, Banbury Road, Oxford, OX2 6LX,

United Kingdom

Through Tuttle-Mori Agency Co., Ltd. Penerjemah: Indriani Grantika Penyunting: Indriani Grantika Proofreader: Priska Ghania Desain sampul: Indriani Grantika

Tata letak isi: Nurul Huda

Hak terjemahan ke dalam bahasa Indonesia ada pada Grantika Publishing

All rights reserved Hak cipta dilindungi undang-undang

ISBN: 978-602-18147-0-3 Cetakan I: April 2012

Cetakan II: Juli 2012 Cetakan III: Desember 2012

(4)
(5)

Zoey bertanya, “Kau menangis ya?”

Aku tidak yakin. Sepertinya begitu. Aku terde-ngar seperti para wanita di televisi ketika seluruh ke-luarga mereka meninggal. Aku terdengar seperti bi-natang yang menggerogoti kakinya sendiri hingga lepas. Semuanya hilang begitu saja—seolah jemariku hanyalah tulang belulang dan kulitku tembus pan-dang. Di dalam paru-paru kiriku, bisa kurasakan sel-sel berkembang biak, menumpuk, seperti abu yang perlahan-lahan mengisi vas. Tak lama lagi aku tak akan sanggup bernapas.

“Wajar kalau kau merasa takut,” kata Zoey. “Tidak.”

“Tentu saja wajar. Apa pun yang kau rasakan itu wajar.”

“Bayangkan, Zoey—merasa takut setiap saat.” “Bisa kubayangkan.”

Tapi tentu saja dia tidak bisa membayangkannya. Mana mungkin dia bisa membayangkannya semen-tara dia bisa menikmati hidupnya? Aku menyembu-nyikan wajahku di bawah topi lagi, hanya sebentar, karena aku akan rindu bernapas. Dan berbicara. Dan

(6)

Dan ikan. Aku suka ikan. Aku suka melihat perge-rakan mulut ikan, membuka, menutup, lalu membu-ka lagi.

Dan di tempat yang akan kutuju nanti, aku tidak bisa membawa serta apa pun.

Zoey melihatku mengusap air mata dengan ujung

duvet.

“Lakukan bersamaku,” kataku. Dia tampak terkejut. “Lakukan apa?”

“Hal-hal yang ada di carikan kertas yang terpen-car di mana-mana. Nanti kutulis seterpen-cara urut dan kau bisa membantuku mewujudkannya.”

“Membantumu mewujudkan apa? Hal yang kau tulis di dinding?”

“Kumohon, Zoey. Meskipun aku memohon supaya kau tidak membantuku, meskipun aku ini mengerikan bagimu, kau harus membantuku mewu-judkannya. Aku punya daftar panjang tentang hal-hal yang ingin kulakukan.”

Ketika dia mengatakan, “Oke,” dia membuatnya terdengar seolah itu hanyalah hal sepele, seolah aku hanya memintanya untuk menjengukku lebih sering.

“Kau sungguh-sungguh?” “Aku menyetujuinya, kan?”

(7)

Aku bertanya-tanya apakah dia tahu dia membiar-kan dirinya terlibat dalam hal seperti apa.

***

Ada noda merah di dagu Dr. Ryan. Aku tidak dapat menahan diri untuk tidak menatapnya saat ka-mi duduk di hadapannya, di mejanya. Aku pena-saran—apakah itu saus pasta, atau sup? Apakah dia baru saja selesai membedah? Mungkin itu daging mentah.

“Terima kasih sudah datang,” katanya, dan dia me-mindahkan tangannya ke pangkuannya.

Ayah menggeser kursinya lebih dekat dengan kursiku dan menekan lututnya ke lututku. Aku me-nelan ludah, melawan dorongan untuk bangkit ber-diri dan berjalan ke luar ruangan. Jika aku tidak mendengarkan, maka aku tidak akan tahu apa yang akan dikatakannya, dan mungkin yang dikatakannya tidak benar.

Tapi Dr. Ryan tidak tampak ragu-ragu, dan sua-ranya terdengar sangat tegas. “Tessa,” katanya, “Sa-yangnya ini bukan kabar baik. Hasil pungsi lumbar

(8)

terakhirmu menunjukkan bahwa kanker telah me-nyebar ke cairan tulang belakangmu.”

“Apakah itu buruk?” tanyaku, sedikit bercanda. Dia tidak tertawa. “Ini sangat buruk, Tessa. “Ini ber-arti kau mengalami kemunduran di sistem saraf pusat. Aku mengerti ini kabar yang sulit untuk di-terima, tetapi keadaan berkembang lebih cepat dari-pada yang kita duga dari-pada awalnya.”

Aku menatapnya. “Keadaan?”

Dia bergeser di kursinya. “Kondisimu menurun drastis, Tessa.”

Ada jendela besar di belakang meja dokter, dan aku dapat melihat dua puncak pohon di luar jendela itu. Aku dapat melihat cabang-cabang pohon, daun-daun yang mengering, dan langit yang hanya terlihat sedikit.

“Seberapa banyak kondisiku menurun?”

“Aku hanya bisa menanyakan apa yang kau ra-sakan, Tessa? Apakah kau lebih sering merasa letih, atau mual? Apakah kau merasakan nyeri di kaki-mu?”

(9)

“Aku tidak bisa menilainya, tetapi aku menya-rankanmu untuk melakukan hal-hal yang ingin kau lakukan.”

Dia memiliki beberapa foto medis untuk mem-buktikan ucapannya, dia menyerahkannya untuk di-lihat seakan-akan foto itu adalah foto-foto liburan, menunjukkan bintik kecil dari foto yang gelap, lesi— jaringan tubuh yang abnormal, serta jaringan ikat longgar yang mengambang. Seolah-olah ada seorang anak yang terlalu antusias dan membawa kuas serta sekaleng cat hitam yang telah dilepaskan di dalam tubuhku.

Ayah berusaha untuk tidak menangis namun sia-sia. “Apa yang terjadi sekarang?” Ayah bertanya, dan air mata menitik tanpa suara dari matanya dan jatuh ke pangkuannya. Dokter memberinya tisu.

Di luar jendela, hujan pertama hari itu turun me-nerpa kaca. Selembar daun terbawa embusan angin, lalu tampak menyala merah keemasan saat melayang jatuh.

Dokter berkata, “Tessa dapat merespons pengo-batan intratekal intensif. Aku akan menyarankan metotreksat dan hidrokortison selama empat ming-gu. Jika berhasil, gejala-gejala yang dialaminya akan

(10)

mulai berkurang dan kita akan melanjutkan dengan program perawatan.”

Dokter terus berbicara dan Ayah terus mende-ngarkan, tetapi aku berhenti mendengarkan sedikit pun.

Ini benar-benar akan terjadi. Mereka bilang ini akan terjadi, tapi ini lebih cepat daripada yang diper-kirakan. Aku benar-benar tidak akan kembali ke se-kolah. Tidak akan pernah. Aku tidak akan pernah populer atau meninggalkan sesuatu yang berharga. Aku tidak akan pernah pergi ke perguruan tinggi atau mendapatkan pekerjaan. Aku tidak akan meli-hat adikku tumbuh dewasa. Aku tidak akan beper-gian, tidak pernah bisa memperoleh penghasilan, ti-dak akan pernah mengemudi, titi-dak akan sempat ja-tuh cinta atau sempat pindah rumah atau membeli rumahku sendiri.

Ini benar-benar nyata.

Sebuah pemikiran menusuk, merayap dari jemari kakiku dan menyayatku, hingga menghambat segala hal lain dan menjadi satu-satunya hal yang kupikir-kan. Pemikiran itu menguasaiku, seperti jeritan bi-su. Aku sudah sakit begitu lama, membengkak dan sakit-sakitan, dengan warna kulit yang tidak merata,

(11)

kuku yang pecah-pecah, rambut yang rontok dan ra-sa mual yang terara-sa hingga ke tulang-tulangku. Ini tidak adil. Aku tidak rela mati seperti ini, tidak se-belum aku hidup dengan baik. Tampak begitu jelas bagiku. Aku merasa hampir penuh harapan, itu gila. Aku ingin menikmati hidup sebelum ajal menjem-putku. Ini satu-satunya hal yang masuk akal.

Saat itulah ruangan itu kembali tampak jelas. Dokter terus membahas tentang percobaan pe-ngobatan, bagaimana obat-obatan itu kemungkinan tidak akan menolongku, tapi mungkin bisa meno-long pengidap lain. Ayah masih menangis tanpa sua-ra, aku menatap ke luar jendela dan bertanya-tanya mengapa cahaya tampak memudar begitu cepat. Su-dah pukul berapa sekarang? SuSu-dah berapa lama kami duduk di sini? Aku melirik jam tanganku—pukul tiga lewat tiga puluh menit dan siang hari sudah hampir berakhir. Ini bulan Oktober. Anak-anak lain baru saja kembali ke ruang-ruang kelas mereka de-ngan tas dan tempat pensil baru, menantikan sete-ngah semester yang akan mereka lalui. Seberapa

ce-patnya setengah semester berlalu. Halloween akan

(12)

Paskah. Lalu ada ulang tahunku pada bulan Mei. Aku akan berusia tujuh belas tahun.

Berapa lama aku bisa bertahan? Aku tidak tahu. Yang kutahu hanyalah aku punya dua pilihan—terus berlindung di bawah selimut dan melanjutkan hidup sebagai orang yang sekarat, atau kembali melaksana-kan daftar keinginanku dan melanjutmelaksana-kan hidupku.

***

Ayah mendekat, duduk di kursi dan meraih ta-nganku. “Kau tahu,” katanya, “Sewaktu kau masih bayi, Ayah dan Ibu sering berbaring terjaga di malam hari untuk mengawasimu bernapas. Kami takut kau akan lupa cara bernapas jika kami tidak mengawasi.” Tangan Ayah bergerak, ada pelunakan pada kontur jari-jarinya. “Kau boleh menertawakan Ayah, tapi itu benar. Keadaan menjadi lebih mudah saat anak-anak sudah lebih besar, tapi kekhawatiran itu tidak pernah hilang. Ayah mengkhawatirkanmu sepanjang waktu.”

“Mengapa Ayah mengatakannya kepadaku?” Ayah mendesah. “Ayah tahu kau merencanakan sesuatu. Ayah perlu tahu tentang daftar keinginan

(13)

itu, bukannya Ayah ingin menghentikanmu, tapi Ayah ingin kau tetap aman.”

“Bukankah itu hal yang sama?”

“Tidak, kurasa itu berbeda. Ini seperti kau mem-berikan hal yang terbaik dari dirimu. Mengenyahkan hal-hal yang terlalu menyakitkan.”

Suara Ayah melemah. Itukah yang benar-benar Ayah inginkan? Ingin dilibatkan? ... Daftar selan-jutnya adalah... Dan setelah itu, masih ada tujuh hal lagi untuk dilaksanakan. Jika aku memberitahu Ayah, maka Ayah akan mengambil daftar itu. Aku tidak ingin menghabiskan hidupku bergelung dalam selimut di sofa sambil menyandarkan kepala di bahu Ayah. Daftar keinginan itu adalah satu-satunya hal yang membuatku bersemangat.

Terima kasih. Anda telah membaca contoh buku Grantika Publishing. Buku ini tersedia di toko-toko buku terdekat

Referensi

Dokumen terkait

(2) Setiap orang, lembaga dan/atau badan dilarang mempromosikan, mengiklankan, menjual dan/atau membeli produk rokok pada fasilitas pelayanan kesehatan

Penambahan luas ini sebagai bagian dari komitmen pemerintah kabupaten terutama DKP yang terus melakukan pembangunan dan optimalisasi TPST untuk dapat memenuhi Sidoarjo Zero

11 Dengan metode ini, peneliti bertujuan untuk mengetahui respon dari peserta didik dalam jawaban secara tertulis sesuai dengan pertanyaan mengenai pengaruh metode the learning

Based on the research results, it can be concluded that the addition of micronutrient and fermentation time 48 hours up to 144 hours can increase the

From the data analysis, the reseacher found the students’ problem and the cause of the problem in the process of learning listening of SMAN 15 Bandar Lampung

Data Riskesdas yang digunakan dalam Analisis Lanjut ini adalah data keterangan anggota rumah tangga, karakteristik responden dan akses pelayanan kesehatan terhadap kejadian

Dari media massa pula, masyarakat dengan mudah mengakses informasi-informasi yang ditayangkan khususnya dalam media elektronik seperti media televisi yang secara

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh