• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sengketa atau konflik hakekatnya merupakan bentuk aktualisasi dari suatu perbedaan dan atau pertentangan antara dua pihak atau lebih. Sebagaimana dalam sengketa perdata, pada prinsipnya dalam sengketa bisnis termasuk di dalamnya sengketa perbankan syariah pihak-pihak yang bersengketa diberi kebebasan untuk menentukan mekanisme pilihan penyelesaian sengketa yang dikehendaki baik melalui jalur pengadilan (litigasi) maupun jalur di luar pengadilan (non litigasi) sepanjang tidak ditentukan sebaliknya dalam peraturan perundang-undangan serta ketentuan-ketentuan lain yang terkait.1

Salah satu permasalahan yang terjadi saat ini yaitu berkaitan dengan adanya sengketa di bidang perbankan syariah ke dalam kewenangan absolute lingkungan Peradilan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang diubah dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009. Hal tersebut rupanya tidak sejalan dengan Penjelasan Pasal 55 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menyatakan:

“Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud dimaksud ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad. Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Yang menjadi persoalan utama adalah terletak pada penjelasan Pasal 55 yang menyatakan penyelesaian sengketa dimungkinkan melalui pengadilan di lingkungan Peradilan Umum sepanjang disepakati di dalam akad”.

Artinya jika terjadi sengketa maka para pihak dapat memilih menyelesaikan sengketa baik melalui Pengadilan Agama maupun Pengadilan

1

Achmad Mujahidin, 2010, Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia,Ghalia Indonesia, Bogor, hlm. 40.

(2)

Negeri. Hal ini tentu tidak memberikan kepastian hukum atau menimbulkan dualisme terhadap penyelesaian sengketa perbankan syariah. Oleh karena itu Penjelasan Pasal 55 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 93/PUU-X/2012 yang intinya menyatakan bahwa Peradilan Agama sebagai satu-satunya peradilan penyelesaian sengketa ekonomi syariah.2

Namun hal tersebut nampaknya masih menyisakan polemik di kalangan perbankan syariah, khususnya pada sengketa yang timbul dari pelelangan objek jaminan Hak Tanggungan dalam pembiyaan perbankan syariah. Berdasar penjelasan Pasal 49 huruf (i) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama menguraikan bahwa yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilakukan menurut prinsip syariah, sedangkan kita ketahui bersama bahwa lembaga Hak Tanggungan dan lembaga Lelang di Indonesia dalam melaksanakan tugas dan fungsinya masih merujuk pada ketentuan-ketentuan umum yaitu, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan dan Tanah (selanjutnya akan disebut dengan Undang-undang tentang Hak Tanggungan) dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia yang terbaru yaitu PMK Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Pentunjuk Pelaksanaan Lelang. Oleh karena itu hingga saat ini objek jaminan dari pembiayaan keuangan syariah masih menggunakan Lembaga Jaminan dan Lembaga Lelang umum, karena belum ada lembaga Hak Tanggungan dan Lembaga Lelang yang diadakan khusus terkait pembiayaan pada perbankan syariah.3

Berdasarkan pemaparan di atas tentunya menimbulkan pertanyaan, apakah proses pembebanan Hak Tanggungan dan Lelang atas jaminan

2

A.Mukti Arto, “Keterkaitan Notaris Dan PPAT Dalam Pembuatan Akta Perbankan Syariah Dan Aspek Penyelesaian Sengketanya”. Seminar Nasional bertema Dinamika Perbankan Syariah Di Indonesia, Diselenggarakan oleh Keluarga Mahasiswa Notariat Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Pengurus Daerah Wilayah Ikatan Notaris Indonesia DIY, Yogyakarta, Juni 2015, hlm.2.

3

Peraturan Menteri Keuangan No. 106/PMK.06/2013 tentang perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK/2010 terahir telah diganti Peraturan Menteri Keuangan No. 27/PMK.06/2016.

(3)

pembiayaan syariah juga dapat dikategorikan sebagai kegiatan ekonomi syariah sebagaimana dimaksud penjelasan Pasal 49 huruf (i) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.

Tidak mengherankan apabila masih ada pendapat di kalangan masyarakat yang membenarkan untuk melakukan upaya hukum penyelesaian sengketa Lelang jaminan pembiayaan syariah melalui Peradilan Umum. Mereka menganggap bahwa sengketa yang timbul dari Objek Hak Tanggungan masih merujuk kepada ketentuan-ketentuan umum seperti yang sudah dijelaskan di atas, sehingga penyelesaian sengketa tersebut dianggap bukan menjadi kewenangan pengadilan Agama. Beberapa contoh kasus di atas dapat dipaparkan sebagai berikut: Kasus yang terjadi di Pengadilan Tinggi Semarang dengan putusan Nomor 50/Pdt/2013/PT.SMG yang memeriksa dan mengadili perkara terkait lelang Hak Tanggungan atas pembiayaan perbankan syariah. Kasus tersebut terjadi ketika pihak ketiga yaitu para saudara kandung dari Debitur sebagai Pihak Penggugat bersengketa dengan Pihak Tergugat yaitu PT. Bank Mega Syariah Pekalongan dan Kantor Kekayaan Negara & Lelang (KPKNL) Pekalongan sebagai Para Tergugat/Terbanding.

Dalam perkara ini Pihak Penggugat sebelumnya telah melakukan upaya hukum melalui Pengadilan Negeri Pekalongan dengan registrasi perkara Nomor 08/Pdt.G/2012/PN.Pkl, namun Pengadilan Negeri Pekalongan menyatakan bahwa gugatan Pihak Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard). Pihak Penggugat setelah mendapatkan putusan dari Pengadilan Negeri Pekalongan tersebut rupanya melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Semarang dan pada akhirnya Pengadilan Tinggi Semarang pun mengabulkan sebagian tuntutan dari Pihak Penggugat.

Putusan tersebut pada intinya menyatakan bahwa pelelangan terhadap barang jaminan milik Para Penggugat yang berupa sebidang tanah pekarangan tercantum dalam sertifikat Hak Milik Nomor 00462 yang dilaksanakan pada tanggal 15 Nopember 2011 adalah melanggar Pasal 1338 KUHPerdata dan

(4)

dinyatakan batal demi hukum.4 Tidak berhenti sampai di situ rupanya kasus tersebut berlanjut hingga tingkat kasasi. Pada akhirnya Mahkamah Agung pun menerbitkan Putusan Nomor 2877 K/PDT/2013 yang menyatakan menolak permohonan kasasi dari para pemohon kasasi yaitu PT. Bank Mega Syariah Pekalongan dan Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Pekalongan. Hakim Mahkamah Agung menilai dalam pertimbangannya bahwa Putusan Pengadilan Tinggi Pekalongan tersebut tidak terdapat hal yang bertentangan dengan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku.

Dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Tinggi Semarang dan Putusan Mahkamah Agung tersebut maka memberikan persepsi hukum terhadap penyelesaian sengketa terkait lelang Objek Jaminan Hak Tanggungan dapat diselesaikan melalui sistem Peradilan Umum.5 Di sisi lain di lingkungan Peradialan Agama pun juga berwenang menerima dan mengadili perkara yang serupa, seperti contoh kasus yang terjadi di wilayah lain, yaitu di Pengadilan Agama Cilegon yang memeriksa dan mengadili perkara terkait lelang Hak Tanggungan atas pembiayaan perbankan syariah dengan Putusan Pengadilan Agama Cilegon Nomor 411/Pdt.G/2013/PA.Clg yang dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Agama Banten Nomor 24/Pdt.G/2014/PTA.Btn.6

Jika mencermati kasus di atas tentunya menimbulkan permasalahan bahwa sekalipun telah dilakukan eksekusi lelang obyek hak tanggungan, masih terbuka dan dimungkinkan adanya gugatan terhadap objek lelang. Persoalan lain adalah ketika terjadi sengketa yang timbul karena lelang jaminan Hak Tanggungan dalam pembiayaan Perbankan Syariah terkait kewenangan pengadilan yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara tersebut. Apakah diselesaikan melalui sistem Peradilan Agama, sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang diubah

4

Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No.50/Pdt/2013/PT.SMG

5

Putusan Mahkamah Agung No.2877 K/PDT/2013. 6

(5)

dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 93/PUU-X/2012 yang menyatakan bahwa Peradilan Agama sebagai satu-satunya peradilan penyelesaian sengketa ekonomi syariah atau diselesaikan melalui sistem Peradilan Umum mengingat Lembaga Jaminan dan Lembaga Lelang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya masih merujuk pada ketentuan-ketentuan umum sebagaimana sudah dijelaskan di atas.7

Dengan adanya permasalahan-permasalahan seperti yang sudah dipaparkan di atas membuat Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “KEWENANGAN PERADILAN DALAM PERKARA

LELANG OBJEK JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS

PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan pada latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Lingkungan Peradilan apakah yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara yang timbul karena lelang jaminan Hak Tanggungan pada pembiayaan perbankan syariah?

2. Apa yang menjadi dasar pembenar Peradilan Umum tetap berwenang memeriksa dan mengadili perkara lelang jaminan Hak Tanggungan pada pembiayaan perbankan syariah?

7

Wahyu Wiryono, “Keterkaitan Notaris Dan PPAT Dalam Pembuatan Akta Perbankan Syariah Dan Aspek Penyelesaian Sengketanya”. Seminar Nasional bertema Dinamika Perbankan Syariah Di Indonesia, Diselenggarakan oleh Keluarga Mahasiswa Notariat Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Pengurus Daerah Wilayah Ikatan Notaris Indonesia DIY, Yogyakarta, Juni 2015, hlm.2.

(6)

C. Tujuan Penelitian

Pembuatan dari penelitian dan penulisan yang didasarkan pada permasalahan yang telah diuraikan di atas, memiliki beberapa tujuan, yaitu:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis kompetensi lingkungan Peradilan yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara terkait lelang jaminan Hak Tanggungan pembiayaan perbankan syariah.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis dasar pembenar Hakim di lingkungan Peradilan Umum dalam memeriksa dan mengadili perkara lelang jaminan Hak Tanggungan pembiayaan perbankan syariah.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian tentang “Kewenangan Peradilan Agama Dalam Perkara Lelang Objek Jaminan Hak Tanggungan Atas Pembiayaan Perbankan Syariah” diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kalangan Hakim di lingkungan Peradilan yang terkait, Akademisi, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan masyarakat luas.

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk memberikan penjelasan tentang lingkungan serta kewenangan peradilan apakah yang benar dan tepat secara yuridis untuk mengadili suatu sengketa atau kasus yang timbul dalam bidang perdata pada khususnya.

b. Memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum kenotariatan pada khususnya, terutama mengenai bidang perbankan syariah, Hak Tanggungan dan Lelang.

2. Manfaat Praktis

Sejalan dengan tujuan penelitian yang dikemukakan di atas hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna, terutama secara praktis bagi para praktisi hukum dalam menangani dan menyelesaikan perkara-perkara dalam bidang perbankan syariah, khususnya di lingkungan Peradilan Agama maupun lingkungan Peradilan Umum.

(7)

E. Keaslian penelitian

Penulisan tentang “Kewenangan Peradilan Agama Dalam Perkara Lelang Objek Jaminan Hak Tanggungan Atas Pembiayaan Perbankan Syariah” merupakan penelitian yang pertama dilakukan, tetapi terdapat penelitian yang menyinggung penyelesaian sengketa yang timbul dari pembiyaan Perbankan Syariah namun berbeda fokus penelitian, antara lain:

1. Cik Basir, Tahun 2009 tentang, “Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Di Pengadilan Agama dan Mahkamah Syar‟iyah”.Ada tiga permasalahan pada penelitian tersebut; Pertama, bagaimana sistem operasional bank syariah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, Kedua, sampai mana batas ruang lingkup dan jangkauan kewenangan lingkungan peradilan agama di bidang perbankan syariah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan Ketiga, bagaimana prosedur formal penyelesaian perkara perbankan syariah di lingkungan peradilan agama menurut hukum acara yang berlaku.8

a. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan ternyata sistem operasional bank syariah, termasuk kegiatan usahanya secara umum sama dengan bank konvensional. Aspek yang membedakan terletak pada prinsip operasionalnya. Bank syariah tidak menggunakan teknik-teknik finansial yang berdasarkan sistem bunga melainkan dengan sistem bagi hasil yang didasarkan prinsip syariah. Adapun ruang lingkup kewenangan peradilan agama di bidang bank syariah meliputi seluruh perkara perbankan syariah di bidang perdata. Sedangkan prosedur penyelesaian perkara tersebut di Pengadilan Agama pada dasarnya sama dengan penyelesaian perkara perbankan konvensional di Peradilan Umum, karena hukum acara yang berlaku di Peradilan Agama tidak lain adalah

8

(8)

hukum acara perdata yang juga berlaku di lingkungan Peradilan Umum.

b. Perbedaan Fokus Penelitian

Fokus penelitian di atas menganalisis tentang sistem operasional bank syariah menurut peraturan perundang-undangan, batas ruang lingkup kewenangan lingkungan peradilan agama di bidang perbankan syariah, dan prosedur formal penyelesaian perkara perbankan syariah di lingkungan peradilan agama sedangkan fokus penelitian penulis menganalisis kewenangan pengadilan kusus dalam perkara lelang objek jaminan hak tanggungan pada pembiayaan perbankan syariah.

2. Ikhsan Al Hakim, 2013 tentang, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Di Pengadilan Agama Purbalingga (Studi Pelaksanaan Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Pengadilan Agama Oleh Pengadilan Agama Purbalingga). Ada dua permasalahan pada penelitian tersebut; Pertama, Bagaimana Eksistensi Pengadilan Agama Purbalingga dalam mengaplikasikan UU Nomor 3 tahun 2006 Tentang Peradilan Agama terhadap penyelesaiaan sengketa ekonomi syari‟ah?,

Kedua, Faktor-faktor apasaja yang mempengaruhi tingginya

pelaksanaan Penyelesaian sengketa Ekonomi Syari‟ah di Pengadilan Agama Purbalinggadibandingkan dengan Pengadilan Agama Eks-Karesidenan Banyumas?9

a. Kesimpulan

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa kewenangan Pengadilan Agama dalam menyelesaikan kasus sengketa ekonomi syariah di Purbalingga telah dilaksanakan. Berdasarkan Putusan-putusan Pengadilan, Pengadilan Agama Purbalingga telah menyelesaikan 9 (Sembilan) sengketa ekonomi syariah. Dari kesembilan kasus

9

Al-Hakim, “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Di Pengadilan Agama Purbalingga (Studi Pelaksanaan Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Pengadilan Agama Oleh Pengadilan Agama Purbalingga)”, Skripsi, Program Studi (S1) Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, 2013, hlm. 9.

(9)

tersebut 5 (lima) kasus selesai dengan Damai pada saat proses litigasi dilaksanakan, 4 (empat) kasus dikabulkan oleh Hakim. Faktor yang mempengaruhi tingginya penyelesaian sengketa ekonomi syariah adalah sumber daya manusia Pengadilan Agama Purbalingga yang konsisten dalam mengaplikasikan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Para Hakim telah memperkaya diri dengan mengikuti pelatihan ekonomi syariah, melanjutkan belajar di perguruan tinggi, dan membca buku. Selain itu dukungan dari lembaga peradilan diwilayah hukum Kabupaten Purbalingga.Serta dari masyarakat dan lembaga perbankan syariah yang menyelesaikan sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama Purbalingga. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa keberadaan Pengadilan Agama Purbalingga sangat konsisten menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Faktor yang mendukung tingginya sengketa di Pengadilan Agama Purbalingga adalah faktor internaldan eksternal. Faktor internal yaitu Sumber daya Manusia Pengadilan Agama Purbalingga, kesiapan hakim dalam menangani perkara ekonomi syariah, serta faktor eksternal yaitu subjek hukum ekonomi syariah yang mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.

b. Perbedaan Fokus Penelitian

Penelitian di atas hanya berfokus meneliti pada satu objek Lembaga Peradilan Agama yaitu Pengadilan Agama Purbalingga, sedangkan penulis tidak terfokus meneliti pada satu objek Lembaga Peradilan Agama melainkan juga menganalisis Putusan-putusan Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, maupun Putusan Mahkamah Agung terkait perkara yang timbul karena lelang Hak Tanggungan atas pembiyaan pernbankan syariah.

(10)

Sepengetahuan dan sepanjang penelusuran yang penulis lakukan, materi pokok yang dituangkan dalam usulan penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Apabila ternyata penelitian di atas ada kesamaan dengan penelitian ini, hal tersebut di luar sepengetahuan penulis, sehingga harapan penulis semoga penelitian ini dapat melengkapi dan menyempurnakan penelitian sebelumnya.

Referensi

Dokumen terkait

a) Game akan memaparkan cerita dan peristiwa pelaksanaan Sumpah Palapa secara kronologis dalam bentuk leveling , agar pengguna dapat mengetahui dan memahami

[r]

Luas layak untuk permukiman dibandingkan dengan proyeksi kebutuhan lahan dapat menunjukkan kemampuan lahan suatu wilayah berdasarkan nilai Daya Dukung Lahan

Berdasarkan hasil dari wawancara yang dilakukan dengan guru kelas IV SD 2 Payaman pada tanggal 28 Desember 2018 menyebutkan bahwa terdapat

Toko bahan roti Serba Sari memiliki daftar harga yang bisa dilihat di setiap

Di saat sistem ekonomi lain hanya terfokus pada hukum dan sebab akibat dari suatu kegiatan ekonomi, maka Islam lebih jauh membahas nilai-nilai dan etika yang terkandung

menunjukkan bahwa model regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel Biaya Bahan Baku dan Biaya Tenaga Kerja Langsung terhadap Harga Pokok Produksi atau bisa

Tenaga kerja (TK) adalah orang yang bekerja pada sentra industri pengolahan makanan dan minuman (industri kecil menengah) yang ada di Kecamatan Batu yang