• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK (P2TP2A) DALAM PENANGANAN KASUS KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2012 - FISIP Untirta Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KINERJA PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK (P2TP2A) DALAM PENANGANAN KASUS KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2012 - FISIP Untirta Repository"

Copied!
209
0
0

Teks penuh

(1)

TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Manajemen Publik

Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Oleh :

ULVIA FADILAH NIM. 6661083075

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

(2)
(3)
(4)
(5)

Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Provinsi Banten Tahun 2012. Program Studi Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I Ipah Ema Jumiati, S.IP, M.Si. Pembimbing II Rina Yulianti S.IP, M.Si.

Fokus penelitian ini adalah Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdyaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Provinsi Banten Tahun 2012. Penelitian ini menggunakan teori kinerja Agus Dwiyanto yang memiliki indikator Produktivitas, Kualitas Layanan, Responsivitas, Responsibilitas, Akuntabilitas. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode deskriptif kuantitatif, sedangkan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai di lingkungan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dengan sampel sebanyak 45 responden. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menyebar kuisoner, observasi, studi kepustakaan dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten masih rendah karena hasil perhitungan diperoleh 61,4% dari angka minimal yaitu 65%. Saran peneliti dalam penelitian ini adalah dilengkapinya fasilitas sarana dan prasarana kantor yang dibutuhkan, pegawai diberikan pelatihan- pelatihan atau mengikuti diklat, membuat standarisasi waktu dalam hal menyelesaikan pekerjaannya serta membuat dan menjalankan program-program yang dibutuhkan oleh masyarakat khususnya perempuan dan anak.

(6)

in Banten Province 2012. Public Administration Department, Faculty of Social and Political Sciences, Sultan Ageng Tirtayasa University. I Advisor Ipah Ema Jumiati, S.IP, M.Si,. II Advisor Rina Yulianti, S.IP, M.Si.

Focus in this research is the Performance of Integrated Services Center of Women and Children (P2TP2A) in handling cases of sexual violence against children in Banten Province 2012. This study using the theory of the performance of Agus Dwiyanto who had indicators such productivity, the quality of services, responsiveness, responsibility and accountability. This research used descriptive quantitative method, while the population in this research is all employees in the Integrated Services Center of Women and Children (P2TP2A) with samples 45 respondents. The data is collected by spreading the questionnaire, observation, the study of literature and documentation. The result showed that the performance of Integrated Services Center of Women and Children (P2TP2A) in Banten Province 61,4 % still low of minimum rate that is 65 %. This research also suggested to be equipped office facilities and infrastructure required, given trainings make time in terms of standardization of completing his job and run the programs required by the community particularly women and children.

(7)

Bismillahirrahmanirrahim

….

Alhamdulillahirabbil

alamin

Syukurku Pada-Mu Ya Allah Sang Maha

Pengampun dan Maha Penyayang

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan

kesanggupannya. Ia mendapat p a h a l a ( d a r i k e b a j i k a n ) y a n g d i u s a h a k a n n y a d a n i a m e n d a p a t s i k s a ( d a r i k e j a h a t a n ) y a n g dikerjakannya.

(QS. Al-Baqarah : 286) ”

Skripsi ini di persembahkan untuk :

Orang tua tercinta,

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahir-Rahmanir-Rahim,

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh,

Segala puji bagi Allah yang atas nikmatnya penulis telah dapat merampungkan Skripsi

yang berjudul Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)

Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Provinsi Banten Tahun 2012.

Shalawat dan salam mudah-mudahan tercurahkan untuk panutan penulis, junjungan Nabi besar

Muhammad SAW.

Penulisan Skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa adanya bimbingan,

bantuan, nasihat, saran, dan perhatian dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini merupakan suatu

kebanggaan bagi penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan dengan

segala kerendahan hati kepada :

1. Prof. Dr. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

2. Dr. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa.

3. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si., Wakil Dekan bidang I Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

4. Mia Dwiana M., S.Sos, M.I.Kom., Wakil Dekan bidang II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

5. Gandung Ismanto, MM., Wakil Dekan bidang III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

6. Rahmawati, S.Sos, M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

(9)

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sekaligus

Dosen Pembimbing I Skripsi atas waktu dan kesabarannya dalam memberikan saran,

kritik dan arahan kepada penulis dalam meyelesaikan Skripsi ini.

8. Anis Fuad, S.Sos, M.Si., Dosen Pembimbing Akademik atas bimbingannya selama ini

sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir/Skripsi ini.

9. Rina Yulianti, S.IP, M.Si., Dosen Pembimbing II Skripsi atas waktu dan kesabarannya

dalam memberikan saran, kritik dan arahan kepada penulis dalam meyelesaikan Skripsi

ini.

10. Seluruh Dosen dan Staf Administrasi Jurusan Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial

Dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

11. Ketua dan Seluruh Pegawai atau Pengurus Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan

Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten yang telah memberikan izin penelitian

dan bantuan serta informasi kepada penulis untuk mencari data sesuai dengan yang

dibutuhkan, dalam penyelesaian penelitian.

12. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan kasih sayang yang tiada henti serta doa

dan dukungannya kepada penulis hingga Skripsi ini dapat diselesaikan.

13. Kakak dan Adik-adiku tersayang yang selama ini selalu memberikan semangat, doa dan

dukungannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini.

14. Kepada Husain R.R yang telah memberi motivasi serta semangat dalam menyelesaikan

Skripsi ini.

15. Sahabatku Neng Irma, Nanang Sutisna, Rendi Purnama dan Gery Rahman atas motivasi,

kebersamaan dan kekeluargaannya kini dan nanti.

(10)

Kelag G Non Reguler, Semoga Sukses dalam mengejar Cita-citanya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan maka, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi

kesempurnaan Skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat, baik untuk penulis

sendiri pada khususnya dan untuk para pembaca pada umumnya.

Serang, Desember 2014 Penulis

Ulvia Fadilah

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

ABSTRAK

ABSTRACT

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR DIAGRAM ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 13

1.3 Batasan Masalah ... 13

1.4 Rumusan Masalah ... 14

1.5 Tujuan Penelitian... 14

1.6 Manfaat Penelitian... 15

1.7 Sistematika Penulisan ... 16

(12)
(13)

3.8 Jadwal Penelitian ... 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 55

4.1.1 Deskripsi Wilayah Provinsi Banten ... 55

4.1.2 Gambaran Umum Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten ... 56

4.1.3 Kedudukan, Tugas dan Fungsi P2TP2A Provinsi Banten 56

4.1.3.1 Susunan Organisasi P2TP2A Provinsi Banten 60

4.1.3.2 Visi, Misi dan Program P2TP2A Provinsi Banten 62

4.2 Deskripsi Data... 71

4.2.1 Identitas Responden ... 71

4.2.2 Analisis Data ... 73

4.3 Pengujian Persyaratan Statistik... 124

4.3.1 Hasil Uji Validitas... 124

4.3.2 Hasil Uji Reliabilitas... 127

4.3.3 Uji Normalitas... 128

4.4 Pengujian Hipotesis ... 129

4.5 Interpretasi Hasil Penelitian ... 132

4.6 Pembahasan ... 134

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan... 140

5.2 Saran ... 142

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Data Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Berdasarkan

Daerah Asal... 3

1.2 Data Korban Kasus Kekerasan pada Anak Di Provinsi Banten ... 7

3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 45

3.2 Skoring Item Instrumen ... 46

3.3 Jadwal Kegiatan Penelitian... 54

4.1 Susunan Organisasi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten ... 60

4.2 Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian ... 125

4.3 Hasil Uji Reliability Statistik... 128

4.4 Hasil Uji Normalitas Data ... 128

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 39

4.1 Struktur Organiasi P2TP2A Provinsi Banten ... 62

4.2 Kurva Penerimaan dan Penolakan Hipotesis Uji Hipotesis Pihak

Kanan ... 132

(16)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram Halaman

4.1 Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 71

4.2 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 72

4.3 Identitas Responden Berdasarkan Usia ... 73

4.4 Pegawai dapat menyelesaikan tugas dengan tepat waktu... 74

4.5 Fasilitas-fasilitas yang diberikan organisasi dapat menunjang aktivitas kerja atau pekerjaan ... 76

4.6 Pegawai mendapatkan gaji sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang dibebankan ... 78

4.7 Pegawai mempunyai inisiatif yang tinggi dalam bekerja ... 79

4.8 Organisasi memberikan peluang dan pengembangan karir bagi setiap pegawai ... 80

4.9 Keragaman keterampilan dalam pekerjaan membuat pekerjaan cepat terselesaikan ... 82

4.10 Pegawai dapat bekerjasama dengan rekan kerjanya... 83

4.11 Kondisi ruang kerja membuat nyaman dalam bekerja ... 85

4.12 Hubungan atasan dan bawahan berjalan sangat baik ... 86

4.13 Pegawai bekerja sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya ... 88

4.14 Teknologi yang digunakan Organisasi sangat membantu

(17)

4.15 Anggaran yang tersedia cukup untuk meningkatkan kinerja ... 90

4.16 Pegawai berpenampilan rapih dan bersih ... 92

4.17 Organisasi memiliki tempat yang nyaman dan ruang kerja yang lengkap dengan fasilitasnya ... 93

4.18 Lokasi organisasi mudah untuk ditemukan ... 95

4.19 Pegawai memiliki kemampuan dalam memberikan pelayanan... 96

4.20 Pegawai cekatan dalam menangani kebutuhan korban ... 97

4.21 Pegawai memberikan perhatian yang serius terhadap korban ... 99

4.22 Pegawai memiliki pengetahuan tentang kekerasan seksual ... 101

4.23 Pegawai selalu bersikap sabar dan sopan kepada korban... 102

4.24 Korban merasa aman dan nyaman pada saat di Organisasi... 103

4.25 Pegawai memiliki kesungguhan dalam merespon permintaan korban ... 104

4.26 Pegawai memberikan pelayanan yang sama tanpa memandang status sosial ... 106

4.27 P2TP2A memiliki jam konsultasi yang sesuai dengan keinginan korban ... 107

4.28 P2TP2A menindaklanjuti komplain dengan penyelesaian yang tepat... 108

(18)

4.30 Perilaku kerja pegawai berdampak pada kinerja lembaga ... 110

4.31

4.32

Berkurangnya kekerasan seksual terhadap anak akan

mempengaruhi kinerja organisasi ...

Tugas dan fungsi masing-masing seksi sudah jelas dan tidak

tumpang tindih ...

111

112

4.33 Prosedur dan mekanisme kerja dapat berjalan dengan baik ... 114

4.34

4.35

Struktur organisasi P2TP2A yang dibentuk sesuai dengan

kebutuhan dan fungsi organisasi ...

P2TP2A yang dibentuk sudah mampu mendukung terbentuknya

organisasi berkinerja tinggi ...

115

116

4.36 P2TP2A memberikan informasi kepada korban secara tepat ... 117

4.37 P2TP2A memberikan keluaran yang mempunyai kepastian hukum.. 119

4.38 Pegawai bekerja sesuai dengan prosedur dan mekanisme ... 120

4.39

4.40

Program yang diterapkan menunjang pencapaian kinerja

secara optimal ...

Kebijakan-kebijakan yang dibuat P2TP2A berorientasi pada

121

peningkatan kinerja pegawai yang mempengaruhi peningkatan

kinerja lembaga ... 123

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Kuesioner Penelitian

2 Kuisoner Data Hasil Penelitian

3 Tabel Nilai-nilai r Product Moment

4 Tabel Nilai-nilai dalam Distribusi t

5 Hasil Uji Validitas

6 Hasil Uji Reliabilitas

7 Hasil Uji Normalitas

8 Dokumentasi Penelitian

9 Surat Permohonan Izin Mencari Data dari Fakultas FISIP

10 Surat Keterangan dari P2TP2A Provinsi Banten

11 Absensi Bimbingan Skripsi

12 Daftar Riwayat Hidup

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perencanaan, pelaksanaan pembangunan di daerah mengharuskan

adanya akuntabilitas kinerja pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdayaguna,

berhasilguna, bersih dan bertanggungjawab, ini merupakan salah satu

pertimbangan dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7

Tahun 1999, tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Diktum kedua

dari Instruksi tersebut menyatakan bahwa sejak tanggal 30 September 1999, setiap

instansi pemerintah sampai lingkup Eselon II diharapkan telah mempunyai

perencanaan strategis tentang program-program utama yang akan dicapai selama 1

(satu) sampai 5 (lima) tahun mendatang.

Rencana strategis merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil

yang ingin dicapai selama kurun waktu sampai dengan 5 (lima) tahun kedepan

dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau mungkin

timbul. Isu pemberdayaan perempuan telah lama muncul, Indonesia merupakan

salah satu Negara yang memiliki komitmen tinggi untuk meningkatkan kualitas

hidup perempuan dan anak serta menghapuskan segala bentuk diskriminasi yang

sering dialami oleh perempuan dan anak.

Setiap anak pada dasarnya memiliki hak yang sama, mereka juga berhak

atas pendidikan, kesehatan dan hak perlindungan. Dalam menjamin hak-hak

tersebut, maka pemerintah menuangkannya pada suatu kebijakan berupa Undang-

(21)

Undang Perlindungan Anak nomor 23 Tahun 2002 yang menjelaskan bahwa

setiap anak merupakan tunas potensi dan generasi muda penerus cita-cita bangsa,

memiliki peran yang strategis dan mempunyai ciri serta sifat khusus yang

menjamin kelangsungan eksistensi Bangsa dan Negara pada masa depan, oleh

karena itu perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan

berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial. Maka diperlukan

adanya upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan

memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-hak serta adanya perlakuan tanpa

diskriminasi. Selain itu dibentuk pula Komisi Perlindungan Anak dengan tujuan

memantau, memajukan dan melindungi hak-hak anak serta mencegah berbagai

kemungkinan pelanggaran hak atas anak yang dilakukan oleh negara, perorangan

atau lembaga.

Berdasarkan Konvensi Hak Anak Persatuan Bangsa-Bangsa (KHA PBB)

dalam 54 pasalnya merumuskan 30 butir hak-hak anak. Butir-butir ini merupakan

sari dari konvensi PBB tentang hak anak dari pasal 1 sampai dengan pasal 54.

Adapun 30 butir ini merupakan ringkasan hak-hak anak dalam berbagai bidang

kehidupan dan penghidupan. Butir-butir tersebut adalah sebagai berikut :

memperoleh perlindungan akibat kekerasan fisik, mental, penyalahgunaan,

penelantaran atau perlakuan salah (eksploitasi), serta penyalahgunaan seksual,

perlindungan anak dari segala bentuk eksploitasi seksual, perlindungan anak dari

penculikan dan penjualan atau perdagangan anak, perlindungan anak terhadap

segala bentuk eksploitasi terhadap segala aspek kesejahteraan anak, larangan

(22)

Anak-anak sebagai manusia juga perlu dihargai, maka pada tanggal 23

Juli ditetapkan sebagai Hari Anak Nasional berdasarkan Keppres Nomor 4 Tahun

1984. Setiap Hari Anak tiba, berbagai aktivitas dan perlombaan dilakukan untuk

meramaikan hari anak nasional, tentu saja anak-anak menyambutnya dengan

gembira. Setiap anak memang seharusnya hidup dengan gembira apalagi di masa

pertumbuhan. Namun tidak semua anak-anak Indonesia hidup dengan penuh

kegembiraan dan layak, masih banyak anak-anak yang keadaan ekonomi

keluarganya tidak memadai sehingga dengan terpaksa mencari nafkah di jalanan

seperti mengemis, mengamen dan memulung barang bekas.

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak

(P2TP2A) merupakan wadah penyelenggaraan pelayanan terpadu meliputi

pencegahan, penyediaan, dan penyelenggaraan layanan terpadu bagi korban

meliputi pelayanan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, reintegrasi sosial dan

bantuan hukum serta pemantauan dan evaluasi. Berdasarkan analisis penulis dari

data yang diperoleh terdapat kasus-kasus yang mengalami peningkatan dan

penurunan setiap tahunnya adalah dapat digambarkan dalam Tabel 1.1 berikut :

Tabel 1.1

Data Penanganan Kasus

Kekerasan Seksual Berdasarkan Daerah Asal

No WILAYAH

Tahun Jumlah

2010 2011 2012

1 Kota Serang 12 1 7 20

2 Kabupaten Serang 3 2 5 10

(23)

4 Kabupaten Pandeglang 2 2 2 6

5 Kabupaten Lebak 1 1 0 2

6 Kabupaten Tangerang 0 1 0 1

7 Kota Tangerang Selatan 0 2 1 3

8 Kota tangerang 3 0 3 6

Jumlah 21 9 18 45

Sumber : Rekapitulasi Laporan Tahunan Hasil Kegiatan P2TP2A Provinsi Banten, 2014

Berdasarkan tabel 1.1 diatas dapat diketahui bahwa kasus kekerasan

seksual terbanyak di Kota Serang yang terletak di Kota Serang dan Kecamatan

Cipocok Jaya, untuk kasus kekerasan seksual terbanyak kedua yaitu Kabupaten

Serang yang terletak di Kecamatan Ciruas dan Kecamatan Kramatwatu, untuk

Kabupaten Pandeglang terletak di Kecamatan Pagelaran dan Kecamatan Labuan,

untuk Kota Tangerang kasus kekerasan seksual terjadi di Kecamatan Karawaci,

untuk di Kota Tangerang Selatan terjadi kasus kekerasan seksual yang terletak di

Kecamatan Situ, untuk kasus kekerasan seksual di Kabupaten Lebak terjadi di

Kecamatan Rangkas Bitung dan untuk kasus kekerasan yang terendah terjadi di

Kabupaten Tangerang di Kecamatan Balaraja dan Kecamatan Tigaraksa

sedangkan untuk di Kota Cilegon kasus kekerasan seksual tidak terjadi.

Kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi terhadap anak biasanya

dilakukan di rumah korban ataupun pelaku, dan pelakunya pun tidak jarang masih

ada hubungan keluarga maupun kerabat korban yang ada di lingkungan rumah

korban, tindakan yang mendasari terjadinya kekerasan seksual terhadap anak

(24)

tidak terpenuhi dan lingkungan. Dari data-data kasus di atas yang sudah di

jelaskan maka kekerasan seksual yang terjadi terhadap anak merupakan salah satu

masalah penting, karena di Provinsi Banten kasus kekerasan seksual terhadap

perempuan dan anak merupakan tertinggi kedua setelah kasus Kekerasan Dalam

Rumah Tangga.

Kekerasan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak

dimana orang dewasa atau remaja yang lebih tua menggunakan anak untuk

rangsangan seksual. Melihat kecenderungan yang terjadi, diprediksi jumlah kasus

pencabulan dan kekerasan seksual pada anak terus merangkak naik. Ini terjadi

karena lingkungan atau dunia anak belum bertambah baik dan belum nyaman.

Berbagai faktor menjadi penyebab anak rentan menjadi korban pencabulan,

kekerasan seksual. Pengaruh lingkungan dan teknologi informasi sangat

berdampak pada anak. Dibandingkan orang dewasa, anak terutama pada usia

remaja sangat menyukai teknologi informasi terutama ponsel sebagai bagian dari

tuntutan pergaulan dan gaya hidup.

Teknologi informasi dan fitur-fitur yang melekat padanya seperti

Blackberry Messenger (BBM), jejaring sosial dan lainnya semakin mendekatkan

korban dengan pelaku dalam berinteraksi. Tanpa disadari akhirnya anak

terperangkap di dalamnya bila bertemu dengan orang yang salah dan berniat jahat,

kebanyakan anak dan para orangtua baru sadar ketika anaknya sudah menjadi

korban. Seperti yang dikutip dari Kabar Banten, tanggal 30 Juni 2010 berjudul

Pacaran di Facebook Anak Baru Gede (ABG) Tewas di Semak, berawal dari

(25)

melalui telepon seluler atau handphone yang salah sambung dan berlanjut saling bertukar media sosial yaitu Facebook. Bisa dilihat dari kasus diatas kekerasan terhadap anak bermula dari anak-anak mengenal Teknologi.

Efek kekerasan seksual terhadap anak antara lain depresi, gangguan stres

pasca trauma, kegelisahan, kecenderungan untuk menjadi korban lebih lanjut pada

masa dewasa, dan cedera fisik untuk anak diantara masalah lainnya. Pelecehan

seksual oleh anggota keluarga adalah bentuk inses dan dapat menghasilkan

dampak yang lebih serius dan trauma psikologis jangka panjang, terutama dalam

kasus inses orangtua.

Berdasarkan Informasi yang diperoleh dari Pusat Pelayanan Terpadu

Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten, efek kekerasan

seksual terhadap anak khususnya di Provinsi Banten lebih cenderung kepada

depresi pada anak. Korban yang depresi pada tahun 2010 berjumlah 6 orang,

tahun 2011 berjumlah 3 orang dan tahun 2012 berjumlah 8 orang. Dimana depresi

dapat menyebabkan anak-anak takut terhadap orang yang lebih dewasa, anak-anak

takut apabila bertemu dengan orang-orang yang tidak dikenal, timbulnya rasa

tidak percaya diri terhadap dirinya sendiri, mengakibatkan dimana korban yang

mengalami kekerasan seksual akan membuat satu kelompok sesama korban dan

yang lebih parah lagi, korban yang mengalami kekerasan seksual untuk anak laki-

laki kemungkinan akan menjadi pelaku (kecenderungan psikologi akan berubah)

baik pada usianya yang sekarang atau yang akan datang sedangkan untuk anak

(26)

Dapat dilihat jumlah dan jenis kasus terhadap anak salah satunya jenis kasus

kekerasan seksual dalam Tabel 1.2 berikut :

Tabel 1.2

Data Korban Kasus Kekerasan Pada Anak di Provinsi Banten

No Jenis Kasus

Tahun

Jumlah 2010 2011 2012

1 Kekerasan Fisik 2 1 2 5

2 Kekerasan Seksual 13 6 17 36

3 Traficking 0 0 4 4

4 Penelantaran 9 3 0 12

5 Kekerasan dalam Pacaran 1 2 0 3

6 Perebutan Hak Asuh Anak 3 1 0 4

7 Kekerasan Psikis 3 1 2 6

Jumlah 31 14 25 70

Sumber : Rekapitulasi Laporan Tahunan Hasil Kegiatan P2TP2A Provinsi Banten, 2014

Mengingat banyaknya kasus-kasus kekerasan terhadap anak khususnya

kekerasan seksual terhadap anak, maka Pemerintah Provinsi Banten mempunyai

komitmen yang kuat untuk melindungi rakyatnya dari praktek yang tidak

bertanggung jawab serta berupaya mencegahnya dengan kebijakan yang dibuat

oleh P2TP2A Provinsi Banten dalam Perlindungan Anak dengan kegiatan

didirikannya TESA (Telepon Sahabat Anak), Pembentukan Kelompok Simpatik

(27)

Banten dalam MPU (Mitra Praja Utama), mengingat akibat yang ditimbulkan

akan merusak masa depan generasi bangsa yang seharusnya menjadi potensi

untuk pembangunan daerah.

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak

(P2TP2A) merupakan salah satu bentuk wahana pelayanan bagi perempuan dan

anak dalam upaya pemenuhan informasi dan kebutuhan di bidang pendidikan,

kesehatan, ekonomi, hukum, perlindungan dan penanggulangan tindak kekerasan

serta perdagangan terhadap perempuan dan anak.

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak

(P2TP2A) mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan

perlindungan korban bagi anak baik pemberdayaan, perlindungan serta

reintegrasi. Peran ini akan dapat diwujudkan dengan baik ketika Pusat Pelayanan

Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) mempunyai sistem

kelembagaan dan pelayanan yang baik sesuai dengan standar pelayanan minimal

(SPM) serta bagaimana kinerja yang di gunakan P2TP2A dalam proses

penanganannya.

Oleh karena itu, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan

dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten yang dibentuk dengan SK yang ditetapkan

oleh Gubernur Banten dengan Banten Nomor 463/KEP-144-HUK/2007 tentang

Pembentukan dan Susunan Pengurus Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan

Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten.

Berdasarkan pengamatan penulis yang dilakukan di Kantor Pusat

(28)

Banten diperoleh bahwa terdapat masalah-masalah Kinerja P2TP2A. Adapun

masalah-masalah tersebut Pertama masih kurangnya pegawai di P2TP2A provinsi

Banten. Adapun susunan pegawai/pengurus Pusat Pelayanan Terpadu

Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten dari Tahun 2007-

2010 berjumlah 63 Orang namun pada periode tahun 2011-2015 susunan

pegawai/pengurus berjumlah 45 orang, dengan adanya perubahan susunan

pegawai maka ada susunan perubahan disetiap divisi yang semula terdapat 4

Divisi menjadi 3 Divisi dan Sekretariat pada tahun 2011 sampai saat ini. Agar

jumlah pegawai/pengurus dalam melaksanakan penanganan kasus-kasus

kekerasan dapat terselesaikan maka P2TP2A Provinsi Banten membagi divisi

menjadi 3 agar lebih efektivitas dengan menepatkan pengurus perwakilan SKPD

seperti Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, RSUD, Kepolisian dan BPPMD Provinsi

Banten di setiap Divisi namun jumah pegawai/pengurus tersebut untuk disetiap

Divisi masih kurang karena masih terdapat kendala yaitu kurangnya pegawai di

setiap divisi yang ada, dalam proses penyelesaian penanganan kasus-kasus yang

ada khususnya kasus kekerasan seksual yang terjadi terhadap anak dikarenakan

pengurus yang ada saat ini merupakan pengurus tidak tetap yang posisinya tidak

ada setiap hari di kantor karena disisi lain para pengurus tersebut adalah Pegawai

Negeri Sipil (PNS) sehingga dalam proses penyelesaian masih belum optimal.

Kedua belum terlaksananya secara optimal persiapan yang harus

dilakukan oleh P2TP2A Provinsi Banten, dalam proses penyelesaian kasus-kasus

khususnya kekerasan seksual yang proses penyelesaiannya mengikuti standar

(29)

Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No. 01 Tahun 2010.

Contohnya Standar Pelayanan Minimal (SPM) di P2TP2A Provinsi Banten dan di

RSUD Provinsi Banten, SPM P2TP2A Provin Banten mencakup jenis pelayanan

Penanganan Pengaduan/laporan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak

dan Penegakan Bantuan Hukum bagi perempuan dan anak korban kekerasan dan

SPM RSUD Provinsi Banten lebih mencakup terhadap Pelayanan yang berupa

Medis, namun di P2TP2A Provinsi Banten, SPM masih belum mengikuti tahapan-

tahapan sebagaimana mestinya, seperti Penanganan Pengaduan, Pelayanan

Kesehatan, Rehabilitas Sosial, Penegakan Hukum serta Bantuan Hukum bagi para

korban tahapan pertama dilakukan penanganan pengaduan harus mencatat nama

korban tetapi form catatan tidak sesuai dengan format yang seharusnya yang

sudah di contohkan dalam SPM P2TP2A Provinsi Banten, mengakibatkan proses

penyelesaiannya tidak sesuai dengan tahapan yang ada sehingga proses

penanganan menjadi terhambat dalam hal pelaksanaannya.

Ketiga Koordinasi lintas sektoral yang terkait dengan P2TP2A Provinsi

Banten yaitu Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Rumah Sakit

Daerah Umum (RSUD) Provinsi Banten, Polisi Daerah (Polda) Banten dan Badan

Pemberdayaan Perempuan dan Mayarakat Desa (BPPMD) Provinsi Banten. Hal

ini dapat dilihat dalam formasi kepengurusan P2TP2A Provinsi Banten, dimana

perwakilan lembaga strategis seperti Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

mempunyai peran yang cukup penting dalam keterkaitan terhadap P2TP2A

Provinsi Banten. Seperti kegiatan dalam pembentukan kelompok simpatik yang

(30)

pembentukannya, namun kegiatan tersebut belum dijalankan sehingga

terbentuknya pengkaderan pembentukan kelompok simpatik di sekolah

(SD/SMP/SMA/SMK maupun perguruan tinggi yang sederajat) dalam

pencegahan kasus kekerasan khususnya terhadap anak belum ada atau belum

terbentuk. Padahal itu terdapat didalam Tugas, Pokok dan Fungsi (TUPOKSI)

P2TP2A Provinsi Banten itu sendiri yang berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan

Provinsi Banten. Jadi kekuatan P2TP2A sangat dipengaruhi dari kekuatan

koordinasi lintas sektoral yang dibangun.

Keempat belum terfasilitasinya beberapa kebutuhan yang sifatnya sangat

teknis untuk proses pendampingan kepada korban atau masyarakat. Fasilitas yang

dimaksud adalah belum adanya ruangan fisik crisis-center, belum lengkapnya sarana dan prasarana yang ada di ruang konseling, belum adanya alat komunikasi

seperti telepon atau HP (Handphone) khusus untuk menangani kasus kekerasan, serta adanya Telepon Sahabat Anak (TESA) yang masih susah dalam dihubungi

untuk pengaduan masalah yang dihadapi anak, belum adanya alat transportasi

khusus seperti mobil untuk operasional penjemputan korban, belum adanya

pendanaan untuk pendampingan petugas ke lapangan masih kurangnya sosialisasi,

pelatihan dan pemberi keterampilan yang dilakukan oleh P2TP2A Provinsi

Banten masih hanya sebatas sosialisasi di media cetak, Elektronik dan

keterampilan jahit bagi para korban yang mengalami kekerasan.

Dari permasalahan-permasalahan yang ada diatas maka penanganan kasus

kekerasan terhadap perempuan dan anak khususnya kekerasan seksual dimana

(31)

sektoral untuk memudahkan dalam penyelesaiana kasus-kasus yang ada serta

dibutuhkan perencanaan yang strategis agar dalam proses penyelesaian penganan

kasus-kasus berjalan dengan lancar, bahkan seringkali dalam penyelesaian butuh

pendekatan sosiologis dan budaya. Agar kasus-kasus kekerasan seksual dapat

diselesaikan secara cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi kasus-kasus

kekerasan yang terjadi.

Masih tingginya angka kekerasan seksual pada anak di Provinsi Banten

pada tahun 2010 angka kekerasan seksual mencapai jumlah 13 kasus, Sedangkan

pada tahun 2011 mengalami penurunan sampai 6 kasus dan di tahun 2012

mengalami peningkatan kembali sampai pada 17 kasus, Namun tahun 2013 kasus

kekerasan seksual menurun menjadi 12 kasus. Dengan angka kasus kekerasan di

atas menunjukkan perlunya peningkatan kinerja P2TP2A dan lembaga-lembaga

lainnya yang terkait, yang dalam hal ini berwenang menangani masalah kekerasan

seksual pada anak. Kinerja P2TP2A Provinsi Banten dalam penanganan kekerasan

seksual pada anak di Provinsi Banten sangat penting dalam mendukung

keberhasilan terwujudnya kesejahteraan sosial di masyarakat, khususnya di

Provinsi Banten.

Maka berdasarkan latar belakang dari permasalahan tersebut diatas

penulis didalam pembuatan penelitian ini tertarik untuk mengetahui lebih

mendalam mengenai permasalahan yang sebenarnya tentang “Kinerja Pusat

Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam

Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Provinsi Banten

(32)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti

mengidentifikasikan permasalahan yang terkait dengan “Kinerja Pusat Pelayanan

Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Penanganan

Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Provinsi Banten Tahun 2012”.

Identifikasi masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Masih kurangnya jumlah pegawai di P2TP2A Provinsi Banten.

2. Dalam proses penyelesaian penanganan kasus-kasus masih belum mengikuti

tahapan-tahapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Peraturan Menteri

Negara PP dan PA Republik Indonesia No.01 Tahun 2010, sehingga masih

belum optimal dalam penanganan penyelesain kasus-kasus khususnya

kekerasan seksual terhadap anak.

3. Koordinasi lintas sektoral belum terbangun dengan optimal, keterkaitan

dengan P2TP2A Provinsi Banten dengan Dinas Pendidikan dalam membentuk

kelompok Simpatik di SD,SMP, SMA dan Perguruan Tinggi.

4. Belum terfasilitasinya beberapa kebutuhan yang sifatnya sangat teknis untuk

proses pendampingan kepada korban atau masyarakat serta masih kurangnya

sosialiasi yang diberikan oleh P2TP2A Provinsi Banten terhadap Masyarakat.

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, penulis akan

membatasi ruang lingkup penelitian yang berkaitan dengan Kinerja Pusat

(33)

Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Provinsi Banten Tahun

2012.

1.4 Rumusan Masalah

Rumusan masalah akan memberikan suatu arahan yang jelas untuk

mengadakan penelahaan, serta hasil analisis itu sendiri akan lebih nyata, sehingga

penulis harus membatasi masalah yang akan dianalisis karena dapat membantu

memperjelas pengkajiannya. Sehubungan dengan itu penulis merumuskan

masalah sebagai berikut :

Seberapa besar kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan

Anak (P2TP2A) Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di

Provinsi Banten Tahun 2012.

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui seberapa besar kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan

Perempuan dan Anak (P2TP2A) dalam penanganan kasus kekerasan seksual

(34)

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis

1. Menambah pengetahuan sosial melalui penelitian yang dilaksanakan

sehingga memberikan kontribusi pemikiran bagi pengembangan ilmu

administrasi negara khususnya mata kuliah Teori Organisasi.

2. Sebagai bahan pemahaman dan pembelajaran bagi peneliti maupun

mahasiswa lain untuk melakukan penelitian-penelitian secara lebih

mendalam mengenai kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan

Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten.

1.6.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak

(P2TP2A) Provinsi Banten diharapkan penelitian ini dapat

memberikan saran atau masukan guna mengambil langkah yang tepat

dalam rangka penanggulangan kasus kekerasan anak dan masalah

sosial lainnya.

2. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai anak dan perlindungan anak di Provinsi Banten.

3. Bagi Penulis

Sebagai salah satu syarat untuk menyandang gelar strata satu (S1) serta

memberikan kesempatan pada penulis untuk mengaplikasikan ilmu

dan teori yang dipelajari selama ini. Selain itu diharapkan dapat

(35)

1.7 Sistematika Penulisan

Untuk dapat mempermudah pemahaman dalam pembahasan dan untuk

memberikan gambaran yang jelas mengenai keseluruhannya, maka penulis

menjabarkannya dalam bentuk sistematika penulisan. Adapun sistematika

penulisan yang disusun sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang :

1.1 Latar Belakang Masalah

Menggambarkan ruang lingkup dan kedudukan masalah yang akan diteliti

dalam bentuk uraian secara deduktif.

1.2 Identifikasi Masalah

Mengidentifikasi dikaitkan dengan tema/topik/judul dan fenomena yang akan

diteliti.

1.3 Batasan Masalah

Pembatasan masalah lebih memfokuskan pada masalah-masalah yang akan

diajukan dalam rumusan masalah yang akan diteliti, dapat diajukan dalam

bentuk pertanyaan.

1.4 Perumusan Masalah

Mendefinisikan permasalahan yang telah ditetapkan dalam bentuk definisi

konsep dan definisi operasional.

1.5 Tujuan Penelitian

Mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai dalam melaksanakannya

(36)

1.6 Manfaat Penelitian

Menjelaskan manfaat teoritis dan praktis temuan penelitian.

1.7 Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori

Mengkaji berbagai teori dan konsep-konsep yang relevan dengan

permasalahan dan variabel penelitian.

2.2 Penelitian Terdahulu

Kajian penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang dapat

diambil dari berbagai sumber ilmiah, baik skripsi, tesis, disertasi atau jurnal

penelitian.

2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian

Menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai kelanjutan dari kajian teori

untuk memberikan penjelasan kepada pembaca.

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitan

Menjelaskan metode yang digunakan dalam penelitian.

3.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian

Membatasi dan menjelaskan substansi materi kajian penelitian yang akan

(37)

3.3 Lokasi Penelitian

Menjelaskan tempat (locus) penelitian dilaksanakan. 3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Definisi Konsep

Memberikan penjelasan tentang konsep dari variabel yang akan diteliti.

3.4.2 Definisi Operasional

Penjabaran konsep atau variabel penelitian dalam rincian yang terukur.

3.5 Instrumen Penelitian

Menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat pengumpulan data yang

digunakan, proses penyusunan data dan teknik penentuan kualitas intrumen

penelitian.

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian

Dalam penelitian dijelaskan populasi dan sampel yang dapat digunakan

sebagai sumber data.

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik Pengolahan Data dan Teknik Analisis Data menjelaskan mengenai

cara menganalisis data yang dilakukan dalam penelitian.

3.8 Jadwal Penelitian

Menjelaskan lokasi dan alasan pemilihan lokasi penelitian, terkait tempat dan

(38)

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

Menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian secara

jelas, struktur organisasi dari populasi/sampel yang telah ditentukan serta hal

lain yang berhubungan dengan objek penelitian.

4.2 Deskripsi Data

Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah dengan

mempergunakan teknik analisis data yang relevan, baik data kualitatif maupun

data kuantitatif.

4.3 Pengujian Persyaratan Statistik

Melakukan pengujian terhadap persyaratan statistik dengan menggunakan uji

statistik.

4.4 Pengujian Hipotesis

Melakukan pengujian terhadap hipotesis dengan menggunakan teknik analisis

statistik yang sudah ditentukan semula, seperti korelasi dan atau regresi baik

sederhana maupun ganda. Masing-masing hipotesis di uji dalam subjudul

sendiri. Hasil akhir dari analisis statistik itu adalah teruji tidaknya hipotesis

nol penelitian. Hasil perhitungan akhir dari statistik dilaporkan dalam batang

tubuh, sedangkan perhitungan selengkapnya di tempatkan dalam lampiran.

4.5 Interpretasi Hasil Penelitian

(39)

4.6 Pembahasan

Melakukan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data terhadap

hipotesis yang diterima barangkali tidak ada persoalan, tetapi terhadap

hipotesis yang ditolak harus diberikan berbagai dugaan yang menjadi

penyebabnya.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat, jelas dan

mudah dipahami.

5.2 Saran

Berisi tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang yang diteliti

(40)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori

Teori merupakan salah satu hal yang paling mendasar yang harus

dipahami ketika melakukan penelitian karena teori dapat menjadi acuan

untuk menemukan dan merumuskan sebuah permasalahan. Sesuatu yang

baru dapat dikatakan menjadi sebuah teori jika sudah terbukti melalui

serangkaian proses dan eksperimen dan kemudian diaplikasikan dalam

kehidupan nyata. Sebuah teori dapat berubah atau mengalami

perkembangan, hal itu terjadi apabila teori yang ada sudah tidak relevan

dengan keadaan yang ada, seperti yang dikemukakan oleh Cooper dan

Schindler bahwa teori adalah seperangkat konsep, definisi dan proposisi

yang tersusun secara sistematis sehingga dapat dipergunakan untuk

menjelaskan dan meramalkan fenomena. Selanjutnya Haditono menyatakan

bahwa suatu teori akan memperoleh arti yang penting apabila ia lebih

banyak dapat melukiskan, menerangkan dan meramalkan gejala yang ada

(Sugiyono, 2007:52)

Berdasarkan definisi tersebut, Peneliti dapat mengemukakan bahwa

teori adalah alat logika atau penalaran, yang merupakan seperangkat

konsep, definisi dan proposisi yang disusun secara sistematis. Secara umum

dalam kaitannya dengan kegiatan penelitian, maka teori mempunyai tiga

fungsi, yaitu untuk menjelaskan, meramalkan, dan pengendalian suatu

(41)

gejala. Fungsi teori yang pertama digunakan untuk memperjelas dan

mempertajam ruang lingkup atau konstruk variabel yang akan diteliti.

Fungsi teori yang kedua adalah untuk merumuskan hipotesis dan menyusun

instrument penelitian, karena pada dasarnya hipotesis itu merupakan

pernyataan yang bersifat prediktif. Selanjutnya fungsi teori yang ketiga

adalah digunakan untuk membahas hasil penelitian sehingga selanjutnya

digunakan untuk memberikan saran dalam upaya pemecahan masalah

(Sugiyono, 2007:54)

2.1.1 Teori Organisasi Publik

Dalam sebuah penelitian diperlukan landasan untuk itu penelitian ini

menggunakan beberapa teori, mulai dari teori penunjang sampai teori inti.

Penelitian ini dilakukan di Kantor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan

Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten yang merupakan suatu

organisasi atau lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi Banten.

Organisasi merupakan elemen yang sangat diperlukan dalam kehidupan manusia,

organisasi membantu dalam melaksanakan hal-hal atau kegiatan-kegiatan yang

tidak dapat dilaksanakan secara baik sebagai individu dan organisasi pula dapat

memenuhi aneka macam kebutuhan manusia seperti misalnya kebutuhan

emosional, spiritual, intelektual, ekonomi, politik, psikologikal, sosiologikal,

kultural dan sebagainya.

Dalam membahas organisasi, penulis menggunakan definisi organisasi

yang diberikan menurut beberapa ahli antara lain yaitu :

(42)

“Organisasi adalah salah satu unit sosial yang dikoordinasikan secara sengaja terdiri dari dua orang atau lebih yan berfungsi dan berwenang untuk mengerjakan usaha mancapai tujuan yang telah ditentukan.”

Pendapat lain chester bernard dalam Toha (2002:99) menyatakan bahwa :

“Organisasi sebagai sistem kegiatan yang terkoordinir secara sadar atau kekuatan dari dua manusia atau lebih.”

Berdasarkan pengertian organisasi yang disampaikan di atas maka penulis

menyimpulkan bahwa organisasi adalah sekelompok manusia dengan sengaja

dipersatukan dalam suatu kerjasama yang efisien untuk mengatasi keterbatasan-

keterbatasan dalam dirinya. Kegiatan terorganisasi menjadi alat utama manusia

untuk mengatasi kendala-kendala yang timbul dari individu-individu.

2.1.2 Kinerja Organisasi

Organisasi yang berhasil dan efektif merupakan organisasi dengan

individu yang didalamnya memiliki kinerja yang baik. Organisasi yang efektif

akan ditopang oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Ada kesesuaian antara

keberhasilan organisasi atau kinerja organisasi dengan kinerja individu atau

sumber daya manusia.

Konsep kinerja pada dasarnya merupakan perubahan atau pergeseran

paradigma dari konsep produktivitas. Andersen (1995), menjelaskan paradigma

produktivitas yang baru adalah paradigma kinerja secara aktual yang menuntut

pengukuran secara aktual keseluruhan kinerja organisasi, tidak hanya efisiensi

atau dimensi fisik, tetapi juga dimensi non fisik.

Terkait dengan konsep kinerja, Rummler dan Brache (1995) dalam

(43)

1. Kinerja organisasi; merupakan pencapaian hasil (outcome) pada level atau unit analisis organisasi. Kinerja pada level organisasi ini terkait dengan tujuan organisasi, rancangan organisasi, dan manajemen organisasi.

2. Kinerja proses; merupakan kinerja pada proses tahapan dalam menghasilkan produk atau pelayanan. Kinerja pada level proses ini dipengaruhi oleh tujuan proses, rancangan proses dan manajemen proses.

3. Kinerja individu/pekerjaan; merupakan pencapaian atau efektivitas pada tingkat pegawai atau pekerjaan. Kinerja pada level ini dipengaruhi oleh tujuan pekerjaan, rancangan pekerjaan, dan manajemen pekerjaan serta karakteristik individu.

Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan sebagai “penampilan”, “unjuk kerja”, atau “prestasi”. Kinerja organisasi

merupakan pencapaian hasil (outcome) pada level atau unit analisis organisasi. Kinerja pada level organisasi terkait dengan tujuan organisasi, rancangan

organisasi dan manajemen organisasi (Sudarmanto, 2009:7). Bastian

menggambarkan kinerja organisasi tentang tingkat pencapaian pelaksanaan tugas

dalam suatu organisasi, dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi

organisasi (Tangkilisan, 2005:175).

Menurut Prawirosentoso dikutip Widodo (2001:206), kinerja adalah

suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam

suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing

dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak

melanggar hukum dan sesuai dengan norma dan etika.

Mahsun (2006:25) memberikan pengertian kinerja sebagai berikut:

(44)

Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat

keberhasilan individu maupun kelompok individu. Kinerja bisa diketahui hanya

jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan

yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-

target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa ada tujuan atau target, kinerja

seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolok

ukurnya.

Menurut Wibowo (2007:4), kinerja merupakan implementasi dari

rencana yang telah disusun. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya

manusia yang memiliki kemampuan kompetensi, motivasi, dan kepentingan.

Bagaimana organisasi menghargai dan memperlakukan sumber daya manusianya

akan mempengaruhi sikap dan perilaku dalam menjalankan kinerja.

Bernardin dikutip Sudarmanto, (2009:8) menyatakan tentang kinerja,

yaitu: “kinerja merupakan catatan hasil yang diproduksi (dihasilkan) atas fungsi

pekerjaan tertentu atau aktivitas-aktivitas selama periode waktu tertentu”.

Bernardin menekankan pengertian kinerja sebagai hasil, bukan karakter sifat dan

perilaku. Fokus perhatian manajemen berbasis kinerja adalah hasil (outcome), hal ini dikarenakan publik atau masyarakat pengguna layanan dari pemerintah tertentu

menginginkan hasil akhir, manfaat, dan dampak positif yang dirasakan atau

diperoleh.

Menurut Lynch dan cross (1993) dalam Yuwono et al (2002:29)

(45)

1. Menelusuri kinerja terhadap pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelangganya dan membuat seluruh orang lebih dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan.

2. Memotivasi Pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata- rantai pelanggan dan pemasok internal.

3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut (Reducition of waste).

4. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkrit sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.

5. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi “reward” atau perilaku yang diharapkan tersebut.

Kinerja pada tingkat organisasi berkaitan dengan usaha mewujudkan visi

organisasi, dimana visi organisasi merupakan arah yang menentukan kemana

organisasi akan dibawa dan apa yang akan dicapai oleh organisasi untuk masa

depan. Oleh karenanya faktor yang paling penting dalam organisasi adalah figure

seorang ketua atau pemimpin, seorang pemimpin harus memiliki agenda yang

jelas yang didasarkan pada kepedulian yang besar terhadap hasil.

Bastian, dalam Tangkilisan (2005:175) Dimensi atau indikator kinerja

merupakan aspek-aspek yang menjadi ukuran dalam menilai kinerja. Ukuran-

ukuran dijadikan tolak ukur dalam menilai kinerja. Indikator kinerja organisasi

adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian

sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhitungkan elemen-

elemen indikator berikut :

1. Indikator masukan (inputs), yaitu segala sesuatu yang dibutuhkan agar organisasi mampu menghasilkan produknya, baik barang atau jasa, yang meliputi sumber daya manusia, informasi, kebijakan, dan sebagainya.

2. Indikator keluaran (outputs), yaitu sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik atau pun nonfisik.

3. Indikator hasil (outcomes), yaitu segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung).

(46)

5. Indikator dampak (impacts), yaitu pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif, pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan.

Mahmudi (2005:103) mengatakan bahwa indikator kinerja adalah ukuran

kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran

atau tujuan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja (performance indicator) sering disamakan dengan ukuran kinerja (performance measure), namun sebenarnya meskipun keduanya sama-sama dalam kriteria pengukuran kinerja, tetapi terdapat

perbedaan arti dan maknanya.

Berkaitan dengan ukuran kinerja organisasi Ruky dalam Nogi (2005:176)

mengemukakan bahwa penilaian terhadap kinerja organisasi merupakan kegiatan

membandingkan antara hasil yang sebenarnya diperoleh dengan yang

direncanakan. Sasaran yang ingin dicapai organisasi diteliti, mana yang telah

dicapai sepenuhnya (100%), mana yang diatas standar (target), dan mana yang di

bawah target atau tidak tercapai sepenuhnya. Sasaran target capaian ini dipahami

sebagai konsep dari produktivitas sebagai salah satu indikator kinerja organisasi.

Penilaian kinerja pada organisasi publik digunakan untuk menilai

seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi tersebut dapat memenuhi

harapan dan memuaskan pengguna jasa. Adanya informasi mengenai kinerja

maka benchmarking dengan mudah bisa dilakukan dan dorongan untuk memperbaiki kinerja bisa diciptakan. Seberapa jauh pelayanan yang diberikan

oleh organisasi kepada pengguna jasanya menentukan seberapa baik kualitas

(47)

Menurut Kumorotomo (1996:7) organisasi pelayanan publik merupakan

bagian dari daya tanggap negara akan kebutuhan vital masyarakat. Keterkaitan

tercapaianya visi, misi, dan tujuan dengan program yang dicanangkan pemerintah

memunculkan konsep indikator daya tanggap, yang dimana program yang disusun

mencerminkan daya tanggap pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat, yang

dikenal dengan konsep indikator responsivitas.

Penilaian kinerja birokrasi publik tidak cukup hanya dilakukan dengan

menggunakan indikator-indikator yang melekat pada birokrasi itu seperti efisiensi

dan efektivitas, tetapi harus dilihat juga dari pengguna jasa, responsibilitas,

akuntabilitas, dan responsivitas. Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi

sangat penting karena birokrasi publik seringkali memiliki kewenangan

monopolis sehingga para pengguna jasa tidak memiliki alternatif sumber

pelayanan. Perspektif yang digunakan oleh birokrasi sebagai pemberi layanan

merupakan perspektif yang sebenarnya berasal dari pendekatan birokrasi yang

cenderung menempatkan diri sebagai regulator dari pada sebagai pelayan.

Indikator yang digunakan dalam mengukur organisasi publik dalam

masalah ini adalah Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak

(P2TP2A) Provinsi Banten yang menangani kasus kekerasan seksual terhadap

anak menurut Dwiyanto (2006:50-51) ada beberapa indikator yang digunakan

untuk mengukur kinerja suatu organisasi publik, yaitu:

1. Produktivitas

Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu sempit dan

(48)

produktivitas yang lebih luas dan memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting.

2. Kualitas Layanan

Kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam menjelaskan kinerja organisasi. Banyak pandangan negatif mengenai organisasi publik seperti ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik. Informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas layanan sering kali diperoleh dari media massa atau diskusi publik, karena akses informasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan relatif sangat tinggi, oleh karena itu kepuasan masyarakat bisa menjadi parameter untuk menilai kinerja organisasi publik. 3. Responsivitas

Responsivitas merupakan kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dimasukan dalam indikator kinerja karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

4. Responsibilitas

Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit. Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja berbenturan dengan responsivitas.

5. Akuntabilitas.

Akuntabilitas publik menunjuk pada kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan merepresentasikan kepentingan rakyat. Dalam hal ini konsep akuntabilitas publik digunakan untuk melihat sejauhmana kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak.

Sedangkan menurut Mahmudi (2005:7) faktor yang berpengaruh langsung

terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi sebagai berikut :

1. Teknologi yang meliputi, peralatan dan metode kerja yang digunakan untuk menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi. Semakin berkualitas tekhnolgi yang digunakan, maka akan semakin tinggi tingkat kinerja organisasi tersebut.

2. Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi.

3. Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan ruangan, dan kebersihan.

(49)

5. Kepemimpinan sebagai usaha untuk mengendalikan anggota organisasi agar bekerja sesuai dengan standar dan tujuan organisasi.

6. Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek organisasi, imbalan, promosi dan lainnya.

Menurut Zeithml, Parasuraman & Berry dalam buku yang berjudul

Delivering Quality Service, yakni (Ratminto dan Winarsih, 2010:182), menjelaskan tentang indikator yang digunakan untuk menilai kinerja organisasi

yang terdiri atas beberapa faktor berikut :

1. Ketampakan fisik (tangible) yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, dan berbagai materi komunikasi misalnya gedung dan kebersihan yang baik serta penataan ruang yang rapih dan juga penampilan petugas pelayanan.

2. Keandalan (Reliability) yaitu kemampuan para penyedia pelayanan untuk memberikan palayanan sesuai dengan yang dijanjikan, terpercaya, akurat, dan konsisten.

3. Daya tanggap (Responsiveness) yaitu kemauan dari para penyedia pelayanan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat dan bermakna serta kesediaan mendengarkan dan mengatasi keluhan yang diajukan konsumen, misalnya penyediaan saran yang sesuai untuk menjamin terjadinya proses yang tepat.

4. Kompetensi (Competence) yaitu kesesuaian antara kemampuan petugas pelayanan dengan apa yang akan ditugaskan kepadanya sehingga palayanan menjadi lebih baik.

5. Kesopanan (Courtessy) yaitu sikap petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa yang dapat membuat pengguna jasa merasa lebih nyaman.

6. Kredibilitas (Credibility) yaitu kejelasan reputasi atau instansi tempat pemberi pelayanan sehingga masyarakat pengguna bisa percaya atas apa yang telah atau akan dilakukan.

7. Keamanan (Security) yaitu jaminan keamanan/keselamatan dari pihak kantor atau instansi terhadap masyarakat pengguna jasa dan barang-barang bawaan (termasuk kendaraan).

8. Akses (Access) yaitu berupa kejalasan tentang lokasi/alamat kantor dan bagaimana informasi tentang lokasi/alamat kantor pemberi pelayanan.

9. Komunikasi (Communication) yaitu bagaimana petugas pelayanan memberikan penjelasan/kominikasi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan pelayanan yang diinginkan oleh masyarakat.

(50)

Kinerja organisasi tidak semata-mata dipengaruhi oleh kinerja individual

atau kinerja tim saja, namun dipengaruhi oleh faktor yang lebih luas dan

kompleks, misalnya faktor lingkungan internal dan eksternal. Atmosoeprapto

(Tangkilisan, 2005:181) mengemukakan faktor internal dan faktor eksternal

berikut ini:

1. Faktor eksternal

1. Faktor politik, hal yang berhubungan dengan keseimbangan kekuasaan negara yang berpengaruh pada keamanan dan ketertiban, yang akan mempengaruhi ketenangan organisasi untuk berkarya secara maksimal. 2. Faktor ekonomi, tingkat perkembangan ekonomi yang berpengaruh pada

tingkat pendapatan masyarakat sebagai daya beli untuk menggerakkan sektor-sektor lainnya sebagai suatu sistem ekonomi yang lebih besar. 3. Faktor sosial, orientasi nilai yang berkembang di tengah masyarakat, yang

mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos kerja yang dibutuhkan bagi peningkatan kinerja organisasi.

2. Faktor internal

1. Tujuan organisasi, apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin diproduksi oleh suatu organisasi.

2. Struktur organisasi, sebagai hasil desain antara fungsi yang akan dijalankan oleh unit organisasi dengan struktur formal yang ada.

3. Sumber daya manusia, yaitu kualitas dan pengelolaan anggota organisasi sebagai penggerak jalannya organisasi secara keseluruhan.

4. Budaya organisasi, yaitu gaya dan identitas suatu organisasi dalam pola kerja yang baku dan menjadi citra organisasi yang bersangkutan.

Berdasarkan pengertian kinerja organisasi dan indikator kinerja yang

disampaikan di atas maka penulis menyimpulkan bahwa kinerja organisasi adalah

gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi

organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi yang merupakan gambaran mengenai hasil kerja organisasi dalam mencapai tujuannya

(51)

tersebut. Sumber daya yang dimaksud dapat berupa fisik seperti sumber daya

manusia maupun nonfisik seperti peraturan, informasi, dan kebijakan.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini memakai teori organisasi

dimana menggunakan teori menurut Dwiyanto (2006:50-51) karena cocok

dengan permasalahan yang terjadi di P2TP2A Provinsi Banten dengan

indikatornya Produktivitas yang mengukur tingkat efisiensi dan efektitas

pelayanan diperlukannya jumlah pegawai yang sesuai dengan kebutuhan

organisasi tetapi P2TP2A masih kurangnya pegawai sehingga dengan kurangnya

jumlah pegawai akan mempengaruhi efisiensi dan efektifitas suatu organisasi

dalam proses pekerjaannya, Kualitas Layanan masih belum terfasilitasinya

beberapa kebutuhan yang dapat menunjang pekerjaan organisasi khususnya di

bidang pelayanan, Responsivitas mengenali kebutuhan dan aspirasi masyarakat

dalam membuat agenda, prioritas dan program, dimana P2TP2A Provinsi Banten

belum membuat kelompok Simpatik, Responsibilitas apakah didalam

melaksanakan Kinerja organisisasinya P2TP2A Provinsi Banten mengikuti

Prinsip-prinsip Administrasi dan Akuntabilitas lebih terhadap pertanggung

jawaban yang dibuat oleh P2TP2A Provinsi Banten terhadap Kegiatan serta

Program yang telah dilaksanakan.

2.1.3 Pengertian Anak

Dalam beberapa ketentuan hukum, manusia disebut sebagai anak dengan

pengukuran/batasan usia. Kondisi ini tercermin dari perbedaan batasan usia,

menurut Konvensi Hak Anak (KHA), maupun UU No. 23 Tahun 2002 tentang

(52)

yang umurnya belum mencapai 18 tahun. Dalam implementasi keputusan KHA

tersebut, setiap negara diberikan peluang untuk menentukan berapa usia manusia

yang dikategorikan sebagai anak. Dalam KHA (pasal 1) disebutkan bahwa anak

berarti setiap manusia yang berusia di bawah delapan belas tahun kecuali

berdasarkan undang-undang yang berlaku untuk anak-anak, kedewasaan telah

dicapai lebih cepat. Hal yang sama juga dijelaskan dalam Undang-Undang

Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002, bahwa anak adalah seseorang yang belum

berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.

2.1.4 Pengertian Kekerasan

Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah.

Menurut WHO dalam Bagong. S, dkk, (2000:23), kekerasan adalah penggunaan

kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri,

perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau

kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis,

kelainan perkembangan atau perampasan hak.

Awal mulanya istilah tindak kekerasan pada anak atau child abuse dan

neglect dikenal dari dunia kedokteran. Sekitar tahun 1946, Caffey-seorang

radiologist melaporkan kasus cedera yang berupa gejala-gejala klinik seperti patah tulang panjang yang majemuk (multiple fractures) pada anak-anak atau bayi disertai pendarahan subdural tanpa mengetahui sebabnya (unrecognized trauma).

Dalam dunia kedokteran, istilah ini dikenal dengan istilah Caffey Syndrome

Gambar

Tabel 1.1
Tabel 1.2
 Gambar 2.1Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 3.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

(1) Rancangan PenelitianDalam penelitian ini menggunakan desain factor tunggal dari penelitian toner untuk kulit wajah berminyak cenderung berjerawat dengan

Ketut Tunas, Msi selaku pembimbing statistik, yang telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penulis mengikuti Program Pendidikan Spesialis

disebutkan bahwa negara penerima mendapatkan kewajiban khusus untuk melindungi gedung kedutaan dari segala gangguan atau kerusakan dan dapat mencegah setiap gangguan

• Pelanggan digalakkan untuk bersiap dari dalam bilik dan dilarang berlegar di kawasan locker atau kawasan umum setelah tamat rawatan. Pelanggan

Ketiga berkaitan dengan spiritualitas, wawasan dunia Kris- ten memperluas pemahaman tentang Allah dan Trinitas yang peran, natur dan eksistensinya memben- tuk

Tabel 4.16 Hasil pengujian respon sistem terhadap perubahan

Pada tahap ini pelaksanaan dilakukan oleh peneliti sendiri sebagai guru sekaligus praktis dalam pembelajaran dikelas dalam kolaborasi dengan guru kelas IV SD N citigeu

Ekstrak kasar enzim lipase kemudian diuji aktivitasnya dengan metode Titrimetri dan diukur kadar proteinnya dengan metode Lowry.. Uji aktivitas enzim lipase metode Titrimetri