TAHUN 2012
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Manajemen Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh :
ULVIA FADILAH NIM. 6661083075
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Provinsi Banten Tahun 2012. Program Studi Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I Ipah Ema Jumiati, S.IP, M.Si. Pembimbing II Rina Yulianti S.IP, M.Si.
Fokus penelitian ini adalah Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdyaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Provinsi Banten Tahun 2012. Penelitian ini menggunakan teori kinerja Agus Dwiyanto yang memiliki indikator Produktivitas, Kualitas Layanan, Responsivitas, Responsibilitas, Akuntabilitas. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode deskriptif kuantitatif, sedangkan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai di lingkungan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dengan sampel sebanyak 45 responden. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menyebar kuisoner, observasi, studi kepustakaan dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten masih rendah karena hasil perhitungan diperoleh 61,4% dari angka minimal yaitu 65%. Saran peneliti dalam penelitian ini adalah dilengkapinya fasilitas sarana dan prasarana kantor yang dibutuhkan, pegawai diberikan pelatihan- pelatihan atau mengikuti diklat, membuat standarisasi waktu dalam hal menyelesaikan pekerjaannya serta membuat dan menjalankan program-program yang dibutuhkan oleh masyarakat khususnya perempuan dan anak.
in Banten Province 2012. Public Administration Department, Faculty of Social and Political Sciences, Sultan Ageng Tirtayasa University. I Advisor Ipah Ema Jumiati, S.IP, M.Si,. II Advisor Rina Yulianti, S.IP, M.Si.
Focus in this research is the Performance of Integrated Services Center of Women and Children (P2TP2A) in handling cases of sexual violence against children in Banten Province 2012. This study using the theory of the performance of Agus Dwiyanto who had indicators such productivity, the quality of services, responsiveness, responsibility and accountability. This research used descriptive quantitative method, while the population in this research is all employees in the Integrated Services Center of Women and Children (P2TP2A) with samples 45 respondents. The data is collected by spreading the questionnaire, observation, the study of literature and documentation. The result showed that the performance of Integrated Services Center of Women and Children (P2TP2A) in Banten Province 61,4 % still low of minimum rate that is 65 %. This research also suggested to be equipped office facilities and infrastructure required, given trainings make time in terms of standardization of completing his job and run the programs required by the community particularly women and children.
Bismillahirrahmanirrahim
….
Alhamdulillahirabbil
’
alamin
Syukurku Pada-Mu Ya Allah Sang Maha
Pengampun dan Maha Penyayang
“ Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapat p a h a l a ( d a r i k e b a j i k a n ) y a n g d i u s a h a k a n n y a d a n i a m e n d a p a t s i k s a ( d a r i k e j a h a t a n ) y a n g dikerjakannya.
(QS. Al-Baqarah : 286) ”
Skripsi ini di persembahkan untuk :
Orang tua tercinta,
KATA PENGANTAR
Bismillahir-Rahmanir-Rahim,
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh,
Segala puji bagi Allah yang atas nikmatnya penulis telah dapat merampungkan Skripsi
yang berjudul Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)
Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Provinsi Banten Tahun 2012.
Shalawat dan salam mudah-mudahan tercurahkan untuk panutan penulis, junjungan Nabi besar
Muhammad SAW.
Penulisan Skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa adanya bimbingan,
bantuan, nasihat, saran, dan perhatian dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini merupakan suatu
kebanggaan bagi penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan dengan
segala kerendahan hati kepada :
1. Prof. Dr. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
2. Dr. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
3. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si., Wakil Dekan bidang I Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Mia Dwiana M., S.Sos, M.I.Kom., Wakil Dekan bidang II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Gandung Ismanto, MM., Wakil Dekan bidang III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Rahmawati, S.Sos, M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sekaligus
Dosen Pembimbing I Skripsi atas waktu dan kesabarannya dalam memberikan saran,
kritik dan arahan kepada penulis dalam meyelesaikan Skripsi ini.
8. Anis Fuad, S.Sos, M.Si., Dosen Pembimbing Akademik atas bimbingannya selama ini
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir/Skripsi ini.
9. Rina Yulianti, S.IP, M.Si., Dosen Pembimbing II Skripsi atas waktu dan kesabarannya
dalam memberikan saran, kritik dan arahan kepada penulis dalam meyelesaikan Skripsi
ini.
10. Seluruh Dosen dan Staf Administrasi Jurusan Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial
Dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
11. Ketua dan Seluruh Pegawai atau Pengurus Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten yang telah memberikan izin penelitian
dan bantuan serta informasi kepada penulis untuk mencari data sesuai dengan yang
dibutuhkan, dalam penyelesaian penelitian.
12. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan kasih sayang yang tiada henti serta doa
dan dukungannya kepada penulis hingga Skripsi ini dapat diselesaikan.
13. Kakak dan Adik-adiku tersayang yang selama ini selalu memberikan semangat, doa dan
dukungannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini.
14. Kepada Husain R.R yang telah memberi motivasi serta semangat dalam menyelesaikan
Skripsi ini.
15. Sahabatku Neng Irma, Nanang Sutisna, Rendi Purnama dan Gery Rahman atas motivasi,
kebersamaan dan kekeluargaannya kini dan nanti.
Kelag G Non Reguler, Semoga Sukses dalam mengejar Cita-citanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan maka, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan Skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat, baik untuk penulis
sendiri pada khususnya dan untuk para pembaca pada umumnya.
Serang, Desember 2014 Penulis
Ulvia Fadilah
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
ABSTRAK
ABSTRACT
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... iv
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR... viii
DAFTAR DIAGRAM ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 13
1.3 Batasan Masalah ... 13
1.4 Rumusan Masalah ... 14
1.5 Tujuan Penelitian... 14
1.6 Manfaat Penelitian... 15
1.7 Sistematika Penulisan ... 16
3.8 Jadwal Penelitian ... 53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 55
4.1.1 Deskripsi Wilayah Provinsi Banten ... 55
4.1.2 Gambaran Umum Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten ... 56
4.1.3 Kedudukan, Tugas dan Fungsi P2TP2A Provinsi Banten 56
4.1.3.1 Susunan Organisasi P2TP2A Provinsi Banten 60
4.1.3.2 Visi, Misi dan Program P2TP2A Provinsi Banten 62
4.2 Deskripsi Data... 71
4.2.1 Identitas Responden ... 71
4.2.2 Analisis Data ... 73
4.3 Pengujian Persyaratan Statistik... 124
4.3.1 Hasil Uji Validitas... 124
4.3.2 Hasil Uji Reliabilitas... 127
4.3.3 Uji Normalitas... 128
4.4 Pengujian Hipotesis ... 129
4.5 Interpretasi Hasil Penelitian ... 132
4.6 Pembahasan ... 134
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan... 140
5.2 Saran ... 142
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Data Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Berdasarkan
Daerah Asal... 3
1.2 Data Korban Kasus Kekerasan pada Anak Di Provinsi Banten ... 7
3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 45
3.2 Skoring Item Instrumen ... 46
3.3 Jadwal Kegiatan Penelitian... 54
4.1 Susunan Organisasi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten ... 60
4.2 Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian ... 125
4.3 Hasil Uji Reliability Statistik... 128
4.4 Hasil Uji Normalitas Data ... 128
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 39
4.1 Struktur Organiasi P2TP2A Provinsi Banten ... 62
4.2 Kurva Penerimaan dan Penolakan Hipotesis Uji Hipotesis Pihak
Kanan ... 132
DAFTAR DIAGRAM
Diagram Halaman
4.1 Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 71
4.2 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 72
4.3 Identitas Responden Berdasarkan Usia ... 73
4.4 Pegawai dapat menyelesaikan tugas dengan tepat waktu... 74
4.5 Fasilitas-fasilitas yang diberikan organisasi dapat menunjang aktivitas kerja atau pekerjaan ... 76
4.6 Pegawai mendapatkan gaji sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang dibebankan ... 78
4.7 Pegawai mempunyai inisiatif yang tinggi dalam bekerja ... 79
4.8 Organisasi memberikan peluang dan pengembangan karir bagi setiap pegawai ... 80
4.9 Keragaman keterampilan dalam pekerjaan membuat pekerjaan cepat terselesaikan ... 82
4.10 Pegawai dapat bekerjasama dengan rekan kerjanya... 83
4.11 Kondisi ruang kerja membuat nyaman dalam bekerja ... 85
4.12 Hubungan atasan dan bawahan berjalan sangat baik ... 86
4.13 Pegawai bekerja sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya ... 88
4.14 Teknologi yang digunakan Organisasi sangat membantu
4.15 Anggaran yang tersedia cukup untuk meningkatkan kinerja ... 90
4.16 Pegawai berpenampilan rapih dan bersih ... 92
4.17 Organisasi memiliki tempat yang nyaman dan ruang kerja yang lengkap dengan fasilitasnya ... 93
4.18 Lokasi organisasi mudah untuk ditemukan ... 95
4.19 Pegawai memiliki kemampuan dalam memberikan pelayanan... 96
4.20 Pegawai cekatan dalam menangani kebutuhan korban ... 97
4.21 Pegawai memberikan perhatian yang serius terhadap korban ... 99
4.22 Pegawai memiliki pengetahuan tentang kekerasan seksual ... 101
4.23 Pegawai selalu bersikap sabar dan sopan kepada korban... 102
4.24 Korban merasa aman dan nyaman pada saat di Organisasi... 103
4.25 Pegawai memiliki kesungguhan dalam merespon permintaan korban ... 104
4.26 Pegawai memberikan pelayanan yang sama tanpa memandang status sosial ... 106
4.27 P2TP2A memiliki jam konsultasi yang sesuai dengan keinginan korban ... 107
4.28 P2TP2A menindaklanjuti komplain dengan penyelesaian yang tepat... 108
4.30 Perilaku kerja pegawai berdampak pada kinerja lembaga ... 110
4.31
4.32
Berkurangnya kekerasan seksual terhadap anak akan
mempengaruhi kinerja organisasi ...
Tugas dan fungsi masing-masing seksi sudah jelas dan tidak
tumpang tindih ...
111
112
4.33 Prosedur dan mekanisme kerja dapat berjalan dengan baik ... 114
4.34
4.35
Struktur organisasi P2TP2A yang dibentuk sesuai dengan
kebutuhan dan fungsi organisasi ...
P2TP2A yang dibentuk sudah mampu mendukung terbentuknya
organisasi berkinerja tinggi ...
115
116
4.36 P2TP2A memberikan informasi kepada korban secara tepat ... 117
4.37 P2TP2A memberikan keluaran yang mempunyai kepastian hukum.. 119
4.38 Pegawai bekerja sesuai dengan prosedur dan mekanisme ... 120
4.39
4.40
Program yang diterapkan menunjang pencapaian kinerja
secara optimal ...
Kebijakan-kebijakan yang dibuat P2TP2A berorientasi pada
121
peningkatan kinerja pegawai yang mempengaruhi peningkatan
kinerja lembaga ... 123
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1 Kuesioner Penelitian
2 Kuisoner Data Hasil Penelitian
3 Tabel Nilai-nilai r Product Moment
4 Tabel Nilai-nilai dalam Distribusi t
5 Hasil Uji Validitas
6 Hasil Uji Reliabilitas
7 Hasil Uji Normalitas
8 Dokumentasi Penelitian
9 Surat Permohonan Izin Mencari Data dari Fakultas FISIP
10 Surat Keterangan dari P2TP2A Provinsi Banten
11 Absensi Bimbingan Skripsi
12 Daftar Riwayat Hidup
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perencanaan, pelaksanaan pembangunan di daerah mengharuskan
adanya akuntabilitas kinerja pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdayaguna,
berhasilguna, bersih dan bertanggungjawab, ini merupakan salah satu
pertimbangan dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 1999, tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Diktum kedua
dari Instruksi tersebut menyatakan bahwa sejak tanggal 30 September 1999, setiap
instansi pemerintah sampai lingkup Eselon II diharapkan telah mempunyai
perencanaan strategis tentang program-program utama yang akan dicapai selama 1
(satu) sampai 5 (lima) tahun mendatang.
Rencana strategis merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil
yang ingin dicapai selama kurun waktu sampai dengan 5 (lima) tahun kedepan
dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau mungkin
timbul. Isu pemberdayaan perempuan telah lama muncul, Indonesia merupakan
salah satu Negara yang memiliki komitmen tinggi untuk meningkatkan kualitas
hidup perempuan dan anak serta menghapuskan segala bentuk diskriminasi yang
sering dialami oleh perempuan dan anak.
Setiap anak pada dasarnya memiliki hak yang sama, mereka juga berhak
atas pendidikan, kesehatan dan hak perlindungan. Dalam menjamin hak-hak
tersebut, maka pemerintah menuangkannya pada suatu kebijakan berupa Undang-
Undang Perlindungan Anak nomor 23 Tahun 2002 yang menjelaskan bahwa
setiap anak merupakan tunas potensi dan generasi muda penerus cita-cita bangsa,
memiliki peran yang strategis dan mempunyai ciri serta sifat khusus yang
menjamin kelangsungan eksistensi Bangsa dan Negara pada masa depan, oleh
karena itu perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan
berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial. Maka diperlukan
adanya upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan
memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-hak serta adanya perlakuan tanpa
diskriminasi. Selain itu dibentuk pula Komisi Perlindungan Anak dengan tujuan
memantau, memajukan dan melindungi hak-hak anak serta mencegah berbagai
kemungkinan pelanggaran hak atas anak yang dilakukan oleh negara, perorangan
atau lembaga.
Berdasarkan Konvensi Hak Anak Persatuan Bangsa-Bangsa (KHA PBB)
dalam 54 pasalnya merumuskan 30 butir hak-hak anak. Butir-butir ini merupakan
sari dari konvensi PBB tentang hak anak dari pasal 1 sampai dengan pasal 54.
Adapun 30 butir ini merupakan ringkasan hak-hak anak dalam berbagai bidang
kehidupan dan penghidupan. Butir-butir tersebut adalah sebagai berikut :
memperoleh perlindungan akibat kekerasan fisik, mental, penyalahgunaan,
penelantaran atau perlakuan salah (eksploitasi), serta penyalahgunaan seksual,
perlindungan anak dari segala bentuk eksploitasi seksual, perlindungan anak dari
penculikan dan penjualan atau perdagangan anak, perlindungan anak terhadap
segala bentuk eksploitasi terhadap segala aspek kesejahteraan anak, larangan
Anak-anak sebagai manusia juga perlu dihargai, maka pada tanggal 23
Juli ditetapkan sebagai Hari Anak Nasional berdasarkan Keppres Nomor 4 Tahun
1984. Setiap Hari Anak tiba, berbagai aktivitas dan perlombaan dilakukan untuk
meramaikan hari anak nasional, tentu saja anak-anak menyambutnya dengan
gembira. Setiap anak memang seharusnya hidup dengan gembira apalagi di masa
pertumbuhan. Namun tidak semua anak-anak Indonesia hidup dengan penuh
kegembiraan dan layak, masih banyak anak-anak yang keadaan ekonomi
keluarganya tidak memadai sehingga dengan terpaksa mencari nafkah di jalanan
seperti mengemis, mengamen dan memulung barang bekas.
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak
(P2TP2A) merupakan wadah penyelenggaraan pelayanan terpadu meliputi
pencegahan, penyediaan, dan penyelenggaraan layanan terpadu bagi korban
meliputi pelayanan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, reintegrasi sosial dan
bantuan hukum serta pemantauan dan evaluasi. Berdasarkan analisis penulis dari
data yang diperoleh terdapat kasus-kasus yang mengalami peningkatan dan
penurunan setiap tahunnya adalah dapat digambarkan dalam Tabel 1.1 berikut :
Tabel 1.1
Data Penanganan Kasus
Kekerasan Seksual Berdasarkan Daerah Asal
No WILAYAH
Tahun Jumlah
2010 2011 2012
1 Kota Serang 12 1 7 20
2 Kabupaten Serang 3 2 5 10
4 Kabupaten Pandeglang 2 2 2 6
5 Kabupaten Lebak 1 1 0 2
6 Kabupaten Tangerang 0 1 0 1
7 Kota Tangerang Selatan 0 2 1 3
8 Kota tangerang 3 0 3 6
Jumlah 21 9 18 45
Sumber : Rekapitulasi Laporan Tahunan Hasil Kegiatan P2TP2A Provinsi Banten, 2014
Berdasarkan tabel 1.1 diatas dapat diketahui bahwa kasus kekerasan
seksual terbanyak di Kota Serang yang terletak di Kota Serang dan Kecamatan
Cipocok Jaya, untuk kasus kekerasan seksual terbanyak kedua yaitu Kabupaten
Serang yang terletak di Kecamatan Ciruas dan Kecamatan Kramatwatu, untuk
Kabupaten Pandeglang terletak di Kecamatan Pagelaran dan Kecamatan Labuan,
untuk Kota Tangerang kasus kekerasan seksual terjadi di Kecamatan Karawaci,
untuk di Kota Tangerang Selatan terjadi kasus kekerasan seksual yang terletak di
Kecamatan Situ, untuk kasus kekerasan seksual di Kabupaten Lebak terjadi di
Kecamatan Rangkas Bitung dan untuk kasus kekerasan yang terendah terjadi di
Kabupaten Tangerang di Kecamatan Balaraja dan Kecamatan Tigaraksa
sedangkan untuk di Kota Cilegon kasus kekerasan seksual tidak terjadi.
Kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi terhadap anak biasanya
dilakukan di rumah korban ataupun pelaku, dan pelakunya pun tidak jarang masih
ada hubungan keluarga maupun kerabat korban yang ada di lingkungan rumah
korban, tindakan yang mendasari terjadinya kekerasan seksual terhadap anak
tidak terpenuhi dan lingkungan. Dari data-data kasus di atas yang sudah di
jelaskan maka kekerasan seksual yang terjadi terhadap anak merupakan salah satu
masalah penting, karena di Provinsi Banten kasus kekerasan seksual terhadap
perempuan dan anak merupakan tertinggi kedua setelah kasus Kekerasan Dalam
Rumah Tangga.
Kekerasan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak
dimana orang dewasa atau remaja yang lebih tua menggunakan anak untuk
rangsangan seksual. Melihat kecenderungan yang terjadi, diprediksi jumlah kasus
pencabulan dan kekerasan seksual pada anak terus merangkak naik. Ini terjadi
karena lingkungan atau dunia anak belum bertambah baik dan belum nyaman.
Berbagai faktor menjadi penyebab anak rentan menjadi korban pencabulan,
kekerasan seksual. Pengaruh lingkungan dan teknologi informasi sangat
berdampak pada anak. Dibandingkan orang dewasa, anak terutama pada usia
remaja sangat menyukai teknologi informasi terutama ponsel sebagai bagian dari
tuntutan pergaulan dan gaya hidup.
Teknologi informasi dan fitur-fitur yang melekat padanya seperti
Blackberry Messenger (BBM), jejaring sosial dan lainnya semakin mendekatkan
korban dengan pelaku dalam berinteraksi. Tanpa disadari akhirnya anak
terperangkap di dalamnya bila bertemu dengan orang yang salah dan berniat jahat,
kebanyakan anak dan para orangtua baru sadar ketika anaknya sudah menjadi
korban. Seperti yang dikutip dari Kabar Banten, tanggal 30 Juni 2010 berjudul
Pacaran di Facebook Anak Baru Gede (ABG) Tewas di Semak, berawal dari
melalui telepon seluler atau handphone yang salah sambung dan berlanjut saling bertukar media sosial yaitu Facebook. Bisa dilihat dari kasus diatas kekerasan terhadap anak bermula dari anak-anak mengenal Teknologi.
Efek kekerasan seksual terhadap anak antara lain depresi, gangguan stres
pasca trauma, kegelisahan, kecenderungan untuk menjadi korban lebih lanjut pada
masa dewasa, dan cedera fisik untuk anak diantara masalah lainnya. Pelecehan
seksual oleh anggota keluarga adalah bentuk inses dan dapat menghasilkan
dampak yang lebih serius dan trauma psikologis jangka panjang, terutama dalam
kasus inses orangtua.
Berdasarkan Informasi yang diperoleh dari Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten, efek kekerasan
seksual terhadap anak khususnya di Provinsi Banten lebih cenderung kepada
depresi pada anak. Korban yang depresi pada tahun 2010 berjumlah 6 orang,
tahun 2011 berjumlah 3 orang dan tahun 2012 berjumlah 8 orang. Dimana depresi
dapat menyebabkan anak-anak takut terhadap orang yang lebih dewasa, anak-anak
takut apabila bertemu dengan orang-orang yang tidak dikenal, timbulnya rasa
tidak percaya diri terhadap dirinya sendiri, mengakibatkan dimana korban yang
mengalami kekerasan seksual akan membuat satu kelompok sesama korban dan
yang lebih parah lagi, korban yang mengalami kekerasan seksual untuk anak laki-
laki kemungkinan akan menjadi pelaku (kecenderungan psikologi akan berubah)
baik pada usianya yang sekarang atau yang akan datang sedangkan untuk anak
Dapat dilihat jumlah dan jenis kasus terhadap anak salah satunya jenis kasus
kekerasan seksual dalam Tabel 1.2 berikut :
Tabel 1.2
Data Korban Kasus Kekerasan Pada Anak di Provinsi Banten
No Jenis Kasus
Tahun
Jumlah 2010 2011 2012
1 Kekerasan Fisik 2 1 2 5
2 Kekerasan Seksual 13 6 17 36
3 Traficking 0 0 4 4
4 Penelantaran 9 3 0 12
5 Kekerasan dalam Pacaran 1 2 0 3
6 Perebutan Hak Asuh Anak 3 1 0 4
7 Kekerasan Psikis 3 1 2 6
Jumlah 31 14 25 70
Sumber : Rekapitulasi Laporan Tahunan Hasil Kegiatan P2TP2A Provinsi Banten, 2014
Mengingat banyaknya kasus-kasus kekerasan terhadap anak khususnya
kekerasan seksual terhadap anak, maka Pemerintah Provinsi Banten mempunyai
komitmen yang kuat untuk melindungi rakyatnya dari praktek yang tidak
bertanggung jawab serta berupaya mencegahnya dengan kebijakan yang dibuat
oleh P2TP2A Provinsi Banten dalam Perlindungan Anak dengan kegiatan
didirikannya TESA (Telepon Sahabat Anak), Pembentukan Kelompok Simpatik
Banten dalam MPU (Mitra Praja Utama), mengingat akibat yang ditimbulkan
akan merusak masa depan generasi bangsa yang seharusnya menjadi potensi
untuk pembangunan daerah.
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak
(P2TP2A) merupakan salah satu bentuk wahana pelayanan bagi perempuan dan
anak dalam upaya pemenuhan informasi dan kebutuhan di bidang pendidikan,
kesehatan, ekonomi, hukum, perlindungan dan penanggulangan tindak kekerasan
serta perdagangan terhadap perempuan dan anak.
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak
(P2TP2A) mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan
perlindungan korban bagi anak baik pemberdayaan, perlindungan serta
reintegrasi. Peran ini akan dapat diwujudkan dengan baik ketika Pusat Pelayanan
Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) mempunyai sistem
kelembagaan dan pelayanan yang baik sesuai dengan standar pelayanan minimal
(SPM) serta bagaimana kinerja yang di gunakan P2TP2A dalam proses
penanganannya.
Oleh karena itu, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan
dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten yang dibentuk dengan SK yang ditetapkan
oleh Gubernur Banten dengan Banten Nomor 463/KEP-144-HUK/2007 tentang
Pembentukan dan Susunan Pengurus Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten.
Berdasarkan pengamatan penulis yang dilakukan di Kantor Pusat
Banten diperoleh bahwa terdapat masalah-masalah Kinerja P2TP2A. Adapun
masalah-masalah tersebut Pertama masih kurangnya pegawai di P2TP2A provinsi
Banten. Adapun susunan pegawai/pengurus Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten dari Tahun 2007-
2010 berjumlah 63 Orang namun pada periode tahun 2011-2015 susunan
pegawai/pengurus berjumlah 45 orang, dengan adanya perubahan susunan
pegawai maka ada susunan perubahan disetiap divisi yang semula terdapat 4
Divisi menjadi 3 Divisi dan Sekretariat pada tahun 2011 sampai saat ini. Agar
jumlah pegawai/pengurus dalam melaksanakan penanganan kasus-kasus
kekerasan dapat terselesaikan maka P2TP2A Provinsi Banten membagi divisi
menjadi 3 agar lebih efektivitas dengan menepatkan pengurus perwakilan SKPD
seperti Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, RSUD, Kepolisian dan BPPMD Provinsi
Banten di setiap Divisi namun jumah pegawai/pengurus tersebut untuk disetiap
Divisi masih kurang karena masih terdapat kendala yaitu kurangnya pegawai di
setiap divisi yang ada, dalam proses penyelesaian penanganan kasus-kasus yang
ada khususnya kasus kekerasan seksual yang terjadi terhadap anak dikarenakan
pengurus yang ada saat ini merupakan pengurus tidak tetap yang posisinya tidak
ada setiap hari di kantor karena disisi lain para pengurus tersebut adalah Pegawai
Negeri Sipil (PNS) sehingga dalam proses penyelesaian masih belum optimal.
Kedua belum terlaksananya secara optimal persiapan yang harus
dilakukan oleh P2TP2A Provinsi Banten, dalam proses penyelesaian kasus-kasus
khususnya kekerasan seksual yang proses penyelesaiannya mengikuti standar
Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No. 01 Tahun 2010.
Contohnya Standar Pelayanan Minimal (SPM) di P2TP2A Provinsi Banten dan di
RSUD Provinsi Banten, SPM P2TP2A Provin Banten mencakup jenis pelayanan
Penanganan Pengaduan/laporan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak
dan Penegakan Bantuan Hukum bagi perempuan dan anak korban kekerasan dan
SPM RSUD Provinsi Banten lebih mencakup terhadap Pelayanan yang berupa
Medis, namun di P2TP2A Provinsi Banten, SPM masih belum mengikuti tahapan-
tahapan sebagaimana mestinya, seperti Penanganan Pengaduan, Pelayanan
Kesehatan, Rehabilitas Sosial, Penegakan Hukum serta Bantuan Hukum bagi para
korban tahapan pertama dilakukan penanganan pengaduan harus mencatat nama
korban tetapi form catatan tidak sesuai dengan format yang seharusnya yang
sudah di contohkan dalam SPM P2TP2A Provinsi Banten, mengakibatkan proses
penyelesaiannya tidak sesuai dengan tahapan yang ada sehingga proses
penanganan menjadi terhambat dalam hal pelaksanaannya.
Ketiga Koordinasi lintas sektoral yang terkait dengan P2TP2A Provinsi
Banten yaitu Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Rumah Sakit
Daerah Umum (RSUD) Provinsi Banten, Polisi Daerah (Polda) Banten dan Badan
Pemberdayaan Perempuan dan Mayarakat Desa (BPPMD) Provinsi Banten. Hal
ini dapat dilihat dalam formasi kepengurusan P2TP2A Provinsi Banten, dimana
perwakilan lembaga strategis seperti Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
mempunyai peran yang cukup penting dalam keterkaitan terhadap P2TP2A
Provinsi Banten. Seperti kegiatan dalam pembentukan kelompok simpatik yang
pembentukannya, namun kegiatan tersebut belum dijalankan sehingga
terbentuknya pengkaderan pembentukan kelompok simpatik di sekolah
(SD/SMP/SMA/SMK maupun perguruan tinggi yang sederajat) dalam
pencegahan kasus kekerasan khususnya terhadap anak belum ada atau belum
terbentuk. Padahal itu terdapat didalam Tugas, Pokok dan Fungsi (TUPOKSI)
P2TP2A Provinsi Banten itu sendiri yang berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan
Provinsi Banten. Jadi kekuatan P2TP2A sangat dipengaruhi dari kekuatan
koordinasi lintas sektoral yang dibangun.
Keempat belum terfasilitasinya beberapa kebutuhan yang sifatnya sangat
teknis untuk proses pendampingan kepada korban atau masyarakat. Fasilitas yang
dimaksud adalah belum adanya ruangan fisik crisis-center, belum lengkapnya sarana dan prasarana yang ada di ruang konseling, belum adanya alat komunikasi
seperti telepon atau HP (Handphone) khusus untuk menangani kasus kekerasan, serta adanya Telepon Sahabat Anak (TESA) yang masih susah dalam dihubungi
untuk pengaduan masalah yang dihadapi anak, belum adanya alat transportasi
khusus seperti mobil untuk operasional penjemputan korban, belum adanya
pendanaan untuk pendampingan petugas ke lapangan masih kurangnya sosialisasi,
pelatihan dan pemberi keterampilan yang dilakukan oleh P2TP2A Provinsi
Banten masih hanya sebatas sosialisasi di media cetak, Elektronik dan
keterampilan jahit bagi para korban yang mengalami kekerasan.
Dari permasalahan-permasalahan yang ada diatas maka penanganan kasus
kekerasan terhadap perempuan dan anak khususnya kekerasan seksual dimana
sektoral untuk memudahkan dalam penyelesaiana kasus-kasus yang ada serta
dibutuhkan perencanaan yang strategis agar dalam proses penyelesaian penganan
kasus-kasus berjalan dengan lancar, bahkan seringkali dalam penyelesaian butuh
pendekatan sosiologis dan budaya. Agar kasus-kasus kekerasan seksual dapat
diselesaikan secara cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi kasus-kasus
kekerasan yang terjadi.
Masih tingginya angka kekerasan seksual pada anak di Provinsi Banten
pada tahun 2010 angka kekerasan seksual mencapai jumlah 13 kasus, Sedangkan
pada tahun 2011 mengalami penurunan sampai 6 kasus dan di tahun 2012
mengalami peningkatan kembali sampai pada 17 kasus, Namun tahun 2013 kasus
kekerasan seksual menurun menjadi 12 kasus. Dengan angka kasus kekerasan di
atas menunjukkan perlunya peningkatan kinerja P2TP2A dan lembaga-lembaga
lainnya yang terkait, yang dalam hal ini berwenang menangani masalah kekerasan
seksual pada anak. Kinerja P2TP2A Provinsi Banten dalam penanganan kekerasan
seksual pada anak di Provinsi Banten sangat penting dalam mendukung
keberhasilan terwujudnya kesejahteraan sosial di masyarakat, khususnya di
Provinsi Banten.
Maka berdasarkan latar belakang dari permasalahan tersebut diatas
penulis didalam pembuatan penelitian ini tertarik untuk mengetahui lebih
mendalam mengenai permasalahan yang sebenarnya tentang “Kinerja Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam
Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Provinsi Banten
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti
mengidentifikasikan permasalahan yang terkait dengan “Kinerja Pusat Pelayanan
Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Penanganan
Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Provinsi Banten Tahun 2012”.
Identifikasi masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Masih kurangnya jumlah pegawai di P2TP2A Provinsi Banten.
2. Dalam proses penyelesaian penanganan kasus-kasus masih belum mengikuti
tahapan-tahapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Peraturan Menteri
Negara PP dan PA Republik Indonesia No.01 Tahun 2010, sehingga masih
belum optimal dalam penanganan penyelesain kasus-kasus khususnya
kekerasan seksual terhadap anak.
3. Koordinasi lintas sektoral belum terbangun dengan optimal, keterkaitan
dengan P2TP2A Provinsi Banten dengan Dinas Pendidikan dalam membentuk
kelompok Simpatik di SD,SMP, SMA dan Perguruan Tinggi.
4. Belum terfasilitasinya beberapa kebutuhan yang sifatnya sangat teknis untuk
proses pendampingan kepada korban atau masyarakat serta masih kurangnya
sosialiasi yang diberikan oleh P2TP2A Provinsi Banten terhadap Masyarakat.
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, penulis akan
membatasi ruang lingkup penelitian yang berkaitan dengan Kinerja Pusat
Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Provinsi Banten Tahun
2012.
1.4 Rumusan Masalah
Rumusan masalah akan memberikan suatu arahan yang jelas untuk
mengadakan penelahaan, serta hasil analisis itu sendiri akan lebih nyata, sehingga
penulis harus membatasi masalah yang akan dianalisis karena dapat membantu
memperjelas pengkajiannya. Sehubungan dengan itu penulis merumuskan
masalah sebagai berikut :
Seberapa besar kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan
Anak (P2TP2A) Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di
Provinsi Banten Tahun 2012.
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui seberapa besar kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (P2TP2A) dalam penanganan kasus kekerasan seksual
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat Teoritis
1. Menambah pengetahuan sosial melalui penelitian yang dilaksanakan
sehingga memberikan kontribusi pemikiran bagi pengembangan ilmu
administrasi negara khususnya mata kuliah Teori Organisasi.
2. Sebagai bahan pemahaman dan pembelajaran bagi peneliti maupun
mahasiswa lain untuk melakukan penelitian-penelitian secara lebih
mendalam mengenai kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten.
1.6.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak
(P2TP2A) Provinsi Banten diharapkan penelitian ini dapat
memberikan saran atau masukan guna mengambil langkah yang tepat
dalam rangka penanggulangan kasus kekerasan anak dan masalah
sosial lainnya.
2. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai anak dan perlindungan anak di Provinsi Banten.
3. Bagi Penulis
Sebagai salah satu syarat untuk menyandang gelar strata satu (S1) serta
memberikan kesempatan pada penulis untuk mengaplikasikan ilmu
dan teori yang dipelajari selama ini. Selain itu diharapkan dapat
1.7 Sistematika Penulisan
Untuk dapat mempermudah pemahaman dalam pembahasan dan untuk
memberikan gambaran yang jelas mengenai keseluruhannya, maka penulis
menjabarkannya dalam bentuk sistematika penulisan. Adapun sistematika
penulisan yang disusun sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan tentang :
1.1 Latar Belakang Masalah
Menggambarkan ruang lingkup dan kedudukan masalah yang akan diteliti
dalam bentuk uraian secara deduktif.
1.2 Identifikasi Masalah
Mengidentifikasi dikaitkan dengan tema/topik/judul dan fenomena yang akan
diteliti.
1.3 Batasan Masalah
Pembatasan masalah lebih memfokuskan pada masalah-masalah yang akan
diajukan dalam rumusan masalah yang akan diteliti, dapat diajukan dalam
bentuk pertanyaan.
1.4 Perumusan Masalah
Mendefinisikan permasalahan yang telah ditetapkan dalam bentuk definisi
konsep dan definisi operasional.
1.5 Tujuan Penelitian
Mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai dalam melaksanakannya
1.6 Manfaat Penelitian
Menjelaskan manfaat teoritis dan praktis temuan penelitian.
1.7 Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori
Mengkaji berbagai teori dan konsep-konsep yang relevan dengan
permasalahan dan variabel penelitian.
2.2 Penelitian Terdahulu
Kajian penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang dapat
diambil dari berbagai sumber ilmiah, baik skripsi, tesis, disertasi atau jurnal
penelitian.
2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian
Menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai kelanjutan dari kajian teori
untuk memberikan penjelasan kepada pembaca.
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitan
Menjelaskan metode yang digunakan dalam penelitian.
3.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian
Membatasi dan menjelaskan substansi materi kajian penelitian yang akan
3.3 Lokasi Penelitian
Menjelaskan tempat (locus) penelitian dilaksanakan. 3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Definisi Konsep
Memberikan penjelasan tentang konsep dari variabel yang akan diteliti.
3.4.2 Definisi Operasional
Penjabaran konsep atau variabel penelitian dalam rincian yang terukur.
3.5 Instrumen Penelitian
Menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat pengumpulan data yang
digunakan, proses penyusunan data dan teknik penentuan kualitas intrumen
penelitian.
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian
Dalam penelitian dijelaskan populasi dan sampel yang dapat digunakan
sebagai sumber data.
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik Pengolahan Data dan Teknik Analisis Data menjelaskan mengenai
cara menganalisis data yang dilakukan dalam penelitian.
3.8 Jadwal Penelitian
Menjelaskan lokasi dan alasan pemilihan lokasi penelitian, terkait tempat dan
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian secara
jelas, struktur organisasi dari populasi/sampel yang telah ditentukan serta hal
lain yang berhubungan dengan objek penelitian.
4.2 Deskripsi Data
Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah dengan
mempergunakan teknik analisis data yang relevan, baik data kualitatif maupun
data kuantitatif.
4.3 Pengujian Persyaratan Statistik
Melakukan pengujian terhadap persyaratan statistik dengan menggunakan uji
statistik.
4.4 Pengujian Hipotesis
Melakukan pengujian terhadap hipotesis dengan menggunakan teknik analisis
statistik yang sudah ditentukan semula, seperti korelasi dan atau regresi baik
sederhana maupun ganda. Masing-masing hipotesis di uji dalam subjudul
sendiri. Hasil akhir dari analisis statistik itu adalah teruji tidaknya hipotesis
nol penelitian. Hasil perhitungan akhir dari statistik dilaporkan dalam batang
tubuh, sedangkan perhitungan selengkapnya di tempatkan dalam lampiran.
4.5 Interpretasi Hasil Penelitian
4.6 Pembahasan
Melakukan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data terhadap
hipotesis yang diterima barangkali tidak ada persoalan, tetapi terhadap
hipotesis yang ditolak harus diberikan berbagai dugaan yang menjadi
penyebabnya.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat, jelas dan
mudah dipahami.
5.2 Saran
Berisi tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang yang diteliti
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori
Teori merupakan salah satu hal yang paling mendasar yang harus
dipahami ketika melakukan penelitian karena teori dapat menjadi acuan
untuk menemukan dan merumuskan sebuah permasalahan. Sesuatu yang
baru dapat dikatakan menjadi sebuah teori jika sudah terbukti melalui
serangkaian proses dan eksperimen dan kemudian diaplikasikan dalam
kehidupan nyata. Sebuah teori dapat berubah atau mengalami
perkembangan, hal itu terjadi apabila teori yang ada sudah tidak relevan
dengan keadaan yang ada, seperti yang dikemukakan oleh Cooper dan
Schindler bahwa teori adalah seperangkat konsep, definisi dan proposisi
yang tersusun secara sistematis sehingga dapat dipergunakan untuk
menjelaskan dan meramalkan fenomena. Selanjutnya Haditono menyatakan
bahwa suatu teori akan memperoleh arti yang penting apabila ia lebih
banyak dapat melukiskan, menerangkan dan meramalkan gejala yang ada
(Sugiyono, 2007:52)
Berdasarkan definisi tersebut, Peneliti dapat mengemukakan bahwa
teori adalah alat logika atau penalaran, yang merupakan seperangkat
konsep, definisi dan proposisi yang disusun secara sistematis. Secara umum
dalam kaitannya dengan kegiatan penelitian, maka teori mempunyai tiga
fungsi, yaitu untuk menjelaskan, meramalkan, dan pengendalian suatu
gejala. Fungsi teori yang pertama digunakan untuk memperjelas dan
mempertajam ruang lingkup atau konstruk variabel yang akan diteliti.
Fungsi teori yang kedua adalah untuk merumuskan hipotesis dan menyusun
instrument penelitian, karena pada dasarnya hipotesis itu merupakan
pernyataan yang bersifat prediktif. Selanjutnya fungsi teori yang ketiga
adalah digunakan untuk membahas hasil penelitian sehingga selanjutnya
digunakan untuk memberikan saran dalam upaya pemecahan masalah
(Sugiyono, 2007:54)
2.1.1 Teori Organisasi Publik
Dalam sebuah penelitian diperlukan landasan untuk itu penelitian ini
menggunakan beberapa teori, mulai dari teori penunjang sampai teori inti.
Penelitian ini dilakukan di Kantor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten yang merupakan suatu
organisasi atau lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi Banten.
Organisasi merupakan elemen yang sangat diperlukan dalam kehidupan manusia,
organisasi membantu dalam melaksanakan hal-hal atau kegiatan-kegiatan yang
tidak dapat dilaksanakan secara baik sebagai individu dan organisasi pula dapat
memenuhi aneka macam kebutuhan manusia seperti misalnya kebutuhan
emosional, spiritual, intelektual, ekonomi, politik, psikologikal, sosiologikal,
kultural dan sebagainya.
Dalam membahas organisasi, penulis menggunakan definisi organisasi
yang diberikan menurut beberapa ahli antara lain yaitu :
“Organisasi adalah salah satu unit sosial yang dikoordinasikan secara sengaja terdiri dari dua orang atau lebih yan berfungsi dan berwenang untuk mengerjakan usaha mancapai tujuan yang telah ditentukan.”
Pendapat lain chester bernard dalam Toha (2002:99) menyatakan bahwa :
“Organisasi sebagai sistem kegiatan yang terkoordinir secara sadar atau kekuatan dari dua manusia atau lebih.”
Berdasarkan pengertian organisasi yang disampaikan di atas maka penulis
menyimpulkan bahwa organisasi adalah sekelompok manusia dengan sengaja
dipersatukan dalam suatu kerjasama yang efisien untuk mengatasi keterbatasan-
keterbatasan dalam dirinya. Kegiatan terorganisasi menjadi alat utama manusia
untuk mengatasi kendala-kendala yang timbul dari individu-individu.
2.1.2 Kinerja Organisasi
Organisasi yang berhasil dan efektif merupakan organisasi dengan
individu yang didalamnya memiliki kinerja yang baik. Organisasi yang efektif
akan ditopang oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Ada kesesuaian antara
keberhasilan organisasi atau kinerja organisasi dengan kinerja individu atau
sumber daya manusia.
Konsep kinerja pada dasarnya merupakan perubahan atau pergeseran
paradigma dari konsep produktivitas. Andersen (1995), menjelaskan paradigma
produktivitas yang baru adalah paradigma kinerja secara aktual yang menuntut
pengukuran secara aktual keseluruhan kinerja organisasi, tidak hanya efisiensi
atau dimensi fisik, tetapi juga dimensi non fisik.
Terkait dengan konsep kinerja, Rummler dan Brache (1995) dalam
1. Kinerja organisasi; merupakan pencapaian hasil (outcome) pada level atau unit analisis organisasi. Kinerja pada level organisasi ini terkait dengan tujuan organisasi, rancangan organisasi, dan manajemen organisasi.
2. Kinerja proses; merupakan kinerja pada proses tahapan dalam menghasilkan produk atau pelayanan. Kinerja pada level proses ini dipengaruhi oleh tujuan proses, rancangan proses dan manajemen proses.
3. Kinerja individu/pekerjaan; merupakan pencapaian atau efektivitas pada tingkat pegawai atau pekerjaan. Kinerja pada level ini dipengaruhi oleh tujuan pekerjaan, rancangan pekerjaan, dan manajemen pekerjaan serta karakteristik individu.
Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan sebagai “penampilan”, “unjuk kerja”, atau “prestasi”. Kinerja organisasi
merupakan pencapaian hasil (outcome) pada level atau unit analisis organisasi. Kinerja pada level organisasi terkait dengan tujuan organisasi, rancangan
organisasi dan manajemen organisasi (Sudarmanto, 2009:7). Bastian
menggambarkan kinerja organisasi tentang tingkat pencapaian pelaksanaan tugas
dalam suatu organisasi, dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi
organisasi (Tangkilisan, 2005:175).
Menurut Prawirosentoso dikutip Widodo (2001:206), kinerja adalah
suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam
suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing
dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan norma dan etika.
Mahsun (2006:25) memberikan pengertian kinerja sebagai berikut:
Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat
keberhasilan individu maupun kelompok individu. Kinerja bisa diketahui hanya
jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan
yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-
target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa ada tujuan atau target, kinerja
seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolok
ukurnya.
Menurut Wibowo (2007:4), kinerja merupakan implementasi dari
rencana yang telah disusun. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya
manusia yang memiliki kemampuan kompetensi, motivasi, dan kepentingan.
Bagaimana organisasi menghargai dan memperlakukan sumber daya manusianya
akan mempengaruhi sikap dan perilaku dalam menjalankan kinerja.
Bernardin dikutip Sudarmanto, (2009:8) menyatakan tentang kinerja,
yaitu: “kinerja merupakan catatan hasil yang diproduksi (dihasilkan) atas fungsi
pekerjaan tertentu atau aktivitas-aktivitas selama periode waktu tertentu”.
Bernardin menekankan pengertian kinerja sebagai hasil, bukan karakter sifat dan
perilaku. Fokus perhatian manajemen berbasis kinerja adalah hasil (outcome), hal ini dikarenakan publik atau masyarakat pengguna layanan dari pemerintah tertentu
menginginkan hasil akhir, manfaat, dan dampak positif yang dirasakan atau
diperoleh.
Menurut Lynch dan cross (1993) dalam Yuwono et al (2002:29)
1. Menelusuri kinerja terhadap pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelangganya dan membuat seluruh orang lebih dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan.
2. Memotivasi Pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata- rantai pelanggan dan pemasok internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut (Reducition of waste).
4. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkrit sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.
5. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi “reward” atau perilaku yang diharapkan tersebut.
Kinerja pada tingkat organisasi berkaitan dengan usaha mewujudkan visi
organisasi, dimana visi organisasi merupakan arah yang menentukan kemana
organisasi akan dibawa dan apa yang akan dicapai oleh organisasi untuk masa
depan. Oleh karenanya faktor yang paling penting dalam organisasi adalah figure
seorang ketua atau pemimpin, seorang pemimpin harus memiliki agenda yang
jelas yang didasarkan pada kepedulian yang besar terhadap hasil.
Bastian, dalam Tangkilisan (2005:175) Dimensi atau indikator kinerja
merupakan aspek-aspek yang menjadi ukuran dalam menilai kinerja. Ukuran-
ukuran dijadikan tolak ukur dalam menilai kinerja. Indikator kinerja organisasi
adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian
sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhitungkan elemen-
elemen indikator berikut :
1. Indikator masukan (inputs), yaitu segala sesuatu yang dibutuhkan agar organisasi mampu menghasilkan produknya, baik barang atau jasa, yang meliputi sumber daya manusia, informasi, kebijakan, dan sebagainya.
2. Indikator keluaran (outputs), yaitu sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik atau pun nonfisik.
3. Indikator hasil (outcomes), yaitu segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung).
5. Indikator dampak (impacts), yaitu pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif, pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan.
Mahmudi (2005:103) mengatakan bahwa indikator kinerja adalah ukuran
kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran
atau tujuan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja (performance indicator) sering disamakan dengan ukuran kinerja (performance measure), namun sebenarnya meskipun keduanya sama-sama dalam kriteria pengukuran kinerja, tetapi terdapat
perbedaan arti dan maknanya.
Berkaitan dengan ukuran kinerja organisasi Ruky dalam Nogi (2005:176)
mengemukakan bahwa penilaian terhadap kinerja organisasi merupakan kegiatan
membandingkan antara hasil yang sebenarnya diperoleh dengan yang
direncanakan. Sasaran yang ingin dicapai organisasi diteliti, mana yang telah
dicapai sepenuhnya (100%), mana yang diatas standar (target), dan mana yang di
bawah target atau tidak tercapai sepenuhnya. Sasaran target capaian ini dipahami
sebagai konsep dari produktivitas sebagai salah satu indikator kinerja organisasi.
Penilaian kinerja pada organisasi publik digunakan untuk menilai
seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi tersebut dapat memenuhi
harapan dan memuaskan pengguna jasa. Adanya informasi mengenai kinerja
maka benchmarking dengan mudah bisa dilakukan dan dorongan untuk memperbaiki kinerja bisa diciptakan. Seberapa jauh pelayanan yang diberikan
oleh organisasi kepada pengguna jasanya menentukan seberapa baik kualitas
Menurut Kumorotomo (1996:7) organisasi pelayanan publik merupakan
bagian dari daya tanggap negara akan kebutuhan vital masyarakat. Keterkaitan
tercapaianya visi, misi, dan tujuan dengan program yang dicanangkan pemerintah
memunculkan konsep indikator daya tanggap, yang dimana program yang disusun
mencerminkan daya tanggap pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat, yang
dikenal dengan konsep indikator responsivitas.
Penilaian kinerja birokrasi publik tidak cukup hanya dilakukan dengan
menggunakan indikator-indikator yang melekat pada birokrasi itu seperti efisiensi
dan efektivitas, tetapi harus dilihat juga dari pengguna jasa, responsibilitas,
akuntabilitas, dan responsivitas. Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi
sangat penting karena birokrasi publik seringkali memiliki kewenangan
monopolis sehingga para pengguna jasa tidak memiliki alternatif sumber
pelayanan. Perspektif yang digunakan oleh birokrasi sebagai pemberi layanan
merupakan perspektif yang sebenarnya berasal dari pendekatan birokrasi yang
cenderung menempatkan diri sebagai regulator dari pada sebagai pelayan.
Indikator yang digunakan dalam mengukur organisasi publik dalam
masalah ini adalah Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak
(P2TP2A) Provinsi Banten yang menangani kasus kekerasan seksual terhadap
anak menurut Dwiyanto (2006:50-51) ada beberapa indikator yang digunakan
untuk mengukur kinerja suatu organisasi publik, yaitu:
1. Produktivitas
Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu sempit dan
produktivitas yang lebih luas dan memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting.
2. Kualitas Layanan
Kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam menjelaskan kinerja organisasi. Banyak pandangan negatif mengenai organisasi publik seperti ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik. Informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas layanan sering kali diperoleh dari media massa atau diskusi publik, karena akses informasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan relatif sangat tinggi, oleh karena itu kepuasan masyarakat bisa menjadi parameter untuk menilai kinerja organisasi publik. 3. Responsivitas
Responsivitas merupakan kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dimasukan dalam indikator kinerja karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
4. Responsibilitas
Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit. Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja berbenturan dengan responsivitas.
5. Akuntabilitas.
Akuntabilitas publik menunjuk pada kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan merepresentasikan kepentingan rakyat. Dalam hal ini konsep akuntabilitas publik digunakan untuk melihat sejauhmana kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak.
Sedangkan menurut Mahmudi (2005:7) faktor yang berpengaruh langsung
terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi sebagai berikut :
1. Teknologi yang meliputi, peralatan dan metode kerja yang digunakan untuk menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi. Semakin berkualitas tekhnolgi yang digunakan, maka akan semakin tinggi tingkat kinerja organisasi tersebut.
2. Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi.
3. Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan ruangan, dan kebersihan.
5. Kepemimpinan sebagai usaha untuk mengendalikan anggota organisasi agar bekerja sesuai dengan standar dan tujuan organisasi.
6. Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek organisasi, imbalan, promosi dan lainnya.
Menurut Zeithml, Parasuraman & Berry dalam buku yang berjudul
Delivering Quality Service, yakni (Ratminto dan Winarsih, 2010:182), menjelaskan tentang indikator yang digunakan untuk menilai kinerja organisasi
yang terdiri atas beberapa faktor berikut :
1. Ketampakan fisik (tangible) yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, dan berbagai materi komunikasi misalnya gedung dan kebersihan yang baik serta penataan ruang yang rapih dan juga penampilan petugas pelayanan.
2. Keandalan (Reliability) yaitu kemampuan para penyedia pelayanan untuk memberikan palayanan sesuai dengan yang dijanjikan, terpercaya, akurat, dan konsisten.
3. Daya tanggap (Responsiveness) yaitu kemauan dari para penyedia pelayanan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat dan bermakna serta kesediaan mendengarkan dan mengatasi keluhan yang diajukan konsumen, misalnya penyediaan saran yang sesuai untuk menjamin terjadinya proses yang tepat.
4. Kompetensi (Competence) yaitu kesesuaian antara kemampuan petugas pelayanan dengan apa yang akan ditugaskan kepadanya sehingga palayanan menjadi lebih baik.
5. Kesopanan (Courtessy) yaitu sikap petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa yang dapat membuat pengguna jasa merasa lebih nyaman.
6. Kredibilitas (Credibility) yaitu kejelasan reputasi atau instansi tempat pemberi pelayanan sehingga masyarakat pengguna bisa percaya atas apa yang telah atau akan dilakukan.
7. Keamanan (Security) yaitu jaminan keamanan/keselamatan dari pihak kantor atau instansi terhadap masyarakat pengguna jasa dan barang-barang bawaan (termasuk kendaraan).
8. Akses (Access) yaitu berupa kejalasan tentang lokasi/alamat kantor dan bagaimana informasi tentang lokasi/alamat kantor pemberi pelayanan.
9. Komunikasi (Communication) yaitu bagaimana petugas pelayanan memberikan penjelasan/kominikasi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan pelayanan yang diinginkan oleh masyarakat.
Kinerja organisasi tidak semata-mata dipengaruhi oleh kinerja individual
atau kinerja tim saja, namun dipengaruhi oleh faktor yang lebih luas dan
kompleks, misalnya faktor lingkungan internal dan eksternal. Atmosoeprapto
(Tangkilisan, 2005:181) mengemukakan faktor internal dan faktor eksternal
berikut ini:
1. Faktor eksternal
1. Faktor politik, hal yang berhubungan dengan keseimbangan kekuasaan negara yang berpengaruh pada keamanan dan ketertiban, yang akan mempengaruhi ketenangan organisasi untuk berkarya secara maksimal. 2. Faktor ekonomi, tingkat perkembangan ekonomi yang berpengaruh pada
tingkat pendapatan masyarakat sebagai daya beli untuk menggerakkan sektor-sektor lainnya sebagai suatu sistem ekonomi yang lebih besar. 3. Faktor sosial, orientasi nilai yang berkembang di tengah masyarakat, yang
mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos kerja yang dibutuhkan bagi peningkatan kinerja organisasi.
2. Faktor internal
1. Tujuan organisasi, apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin diproduksi oleh suatu organisasi.
2. Struktur organisasi, sebagai hasil desain antara fungsi yang akan dijalankan oleh unit organisasi dengan struktur formal yang ada.
3. Sumber daya manusia, yaitu kualitas dan pengelolaan anggota organisasi sebagai penggerak jalannya organisasi secara keseluruhan.
4. Budaya organisasi, yaitu gaya dan identitas suatu organisasi dalam pola kerja yang baku dan menjadi citra organisasi yang bersangkutan.
Berdasarkan pengertian kinerja organisasi dan indikator kinerja yang
disampaikan di atas maka penulis menyimpulkan bahwa kinerja organisasi adalah
gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi
organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi yang merupakan gambaran mengenai hasil kerja organisasi dalam mencapai tujuannya
tersebut. Sumber daya yang dimaksud dapat berupa fisik seperti sumber daya
manusia maupun nonfisik seperti peraturan, informasi, dan kebijakan.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini memakai teori organisasi
dimana menggunakan teori menurut Dwiyanto (2006:50-51) karena cocok
dengan permasalahan yang terjadi di P2TP2A Provinsi Banten dengan
indikatornya Produktivitas yang mengukur tingkat efisiensi dan efektitas
pelayanan diperlukannya jumlah pegawai yang sesuai dengan kebutuhan
organisasi tetapi P2TP2A masih kurangnya pegawai sehingga dengan kurangnya
jumlah pegawai akan mempengaruhi efisiensi dan efektifitas suatu organisasi
dalam proses pekerjaannya, Kualitas Layanan masih belum terfasilitasinya
beberapa kebutuhan yang dapat menunjang pekerjaan organisasi khususnya di
bidang pelayanan, Responsivitas mengenali kebutuhan dan aspirasi masyarakat
dalam membuat agenda, prioritas dan program, dimana P2TP2A Provinsi Banten
belum membuat kelompok Simpatik, Responsibilitas apakah didalam
melaksanakan Kinerja organisisasinya P2TP2A Provinsi Banten mengikuti
Prinsip-prinsip Administrasi dan Akuntabilitas lebih terhadap pertanggung
jawaban yang dibuat oleh P2TP2A Provinsi Banten terhadap Kegiatan serta
Program yang telah dilaksanakan.
2.1.3 Pengertian Anak
Dalam beberapa ketentuan hukum, manusia disebut sebagai anak dengan
pengukuran/batasan usia. Kondisi ini tercermin dari perbedaan batasan usia,
menurut Konvensi Hak Anak (KHA), maupun UU No. 23 Tahun 2002 tentang
yang umurnya belum mencapai 18 tahun. Dalam implementasi keputusan KHA
tersebut, setiap negara diberikan peluang untuk menentukan berapa usia manusia
yang dikategorikan sebagai anak. Dalam KHA (pasal 1) disebutkan bahwa anak
berarti setiap manusia yang berusia di bawah delapan belas tahun kecuali
berdasarkan undang-undang yang berlaku untuk anak-anak, kedewasaan telah
dicapai lebih cepat. Hal yang sama juga dijelaskan dalam Undang-Undang
Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002, bahwa anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.
2.1.4 Pengertian Kekerasan
Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah.
Menurut WHO dalam Bagong. S, dkk, (2000:23), kekerasan adalah penggunaan
kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri,
perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau
kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis,
kelainan perkembangan atau perampasan hak.
Awal mulanya istilah tindak kekerasan pada anak atau child abuse dan
neglect dikenal dari dunia kedokteran. Sekitar tahun 1946, Caffey-seorang
radiologist melaporkan kasus cedera yang berupa gejala-gejala klinik seperti patah tulang panjang yang majemuk (multiple fractures) pada anak-anak atau bayi disertai pendarahan subdural tanpa mengetahui sebabnya (unrecognized trauma).
Dalam dunia kedokteran, istilah ini dikenal dengan istilah Caffey Syndrome