i
uji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten Tanah Laut Tahun 2015 dapat diselesaikan dengan baik. Profil Kesehatan Kabupaten Tanah Laut merupakan sebuah buku yang memuat berbagai data dan informasi bidang kesehatan. Profil Kesehatan merupakan bagian penting sistem kesehatan sebagai sarana untuk memantau dan mengevaluasi pencapaian bidang kesehatan di Kabupaten Tanah Laut.
Sumber data Profil Kesehatan Kabupaten Tanah Laut Tahun 2015 adalah data program yang merupakan rekapitulasi laporan rutin dari unit teknis di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Tanah Laut serta institusi lain yang memiliki data terkait bidang kesehatan seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tanah Laut. Data yang ditampilkan pada Profil Kesehatan Kabupaten Tanah Laut dapat membantu kita dalam mengukur capaian pembangunan kesehatan di Kabupaten Tanah Laut serta sebagai dasar untuk perencanaan pembangunan kesehatan selanjutnya.
Untuk meningkatkan mutu penyajian profil kesehatan berikutnya, senantiasa diharapkan saran dan kritik yang membangun serta partisipasi dari semua pihak dalam rangka mendapatkan informasi yang akurat, tepat waktu dan sesuai kebutuhan.
Akhirnya, kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten Tanah Laut Tahun 2015 ini, kami mengucapkan terima kasih.
NIP. 1961072
P
ii
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI ………... ii
DAFTAR TABEL……… iii
DAFTAR GAMBAR……… iv
BAB I PENDAHULUAN……… 1
A. Maksud ……….. 2
B. Tujuan ……… 2
C. Sistematika Penyajian ……….. 3
BAB II GAMBARAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK A. Geografi……… 5
A. Keadaan Penduduk……….. 6
B. Pendidikan……….. 10
C. Keadaan Ekonomi……… 12
D. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Angka Harapan Hidup (AHH)………... 13
E. Keadaan Kesehatan Lingkungan………. 15
F. Keadaan Perilaku Masyarakat... 23
BAB III SITUASI DERAJAT KESEHATAN….……….. . 27
A. Mortalitas……… . 28
B. Morbiditas……… 33
C. Status Gizi……….. . 48
BAB IV SITUASI UPAYA KESEHATAN... 52
A. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak... 52
B. Perbaikan Gizi Masyarakat... 80
C. Penyakit Menular Langsung... 92
D. Penyakit Bersumber Binatang... 95
E. Pelayanan Kesehatan Penunjang... 98
F. Pelayanan Kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit... 99
BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN... 104
A. Sarana Kesehatan………. 104 B. Tenaga Kesehatan... 109 C. Pembiayaan Kesehatan... 111 BAB VI PENUTUP………. 117 LAMPIRAN
iii
TABEL 2.1 JUMLAH PENDUDUK DAN ANGKA BEBAN
TANGGUNGAN MENURUT JENIS KELAMIN DAN KELOMPOK USIA PRODUKTIF DAN NON PRODUKTIF DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
TABEL 2.2 PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN
KESEHATAN DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
TABEL 3.1 SEPULUH PENYAKIT TERBANYAK PADA PASIEN
RAWAT JALAN DI PUSKESMAS KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
TABEL 4.1 JUMLAH PUSKESMAS TERHADAP JUMLAH
PENDUDUK DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
TABEL 5.1 JUMLAH PUSKESMAS PEMBANTU DAN PUSKESMAS
KELILING MENURUT KECAMATAN/PUSKESMAS
iv
GAMBAR 2.1 JUMLAH PENDUDUK MENURUT KECAMATAN
DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 2.2 PERKEMBANGAN KEPADATAN PENDUDUK
DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2010 S.D. 2015
GAMBAR 2.3 PERSENTASE PENDUDUK UMUR 15 TAHUN
KEATAS MENURUT KEPEMILIKAN IJAZAH/STTB TERTINGGI YANG DIMILIKI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 2.4 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2010-2013
GAMBAR 2.5 ANGKA HARAPAN HIDUP DI KABUPATEN TANAH
LAUT TAHUN 2010-2013
GAMBAR 2.6 PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI
AKSES TERHADAP SANITASI LAYAK
DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 2.7 PERSENTASE TEMPAT PENGOLAHAN MAKANAN
YANG MEMENUHI SYARAT KESEHATAN
DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 2.8 PERSENTASE KUALITAS AIR MINUM YANG
MEMENUHI SYARAT DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 2.9 PRESENTASE DESA YANG MELAKSANAAN
SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM) MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 2.10 PRESENTASE RUMAH TANGGA BERPERILAKU
HIDUP BERSIH DAN SEHAT (BER-PHBS)
MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 3.1 JUMLAH KEMATIAN IBU MATERNAL MENURUT
PUSKESMAS DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
v
GAMBAR 3.3 JUMLAH KEMATIAN BAYI MENURUT PUSKESMAS
DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 3.4 ANGKA KEMATIAN BAYI (AKB) DI KABUPATEN
TANAH LAUT TAHUN 2011-2015
GAMBAR 3.5 PROPORSI SEPULUH PENYAKIT TERBANYAK
PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 3.6 ANGKA KESAKITAN MALARIA (ANNUAL PARACITE
INCIDENCE/API) MENURUT PUSKESMAS
DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 3.7 JUMLAH KASUS DBD MENURUT PUSKESMAS
DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 3.8 PERKEMBANGAN ANGKA KESAKITAN PENYAKIT
DEMAM BERDARAH DENGUE (INCIDENT RATE)
DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2011 S.D 2015
GAMBAR 3.9 PROPORSI KASUS BARU BTA+ MENURUT JENIS
KELAMIN DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 3.10 PROPORSI BTA POSITIF DI ANTARA SELURUH
KASUS TB PARU DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 3.11 JUMLAH PENDERITA TB PARU DIOBATI DAN
SEMBUH MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 3.12 PRESENTASE CAKUPAN PENEMUAN PNEUMONIA
PADA BALITA DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2011 s/d 2015
GAMBAR 3.13 PROPORSI KASUS BARU HIV/AIDS MENURUT
JENIS KELAMINDI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
vi
GAMBAR 3.15 PRESENTASE PREVALENSI GIZI KURANGTAHUN
2011 S.D 2015 (HASIL PSG)DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 3.16 PERSENTASE BAYI DENGAN BERAT BAYI LAHIR
RENDAH DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 4.1 CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN IBU HAMIL K1
DAN K4 DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2010 S/D 2015
GAMBAR 4.2 CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN IBU HAMIL K4
MENURUT PUSKESMAS TAHUN 2015
GAMBAR 4.3 PRESENTASE CAKUPAN PERTOLONGAN
PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN
DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2010-2015
GAMBAR 4.4 PRESENTASE CAKUPAN PERTOLONGAN
PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN
MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 4.5 CAKUPAN PELAYANAN IBU HAMIL K4 DAN
CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH NAKES (PN) DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2010 – 2015
GAMBAR 4.6 PRESENTASE CAKUPAN KUNJUNGAN NIFAS (KF3)
DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2011-2015
GAMBAR 4.7 PRESENTASE CAKUPAN KUNJUNGAN NIFAS (KF3)
DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 4.8 CAKUPAN KUNJUNGAN NIFAS (KF3) DAN
PERSALINAN DITOLONG TENAGA KESEHATAN (PN) TAHUN 2011 S/D 2015
GAMBAR 4.9 PERSENTASE CAKUPAN PENANGANAN
KOMPLIKASI KEBIDANAN DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2011-2015
vii
GAMBAR 4.11 CAKUPAN PENANGANAN KOMPLIKASI NEONATAL
MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 4.12 CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL PERTAMA
(KN1) DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 4.13 CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL LENGKAP
DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 4.14 CAKUPAN KUNJUNGAN BAYI DI KABUPATEN
TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 4.15 CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN ANAK BALITA
DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 4.16 PRESENTASE CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN
(PENJARINGAN) SISWA SD/SETINGKAT MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 4.17 PRESENTASE PESERTA KB AKTIF MENURUT
METODE KONTRASEPSI DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 4.18 PERSENTASE PESERTA KB BARU MENURUT
METODE KONTRASEPSI DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 4.19 CAKUPAN PESERTA KB BARU DAN KB AKTIF
MENURUT METODE KONTRASEPSI TAHUN 2015
GAMBAR 4.20 CAKUPAN PEMBERIAN 90 TABLET TAMBAH
DARAH (ZAT BESI) PADA IBU HAMIL MENURUT PUSKESMAS TAHUN 2015
GAMBAR 4.21 CAKUPAN PEMBERIAN KAPSUL VITAMIN A PADA
BALITA (6-59 BULAN) DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 4.22 CAKUPAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI
0-6 BULAN DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
viii
GAMBAR 4.24 PERSENTASE CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK PADA
BAYI DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 4.25 PERSENTASE IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA
BAYI DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 4.26 CAKUPAN DESA/KELURAHAN UCI KABUPATEN
TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 4.27 PRESENTASE CAKUPAN PELAYANAN USIA LANJUT
DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 5.1 PRESENTASE POSYANDU MENURUT STRATA
DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 5.2 JUMLAH SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN DI
PUSKESMAS MENURUT JENISNYA DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
GAMBAR 5.3 PERSENTASE ANGGARAN KESEHATAN TERHADAP
APBD MENURUT PUSKESMAS TAHUN 2014 DAN TAHUN 2015
GAMBAR 5.4 PERSENTASE PENYERAPAN DANA BANTUAN
OPERASIONAL KESEHATAN (BOK) MENURUT PUSKESMAS TAHUN 2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
enjalankan amanat UUD 1945 dengan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang merupakan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui pembangunan kesehatan yang terintegrasi dan berkesinambungan yang merupakan tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia, baik pemerintah, swasta dan seluruh masyarakat tanpa pengecualian. Dalam era desentralisasi di bidang kesehatan, Sistem Informasi Kesehatan merupakan tulang punggung dalam menyusun perencanaan pembangunan kesehatan yang dilaksanakan berdasarkan kebutuhan riil daerah. Sistem Informasi Kesehatan sebagai bagian integral Sistem Pembangunan Kesehatan, sangat dituntut kemantapannya dalam menyajikan data dan informasi yang berkualitas untuk penyusunan rencana kegiatan dan memberikan analisis dalam penganggaran kesehatan. Pada akhirnya ketersediaan data dan informasi yang akurat
sebagai dasar pengambilan keputusan (evidence based decision making)
benar-benar sangat diperlukan saat ini.
Salah satu upaya mengaktualisasikan Sistem Informasi Kesehatan adalah melalui penyusunan profil kesehatan yang mencover data dan hasil kegiatan dalam memperluas cakupan dan mutu pelayanan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
mendorong tercapainya indeks pembangunan manusia (Human
Development Index) yang optimal.
Profil kesehatan sebagai alat untuk memantau dan mengevaluasi kinerja upaya–upaya kesehatan melalui indikator–indikator kesehatan. Seiring berubahnya paradigma pembangunan kesehatan dari paradigma sakit menjadi paradigma sehat, menjadikan indikator–indikator yang
2 dipakai arahnya bersifat positif.
Profil kesehatan menyajikan berbagai data dan informasi yang berasal dari sarana pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Rumah
Sakit, Puskesmas Pembantu (facility based data) melalui pencatatan dan
pelaporan rutin dan sektor terkait lainnya. Jenis indikator dan kinerja dalam Profil Kesehatan Kabupaten Tanah Laut Tahun 2014 adalah indikator derajat kesehatan meliputi mortalitas, morbiditas dan status gizi, indikator keadaan lingkungan, perilaku hidup masyarakat, akses dan mutu pelayanan kesehatan, indikator pelayanan kesehatan, sumber daya kesehatan, kontribusi sektor terkait.
Profil Kesehatan Kabupaten Tanah Laut 2015 berdasarkan hasil validasi data sampai dengan bulan Maret 2016.
A. Maksud
Maksud disusunnya Profil Kesehatan Kabupaten untuk mengetahui kondisi kesehatan di Kabupaten Tanah Laut dalam mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal dan untuk mengetahui potensi, menganalisa permasalahan serta
pemecahannya dalam program pengembangan kesehatan
di Kabupaten Tanah Laut.
B. Tujuan
Profil kesehatan disusun dengan maksud dan tujuan adalah sebagai berikut :
1. Tersedianya data dan informasi kesehatan yang bersumber dari
fasilitas–fasilitas kesehatan, seperti puskesmas, puskesmas pembantu dan Rumah Sakit.
2. Tersedianya data dan informasi sebagai bahan bagi pengambil
keputusan (stakeholder).
3. Terkumpulnya data dan informasi kesehatan secara terpadu dari
3
4. Tersedianya bahan untuk penyusunan Profil Kesehatan Propinsi
Kalimantan Selatan.
5. Terciptanya tatanan sistem informasi kesehatan di tingkat
kabupaten, propinsi dan pusat.
C. Sistematika Penyajian
Dalam mencapai tujuan yang dimaksud, profil kesehatan disusun dengan sistematika sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi penjelasan tentang latar belakang maksud dan tujuan diterbitkannya Profil Kesehatan Kabupaten Tanah Laut Tahun 2015 serta sistematika penyajiannya. Bab II Gambaran Umum dan Keadaan Lingkungan
Bab ini menyajikan tentang gambaran umum Kabupaten Tanah Laut, berupa uraian letak geografis, administratif dan informasi umum lainnya. Selain itu bab ini juga mengulas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kesehatan dan faktor-faktor lainnya meliputi
kependudukan, ekonomi, pendidikan serta mengulas tentang faktor lingkungan.
Bab III Situasi Derajat Kesehatan
Bab ini berisi uraian tentang hasil-hasil pembangunan kesehatan di Kabupat en Tanah Laut sampai dengan Tahun 2015, yang mencakup tentang angka kematian, angka kesakitan dan keadaan status gizi.
Bab IV Situasi Upaya Kesehatan
Bab ini menguraikan tentang pencapaian dan keberhasilan upaya-upaya kesehatan yang telah dilaksanakan sampai
4 dengan Tahun 2015, meliputi pelayanan kesehatan dasar, upaya kesehatan bersumber daya masyarakat, serta upaya kesehatan lainnya.
Bab V Situasi Sumber Daya Kesehatan
Bab ini menguraikan tentang sumber daya pembangunan kesehatan sampai dengan Tahun 2015. Gambaran tentang keadaan sumber daya ini mencakup tentang keadaan tenaga, sarana dan fasilitas kesehatan yang ada. Disamping itu juga digambarkan tentang jumlah distribusi tenaga per Puskesmas dan Rumah Sakit, jumlah dan penyebaran sarana pelayanan kesehatan.
Bab VI Penutup
5
BAB II
GAMBARAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK
A. Geografi
Secara geografis Kabupaten Tanah Laut terletak paling selatan di Propinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Pelaihari, yang dibatasi: sebelah Barat dan Selatan oleh Laut Jawa, sebelah Timur oleh Kabupaten Tanah Bumbu dan sebelah Utara oleh Kabupaten Banjar dan Kota Banjarbaru.
Secara astronomis Kabupaten Tanah Laut terletak di antara
114°30’20” BT-115° 23’31” BT dan 3°30’33” LS–4°11’38”LS, dengan
luas wilayah 3.631,35 km2 atau hanya 9,71% dibandingkan dengan
luas wilayah Propinsi Kalimantan Selatan.
Keadaan alam dalam arti tinggi rendahnya terhadap
permukaan laut dan jarak dari pantai sangat berpengaruh terhadap temperatur udara. Temperatur maksimum di Kabupaten Tanah Laut
pada tahun 2012 berkisar antara 31,30C sampai 37,30C, temperatur
minimum berkisar antara 21,50C sampai 23,50C dan rata-rata
temperatur udara tiap bulan berkisar antara 25,00C sampai 28,50C
(Tanah Laut Dalam Angka, 2013). Keadaan alam Kabupaten Tanah Laut berupa daerah bergunung, hutan lebar, dataran rendah dan daerah pantai, dan secara adminitratif terbagi menjadi 11 kecamatan, 135 desa/kelurahan yang terdiri dari 130 desa dan 5 kelurahan. Wilayah paling luas adalah Kecamatan Jorong dengan
6
km2 dan Kecamatan Kintap dengan luas 537,00 km2, sedangkan
kecamatan yang luas daerahnya paling kecil adalah Kecamatan
Kurau dengan luas 127 km2.
B. Keadaan Penduduk
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanah Laut jumlah penduduk tahun 2015 jumlah penduduk Kabupaten Tanah Laut sebesar 319.098 jiwa, terdiri dari laki-laki 163.784 jiwa (51.33%) dan perempuan 155.314 jiwa (48.67%). Jumlah penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Tanah Laut Tahun 2015 disajikan dalam gambar berikut ini :
GAMBAR 2.1
JUMLAH PENDUDUK MENURUT KECAMATAN DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
Sumber : BPS Kabupaten Tanah Laut
Distribusi penduduk menurut kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Kecamatan Pelaihari 68.804 jiwa (21.56%), Kecamatan Bati-Bati 41.614 jiwa (13,04%), dan
7 Kecamatan Kintap 41.044 jiwa (12,86%). Sedangkan jumlah penduduk terendah terdapat di Kecamatan Kurau sebesar 12.468 jiwa (3.90%).
Konsentrasi penduduk di suatu wilayah dapat dipelajari dengan menggunakan kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk menunjukan rata-rata jumlah penduduk per 1 kilometer persegi. Semakin besar angka kepadatan penduduk menunjukan bahwa semakin padat penduduk yang mendiami wilayah tersebut. Perkembangan kepadatan penduduk Kabupaten Tanah Laut Tahun 2010 s.d 2015 disajikan dalam gambar berikut ini :
GAMBAR 2.2
PERKEMBANGAN KEPADATAN PENDUDUK DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2010 S.D. 2015
Sumber : BPS Kabupaten Tanah Laut
Dari gambar 2.2 diatas dapat dilihat bahwa kepadatan penduduk dari tahun ke tahun di Kabupaten Tanah Laut cenderung mengalami peningkatan. Kepadatan penduduk di Kabupaten Tanah
Laut Tahun 2015 adalah 87.87 penduduk per km2 (pada tahun 2013
sebesar 87.08 penduduk per km2) dengan wilayah terpadat
8
Bati Bati sebesar 177.27 penduduk per km2 dan Kecamatan
Tambang Ulang sebesar 99.99 penduduk per km2 dan kepadatan
penduduk terendah di Kecamatan Batu Ampar sebesar 45.64
penduduk per km2.
Indikator penting terkait distribusi penduduk menurut umur yang sering digunakan untuk mengetahui produktifitas penduduk
adalah Angka Beban Tanggungan atau dependency ratio. Angka
beban tanggungan adalah angka yang menyatakan perbandingan antara banyaknya orang yang tidak produktif (umur di bawah 15 tahun dan umur 65 tahun ke atas) dengan banyaknya orang yang produktif (umur 15-64 tahun).
Semakin tinggi presentase dependency ratio menunjukan
semakin tinggi beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan
tidak produktif lagi. Sedangkan presentase dependency ratio yang
semakin rendah menunjukan semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Berikut disajikan tabel jumlah penduduk dan angka beban tanggungan menurut jenis kelamin dan kelompok usia produktif dan non produktif di Kabupaten Tanah Laut Tahun 2015.
TABEL 2.1
JUMLAH PENDUDUK DAN ANGKA BEBAN TANGGUNGAN MENURUT JENIS KELAMIN DAN KELOMPOK USIA PRODUKTIF
DAN NON PRODUKTIF
DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
No Usia
Laki-Laki
Perempuan Laki-Laki dan
Perempuan 1 0-14 Tahun 48.685 46.259 94.944 2 15-64 Tahun 109.312 102.730 212.042 3 65 Tahun ke atas 5.787 6.325 12.112 Jumlah 163.784 155.314 319.098 Angka Beban Tanggungan 49.83 51.18 50.49
9
Sumber : BPS Kabupaten Tanah Laut
Jumlah Rumah Tangga di Kabupaten Tanah Laut Tahun 2015 sebanyak 83.973 Rumah Tangga, masing–masing rumah tangga dihuni rata-rata 4 jiwa. Jumlah penduduk menurut kelompok umur 0-14 dan 65+ tahun sebanyak 107.056 jiwa, serta jumlah penduduk menurut kelompok umur 15-64 tahun 212.042 jiwa. Hal ini menunjukkan rasio beban tanggungan di Kabupaten Tanah Laut tahun 2015 sebesar 50.49%, yang berarti dalam 100 penduduk Tanah Laut yang produktif disamping menanggung dirinya sendiri, juga menanggung 50.49 orang yang belum/sudah tidak produktif lagi. Rasio beban tanggungan ini cenderung naik bila dibandingkan tahun 2013 yaitu sebesar 47.90%. Apabila dibandingkan antar jenis kelamin, maka angka beban tanggungan perempuan sedikit lebih besar jika dibandingkan dengan laki-laki. Pada Tahun 2015, angka beban tanggungan perempuan sebesar 51.18 yang berarti bahwa 100 orang penduduk perempuan yang produktif, disamping menanggung dirinya sendiri, akan menanggung beban 51.18 penduduk perempuan yang belum/sudah tidak produktif lagi.
Penduduk sebagai determinan pembangunan perlu mendapat perhatian yang serius. Program pembangunan, termasuk pembangunan di bidang kesehatan, harus didasarkan pada dinamika kependudukan. Upaya pembangunan di bidang kesehatan tercermin dalam program kesehatan melalui upaya promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pencapaian derajat kesehatan yang optimal bukan hanya menjadi tanggung jawab dari sektor kesehatan saja, namun sektor terkait lainnya seperti sektor pendidikan, ekonomi, sosial dan pemerintahan juga memiliki peranan yang cukup besar.
10 Kesehatan merupakan hak semua penduduk, sehingga ditetapkan target dan sasaran pembangunan kesehatan. Tabel 2.2 memperlihatkan data penduduk sasaran program pembangunan kesehatan tahun 2015 menurut jenis kelamin. Data penduduk sasaran program pembangunan kesehatan diperlukan bagi pengelola program terutama untuk menyusun perencanaan serta evaluasi hasil pencapaian upaya kesehatan yang telah dilaksanakan.
TABEL 2.2
PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
No Sasaran Program Kelompok
Umur laki-laki Perempuan Jenis Kelamin Jumlah
1 Lahir Hidup 3228 3020 6.248
2 Bayi 0 Tahun 5.843
3 Anak Balita 1 – 4 Tahun 18.155 17.438 35.593
4 Balita 0 – 4 Tahun
18,155 17,438 35,593 5 Anak Usia Kelas 1
SD/Setingkat 7 Tahun 3.829 3.476 7.305
6 Penduduk Usia Muda < 15 Tahun
13,286 12,393 25,679 7 Penduduk Usia Produktif 15 – 64
Tahun
109,312 102,730 212,042
8 Penduduk Usia Lanjut ≥ 60 Tahun 6,181 5,646 11,827
9 Penduduk Usia Lanjut Risiko Tinggi
≥ 70 Tahun 3,328 4,018 7,346
10 Wanita Usia Subur 15 – 49
Tahun
87,387 87,387
11 Wanita Usia Subur Imunisasi
15 – 39 Tahun
66,631 66,631
12 Ibu Hamil 1,1 X lahir
hidup 6.425 6.425
13 Ibu Bersalin/Nifas 1,05 X lahir
11
C. Pendidikan
Komponen pengukuran tingkat pembangunan manusia suatu daerah yang cukup berpengaruh yaitu komponen pendidikan. Perubahan yang terjadi secara terus menerus pada perilaku masyarakat disebabkan oleh semakin meningkatnya tingkat pendidikan. Pendidikan juga merupakan salah satu syarat mutlak pencapaian tujuan pembangunan manusia dan merupakan target pembangunan sekaligus sarana pembangunan nasional. Pendidikan masyarakat dapat diukur dengan berbagai indikator, salah satu indikator yang secara sensitif dapat mengukur tingkat pendidikan masyarakat yaitu rata-rata lama sekolah.
Salah satu capaian dalam bidang pendidikan yaitu kepemilikan akan menjadi jalan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau menjadi dasar untuk mencari pekerjaan yang sesuai. Selain itu, ijazah/STTB biasanya juga menjadi tolok ukur dalam pergaulan atau hubungan sosial. Terkait dengan kualitas hidup manusia, ada kecenderungan semakin tinggi ijazah/STTB yang dimiliki maka pengetahuan pun semakin banyak dan berakibat pada meningkatnya kualitas hidup terutama di bidang kesehatan dan perumahan.
GAMBAR 2.3
PERSENTASE PENDUDUK UMUR 15 TAHUN KEATAS MENURUT KEPEMILIKAN IJAZAH/STTB TERTINGGI YANG
12 Pada tahun 2015, persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang memiliki ijazah/STTB minimal SMA/sederajat sekitar 17,72%, sedangkan yang memiliki ijazah/STTB SD/sederajat sekitar 31,99% dan yang tidak/belum pernah sekolah dan yang tidak tamat SD (tidak memiliki ijazah/STTB) sekitar 21,26%. Apabila dibandingkan menurut jenis kelamin, persentase penduduk laki -laki yang mempunyai ijazah/STTB minimal SD/sederajat relatif lebih rendah daripada penduduk perempuan.
Hal mendasar yang dibutuhkan oleh penduduk untuk menuju kehidupan yang lebih sejahtera yaitu kemampuan membaca dan menulis. Penduduk yang bisa membaca dan menulis secara umum memiliki akses ke berbagai hal yang jauh lebih besar dibandingkan dengan penduduk yang tidak memiliki kemampuan tersebut, sehingga peluang untuk hidup lebih sejahtera dimiliki oleh penduduk yang bisa membaca dan menulis.
Kemampuan membaca dan menulis tercermin dari angka melek huruf dan angka buta huruf. Angka buta huruf menjadi dasar pelaksanaan program pemberantasan buta huruf, dan diharapkan angka buta huruf terus menurun. Tahun 2015 angka melek huruf
13 sebesar 95,87% lebih artinya masih ada masyarakat yang mengalami buta huruf. Angka melek huruf (AMH) merupakan kebalikan dari angka buta huruf. AMH merupakan persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis serta mengerti sebuah kalimat sederhana dalam hidupnya sehari-hari. Angka melek huruf menunjukan kemampuan penduduk dalam menyerap informasi dari berbagai media dan menunjukan kemampuan untuk berkomunikasi secara lisan dan tulisan. Angka melek huruf yang semakin besar diharapkan dapat mengurangi tingkat kemiskinan sehingga tingkat kesejahteraan diharapkan dapat semakin meningkat.
D. Keadaan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tanah Laut tahun 2014 adalah sebesar 3,05 persen (tahun dasar 2010). Secara agregat, perekonomian Tanah Laut melambat sejak tahun 2012, yaitu dari 7,29 persen pada tahun 2011 menjadi 6,03 persen pada tahun 2012, dan 5,49 persen pada tahun 2013. Perlambatan ini karena melambatnya kategori lapangan usaha yang menjadi sumber pertumbuhan selama ini. Pertambangan batubara adalah salah satunya. Share PDRB kategori pertambangan batubara yang besar sangat mempengaruhui besar kecilnya pertumbuhan ekonomi Tanah Laut. PDRB perkapita tahun 2014 atas dasar harga berlaku sebesar 10.468,75 juta rupiah sedangkan jika dilihat atas harga konstan sebesar 8.583.133 juta rupiah.
E. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Angka Harapan Hidup
(AHH)
Menurut United Nations Development Programme (UNDP),
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar
14 kualitas hidup. IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar, sebagai ukuran kualitas hidup, yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan dan kehidupan yang layak. Untuk mengukur dimensi umur panjang dan sehat (dimensi kesehatan) digunakan angka harapan hidup waktu lahir. Untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan gabungan indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Sedangkan untuk mengukur dimensi kehidupan yang layak, digunakan indikator kemampuan
daya beli (purchasing power parity) masyarakat terhadap
sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita.
Berdasarkan skala internasional, capaian/nilai IPM dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu kategori tinggi (IPM ≥80), kategori menengah atas (65≤IPM<80), kategori menengah bawah (50≤IPM<66) dan kategori rendah (IPM<50). Indikator terkait bidang kesehatan yang mempengaruhi nilai IPM, yaitu Angka Harapan Hidup (AHH). AHH adalah perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas (kematian) menurut umur. AHH merupakan angka pendekatan yang menunjukkan kemampuan untuk bertahan hidup lebih lama. Selain itu, AHH merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya.
GAMBAR 2.4
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
15
Sumber : BPS
Nilai IPM Tanah Laut Tahun 2013 sebesar 73.46. Nilai ini masuk dalam kategori nilai IPM sedang. Kabupaten Tanah Laut berada pada nilai tertinggi ketiga IPM di Kalimantan Selatan. IPM Tanah Laut Tahun 2013 lebih tinggi jika dibandingkan dengan kondisi Tahun 2012 yang sebesar 72.75.
GAMBAR 2.5
ANGKA HARAPAN HIDUP
DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2010-2013
Sumber : BPS
Gambar 2.5 menunjukkan peningkatan AHH yang terjadi di Kabupaten Tanah Laut selama Tahun 2010-2013. Pada tahun 2013, nilai AHH Kabupaten Tanah Laut mencapai 69.29 tahun lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai AHH Tahun 2012 yang sebesar 69.11 tahun. Angka harapan hidup Kabupaten Tanah Laut Tahun 2014 berada dalam nilai tertinggi di Kalimantan Selatan.
16 Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan menyatakan bahwa kesehatan lingkungan adalah upaya pencegahan penyakit dan/atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial. Sedangkan menurut WHO, kesehatan lingkungan meliputi seluruh faktor fisik, kimia, dan biologi dari luar tubuh manusia dan segala faktor yang dapat mempengaruhi perilaku manusia. Kondisi dan kontrol dari kesehatan lingkungan berpotensial untuk mempengaruhi kesehatan.
Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Lingkungan sehat mencakup lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum, harus bebas dari unsur-unsur yang menimbulkan gangguan, diantaranya limbah (cair, padat, dan gas), sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan, vektor penyakit, zat kimia berbahaya, kebisingan yang melebihi ambang batas, radiasi, air yang tercemar, udara yang tercemar, dan makanan yang terkontaminasi. Lingkungan merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat bersama dengan faktor perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik. Lingkungan merupakan salah satu variabel yang mendapat perhatian khusus. Untuk menggambarkan keadaan kesehatan lingkungan, akan disajikan indikator-indikator persentase rumah sehat, persentase tempat-tempat umum dan tempat pengelolaan makanan, sarana dan akses air minum yang berkualitas serta sarana dan akses sanitasi dasar yang layak.
17
1. Rumah Sehat
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 162 dan 163 mengamanatkan bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pada pasal 163 ayat 2 mengamanatkan bahwa lingkungan sehat antara lain mencakup lingkungan pemukiman.
Untuk menyelenggarakan penyehatan pemukiman difokuskan pada peningkatan rumah sehat. Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi rumah yang baik, lantai rumah bukan dari tanah dan kepadatan hunian rumah yang sesuai. Persentase rumah sehat menurut kecamatan dan puskesmas Kabupaten Tanah Laut Tahun 2015 dapat dilihat pada lampiran tabel 58.
Akses terhadap sanitasi layak merupakan salah satu pondasi inti dari masyarakat sehat. Sanitasi yang baik merupakan elemen penting yang menunjang kesehatan manusia. Sanitasi berhubungan dengan kesehatan lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Buruknya kondisi sanitasi akan berdampak negatif di banyak aspek kehidupan mulai dari turunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minum bagi masyarakat, meningkatnya jumlah kejadian diare dan munculnya penyakit.
Disebut akses sanitasi yang layak apabila penggunaan fasilitas tempat buang air besar milik sendiri atau bersama, jenis kloset yang digunakan jenis leher angsa dan tempat
18 pembuangan akhir tinjanya menggunakan tangki septik atau Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL). Adapun metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan syarat sebagai berikut :
a. Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi.
b. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang
mungkin memasuki mata air atau sumur.
c. Tidak boleh terkontaminasi air permukaan.
d. Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat atau hewan lain.
e. Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar, atau bila
memang benar-benar diperlukan harus dibatasi seminimal mungkin.
f. Jamban harus bebas dari bau atau kondisi yang tidak
sedap dipandang.
g. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana
dan tidak mahal.
Presentase penduduk dengan akses terhadap fasilitas sanitasi dasar yang layak menurut puskesmas Kabupaten Tanah Laut Tahun 2015 disajikan dalam gambar 2.6 dan lebih lengkapnya dapat dilihat dalam lampiran tabel 59.
GAMBAR 2.6
PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI AKSES TERHADAP SANITASI LAYAK
19
Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Tanah Laut
Gambar 2.6 menunjukkan hasil mengenai persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak. Secara kabupaten, terdapat 74,88% rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak. Hasil ini belum memenuhi target Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2015 yaitu 75%. Puskesmas dengan persentase rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak tertinggi yaitu Puskesmas Kintap sebesar 86,93%, Asam-asam (85,56%), Kurau sebesar 84,63% dan Pelaihari sebesar 83,39%. Sedangkan puskesmas dengan persentase rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak terendah yaitu Puskesmas Takisung sebesar 66,84%.
2. Tempat-Tempat Umum dan Tempat Pengelolaan Makanan
Tempat-Tempat Umum (TTU) adalah tempat atau sarana umum yang digunakan untuk kegiatan masyarakat dan diselenggarakan oleh pemerintah/swasta atau perorangan, antara lain sarana pendidikan (sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah, sekolah menegah pertama/madrasah tsanawiyah,
20 kejuruan/madrasah aliyah), fasilitas pelayanan kesehatan (rumah sakit dan Puskesmas), serta hotel bintang dan non bintang.
Tempat-Tempat Umum (TTU) dan Pengelolaan makanan (TUPM) merupakan sarana yang dikhawatirkan dapat menjadi tempat penyebaran penyakit. TTU dan TPM sehat adalah tempat-tempat umum dan tempat pengelolaan makanan yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu memiliki sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, luas lantai (luas ruang) yang sesuai dengan banyaknya pengunjung serta memiliki pencahayaan ruang yang sesuai. Tempat-tempat Umum (TTU) yang ada di Kabupaten Tanah Laut Tahun 2015 yaitu sebanyak 378 diperiksa dan kesemuanya memenuhi syarat kesehatan. Tempat pengelolaan makanan (TPM) adalah usaha pengelolaan makanan yang meliputi jasaboga atau katering, rumah makan dan restoran, depot air minum, kantin, dan makanan jajanan.
Berdasarkan Kepmenkes Nomor
1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran, persyaratan hygiene sanitasi yang harus dipenuhi meliputi :
a. Persyaratan lokasi dan bangunan
b. Persyaratan fasilitas sanitasi
c. Persyaratan dapur, rumah makan, dan gudang makanan
d. Persyaratan bahan makanan dan makanan jadi
e. Persyaratan pengolahan makanan
f. Persyaratan penyimpanan bahan makanan dan makanan
jadi
g. Persyaratan penyajian makanan jadi
h. Persyaratan peralatan yang digunakan
21 terdapat 14,72% TPM yang memenuhi syarat kesehatan. Hasil ini belum memenuhi target Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2014 yaitu sebesar 75%. Dari 18 puskesmas di Kabupaten Tanah Laut semuanya belum ada TPM yang memenuhi syarat kesehatan. Rincian lengkap tentang persentase TPM yang memenuhi syarat kesehatan tahun 2015 dapat dilihat pada Lampiran 75.
GAMBAR 2.7
PERSENTASE TEMPAT PENGOLAHAN MAKANAN YANG MEMENUHI SYARAT KESEHATAN
DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan jumlah TPM yang memenuhi syarat diantaranya dengan memberikan dukungan aspek legal untuk operasionalisasi pembinaan dan pengawasan TPM dan Tempat Pengolahan Pangan (TPP), meningkatkan jejaring kemitraan, meningkatkan kapasitas SDM, menyediakan sarana dan prasarana seperti media KIE tentang higiene sanitasi pangan.
22
3. Sarana dan Akses Air Minum yang Layak
Air minum yang aman bagi kesehatan adalah air minum yang memenuhi persyaratan secara fisik, mikrobiologis, kimia, dan radioaktif. Secara fisik, air minum yang sehat adalah tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna serta memiliki total zat padat terlarut, kekeruhan, dan suhu sesuai ambang batas yang ditetapkan.
Secara mikrobiologis, air minum yang sehat harus bebas dari bakteri E.Coli dan total bakteri koliform. Secara kimiawi, zat kimia yang terkandung dalam air minum seperti besi, aluminium, klor, arsen, dan lainnya harus di bawah ambang batas yang ditentukan.
Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Syarat-syarat kualitas air minum sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Parameter mikrobiologi E coli dan total bakteri koliform,
kadar maksimun yang diperbolehkan 0 jumlah per 100 ml sampel.
b. Syarat fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak
berwarna.
c. Syarat kimia : Kadar besi : maksimum yang diperbolehkan
0.3 mg/l, kesadahan (maks 500 mg/l), PH 6.5-8.5.
Sumber air minum mempengaruhi kualitas air minum. Untuk sumber air minum yang berasal dari sumber air minum layak, konsep yang digunakan meliputi air leding (PAM), terminal air, Penampungan Air Hujan (PAH), sumur bor/pompa, sumur gali terlindungi dan mata air terlindungi harus memenuhi syarat jarak ke tempat penampungan
23 kotoran/tinja minimal 10 meter.
Presentase penduduk dengan akses berkelanjutan terhadap air minum berkualitas (layak) menurut puskesmas Kabupaten Tanah Laut Tahun 2014 disajikan dalam gambar 2.8 dan lebih lengkapnya dapat dilihat dalam lampiran tabel 59.
GAMBAR 2.8
PERSENTASE KUALITAS AIR MINUM YANG MEMENUHI SYARAT DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Tanah Laut
Pada tahun 2015, dilakukan pengambilan sampel air minum oleh Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan untuk mengetahui air minum yang sudah memenuhi syarat. Dari 151 sampel yang diperiksa, terdapat 130 sampel yang memenuhi syarat atau sekitar 80,09% (Gambar 2.8).
Hasil ini belum memenuhi target Rentra Kementerian Kesehatan tahun 2015 yaitu 100% sampel yang diperiksa sudah memenuhi syarat. Secara kabupaten terdapat empat puskesmas yang sudah memenuhi target Renstra Kemenkes tahun 2015 dengan memperoleh hasil 100%. Namun masih
24 ada sembilan puskesmas yang belum dilakukan pengambilan sampel air minum ini.
G. Keadaan Perilaku Masyarakat
Untuk menggambarkan keadaan perilaku masyarakat yang berpengaruh terhadap kesehatan akan disajikan beberapa indikator yang berkaitan dengan perilaku masyarakat diantaranya Sanitasi Total Berbasis Masyarakat dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
1. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
Desa STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) adalah desa yang sudah stop BABS minimal 1 dusun, mempunyai tim
kerja STBM atau natural leaders, dan telah mempunyai rencana
kerja STBM atau rencana tindak lanjut. STBM menjadi ujung tombak keberhasilan pembangunan air minum dan penyehatan kesehatan lingkungan secara keseluruhan. STBM sebagai pilihan pendekatan, strategi dan program untuk mengubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan metode pemicuan. Dalam pelaksanaan STBM mencakup 5 (lima) pilar yaitu :
a. Stop buang air besar sembarangan
b. Cuci tangan pakai sabun
c. Pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah
tangga
d. Pengelolaan sampah dengan benar
e. Pengelolaan limbah cair rumah tangga yang aman.
Suatu desa/kelurahan dikatakan telah melaksanakan STBM didasarkan pada kondisi :
a. Minimal telah ada intervensi melalui pemicuan di salah
satu dusun dalam desa/kelurahan tersebut.
b. Adanya masyarakat yang bertanggung jawab untuk
25 bentuk komite dan sebagai respon dari aksi intervensi STBM, dan
c. Masyarakat menyusun suatu rencana aksi kegiatan dalam
rangka mencapai komitmen-komitmen perubahan perilaku pilar-pilar STBM yang telah disepakati bersama.
Berikut dalam gambar 2.9 disajikan presentase desa yang melaksanakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) menurut puskesmas Kabupaten Tanah Laut Tahun 2015 lebih lengkapnya dapat dilihat dalam lampiran tabel 62.
GAMBAR 2.9
PRESENTASE DESA YANG MELAKSANAAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM) MENURUT PUSKESMAS
DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Tanah Laut
Pada gambar 2.9 diketahui presentase desa/kelurahan di Kabupaten Tanah Laut pada Tahun 2015 sebesar 49.63% sudah melaksanakan STBM. Adapun yang telah melaksanakan STBM terbesar di wilayah kerja Puskesmas Jorong, Kintap, Kait-Kait dan Tambang Ulang sebesar 100% dan presentase
26 desa/kelurahan terendah yaitu di wilayah kerja Puskesmas Asam-Asam sebesar 16.67%. Dalam upaya pencapaian ini masih ada beberapa kendala yang dihadapi diantaranya dalam hal perubahan perilaku dan kesenjangan pencapaian desa/kelurahan yang melaksanakan STBM. Proses perubahan perilaku membutuhkan waktu yang relatif lama dan tidak
dapat dilakukan secara instan sehingga diperlukan
pendampingan dari petugas agar masyarakat mauberubah untuk menerapkan perilaku yang lebih sehat dan tetap konsisten dalam menjalankannya.
2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. PHBS dapat dilakukan di berbagai tatanan masyarakat, seperti tatanan rumah tangga, sekolah, tempat kerja dan tempat-tempat umum. PHBS di tatanan rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau, dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat.
Untuk mencapai rumah tangga ber-PHBS, terdapat 10 perilaku hidup bersih dan sehat yang dipantau, yaitu :
a. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
b. Memberi ASI Eksklusif
c. Menimbang balita setiap bulan
d. Menggunakan air bersih
e. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
f. Menggunakana jamban sehat
27
h. Makan buah dan sayur setiap hari
i. Melakukan aktifitas fisik setiap hari
j. Tidak merokok di dalam rumah
Dalam pelaksanaan survei PHBS rumah tangga apabila dalam 10 indikator tersebut, ada satu saja tidak memenuhi kriteria tersebut maka tidak dapat dikategorikan sebagai rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat. Presentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat (ber-PHBS) menurut puskesmas Kabupaten Tanah Laut Tahun 2015 disajikan dalam gambar 2.10 dan lebih lengkap dapat dilihat dalam lampiran tabel 57.
GAMBAR 2.10
PRESENTASE RUMAH TANGGA BERPERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (BER-PHBS) MENURUT PUSKESMAS
DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
28 Pada gambar 2.10 dapat diketahui presentase rumah tangga ber-PHBS (berdasarkan hasil survei PHBS) untuk Kabupaten Tanah Laut Tahun 2015 sebesar 48.31%. Dengan presentase tertinggi yaitu dalam wilayah kerja Puskesmas Angsau sebanyak 74.29% dan terendah pada wilayah kerja Puskesmas Kurau sebesar 23.33%.
* * * * * *
BAB III
SITUASI DERAJAT KESEHATAN
erajat kesehatan masyarakat ditentukan oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi satu sama lain. Status kesehatan masyarakat diukur melalui angka kesakitan penyakit
(morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) serta
peningkatan umur harapan hidup (Life Expectacy). Berbagai upaya yang
dilakukan secara terpadu untuk menekan kesakitan pada penyakit tertentu dan kematian pada bayi, balita dan ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas.
Pada dasarnya upaya penurunan jumlah bayi lahir mati, jumlah kematian neonatus, jumlah kematian bayi, kematian balita, kematian ibu melahirkan (maternal) terus dilakukan untuk menekan angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi dan Anak.
Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular seperti TB Paru, Kusta, Malaria, DBD, Diare, ISPA, PD3I (Difteri, Pertusis) juga terus diintensifkan untuk menekan Angka Kematian Anak, menekan angka kesakitan malaria per-1.000 penduduk, meningkatkan angka
kesembuhan TB Paru BTA+, menekan angka AFP (Acute Flaccid Paralysis)
29 pada anak usia <15 tahun per-100.000 anak, menurunkan angka kesakitan Demam Berdarah Dengue per-100.000 penduduk, persentase balita dengan gizi buruk, persentase kecamatan bebas rawan pangan.
Untuk menggambarkan derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Tanah Laut berikut ini disajikan situasi mortalitas, morbiditas dan status gizi masyarakat.
A. Mortalitas
Berdasarkan pencatatan dan pelaporan rutin bulanan puskesmas ke kabupaten, kematian yang tercatat pada sarana pelayanan kesehatan dasar adalah kematian ibu melahirkan (maternal mortality), bayi lahir mati dan kematian bayi usia <28 hari (kematian neonatus).
1. Angka Kematian Ibu Melahirkan per-100.000 Kelahiran Hidup
Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator
penting dari derajat kesehatan masyarakat. AKI
menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganan (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup.
Terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur status kesehatan ibu pada suatu wilayah, salah satunya yaitu angka kematian ibu (AKI). AKI merupakan salah satu indikator yang peka terhadap kualitas dan aksesibilitas fasilitas pelayanan kesehatan. Pada Tahun 2015 kematian maternal sebanyak 9 kematian (112/100.000KH),
30 dengan rincian penyebab kematian yaitu Pre Eklamsia sebanyak 3 orang ibu, Hemoragic Post Partum sebanyak 3 orang ibu, Hepatitis sebanyak 2 orang ibu dan Ketuban Pecah Dini sebanyak 1 orang ibu. Jadi total Kabupaten untuk kematian ibu sebanyak 9 orang.
Distribusinya dapat dilihat dalam gambar berikut : GAMBAR 3.1
JUMLAH KEMATIAN IBU MATERNAL MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
31
Sumber : Bidang Kesga Dinkes Kab. Tanah Laut
Dilihat dalam skala kabupaten, jumlah kematian ibu maternal pada Tahun 2015 sebanyak 9 orang dan jumlah seluruh kelahiran hidup sebanyak 6.248 orang.
Perkembangan Angka Kematian Ibu (AKI) Kabupaten Tanah laut Tanah Laut Tahun 2008-2014 disajikan dalam gambar berikut :
32 GAMBAR 3.2
ANGKA KEMATIAN IBU (AKI)
DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2010 S.D 2015
Dari gambar 3.2 diatas dapat diketahui bahwa Angka Kematian Ibu tertinggi di Kabupaten Tanah Laut terjadi di Tahun 2010 sebesar 174.92 per 100.000 kelahiran hidup dan AKI terendah di Tahun 2013 sebesar 97.15 per 100.000 kelahiran hidup, meskipun demikian di Tahun 2015 mengalami kenaikan menjadi 144 per 100.000 kelahiran hidup.
Angka Kematian Ibu di Kabupaten Tanah Laut Tahun 2015 ini sudah berada di atas target MDGs (102/100.000 kelahiran hidup). Meskipun demikian telah dilakukan upaya strategis dalam menekan AKI dengan pendekatan safe motherhood yaitu memastikan semua wanita mendapatkan perawatan yang dibutuhkan sehingga selamat dan sehat selama kehamilan dan persalinannya. Sehingga dengan menurunkan angka kematian ibu di Puskesmas tersebut diharapkan akan dapat menurunkan angka kematian ibu di Kabupaten secara signifikan.
33 Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah penduduk yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Usia bayi merupakan kondisi yang rentan baik terhadap kesakitan maupun kematian. Jumlah Kematian Bayi di Kabupaten Tanah Laut pada Tahun 2015 sebesar 75 bayi dan jumlah kelahiran hidup Tahun 2015 sebanyak 6.248 bayi. Berdasarkan hal ini, angka kematian bayi Tahun 2015 adalah sebesar 12 per–1.000 kelahiran hidup (pada tahun 2014 sebesar 12.64 per–1.000 kelahiran hidup), bila dibandingkan tahun sebelumnya terdapat kecenderungan penurunan walaupun sudah lebih rendah dari target MDGs yaitu 23/1.000 kelahiran hidup. Distribusi jumlah kematian bayi menurut puskesmas Kabupaten Tanah Laut Tahun 2014 dapat dilihat pada gambar berikut :
GAMBAR 3.3
JUMLAH KEMATIAN BAYI MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
34 Dari Gambar 3.3 diketahui bahwa dari 18 Puskesmas di wilayah Kabupaten Tanah Laut hampir semua terdapat kematian bayi kecuali Puskesmas Sei Riam dan Puskesmas Tanjung Habulu, penyumbang kematian bayi tertinggi pada Puskesmas Takisung sebanyak 11 bayi. Berikut adalah gambar perkembangan Angka Kematian Bayi (AKB) selama Tahun 2008-2014.
GAMBAR 3.4
ANGKA KEMATIAN BAYI (AKB)
DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2011-2015
Sumber : Bidang Kesga Dinkes Kab. Tanah Laut
Dari gambar 3.4 diketahui capaian AKB Tahun 2011-2015 cenderung mengalami kenaikan dan di Tahun 2011-2015 (12/1.000 kelahiran hidup) mengalami penurunan dari Tahun 2014. Meskipun demikian, Angka Kematian Bayi Tahun 2015 lebih rendah dari target MDGs yaitu 23/1.000 kelahiran hidup.
35
B. Morbiditas
Dari hasil sistem pencatatan dan pelaporan dari sarana pelayanan kesehatan diperoleh gambaran 10 (sepuluh) penyakit terbanyak Tahun 2015 seperti disajikan pada tabel berikut :
TABEL 3.1
SEPULUH PENYAKIT TERBANYAK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
NO JENIS PENYAKIT JML KASUS
1 Hipertensi 23.975
2 ISPA 22.037
3 Peny. Pulpa & Jaringan Periapikal 11.224
4 Nasopharingitis Akuta 9.554
5 Peny. Gigi dan Mulut 7.411
6 Demam 6.878
7 Rematoid Akut 4.649
8 Diare 3.476
9 Alergi Kulit 2.818
10 Pharingitis 2.287
Sumber : Bidang Yankes Dinkes Kab. Tanah Laut
Menurut tabel 3.1 dapat diketahui bahwa penyakit terbanyak pertama di Kabupaten Tanah Laut Tahun 2015 yaitu penyakit hipertensi. Di Indonesia, penyakit ini sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer dengan prevalensi tinggi yaitu sebesar 25.8% sesuai dengan data riskesdas 2013.
Selama dua tahun (2014 dan 2015) berturut-turut penyakit hipertensi yang merupakan penyakit tidak menular mempunyai jumlah kasus terbanyak pertama di Kabupaten Tanah Laut. Kondisi
36 ini telah terjadi pergeseran jenis penyakit yang diderita oleh penduduk Kabupaten Tanah Laut yaitu dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular.
GAMBAR 3.5
PROPORSI SEPULUH PENYAKIT TERBANYAK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS
KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
Sumber : Bidang Yankes Dinkes Kab. Tanah Laut
1. Angka Kesakitan Malaria per- 1.000 Penduduk
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia, ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles) betina, dapat menyerang semua orang baik laki-laki ataupun perempuan pada semua golongan umur dari bayi, anak-anak dan orang dewasa.
Millenium Development Goals (MDGs) juga memantau keberhasilan pengendalian penyakit malaria melalui tujuan ke-6 yaitu memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya. Penyakit malaria di Kabupaten Tanah Laut masih merupakan masalah kesehatan dan merupakan daerah endemis
37 malaria. Permasalahan ini antara lain disebabkan meluasnya daerah perindukan vektor akibat perubahan lingkungan, penambahan jumlah vektor akibat perubahan iklim, dan peningkatan penularan karena mobilitas penduduk yang tinggi.
Eliminasi malaria merupakan salah satu bentuk komitmen pemerintah terhadap upaya pengendalian malaria dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 293/MENKES/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang hidup sehat, terbebas dari penularan malaria secara bertahap sampai dengan tahun 2030. Kegiatan utama eliminasi malaria antara lain :
a. Peningkatan kualitas dan akses terhadap penemuan dini
dan pengobatan malaria.
b. Penjaminan kualitas diagnosis malaria melalui pemeriksaan
laboratorium maupun Rapid Diagnostic Test (RDT).
c. Perlindungan terhadap kelompok rentan terutama ibu hamil
dan balita di daerah endemis malaria.
d. Intervensi vektor termasuk surveilans vektor.
e. Penguatan sistem pengelolaan logistik malaria.
Pada tahun 2015 penderita positif malaria sebanyak
112 orang dan angka kesakitan malaria (Annual Malariae
Incident) sebesar 0.35/1.000 penduduk. Menurut stratifikasi endemisitas malaria Ditjen PP & PL Kementerian Kesehatan, menetapkan stratifikasi endemisitas malaria suatu wilayah di Indonesia menjadi 4 strata yaitu :
a. Endemis tinggi bila API > 5 per 1.000 penduduk.
b. Endemis sedang bila API berkisar antara 1-5 per 1.000
penduduk.
c. Endemis rendah bila API 0-1 per 1.000 penduduk.
38 malaria (daerah pembebasan malaria) atau API=0.
Kabupaten Tanah Laut berdasarkan strata tersebut dapat digolongkan dalam wilayah dengan endemisitas rendah yaitu API berkisar antara 0-1 per 1.000 penduduk. Distribusi angka kesakitan malaria menurut puskesmas di Kabupaten Tanah Laut Tahun 2015 sebagai berikut :
GAMBAR 3.6
ANGKA KESAKITAN MALARIA (ANNUAL PARACITE INCIDENCE/API) MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Tanah Laut
Apabila dilihat menurut puskesmas, hampir rata-rata semua puskesmas di Kabupaten Tanah Laut Tahun 2015 terdapat penderita malaria kecuali Puskesmas Sei Riam maka angka kesakitan yang tertinggi ada di wilayah Puskesmas Tajau Pecah sebesar 1.60/1.000 penduduk. Lebih lengkap mengenai kesakitan akibat malaria menurut jenis kelamin, kecamatan, dan puskesmas Kabupaten Tanah Laut Tahun 2015 dapat dilihat dalam lampiran tabel 22.
39
2. Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue per- 100.000
Penduduk
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virusdengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan famili Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat.
Dengan semakin meningkatnya mobilitas penduduk, lingkungan dan kesadaran penduduk tentang kebersihan lingkungan yang kurang mendukung, penyakit DBD perlu diwaspadai. Upaya pengendalian penyakit DBD secara umum terdiri dari :
a. Peningkatan kegiatan surveilans penyakit dan surveilans
nyamuk.
b. Diagnosis dini dan pengobatan dini, dan
c. Peningkatan upaya pemberantasan vektor penular penyakit
DBD.
Upaya pemberantasan vektor dilakukan melalui kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Kegiatan ini dilakukan melalui pengasapan dengan insektisida dalam 2 siklus. Pada siklus pertama semua nyamuk yang mengandung virus dengue dan nyamuk-nyamuk lainnya akan mati. Namun, akan muncul nyamuk-nyamuk baru yang dari jentik yang memang tidak dapat dibasmi pada siklus pertama.
Oleh karena itu perlu dilakukan penyemprotan siklus kedua. Penyemprotan yang kedua dilakukan 1 minggu sesudah penyemprotan yang pertama agar nyamuk baru tersebut akan
40 terbasmi sebelum sempat menularkan kepada orang lain. Upaya lain adalah pemberantasan dan pencegahan penularan DBD yaitu melaui pemantauan jentik secara berkala serta menggairahkan masyarakat untuk melakukan kegiatan 3M serta abatisasi.
Pada Tahun 2015 di Kabupaten Tanah Laut jumlah
kasus DBD sebanyak 373 kasus dengan incident rate sebesar
116,89 per 100.000 penduduk, menurun dari tahun 2014 (98 kasus). Dengan jumlah kematian sebanyak 3 orang CFR/angka kematian= 0,8%).
GAMBAR 3.7
JUMLAH KASUS DBD MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Tanah Laut
Dari gambar 3.7 dapat diketahui bahwa distribusi kasus DBD hampir merata di setiap puskesmas kecuali Puskesmas Sei Cuka. Untuk mendukung upaya pencegahan
41 penyakit Demam Berdarah Dengue, telah dilakukan kegiatan pelatihan kader DBD di puskesmas. Kader-kader yang telah dilatih, selanjutnya melakukan pemantauan jentik berkala.
Selain itu untuk mengantisipasi kasus DBD dan penanggulangannya maka pada Tahun 2015 disediakan anggaran guna penanggulangan kasus DBD serta upaya pencegahan melalui kegiatan-kegiatan KIE dengan cara kemitraan dengan lembaga/institusi, organisasi masyarakat, swasta, perorangan dan masyarakat.
Berikut disajikan gambar perkembangan angka
kesakitan penyakit Demam Berdarah Dengue (incident rate)
Kabupaten Tanah Laut Tahun 2011-2015. GAMBAR 3.8
PERKEMBANGAN ANGKA KESAKITAN PENYAKIT
DEMAM BERDARAH DENGUE (INCIDENT RATE)
42
Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Tanah Laut
Menurut gambar 3.8 angka kesakitan Demam Berdarah
Dengue (incident rate) selama tahun 2011-2015, terjadi
peningkatan yang sangat tinggi yaitu sebesar 116.8 per 100.000 penduduk dari tahun-tahun sebelumnya.
3. Angka Kesembuhan Penderita TB Paru BTA +
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacterium tuberculosis.
Penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis. Bersama dengan malaria dan
43 HIV/AIDS, tuberkulosis menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs.
Beban penyakit yang disebabkan oleh tuberkulosis
dapat diukur dengan insiden (didefinisikan sebagai jumlah
kasus baru dan kasus kambuh tuberkulosis yang muncul dalam periode waktu tertentu, biasanya dinyatakan dalam satu
tahun), prevalensi (didefinisikan sebagai jumlah kasus
tuberkulosis pada suatu titik waktu tertentu) dan
mortalitas/kematian (didefinisikan sebagai jumlah kematian akibat tuberkulosis dalam jangka waktu tertentu). Penyakit TB Paru masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia termasuk di Kabupaten Tanah Laut, program pemberantasan penyakit TB Paru belum menjangkau seluruh
lapisan masyarakat.
Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan dengan jumlah penduduk yang besar terdapat di puskesmas Pelaihari, Kintap dan Bati-bati. Kasus baru BTA+ di tiga puskesmas tersebut lebih dari 10% dari jumlah seluruh kasus baru di Kabupaten Tanah Laut.
GAMBAR 3.9
PROPORSI KASUS BARU BTA+ MENURUT JENIS KELAMIN DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
44 Menurut jenis kelamin, kasus BTA+ pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan yaitu 1,6 kali dibandingkan kasus BTA+ pada perempuan. Sebesar 60,9% kasus BTA (+) yang ditemukan berjenis kelamin laki-laki dan 39,1% kasus berjenis kelamin perempuan. Disparitas paling tinggi antara laki-laki dan perempuan terjadi di Puskesmas Panyipatan, Asam-asam, Tajau Pecah, Kintap, Pelaihari, Angsau, Bati-bati dan Kait-kait kasus pada laki-laki hampir dua kali lipat dari kasus pada perempuan.
Salah satu upaya untuk mengendalikan TB yaitu dengan pengobatan. Indikator yang digunakan sebagai evaluasi
pengobatan yaitu angka keberhasilan pengobatan (success rate).
Angka keberhasilan pengobatan ini dibentuk dari angka kesembuhan dan angka pengobatan lengkap.
Proporsi pasien baru BTA+ di antara semua kasus TB menggambarkan prioritas penemuan pasien TB yang menular di antara seluruh pasien TB paru yang diobati. Angka ini diharapkan tidak lebih rendah dari 65%. Apabila
45 proporsi pasien baru BTA+ di bawah 65% maka hal itu menunjukkan mutu diagnosis yang rendah dan kurang memberikan prioritas untuk menemukan pasien yang menular (pasien BTA+).
GAMBAR 3.10
PROPORSI BTA POSITIF DI ANTARA SELURUH KASUS TB PARU DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
Gambar 3.10 memperlihatkan bahwa sampai dengan tahun 2015 proporsi pasien baru BTA+ di antara seluruh kasus sudah mencapai target yang diharapkan (81,3%). Hal itu mengindikasikan mutu diagnosis yang tinggi dan baiknya prioritas menemukan kasus BTA+ di Kabupaten Tanah Laut. Namun, ada beberapa puskesmas yang masih belum mencapai target tersebut. Puskesmas Sei Cuka merupakan puskesmas dengan proporsi pasien baru BTA+ di antara seluruh kasus yang terendah yaitu 25%.
46 Salah satu upaya untuk mengendalikan TB yaitu dengan pengobatan. Indikator yang digunakan sebagai evaluasi pengobatan yaitu angka keberhasilan pengobatan (success rate). Angka keberhasilan pengobatan ini dibentuk dari angka kesembuhan (cure rate) dan angka pengobatan lengkap.
GAMBAR 3.11
JUMLAH PENDERITA TB PARU DIOBATI DAN SEMBUH MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2015
Sumber: Bidang P2PL Dinkes Kab Tanah Laut
Berdasarkan gambar di atas ada beberapa puskesmas yang memiliki angka kesembuhan sebesar 100% yaitu Puskesmas Asam-asam, Pelaihari, Tirtajaya, Kait-kait, Tambang Ulang, Kurau dan Padang Luas. Angka keberhasilan pengobatan ini dibentuk dari angka kesembuhan dan angka pengobatan lengkap.
Pada Tahun 2015 jumlah penderita TB Paru Klinis (suspect) sebanyak 2.107 orang dan jumlah penderita TB Paru
47 baru dengan BTA positif sebanyak 230 orang serta angka kesembuhan pada Tahun 2015 sebesar 88,56% (pada tahun 2014 sebesar 85.90%). Angka kesembuhan ini mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. WHO menetapkan standar angka keberhasilan pengobatan sebesar 85%. Dengan demikian pada Tahun 2015, Tanah Laut telah mencapai standar tersebut.
4. Angka Kesakitan Penyakit Kusta per-10.000 penduduk
Penyakit Kusta disebut juga sebagai penyakit Lepra atau penyakit Hansen disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini mengalami proses pembelahan cukup lama antara 2–3 minggu. Daya tahan hidup kuman kusta mencapai 9 hari di luar tubuh manusia. Kumankusta memiliki masa inkubasi 2–5 tahun bahkan juga dapat memakan waktu lebih dari 5 tahun.
Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat
menyebabkan kusta menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak, dan mata. Pengendalian kasus kusta antara lain dengan meningkatkan deteksi kasus sejak dini.
Indikator yang digunakan untuk menunjukkan keberhasilan dalam mendeteksi kasus baru kusta yaitu angka cacat tingkat II. Puskesmas dengan angka cacat tingkat II yaitu
Puskesmas Batakan (1 orang) dan Puskesmas Takisung (1 orang). Hal itu menunjukkan kemampuan mendeteksi kasus
baru kusta di puskesmas tersebut masih rendah.
Indikator lain yang digunakan pada penyakit kusta yaitu proporsi kusta MB dan proporsi penderita kusta pada anak (0-14 tahun) di antara penderita baru yang memperlihatkan sumber utama dan tingkat penularan di masyarakat. Dari jumlah penderita kusta 10 orang 5 di