• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kangkung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kangkung"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kangkung

Kangkung merupakan salah satu anggota famili Convolvulaceae. Menurut

Pracaya (2009) tanaman kangkung dapat digolongkan sebagai tanaman sayur.

Kangkung terdiri atas 3 jenis yaitu kangkung air (Ipomoea aquatica F.), kangkung

darat (Ipomoea reptans P.), dan kangkung hutan (Ipomoea crassiculatus R.). Adapun taksonomi tanaman kangkung darat adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotiledonae

Ordo : Solanales

Famili : Convolvulaceae

Genus : Ipomoea

Species : Ipomoea reptana P.

Menurut Purwono (2008) tanaman kangkung merupakan jenis tanaman

sayuran yang memiliki akar, batang, daun bunga, buah dan biji. Kangkung

memiliki perakaran tunggang dengan banyak akar samping. Akar tunggang

tumbuh dari batangnya yang berongga dan berbuku-buku. Daun kangkung

berbentuk daun tunggal dengan ujung runcing maupun tumpul mirip dengan

bentuk jantung hati, warnanya hijau kelam atau berwarna hijau keputih-putihan

(2)

berwarna putih ada juga yang putih keungu-unguan. Buah kangkung berbentuk

seperti telur dalam bentuk mini warnanya cokelat kehitaman, tiap-tiap buah

terdapat atau memiliki tiga butir biji. Umumnya banyak dimanfaatkan sebagai

bibit tanaman. Jenis dari kangkung ini terdiri dari dua jenis yaitu kangkung air dan

kangkung darat. Namun jenis tanaman yang paling umum dibudidayakan oleh

masyarakat yaitu tanaman kangkung darat atau yang biasanya dikenal baik dengan

sebutan kangkung cabut.

Bagian kangkung yang dikonsumsi adalah daunnya, rasanya segar dan

banyak mengandung zat besi dan juga vitamin A, B, dan C. Kangkung beradaptasi

terhadap kondisi iklim dan tanah yang cukup beragam, akan tetapi memerlukan

kelembaban tanah yang relatif tinggi untuk pertumbuhan yang optimum. Tanah

dengan kandungan bahan organik tinggi lebih disukai. Kangkung dapat

memberikan hasil yang optimum pada kondisi dataran rendah Tropika dengan

temperatur tinggi dan penyinaran yang pendek. Temperatur yang ideal berkisar

25o-30oC, sedangkan dibawah 10°C tanaman akan rusak (Djuariah, 1997).

Menurut Edi dan Yusri (2009) kandungan gizi dan manfaat kangkung

sama seperti sayuran pada umumnya kangkung mengandung serat yang tinggi.

Seratus gram kangkung darat mengandung 458 gram kalium dan 49 gram natrium.

Kedua zat ini merupakan persenyawaan garam bromida yang bekerja sebagai obat

tidur karena sifatnya yang menekan susunan saraf pusat. Kangkung mengandung

zat sedatif dimana dapat menurunkan ketegangan dan menginduksi ketenangan.

Zat sedatif dalam kangkung ini lebih banyak kandungannya pada kangkung darat

(3)

senyawa lysergic acid, yaitu morning glory seed yang berkhasiat sebagai

halusinogenik.

Menurut Edi dan Yusri (2009) kangkung kaya akan senyawa fitokimia.

Senyawa fitokimia merupakan komponen bioaktif dan antioksidan alami bagi

tubuh. Senyawa ini berperan sebagai nutrisi dan serat alami yang dapat mencegah

penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas dan mencegah pertumbuhan sel

kanker. Beberapa manfaat lain dari senyawa fitokimia adalah menurunkan resiko

terhadap penyakit kanker, hati, stroke, tekanan darah tinggi, katarak, osteoporosis

dan infeksi saluran pencernaan. Beberapa jenis senyawa fitokimia adalah alkaloid,

flavanoid, kuinon, tanin, polifenol, saponin yang fungsinya saling melengkapi.

Sebagai antiracun, antiradang, peluruh kencing, menghentikan pendarahan, dan

memiliki efek sedatif. Efek sedatif pada kangkung mampu membawa zat

berkhasiat kesaluran pencernaan. Karena itulah kangkung memiliki kemampuan

menetralkan racun. Dalam setiap 100 gram kangkung terdapat 289 mg purin.

Karena itulah konsumsi kangkung oleh penderita asam urat harus dibatasi.

Tabel 2.1 Kandungan Zat Gizi Daun Kangkung Per 100 gram

Zat Gizi Jumlah

Energi (kal) 29

Protein (g) 3

Lemak (g) 0,3

Karbohidrat (g) 5,4

Serat (g) 1

Kalsium (mg) 73

Fosfor (mg) 50

Zat besi (mg) 2,5

Vit A (Sl) 6300

Vit B1 (mg) 0,07

Vit C (mg) 32

Klorofil (mg/l) 25

Air (g) 89,7

(4)

2.2 Media Tanam Arang Sekam dan Cocopeat

Menurut Mechram (2006) media tanam merupakan tempat tinggal atau

rumah bagi tanaman, tempat tinggal yang baik adalah tempat tinggal yang dapat

mendukung pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan. Media tanam yang

digunakan tidak harus menggunakan tanah, melainkan banyak media lain yang

dapat digunakan sebagai media tanam seperti arang sekam dan cocopeat yang merupakan limbah dari pertanian.

Menurut Listiana, dkk. (2010) arang sekam merupakan media tanam yang terbuat dari sekam padi yang telah diarangkan dan digunakan sebagai pengganti

media tanam tanah. Arang sekam memiliki sifat yang porous, ringan, dan mampu

menahan air. Arang sekam memiliki aerasi dan drainase yang lebih baik ketika

digunakan sebagai media tanam, sehingga nutrisi yang diberikan kepada tanaman

mampu dicengkram oleh arang sekam sebelum diserap oleh tanaman.

Kemampuan menyimpan air pada sekam padi sebesar 12.3% yang nilainya jauh

lebih rendah jika dibandingkan dengan pasir yang memiliki kapasitas menyimpan

air sebesar 33.7% (Nelson, 1981).

Arang sekam adalah sekam atau kulit padi yang dibakar dengan teknik

sedemikian rupa sehingga menghasilkan sekam menjadi arang. Sekam sendiri

merupakan lapisan keras yang membungkus kariopsis butir gabah yang terdiri atas

dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan (Departemen

Pertanian, 2008). Arang sekam dapat berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan

(5)

yang tinggi. Sifat inilah yang memudahkan terjadinya penetrasi akar (Handayani

dan Dinarti, 2002).

Media Arang sekam mengandung SiO 52%, C 31%, dan komponen

lainnya seperti Fe2O3, K2O, MgO, CaO, MnO, dan Cu dan pH tinggi (8,5-9).

Karakteristik lain dari arang sekam adalah sangat ringan, kasar, sehingga sirkulasi

udara tinggi karena banyak pori, kapasitas menahan air yang tinggi, warna hitam

dapat mengabsorbsi sinar matahari secara efektif, serta dapat menghilangkan

pengaruh penyakit hususnya bakteri dan gulma (Setyoadji, 2015). Menurut

Mahendra (2008) kandungan silikat yang tinggi dapat menguntungkan bagi

tanaman karena menjadi lebih tahan terhadap hama dan penyakit akibat adanya

pengerasan jaringan. Arang sekam juga digunakan untuk menambah kadar kalium

dalam tanah. pH arang sekam antara 8.5–9. pH yang tinggi tersebut dapat

digunakan untuk meningkatkan pH tanah asam. pH tersebut memiliki keuntungan

karena tidak disukai oleh gulma dan bakteri.

Pembuatan arang sekam meliputi beberapa tahapan, yaitu seng bekas

dilubangi dengan jarak 3x3 cm pada seluruh permukaan seng dengan

menggunakan paku, gulung seng tersebut hingga membentuk silinder/cerobong

dengan diameter 25-30 cm dan ikat menggunakan kawat, tinggi atau panjang

cerobong disesuaikan dengan banyaknya sekam yang akan dibakar, semakin

banyak sekam maka semakin panjang cerobong yang dibutuhkan, bakar sabut dan

tempurung kelapa, kemudian letakkan cerobong diatasnya dengan posisi berdiri

sehingga api pembakaran berada didalamnya, sekam dituangkan disekeliling

(6)

ditengah-tengah, cerobong ini berfungsi untuk melindungi sekam agar tidak

terbakar secara langsung, sekam yang berada diatas gundukan akan menghitam,

apabila terdapat sekam yang belum terbakar maka naikkan sedikit demi sedikit

keatas dekat cerobong, lakukan sampai sekam menjadi arang seluruhnya, apabila

sekam sudah menghitam seluruhnya, segera semprotkan air menggunakan sprayer

bartujuan untuk mematikan api yang masih menyala dan mencegah arang menjadi

abu, biarkan arang sekam sampai dingin, apabila sudah dingin arang sekam siap

untuk digunakan (Azzamy, 2016).

Cocopeat merupakan bahan organik alternatif yang dapat digunakan

sebagai media tanam. Cocopeat berasal dari serabut buah kelapa yang telah direndam selama 6 bulan untuk menghilangkan senyawa tanin yang dapat

menghambat pertumbuhan tanaman. Cocopeat mempunyai kemampuan menahan

air cukup tinggi sampai 73 %. Pemberian air yang berlebih akan menyebabkan

media terlalu lembab sehingga dapat menyebabkan busuk akar (Wiguna, 2007).

Menurut Listiana, dkk. (2010) cocopeat merupakan media tanam alternatif pengganti tanah yang berasal dari limbah sabut kelapa. Cocopeat memiliki kemampuan aerasi dan menyerap air dengan bagus, mampu menyerap air sampai

7-8 kali dari berat cocopeat tersebut. Cocopeat mengandung unsur-unsur hara esensial seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), natrium (N), dan

fosdor (P).

Menurut Yau dan Murphy (2000) cocopeat memiliki sifat fisik yang baik, memiliki ruang pori total yang tinggi, memiliki kemampuan menahan air tinggi,

(7)

sebagai komponen media tanam campuran tanah untuk menumbuhkan bunga

mawar dan sayuran.

Menurut Urbannina (2016) cocopeat memiliki beberapa keunggulan yaitu cocopeat dapat menyimpan dan mempertahankan air 10 kali lebih baik dari tanah

dan hal ini sangat baik bagi tanaman, karena dapat menjaga air dengan baik, akar

tanaman tidak mudah kering dan dapat terhidrasi dengan baik, beberapa jenis

hama seperti hama yang berasal dari tanah tidak suka berada dalam cocopeat dan

hal ini tentunya bisa melindungi tanaman dengan lebih baik dan menjaganya dari

serangan hama.

Pembuatan cocopeat meliputi beberapa tahapan, yaitu sabut kelapa sebanyak 5,5 kg dihancurkan menjadi serbuk, serbuk sabut kelapa yang masih

mentah dijemur terlebih dahulu dibawah terik sinar matahari sekitar 1 hari, hal

tersebut dilakukan untuk mengurangi kadar air, hingga pada presentase 15%,

untuk bisa mengetahui kelembabannya sudah pada kadar tersebut dapat

menggunakan cara manual yaitu dengan cara menimbang serbuk sabut kelapa, apabila beratnya mencapai 1 kg lebih berarti kadar air yang terkandung

didalamnya masih diatas 15%, jemur hingga beratnya tidak lebih dari 1 kg,

kemudian seruk kelapa tersebut diayak, sisa dari serbuk sabut kelapa yang telah

diayak kemudian dipisahkan, serbuk sabut kelapa yang kasar biasanya digunakan

untuk bahan bakar dalam proses pembakaran batu bara, sedangkan serbuk yang

(8)

Berdasarkan penelitian Arif dan Yeremias (2015) pemanfaatan bahan

organik arang sekam padi sebagai komposit media top soil mampu memberikan

respon yang lebih baik bagi pertumbuhan bibit cempaka wasian dibandingkan

dengan penggunaan bahan organik cocopeat.

2.3 Pupuk Organik Hayati

Menurut Suliasih, dkk. (2010) salah satu cara usaha peningkatan produksi hasil pertanian yaitu dengan perbaikan teknik budidaya seperti penggunaan pupuk

organik. Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang secara terus-menerus

akan menjadikan kualitas tanah menjadi lebih baik dari pada tanah yang

digunakan sebagai lahan budidaya yang menggunakan pupuk kimia.

Sumber pupuk organik cair dapat diperoleh dari limbah buah, sayuran, dan

sisa-sisa tanaman. Limbah-limbah tersebut dapat didaur ulang dan dirombak

dengan bantuan mikroorganisme dekomposer seperti bakteri dan cendawan

menjadi unsur-unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman (Musmanar, 2003).

Proses perombakan jenis bahan organik dapat berlangsung secara alami atau

buatan (Prihmantoro, 2005).

Prajnanta (2004) menyatakan unsur hara yang dihasilkan dari jenis pupuk

organik sangat tergantung dari jenis bahan yang digunakan dalam pembuatannya.

Unsur hara tersebut terdiri dari mineral, baik makro maupun mikro, asam amino,

hormon pertumbuhan, dan mikroorganisme.

Pupuk hayati (biofertilizer) merupakan jenis pupuk yang tidak mengandung unsur hara N, P, dan K tetapi mengandung mikrooganisme yang

(9)

dibutuhkan tanaman. Kelompok mikroba yang sering digunakan dalam pupuk

hayati adalah mikroba-mikroba yang dapat menambat N dari udara, mikroba yang

malarutkan hara P dan K (Isroi, 2008).

Pupuk hayati (biofertilizer) mengandung konsorsium mikroba dan

bermanfaat untuk pertumbuhan tanaman agar menjadi lebih baik. Mikroba yang

digunakan yaitu bakteri fiksasi nitrogen non simbiotik Azotobacter sp. dan Azospirillum sp., bakteri fiksasi nitrogen simbiotik Rhizobium sp., bakteri pelarut

fosfat Bacillus megaterium dan Pseudomonas sp., bakteri pelarut fosfat Bacillus subtillis, mikroba dekomposer Cellulomonas sp., mikroba dekomposer

Lactobacillus sp., dan mikroba dekomposer Saccharomyces cereviceae. Keunggulan pupuk organik hayati yaitu mengandung unsur hara yang lengkap,

baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro, kondisi ini tidak dimiliki oleh

pupuk anorganik, mengandung asam-asam organik, antara lain asam humic, asam

fulfic, hormon dan enzim yang tidak terdapat dalam pupuk anorganik yang sangat

berguna baik bagi tanaman maupun lingkungan dan mikroorganisme,

mengandung mikroorganisme yang mempunyai pengaruh yang sangat baik

terhadap perbaikan sifat fisik dan biologis tanah ataupun media yang lain, menjadi

penyangga pH, membantu menjaga kelembaban media tanam, tidak merusak

lingkungan (Handayani, dkk., 2001).

Pupuk organik hayati adalah pupuk organik yang mengandung mikroba

atau mikroorganisme bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah dan

kualitas hasil tanaman. Pupuk organik hayati mengandung berbagai mikroba

(10)

penghasil ZPT seperti IAA, sitokinin, dan giberelin, serta sebagai biokontrol

(Hanolo, 1997).

Tabel 2.2 Hasil Analisis POH cair Beyonic StarTmik©Lob

Parameter Satuan Hasil

Uji Permentan 2011 Metode

Karbon organik % 3,018 >6 Kolorimetri

Nitrogen total % 0,277 3-6 Kjeldahl

C/N ratio 10,90 Kalkulasi

Bahan organik % 5,203 Konversi

pH H2O 3,47 4-9 Elektrometri

P2O5 total % 0,455 3-6 Kolorimetri

K2O total % 0,181 3-6 Flamefotometri

Sumber: Laboratorium Tanah/SDL UNSOED, 2017

Berdasarkan penelitian Rachmawati dan Eli (2016) pemberian pupuk

hayati dosis 45 kg/ha pada tanaman sawi daging dapat memberikan pertumbuhan

yang baik terhadap tinggi tanaman ( 26,50 cm), jumlah daun (21 helai), lebar tajuk

(33,25 cm), panjang akar (14,38 cm) dan bobot per tanaman (380 g/tanaman).

Parman (2007) mengatakan bahwa penggunaan pupuk organik cair dengan

berbagai konsentrasi perlakuan yaitu 0 ml/l, 1 ml/l, 2 ml/l. 3ml/l dan 4 ml/l yang

diaplikasikan terhadap tanaman kentang memberikan hasil yang berbeda tidak

nyata terhadap parameter tinggi tanaman, berat kering tanaman, jumlah umbi dan

berat kering umbi kentang tetapi pada konsentrasi 4 ml/l memberikan hasil yang

signifikan terhadap jumlah daun, diameter umbi, berat basah tanaman dan berat

basah umbi kentang.

Berdasarkan penelitian Masfufah, dkk. (2012) pupuk hayati (biofertilizer) cair pada dosis pupuk yang berbeda berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman,

(11)

ml/tanaman, tetapi dosis pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun,

Gambar

Tabel 2.1 Kandungan Zat Gizi Daun Kangkung Per 100 gram

Referensi

Dokumen terkait

Tanah liat dan arang sekam merupakan media tanam yang baik untuk. tanaman stroberi, karena memiliki unsur-unsur hara yang

Fadila, Nita dan Roesyatno meneliti kuat tekan bebas tanah lempung dengan penambahan abu sekam padi dan semen dan menemukan bahwa material abu sekam padi hanya efektif berfungsi

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian perlakuan media tanam tanah + arang sekam padi (M1) dan penggunaan perlakuan level dosis

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi media tanam organik arang sekam padi, pupuk kandang sapi, arang sabut kelapa dan tanah, berpengaruh tidak

pengamatan 30 hst, perlakuan media tanam dengan komposisi arang sekam dan Tanah + Arang sekam (1:1) menghasilkan tanaman bawang daun paling tinggi dibandingkan

Perlakuan yang diberikan komposisi media tanah latosol Darmaga + arang sekam padi (1:1) v/v tanpa fertigasi; komposisi media tanah latosol Darmaga + arang sekam padi +

Pujianto (2010) untuk penambahan abu sekam padi pada beton yaitu semakin besar kadar abu sekam padi semakin menurun nilai slumpnya, hal tersebut diakibatkan karena abu sekam

Pengaruh Komposisi Media Tanam Perbandingan Tanah, Pupuk Kandang, Dan Arang Sekam Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kangkung Darat Ipomoea reptans Poir.. Jurnal Wana Lestari