BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah aplikasi kesehatan
masyarakat dalam suatu tempat kerja (perusahaan, pabrik, kantor, dan
sebagainya) dan yang menjadi pasien dari kesehatan kerja ialah masyarakat
pekerjaan dan masyarakat sekitar perusahaan (Notoadmodjo, 2011).
Berdasarkan data International Labour Organizatiom (ILO) 2013, 1 pekerja
didunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja
mengalami sakit akibat kerja. Tahun sebelumnya (2012) ILO mencatat angka
kematian dikarenakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) sebanyak
2 juta kasus setiap tahun. Secara global, ILO memperkirakan sekitar 337 juta
kecelkaan kerja terjadi tiap tahunya yang mengakibatkan sekitar 2,3 juta
pekerja kehilangan nyawa (Depkes, 2014).
Angka kecelakaan kerja di Indonesia masih tinggi. Akhir tahun 2015
telah terjadi kecelakaan kerja sebanyak 105.182 kasus. Sementara itu, untuk
kasus kecelakaan berat yang mengakibatkan kematian tercatat sebanyak 2.375
kasus dari total jumlah kecelakaan kerja (BPJS, 2016).
Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (PPK dan K3) Kementrian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
total jumlah kecelakaan kerja setiap tahunya mengalami peningkatan hingga
5%. Namun, untuk kecelakaan kerja berat peningkatanya cukup besar
5%-10% setiap tahunnya.
Untuk jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun 2011-2014, tahun 2011
sejumlah 57.929; tahun 2012 sejumlah 60.322; tahun 2013 sejumlah 97.144;
tahun 2014 sejumlah 40.696. Provinsi dengan jumlah kasus penyakit akibat
kerja tertinggi pada tahun 2011 adalah Provinsi Jawa Tengah, Sulawesi Utara,
dan Jawa Timur; tahun 2012 adalah Povinsi Sumatra Utara, Sumtra Selatan,
dan Jawa Barat; tahun 2013 adalah Provinsi Banten, Gorontalo, dan Jambi;
tahun 2014 adalah Provisni Bali, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan (BPS,
2015).
Angka kecelakaan kerja di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015
tercatat sebanyak 7.886 kasus kecelakaan kerja (BPJS, 2016). Sedangkan di
Kabupaten Banjarnegara sendiri terjadi 24 kecelakaan ditempat kerja pada
tahun 2014 dan masih banyak kecelakaan-kecelakaan kerja yang belum
diketahui (Suara Merdeka, 2015). Salah satu penyebab kejadian ini adalah
pelaksanaan dan pengawasan K3 yang belum maksimal, sekaligus perilaku
masyarakat industri pada khususnya dan masyarakat pada umumnya belum
optimal.
Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada agustus 2014 mencapai 118,0
juta orang. Selama setahun terahir (Agustus 2013-Agustus 2014), jumlah
penduduk yang bekerja mengalami kenaikan terutama di sektor indutri sekitar
orang (2,70%). Agsutus 2014 terdapat sekitar 44,2 juta orang (39,86%)
bekerja pada sektor formal dan 66,6 juta orang (60,14%) bekerja pada sektor
informal (BPS, 2014)
Beberapa jenis usaha sektor informal yaitu home industri, seperti
bengkel motor maupun mobil dan sebagainya. Kecenderungan dari tenaga
kerja disektor informal adalah masyarakat yang memiliki jenjang pendidikan
yang tidak terlalu tinggi. Hal ini dibuktikan data BPS 2014 pada Agustus
2014, penduduk bekerja pada jenjang pendidikan SD kebawah sebesar 53,9
juta orang (58,63%), sedangkan penduduk bekerja dengan pendidikan
diploma sekitar 3,0 juta orang (,2,86%) dan penduduk bekerja dengan
pendidikan universitas hanaya sebesar 7,0 juta orang (6,30%). (BPS, 2014)
WHO melaporkan bahwa faktor resiko kerja memberikan kontribusi
pada beberapa penyakit antara lain penyakit punggung (37%), kehilangan
kemampuan pendengaran (16%), penyakit paru obstruktif kronis (13%), asma
(11%), kecelakaan (10%), kangker paru (9%), leukimia (2%). Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu perlindungan tenaga kerja
disegela jenis bidang usaha, baik formal maupun informal. Kegiatan dan
penerapan K3 terhadap tenaga disektor formal, pada umunya sudah
diterapkana dengan baik. Sedangkan penerapan disektor informal belum
diketahui dengan baik (BPS, 2014).
Sektor usaha informal dengan kecenderungan tersebut menyebabkan
sistem manajemen keselamatan kerja tidak bisa diterapkan karena kurangnya
sektor informal pada umunya kurang memperhatikan kaidah keamanan dan
dan kesehatan kerja.
Salah satu jenis usaha informal itu sendiri adalah begkel motor. Pusat
servis otomotif bengkel, bengkel diler besar, bengkel sevise pinggir kota, dan
bengkel kecil semua mempunyai bahaya kerja seperti pada indutri besar.
Pendidikan kesehatan berguna bagi para mekanik dan pekerja lain dalam
bengkel otomotif, tujuanya untuk mengembangkan kesadaran dengan
penggunaan alat pelindung diri ketika melakukan tugas pekerjaan (Daryanto,
2001).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Prilia (2014) menyebutkan
bahwa pengetahuan K3 memiliki pengauh yang positif terhadap kesadaran
berperilaku K3 dengan korelasi sebesar 0,380 dan kontribusi sebesar 14,5%,
sikap memiliki pengaruh positif terhadap kesadaran berperilaku K3 dengan
korelasi sebesar 0,541 dan kontribusi sebesar 29,3%, pengetahuan K3 dan
sikap memiliki pengaruh yang positif terhadap kesiapan kesadaran
berperilaku K3 dengan korelasi sebesar 0,593 dan kontribusi sebesar 35,2%.
Berdasarkan observasi yang telah dilkukan peneliti di sejumlah bengkel
motor di Desa Karangkobar penerapan K3 masih minim sekali para pekerja
kebenyakan tidak menggunakan alat pelindung diri yang sudah
direkomendasikan berdasarkan pekerjaanya. Padahal bahaya yang
ditimbulkan dari kegiatan perbengkelan sangat memicu terjadinya terjadinya
kecelakaan kerja ataupun penyakit akibat kerja. Faktor pengetahuan dan
melakukan penelitain tentang “Pengaruh Pendidikan Kesehatan K3 Terhadap
Pengetahuan dan Perilaku Kesehatan Pekerja Bengkel di Desa Karangkobar
Banjarnegara”.
B. Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah: “Adakah pengaruh pendidikan kesehatan keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) terhadap pengetahuan dan perilaku kesehatan pekerja
bengkel di desa Karangkobar Banjarnegara”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya pengaruh pendidikan kesehatan keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) terhadap pengetahuan dan perilaku kesehatan pekerja bengkel
di desa Karangkobar Banjarnegara
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya karakteristik pendidikan pekerja bengkel di
Karangkobar Banjarnegara.
b. Diketahuinya tingkat pengetahuan K3 para pekerja bengkel di
Karangkobar Banjarnegara sebelum dan sesudah diberikan pendidikan
kesehatan K3.
c. Diketahuinya pengaruh pendidikan K3 terhadap pengetahuan para
d. Diketahuinya perilaku kesehatan pekerja bengkel di Karangkobar
Banjarnegara sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan
K3.
e. Diketahuinya pengaruh pendidikan K3 terhadap perilaku kesehatan
pekerja bengkel di Karangkobar Banjarnegara.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Bagi ilmu pengetahuan mampu menambah pengetahuan pendidikan
kesehatan dan keselamatan kerja (K3) sebagai bahan pembelajaran.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi responden
Sebagai masukan pengetahuan bagi responden agar hidup dilingkunga
kerja yang sehat dan nyaman untuk kesehatan dan keselamatan kerja.
b. Bagi masyarakat
Sebagai masukan wawasan pengetahuan masyarakat umum tentang
K3 supaya masyarakat hidup lebih sehat.
c. Bagi profesi keperawatan
Sebagai bahan dalam praktik komunitas untuk memberikan edukasi
d. Bagi literatur penelitian selanjutnya
Sebagai literatur penelitian selanjutnya untuk dikembangkan dengan
menganalisis variabel lainya.
E. Penelitian Terkait
1. Mamudi., 2016. Melakukan penelitian dengan judul Pengaruh
Pengetahuan K3 dan Sikap Terhadap Kesadaran Berperilaku K3 di
Bengkel Pemesinan SMK Negeri 2 Yogyakarta. Jenis penelitian ini
menggunakan metode expost facto. Teknik pengumpulan data
menggunakan kuisioner. Jumlah responden berjumlah 31 responden,
teknik analisis menggunakan deskriptif dan regresi berganda dengan dua
faktor. Hasil dari penelitian ini menunjukan terdapat pengaruh yang
positif pengetahuan K3 dan sikap secara bersama sama terhadap
kesadaran berperilaku K3 siwa kelas X Jurusan Tekhnik Pemesinan SMK
Negeri 2 Yogyakarta sebesar 0,361 (36,1%). Terdapat pengaruh yang
positif sikap terhadap kesadaran berperilaku K3 sebesar 0,095 (09,5%).
Terdapat pengaruh yang positif pengetahuan K3 dan sikap secara
bersama-sama terhadap kesadaran berperilaku K3 sebesar 0,426 (42,6%).
Terdapat persamaan dan perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti,
persamaan penelitian terdapat pada variabel yang digunakan yaitu
pengetahuan dan perilaku K3 di bengkel. Sedangkan perbedaan penelitian
terdapat pada jenis penelitian yang menggunakan metode expost facto
2. Meilani, dkk., 2016. Melakukan penelitian dengan judul Hubungan
Antara Pengetahuan dan Sikap Dengan Tindakan Penggunaan Alat
Pelindung Diri pada Pekerja Pengelasan di Bengkel Las Kota Manado.
Penelitian ini merupakan survei analitik dengan menggunakan rancangan
cross sectional. Populasi sebanyak 10 bengkel pengelasan dengan sampel
sejumlah 60 pekerja. Sampel ditentukan secara purposesive sampling
sebanyak 52 pekerja. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian
besar (82,1%) pekerja pengelasan memiliki pengetahuan baik, 15,4%
pengetahuan cukup, dan 1,9% pengetahuan kurang. Berdasarkan hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara
pengetahuan dengan tindakan penggunaan APD pada pekerja bengkel
pengelasan dan terdapat hubungan antara sikap dengan tindakan
pengunaan APD pada pekerja pengelasan. Terdapat persamaan dan
perbedaan penelitian dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti,
persamaan terdapat pada variabel pengetahuan, sedangkan perbedaan
terdapat pada jenis penelitian dan metode yang akan dilakukan.
3. Navidian, et all., 2015. Melakukan penelitian dengan judul Effect of
Motivation Group Interviewing-Based Safety Educational on Worker’s
Safety Behaviors in Glass Manufacturing. Penelitian ini menggunakan
studi kasus Quasy-Experimental. Sampel dalam penelitian ini sejumlah 70
pekerja. Semua sampel secara acak dibagi menjadi kelompok intervensi
dan kelompok kontrol dengan masing-masing 35 pekerja disetiap
sesudah diintervensi, terdapat perubahan yang berarti dalam skor
kesdaran, sikap dan penggunaan alat pelindung diri setelah menjalani
motivasi (3,74 ± 2.16, 1.71 ± 3.16, dan 3.2 ± 1.92, masing-masing, p
<0,05). Skor ini secara signifikan lebih besar dibandingkan pada
kelompok kontrol (1,28 ± 1,93, 1,1 ± 3,07, dan 0,2 ± 1,26,
masing-masing). Hal ini menunjukan bahwa penggabungan prinsip wawancara
motivasi dalam program pendidikan keselamatan memiliki efek positif
meningkatkan pengetahuan, sikap pekerja, terutama perilaku kesehatan
dan keselamatan kerja. Persamaan penelitian yang dilakukan penelititi
terdapat pada desain penelitian menggunakan quasi experiment,sedangkan
perbedaan penelitian terdapat pada lokasi penelitian.
4. Nasrullah, dkk., 2014. Melakukan penelitian dengan judul Hubungan
Antara Knowledge, Attitude, Practice Safe Behavior Pekerja Dalam
Upaya Untuk Menegakkan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Penelitian
ini termasuk penelitian observasional dan berdasarkan pada desain
penelitian, penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Data
diperoleh dengan melakukan wawancara dan menyebarkan kuesioner
kepada 41 pekerja di unit West Assembly di PT. XYZ. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa hubungan yang cukup kuat antara variabel
pengetahuan dan sikap dalam perilaku yang aman (R: 0405), hubungan
yang sangat rendah antara pengetahuan dan sikap dalam perilaku
kesehatan (R: 0,042) dan sikap dan tindakan yang aman dalam perilaku
dan sikap perilaku pada pekerja cukup baik tetapi tindakan perilaku
kesehatan perlu ditingkatkan. Terdapat persamaan dengan peneitian yang
kana dilakukan peneliti yaitu terdapat pada variabel yang digunakan,
sedangkan perbedaan penelitian terdapat pada metode penelitian yang
digunakan.
5. Kvorning, et all., 2015. Melakukan penelitian dengan judul Motivation
Factors Influencing Small Construction and Auto Repair Enterprises to
Participate in Occupatonal Health and Safety Programmes. Penelitian ini
adalah studi kasus kualitatif yang dilengkapi dengan data survei. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa cara program ini diperkenalkan melalui
pengawas ketenagakerjaan, asosiasi pengusaha, atau jaringan dipengaruhi
motivasi dari perusahaan untuk terlibat dalam program ini. Motivasi
untuk partisipasi aktif juga tergantung pada isi paket pencegahan,
dukungan ekonomi dan kemungkinan untuk fasilitasi. Keputusan untuk
memulai proses pelaksanaan tergantung pada apakah pemilik-manajer
mengakui perlunya pendekatan OHS baru dan apakah mereka
menemukan proses yang berarti. faktor kontekstual, seperti yang dialami
oleh pemilik-manajer, dipengaruhi motivasi untuk partisipasi aktif. Ini
termasuk sikap antara lain umum terhadap otoritas dan prosedur, akses ke
proyek-proyek yang relevan dan peralatan teknis, karakteristik manajer,
dan budaya kerja. Persamaan penelitian terdapat pada variabel yang
digunakan, sedangkan perbedaan penelitian terdapat pada jenis dan