• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

7 A. Tinjauan Pustaka

1. Lama Berdiri

Sikap kerja berdiri merupakan salah satu sikap kerja yang sering dilakukan ketika melakukan sesuatu pekerjaan. Berat tubuh manusia akan ditopang oleh satu ataupun kedua kaki ketika melakukan posisi berdiri. Aliran beban berat tubuh mengalir pada kedua kaki menuju tanah. Hal ini disebabkan oleh faktor gaya gravitasi bumi. Kestabilan tubuh ketika posisi berdiri dipengaruhi posisi kedua kaki. Kaki yang sejajar lurus dengan jarak sesuai dengan tulang pinggul akan menjaga tubuh dari tergelincir. Selain itu perlu menjaga kelurusan antara anggota bagian atas dengan anggota bagian bawah (Astuti, 2007).

Lama berdiri adalah lamanya tenaga kerja melakukan sikap atau posisi kerja berdiri setiap harinya. Bila seseorang berdiri terlalu lama, katup-katup vena seringkali ”tidak mampu” berfungsi atau kadang-kadang malah rusak. Hal ini terutama terjadi bila vena teregang terlalu berlebihan akibat tekanan vena yang tinggi selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Peregangan vena akan meningkatkan luas penampang, tetapi tidak meningkatkan ukuran daun katup. Oleh karena itu daun katup tidak menutup rapat. Kegagalan pompa vena dapat

(2)

berakibat terus meningkatnya tekanan di vena tungkai, hal ini serlanjutnya akan merusak seluruh fungsi katup. Jadi, orang tersebut menderita ”vena verikosa” yang ditandai dengan penonjolan vena bawah. Tekanan vena dan kapiler menjadi sangat tinggi, dan kebocoran cairan dari kapiler menyebabkan edema. Edema dapat mencegah difusi bahan makanan secara adekuat dari kapiler ke otot dan sel-sel kulit, sehingga otot menjadi terasa nyeri dan lemah serta kulit seringkali gangren dan

ulkus (Guyton dan Hall, 1996).

2. Kebiasaan Olahraga

Di dalam masyarakat industri, banyak tenaga kerja usia produktif prima yakini antara 25-44 tahun, kesehariannya beraktivitas statik, sehingga gambaran umumnya beberapa orang dewasa yang memiliki otot-otot kecil dan lemah, sendi yang kaku, ketahanan kardiovaskular yang rendah, ditambah dengan stres akibat antara lain pace work yang cepat dan persaingan yang ketat, membuat sebagian besar tenaga kerja tergolong tidak sakit, namun tidak sehat dan tidak bugar. Untuk meningkatkan kebugaran fisik diperlukan olahraga yang teratur dan terakar (Kurniawidjaja, 2010)

Latihan ketahanan (olahraga) dengan intensitas sedang dan terkontrol (3x40-45 menit/minggu, denyut nadi: 120-140 atau 180 dikurangi usia), meningkatkan imunokompetensi dan pembakaran lemak, mengurangi stres dan kelebihan berat badan, serta memperbaiki efisiensi

(3)

jantung, toleransi glukosa, resistensi insulin, dan aliran darah (Gröber, 2009).

3. Varises a. Definisi

Vena adalah pembuluh darah dengan katup satu arah yang membawa darah kembali ke jantung. Terkadang katup ini tidak berfungsi dengan baik, sehingga pembuluh darah menjadi bengkak dan terdistorsi. Hal ini yang menyebabkan terlihatnya tonjolan rumit di bawah kulit yang kita sebut sebagai varises. Varises kecil dapat terjadi di kulit dan ini disebut Spider Veins atau jilatan api Skin (Leahy, 2012).

Menurut Suhartono (2010), varises merupakan kondisi dimana pembuluh darah balik vena, terutama vena perifer, mengalami pelebaran, berkelok-kelok disertai kegagalan fungsi katup. Terjadi terutama pada vena kaki (vena tungkai).

b. Mekanisme Terjadinya Varises

Penyebab varises adalah suatu kelemahan pada dinding vena permukaan. Kelemahan dinding vena permukaan ini lama-lama akan menyebabkan hilangnya kelenturan. Vena akan meregang dan menjadi lebih panjang dan lebih lebar. Untuk menyesuaikan dengan ruangnya yang normal, vena yang memanjang ini menjadi berliku-liku dan jika menyebabkan penonjolan di kulit yang menutupinya, akan tampak gambaran menyerupai ular (Irianto, 2015).

(4)

Pelebaran vena menyebabkan terpisahnya menyebabkan terpisahnya daun-daun katup. Sebagai akibatnya, jika penderita berdiri, vena dengan cepat akan terisi oleh darah dan vena berdinding tipis yang berliku-liku ini akan semakin melebar. Pelebaran vena juga mempengaruhi beberapa vena yang berhubungan, yang dalam keadaan normal mengalirkan darah hanya dari vena permukaan ke vena dalam. Jika katup-katup pada vena tersebut gagal, maka pada saat otot menekan vena dalam, darah akan menyembur kembali ke dalam vena permukaan, sehingga vena permukaan menjadi lebih teregang (Irianto, 2015).

c. Klasifikasi Varises

Menurut klasifikasi Clinical, Etiological, Anatomic,

Pathophysiologic (CEAP) yang dipublikaiskan pada tahun 1994 pada

American Venous Forum, varises vena tungkai bawah dibagi berdasarkan berat ringan manifestasi klinisnya, yaitu (Alun, 2006): 1) Derajat 0 : tidak terlihat atau teraba tanda gangguan vena. 2) Derajat 1 : telangiektasis, vena retikular.

3) Derajat 2 : varises vena.

4) Derajat 3 : edem tanpa perubahan kulit.

5) Derajat 4 : perubahan kulit akibat gangguan vena (pigmentasi, dermatitis statis, lipodermatosklerosis).

6) Derajat 5 : perubahan kulit seperti di atas dengan ulkus yang sudah sembuh.

(5)

7) Derajat 6 : perubahan kulit seperti di atas dengan ulkus aktif. d. Faktor yang Mempengaruhi Varises

1) Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bashir (2013), dikatakan bahwa kejadian varises tungkai bawah lebih banyak pada laki-laki (61.11%) dibandingkan dengan perempuan (38.88%).

2) Usia

Pada usia lanjut, insiden varises akan meningkat, akibat peningkatan volume darah, serta kecenderungan jeleknya struktur penyangga vena (Adriana, 2012; Suhartono, 2010). Kebanyakan varises vena tercatat pada rentang usia 31 tahun sampai 45 tahun. Berdasarkan klasifikasi varises pada CEAP, 50% penderita berada pada derajat 2.

Menurut penelitian Khalil dan Raffeto (2008) usia lebih dari 50 tahun sangat beresiko terkena varises dengan presentasi 21% dari 1566 responden, dikarenakan perubahan struktur pada pembuluh darah.

3) Tinggi Badan dan Berat Badan

Risiko terkena varises vena tungkai bawah lebih tinggi pada seseorang dengan Body Mass Index (BMI) yang tinggi dibanding seseorang dengan usia yang sama dengan berat badan sesuai. Terdapat hipotesis yang menyatakan hal ini dihubungkan

(6)

dengan tekanan hidrostatik yang meningkat akibat peningkatan volume darah serta kecenderungan jeleknya struktur penyangga vena (Adriana, 2012; Suhartono, 2010).

4) Hormon Wanita

Estrogen menyebabkan relaksasi otot polos dan perlunakan jaringan kolagen sehingga meningkatkan distensibilitas vena. Selain itu dapat meningkatkan permeabilitas kapiler dan edem. Progesteron menyebabkan penurunan tonus vena dan peningkatan kapasitas vena sehingga dapat menginduksi terjadinya stasis vena, hal ini disebabkan karena adanya hambatan pada aktomiosin kontraktil dinding vena. Hal ini dapat dilihat pada penderita yang mendapat terapi hormonal atau pada siklus menstruasi (Adriana, 2012; Suhartono, 2010). 5) Kehamilan

Pengaruh hormonal, peningkatan volume darah dan obstruksi akibat pembesaran uterus merupakan penyebab varises pada kehamilan (Suhartono, 2010).

6) Pekerjaan dan Aktivitas Fisik

Kemampuan fisik adalah kemampuan untuk melakukan aktivitas kerja yang melibatkan kekuatan menurut Workers

Compensation Board of Nova Scotia 2008 (WCB). Berikut ini

(7)

menggambarkan jumlah usaha fisik yang diperlukan untuk melakukan tugas atau pekerjaan (Kuswana, 2014):

a) Pekerjaan Menetap

Mengerahkan kekuatan hingga 4.4 kg (10lbs), sesekali dan atau jumlah diabaikan. Contoh : Suatu pekerjaan yang pekerjaannya duduk terus pada sebagian besar waktunya, dan hanya berjalan atau berdiri untuk waktu yang singkat.

b) Pekerjaan Ringan

Mengerahkan kekuatan hingga 8.9 kg (20lbs), sesekali dan/atau sampai dengan 4.4 kg (10 lbs) sering dan/atau jumlah diabaikan atau terus-menerus. Contoh : berjalan atau berdiri untuk tingkat signifikan atau duduk terus menerus tetapi dengan lengan dan/atau kontrol kaki dengan tenaga dari kekuatan yang lebih besar daripada menetap.

c) Kerja Sedang

Mengerahkan kekuatan hingga 22.2 kg (50lbs), sesekali dan/atau sampai dengan 8.9 kg (20lbs) kekuatan sering dan/atau sampai dengan 4.4 kg (10lbs) terus-menerus.

(8)

d) Kerja Berat

Mengerahkan kekuatan hingga 44.4 kg (100lbs) sesekali dan/atau sampai dengan 22.2 kg (50lbs) kekuatan sering dan atau sampai dengan 8.9 kg (20lbs) kekuatan terus-menerus.

e) Bekerja Sangat Berat

Peningkatan tekanan hidrostatik kronis pada pekerjaan yang membutuhkan berdiri lama juga berperan dalam menimbulkan varises vena tungkai bawah. Pada posisi tersebut tekanan vena menjadi 10 kali lebih besar, sehingga vena akan teregang di luar batas kemampuan elastisitasnya sehingga terjadi inkompetensi pada katup (Adriana, 2012; Suhartono, 2010).

7) Pekerjaan Berdiri Lama

Peningkatan tekanan hidrostatik kronis pada pekerjaan yang membutuhkan berdiri lama juga berperan dalam menimbulkan varises vena tungkai bawah. Pada posisi tersebut tekanan vena menjadi 10 kali lebih besar, sehingga vena akan teregang di luar batas kemampuan elastisitasnya sehingga terjadi inkompetensi pada katup (Adriana, 2012; Suhartono, 2010). 8) Pemakaian Sepatu Hak Tinggi

Pemakaian sepatu hak tinggi di atas lima sentimeter dapat menyebabkan masalah pada pembuluh darah. Artinya,

(9)

tendon Akhiles yang berada di tumit belakang dan otot betis terus-menerus dalam keadaan tegang. Pembuluh darah tertekan, terjadi bendungan dan akhirnya mengakibatkan varises (Maha dkk, 2013)

9) Keturunan

Ditunjukkan dengan terjadinya penyakit yang sama pada beberapa anggota keluarga dan gambaran varises vena tungkai bawah pada usia remaja. Terdapat hipotesis yang menyatakan, kelainan ini diturunkan secara x-linked dominan (Adriana, 2012; Suhartono, 2010).

e. Tanda dan Gejala Varises

Berikut ini tanda dan gejala varises menurut Alun (2006) : 1) Ketidaknyamanan lokal di kaki

Biasanya di lokasi varises vena terlihat, terutama setelah berdiri lama. Varises yang menonjol mungkin lembut, terutama pada saat wanita menstruasi.

2) Sakit

Sakit parah tidak biasa dan menunjukkan infeksi atau arteri insufisiensi.

3) Pembengkakan

Perasaan pembengkakan umum. 4) Klaudikasio vena

(10)

Ada peledakan rasa nyeri pada betis kaki, dan akan membaik hanya dengan mengangkat kaki. Di samping itu, pasien sering mengeluh berat di betis dengan ambulasi.

5) Gatal

Hal ini adalah umum dan dapat menyebabkan penderita menggaruk, infeksi, dan ulserasi.

f. Cara Pengukuran Varises 1) Anamnesis

Secara garis besar, anamnesis yang penting ditanyakan antara lain (Suhartono, 2010) :

a) Sejarah insufisiensi vena (misal kapan mulai terlihat abnormalitas pada vena, kapan terjadinya onset dari gejala, apa diagnosa sebelumnya, dan sejarah kehamilan yang berhubungan dengan kondisi varises sebelumnya).

b) Keluhan penderita

Terdiri atas keluhan rasa berat, rasa lelah, rasa nyeri, rasa panas/sensasi terbakar pada tungkai, kejang otot betis, bengkak serta keluhan kosmetik.

c) Gejala dan perkembangan lesi adalah faktor penting yang perlu dipertimbangkan untuk mengetahui keparahan penyakit dan perencanaan pengelolaan.

d) Faktor Predisposisi e) Sejarah klinis edema

(11)

f) Riwayat penyakit sistemik, pengobatan, dan tindakan medis/pembedahan sebelumnya.

g) Ada tidaknya riwayat keluarga dengan penyakit vaskular lain.

2) Pemeriksaan Fisik a) Inspeksi

Inspeksi tungkai dilakukan di bawah penyinaran yang cukup pada posisi eksorotasi tungkai dan pemeriksaan pada tungkai yang abduksi dari arah belakang akan membantu visualisasi varises vena tungkai bawah. Perlu diperhatikan tanda kronisitas dan kelainan kulit seperti talengiektasis, dermatitis statis, edem, perdarahan, ulkus. Vena yang mengalami varises vena tungkai bawah diperhatikan apakah vena superfisial utama (VSM dan VSP) atau cabangnya. Biasanya vena tersebut tampak jelas melebar, berkelok-kelok, dan berwarna kebiruan. Varises vena tungkai bawah pada cabang vena superfisial biasanya lebih berkelok-kelok dibanding pada vena superfisial utama (Suhartono, 2010; Reina, 1997).

b) Palpasi

Daerah vena yang berkelok diraba untuk menilai ketegangan varises vena tungkai bawah dan besarnya pelebaran vena. Pulsasi arteri harus teraba, bila tidak teraba

(12)

maka harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada obstruksi arteri. Distribusi anatomi varises vena tungkai bawah perlu digambarkan dengan jelas (Suhartono, 2010; Reina, 1997).

c) Perkusi

Perkusi dilakukan untuk mengetahui keadaan katup vena superfisial. Caranya dengan mengetuk vena bagian distal dan dirasakan adanya gelombang yang menjalar sepanjang vena di bagian proksimal (Reina, 1997).

d) Manuver perthes

Manuver Perthes adalah sebuah teknik untuk

membedakan antara aliran darah retrogade dengan aliran darah antegrade. Tes ini digunakan untuk penentuan berfungsinya sistem vena profunda. Penderita berdiri beberapa saat lalu dipasang ikatan elastis di bawah lutut untuk membendung vena superfisial. Kemudian penderita melakukan gerakan berjingkat beberapa kali agar otot-otot betis berkontraksi sehingga darah dipompa dari sinusoid vena otot dan vena sekitarnya. Bila vena yang terletak di distal dari ikatan kempis/kosong berarti katup-katup vena perforantes dan vena profunda berfungsi baik dan tidak ada sumbatan. Sebaliknya bila vena superfisial bertambah lebar berarti katup-katup tersebut mengalami kegagalan atau

(13)

terdapat sumbatan pada vena profunda (Suhartono, 2010; Reina, 1997).

e) Tes tenderlenburg

Tes ini digunakan untuk menentukan derajat insuffisiensi katup pada vena komunikans. Mula-mula penderita berbaring dengan tungkai yang akan diperiksa ditinggikan 30°-45° selama beberapa menit untuk mengosongkan vena. Setelah itu dipasang ikatan yang terbuat dari bahan elastis di paha, tepat di bawah percabangan safenofemoral untuk membendung vena superfisial setinggi mungkin. Kemudian penderita berdiri dan pengisian vena diperhatikan. Bila vena lambat sekali terisi ke proksimal, berarti katup komunikans baik. Vena terisi darah dari peredaran darah kulit dan subkutis. Bila vena cepat terisi misalnya dalam waktu 30 detik, berarti terdapat insuffisiensi katup komunikans. Uji Trendelenburg positif berarti terdapat pengisian vena safena yang patologis (Suhartono, 2010; Reina, 1997)..

3) Pemeriksaan Penunjang

a) Tes doppler

Beberapa pemeriksaan seperti Tes Trendelenburg dan Tes Perthes dapat memperkirakan derajat dan ketinggian lokasi inkompetensi katup vena, namun

(14)

ultrasonografi doppler dapat menunjukkan dengan tepat lokasi katup yang abnormal (Reina, 1997)..

b) Duplex ultrasonography

Merupakan modalitas pencitraan standar untuk diagnosis sindrom insuffisiensi vena dan untuk perencanaan pengobatan serta pemetaan sebelum operasi. Duplex

ultrasonography adalah kombinasi dari pencitraan model B

dan Doppler. Pencitraan model B menggunakan tranduser

gelombang ultra yang ditempelkan pada kulit sebagai sumber dan detektor. Pantulan gelombang suara yang terjadi dapat memberikan citra struktur anatomi, dan pergerakan struktur tersebut dapat dideteksi dalam bentuk bayangan (Reina, 1997)..

c) Plebography

Plebography merupakan pemeriksaan invasif yang

menggunakan medium kontras. Terdapat 4 teknik pemeriksaan yaitu : ascending, descending, intra osseus,

dan varicography. Pemeriksaan ini untuk mengetahui

adanya sumbatan dan menunjukkan vena yang melebar, berkelok-kelok serta katup yang rusak. Plebography juga dapat menunjukkan kekambuhan varises vena tungkai bawah paska operasi yang sering disebabkan oleh kelainan

(15)

vena perforantes di daerah kanalis hunter di paha (Suhartono, 2010; Reina, 1997).

g. Penatalaksanaan Varises

Gejala Varises menurut Irianto (2014) dapat dikontrol dengan cara berikut ini:

1) Berolahraga.

2) Pemakaian stocking. 3) Memantau berat badan.

4) Makan makanan yang tinggi serat, diet rendah garam. 5) Menghindari hak tinggi dan kaus kaki ketat.

6) Mengangkat kaki lebih tinggi daripada dada. 7) Mengubah posisi duduk atau berdiri secara teratur.

4. Pengaruh Lama Berdiri dan Kebiasaan Olahraga terhadap Kejadian Varises

Pada kondisi pembuluh darah yang sehat, aliran darah vena melalui sistem superfisial dan kaki menuju jantung. Katup vena satu arah ditemukan pada kedua sistem pada vena perforantes. Ketidakmampuan salah satu katup dalam melakukan fungsi normal, mengakibatkan gangguan aliran darah yang menuju ke jantung mengakibatkan terjadinya

ambulatory hipertensi vena. Selanjutnya, inkompetensi pada salah satu

(16)

Inkompetensi pada sistem vena superfisialis, terjadi akibat kegagalan katup yang terletak pada SPF dan SPJ. Berat gravitasi pada kolom darah di sepanjang vena, mengakibatkan tekanan hidrostatik yang memperburuk aspek distal sepanjang vena.

Berdiri lama dapat menyebabkan meningkatnya tekanan hidrostatik kronis. Tekanan hidrostatik membuat tekanan vena 10 kali lebih besar, sehingga terjadi inkompetensi pada katup (Suhartono, 2010). Semakin besar diameter pembuluh darah, semakin lambat darah akan mengalir (Philips dkk, 2013).

Berolahraga penting sekali, baik bagi anak maupun orang dewasa. dengan berolahraga otot-otot dapat berkembang serta peredaran darah dan pencernaan makanan akan berjalan lancar. Olahraga pun merupakan selingan yang baik setelah melakukan pekerjaan. Olahraga yang dimaksud adalah cukup dengan berlari-lari di tempat dan menggerakan otot-otot kaki, tangan, perut, dan leher (Irianto, 2014).

Latihan ketahanan (olahraga) dengan intensitas sedang dan terkontrol (3x40-45 menit/minggu, denyut nadi: 120-140 atau 180 dikurangi usia), meningkatkan imunokompetensi dan pembakaran lemak, mengurangi stres dan kelebihan berat badan, serta memperbaiki efisiensi jantung, toleransi glukosa, resistensi insulin, dan aliran darah (Gröber, 2009), sehingga lama berdiri dan kebisaan olahraga dapat berpengaruh terhadap kejadian varises pada manusia.

(17)

B. Kerangka Pemikiran

C. Hipotesis

Ada pengaruh lama berdiri dan kebiasaan olahraga terhadap kejadian varises di swalayan se-karesidenan Surakarta.

Lama Berdiri ≥ 4 jam Kebiasaan Olahraga 2-2,5 jam/minggu

Penyumbatan Pembuluh Darah Perifer

Pelebaran Pembuluh Darah Perifer Nyeri Tungkai Varises Obesitas Keturunan/Genetik Usia Penggunaan Sepatu Hak Tinggi Kontrasepsi Oral Masa Kehamilan / Hormon Wanita Aktivitas Fisik Istirahat Penggunaan Stocking Keterangan : Mengurangi Memicu Di teliti Tidak di teliti

Referensi

Dokumen terkait

Refleksi adalah upaya untuk mengkaji hal yang telah terjadi yang berhasil ataupun Perencanaan Pelaksanaan Pengamatan Refleksi Perencanaan Pelaksanaan Pengamatan

Kandidiasis mulut dan tenggorokan, juga dikenal sebagai thrush atau kandidiasis orofaring, adalah infeksi jamur yang terjadi ketika ada pertumbuhan berlebih dari jamur

gracilis dibanding kontrol, tetapi setelah dianalisa dengan ANOVA, diperoleh hasil bahwa tidak ada beda nyata rata-rata jumlah sel antara perlakuan sedimen dengan kontrol air

Berbeda dengan kedua penelitian tersebut yang difokuskan pada perbedaan cara pandang Aborigin terhadap tanahnya serta bentuk-bentuk opresi dan perlawanan yang dilakukan

Karenanya yang bersangkutan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Tugas Akhir untuk memenuhi persyaratan kurikulum guna memperoleh gelar Sarjana Teknik jurusan

* Membantu menyediakan data yang akurat yang berkaitan dengan Program Keahlian Administrasi Perkantoran, baik untuk kepentingan internal maupun eksternal.. * Membantu Ketua

Direksi harus memperoleh persetujuan tertulis dari Dewan Komisaris untuk: (i) membeli dan/atau menjual saham perusahaan lain pada pasar modal; (ii) mengadakan perjanjian,

Hakinr Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradila* Agama (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 16). sebagairnana telah diubah dengan Peraturan pemerintah