• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI TOKSISITAS SEDIMEN PESISIR CIREBON TERHADAP PERTUMBUHAN DIATOM PLANKTONIK Chaetoceros gracilis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI TOKSISITAS SEDIMEN PESISIR CIREBON TERHADAP PERTUMBUHAN DIATOM PLANKTONIK Chaetoceros gracilis"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Rachma Puspitasari1)

1) Peneliti pada Pusat Penelitian Oseanografi - LIPI

Diterima tanggal: 10 Maret 2011; Diterima setelah perbaikan: 21 April 2011; Disetujui terbit tanggal 10 Mei 2011

ABSTRAK

Daerah pesisir Cirebon banyak mendapat pengaruh dari aktivitas rumah tangga, industri dan pelabuhan. Aktivitas-aktivitas tersebut berpotensi menyumbangkan kontaminan yang masuk ke dalam ekosistem akuatik dan mempengaruhi kualitas sedimen setempat. Kondisi kesehatan sedimen dapat ditinjau dari berbagai aspek diantaranya aspek toksisitas sedimen terhadap biota akuatik. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi toksisitas sedimen pesisir Cirebon terhadap pertumbuhan diatom planktonik

C. gracilis. Sampel sedimen diambil dari 11 stasiun dengan menggunakan Grab Smith McIntrye 0,05m2. Kultur murni C. gracilis dengan kepadatan awal satu juta sel/ml dipaparkan terhadap sedimen selama 96 jam. Titik akhir pengamatan adalah rata-rata jumlah sel C. gracilis pada perlakuan dibandingkan dengan kontrol setelah 96 jam pemaparan. Rata-rata jumlah sel C. gracilis pada perlakuan sedimen dianalisa untuk mengetahui efek stimulasi atau penghambatan pertumbuhan C. gracilis dibanding dengan kontrolnya. Selain itu, kadar logam berat Cd dalam sedimen juga dianalisa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sedimen pesisir Cirebon masih menunjukkan efek stimulasi pertumbuhan. Efek stimulasi pertumbuhan ditandai dengan rata-rata jumlah sel C. gracilis yang mengalami peningkatan pada perlakuan sedimen dibanding kontrol air laut. Hasil ANOVA menunjukkan tidak ada beda nyata jumlah sel di tiap stasiun. Hasil analisis korelasi menunjukkan tidak ada korelasi yang kuat antara kadar Cd dalam sedimen dengan jumlah sel C. gracilis. Hal ini menunjukkan bahwa sedimen Cirebon masih berada dalam kondisi baik dan mampu mendukung kehidupan diatom planktonik C. gracilis. Kata Kunci: sedimen, toksisitas, plankton , C. gracilis, Cirebon

ABSTRACT

Coastal area of Cirebon is much influenced from domestic activities, industries, fisheries and ports. These activities potentially contribute contaminants that enter the aquatic ecosystems and affect the quality of sediment. The health condition of sediment can be evaluated from various aspects including aspect of sediment toxicity to aquatic biota. This study aims to evaluate toxicity of sediment Cirebon to planktonic diatomae, C. gracilis. Sediment samples were taken from 11 stations using the Grab Smith McIntrye 0.05 m2. C. gracilis was exposed to sediment for 96 hours. Endpoint of the test is

mean number of cells C. gracilis in treatment compared to control after 96 h exposure. Mean number of cells of C. gracilis in treatment was analyzed wheter its showed a stimulation or an inhibition growth effect compared to control. The results indicate that Cirebon sediment still showed stimulation effect on growth of C. gracilis. Stimulation effect of growth was characterized by the increasing of cells number in sediment treatment than that of cells in seawater control. Result of ANOVA shows no significance difference was among stations. Result of correlation analysis shows that there was no strong correlation between Cd concentration in sediment and number of cells of C. gracilis. Generally, Cirebon sediment is still in a good condition and can support for planktonic diatom, C. gracilis ’s life. Keywords: sediment, toxicity, plankton, C. gracilis, Cirebon

UJI TOKSISITAS SEDIMEN PESISIR CIREBON TERHADAP

PERTUMBUHAN DIATOM PLANKTONIK Chaetoceros gracilis

(2)

PENDAHULUAN

Sedimen, sebagai salah satu unsur penyusun kawasan pesisir, merupakan habitat bagi banyak organisme akuatik dan merupakan penyimpan utama dari banyak senyawa kimia yang secara terus menerus terpapar pada permukaan perairan. Dalam lingkungan akuatik, sebagian besar senyawa antropogenik dan buangan limbah (termasuk toksikan organik dan anorganik) akhirnya dapat terakumulasi dalam sedimen. Senyawa kimia dalam sedimen dapat menimbulkan efek toksik langsung terhadap kehidupan akuatik atau dapat terbioakumulasi dalam rantai makanan. Toksisitas sedimen diartikan sebagai perubahan ekologik dan biologik yang disebabkan oleh sedimen terkontaminasi atau reaksi teramati yang timbul pada organisme uji yang dipaparkan pada sedimen terkontaminasi (Luoma & Ho, 1993). Saat ini, mikroalga banyak digunakan dalam uji ekotoksikologi baik air tawar atau air laut. Dalam uji toksisitas, beberapa parameter yang umum dilihat untuk memperkirakan efek dari toksikan terhadap mikroalga antara lain pertumbuhan dan aktivitas fotosintetik (Campanella et al., 2000).

Alga adalah komponen esensial dari ekosistem akuatik yang memproduksi oksigen dan substansi organik melalui proses fotosintesis yang sangat dibutuhkan bagi organisme lainnya antara lain ikan dan invertebrata (Berard, 1996). Mikroalga berperanan penting dalam keseimbangan ekosistem akuatik, karena berada di tingkat pertama dalam rantai makanan yang memproduksi bahan organik dan oksigen melalui fotosintesis. Diatom planktonik C. gracilis adalah spesies yang dapat digunakan sebagai biota uji dalam uji toksisitas sedimen karena memenuhi beberapa persyaratan sebagai biota uji (Rand & Petrocelli, 1985), yaitu pertumbuhannya yang cepat, sensitivitas dan penanganannya mudah di laboratorium (Hindarti, 2008).

Chaetoceros gracilis merupakan spesies dari kelas

Bacillariophyceae dan merupakan salah satu genus diatom penting dalam plankton laut karena merupakan genus terbesar dan berperan sebagai produsen primer serta merupakan makanan penting bagi biota lain terutama udang (Panggabean, 1997). Jenis diatom ini dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran air karena mampu bertahan di perairan tercemar. Hal ini disebabkan karena diatom ini memiliki kemampuan melekat pada substrat lebih baik daripada mikroalga lain. Kemampuan melekat disebabkan karena diatom memiliki material berupa lendir atau organel berupa setae (Aunurohim et al., 2008). Menurut Isnansetyo & Kurniastuty (1995), Chaetoceros toleran terhadap suhu air yang tinggi. Alga ini akan tumbuh optimal pada kisaran suhu 25-30°C dan masih dapat tumbuh pada suhu 37°C.

Pada suhu 40°, C. gracilis masih dapat bertahan hidup namun tidak berkembang. Kisaran salinitas optimum untuk pertumbuhan antara 17-25 permil dengan salinitas minimum sekitar 6 permil.

Pada penelitian terdahulu (Puspitasari & Hindarti, 2009; Hindarti et al., 1999; Hindarti et al., 2008; Hindarti, 2008), diperoleh gambaran tentang efek sedimen terhadap pertumbuhan diatom, C. gracilis. Hal ini mendorong dilakukan penelitian yang lebih spesifik tentang efek toksisitas sedimen pesisir Cirebon terhadap pertumbuhan diatom planktonik C. gracilis. Jika terdapat kandungan bahan toksik yang berbahaya di dalam sedimen, maka pertumbuhan C. gracilis akan terganggu ditandai dengan adanya penghambatan pertumbuhan dan rata-rata jumlah selnya akan berkurang dibandingkan jumlah sel pada kontrol. Terlebih lagi bahwa salah satu permasalahan yang dihadapi kawasan pesisir seperti Cirebon adalah masuknya bahan pencemar atau limbah dari kegiatan yang terjadi di daratan sekitarnya (land based pollution), daratan dengan cakupan yang lebih luas melalui sungai, maupun hasil kegiatan yang ada di perairan pesisir dan laut itu sendiri (sea based pollution), seperti kegiatan pelabuhan, pelayaran, dan penambangan lepas pantai, yang menyebabkan terjadinya pencemaran akibat terlalu banyaknya bahan pencemar yang masuk ke perairan hingga melampaui daya dukung alamnya (Dahuri et al. 1996).

METODE PENELITIAN Pengambilan sampel

Sampel sedimen diambil dari 11 stasiun di daerah muara sungai dan laut sekitar Sungai Sukalila (Gambar 1). Posisi stasiun dicatat menggunakan GPS Garmin III Plus. Sampel sedimen diambil menggunakan Grab Smith

Mc-Intyre 0,05 m2 sebanyak 3 kali ulangan untuk setiap stasiun. Sampel sedimen dicuplik dari lapisan permukaan dasar laut (kira-kira 0-10 cm) kemudian diambil sedimen lapisan atas setebal 1-5 cm, dikomposit dan dimasukkan dalam botol 1 L sesuai dengan standar. Sampel sedimen disimpan dalam suhu 4oC dalam keadaan gelap sampai saat dilakukan pengujian toksisitas (ASTM, 2006). Prosedur uji toksisitas

Pembuatan larutan toksikan acuan kadmium

Toksikan acuan (reference toxicant) merupakan bahan atau zat yang diketahui dari penelitian sebelumnya untuk mendapatkan penjelasan pengaruh pada organisme uji (Rand & Petrocelli, 1985). Uji toksikan acuan toksikan dilakukan bersamaan dengan uji toksisitas sedimen. Uji toksikan acuan digunakan untuk menilai kesehatan dan

(3)

Gambar 1 . Lokasi penelitian di perairan pesisir Cirebon, Februari 2010.

sensitifitas biota uji yang digunakan. Toksikan standar yang digunakan adalah kadmium. Prosedur pengujiannya mengacu pada Hindarti (1997). Larutan stok kadmium disiapkan dengan melarutkan kadmium klorida (CdCl2) ke dalam akuades. Konsentrasi uji disiapkan dengan mengencerkan larutan stok kadmium sesuai konsentrasi yang diinginkan Konsentrasi larutan kadmium yang dipakai adalah 0,56; 1.0; 1,8; 3,2; 5,6 mg/L Cd (Puspitasari & Hindarti, 2009). Jadi, ada dua set pengujian yang dilakukan yaitu satu set pengujian kadmium (termasuk kontrol) sebagai toksikan acuan serta satu set pengujian sedimen termasuk kontrol. Uji Toksisitas Sedimen

Kultur murni C.gracilis berumur 4 hari diperoleh dari laboratorium Marikultur-Puslit Oseanografi LIPI. Sedimen ditimbang sebanyak 18 gram kemudian diaduk kira-kira

10 detik dengan 900 ml air laut yang sudah disaring dengan kertas saring ukuran 0,45 μm dan disteril dengan autoklaf. Campuran dibiarkan selama 4 jam sampai sedimen mengendap, dan lapisan atas (overlying water) diambil sebanyak 100 ml untuk uji toksisitas sedimen dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Larutan kontrol sedimen dan kontrol kadmium disiapkan dan hanya berisi air laut steril saja. Larutan toksikan acuan kadmium disiapkan dengan volume yang sama (100 ml). Kemudian 1 ml larutan kultur C. gracilis dengan kepadatan satu juta sel/ml diinokulasikan ke dalam erlenmeyer berisi 100 ml larutan uji, sehingga kepadatan sel menjadi 10,000 sel/ml. Masing-masing perlakuan memiliki 3 ulangan. Lama pemaparan dengan kadmium dan sedimen adalah 96 jam. Titik akhir pengamatan adalah pertumbuhan (jumlah sel) diatom pada perlakuan dibanding dengan kontrol setelah 96 jam yang dihitung

(4)

dengan haemocytometer. Uji dianggap valid apabila jumlah sel pada kontrol mencapai 2 x 105 sel/ml (CPMS-II, 1995). Nilai Persentase penghambatan/Inhibition (I) dan stimulasi (S) dari rata-rata jumlah sel tiap perlakuan (P) dibandingkan dengan rata-rata jumlah sel pada kontrol air laut (K) setelah 96 jam pemaparan dihitung berdasarkan persamaan berikut:

Parameter kualitas air yang dipantau selama uji adalah oksigen terlarut yang diukur menggunakan DO meter YSI 55, salinitas menggunakan refraktometer, pH dan suhu menggunakan pH meter Eijkelkamp.

Pengukuran kadar logam berat dalam sedimen Sampel sedimen dikeringkan di oven pada suhu 105oC + 24 jam. Sampel kemudian dihaluskan dengan mortar hingga halus dan homogen. Sebanyak satu gram contoh sedimen tersebut didestruksi dengan HNO3/HCl (1:3) dalam Erlemeyer yang dipasangi oleh alat refluks di

hotplate (USEPA, 1996). Pengukuran konsentrasi logam

berat dalam sampel sedimen menggunakan alat atomic

absorption spectrophotometer (AAS) merek Varian

AASpectra 20 dengan nyala campuran udara-asetilen. Analisis statistik

Nilai IC50 (Effective Concentration) Cd terhadap rata-rata jumlah sel diatom C. gracilis dihitung dengan

K – P I = ————— X 100 % K P – K S = ————— X 100 % K

software ICPIN (Norberg-King, 1993). Pengaruh sampel sedimen terhadap C. gracilis di tiap stasiun dibandingkan dengan kontrol dianalisa dengan SPSS 17.0

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh sampel sedimen terhadap pertumbuhan diatom C.gracilis.

Nilai IC50 toksikan acuan Cd diperoleh sebesar 2,36 mg/L Cd. Nilai ini diperoleh dengan memasukkan data jumlah sel diatom setelah pemaparan 96 jam ke dalam program software ICPIN. Nilai ini masih berada dalam kisaran nilai IC50 Cd untuk C. gracilis yang diperoleh dari penelitian rutin di Laboratorium Ekotoksikologi LIPI yaitu 1,74 +0,82 mg/L Cd (unpublished data). Nilai IC50 ini menunjukkan bahwa pertumbuhan biota uji dalam keadaan normal dan prosedur uji telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur standar.

Uji toksisitas pertumbuhan fitoplankton dianggap valid bila jumlah sel pada kontrol negatif setelah 96 jam adalah e” 2 x 105 sel/mL (ASTM, 2006). Mengacu pada kondisi tersebut, uji toksisitas sedimen ini valid karena rata-rata jumlah sel C. gracilis pada kontrol uji kadmium adalah 8,2 x 105 sel/mL dan pada kontrol uji toksisitas sedimen 9,5 x 105 sel/mL. Pengaruh toksikan kadmium terhadap rata-rata jumlah sel diatom disajikan dalam Gambar 2.

Parameter kualitas air larutan uji kadmium yang diukur pada permulaan uji berkisar antara 23,6 - 23,7 oC; 5,63 -6,80 mg/L; 8,12 - 8,20, dan 32 ppt masing-masing untuk suhu, oksigen terlarut, pH dan salinitas (Tabel 1).

Hasil uji toksisitas sedimen terhadap diatom disajikan dalam Gambar 3. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa pertumbuhan diatom di tiap stasiun bervariasi. Rata-rata jumlah sel di sebagian besar stasiun lebih tinggi daripada kontrolnya. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 kontrol 0,56 1,0 1,8 3,2 5,6 Konsentrasi kadmium (mg/L) Ju m lah s el (x10 4 s el/m l)

Gambar 2. Pengaruh konsentrasi kadmium terhadap rata-rata jumlah sel diatom, C. gracilis.

... (1)

(5)

Sedangkan efek stimulasi (S) dan penghambatan/

Inhibition (I) sedimen pada tiap stasiun terhadap

pertumbuhan diatom, C. gracilis dapat dilihat dalam Gambar 4. Sebagian besar sedimen masih menunjukkan efek stimulasi pertumbuhan dengan maksimum nilai di

stasiun muara sungai (A) sebesar 75,5%. Pada stasiun 6, 7 dan 10 dijumpai penghambatan pertumbuhan C.

gracilis dengan maksimum nilai di stasiun 7 sebesar 19,3

%. -40 -20 0 20 40 60 80 100 St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6 St 7 St 8 St 9 St 10 St A Stasiun P ersen tase ( % )

Gambar 4. Pengaruh sedimen pesisir Cirebon terhadap pertumbuhan diatom, C. gracilis berupa stimulasi pertumbuhan atau penghambatan pertumbuhan. Stimulasi dinyatakan dengan nilai positif sedangkan penghambatan dinyatakan dengan nilai negatif.

0 50 100 150 200 250 kontrol St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6 St 7 St 8 St 9 St 10 St A Stasiun Ju m lah se l (x 10 4 s el/ml)

Gambar 3. Perata jumlah sel diatom setelah 96 dipaparkan dengan sedimen pesisir Cirebon. Tabel 1. Kisaran parameter larutan uji toksikan acuan kadmium

Kons. Oksigen Terlarut pH Suhu Salinitas

(mg/L) (mg/L) (°C) (ppt) Kontrol 5,63 8,12 23,6 32 0,56 6,80 8,16 23,6 32 1 6,7 8,19 23,6 32 1.8 6,65 8,19 23,7 32 3,2 6,64 8,19 23,7 32 5,6 6,71 8,20 23,7 32

(6)

Parameter kualitas air larutan uji sedimen yang diukur pada permulaan uji berkisar antara 23,6-24,2 oC; 5,05-6,59 mg/L; 8,05-8,15 dan 32 ppt, masing-masing untuk suhu, oksigen terlarut, pH dan salinitas (Tabel 2).

Kons. Oksigen Terlarut pH Suhu Salinitas

(mg/L) (mg/L) (°C) (ppt) ST A 5,05 8,05 24,0 32 ST 1 6,05 8,07 23,8 32 ST 2 6,43 8,14 23,8 32 ST 3 6,46 8,15 24,1 32 ST 4 6,33 8,12 23,9 32 ST 5 6,25 8,12 24,0 32 ST 6 6,36 8,14 24,0 32 ST 7 6,26 8,12 23,7 32 ST 8 6,12 8,15 24,0 32 ST 9 6,59 8,05 24,2 32 St 10 5,12 8,15 23,8 32 Kontrol 5,63 8,12 23,6 32

Tabel 1. Kisaran parameter larutan uji toksikan acuan kadmium

Sebagian besar stasiun sedimen menunjukkan efek stimulasi pertumbuhan C. gracilis dibanding kontrol, hanya di tiga stasiun (Stasiun 6, 7 dan 10) menunjukkan efek penghambatan yang relatif kecil masih dibawah 50%. Walaupun tampak stimulasi pertumbuhan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah sel C. gracilis dibanding kontrol, tetapi setelah dianalisa dengan ANOVA, diperoleh hasil bahwa tidak ada beda nyata rata-rata jumlah sel antara perlakuan sedimen dengan kontrol air laut (p>0,05) setelah 96 jam pemaparan. Walaupun demikian, peningkatan jumlah sel di sebagian besar stasiun sedimen, dapat menjadi indikator bahwa sedimen masih dalam kondisi baik. Kondisi sedimen dapat

Gambar 5. Kadar logam kadmium dalam sedimen pesisir Cirebon, Februari 2010

Bulan Februari merupakan musim Barat, dimana pada bulan ini masih dijumpai hujan sehingga aliran nutrien dari daratan yang masuk ke dalam perairan pesisir cukup tinggi. Data Dinas Kelautan Perikanan dan Pertanian Cirebon menyebutkan bahwa pada Februari 2006-2008, curah hujan di daerah Cirebon mencapai 171-533 mm (Anonim, 2008). Nutrien ini dapat terendap ke dasar perairan dan mempengaruhi kualitas sedimen setempat.

Nutrien ini akan memperkaya zat hara dalam sedimen sehingga memicu pertumbuhan diatom setempat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kunarso et al. (2008) bahwa perairan pesisir konsentrasi nutriennya lebih tinggi daripada di laut karena mendapat masukan dari aktivitas dikatakan seragam dilihat dari tidak adanya beda yang signifikan pada jumlah sel C. gracilis.

(7)

daratan melalui aliran sungai maupun air limpasan (run

off).Adanya pasokan air yang berasal dari hujan akan memperkaya nutrien di lokasi setempat serta dapat mengencerkan konsentrasi toksikan yang mengalir ke perairan. Hal ini menjadi alasan sehingga pertumbuhan diatom cenderung meningkat dibandingkan kontrol. Pada beberapa stasiun seperti stasiun 6, 7 dan 10 dijumpai efek penghambatan pertumbuhan yang kecil (<50%), yaitu adanya penurunan jumlah sel C. gracilis dibandingkan dengan kontrolnya. Hal ini disebabkan adanya limpasan yang dibawa arus dari daratan. Namun, secara umum sedimen perairan Cirebon menunjukkan efek stimulasi terhadap pertumbuhan diatom ditandai dengan peningkatan jumlah sel C. gracilis di sebagian besar stasiun.

Menurut Anonim (2010), hasil pengukuran logam berat dalam sedimen menunjukkan bahwa konsentrasi kadmium sudah melewati ambang batas yang ditetapkan CCME (2002) sebesar 0,7 mg/kg Cd. Indonesia sendiri belum memiliki baku mutu sedimen, oleh karena itu bila dipakai baku mutu dari Canadian Council of Ministers of

the Environment, konsentrasi kadmium di beberapa

stasiun (Stasiun 4, 9, 10 dan A) sudah melewati ambang batas (Gambar 5).

Walaupun kadar kadmium sudah melewati ambang batas dari CCME, namun respon diatom secara umum masih menunjukkan stimulasi pertumbuhan. Sedimen Cirebon masih mengandung unsur nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan diatom sehingga dikategorikan masih dalam kondisi baik. Sifat hidup dari

C. gracilis yang planktonik atau melayang di kolom air

juga turut berpengaruh. Sedimen dasar diduga tidak mengalami pengadukan yang cukup kuat oleh arus sehingga partikel-partikel logam berat tidak terlepas ke kolom air. Akibatnya walaupun logam berat kadmium terukur tinggi dalam sedimen di beberapa stasiun namun tidak mempengaruhi secara nyata terhadap pertumbuhan diatom.

KESIMPULAN

Dari hasil uji toksisitas sedimen yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sedimen pesisir Cirebon secara umum masih menstimulasi pertumbuhan diatom planktonik C. gracilis ditandai dengan peningkatan rata-rata jumlah sel C. gracilis dibandingkan dengan kontrol air laut setelah 96 jam pemaparan dengan sedimen. Hal ini menunjukkan sedimen pesisir Cirebon masih dalam kondisi baik dan mendukung pertumbuhan diatom planktonik C. gracilis.

PERSANTUNAN

Penelitian ini didanai oleh anggaran APBN Pusat Penelitian Oseanografi LIPI tahun anggaran 2010. Ucapan terimakasih diucapkan kepada teman-teman peneliti dan teknisi yang telah membantu dalam pengambilan sampel dilapangan, pengujian sampel di laboratorium sampai penulisan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aunurohim, D. Saptarini & D. Yanthi. 2008. Fitoplankton

penyebab harmful Algae blooms (HABs) di Perairan Sidoarjo. Surabaya Institut Teknologi Sepuluh

November.

Anonim. 2010. Polutan Antropogenik dan Toksisitasnya

di Perairan Estuari Sukalila, Cirebon. Laporan Akhir

Pusat Penelitian Oseanografi. Jakarta.

Anonim. 2008. Profil Kota Cirebon 2008. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik kota Cirebon.1-189

ASTM. 2006. Standard Guide for Conducting Static 96-h Toxicity Testing with Marine Algae method E 12 18-19 in : Annual Book of Standards. Vol. 11.06 Biological Effects and Environmental Fate; Biotechnology; Water and Environmental Technology. ASTM International, West Conshohocken, PA. pp 58-78

Berard, A. 1996. Effect of Organic Four Solvents on Natural Phytoplankton Assemblages: Consequences for Ecotoxicological Experiments on Herbicides”. Bull.

Environ. Contam. Toxicol. 57: 183–190.

CCME. 2002. Sediment Quality Guidelines. Canadian Environmental Quality Guidelines. 2 pp.

Campanella, L., F. Cubadda, M. P. Sammartino & A. Saoncella.2000. An Algal Biosensor for the Monitoring of Water Toxicity in Estuarine Environments. Water

Res. 25: 69–76.

CPMS-II 1995. Draft Protocol for Sub lethal Toxicity Tests

Using Tropical Marine Organisms. ASEAN-Canada

Cooperative Programme on Marine Science – Phase II. Regional Workshop on Chronic Toxicity Testing, Burapha University, Institute of Marine Science, Thailand.

Dahuri, R. J. Rais, S.P. Ginting & M.J. Sitepu.1998.

Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradya Paramita. Jakarta.1996

Luoma, S. N & K.T. Ho.1993. Approriate Uses of Marine and Estuarine Sediment Bioassays. In : Handbook

(8)

of Ecotoxicology Vol.1. P. Calow (Ed.).Oxford

Blackwell Sci.Publ., London.(1993):193-226. Hindarti, D. 1997. Metode Uji toksisitas Dalam : Metode

Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota. Buku 2. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Oseanologi : 160-168. Hindarti D.,Y.Darmayati, Sulistijo & M.G.L.Panggabean. 1999. Effect of Jakarta Bay Sediment on Green

Mussel Larvae (Perna viridis) and Phytoplankton (Chaetoceros gracilis and Tetraselmis sp) In:

Proceedings of the Fourth ASEAN-Canada Technical Conference on Marine Sciences. EVS Environments Consultants, Langkawi Malaysia. pp 124-13. Hindarti, D. 2008. Uji Toksisitas Sedimen Dengan Diatom

Planktonik, Chaetoceros gracilis. Oseanologi dan

Limnologi di Indonesia 34 (3) : 461-478.

Hindarti, D., Z. Arifin, R. Puspitasari & E. Rochyatun.2008. Sediment contaminants and their toxicity in Kelabat Bay, Bangka Belitung Province, Indonesia. Mar. Res. in Indonesia. 33 (1) :203-212. Isnansetyo & Kurniatuty.1995. Teknik Kultur

Phytoplankton dan Zooplankton. Yogyakarta. Penerbit

Kanisius.

Kunarso, D.H.,Y.Darmayati & R. Nuchsin. 2008. Kajian bakteri produktivity di estuari Cisadane. Ekosistem

Estuari Cisadane. LIPI :27-38.

Norberg-King, T.J. 1993. A Linear Interpolation Method

for Sublethal Toxicity: The Inhibition Concentration (Icp) Approach (version 2.0). U.S. Environmental

Protection Agency, Environmental Research Laboratory, Duluth, M.N. Tech. Report 03-93 of the National Effluent Toxicity Assessment Center.30 pp. Panggabean, L. M. G.1997. Toxicity of Hexavalent

Chromium and Cadmium to Green Mussels (Perna viridis) Embryo. Pp X-38-43. In : Vigers, G. A,K.S.Ong,

C. McPherson, N. Millson,I. Watson and A. Tang (eds.).ASEAN Marine Environmental Management : Quality Criteria and Monitoring for Aquatic Life and Human Health Protection. Proceedings of the ASEAN – Canada Technical Conference on Marine Science (24-28 June 1996), Penang, Malaysia. EVS Environment Consultants, North Vancouver and Department of Fisheries Malaysia .817 pp.

Puspitasari, R. & D. Hindarti. 2009. Korelasi Antara Logam Berat Dalam Sedimen dan Toksisitasnya Terhadap Diatom, Chaetoceros gracilis. Oseanologi

dan Limnologi di Indonesia Volume 35 Nomor 2.

131-149.

Rand, G. M. & S. R. Petrocelli.1985.Fundamentals of

Aquatic Toxicology: Methods and Applications. New

York: Hemisphere Pub. Corp.1985.

USEPA. 1996.Test Methods for Evaluating Solid Waste SW-846 Methods 3050B

Gambar

Gambar 1 . Lokasi penelitian di perairan pesisir Cirebon, Februari 2010.
Gambar 2. Pengaruh konsentrasi kadmium terhadap rata-rata jumlah sel diatom, C. gracilis.
Gambar 3. Perata jumlah sel diatom setelah 96 dipaparkan dengan sedimen pesisir Cirebon.
Gambar 5. Kadar logam kadmium dalam sedimen pesisir Cirebon, Februari 2010

Referensi

Dokumen terkait

sederhana dengan cara kimia biasa. Bagian terkecil dari unsur adalah atom. Untuk membedakan unsur yang satu dengan yang lainnya serta memudahkan dalam

Penelitian terdahulu yang memiliki relevansi dengan penelitian ini adalah : 1. Penelitian dengan judul serupa pernah dilakuka oleh Rizka Hikmah Riskia dari

Penelitian lainnya terkait dengan pengaruh deskripsi pekerjaan terhadap minat melamar pekerjaan dari Bednarek (2002), Irma (2012), Sarsono dan Suseno (2012) menyatakan bahwa

tindakan, observasi, refleksi. Data penelitian diperoleh dari wawancara, tes dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Penerapan model Contextual

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui degradabilitas bahan kering, bahan organik dan serat kasar ransum dengan berbagai level bagasse dalam pakan komplit secara

Studi Pertumbuhan Rumput Laut Eucheuma cottonii dengan Berbagai Metode Penanaman yang Berbeda Di Perairan Kalianda, Lampung Selatan.. PRAKTEK

kondisi ideal dengan kondisi sebenarnya di desa Purwodadi kecamatan Tirtoyudo, (4) pengaruh yang signifikan antara tenaga kerja (X 4 ), terhadap produktivitas

“Anak saya memilih dan masuk ke pondok pesantren ini atas dasar kemauan anak sendiri, dan saya sangat senang dan setuju, karena sang anak memiliki kemauan