• Tidak ada hasil yang ditemukan

School of Health Sciences, Kadiri University, Kediri, Indonesia 2) Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta 3)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "School of Health Sciences, Kadiri University, Kediri, Indonesia 2) Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta 3)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Association between the Socioeconomic Factors,Healthy Home,

And Healthy Behavior among Parents of Toddler with

Acute Respiratory Infection in Kediri, Indonesia

Tiyan Anggraini 1), Ambar Mudigdo2), RB.Soemanto3)

1)School of Health Sciences, Kadiri University, Kediri, Indonesia 2)Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta

3)Faculty of Social and Political Sciences, Sebelas Maret University, Surakarta ABSTRACT

Background: Acute Respiratory Infection or ARI is the most deaths occurred in toddler. Many factors lead to a high incidence of this disease among socioeconomic, healthy home and healthy behavior of parents. This study was aimed to determine the association between socioeconomic and healthy homehealthy home with healthy behavior in parents of toddler with acute respiratory infections.

Subject and Methods: This was a case study conducted in Kediri, East Java, Indonesia. A total of 100 toddlers consisted of 20 toddlers and parents with ARI and 80 toddlers with parents without ARI. The dependent variable was parents of toddlers with acute respiratory infection. The independent variables included socioeconomic and healthy home with healthy behavior. The data were collected by pre-tested questionnaire, and analyzed using a multiple logistic regression model.

Results: Theresults obtained by the education (OR = 9.1; 95%CI = 0.8 to 98.4; p = 0.001), family income (OR = 1.3; 95% CI = 0.1 to 14.2; p = 0.000), housing components (OR = 4.0, 95%CI = 0.5 to 27.7; p = 0.005), sanitation (OR = 6.9; 95% CI = 1.1 to 41.9; p = 0.001), healthy behavior (OR = 8.9; 95% CI = 1.6 to 48.7 ; p = 0.003).

Conclusion: The results of this study concluded that education, family income, housing components, sanitation and behavior of the occupants had a statistically significant relationship to healthy behaviors parents of toddlers with ARI.

Keywords: education, family income, housing components, sanitation, healthy behavior, and healthy behavior parents of toddler patients with Acute Respiratory Infections (ARI).

Correspondence:

Tiyan Anggraini. School of Health Sciences, Kadiri University, Kediri, Indonesia Email:tiyananggraini@yahoo.co.id

LATAR BELAKANG

Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan meliputi infeksi mulai dari rongga hidung sampai dengan epiglottis

dan laring dengan gejala seperti demam, batuk, pilek, infeksi telinga (otitis media) serta radang tenggorokan (faringitis) akut. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)-merupakan salah satu penyakit pernapasan dimana penderita yang terkena serangan infeksi sangat menderita apalagi bila udara lembab, dingin atau cuaca terlalu panas.

Penyakit Infeksi SaluranPernapasan Akut (ISPA) ini dapat menyebabkan komplikasi jika dibiarkan dan tidak segera ditangani. (Mochtar,2008).

Salah satu penyakit yang sering di-derita oleh masyarakat terutama adalah In-feksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran per-napasan bagian bawah. Infeksi Saluran Per-napasan Akut (ISPA) adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di

(2)

e-ISSN: 2549-0273 (online) 67 negara maju (WHO, 2003). Infeksi Saluran

Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian yang paling banyak terjadi pada anak baik di negara maju ataupun negara berkembang. Penya-kit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ini menyebabkan 4 dari 15 juta perkiraan kematian pada anak berusia di bawah 5 tahun pada setiap tahunnya dan dua per tiga kematian tersebut adalah bayi (WHO, 2003).Penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula mem-beri kecacatan sampai pada masa dewasa, dimana ditemukan adanya hubungan ter-jadinya chronic obstructive

pulmo-nary disease (WHO, 2003).

Angka kejadian penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Indo-nesia masih tinggi, kasus kesakitan tiap tahun mencapai 260.000 kasus.Pada akhir tahun 2011, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) mencapai enam kasus di antara 1000 bayi dan balita. Tahun 2013 kasus kesakitan akibat Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) sebanyak lima dari 1000 balita, salah satu penyebab Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu rumah yang tidak sehat (Supraptini, 2014). Di Indonesia terjadi lima kasus diantara 1000 bayi atau balita, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) mengakibatkan 150,000 bayi atau balita meninggal tiap tahun atau 12,500 korban perbulan atau 416 kasus perhari, atau 17 anak perjam atau seorang bayi tiap lima menit (Siswono, 2007).

Menurut data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2014, di Indonesia rumah sehat dibagi menjadi tiga kategori yaitu kategori baik, kategori sedang dan kategori kurang.Persentase rumah sehat di Indonesia kategori baik mencapai 35.3%, kategori sedang 39.8% dan kategori kurang 24.9%. Target rumah sehat di Indonesia sebesar 80%, dari

kategori rumah sehat di atas tidak ada yang memenuhi target, sehingga rumah sehat di Indonesia belum tercapai (Depkes RI, 2014). Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SKDI) 2012-2013 dikatakan bahwa Angka Kematian Balita (AKBA) di Indonesia sekitar 35/1000 kela-hiran hidup. Sekitar 4 dari 15 juta perkiraan kematian pada anak berusia dibawah 5 tahun pada setiap tahunnya dan sebanyak 2/3 kematian tersebut adalah bayi.Pada laporan tahun 2005 sebanyak 22.30% bayi maupun balita meninggal karena Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).

Menurut data Riskesdas 2007, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupa-kan penyakit penyebab kematian kedua tertinggi pada balita. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh Infeksi Saluran Per-napasan Akut (ISPA) mencakup 20%- 30%, kematian terbesar umumnya adalah karena

pneumonia dikarenakan Infeksi Saluran

Pernapasan Akut (ISPA) yang tidak diobati dengan baik dan benar pada bayi berumur kurang dari 2 bulan (Kementerian Kese-hatan RI, 2011). Prevalensi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada bayi di Indo-nesia adalah 0.76% dengan rentang antar propinsi sebesar 0-13.2%.

Prevalensi tertinggi adalah propinsi Gorontalo (132%) dan Bali (12.9%), sedang-kan propinsi lainnya di bawah 10%. Tahun 2013, angka cakupan penemuan penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita sebesar 22.5% mengalami pe-ningkatan dibandingkan tahun 2012 se-besar 14.98%, namun angka ini masih jauh dari harapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yaitu sebesar 100%, yang kemung-kinan disebabkan karena jumlah penderita sasaran menggunakan angka perkiraan dari jumlah balita yang juga merupakan angka estimasi yang belum tentu kebenarannya (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur, 2014). Berdasarkan laporan tahun 2013

(3)

sebanyak 898 kasus yang didominasi pada umur 1 sampai 4 tahun dengan IR 1.99% dan tahun 2014 di UPTD Puskesmas Tiron terdapat 2529 kasus Infeksi Saluran Per-napasan Akut (ISPA) dari 1959 kunjungan pasien di dominasi pada golongan umur 1 sampai 59 bulan dengan Incidence Rate

(IR) sebesar 1.09% (Puskesmas Tiron, 2014).

Rumah yang luas ventilasinya tidak memenuhi syarat kesehatan akan me-mengaruhi kesehatan penghuni rumah, hal ini disebabkan karena proses pertukaran aliran udara dari luar ke dalam rumah tidak lancar, sehingga bakteri penyebab penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar. Ventilasi juga menyebabkan pe-ningkatan kelembaban ruangan karena ter-jadinya proses penguapan cairan dari kulit, oleh karena itu kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri penyebab pe-nyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).

Sanitasi rumah dan lingkungan erat kaitannya dengan angka kejadian penyakit menular, terutama Infeksi Saluran Perna-pasan Akut (ISPA) (Taylor, 2012). Beberapa hal yang dapat memengaruhi kejadian penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah kondisi fisik rumah, kebersi-han rumah, kepadatan penghuni dan pen-cemaran udara dalam rumah (Iswarini dan Wahyu, 2006). Selain itu faktor perilaku penghuni, ventilasi, suhu dan pencahayaan juga sangat memengaruhi (Ambarwati dan Dina, 2007).

Menurut Ranuh (2007), rumah yang jendelanya tidak memenuhi persyaratan menyebabkan pertukaran udara tidak da-pat berlangsung dengan baik, akibatnya asap dapur dan asap rokok dapat terkum-pul dalam rumah sehingga bayi dan anak yang sering menghisap asap tersebut di

da-lam rumah lebih mudah terserang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Rumah yang lembab dan basah karena banyak air yang terserap di dinding tembok dan ca-haya matahari pagi yang sulit masuk dalam rumah juga memudahkan penghuni rumah terserang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Berdasarkan hasil penelitian Yusup dan Sulistyorini (2005), diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara ven-tilasi, pencahayaan dan perilaku penghuni dengan kejadian Infeksi Saluran Perna-pasanAkut (ISPA). Risiko akan menjadi berlipat ganda pada balita yang daya tahan tubuhnya masih kurang sempurna (Muluki, 2004).

Banyak faktor yang mempengaruhi tingginya kejadian Infeksi Saluran Perna-pasan Akut (ISPA) pada balita diantaranya perumahan, sosial ekonomi dan perilaku sehat orang tua dalam mengasuh balita menuju kebutuhan pemeliharaan dan pera-watan anak agar kesehatannya selalu terpe-lihara, sehingga diharapkan menjadikan mereka anak-anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual. Penyakit In-feksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita dapat dicegah melalui pengadaan ru-mah yang sehat, perilaku sehat penghuni dan peningkatan gizi balita serta penga-suhan orang tua dalam meningkatkan kese-hatan bagi balita (Depkes, 2005).

Berdasarkan uraian dari hasil survei pendahuluan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara faktor sosial ekonomi dan rumah sehat dengan perilaku sehat orang tua balita penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Kabupaten Kediri.

SUBJEK DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian kuanti-tatif non eksperimen dengan pendekatan

(4)

e-ISSN: 2549-0273 (online) 69 rancangan penelitian case control

observa-sional non analitik. Penelitian ini menguji hubungan perilaku sehat orang tua balita penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dengan pendidikan, pendapatan, komponen rumah, sarana sanitasi dan pe-rilaku penghuni.Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Tiron Kabupaten Kediri Jawa Timur.Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan Juni–Juli 2016.

Populasi adalah balita dan orang tua balita sebanyak 100 subjek penelitian. Teknik sampling menggunakan fixed diseases sampling. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendidikan,

pendapat-an, komponen rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni sedangkan variabel ter-ikatnya adalah perilaku sehat orang tua balita penderita Infeksi Saluran Pernapa-san Akut (ISPA). Instrumen dalam pene-litian ini menggunakan kuesioner dan ana-lisis data menggunakan regresi logistik ganda.

HASIL

Penelitian dilakukan di wilayah kerja Pus-kesmas Tiron Kabupaten Kediri.Didapat-kan 100 subjek penelitian, 20 subjek pene-litian untuk kasus dan 80 subjek penepene-litian untuk kontrol.

Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian

Karakteristik Case Control

N (%) N (%) Pendidikan Tinggi 5 25 43 53.8 Rendah 15 75 37 46.2 Pendapatan Tinggi 5 25 42 52.5 Rendah 15 75 38 47.5 KomponenRumah Sehat 6 30 76 95 Tidak sehat 14 70 4 5 Sarana sanitasi Sehat 6 30 15 18.8 Tidak sehat 14 70 65 81.2 Perilaku penghuni Sehat 7 35 19 23.8 Tidak sehat 13 65 61 76.2

Berdasarkan hasil analisis multivariat re-gresi logistik pada tabel 3 diatas dijelaskan hubungan masing-masing variabel inde-penden dengan deinde-penden. Variabel pendi-dikan dapat dijelaskan bahwa secara sta-tistik nilai signifikan (p=0.001) artinya ter-dapat hubungan yang kuat antara pendi-dikan dan perilaku sehat orang tua balita penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), dan pengaruh tersebut secara sta-tistik signifikan. Semakin rendah

pendi-dikan seseorang memiliki resiko berperila-ku tidak baik 9.1 kali lebih tinggi daripada yang berpendidikan tinggi (OR=9.1; CI 95%=0.8 hingga 98.4; p=0.001). Variabel pendapatan dapat dijelaskan bahwa nilai (p=0.001) artinya terdapat pengaruh yang positif kuat antara pendapatan dan peri-laku sehat orang tua balita penderita In-feksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), dan pengaruh tersebut secara statistik signifi-kan. Semakin rendah pendapatan

(5)

sese-orang akan memiliki resiko berperilaku ti-dak baik 1.3 kali lebih tinggi daripada yang

berpendapatan tinggi (OR= 1.3; CI95%=0.1 hingga 14.2; p=0.001).

Tabel 2. Hasil analisis bivariat

Variabel Perilaku Sehat Orang Tua Balita OR p

Tidak Baik % Baik %

Pendidikan 21.8 0.001 Rendah 41 41 11 11 Tinggi 7 7 41 41 Pendapatan 11.7 0.001 Rendah 39 39 14 14 Tinggi 9 9 38 38 Komponen Rumah 4.9 0.005 Tidak Sehat 14 14 4 4 Sehat 34 34 48 48 Sarana Sanitasi 13.2 0.001 Tidak Sehat 46 46 33 33 Sehat 2 42 19 19 Perilaku Penghuni Tidak sehat 42 42 32 32 4.3 0.003 Sehat 6 6 20 20

Tabel 3. Hasil analisis regresi logistik ganda

Variabel OR Batas atas CI 95% Batas bawah p

Pendidikan 9.1 0.08 98.4 0.001 Pendapatan 1.3 0.1 14.2 0.001 Komponen rumah 4.0 0.5 27.7 0.005 Sarana sanitasi 6.9 1.1 41.9 0.001 Perilaku penghuni 8.9 1.6 48.7 0.003 N observasi 100 -2 Log Likelihood 80.0 Nagelkerke R square 59%

Variabel komponen rumah didapat-kan (p=0.005) yang artinya terdapat peng-aruh yang positif kuat antara komponen rumah dan perilaku sehat orang tua balita penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), dan pengaruh tersebut secara sta-tistik signifikan. Semakin tidak sehat kom-ponen rumah akan memiliki risiko berperi-laku tidak baik 4.0 kali lebih tinggi dari-pada komponen rumah yang sehat (OR= 4.0;CI 95%=0.5 hingga 27.7; p= 0.005). Variabel sarana sanitasi didapatkan nilai (p=0.001) artinya terdapat pengaruh yang positif kuat antara sarana sanitasi dan peri-laku sehat orang tua balita penderita

In-feksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), dan pengaruh tersebut secara statistik signi-fikan. Semakin tidak sehat sarana sanitasi akan memiliki resiko berperilaku tidak baik 6.9 kali lebih tinggi daripada sarana sanitasi yang sehat (OR = 6.9; CI 95% = 1.1 hingga 41.9; p=0.001).

Variabel perilaku penghuni didapat-kan (p=0.003) yang artinya terdapat peng-aruh yang positif kuat antara perilaku penghuni dan perilaku sehat orang tua balita penderita Infeksi Saluran Perna-pasan Akut (ISPA), dan pengaruh tersebut secara statistik signifikan. Semakin tidak sehat perilaku penghuni akan memiliki

(6)

e-ISSN: 2549-0273 (online) 71 resiko berperilaku tidak sehat 8.9 kali lebih

tinggi daripada perilaku penghuni yang sehat (OR = 8.9; CI 95% = 1.6 hingga 48.7; p=0.003).

PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang telah dilakukan nunjukkan bahwa tingkat pendidikan me-miliki hubungan dengan perilaku sehat orang tua balita penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) didapatkan dari data persentase subjek penelitian yang ber-perilaku tidak sehat dengan pendidikan rendah sebesar (41%) dan yang berpendi-dikan tinggi (7%). Sedangkan yang berperi-laku sehat dengan pendidikan rendah se-besar (11%) dan yang berpendidikan tinggi sebesar (41%). Berdasarkan hasil tersebut terdapat pola kecenderungan hubungan yaitu persentase pendidikan tinggi lebih rendah untuk memiliki perilaku sehat yang tidak baik daripada yang memiliki pendi-dikan rendah. Hasil uji statistik ini menun-jukkan ada hubungan positif antara tingkat pendidikan dengan perilaku sehat orang tua balita penderita Infeksi Saluran Perna-pasan Akut (ISPA) dan secara statistik signifikan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Imanda Amalia (2009). Pendidikan mempengaruhi seseorang dalam berperilaku sehat, pada penelitiannya di dapatkan subjek penelitian berpendidikan SLTA berperilaku sehat (20%) lebih banyak daripada subjek pene-litian yang berpendidikan SD/tidak sekolah (5%). Hal ini sesuai dengan penelitian Goodman (2001) bahwa seseorang yang berpendidikan tinggi dapat lebih meme-lihara tingkat kesehatannya daripada yang berpendidikan rendah. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi menjadikan subjek penelitian lebih berorientasi pada tindakan preventif, mengetahui lebih banyak tentang masalah kesehatan dan memiliki status

kesehatan yang lebih baik (Widyastuti, 2005). Pendidikan dapat meningkatkan kematangan intelektual seseorang. Kematangan intelektual ini berpengaruh pada wawasan, cara berfikir, baik dalam cara pengambilan keputusan maupun dalam pembuatan kebijakan. Semakin tinggi pendidikan formal, akan semakin baik pengetahuan tentang kesehatan (Hastono, 1997).

Subjek penelitian yang berperilaku tidak sehat dengan pendapatan rendah se-besar (39%) dan berpendapatan tinggi (9%). Sedangkan yang berperilaku sehat dengan pendapatan rendah sebesar (14%) dan yang berpendapatan tinggi sebesar (38%). Berdasarkan hasil tersebut terdapat pola kecenderungan hubungan yaitu per-sentase pendapatan tinggi lebih rendah untuk memiliki perilaku sehat yang tidak baik daripada yang memiliki pendapatan rendah. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan positif antara tingkat pendapa-tan dengan perilaku sehat orang tua balita penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan secara statistik signifikan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Imanda Amalia (2009).Pendapatan mempengaruhi seseorang dalam berperilaku sehat.Hasil penelitian diatas diketahui bahwa proporsi subjek penelitian yang berpendapatan rendah lebih banyak yang berperilaku kurang sehat (50%). Hasil penelitian ini mendukung penelitian Faturrahman dan Mollo (1995) bahwa tingkat pendapatan berkaitan dengan kemiskinan yang akan berpengaruh pada status kesehatan masya-rakat. Faktor-faktor lain yang mem-pengaruhi antara lain adalah jenis peker-jaan, pendidikan formal kepala keluarga, jumlah anggota keluarga dan lain-lain (Sumiarto, 1993). Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian Widoyono (2008) bahwa pendapatan merupakan salah satu

(7)

faktor yang memengaruhi tingkat wawasan masyarakat mengenai sanitasi lingkungan.

Dari hasil penelitian komponen rumah, didapatkan hasil persentase subjek penelitian yang berperilaku tidak sehat dengan komponen rumah tidak sehat se-besar (14%) dan komponen rumah yang sehat (34%). Sedangkan yang berperilaku sehat dengan komponen rumah tidak sehat sebesar (4%) dan dengan komponen rumah sehat sebesar (48%). Berdasarkan hasil tersebut terdapat pola kecenderungan hu-bungan yaitu persentase komponen rumah tidak sehat untuk memiliki perilaku sehat yang tidak baik daripada yang memiliki komponen rumah sehat. Hasil uji statistik ini menunjukkan ada hubungan positif an-tara komponen rumah dengan perilaku sehat orang tua balita penderita Infeksi Sa-luran Pernapasan Akut (ISPA) dan secara statistik signifikan

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Triska (2005). Komponen rumah memengaruhi seseorang dalam berperilaku sehat. Pene-litian di tiga lokasi yang berbeda ini men-dapatkan hasil yang sama untuk variabel kepadatan penghuni dan kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada anak Balita. Variabel kepadatan penghuni mem-berikan hasil yang signifikan untuk keja-dian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada anak balita dengan nilai p<0.05. Sebagian besar subjek penelitian tidak memenuhi syarat kepadatan peng-huni. Penyebab kondisi ini karena luas rumah tidak mencukupi untuk membuat kamar yang memenuhi syarat kesehatan. Kepadatan penghuni rumah dihubungkan dengan transmisi penyakit infeksi saluran pernafasan (Krieger dan Higgins, 2002).

Dari hasil penelitian sarana sanitasi, didapatkan hasil persentase subjek pene-litian yang berperilaku tidak sehat dengan sarana sanitasi tidak sehat sebesar 46

(46%) dan yang memiliki sarana sanitasi sehat 2 (2%). Sedangkan yang berperilaku sehat dengan sarana sanitasi sehat sebesar 19 (19%) dan yang memiliki sarana sanitasi tidak sehat sebesar 33 (33%). Berdasarkan hasil tersebut terdapat pola kecenderungan hubungan yaitu persentase sarana sanitasi tidak sehat untuk memiliki perilaku sehat yang tidak baik daripada yang memiliki sarana sanitasi sehat. Hasil uji statistik ini menunjukkan ada hubungan positif antara sarana sanitasi dengan perilaku sehat orang tua balita penderita Infeksi Saluran Perna-pasan Akut (ISPA) dan secara statistik signifikan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pe-nelitian yang dilakukan oleh Imanda Amalia (2009). Sarana sanitasi mempenga-ruhi seseorang dalam berperilaku sehat. Kondisi sanitasi lingkungan rumah subjek penelitian pada penelitian Triska belum dijaga dengan baik karena lantai rumah subjek penelitian yaitu 27 rumah (67.5%) dengan kondisi lantai kering serta kotor dan 13 rumah (32.5%) dengan kondisi lantai basah serta kotor. Sirkulasi udara rumah subjek penelitian juga belum opti-mal karena masih terdapat 21 rumah (52.5%) yang tidak membuka jendela setiap hari minimal 1 kali dipagi hari. Letak WC/ kakus di rumah subjek penelitian sebagian besar 32 rumah (80%) tidak terletak lebih dari 5 meter dari tempat pembuangan sehingga menimbulkan terkontaminasinya hidangan yang akan di makan oleh subjek penelitian dan keluarga. Kondisi ini diper-parah dengan masih terdapat 9 rumah (22.5%) yang tidak memiliki tempat pem-buangan sampah dan 8 rumah (20%) yang tidak memiliki tempat pembuangan limbah rumah tangga.

Selanjutnya dari hasil penelitian peri-laku penghuni, didapatkan hasil persentase subjek penelitian yang berperilaku tidak sehat dengan perilaku penghuni tidak sehat

(8)

e-ISSN: 2549-0273 (online) 73 sebesar (42%) dan yang memiliki perilaku

penghuni sehat (6%).Sedangkan yang ber-perilaku sehat dengan ber-perilaku penghuni tidak sehat sebesar (32%) dan yang peri-laku penghuni sehat sebesar 20 (20%). Berdasarkan hasil tersebut terdapat pola kecenderungan hubungan yaitu persentase perilaku penghuni tidak sehat untuk memiliki perilaku sehat yang tidak baik daripada yang memiliki perilaku penghuni sehat.Hasil uji statistik ini menunjukkan ada hubungan positif antara perilaku peng-huni dengan perilaku sehat orang tua balita penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan secara statistik signifikan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuli Trisnawati (2012). Perilaku penghuni mem-pengaruhi seseorang dalam berperilaku sehat. Kelompok kasus (penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut / ISPA) sebagian besar perilaku merokok orang tuanya dikategorikan berat (80.4%). Kelompok kontrol terdapat 39 balita (76.5%) dengan perilaku orangtua merokok kategori ringan. Hal ini menunjukan adanya kecenderungan orang tua dengan semakin berat perilaku merokok orangtua maka semakin besar potensi anak balitanya menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Hasil ini diperkuat dengan uji statistik yang di-peroleh nilai korelasi chi square diperoleh nilai p=0.001 <0.05 yang berarti ada hubungan antara perilaku merokok orang tua terhadap kejadian Infeksi Saluran Per-napasan Akut (ISPA) pada balita. Dengan nilai OR 13.32 berarti balita dengan orang tua perokok mempunyai resiko 13.325 kali terkena penyakit Infeksi Saluran Perna-pasan Akut (ISPA) daripada orang tua yang bukan perokok. Asap rokok dari orang tua atau penghuni rumah yang satu atap dengan balita merupakan bahan pencemar-an dalam rupencemar-ang tempat tinggal ypencemar-ang serius

serta akan menambah resiko kesakitan dari bahan toksik pada anak-anak.

Hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat pendidikan, pendapatan, komponen rumah, sarana sanitasi dan perilaku peng-huni yang diuji memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku sehat orang tua balita penderita Infeksi Saluran Per-napasan Akut (ISPA) dan diperoleh satu variabel yang memiliki hubungan paling signifikan terhadap perilaku sehat orang tua balita penderita Infeksi Saluran Per-napasan Akut (ISPA), yaitu pendidikan orang tua.

DAFTAR PUSTAKA

Handayani D (2008). Hubungan Antara Rt Sehat Dengan Kejadian Pnemonia Pada Balita. Univ Sebelas Maret. Indriyani WN (2008). Panduan Praktis

Mendidik Anak Cerdas Intlektual Dan Emosional. Yogyakarta: Logung Pustaka.

Isnawati (2006). Pengaruh Kondisi Lingku-ngan Fisik Rumah dan Perilaku Penduduk terhadap Kejadian Penya-kit ISPA pada Anak Balita: Studi di Desa Tual Kecamatan Kecil Kabupa-ten Maluku Tenggara. Skripsi. Sura-baya: Fakultas kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.

Marimbi H(2010). Tumbuh Kembang Status Gizi Dan Imunisasi Dasar Pada Balita. Yoogyakarta: Nuha Medika. Mochtar(2008).Infeksi Saluran Pernapasan

Akut (ISPA) dan penanggulanganya. Diakses dari: http://viethanurse.- wordpress/asuhan-keperawatan-anak-preschool-dengan-ispa.Diakses tanggal 5 Februari 2016.

Mukono HJ (2009). Prinsip Dasar Keseha-tan Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Press.

Muluki M (2004). Analisis faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya

(9)

penyakit ISPA di Puskesmas Palanro Kecamatan Mallusetasi Kabupaten Baru Tahun 2003.Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depar-temen Kesehatan.

Murti, B (1997). Prinsip Dan Metode Riset Epidemiologi, UGM:Yogyakarta. Oktaviana VA (2009). Hubungan Antara

Sanitasi Fisik Rumah dengan Keja-dian Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) pada Balita Di Desa Cepogo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyo-lali. (Online).http://etd.eprints.ums.-ac.id/5965/1/J410050018.PDF. Diakses 30 November 2012.

Ranuh IGN (2007). Masalah ISPA dan Kelangsungan Hidup Anak. Surabaya, Continuing Education. Ilmu Kese-hatan Anak.

Siswanto (2010).Infeksi Saluran Perna-pasan Akut. Terdapat pada http://prabu.wordpress.com/2009/0

1/04/infeksi-saluran-pernafasan-akutISPA. Diakses tanggal 15 Februari 2016.

Suparitni (2008). Gambaran Rumah Sehat di Indonesia.http://lib.atmajaya. ac.id /default.aspx?tabID=52&prang= Supartini. Diakses 15 Februari 2016. Taylor, Vicki (2012). Health Hardware for

Housing for Rural and Remote Indi-genous Communities. Australia: Cen-tral AusCen-tralian Division of General Practice.

Trisnawati (2012). Hubungan Perilaku Me-rokok orang tua dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja pus-kesmas tembang Kabupaten Purba-lingga: Purwokerto.

Winarni (2010). Hubungan antara Perilaku Merokok Orang Tua dan Anggota Keluarga yang Tinggal dalam Satu Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 6(1).

Gambar

Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian
Tabel 2. Hasil analisis bivariat

Referensi

Dokumen terkait

Uang pengganti sebagai pidana tambahan yang tidak dibayarkan dengan senjang waktu yang telah ditentukan, maka dapat dilakukan perampasan aset melalui putusan pengadilan

Sahabat MQ/ pembobolan Bank Cebtury Menjelang pemilu/ memiliki pola yang sama dengan pembobolan Bank lainnya menjelang pemilu// Pernyataan tersebut disampaikan

Organisme tanah yang lebih besar dapat memperbaiki struktur tanah dengan cara membuat saluran-saluran (lubang-lubang) di dalam tanah (contohnya lubang cacing), dan

Keamanan pada suatu jaringan sangat diutamakan, karena berfungsi untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Saat ini, telah

Selain itu, digunakan pula teori kreativitas sebagai pisau bedah untuk membahas proses penciptaan karya musik Youth kelompok musik Soloensis.. Buku Ilmu Bentuk

[r]

FMIPA USU, Bapak Dr. Kerista Sebayang M.S. Selaku Dekan FMIPA USU. Terima kasih kepada seluruh staff dan Dosen Program Studi D3 Statistika FMIPA. USU, Pegawai FMIPA USU,

Dari hasil analisis lingkungan internal SI/TI di Link Digital Recording dapat disimpulkan :.  Seluruh lokasi unit kerja di Link Digital Recording sudah terhubung kedalam