• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUBANG,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUBANG,"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG

PAJAK PENGAMBILAN SARANG BURUNG WALET

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUBANG ,

Menimbang : a. Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat (4) Undang-Undang N omor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang -Undang N omor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pemerintah kabupaten dapat menetapkan jenis pajak selain yang ditetapkan dalam pasal 2 ayat (2) Undang -Undang tersebut;

b. Bahwa potensi sarang burung walet di wilayah k abupaten Subang cukup memadai dan telah banyak diusahakan oleh masyarakat pemilik modal besar;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas perlu adanya pengaturan mengenai penguatan pajak pengambilan sarang burung walet, yang ditetapkan dengan peraturan daerah.

Mengingat : 1. Undang -Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2851);

2. Undang -Undang Nom or 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumbaer Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

3. Undang -Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang -U ndang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048); 4. Undang -Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

(Lembaran Negara Nomor 47 Tahun 1997, Tambahan Lembaran N egara Nomor 3686); 5. Undang - Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68 , Tambahan Lembaran Ne gara Republik Indonesia Nomor 36 99);

6. Undang -Undang N omor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3899);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 54 , Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

(2)

Negara RI Tahun 2001 N omor 119 , Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139); 10. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Subang Nomor 09 Tahun 1986 tentang

Penunjukan PP NS yang M elakukan Penyidikan Terhadap Pelanggaran Peraturan Daerah yang M emuat Ketentuan Pidana;

11. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Subang Nomor 07 Tahun 1987 tentang Kebersihan, Keindahan dan Ketertiban di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Subang sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1996 tentang Perubahan K esatu Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Subang Nomor 0 7 Tahun 1987 tentang Kebersihan, Keindahan dan Ketertiban di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Subang;

12. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Subang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Penagihan Pajak dan Retribusi Daerah dengan Surat Paksa.

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SUBANG M E M U T U S K A N :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG TENTANG PAJAK PENGAMBILAN SARANG BURUNG WALET

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Daerah adalah Kabupaten Subang;

b. Pemerintah Kabupaten adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai eksekutif daerah;

c. Kepala Daerah adalah Bupati Subang;

d. Dinas adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Subang;

e. Sarang burung walet adalah sarang burung walet baik yang alamiah maupun yang dibudidayakan.

f. Swasta adalah perorangan atau badan hukum / badan usaha yang mengusahakan sarang burung walet seba gai salah satu mata penc aharian;

(3)

mahluk hidup termasu k didalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya; i. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan Sumber Daya Alam yang

menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan bagi sumber daya yang terbaharui menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas serta nilai keanekaragamannya;

j. Kas daerah adalah kas pemerintah kabupaten pada Bank Jabar Cabang Subang; k. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang d aerah yang selanjutnya disingkat SPPT adalah

Surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah;

l. Surat Setoran Pajak D aerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas daerah atau tempat lain yang ditetapkan oleh kepala daerah; m. Surat Ketetapan Pajak D aerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB

adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar;

n. Surat K etetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah surat keputusan yang menentukan jumlah tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan;

o. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharunya terutang;

p. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;

q. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.

BAB II

NAMA OBJEK, SUBJEK DAN WAJIB PAJAK

Pasal 2

(4)

bangunan milik swasta maupun di alam / bangunan milik pemerintah / daerah dan atau penguasaan Badan Usaha Milik Negara / Daerah;

(3) Subjek Pajak adalah setiap orang atau badan usaha / badan hukum yang mengusahakan sarang burung walet;

(4) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang melaksanakan pengambilan dan atau penjualan sarang burung walet.

BAB III

DASAR PENGENAAN PUNGUTAN DAN TARIF PAJAK

Pasal 3

(1) Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual sarang burung walet.

(2) Nilai jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dihitung dengan cara mengalikan hasil produksi dengan harga pasar / harga standar yang berlaku.

Pasal 4 Tarif pajak ditetapkan sebagai berikut :

(1) Sebesar 25% (duapuluh lima perseratus) dari hasil bruto untuk setiap kali pengambilan bagi s arang burung walet yang diusahakan pada bangunan alam / pemerintah / daerah dan atau dalam pengusahaan badan usaha milik negara / daerah. (2) Sebesar 20% (duapuluh perseratus) dari hasil bruto untuk satu kali pengambilan bagi

sarang burung walet yang diusahakan pada bangunan-bangunan swasta.

BAB IV

PENGUKUHAN WAJIB PAJAK

Pasal 5

(1) Wajib Pajak, wajib mendaftarkan usahanya kepada dinas dalam jangka waktu selambat -lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum dimulainya kegiatan usahanya untuk dikukuhkan dan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah.

(2) Apabila W ajib Pajak tidak mendaf tarkan usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , Kepala Dinas menetapkan secara jabatan.

(3) Tata cara pendaftaran dan pengukuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Bupati.

(5)

WILAYAH PEMUNGUTAN DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK

Pasal 6

(1) Wilayah pemungutan pajak yang terutang meliputi seluruh wilayah daerah.

(2) Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dengan dasar pengenaan sebagaimana dimaksud dalam pas al 3.

BAB VI

MASA PAJAK, SAAT PAJAK T ERUTANG DAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH

Pasal 7

Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) tahun takwim.

Pasal 8

Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat kegiatan pengambilan sarang burung walet dan atau penjualan hasil usaha sarang burung walet.

Pasal 9 (1) Setiap wajib pajak wajib mengisi SPTPD.

(2) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya.

(3) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaikan kepada Kepala Daerah selambat -lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak.

(4) Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh Kepala Daerah.

BAB VII

TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENET APAN PAJAK

Pasal 10

(1) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1), Kepala Daerah menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan SKPD.

(2) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak atau kurang bayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi

(6)

menerbitkan STPD dengan jangka waktu paling lama 24 ( duapuluh empat) bulan.

Pasal 11

(1) Wajib Pajak yang membayar sendiri SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1) digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak sendiri yang terutang.

(2) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Kepala Daerah dapat menerbitkan :

a. SKPDKB b. SKPDKBT c. SKPDN

(3) SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a pasal ini diterbitkan :

a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau pembayarannya kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua pe rseratus) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (duapuluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak;

b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur se cara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua perseratus) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak;

c. Apabila ke wajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan dan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua perseratus) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.

(4) SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b pasal ini diterbitkan apabila ditemukan data baru atau d ata yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus perseratus) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

(5) SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c pasal ini diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

(6) Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b pasal ini tidak atau tidak

(7)

(dua perseratus) sebulan.

(7) Penambahan jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud ayat (4) pasal ini tidak dikenakan pada W ajib Pajak apabila yang bersangkutan melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

BAB VIII

TATA CARA PEMBAYRAN

Pasal 12

(1) Pembayaran pajak dilakukan di kas daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD.

(2) Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke kas daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh kepala daerah.

(3) Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan menggunakan SSPD.

Pasal 13

(1) Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau dibayar lunas.

(2) Kepala Daerah dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan.

(3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini, harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua perseratus) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.

(4) Kepala Daerah dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak unuk menunda pembayaran pajak, sampai batas waktu yang ditentukan, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua perseratus) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.

(5) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) ditetapkan oleh K epala Daerah.

Pasal 14

(8)

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini ditetapkan oleh Kepala Daerah .

BAB IX

TATA CARA PENAGIHAN PAJAK

Pasal 15

(1) Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.

(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan a tau surat lain yang sejenis, wajib pajak harus melunasi pajak yang terutang.

(3) Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluark an oleh pejabat yang ditunjuk.

Pasal 16

(1) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran , Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan surat paksa.

(2) Pejabat yang ditunjuk menerbitkan Surat Paksa segera setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.

Pasal 17

Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2x24 jam sesudah tanggal pemberitahuan Surat Paksa, pejabat yang ditunjuk segera menerbitkan Surat Perintah M elaksanakan Penyitaan.

Pasal 18

Setelah dilakukan penyitaan dan W ajib Pajak belum juga melunasi utang pajaknya setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, pejabat yang ditunjuk mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara.

Pasal 19

Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan lelang, J uru Si ta memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada W ajib Pajak.

(9)

Bentuk, jenis, dan isi formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan pajak daerah ditetapkan oleh K epala Daerah.

BAB X

PENGUR ANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK

Pasal 21

(1) Kepala Daerah berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak.

(2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini ditetapkan oleh Kepala Daerah.

BAB XI

TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN ADMINISTRASI

Pasal 22

(1) Kepala Daerah karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat :

a. Membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan p eraturan perundang -undangan perpajakan daerah;

b. Membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar ;

c. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kehilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.

(2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengur angan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini harus disampaikan secara tertulis oleh W ajib Pajak kepada Kepala Daerah, selambat -lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SKPD, SKPDKB, SKPSKBT atau STPD dengan memberikan alasan yang jelas.

(3) Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah, paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah harus memberikan keputusan.

(10)

administrasi dianggap dikabulkan.

BAB VII

KEBERATAN DAN BANDING

Pasal 23

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atas suatu : a. SKPD;

b. SKPDKB; c. SKPDKBT; d. SKPDLB; e. SKPDN;

(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini harus disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB dan SKPDN diterima oleh Wajib Pajak, kecuali apabila W ajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadan diluar kekuasaannya.

(3) Kep ala Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah memberikan keputusan.

(4) Apabila telah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kepala D aerah tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan.

(5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini tidak menunda kewajiban membayar pajak.

Pasal 24

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada badan penyelesaian sengketa pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan.

(2) Pengajuan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak.

Pasal 25

Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 atau banding sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan berupa bunga sebesar 2%

(11)

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

Pasal 26

(1) Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah secara tertulis dan menyebutkan sekurang-kurangnya :

a. Nama dan alamat W ajib Pajak; b. Masa pajak;

c. Besarnya kelebihan pembayaran pajak; d. Alasan yang jelas.

(2) Kepala D aerah atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah memberikan keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini dilampaui

Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk tidak/belum memberikan keputusan, permohonan pengambilan kelebihan pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud.

(5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah M embayar Kelebihan Pajak (SPMKP).

(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua perseratus) sebulan atas keterlambatan kelebihan pembayaran pajak.

Pasal 27

Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan uang pajak lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (4), pembayarannya dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan bukti pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.

(12)

KADALUARSA

Pasal 28

(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila W ajib Pajak melakukan tindak pidana dibidang perpajakan daerah.

(2) Kadaluarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini tertangguhkan apabila :

a. Diterbitkan surat teguran dan surat aksa atau;

b. Ada pengakuan utang pajak dari W ajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung.

BAB XV PERIZINAN

Pasal 29

(1) Setiap pengusaha / pemilik Sarang Burung Walet diwajibkan memiliki surat izin Bupati.

(2) Permohonan izin diajukan kepada Bupati melalui Dinas Pendapatan Daerah atau unit kerja lain yang ditunjuk oleh Bupati.

(3) Tata cara memperoleh surat izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) p asal ini diatur lebih lanjut oleh Bupati.

(4) Pengurusan surat izin sebagaimana tersebut dalam ayat (1), (2) dan (3) pasal ini tidak dikenakan biaya.

(5) Bupati dapat menghentikan kegiatan pengusahaan Sarang Burung Walet apabila : a. Tidak memiliki surat izin yang berlaku sesuai dengan ketentuan;

b. Tidak membayar pajak yang menjadi kewajibannya; c. Tidak memberikan data dengan benar;

d. Pelanggaran lainnya.

BAB XVI

KETENTUAN PIDANA

Pasal 30

(13)

paling lama 6 (enam) bulan dan atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang.

(2) Wajib Pajak yang sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar / sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang.

(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) pasal ini merupakan penerimaan daerah.

Pasal 31

Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1) dan (2) tidak dituntut setelah dilampaui jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak atau berakhirnya bagian tahun pajak atau berakhirnya tahun pajak.

BAB XVII PENYIDIKAN

Pasal 32

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan pemerintah daerah diberi we wenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :

a. Menerima laporan ata u pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan

pmeriksaan;

c. Menyuruh berhenti seeorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

d. Melakukan penyitaan benda dan atau surat; e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

f. Mengambil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan seseorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan tersangka;

(14)

memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya ;

i. Mengad akan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberikan surat pemberitahuan

dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui penyidikan Polisi Negara RI, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang -Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

BAB XVIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 33

Hal -hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan D aerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya, akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah.

Pasal 34

Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tangal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Daerah Kabupaten Subang.

Ditetapkan di S u b a n g Pada tanggal 20 M aret 2002

BUPATI SUBANG

(15)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR : 3

TENTANG

PAJAK PENGAMBILAN SARANG BURUNG WALET

PENJELASAN UMUM :

Peratura n Daerah ini merupakan Peraturan D aerah baru sebagai pengganti Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Subang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Pajak Pengambilan Sarang Burung W alet .

Dilakukannya penyusunan kembali Peraturan Daerah tentang Pajak Pengambilan Sarang Burung Walet ini selain karena materi dan redaksi dalam Peraturan Daerah yang lama sudah tidak sesuai dengan perkembangan perekonomian dewasa ini, juga materi pe raturan lama belum mengatur tentang ketentuan perijinan yang pada kenyatannya sarang burung walet cenderung sebagai usaha budidaya karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, sehingga pengusaha tersebut lebih banyak berada pada bangunan -bangunan milik swasta.

Selain penjelasan tersebut di atas dicantumkan adanya pedoman mengenai tata cara pengambilan sarang burung walet (panen), yang sebelumnya harus diketahui oleh petugas pajak sehingga produksinya dapat diketahui secara pasti.

Selanjutnya Peraturan Daerah juga memberikan perlindungan terhadap pelestarian kelangsungan hidup burung walet, sementara pengusahanya dipersyaratkan agar tidak mengganggu lingkungan. Dalam Peraturan Daerah ini juga dicantumkan ketentuan sanksi pidana terhadap pelanggaran pasal-pasal yang tercantum didalamnya.

PENJELASAN PASAL DEMI PASAL : Pasal 1

Cukup jelas Pasal 2

(1) Cukup jelas

(2) Setiap subjek hukum orang atau badan hukum yang mengusahakan atau mengambil keuntungan dari sarang burung walet yang berada di gua -gua / alam, bangunan -bangunan, tanah milik pemerintah / daerah dan atau Badan Usaha Milik Negara / Daerah, terlebih dahulu harus meminta rekomendasi dari instansi yang bersangkutan sebelum mengajukan ijin kepada Kepala Daerah.

(3) Ijin untuk pengelolaan sarang burung walet dipungut retribusi yang mengacu pada Peraturan Daerah tentang Ijin Undang -Undang Gangguan (HO) dan Ijin Tempat Usaha di Wilayah Kabupaten Subang.

(16)

usaha yang bersifat komersil sehingga pengusahaannya dapat mengganggu lingkungan, sehingga berlaku persyaratan yang tercantum dalam peraturan Daerah tentang Ijin Undang - Undang Gangguan .

Pasal 3 (1) Cukup jelas (2) Cukup jelas Pasal 4 (1) Cukup jelas (2) Cukup jelas (3) Cukup jelas (4) Cukup jelas Psal 5 a. Cukup jelas b. Cukup jelas Pasal 6 (1) Cukup jelas (2) Cukup jelas (3) Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 (1) Cukup jelas (2) Cukup jelas Pasal 9

(1) Surat Ketetapan Pajak ad alah surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Daerah tingkat II Subang, berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT) yang diterima dari Wajib Pajak.

Selanjutnya untuk pelaksanaan Pasal ini berlaku ketentuan tentang manual Pend apatan Daerah.

(17)

Pasal 10 Cukup Jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 (1) Cukup jelas (2) Cukup jelas Pasal 13 (1) Cukup jelas (2) Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16

Pengaturan mengenai pelaksanaan pemungutan dan pembentukan Asosiasi Pengusaha Sarang Burung Walet akan diatur oleh Kepala Daerah.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 06

Referensi

Dokumen terkait

Belum diketahui secara jelas dampak stroke pada fungsi kognitif melalui faktor-faktor vaskuler yang langsung menyebabkan perubahan patologis otak yang berhubungan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh penggunaan kostum dan properti terhadap kemampuan bermain peran siswa kelas XI SMA Negeri 2 Malang pada aspek

Gagasan tertulis : Metode penulisan menyajikan langkah-langkah/prosedur yang benar yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah yang menguraikan secara cermat cara /

Pada tahun lalu perseroan juga melakukan percepatan pembayaran utang bank sehingga membuat total utang menurun menjadi Rp 700 miliar untuk tahun buku 2014, menurun dibanding Rp

Titik katode ini, yang mempunyai pemusatan arus yang intens, akan membongkar lapisan film oksida dengan cara peleburan dan penguapan, dan elektron diemisikan (dipancarkan) ke

Pemerintah melalui BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) sudah memiliki peraturan standar penilaian buku ajar, sehingga buku – buku yang beredar seharusnya

Oleh karena itu disarankan pembelajaran daring sebaiknya diselenggarakan dalam waktu tidak lama mengingat mahasiswa sulit mempertahankan konsentrasinya apabila

kenapa tahun 2020 lalu tiba-tiba kabupaten malang terbebas dari bencana kekeringan.. ”Periode hujan di tahun 2020 lebih panjang dan datang lebih awal, makanya tidak ada