• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENENTUAN PARAMETER KRITIS

Pada tahap ini bertujuan untuk menentukan parameter mutu kritis yang cenderung berpengaruh terhadap umur simpan orange emulsion flavor. Sebelum penyimpanan, dilakukan pengukuran nilai mutu awal dari produk orange emulsion flavor. Selain itu, orange emulsion flavor yang sudah kadaluarsa juga diukur dan dianalisis. Kemudian hasil analisis tersebut dibandingkan dengan nilai standar yang berlaku di PT. Firmenich Indonesia. Dari hasil yang sudah dibandingkan dengan standar akan diperoleh parameter mutu kritis.. Adapun hasil dari pengukuran mutu awal dan kadaluarsa produk orange emulsion flavor dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai mutu awal dan kadaluarsa produk orange emulsion flavor Parameter Hasil Analisis

(Produk Awal)

Hasil Analisis (Produk kadaluarsa) Standar pH 3,71 3,91 3,2-4,2 Spesific Gravity 1,0890 1,094 1,086-1,096 Refraction Index 1,3892 1,3893 1,384-1,390 Ukuran Partikel 0,273 0,712 0,5 µm

Warna Orange Orange (sedikit gelap dan terdapat endapan)

Orange

Aroma Aroma jeruk Aroma jeruk tengik (seperti vit.c yang sudah

lama) Aroma jeruk TPC (Total Plate Count) - (tidak diuji) - (tidak Diuji) 1 CFU

Berdasarkan hasil pengukuran dan perbandingan maka diperoleh parameter mutu kritis yaitu ukuran partikel, aroma, warna dan uji TPC. Untuk parameter lainnya seperti spesific gravity, refractive index, dan pH tidak termasuk kedalam parameter mutu kritis, hal ini disebabkan karena nilai pada parameter tersebut relatif stabil. Sedangkan pada parameter ukuran partikel mengalami peningkatan ukuran yang hampir mendekati 1 µm, pada parameter warna terdapat endapan yang cukup banyak, dan pada parameter aroma terjadi off flavor.

1. Ukuran Partikel

Analisis ukuran partikel dilakukan dengan menggunakan particle size analyzer (PSA) yang bekerja berdasarkan prinsip Laser Diffraction (LAS). Metode ini dinilai lebih akurat bila dibandingkan dengan metode analisa gambar maupun metode ayakan (sieve

(2)

37

analyses), terutama untuk sample-sampel dalam orde nanometer maupun submikron yang biasanya memliki kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan partikel didispersikan ke dalam media sehingga partikel tidak saling beraglomerasi (menggumpal). Dengan demikian ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle. Selain itu hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga hasil pengukuran dapat diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi sampel.

Ukuran partikel merupakan salah satu parameter yang terpenting dalam sistem emulsi, selain itu ukuran partikel merupakan parameter kunci untuk mendeteksi waktu proses ketidakstabilan sistem emulsi. Semakin besar ukuran partikel maka semakin rentan terjadi destabilisasi. Dari parameter ini mekanisme ketidakstabilan dapat diprediksi, koalesen akan terjadi jika konsentrasi droplet tinggi (diatas 10 sampai 50 persen), flokulasi dapat terjadi pada konsentrasi rendah dan droplet berukuran kecil (di bawah 5 persen dan 1 m). Sedangkan kriming dapat terjadi bila ukuran droplet cukup besar dan dalam konsentrasi relatif rendah (Andarwulan dan Adawiyah, 1992)

Menurut Andarwulan dan Adawiyah (1992) ketidakstabilan dalam sistem emulsi disebabkan oleh satu atau lebih mekanisme seperti sedimentasi atau creaming, flokulasi dan koalesen.

a. Sedimentasi /creaming

Sedimentasi atau creaming dapat terjadi karena adanya aksi dari gaya gravitasi pada fasa yang berbeda densitasnya. Kecepatan pembentukan krim mengikuti hukum Stokes sebagai berikut:

Keterangan : V= Kecepatan globula r = jari-jari globula g = gaya gravitasi

p = perbedaan densitas antara 2 fasa u = viskositas fasa kontinyu/pendispersi

Hukum Stokes mengasumsikan bahwa terjadinya pengendapan partikel tidak dipengaruhi oleh adanya partikel lain. Penurunan pengendapan dalam konsentrasi yang tinggi digambarkan dengan istilah “pengendapan terentang’ dan konsentrasi dalam jumlah yang besar memiliki peranan penting dalam penurunan pengendapan (Bergenstahl, 1992).

b. Flokulasi

Flokulasi merupakan mekanisme kedua destabilisasi emulsi. Flokulasi terbentuk karena globula lemak lebih suka bergerak membentuk grup atau globula

(3)

38

yang lebih besar daripada bergerak individual. Tanpa adanya proses homogenisasi maka sistem emulsi akan cenderung berflokulasi. Hal ini menyebabkan meningkatkan kecepatan kriming. Flokulasi tidak disebabkan oleh adanya lapisan interfasial atau perubahan ukuran globula, tetapi karena adanya muatan elektrostatik.

c. Koalesen

Koalesen merupakan mekanisme ketiga dari bentuk destabilisasi terpenting pada sistem emulsi. Koalesen dipengaruhi oleh lapisan interfasial yang menyebabkan terjadinya pembentukan globula individual. Menurut Bergenstahl (1992) koalesen terjadi atas beberapa tahap, diantaranya :

i. Konsentrasi emulsi (lapisan krim emulsi lebih cair) berubah secara perlahan menjadi lebih padat melalui proses konsolidasi frekuensi interaksi antar droplet yang semakin meningkat.

ii. Lapisan tipis yang terbentuk berada di antara droplet-droplet. Tingkat dari proses drainase menentukan seberapa cepat lapisan menjadi lebih tebal. . iii. Pada tahap ini terjadi proses acak dan pecahnya lapisan. Terjadinya proses

acak ini ditentukan dari ketebalan lapisan. Dalam tahap ini diharapkan titik kritis lapisan dapat ditentukan.

iv. Tahap terakhir adalah penggabungan droplet.

Gambar 11. Jenis kerusakan pada sistem emulsi

Menurut Raharjo (2006) ukuran diameter droplet minyak dalam sistem emulsi pada makanan dan minuman bisa berkisar antara 0,1 sampai dengan 100 m. perbedaan ukuran diameter droplet berpengaruh pada stabilitas oksidatif dalam sistem emulsi. Oksidasi lemak dalam sistem emulsi dipicu oleh reaksi oksidasi yang terjadi di permukaan globula atau lapisan antar muka. Namun demikian pengaruh ukuran globula terhadap laju oksidasi lemak juga ditentukan oleh konsentrasi zat-zat reaktif yang bersifat prooksidan. Jika jumlah pro-oksidan ini berlebihan maka memperkecil ukuran globula akan menyebabkan senyawa pro-oksidan lebih banyak menduduki lapisan antar muka. Hal tersebut sudah dilaporkan juga oleh Roozen

et al. (1994) yang menyatakan bahwa laju reaksi oksidasi pada emulsi tidak selalu dipengaruhi oleh ukuran globula minyak.

Kondisi fisik dari globula minyak dalam emulsi O/W juga bisa mempengaruhi laju reaksi oksidasi lemak. Kondisi globula minyak pada kebanyakan makanan beremulsi pada suhu

(4)

39

ruang biasanya berwujud cair. Jika didinginkan dalam refrigerator maka sebagian atau seluruh minyak tersebut akan memadat. Lemak dalam kondisi padat mengalami reaksi oksidasi dengan laju yang lebih lambat dibandingkan minyak dalam kondisi cair (Raharjo, 2006).

2. Aroma

Off flavor terdeteksi semakin kuat dengan semakin lamanya penyimpanan. Begitu pula dengan suhu penyimpanan, maka semakin tinggi suhu penyimpanan off flavor terdeteksi semakin kuat. Terjadinya off flavor dapat dikarenakan reaksi oksidasi pada produk yang dapat menyebabkan ketengikan. Reaksi oksidasi dapat dipercepat dengan adanya panas (Ketaren, 2008) sehingga semakin tinggi suhu off flavor terdeteksi semakin kuat (sangat berbeda dengan kontrol) yang ditunjukkan dengan skor aroma yang semakin rendah.

Produk oksidasi lemak dan hasil degradasinya dalam sistem emulsi akan terdistribusi dalam fase minyak, fase air, dan headspace. Hal ini secara langsung berpengaruh terhadap persepsi flavor dari produk makanan yang berupa emulsi (McClements,1999). Menurut Raharjo (2006) Intensitas aroma pada sistem emulsi dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi molekul senyawa volatile di dalam headspace. Senyawa hasil degradasi peroksida lemak cenderung lebih larut dalam fase minyak dari pada dalam fase air. Selain itu, perbedaan ukuran diameter globula minyak juga berpengaruh pada stabilitas oksidatif dalam emulsi (Gohtani et al, 1999). Oksidasi lemak dalam emulsi dipicu oleh reaksi oksidasi yang terjadi di permukaan globula atau lapisan antar muka (McClements,1999).

Menurut Raharjo (2006) struktur kimia dari lipida itu sendiri yang menjadi salah satu faktor utama yang menentukan terjadinya oksidasi lemak pada sistem emulsi. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya oksidasi dalam sistem emulsi yaitu, memilih lemak dengan ikatan rangkap sedikit atau tidak ada ikatan rangkapnya. Selain memilih lemak tepat, konsentrasi oksigen juga perlu diperhatikan. Oksidasi lemak melibatkan reaksi antara oksigen dan asam lemak tidak jenuh. Kelarutan oksigen tiga kali lebih tinggi pada sistem minyak dari pada dalam air (Ke and Ackman, 1973, dalam Raharjo 2006).

3. Warna

Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor, cita rasa, tekstur, dan nilai gizinya, juga sifat mikrobiologis. Tetapi, sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata. Pewarna pangan diklasifikasikan berdasarkan asalnya, yaitu pewarna alami, identik alami, dan sintetik (Lopez dan Vargas dalam Mulyono dan Wijaya, 2009)

Dalam produk orange emulsion flavor pewarna yang digunakan adalah pewarna sintetik. Pewarna sintetik banyak digunakan dalam industri pangan karena pewarna alami memiliki banyak kekurangan, misalnya konsentrasinya yang kurang pekat, stabilitasnya yang

(5)

40

kurang baik dan harganya yang relatif mahal (Winarno, 2002). Menurut Lopez dan Vargas dalam Mulyono dan Wijaya (2009) pewarna sintetik dapat digolongkan berdasarkan struktur molekulnya, menjadi golongan azo, golongan triarilmetana, golongan quinolin, antraquinon, dan fenol. Untuk mengahasilkan tampilan warna yang lebih beragam, dapat dilakukan pencampuran beberapa pewarna (Mulyono dan Wijaya, 2009). Contoh tampilan warna pada beberapa pewarna sintetis dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Contoh tampilan warna pada beberapa pewarna sintetis. Sumber: Mulyono dan Wijaya 2009.

Warna sampel menjadi semakin gelap seiring dengan tingginya suhu penyimpanan. Terjadi perubahan warna menjadi lebih gelap atau agak kemerah-merahan disebabkan oleh kelarutan yang mulai berkurang seiring dengan meningkatnya suhu.

Pewarna yang terdapat dalam orange emulsion flavor adalah pewarna sintetis yaitu Tatrazine dan Sunset Yellow. Kedua pewarna ini memiliki karakterisrik yang tidak berbeda jauh. Menurut Reineccius (1994) Tartrazine berbentuk bubuk berwarna kuning jingga, mudah larut dalam air pada suhu 19 °C - 25 °C, sedikit larut dalam alcohol 95 % dan mudah larut dalam gliserol dan glikol, Tahan terhadap asam asetat, HCl, NaOH 10%. NaOH 30% merubah warna menjadi kemerah-merahan. Sedangkan Sunset yellow termasuk golongan monoazo, berbentuk bubuk berwarna jingga, sangat mudah larut dalam air, dan menghasilkan larutan jingga kekuningan. Sedikit larut dalam alkohol 95% dan mudah larut dalam glikol dan gliserol. Ketahanan terhadap oksidator hampir sama dengan Tarzazine, sedangkan ketahanan terhadap FeSO4 lebih rendah. Pemakaian alat-alat yang menyebabkan warna larutan zat warna menjadi coklat gelap dan keruh. Dengan Al, warna larutan hanya sedikit berubah menjadi kemerahan.

Kemungkinan terjadinya perubahan warna disebabkan oleh penyimpanan pada suhu tinggi sehingga kelarutannya berkurang dan dapat menyebabkan pengendapan pada waktu yang lama. Perbandingan warna sampel terdapat pada Gambar 11.

(6)

41

Gambar 13. Perbandingan warna sampel pada produk awal dan produk kadaluarsa B. ANALISIS UMUR SIMPAN

1. Penentuan Ordo Reaksi

Laju perubahan mutu setiap parameter pada produk orange emulsion flavor dapat berbeda-beda. Jika laju kerusakan parameter tersebut terjadi secara konstan atau linier maka mengikuti ordo reaksi nol, sedangkan jika laju kerusakan parameter tersebut terjadi secara exponensial atau logaritmik maka mengiuti ordo reaksi satu (Labuza, 1982).

Tabel 3. Nilai koefisien determinasi (R2) dari grafik penurunan mutu menurut ordo

reaksi 0 dan ordo reaksi 1. Parameter suhu penyimpanan

(C)

R2 Ordo reaksi yang

dipilih ordo reaksi 0 ordo reaksi 1

Ukuran partikel 20 0,974 0,973 0 25 0,734 0,744 30 0,749 0,737 35 0,806 0,799 warna 20 0,962 0,973 1 25 0,945 0,949 30 0,868 0,872 35 0,808 0,852 Aroma 20 0,578 0,57 1 25 0,839 0,843

30

0,915

0,939

35

0,708

0,746

Pemilihan ordo reaksi yang sesuai dapat dilakukan dengan memplotkan nilai mutu masing-masing parameter setiap minggunya mengikuti ordo reaksi nol ataupun ordo reaksi satu. Ordo reaksi yang terpilih adalah ordo reaksi yang mempunyai nilai koefisien korelasi (R2) yang lebih besar (Arpah, 2001). Ordo reaksi yang sesuai bagi setiap parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Berdasarkan hasil pengolahan data, ordo reaksi yang digunakan dalam parameter ukuran partikel adalah ordo reaksi 0. Sedangkan pada parameter warna dan aroma menggunakan ordo reaksi 1.

(7)

42

2. Pendugaan Umur Simpan berdasarkan Beberapa Parameter Mutu

Pendugaan umur simpan dilakukan dengan metode ASLT dengan pendekatan Arrhenius. Produk disimpan dalam kondisi suhu yang berbeda yaitu 20°C, 25°C, 30°C dan 35°C selama 28 hari. Pengamatan dilakukan setiap tujuh hari untuk masing-masing suhu penyimpanan. Parameter yang diamati setiap minggunya adalah aroma, warna, ukuran partikel, dan total mikroba (TPC).

Uji organoleptik yang digunakan adalah Uji Beda Dari Kontrol, dengan menggunakan 8 panelis terlatih. Panelis yang digunakan berasal dari PT. Firmenich Indonesia dan mahasiswa/mahasiswi Ilmu dan Teknologi Pangan yang sebelumnya telah diberi pengatahuan tentang produk yang akan diuji. Skala penilaian yang digunakan dalam uji sensori atribut aroma dimulai dari angka 1 sampai dengan angka 7. Sedangkan untuk uji sensori atribut warna dimulai dari angka 1 sampai dengan angka 6. Kuesioner Uji Beda Dari Kontrol untuk atribut aroma dapat dilihat pada Lampiran 4 dan kuesioner Uji Beda Dari Kontrol untuk atribut warna dapat dilihat pada Lampiran 5. Batas kritis untuk atribut aroma adalah nilai penerimaan dengan skala 3 sedangkan pada atribut warna batas kritis yang ditetapkan adalah skala 2. Data Uji sensori untuk atribut warna dan aroma, ukuran partikel dan uji TPC dapat dilihat pada Lampiran 7, 8, 9, dan 10.

a). Ukuran Partikel Orange Emulsion Flavor

Analisis ukuran partikel dilakukan setiap minggu pada produk yang telah disimpan di dalam tempat penyimpanan yang berbedasuhunya, yaitu 20°C, 25°C, 30°C dan 35°C. Penyimpanan pada keempat suhu ini diharapkan dapat mempercepat terjadinya kerusakan pada produk sehingga umur simpan dapat ditentukan.

Data ukuran partikel yang diperoleh dari pengukuran orange emulsion flavor setiap minggunya, kemudian di plotkan ke dalam ordo 0 dan ordo 1. Pada ordo 0, data ukuran partikel (sumbu- Y) diplotkan terhadap waktu penyimpanan (sumbu-x), sedangkan pada ordo 1 yang diplotkan ke dalam sumbu-Y adalah bentuk ln ukuran partikel. Berdasarkan hasil perhitungan, maka nilai korelasi pada ordo nol lebih besar dibandingkan dengan nilai korelasi ordo satu. Oleh karena itu, pendugaan umur simpan dilakukan dengan menggunakan ordo nol. Dari keempat persamaan garis tersebut, kemudian dapat diperoleh nilai konstanta laju penurunan mutu produk (k) pada masing-masing suhu penyimpanan, yaitu sebesar 0.010, 0.006, 0.024, dan 0.025 yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai konstanta laju penurunan mutu orange emulsion flavor

suhu (k. 1/T)

suhu

(c) Ordo 0

slope (Ln k) Intercept Korelasi

PSD 0,0034129 20 0,010 -1,309 0,973

0,0033557 25 0,006 -1,285 0,744

0,0033003 30 0,024 -1,314 0,737

(8)

43

Perhitungan umur simpan produk pada suhu tertentu selanjutnya dapat ditentukan dengan menghubungkan nilai k yang telah diperoleh dengan nilai suhu yang diinginkan melalui pemplotan nilai k dan 1/T pada kurva sehingga dapat diketahui ekstrapolasi umur simpan produk pada tingkatan suhu lain. Dari persamaan tersebut diperoleh laju perubahan mutu pada suhu 25 °C sebesar 1,00942249. Umur simpan produk orange emulsion flavor

dapat diketahui dengan memasukkan nilai k, nilai kritis dan nilai awal produk pada persamaan tersebut. Nilai K (t) dari berbagai suhu dapat dilihat pada Tabel 5.

Gambar 14. Grafik hubungan nilai K (t) ukuran partikel dengan suhu (1/T) Tabel 5. Nilai K(t) pada empat suhu penyimpanan untuk parameter ukuran partikel Suhu penyimpanan (°C) (Kt) K (t) T (K) 1/T 20 0,00050 1,00507426 293 0,0034129 25 0,00093 1,00942249 298 0,0033557 30 0,01221 1,01228287 303 0,0033003 35 0,01911 1,01930274 308 0,0032468

Berdasarkan persamaan pada Gambar 12. maka dapat diperoleh nilai penurunan mutu produk sesuai dengan suhu penyimpanan yang diasumsikan sebesar 25°C. Perhitungan pendugaan umur simpan adalah sebagai berikut :

... y= 0,01221

(9)

44

Titik kritis produk adalah suatu titik (nilai) saat produk sudah tidak dapat diterima lagi dari segi ukuran partikel, diasumsikan sebesar 0,543 m. Nilai tersebut diperoleh dari ukuran partikel produk pada penyimpanan hari ke 28, sedangkan titik awal produk adalah 0,273 m. Dengan demikian, pendugaan umur simpan produk dapat diketahui dengan menggunakan persamaan ordo nol sebagai berikut :

Berdasarkan analisis ukuran partikel, maka produk orange emulsion flavor

memiliki umur simpan 0,266 bulan pada suhu penyimpanan 25 °C. Semakin tinggi suhu maka semakin pendek waktu umur simpannya, hal ini sesuai dengan hukum Arhenius, semakin tinggi suhu maka kinetika kimianya juga akan semakin cepat.

b). Aroma Orange Emulsion Flavor

Uji Aroma yang dilakukan adalah uji off flavor, yaitu adanya penyimpangan aroma produk yang telah mengalami penyimpanan pada berbagai suhu dari aroma awal dalam bentuk kontrol segar. Tabel perhitungan pendugaan umur simpan berdasarkan oraganoleptik disajikan secara lengkap pada Lampiran 14.

Uji sensori (Aroma) dilakukan setiap minggu pada produk yang telah disimpan di dalam tempat penyimpanan yang berbeda suhunya, yaitu 20°C, 25°C, 30°C dan 35°C. Penyimpanan pada keempat suhu ini diharapkan dapat mempercepat terjadinya kerusakan pada produk sehingga umur simpan dapat ditentukan.

Data uji sensori (Aroma) yang diperoleh dari analisis sensori orange emulsion flavor

setiap minggunya, kemudian di plotkan ke dalam ordo 0 dan ordo 1. Pada ordo 0, data uji sensori (aroma) (sumbu- Y) diplotkan terhadap waktu penyimpanan (sumbu-x), sedangkan pada ordo 1 yang diplotkan ke dalam sumbu-Y adalah bentuk ln aroma. Berdasarkan hasil perhitungan, maka nilai korelasi pada ordo satu lebih besar dibandingkan dengan nilai korelasi ordo nol. Oleh karena itu, pendugaan umur simpan dilakukan dengan menggunakan ordo satu. Dari keempat persamaan garis tersebut, kemudian dapat diperoleh nilai konstanta laju penurunan mutu produk (k) pada masing-masing suhu penyimpanan, yaitu sebesar -0.003, -0.004, -0.014, dan -0,014 yang dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai konstanta laju penurunan mutu orange emulsion flavor parameter aroma

Parameter

suhu (k.

1/T) suhu (c) Ordo 1

slope (Ln k) Intercept Korelasi

Aroma 0,0034129 20 -0,003 1,926 0,570 0,0033557 25 -0,004 1,931 0,843 0,0033003 30 -0,014 1,905 0,939 0,0032468 35 -0,014 1,831 0,746

(10)

45

Perhitungan umur simpan produk pada suhu tertentu selanjutnya dapat ditentukan dengan menghubungkan nilai ln k yang telah diperoleh dengan nilai suhu yang diinginkan melalui pemplotan nilai ln k dan 1/T pada kurva sehingga dapat diketahui ekstrapolasi umur simpan produk pada tingkatan suhu lain. Dari persamaan tersebut diperoleh laju perubahan mutu pada suhu 25 °C sebesar 0,00524285. Umur simpan produk orange emulsion flavor dapat diketahui dengan memasukkan nilai k (t), nilai kritis dan nilai awal produk pada persamaan tersebut. Nilai K (t) dari berbagai suhu dapat dilihat pada Tabel 7.

Gambar 15. Grafik hubungan nilai k atribut aroma dengan suhu 1/T

Tabel 7. Nilai k dan ln k pada empat suhu penyimpanan untuk parameter atribut aroma Suhu penyimpanan (°C) (Kt) K (t) T (K) 1/T 20 0,000392 0,00285577 293 0,0034129 25 0,003537 0,00524285 298 0,0033557 30 0,006582 0,00944295 303 0,0033003 35 0,009523 0,01666802 308 0,0032468

Berdasarkan persamaan pada gambar 15, maka dapat diperoleh nilai penurunan mutu produk sesuai dengan suhu penyimpanan yang diasumsikan sebesar 25oC. perhitungan pendugaan umur simpan adalah sebagai berikut :

... -5,2508 -5,2508

(11)

46

0,00524285

Titik kritis produk adalah suatu titik (nilai) saat produk sudah tidak dapat diterima dari segi aroma, diasumsikan sebesar 3 (cukup kuat), sedangkan titik awal produk adalah 7 (sama dengan kontrol segar). Dengan demikian, pendugaan umur simpan produk dapat diketahui dengan menggunakan persamaan ordo satu sebagai berikut :

Berdasarkan analisis sensori atribut aroma maka produk orange emulsion flavor

memiliki umur simpan 161,61 hari ( 5,38 bulan) pada suhu penyimpanan 25 °C. Semakin tinggi suhu maka semakin pendek waktu umur simpannya.

c). Warna Orange Emulsion Flavor

Uji warna untuk pendugaan umur simpan dilakukan secara subjektif dengan mengamati perubahan warna yang dibandingkan dengan kontrol segar. Tabel perhitungan pendugaan umur simpan berdasarkan atribut organoleptik warna disajikan secara lengkap pada Lampiran 14. Uji sensori (warna) dilakukan setiap minggu pada produk yang telah disimpan di dalam tempat penyimpanan yang berbeda suhunya, yaitu 20°C, 25°C, 30°C dan 35°C. Penyimpanan pada keempat suhu ini diharapkan dapat mempercepat terjadinya kerusakan pada produk sehingga umur simpan dapat ditentukan.

Data uji sensori (warna) yang diperoleh dari analisis sensori orange emulsion flavor

setiap minggunya, kemudian di plotkan ke dalam ordo 0 dan ordo 1. Pada ordo 0, data uji sensori (warna) (sumbu- Y) diplotkan terhadap waktu penyimpanan (sumbu-x), sedangkan pada ordo 1 yang diplotkan ke dalam sumbu-Y adalah bentuk ln warna. Berdasarkan hasil perhitungan, maka nilai korelasi pada ordo satu lebih besar dibandingkan dengan nilai korelasi ordo nol. Oleh karena itu, pendugaan umur simpan dilakukan dengan menggunakan ordo satu. Dari keempat persamaan garis tersebut, kemudian dapat diperoleh nilai konstanta laju penurunan mutu produk (k) pada masing-masing suhu penyimpanan, yaitu sebesar -0.015, -0.011, -0.016, dan -0,02 yang dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai konstanta laju penurunan mutu orange emulsion flavor parameter warna

Parameter

suhu (k.

1/T)

suhu (c)

Ordo 1

slope (Ln k)

Intercept

Korelasi

Warna

0,0034129

20

-0,015

1,774

0,973

0,0033557

25

-0,011

1,78

0,949

0,0033003

30

-0,016

1,753

0,872

(12)

47

Perhitungan umur simpan produk pada suhu tertentu selanjutnya dapat ditentukan dengan menghubungkan nilai ln k yang telah diperoleh dengan nilai suhu yang diinginkan melalui pemplotan nilai ln k dan 1/T pada kurva sehingga dapat diketahui ekstrapolasi umur simpan produk pada tingkatan suhu lain. Dari persamaan tersebut diperoleh laju perubahan mutu pada suhu 25 °C sebesar 0,01431463. Umur simpan produk orange emulsion flavor dapat diketahui dengan memasukkan nilai k, nilai kritis dan nilai awal produk pada persamaan tersebut. Nilai K (t) dari berbagai suhu dapat dilihat pada Tabel 9.

Plot antara nilai ln k dan suhu penyimpanan yang dinyatakan dapat kelvin dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Grafik hubungan nilai k uji organoleptik warna dengan suhu (1/T)

Tabel 9. Nilai k dan ln k pada empat suhu penyimpanan untuk parameter warna secara organoleptik. Suhu penyimpanan (°C) K (t) k T (K) 1/T 20 -4,3721 0,01262417 293 0,0034129 25 -4,2464 0,01431463 298 0,0033557 30 -4,1247 0,01616738 303 0,0033003 35 -4,0072 0,01818388 308 0,0032468

Berdasarkan persamaan gambar 14, maka dapat diperoleh nilai penurunan mutu produk sesuai dengan suhu penyimpanan yang diasumsikan sebesar 25 °C. Perhitungan pendugaan umur simpan adalah sebagai berikut :

(13)

48

-4,2464

0,01431463

Titik kritis produk adalah suatu titik (nilai) saat prduk sudah tidak dapat diterima dari segi warna diasumsikan sebesar 2 (warna berbeda dengan kontrol). Dengan demikian, pendugaan umur simpan produk dapat diketahui dengan menggunakan persamaan ordo satu sebagai berikut :

Berdasarkan analisis sensori atribut aroma maka produk orange emulsion flavor

memiliki umur simpan 76,5 hari ( 2,55 bulan) pada suhu penyimpanan 25 °C. Semakin tinggi suhu maka semakin pendek waktu umur simpannya.

d). Mikrobiologi Orange Emulsion Flavor

Uji mikrobiologi yang dilakukan adalah uji Total Plate Count (TPC), TPC dimaksudkan untuk menunjukkan jumlah mikroba yang terdapat dalam suatu produk dengan cara menghitung koloni bakteri yang ditumbuhkan pada media agar. Media agar yang digunakan adalah media Plate Count Agar (PCA) dan seluruh koloni yang tumbuh dinyatakan dengan total mikroba (kapang, khamir, dan bakteri).

Berdasarkan hasil analisis tidak diperoleh nilai korelasi, hal ini disebabkan pada penyimpanan minggu pertama dan minggu ketiga tidak ada koloni yang tumbuh, sedangkan pada minggu kedua dan keempat hanya pada suhu 30 °C dan 35°C terdapat koloni yang tumbuh. Dari data yang telah diolah tidak diperoleh nilai korelasi sehingga umur simpan

orange emulsion flavor tidak dapat ditentukan berdasarkan parameter mikrobiologi.

Tidak tumbuhnya koloni pada media disebabkan produk orange emulsion flavor

menggunakan pengawet yaitu sodium benzoate. Sodium benzoate merupakan pengawet pertama yang digunakan dalam dunia pangan. Sodium benzoat berbentuk bubuk berwarna putih atau dalam bentuk kristal (Chipley, 1993). Selain sodium benzoat, asam sitrat yang terdapat dalam orange emulsion flavor dapat berfungsi sebagai pengawet. Pada pH 4,5 Asam sitrat akan bekerja secara optimal dan bakteri yang dihambat adalah bakteri termofilik (Chipley, 1993).

C. ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UMUR SIMPAN ORANGE EMULSION FLAVOR

Analisis faktor yang mempengaruhi umur simpan dilakukan dengan metode

Analytical Hierarchy Process (AHP). Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui kuesioner dan analisis produk kadaluarsa dalam penentuan parameter mutu kritis diperoleh hasil urutan prioritas dalam menentukan faktor yang mempengaruhi umur simpan, yaitu homogenisasi, flavor (hard), emulsifier, suhu dan pewarna.

(14)

49

Faktor-faktor tersebut mempengaruhi mutu dari orange emulsion flavor, terlihat dari hasil analisis awal yang menunjukkan perubahan mutu yang cukup signifikan pada ukuran partikel, aroma, dan warna. Sedangkan untuk faktor lainnya tidak menunjukkan perubahan mutu yang cukup signifikan sehingga dapat dikatakan stabil. Urutan prioritas tersebut dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Urutan prioritas penentuan faktor yang mempengaruhi umur simpan orange emulsion flavor

Gambar 17. menunjukkan bahwa prioritas tertinggi penentuan faktor yang mempengaruhi umur simpan orange emulsion flavor adalah homogenisasi. Homogenisasi adalah proses mengubah dua cairan yang sifatnya immisible (tidak bercampur) menjadi sebuah emulsi, dan sebuah alat yang dirancang untuk melakukan proses ini disebut homogenizer (Loncin dan Merson 1979; Walstra 1993; Schubert dan Karbstein 1994; Walstra dan Smulders 1998 di dalam McClements 1999). Proses homogenisasi akan berpengaruh terhadap ukuran partikel yang dihasilkan oleh produk emulsi. Sesuai pada tahap pertama yaitu penentuan parameter mutu kritis, ukuran partikel menjadi salah satu parameter mutu kritis dalam umur simpan orange emulsion flavor. Ukuran partikel yang dihasilkan akan berpengaruh pada kestabilan sistem emulsi. Semakin kecil dan seragam ukuran partikel maka kestabilan sistem emulsi akan meningkat.

Urutan prioritas faktor yang kedua adalah flavor (hard), yaitu salah satu bahan baku utama yang dapat mempengaruhi kualitas aroma orange emulsion flavor. Flavor (hard) yang digunakan sebagian besar tersusun atas komponen minyak. Kebanyakan minyak flavor tersusun dari beberapa minyak citrus dengan konsentrasi yang berbeda sehingga dihasilkan aroma yang seimbang (Andarwulan dan Adawiyah, 1992).

Urutan prioritas faktor yang ketiga adalah emulsifier. Emulsifier adalah senyawa yang dapat membantu pembentukan emulsi, sekaligus mempertahankan stabilitas emulsi tersebut. Kebanyakan bahan ini berupa senyawa organik rantai panjang dengan dua ujung rantai yang berbeda sifatnya. Ujung yang satu berupa gugus hidrofilik sedang ujung yang lain berupa gugus lipofilik. Sering pula dinyatakan bahwa emulsifier merupakan senyawa pengaktif permukaan yang fungsinya adalah menurunkan tegangan permukaan air sehingga senyawa yang tidak mudah larut akan mudah terdispersi di dalam sistem emulsi (Andarwulan dan Adawiyah, 1992) .

Urutan prioritas faktor yang keempat adalah suhu. Suhu merupakan faktor penting untuk mengetahui karakteristik pembentukan emulsi dari bahan pengaktif permukaan. Bahan pengemulsi relatif cenderung larut di dalam air pada suhu relatif rendah

(15)

50

dan dapat menjadi relatif larut di dalam minyak pada suhu yang lebih tinggi yang mengakibatkan interaksi hidrofobiknya menjadi lebih kuat. Penentuan suhu yang akan digunakan dengan tipe emulsi yang diinginkan merupakan salah satu dasar untuk memilih bahan pengemulsi (Andarwulan dan Adawiyah, 1992) . Suhu juga dapat memicu mekanisme kerusakan dalam sistem emulsi. Semakin tinggi suhu maka kerusakan yang terjadi akan semakin cepat.

Warna menjadi prioritas paling akhir dalam penentuan faktor yang mempengaruhi umur simpan orange emulsion flavor. Pewarna pangan adalah zat yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan warna suatu produk pangan, sehingga menciptakan image tertentu dan membuat produk lebih menarik. Pewarna pangan dklasifikasikan berdasarkan asalnya, yaitu pewarna alami, identik alami, dan sintetik (Deldago-Vargas dan Paredes-Lopez, 2003). Pemilihan pewarna yang tepat akan menentukan kestabilan dalam suatu produk pangan. Pada umumnya, pewarna sintetis lebih stabil terhadap pH, sinar, dan faktor lainnya selama pengolahan dan penyimpanan (Warner, 1995)

Beberapa faktor yang tidak berpengaruh terhadap umur simpan adalah penstabil, jenis kemasan, pelarut, perilaku aplikasi, pengawet, pengasam, mixing, tinggi headspace, filtrasi, dan kelembaban. Ketidaksesuaian yang terjadi dalam penilaian dapat dilihat dari nilai rasio konsistensi. Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010) konsistensi sampai batas tertentu dalam menetapkan prioritas sangat diperlukan untuk memperoleh hasil-hasil yang sahih dalam dunia nyata. AHP mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai pertimbangan melalui suatu rasio konsistensi. Nilai rasio konsistensi pada penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan orange emulsion flavor yaitu 0,8 (80%) sedangkan, nilai rasio konsistensi harus 10 persen atau kurang. Jika lebih dari 10 persen, maka penilaiannya masih acak dan perlu diperbaiki.

Selain faktor yang mempengaruhi umur simpan pada orange emulsion flavor, ditentukan pula parameter akhir produk dengan metode Analytical Hierarchy Process

(AHP). Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui kuesioner, diperoleh hasil urutan prioritas dalam menentukan parameter akhir yaitu particle size distribution, mikrobiologi, aroma, pH, specific gravity, refraction index, dan warna . Urutan prioritas dalam penentuan parameter akhir pada produk orange emulsion flavor dapat dilihat pada Gambar 18 .

Particle size distribution menjadi prioritas paling tinggi dalam penentuan parameter akhir produk. Ukuran droplet merupakan parameter kunci untuk mendeteksi waktu proses ketidakstabilan sistem emulsi. Koalesen akan terjadi jika konsentrasi droplet tinggi (diatas 10 sampai 50 persen), flokulasi dapat terjadi pada konsentrasi rendah dan droplet berukuran kecil (dibawah 5 persen dan 1 µm), sedangkan kriming dapat terjadi bila ukuran droplet cukup besar dan dalam konsentrasi relatif rendah (Andarwulan dan Adawiyah, 1992).

Prioritas parameter orange emulsion flavor selanjutnya berturut-turut adalah mikrobiologi, aroma, pH, spesific gravity, refraction index dan warna. Prioritas parameter yang diperoleh dengan menggunakan metode AHP berbeda dari penentuan parameter

(16)

51

mutu kritis yang dilakukan pada tahap pertama. Berdasarkan hasil analisis penentuan parameter mutu kritis, yang mengalami perubahan mutu hanya pada parameter ukuran partikel, aroma, dan warna. Sedangkan pada parameter mikrobiologi, pH, spesific gravity, dan refraction index menunjukkan kestabilan saat produk telah kadaluarsa. Nilai rasio konsistensi pada penentuan parameter akhir produk orange emulsion flavor yaitu 0,01 (1%). Nilai rasio konsitensi tersebut menunjukkan bahwa penilaian cukup seragam dan cukup baik.

Gambar

Tabel 2. Nilai mutu awal dan kadaluarsa produk orange emulsion flavor  Parameter  Hasil Analisis
Gambar  11. Jenis kerusakan pada sistem emulsi
Gambar 12. Contoh tampilan warna pada beberapa pewarna sintetis. Sumber: Mulyono  dan Wijaya 2009
Gambar  15. Grafik hubungan nilai k atribut aroma dengan suhu 1/T
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dari banyaknya film horor yang beredar di Indonesia, peneliti memilih film “Hantu Budeg” karena di dalam film ini banyak adegan. yang vulgar, bahkan di dalam

Piagam penghargaan “ Anggota evaluasi presentasi dan program KKN “ Universitas Lampung ORGANISASI PROFESI/ILMIAH Tahun Organisasi Jabatan 2003. Himpunan Ahli Teknik Hidrolik

 Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari ruang pengobatan hendaknya ditampung dalam bak penampungan limbah medis yang mudah dijangkau

 Dalam kegiatan pembelajaran, bagi peserta didik yang sudah mencapai kompetensi yang ditentukan (membaca, menghafal, dan menulis Q.S. al-Falaq dengan tartil, lancar,

Zahir Accounting versi 5.1 adalah software akuntansi yang digunakan untuk membuat laporan keuangan, dengan bahasa yangmudah dipahami dan dimengerti.. Penggunaan Zahir

Sekretariat: Kp.Cibungur Rt.02/10 Kel.Setiawargi Kec.Tamansari Kota Tasikmalaya Jawa Barat..

Sutajaya & Gunamantha (2014) melaporkan bahwa melalui pemberdayaan pedagang kuliner mengakibatkan: (a) munculnya semangat baru bagi pedagang kuliner yang sebelumnya sempat

Pada indikator gaji, banyak responden menyatakan bahwa mereka tidak setuju jika gaji yang diberikan sesuai dengan standar dan ada insentif lain yang diberikan