• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PESISIR DALAM PEMANFAATAN TUMBUHAN MANGROVE SEBAGAI PANGAN ALTERNATIF UNTUK MENGHADAPI KETAHANAN PANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PESISIR DALAM PEMANFAATAN TUMBUHAN MANGROVE SEBAGAI PANGAN ALTERNATIF UNTUK MENGHADAPI KETAHANAN PANGAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT

PESISIR DALAM PEMANFAATAN TUMBUHAN MANGROVE

SEBAGAI PANGAN ALTERNATIF UNTUK MENGHADAPI

KETAHANAN PANGAN

Eka Fitriah

IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Jl. Perjuangan By Pass Sunyaragi Website: www.syekhnurjati.ac.id E-mail : [email protected]

Abstrak

Salah satu potensi sumber daya alam yang terdapat di lingkungan perairan pantai adalah tumbuhan mangrove. Masyarakat umum belum begitu mengetahui akan potensi hutan mangrove terutama sebagai penghasil cadangan pangan untuk membantu mencukupi kebutuhan pangan masyarakat. Masyarakat Desa Ambulu kecamatan Losari Kabupaten Cirebon selama ini belum optimal memanfaatkan tumbuhan mangrove sebagai bahan pangan alternatif. Tujuan Penelitian ini mengetahui persepsi dan partisipasi masyarakat pesisir Desa Ambulu Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon dalam memanfaatkan tumbuhan mangrove sebagai pangan alternatif untuk menghadapi ketahanan pangan, mengetahui kandungan gizi dari tumbuhan mangrove sabagai pangan alternatif untuk menghadapi ketahanan pangan, mengetahui fokus pemberdayaan yang diharapkan oleh masyarakat pesisir Desa Ambulu dalam memanfaatkan tumbuhan mangrove sebagai pangan alternatif. Penelitiaan merupakan studi kasus dengan desain studi lapangan (Field research). Teknik pengumpulan data pada penelitian ini meliputi teknik interview/ wawancara, teknik dokumentasi, serta teknik observasi. teknik analisis deskriptif yang terdiri dari tiga alur kegiatan, yaitu; reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan/verifikasi. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat di desa Ambulu, pada umumnya menganggap bahwa hutan mangrove mempunyai banyak manfaat bagi lingkungan dan masyarakat. Keberadaan tumbuhan mangrove di desa ambulu dapat berperan untuk mencegah terjadinya abrasi pantai, tempat berkembang biak ikan, udang dan kepiting (Nursery ground), selain itu dapat dimanfaatkan juga untuk kayu bakar, bahan bangunan dan tumbuhan seperti bakau dan avicennia dapat dikonsumsi sebagai bahan pangan. Masyarakat desa ambulu yang memanfaatkan tumbuhan mangrove sebagai bahan pangan sekitar 5%. Partisipasi masyarakat desa Ambulu dalam pengelolaan kawasan mangrove cukup baik, terdapat kelompok pengawas mangrove (Pokwasma) yang sudah terlatih. Masyarakat dan pokwasma berperan serta aktif dalam menanam, merawat, menjaga kelestarian hutan mangrove di desa Ambulu. Kandungan gizi tumbuhan mangrove antara lain mengandung karbohidrat yang tinggi, lemak, protein dan kadar air sehingga dapat dijadikan pangan alternatif. Diperlukan suatu pemberdayaan berbasis masyarakat melalui kegiatan penyuluhan, pelatihan keterampilan dan pendampingan kepada masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan mangrove sebagai pangan alternatif yang dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga dan pemberdayaan untuk menjaga, memelihara dan melestarikan tumbuhan mangrove.

Kata Kunci : Tumbuhan Mangrove, Pangan Alternatif, Ketahanan pangan

LATAR BELAKANG

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang hakiki dan pemenuhan kebutuhan pangan harus dilaksanakan secara adil dan merata berdasarkan

kemandirian dan tidak bertentangan

dengan keyakinan masyarakat seperti yang diamanatkan oleh UU No. 7 tahun 1996

tentang Pangan. Upaya pemenuhan

kebutuhan pangan harus terus dilakukan mengingat peran pangan sangat strategis,

yaitu terkait dengan pengembangan

kualitas sumber daya manusia, ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional sehingga ketersediaanya harus dalam jumlah yang cukup, bergizi, seimbang, merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Saat ini jumlah penduduk Indonesia telah mencapai lebih dari 250 juta jiwa dengan laju 1.8 % per tahun yang mengakibatkan kebutuhan pangan terus meningkat. Pemenuhan kebutuhan pangan bagi penduduk di seluruh wilayah pada setiap saat sesuai dengan pola makan dan keinginan bukanlah pekerjaan yang mudah

(2)

karena pada saat ini fakta menunjukkan bahwa pangan pokok penduduk Indonesia bertumpu pada satu sumber karbohidrat yang dapat melemahkan ketahanan pangan

dan menghadapi kesulitan dalam

pengadaannya. Masalah pangan dalam negeri tidak lepas dari beras dan terigu yang ternyata terigu lebih adoptif daripada pangan domestik seperti gaplek, beras jagung, sagu atau ubijalar, meskipun di

beberapa daerah penduduk masih

mengkonsumsi pangan tradisional tersebut (Widowati, 2003). Potensi sumber daya wilayah dan sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia memberikan sumber pangan yang beragam, baik bahan pangan sumber karbohidrat, protein maupun lemak sehingga strategi pengembangan pangan perlu diarahkan pada potensi sumberdaya wilayah dan sumber pangan spesifik.

Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan perairan terluas. Hingga kini negara kita memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Dengan garis pantai sepanjang itu, maka

dapat digambarkan bahwa penduduk

Indonesia yang bermukim di daerah pesisir saat ini diperkirakan mencapai 140 juta jiwa atau sekitar 60 persen penduduk Indonesia tinggal dan bermukim di daerah pesisir, bahkan di pesisir pantai utara Jawa,

ada sekitar 600.000 nelayan yang

menggantungkan hidupnya dari hasil laut di sekitar tempat tinggalnya. Sudah menjadi hal yang umum jika masyarakat di perkampungan nelayan dikenal sebagai masyarakat dengan tingkat pendapatan yang rendah dan hidup dibawah garis kemiskinan. Sebagian masyarakat nelayan menggantungkan hidupnya dari hasil laut padahal ada satu potensi di sekitar mereka yang bisa dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan mereka dalam hal pangan. Potensi tersebut adalah hutan mangrove yang lebih dikenal sebagai hutan bakau.

Kabupaten Cirebon merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang terletak di tepi Pantai Utara Jawa

yang memiliki keragaman ekosistem

seperti ekosistem estuaria, ekosistem

padang lamun, dan ekosistem mangrove. Desa Ambulu merupakan salah satu desa pesisir di Kecamatan Losari Kabupaten

Cirebon yang memiliki potensi

sumberdaya hutan mangrove yang cukup

luas dengan keanekaragaman jenis

tumbuhan mangrove yang beragam

(Dislakan, 2011). Mata pencaharian

penduduknya adalah nelayan, petani garam

dan pengelola tambak dengan

kesejahteraan keluarga kategori keluarga Pra sejahtera dan keluarga sejahtera I (BPS Kab. Cirebon, 2011).

Masyarakat umum belum begitu mengetahui akan potensi hutan mangrove sebagai penghasil cadangan pangan untuk membantu mencukupi kebutuhan pangan masyarakat. Namun bagi masyarakat yang tinggal dan berinteraksi dengan hutan mangrove dalam kehidupan sehari-hari, sudah paham akan manfaat mangrove

sebagai sumber cadangan pangan.

Pengelolaan dan pengembangan kawasan pesisir khususnya pemanfaatan tumbuhan mangrove untuk mencukupi kebutuhan rumahtangga sangat tergantung kepada persepsi dan partisipasi masyarakat, sebab masyarakat sekitar merupakan pengguna sumber daya yang secara langsung berhubungan dengan pemanfaatan dan pengelolaan kawasan tersebut. Masyarakat harus merasa memiliki dan bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian sumber daya secara berkelanjutan, maka untuk mencapai tujuan ini diperlukan dukungan kualitas sumber daya manusia, kapasitas kelembagaan sosial ekonomi dan budaya yang optimal dalam kehidupan masyarakat.

Masyarakat pesisir secara tradisional sudah sejak dulu telah memanfaatkan

mangrove sebagai pengganti nasi.

Masyarakat meyakini bahwa buah

tumbuhan mangrove bisa dimakan dan tidak beracun karena secara logika buah ini sering dimakan oleh satwa yang hidup didalamnya misalnya kera, burung dan ular pohon. Sebagai contoh, masyarakat di

pesisir muara angke Jakarta dan

Balikpapan sudah biasa memanfaatkan buah mangrove sebagai pengganti nasi.

(3)

Caranya dengan merebus buah mangrove sampai empuk kemudian dimakan dengan parutan kelapa. Untuk menghilangkan rasa pahit, buah mangrove tersebut ditaburi dengan nira dari pohon kelapa atau nipah yang banyak terdapat di sekitar pantai.

Bahkan masyarakat disana telah

menganggap buah mangrove yang lebih dikenal dengan sebutan buah aibon yang artinya buah kayu sebagai komoditi

agrobisnis andalan masa mendatang

sehingga perlu dukungan kajian ilmiah untuk mendukung pengembangannya.

Adanya penemuan pemanfaatan

buah-buah mangrove menjadi aneka

makanan dan minuman adalah hal yang

sangat menggembirakan dan dapat

dijadikan sebagai alternatif bagi

masyarakat dalam menghadapi krisis pangan. Dengan sedikit kreasi dan inovasi, buah dari tumbuhan mangrove yang

dulunya dikatakan sampah dan tak

memiliki nilai ekonomis, kini dipandang sebagai tumbuhan yang memiliki nilai jual karena dapat diolah menjadi keripik, selai, dodol, syrup dan ditepungkan untuk dibuat aneka kue. Dengan adanya usaha-usaha seperti ini diharapkan masyarakat lebih tergerak untuk turut menjaga hutan

mangrove dari kerusakan sehingga

ekosistem mangrove bisa berfungsi

sebagaimana mestinya.

Masyarakat Desa Ambulu selama ini belum optimal memanfaatkan tumbuhan mangrove sebagai bahan pangan alternatif. Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang analisis persepsi dan partisipasi masyarakat pesisir dalam memanfaatkan tumbuhan mangrove

sebagai pangan alternatif untuk

menghadapi ketahanan pangan sebagai studi kasus untuk menentukan arah dan fokus pemberdayaan masyarakat pesisir Desa Ambulu.

A. Perumusan masalah

Persepsi merupakan keadaan

integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Apa yang ada dalam diri individu, pikiran, perasaan, pengalaman-pengalaman individu akan ikut aktif

berpengaruh dalam proses persepsi.

Persepsi dan partisipasi masyarakat pesisir terhadap fungsi dan manfaat tumbuhan mangrove berpengaruh terhadap pola pemanfaatan tumbuhan mangrove terlebih memanfaatkannya sebagai salah satu pangan alternatif. Persepsi yang rendah

karena faktor kurangnya pendidikan

berpengaruh terhadap partisipasi mereka dalam memanfaatkan tumbuhan mangrove sebagai pangan alternatif dengan dibuat beraneka macam produk makanan yang bernilai ekonomis. Masyarakat pesisir masih kurang mendapatkan pengetahuan dan pelatihan sehingga mereka kurang berdaya dalam memanfaatkan sumber daya alam dari kawasan mangrove.

Berdasarkan uraian masalah diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana persepsi dan partisipasi

masyarakat pesisir desa Ambulu

Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon

dalam pemanfaatan tumbuhan

mangrove sebagai pangan alternatif untuk menghadapi ketahanan pangan ?

2. Bagaimanakah kandungan gizi

tumbuhan mangrove sehingga dapat

dijadikan pangan alternatif untuk

menghadapi ketahanan pangan ?

3. Bagaimana fokus pemberdayaan yang diharapkan oleh masyarakat pesisir desa Ambulu Kecamatan Losari Kabupaten

Cirebon dalam memanfaatkan

tumbuhan mangrove sebagai pangan alternatif untuk menghadapi ketahanan pangan ?

B. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. mengetahui persepsi dan partisipasi masyarakat pesisir Desa Ambulu

Kecamatan Losari Kabupaten

Cirebon dalam memanfaatkan

Tumbuhan Mangrove sebagai

pangan alternatif untuk menghadapi ketahanan pangan.

2. mengetahui kandungan gizi dari

(4)

pangan alternatif untuk menghadapi ketahanan pangan

3. mengetahui fokus pemberdayaan

yang diharapkan oleh masyarakat

pesisir Desa Ambulu dalam

memanfaatkan tumbuhan mangrove sebagai pangan alternatif untuk menghadapi ketahanan pangan C. Urgensi penelitian

Urgensi penelitian ini, adalah : 1. Bagi masyarakat

- memberikan gambaran persepsi dan partisipasi masyarakat pesisir terhadap

pemanfaatan tumbuhan mangrove

sebagai pangan alternatif dalam

menghadapi ketahanan pangan

- memberikan pemahaman kepada

masyarakat tentang pemanfaatan

mangrove sebagai pangan alternatif - memberikan gambaran tentang fokus

pemberdayaan yang diharapkan oleh

masyarakat berkaitan dengan

pemanfaatan mangrove sebagai pangan alternatif dalam menghadapi ketahanan pangan

2. Bagi peneliti

- Dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti tentang persepsi

dan partisipasi masyarakat dalam

memanfaatkan mangrove sebagai

pangan alternatif

- Untuk pengembangan ilmu peneliti yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang terdapat di kawasan mangrove

D. Penelitian Terdahulu

Penelitian Mamoribo (2003), pada masyarakat kampung Rayori, Kabupaten

Biak memberikan informasi bahwa

masyarakat telah memanfaatkan buah mangrove untuk dimakan terutama jenis

Bruguiera gymnorrhiza yang buahnya diolah menjadi kue. Penduduk yang tinggal di daerah pesisir pantai atau sekitar hutan mangrove secara tradisional pun ternyata telah mengkonsumsi beberapa jenis buah

mangrove sebagai sayuran, seperti

Rhizopora mucronata, Acrosticum aerum

(kerakas) dan Sesbania grandiflora (turi).

Bruguiera gymnorrhiza atau biasa disebut

Lindur dikonsumsi dengan cara

mencampurkannya dengan nasi sedangkan buah Avicennia alba (api-api) dapat diolah menjadi keripik. Buah Sonneratia alba

(pedada) diolah menjadi sirup dan permen. Buah mangrove jenis lindur (Bruquiera gymnorrhiza) yang secara tradisional diolah menjadi kue, cake, dicampur dengan nasi atau dimakan langsung dengan bumbu kelapa mengandung energi dan karbohidrat yang cukup tinggi, bahkan melampaui berbagai jenis pangan sumber karbohidrat yang biasa dikonsumsi masyarakat seperti beras, jagung singkong atau sagu.

Primyatanto (2010), meneliti tentang perlaku perusakan lingkungan masyarakat pesisir dalam perspektif Islam menyatakan

bahwa faktor timbulnya perusakan

lingkungan wilayah pesisir di akibatkan salah satunya karena tingkat pendidikan yang rendah dan kurangnya pengetahuan

penduduk terutama nelayan tentang

pentingnya menjaga lingkungan wilayah pesisir. Pemahaman Agama yang kurang juga mempengaruhi sifat dari masyarakat yang lebih memilih merusak lingkungan

wilayah pesisir daripada menjaga,

walaupun adanya kegiatan keagamaan hanya terfokus pada hubungan antara tuhan dan manusia bukan terhadap tuhan, manusia dan kepada lingkungan sekitar.

Penelitian Maryuningsih (2013),

tentang persepsi dan partisipasi masyarakat pesisir pada pengolahan dan pemanfaatan hasil laut untuk kesejahteraan keluarga di Desa Karangreja Kecamatan Suranenggala

Kabupaten Cirebon. Hasil penelitian

menunjukkan Persepsi dan partisipasi nelayan dan pembudidaya ikan di Desa Karangreja dalam memanfaatkan dan mengolah hasil laut dipengaruhi beberapa faktor, yaitu strata sosial, pendidikan, latar belakang keluarga, tingkat perekonomian, pengetahuan terhadap hukum, pengetahuan terhadap agama, dan kearifan lokal. Kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan bukan berasal dari bagaimana mereka memanfaatkan dan mengolah hasil laut tetapi dari mengirimkan istri/anak ke luar

(5)

negeri menjadi TKW sehingga dibutuhkan pemberdayaan berbasis masyarakat dimana pemberdayaan sesuai dengan kebutuhan

masyarakat. Diperlukan dukungan

menyeluruh dalam usaha meningkatkan

kesejahteraan keluarga, baik dari

pemerintah daerah, pihak pemerintah desa, perbankan dan masyarakat desa Karangreja itu sendiri.

KAJIAN TEORI

1. Mangrove dan pengelolaannya

Secara umum hutan mangrove

didefinisikan sebagai tipe hutan yang

tumbuh pada daerah pasang surut

(terutama pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pada saat pasang dan bebas genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusmana, et al., 2003). Hutan mangrove merupakan eksosistem utama pendukung kehidupan masyarakat pesisir. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia makanan bagi biota laut, penahan abrasi pantai, penahan gelombang pasang dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, hutan mangrove juga bisa berfungsi untuk menyediakan kebutuhan pangan penduduk di sekitarnya.

Bengen (2000) menyatakan hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi

pantai tropis yang didominasi oleh

beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terdapat di daerah teluk dan di muara sungai yang dicirikan oleh: (1) tidak terpengaruh iklim; (2) dipengaruhi pasang surut; (3) tanah tergenang air laut; (4) tanah rendah pantai; (5) hutan tidak mempunyai struktur tajuk; (6) jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri

atas api-api (Avicenia sp), pedada

(Sonneratia), bakau (Rhizophora sp),

lacang (Bruguiera sp), nyirih (Xylocarpus sp), nipah (Nypa sp) dan lain-lain.

Luas ekosistem mangrove di

Indonesia mencapai 75% dari total

mangrove di Asia Tenggara, atau sekitar 27% dari luas mangrove di dunia.

Keunikan yang dimiliki ekosistem

mangrove di Indonesia adalah memiliki keanekaragaman jenis yang tertinggi di dunia. Semakin menurunnya jumlah luasan hutan mangrove dari tahun ke tahun mengindikasikan bahwa terjadi degradasi hutan mangrove yang cukup tinggi. Masyarakat pesisir sebagai masyarakat

yang berinteraksi langsung dengan

ekosistem mangrove sangat dirugikan dengan semakin menurunya kawasan hutan

mangrove. Oleh karena itu sudah

seharusnya masyarakat pesisir ikut

dilibatkan dalam usaha rehabilitasi

kawasan mangrove karena mereka adalah masyarakat yang paling dekat dan setiap saat berinteraksi dengan hutan mangrove (Dahuri, 2003).

Potensi sumber daya pesisir dan laut jika dimanfaatkan secara optimal dapat

mensejahterakan masyarakat, terutama

masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir,

terutama nelayan tradisional, pada

kenyataannya termasuk pada masyarakat miskin dan tertinggal diantara kelompok masyarakat lainnya. Kondisi ini tercermin dari masih banyaknya kemiskinan yang dijumpai pada masyarakat nelayan dan kualitas sumberdaya manusia yang masih rendah (Dahuri, 2003).

Syukur, dkk (2007), menyatakan

bahwa pengelolaan mangrove didasarkan atas tiga tahapan yaitu : isu ekologi dan

sosial ekonomi, kelembagaan dan

perangkat hukum serta strategi

pelaksanaan rencana. Isu ekologi meliputi

tampak ekologis intervensi manusia

terhadap ekosistem mangrove. Berbagai

dampak kegiatan manusa terhadap

ekosistem mangrove harus diidentifikasi baik yang telah terjadi maupun yang akan terjadi dikemudia hari. Dalam hal ini, pengelolaan hutan mangrove terdapat 3 (tiga) komponen yang saling berkaitan yaitu : (1) Potensi sumberdaya hutan mangrove. (2) Masyarakat disekitar hutan

mangrove (petani tambak) dan (3)

(6)

tersebut merupakan komponen yang

dinamis. Sehingga dalam kebijakan

pengelolaan mangrove melalui pelibatan

masyarakat lebih proaktif kearah

pemberdayaan masyarakat dalam bentuk partisipasi.

Keberhasilan pengelolaan mangrove

dapat dioptimalkan melalui strategi

pengelolaan hutan mangrove berbasis

masyarakat yang mengandung arti

keterlibatan langsung masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam. Mengelola disini mengandung arti, masyarakat ikut memikirkan, merencanakan, memonitor dan mengevaluasi sumberdaya ekosistem hutan mangrove dan manfaat sumberdaya tersebut secara berkelanjutan dengan

memperhatikan kelestarian ekosistem

tersebut (Bengen, 2002).

2. Pemanfaatan mangrove sebagai bahan pangan

Salah satu contoh pemanfaatan non

kayu adalah pengolahan buah mangrove menjadi bahan makanan. Contoh makanan dari mangrove adalah :

a. Buah pedada (Soneratia Spp.) dapat dibuat syrup, selai, dodol, permen dan lain-lain.

b. Buah api-api (Avicenia Spp.) dapat dibuat keripik, bahan tepung pembuatan kue basah dan lain-lain.

c. Nipah (Nypa fruticans) sebagai bahan bahan baku minuman (es buah) dan

buahnya bisa langsung dimakan

(Kusmana, 2003).

Beberapa jenis buah mangrove yang

bisa diolah menjadi bahan pangan

diantaranya adalah mangrove jenis

Avicennia alba dan Avicennia marina atau yang lebih dikenal masyarakat dengan naman api-api lebih cocok untuk dibuat keripik karena ukurannya kecil seperti kacang kapri dan rasanya gurih serta renyah seperti emping melinjo. Sonneratia sp dapat dibuat tepung dan dapat diolah menjadi beraneka ragam kue, seperti kelepon, bolu, kue kering, dodol, sirup dan makanan lezat lainnya. Adapun Rhizopora mucronata atau biasa disebut bakau

perempuan yang tingggi buahnya sekitar 70 sentimeter serta Rhizopora apiculata

(bakau laki) yang tingginya sekitar 40 sentimeter, lebih cocok dibuat sayur asam karena rasanya segar. Sonneratia alba

yang biasa disebut pedada yang buahnya seperti granat nanas, lebih cocok untuk dibuat permen karena rasanya asam. Nypa frutican lebih cocok untuk dibuat kolak.

Buah Aibon (Bruguiera sp)

merupakan komoditi alternatif pengganti beras dan ubi yang akan digunakan jika

sewaktu-waktu terjadi gagal panen.

Komposisi buah aibon (mangrove) jika dibandingkan dengan singkong, ubi jalar, beras dan sagu, maka komposisi buah

aibon lebih menyerupai singkong,

kandungan karbohidratnya hampir sama, yaitu 92 %. Buah aibon memiliki prospek sangat baik untuk dikembangkan menjadi bahan pangan alternatif pengganti beras, terutama bagi masyarakat di sekitar pesisir pantai, juga sebagai penyedia karbohidrat maupun sebagai bahan baku industri. Satu

kendala yang dihadapi adalah jika

dibandingkan dengan komoditi lain

misalnya beras atau ubi, pengolahan buah mangrove cukup rumit dan membutuhkan waktu yang lama. Akibatnya masyarakat sudah jarang yang memanfaatkan untuk makanan (Sudarmadji, 2001).

3. Persepsi dan Partisipasi masyarakat Pengertian persepsi dari kamus psikologi adalah berasal dari bahasa Inggris, perception yang artinya : persepsi, penglihatan, tanggapan; adalah proses seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui

indera-indera yang dimilikinya; atau

pengetahuan lingkungan yang diperoleh melalui interpretasi data indera.

Persepsiadalah proses yang

menyangkut masuknya pesan atau

informasi kedalam otak manusia. Persepsi

merupakan keadaan integrated dari

individu terhadap stimulus yang

diterimanya. Apa yang ada dalam diri individu, pikiran, perasaan, pengalaman-pengalaman individu akan ikut aktif

(7)

berpengaruh dalam proses persepsi. Persepsi dan partisipasi masyarakat di

sekitar hutan mangrove mempunyai

peranan yang tidak kalah pentingnya bagi kelestarian hutan mangrove.

Partisipasi dapat secara individual maupun kelompok masyarakat. Partisipasi didefinisikan sebagai kerjasama antara

rakyat dengan pemerintah dalam

merencanakan, melaksanakan,

melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan (Soetrisno, 1995). Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23

Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup (UU No. 23/1997) Pasal 6 ayat (1) : setiap orang mempunyai hak dan kewajiban untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Dalam penjelasannya ditegaskan bahwa hak dan kewajiban setiap orang

sebagai anggota masyarakat untuk

berperan serta dalam kegiatan pengelolaan lingkungan hidup mencakup baik terhadap

perencanaan maupun tahap-tahap

perencanaan dan penilaian.

Partisipasi adalah proses yang

muncul dari masyarakat serta akan terwujud sebagai suatu kegiatan nyata

apabila terpenuhi oleh tiga faktor

pendukungnya yaitu: (1) adanya kemauan, (2) adanya kemampuan, dan (3) adanya kesempatan untuk berpartisipasi. Menurut Wazir et all. (1999) partisipasi bisa diartikan sebagai keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi bila ia menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi,

perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan

tanggungjawab bersama.

Nasdian (2004) memaknai partisipasi sebagai proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat

menegaskan kontrol secara efektif.

Partisipasi tersebut dapat dikategorikan:

Pertama, warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang oleh orang lain dan dikontrol

oleh orang lain. Kedua, partisipasi

merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri. 4. Ketahanan Pangan

Menurut Maxwell , et all (1992), ketahanan pangan didefinisikan sebagai akses semua orang setiap saat pada pangan yang cukup untuk hidup sehat

(secure access at all times to sufficient food for a healthy life). Menurut

Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996,

ketahanan pangan adalah kondisi

terpenuhinya kebutuhan pangan bagi

rumah tangga yang tercermin dari

tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Sub sistem ketahanan pangan terdiri dari tiga sub sistem utama yaitu ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan, sedangkan status gizi merupakan outcome dari ketahanan pangan.

PP No. 68/2002 tentang ketahanan

pangan dijelaskan bahwa untuk

mewujudkan penyediaan pangan

pemerintah harus: (a) mengembangkan sistem produksi pangan yang berumpu pada sumber daya, kelembagaan dan

budaya lokal; (b) mengembangkan

efisiensi sistem usaha pangan; (c)

mengembangkan teknologi produksi

pangan ; (d) mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan, serta ; (e) mengembangkan dan mempertahankan lahan produktif.

5. Kondisi Objektif Desa Ambulu

Berdasarkan letak geografis

Kabupaten Cirebon berada pada posisi 6030’-7000’ Lintang Selatan dan 1080

40-108048’ Bujur Timur. Bagian Utara

merupakan dataran rendah dan bagian barat daya merupakan dataran tinggi, yaitu kerang gunung Ciremai. Wilayah Pesisir pantai Kabupaten Cirebon sepanjang 54 km. Desa Ambulu merupakan salah satu

(8)

desa pesisir di Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon yang memiliki luas wilayah 1210,52 Ha dengan jumlah penduduk 7848 yang terdiri dari laki-laki sebanyak 3912 dan perempuan sebanyak 3936. Jumlah KK sebanyak 2670. Mata pencaharian penduduk desa Ambulu terdiri dari nelayan, petambak bandeng dan garam, petani bawang merah, buruh,

peternak unggas, pemilik usaha

pengupasan rajungan dan TKI. Sepanjang 8 km garis pantai losari merupakan kawasan hutan mangrove dan 828 hektar lahan dibangun tambak bandeng dan tambak garam. Desa Ambulu memiliki potensi sumberdaya hutan mangrove yang

cukup luas dengan jenis tumbuhan

mangrove yang beragam. Jenis tumbuhan mangrove yang banyak dijumpai di desa

Ambulu antara lain jenis Rhizophora

mucronata (bakau), Avicenia marina dan

Avicenia alba (api-api), Bruguiera sp

(buah lindur), Seisbania glandiflora (Turi). Kawasan mangrove yang terdapat di Desa

Ambulu dijadikan sebagai kawasan

konservasi mangrove di wilayah kabupaten Cirebon.

METODE PENELITIAN

1. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian di Desa Ambulu Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon. Waktu penelitian pada bulan Juni - September 2014.

2. Jenis Penelitian

Penelitiaan merupakan studi kasus dengan desain studi lapangan (Field research). Pendekatan penelitian deskriptif

kualitatif yang menggambarkan apa

adanya tentang variabel, gejala, dan keadaan persepsi, partisipasi masyarakat pesisir Desa Ambulu Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon dalam memanfaatkan

tumbuhan mangrove sebagai pangan

alternatif untuk menghadapi ketahanan pangan. Hasil analisis data dinyatakan

dalam deksripsi fenomena bukan

diperhitungkan angka statistik. Jenis

penelitian ini merupakan cara yang tepat untuk mengungkapkan dan memaknai persepsi, partisipasi masyarakat pesisir

Desa Ambulu Kecamatan Losari

Kabupaten Cirebon dalam memanfaatkan

tumbuhan mangrove sebagai pangan

alternatif untuk menghadapi ketahanan pangan.

3. Subjek dan Objek Penelitian Subjek Penelitian

Subjek penelitian dapat ditemukan dengan cara memilih Informan untuk

dijadikan “Key Informan” di dalam

pengambilan data di lapangan (Sukardi, 1995: 7-8). Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah (1) Nelayan, (2) Petani garam, (3) Pengelola tambak beserta Anggota keluarganya (4) Tokoh masyarakat (5) Aparat pemerintah Objek Penelitian

Adapun yang menjadi objek

penelitian dalam penelitian ini adalah

fenomena yang menjadi topik dari

penelitian ini yaitu tentang persepsi,

partisipasi masyarakat pesisir Desa

Ambulu Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon dalam memanfaatkan tumbuhan mangrove sebagai pangan alternatif untuk menghadapi ketahanan pangan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan sejumlah teknik pengumpulan data yang meliputi

teknik interview/ wawancara, teknik

dokumentasi, serta teknik observasi. 5. Keabsahan data

Untuk itu penelitian ini juga

diarahkan untuk dapat memenuhi kriteria sebagai berikut; 1) Kredibilitas; a) Triangulasi, b) Pembicaraan dengan kolega (peer debrieving). c) Pemanfaatan bahan referensi, d) Mengadakan member check. 2) Transferabilitas; a) Dependabilitas dan Konfirmabilitas, b) Merekam dan mencatat selengkap mungkin hasil wawancara, observasi, maupun studi dokumentasi sebagai data mentah untuk kepentingan selanjutnya. c) Menyusun hasil analisis dengan cara menyusun data mentah

(9)

kemudian merangkum atau menyusunnya kembali dalam bentuk deskripsi yang sistematis, d) Membuat lampiran atau kesimpulan sebagai hasil sintesis data dan e) Melaporkan seluruh proses penelitian sejak dari survei dan penyusunan desain hingga pengolahan data sebagaimana digambarkan dalam laporan penelitian. 6. Tehnik Analisis Data

Sesuai dengan karakter penelitian kualitatif deskriptif, teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif yang terdiri dari tiga alur kegiatan, yaitu; reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan/verifikasi.

7. Prosedur Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini ada beberapa tahapan yang peneliti lakukan yang meliputi :

a. Tahap Orientasi

Tahap orientasi merupakan

penelitian awal untuk memperoleh

gambaran permasalahan yang lebih

lengkap untuk menetapkan fokus

penelitian. Sebelum pelaksanakan

penelitian di lapangan, peneliti terlebih

dahulu mempersiapkan persyaratan

administratif sebagai tahap awal untuk dapat memasuki lapangan penelitian, surat

pengantar penelitian dari kampus,

permohonan izin dari kepala desa Ambulu Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon, informasi responden dan data pribadinya. b. Tahap Eksplorasi

Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan data yang berkenaan dengan fokus dan tujuan penelitian, setelah segala persyaratan perizinan terpenuhi. Setelah itu secara intensif peneliti mengumpulkan data dan informasi yang dilakukan melalui wawancara masyarakat pesisir beserta keluarganya. Wawancara dalam rangka untuk memperoleh data dan

informasi ini ditempuh melalui

kesepakatan antara peneliti dan responden dengan tujuan agar maksud kedalaman dari penelitian dapat tercapai dengan baik. Setiap hasil wawancara selanjutnya dibuat

deskripsi berdasarkan sub topik

pertanyaan. Hal ini dimungkinkan untuk

mempermudah proses analisis data

ditambah dengan dokumen pendukung pada waktu penelitian lapangan.

c. Tahap Member Check.

Tahap ini merupakan tahap akhir dalam pelaksanaan penelitian, yaitu untuk

memverifikasi dengan mengecek

keabsahan atau kebenaran data dan informasi yang telah terkumpul. Tujuan kegiatan ini dilaksanakan agar hasil penelitian ini lebih dapat dipercaya, dan pengecekan informasi atau data dilakukan setiap kali peneliti selesai wawancara, yaitu ditempuh dengan mengkonfirmasikan catatan-catatan hasil wawancara dengan

para responden setiap kali selesai

wawancara dilakukan. Untuk mendukung dan memantapkan lagi terhadap data dan informasi yang telah diperoleh maka

dilakukan pula observasi dan studi

dokumentasi serta “triangulasi” kepada responden maupun sumber data lain yang berkompeten. Oleh karena itu, waktu

pelaksanaan member check dilakukan

seiring dengan tahap eksplorasi. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang diperoleh dari responden yang terdiri dari (1) Nelayan, (2) Petani garam, (3) Pengelola tambak beserta Anggota keluarganya (4) Tokoh masyarakat (5) Aparat pemerintah tentang

persepsi dan partisipasinya dalam

pemanfaatan tumbuhan mangrove sebagai

pangan alternatif, diketahui bahwa

tumbuhan mangrove sampai dengan saat ini masih lebih banyak dimanfaatkan oleh masyaraka sebagai penghasil kayu baik untuk kebutuhan bahan baku bangunan, memenuhi kebutuhan bahan baku arang, tiang pancang dan sebagainya. Selain itu lahan dari hutan mangrove saat ini telah banyak dikonversi baik untuk kebutuhan lahan budidaya (tambak) maupun untuk perumahan, peternakan maupun industri. Hal ini bisa terjadi karena kurangnya pemahaman dari masyarakat maupun pihak

(10)

pengembang dan pemegang kebijakan tentang fungsi lain dari hutan mangrove.

Salah satu fungsi hutan mangrove yang masih sangat sedikit sekali diketahui oleh masyarakat umum adalah sumberdaya tanaman mangrove sebagai salah satu bahan baku makanan alternative. Informasi tentang pemanfaatan tumbuhan mangrove sebagai bahan baku makanan jarang sekali dipublikasikan. Masyarakat desa Ambulu pada tahun 2012 telah mendapatkan sosialisasi dari Dinas perikanan dan kelautan (Diskanla) kabupaten Cirebon tentang pemanfaatan mangrove sebagai

pangan alternatif akan tetapi tidak

dilanjutkan dengan kegiatan pelatihan dan pendampingan, sehingga baru sebatas pengetahuan saja belum diaplikasikan

dalam kehidupan keseharian untuk

memanfaatkan tumbuhan mangrove

tesebut sebagai bahan pangan. Hanya beberapa orang saja yang pernah mencoba mengolah tumbuhan mangrove untuk bahan pangan dengan cara merebusnya dan dicampur kelapa dan mencoba membuat keripik tetapi karena keterampilan yang

dimiliki untuk mengolah tumbuhan

mangrove ini masih sangat minim, maka masyarakat tidak melanjutkan kegiatan tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk

membuktikan dan menginformasikan

adanya manfaat tumbuhan mangrove di bidang pangan dan mengkaji bagaimana cara pengolahan tumbuhan mangrove agar menjadi bahan pangan alternatif yang siap dikonsumsi serta cara pembudidayaan. Tumbuhan mangrove mempunyai zat karbohidrat yang tinggi sehingga dapat diolah menjadi tepung, sirup, dan dodol sebagai sumber pangan alternatif. Selain

itu ada jenis bakau yang dapat

mengekskresikan garam, yaitu jenis

Avicennia marina. Manfaat yang didapat ialah masyarakat lebih mengenal dan dapat mengoptimalkan fungsi tumbuhan bakau, adanya sumber pangan alternatif, serta

meningkatkan kesejahteraan ekonomi

masyarakat sekitar. Selanjutnya,

diharapkan penelitian ini diterapkan untuk

kawasan desa Ambulu dalam pemanfaatan tumbuhan bakau sebagai bahan pangan, dan diproduksi secara mandiri agar lebih dikenal dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.

Pengelolaan dan pengembangan

kawasan pesisir khususnya pemanfaatan tumbuhan mangrove untuk mencukupi kebutuhan rumahtangga sangat tergantung

kepada persepsi dan partisipasi

masyarakat, sebab masyarakat sekitar merupakan pengguna sumber daya yang secara langsung berhubungan dengan pemanfaatan dan pengelolaan kawasan

tersebut. Masyarakat harus merasa

memiliki dan bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian sumber daya secara

berkelanjutan, maka untuk mencapai

tujuan ini diperlukan dukungan kualitas

sumber daya manusia, kapasitas

kelembagaan sosial ekonomi dan budaya yang optimal dalam kehidupan masyarakat.

Persepsi masyarakat terhadap

tumbuhan mangrove di kawasan desa

Ambulu, pada umumnya masyarakat

menganggap bahwa hutan mangrove

mempunyai banyak manfaat bagi

lingkungan dan masyarakat. Keberadaan tumbuhan mangrove di desa ambulu dapat berperan untuk mencegah terjadinya abrasi pantai, tempat berkembang biak ikan, udang dan kepiting (Nursery ground), tumbuhan mangrove dapat dimanfaatkan juga untuk kayu bakar, bahan bangunan dan tumbuhan seperti bakau dan avicennia

dapat dikonsumsi sebagai bahan pangan.

Masyarakat desa ambulu yang

memanfaatkan tumbuhan mangrove

sebagai bahan pangan belum banyak

sekitar 5% sedangkan mayoritas

masyarakat belum mengetahui bahwa buah mangrove dapat diolah menjadi bahan pangan dan tidak beracun.

Masyarakat mempunyai pandangan bahwa manusia merupakan bagian dari alam menempatkan penghormatan manusia terhadap alam, dan itu merupakan nilai

positif untuk menjaga kelestarian

lingkungan. Masyarakat desa ambulu menempatkan lingkungan sebagai bagian

(11)

dari mereka yang tidak terpisahkan.

Adanya budaya nadran sebagai

penghormatan terhadap lingkungan laut, dan sebagai penghormatan terhadap tanah leluhur, menjadikan mereka menjaga ekosistem mangrove.

Pengelolaan mangrove didasarkan atas tiga tahapan yaitu : isu ekologi dan

sosial ekonomi, kelembagaan dan

perangkat hukum serta strategi

pelaksanaan rencana. Isu ekologi meliputi

tampak ekologis intervensi manusia

terhadap ekosistem mangrove. Berbagai

dampak kegiatan manusia terhadap

ekosistem mangrove harus diidentifikasi baik yang telah terjadi maupun yang akan terjadi dikemudian hari, sehingga dalam kebijakan pengelolaan mangrove melalui pelibatan masyarakat lebih proaktif kearah pemberdayaan masyarakat dalam bentuk partisipasi

Partisipasi masyarakat desa Ambulu dalam pengelolaan kawasan mangrove cukup baik, dimana terdapat kelompok pengawas mangrove (Pokwasma) yang sudah terlatih. Pokwasma ini pengurusnya terdiri dari 10 orang yang berperan serta aktif dalam menanam, merawat, menjaga kelestarian hutan mangrove dan menjadi penggerak masyarakat di desa Ambulu agar selalu menjaga kelestarian mangrove.

Pokwasma selalu berkoordinasi dan

membuat laporan ke dinas perikanan kelautan dan dinas lingkungan hidup

berkaitan dengan kondisi kawasan

mangrove.

Perilaku atau aktivitas pada

seseorang atau kelompok masyarakat tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh yang bersangkutan baik stimulus eksternal maupun stimulus internal. Perilaku tersebut

dapat mempengaruhi seseorang, di

samping itu perilaku juga berpengaruh

pada lingkungan. Demikian pula

lingkungan dapat mempengaruhi

seseorang, demikian sebaliknya. Oleh sebab itu, dalam perspektif psikologi,

perilaku manusia (human behaviour)

dipandang sebagai reaksi yang dapat

bersifat sederhana maupun bersifat

kompleks (Azwar, 2003 dalam

Hendratmoko 2010).

Ekosistem mangrove yang terjaga seringkali malah dirusak oleh pemerintah daerah dalam hal ini dinas Pekerjaan Umum (PU) dengan pembangunan sistem drainasi dan saluran pembuangan air, sehingga menebang semua pohon bakau yang ada tanpa menanam kembali bibit mangrovenya. Masyarakat desa ambulu tidak berani merusak mangrove. Mereka hanya mengambil batang pohon yang telah kering untuk digunakan sebagai kayu bakar. Pada saat masyarakat menebang tumbuhan mangrove untuk keperluan bahan bangunan, maka mereka akan menanam kembali lahan yang tumbuhan

mangrove ditebang. Kawasan hutan

mangrove di desa Ambulu sampai

sekarang dijadikan sebagai kawasan

konservasi di kabupaten Cirebon. Pada dasarnya pola hubungan manusia di kawasan pesisir dan laut didasarkan pada

saling ketergantungan yang bersifat

interaktif dan fungsional. Karenanya

masyarakat desa Ambulu masih memegang teguh adat, norma, dan tradisi yang diwariskan secara turun temurun, maka walaupun ketergantungan mereka terhadap laut cukup besar, tidak menyebabkan

mereka mengeksploitasi laut secara

berlebihan untuk tujuan komersil.

Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi persepsi dan partisipasi masyarakat pesisir, antara lain tingkat pendidikan yang rendah menjadi faktor

dominan, khususnya nelayan

mengakibatkan tidak majemuknya mata pencaharian masyarakat pesisir, tingkat

perekonomian, pengetahuan tentang

lingkungan dan kearifan lokal. Persepsi yang rendah karena faktor kurangnya

pendidikan berpengaruh terhadap

partisipasi mereka dalam memanfaatkan

tumbuhan mangrove sebagai pangan

alternatif dengan dibuat beraneka macam produk makanan yang bernilai ekonomis.

Masyarakat pesisir masih kurang

(12)

sehingga mereka kurang berdaya dalam memanfaatkan sumber daya alam dari kawasan mangrove.

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan partisipasi masyarakat desa Ambulu dalam pemanfaatan tumbuhan mangrove sebagai pangan alternatif untuk menghadapi ketahanan pangan antara lain

strata sosial, pendidikan, tingkat

perekonomian, pengetahuan terhadap

lingkungan dan kearifan lokal.

Menurut Sadana (2007), buah bakau jenis Bruguiera gymnorhiza mengandung energi dan karbohidrat yang cukup tinggi, bahkan melampaui berbagai jenis pangan sumber karbohidrat yang biasa dikonsumsi masyarakat seperti beras, jagung singkong atau sagu (Sadana, 2007). Dari hasil Penelitian yang dilakukan oleh IPB

bekerjasama dengan Badan Bimas

Ketahanan Pangan Nusa Tenggara Timur,

membuktikan bahwa kandungan

karbohidrat dan kalori buah bakau jenis ini lebih tinggi daripada bahan pokok lainnya.

Berikut perbandingan kandungan

karbohidrat dan kalori antara buah bakau, jagung, dan beras (Fortuna, 2005).

Buah Bruguiera gymnorhiza

mempunyai rata-rata panjang 27 cm dengan rata-rata berat 45 g. Hasil analisis kimia buah Bruguiera gymnorhiza adalah kadar air 73.756%, kadar lemak 1.246%, protein 1.128%, karbohidrat 23.528% dan kadar abu sebesar 0.342%. Sedangkan kandungan anti gizinya HCN sebesar 6.8559 mg dan tannin sebesar 34.105 mg. Buah mangrove jenis lindur (Bruquiera gymnorrhiza) yang secara tradisional diolah menjadi kue, cake, dicampur dengan nasi atau dimakan langsung dengan bumbu kelapa (Sadana, 2007) mengandung energi dan karbohidrat yang cukup tinggi, bahkan melampaui berbagai jenis pangan sumber

karbohidrat yang biasa dikonsumsi

masyarakat seperti beras, jagung singkong

atau sagu. Kandungan energi buah

mangrove ini adalah 371 kalori per 100 gram, lebih tinggi dari beras (360 kalori per 100 gram), dan jagung (307 kalori per 100 gram). Kandungan karbohidrat buah

bakau sebesar 85.1 gram per 100 gram, lebih tinggi dari beras (78.9 gram per 100 gram) dan jagung (63.6 gram per 100 gram) (Fortuna, 2005).

Berdasar uraian sekian banyak buah mangrove yang cocok untuk dieksplorasi sebagai sumber pangan lokal baru adalah dari jenis Bruguiera gymnorrhiza. Hal ini disebabkan karena spesies ini buahnya mengandung karbohidrat yang sangat

tinggi. Spesies Bruguiera gymnorrhiza

yang mempunyai nama lokal antara lain: lindur (Jawa dan Bali), kajang-kajang (Sulawesi), aibon (Biak) dan mangi-mangi (Papua), berbuah sepanjang tahun dengan pohon yang kokoh dan tingginya mencapai 35 meter. Saat berumur 2 tahun sudah produktif menghasilkan buah. Tumbuh pada lapis tengah antara Avicennia spp

yang di tepi pantai.

Pemanfaatan buah mangrove sebagai bahan makanan hanyalah sebagian kecil dari manfaat mangrove untuk masyarakat. Manfaat yang lebih penting adalah dampaknya terhadap kelestarian hutan

mangrove itu sendiri. Usaha-usaha

rehabilitasi hutan mangrove yang

dilakukan oleh pemerintah dengan

berbagai macam programnya tidak akan berhasil tanpa melibatkan masyarakat pesisir secara langsung mulai perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan. Kelestarian hutan mangrove ini penting, karena akar mangrove yang menjalar ke mana-mana menjadi habitat berbagai jenis biota perairan pantai seperti ikan, udang, kepiting dan kerang. Rusaknya hutan mangrove akan menyebabkan hilangnya berbagai jenis biota pantai yang tentu akan mengganggu kesetimbangan lingkungan,

paling tidak pendapatan nelayan

berkurang. Pada sisi lain hutan mangrove juga berfungsi untuk menahan intrusi air laut yang terus merasuk ke daratan serta menahan abrasi di sepanjang pantai.

Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan

(13)

keterbelakangan. Dengan kata lain, memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat yang pada akhirnya akan mengubah persepsi dan partisipasi mereka menjadi lebih baik, lebih aktif dalam memanfaatkan dan mengolah tumbuhan mangrove untuk dijadikan bahan pangan

alternatif dan dapat juga untuk

meningkatkan kesejahteraan keluarga.

Bahkan masyarakat desa Ambulu sangat tertarik dan antusias jika ada kegiatan pelatihan keterampilan dan pendampingan kepada masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan mangrove untuk dijadikan pangan alternatif.

Peran pemerintah untuk menjadikan

lingkungan pesisir tetap terpelihara

kekayaan sumberdaya khususnya

mangrove, antara lain; melakukan

pembinaan di masyarakat, memberikan penyuluhan, pelatihan kepada masyarakat,

menyampaikan informasi tentang

pentingnya memelihara, menjaga kawasan mangrove dan pemanfaatan tumbuhan

mangrove sebagai bahan pangan.

Menggerakkan peran serta masyarakat setempat tentang pentingnya menjaga

lingkungan kawasan mangrove dan

pemanfaatan tumbuhan mangrove, melalui

pendidikan; menumbuhkan,

mengembangkan dan meningkatkan

kesadaran akan hak dan tanggung jawab masyarakat dalam mengelola lingkungan hidup khususnya wilayah pesisir dan diharapkan dengan diadakan kegiatan

tersebut masyarakat dapat lebih

mengetahui peranan penting dari tumbuhan mangrove.

Adapun peran serta masyarakat

meliputi; menjaga kelestarian dan

perlindungan terhadap sumberdaya

lingkungan; memelihara kelestarian fungsi dari lingkungan hidup itu sendiri dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dengan cara memberikan informasi yang baik dan sesuai dengan

tingkat pendidikan dalam

menyampaikannya agar dapat diterima dan di terapkan oleh masyarakat setempat.

Untuk itu perlu dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat yang pada akhirnya akan mengubah persepsi dan partisipasi mereka menjadi lebih baik, lebih aktif dalam memanfaatkan dan mengolah tumbuhan mangrove sebagai

pangan alternatif untuk menghadapi

ketahanan pangan dan juga untuk

meningkatkan kesejahteraan keluarga dari pemanfaatan potensi hutan mangrove. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Persepsi masyarakat terhadap

tumbuhan mangrove di kawasan desa Ambulu, pada umumnya masyarakat menganggap bahwa hutan mangrove mempunyai banyak manfaat bagi lingkungan dan masyarakat, antara lain dapat berperan untuk mencegah

terjadinya abrasi pantai, tempat

berkembang biak ikan, udang dan kepiting (Nursery ground), tumbuhan mangrove dapat dimanfaatkan juga untuk kayu bakar, bahan bangunan dan tumbuhan seperti bakau dan

avicennia dapat dikonsumsi sebagai

bahan pangan. Masyarakat desa

ambulu yang memanfaatkan tumbuhan mangrove sebagai bahan pangan belum banyak sekitar 5%. Partisipasi

masyarakat dalam pengelolaan

kawasan mangrove cukup baik,

masyarakat dan pokwasma berperan serta aktif dalam menanam, merawat, menjaga kelestarian hutan mangrove di desa Ambulu agar selalu menjaga kelestarian mangrove.

2. Kandungan gizi tumbuhan mangrove

antara lain mengandung karbohidrat yang tinggi, lemak, protein dan kadar air. Kandungan energi dan karbohidrat lebih tinggi dibandingkan dengan bahan pangan utama seperti beras,

(14)

jagung, sagu sehingga dapat dijadikan pangan alternatif.

3. Diperlukan suatu pemberdayaan

berbasis masyarakat melalui kegiatan penyuluhan, pelatihan keterampilan dan pendampingan kepada masyarakat

dalam pemanfaatan tumbuhan

mangrove sebagai pangan alternatif

yang dapat meningkatkan

kesejahteraan keluarga dan

pemberdayaan untuk menjaga,

memelihara dan melestarikan

tumbuhan mangrove. DAFTAR PUSTAKA

Ayunita Dian dan Trisnani Dwi H. 2012.

Analisis persepsi dan partisipasi

Masyarakat pesisir pada pengelolaan KKLD Ujung Negoro Kab. Batang. Jurnal SEPA : Vol. 9 No.1 September 2012 : 117 – 124 ISSN : 1829-9946 Badan Pusat Statistik Kab Cirebon. 2010.

Kab. Cirebon dalam Angka. Cirebon Regency in figure 2011. Katalog BPS : 1403.3209

Bengen. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya

Alam Pesisir. Pusat Kajian

Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Sipnosis. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Dahuri, HR, J.Rais, S.P Ginting, dan M. J. Sitepu. 2004. Pengelolaan Sumber

Daya Wilayah Pesisir Secara

Terpadu. PT. Pradnya Paramita.

Jakarta

Dahuri. 2003. Keanekaragaman Hayati: Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Dinas Perikanan dan Kelautan kab. Cirebon. 2011. Laporan tahunan DISLAKAN tahun 2011.

Kusmana, C. 2003. Manajemen Hutan

Mangrove di Indonesia.

Laboratorium Ekologi Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor : Bogor.

Mardijono. 2008. Persepsi dan Partisipasi

nelayan terhadap Pengelolaan

kawasan konsservasi Laut Kota Batam. Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

Nazir M. 2005. Metode Penelitian.

Jakarta: Ghalia Indonesia

Prihandoko, Amri Jahi, Darwis S. Gani,

dkk. 2011. Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Perilaku Nelayan

Artisanal dalam Pemanfaatan

Sumberdaya Perikanan di pantai utara Provinsi Jawa Barat. Jurnal Makara Sosial Humaniora Vol 15, No. 2. Desember 2011: 117-126 Santoso, N. 2000. Pola Pengawasan

Ekosistem Mangrove. Makalah

Disampaikan pada Lokakarya

Nasional. Pengembangan Sistem

Pengawasan Ekosistem Laut Tahun 2000 : Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Analisis Daerah Operasional Objek Daya Tarik Wisata Alam (ADO-ODTWA) PHKA tahun 2003, persamaan daya dukung

Pada metode ini campuran bahan-bahan kimia, yang terdiri dari bahan penopang dan bahan pendekontaminasi dengan cara dioleskan/dicatkan/dikuaskan pada permukaan bahan yang

pribadi tentang hal-hal yang meliputi keuangan terutama dalam hal mengelola.. keuangan pribadi individu atau memahami literasi

Apabila dihubungkan dengan nilai pengujian sampel air di Pantai Losari hampir seluruh titik menunjukkan nilai yang melebihi ambang batas yang ditentukan, maka kondisi kualitas

dari sembarang orang, harus dari kalangan sahabat Nabi SAW. Karena, seperti dijelaskan sebelumnya, merekalah orang-orang yang memiliki kedudukan terbaik dari umat

UJI PERBANDINGAN KUALITAS SALE PISANG RAJA (Musa sapientum L.) DAN SALE PISANG KEPOK (Musa balbisiana L. ) DENGAN PERBEDAAN KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DALAM AIR KAPUR

Beradasarkan data yang telah dikumpulkan serta dari hasil analisa data yang telah dijabarkan tentang Komunikasi Persuasif Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda

Gambar 4.11 Tanya jawab siswa dengan pengajar 70 Gambar 4.12 Halaman Leaderboard / Ranking 71. Gambar 4.13 Halaman Forum