• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI DEKOMISIONING FASILITAS PEMURNIAN ASAM FOSFAT PETROKIMIA GRESIK. Mulyono Daryoko Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI DEKOMISIONING FASILITAS PEMURNIAN ASAM FOSFAT PETROKIMIA GRESIK. Mulyono Daryoko Pusat Teknologi Limbah Radioaktif"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Mulyono Daryoko

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

ABSTRAK

STRATEGI DEKOMISIONING FASILITAS PEMURNIAN ASAM FOSFAT

PETROKIMIA-GRESIK. Dekomisioning Fasilitas Pemurnian Asam Fosfat-Petrokimia Gresik (PAF-PKG) adalah kegiatan untuk menghentikan secara tetap dan formal beroperasinya Fasilitas PAF-PKG, kemudian menjadikannya bekas situs fasilitas tersebut menjadi bebas kontaminasi seperti sediakala (green land), artinya dijamin keamanan dan keselamatannya terhadap pekerja, masyarakat dan lingkungannya. Kegiatan ini antara lain adalah pengambilan limbah radioaktif yang terjadi selama operasi; dekontaminasi, baik sebelum maupun setelah dismantling (di fasilitas dekontaminasi); dismantling struktur dan komponen proses; dan pengelolaan limbah radioaktif. Untuk itu perlu strategi agar di dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan tersebut dipenuhi syarat-syarat keselamatan dan keamanan serta diperlukan beaya yang semurah-murahnya. Di dalam makalah ini akan dibahas secara lebih terperinci untuk hal-hal yang dimaksukan di atas.

ABSTRACT

DECOMMISSIONING STRATEGY OF PHOSPHORIC ACID PURIFICATION

FACILITY-GRESIK PETROCHEMICAL PLANT. Decommisioning of Phosphoric Acid Purification

Facility-Gresik Petrochemical Plant is the action taken at the end of Phosphoric Acid Purification Facility-Gresik Petrochemical Plant to retire the operation of facility and then returned to green land from service in a manner that provides adequate protection for the security and safety of the decommissioning workers, the general public, and the environment. The activity consist of remove of primary radioactive waste; decontamination, before and after dismantling; dismantling structure and process component;and radioactive waste management. That’s must have strategy for finished of this problems for optimization, safety, security and also in the economical problems. This paper will be discussed of that.

PENDAHULUAN

Fasilitas pemurnian asam fosfat-Petrokimia Gresik (PAF-PKG) adalah salah satu fasilitas di pabrik Petrokimia Gresik yang mempunyai fungsi ganda, yaitu dapat menghasilkan asam fosfat yang lebih murni serta dapat menghasilkan hasil samping uranium, dalam bentuk uranium diuranat atau yellow cake(1). Diagram alir dari pabrik tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Perlakuan awal umpan asam fosfat dimaksudkan untuk pengaturan valensi, pendinginan dan penjernihan umpan asam fosfat. Pengaturan valensi dimaksudkan agar uranium yang semula merupakan campuran dari valensi 4 dan 6, sebesar-besarnya dioksidasi menjadi bervalensi 6, untuk memudahkan proses ekstraksi. Proses ekstraksi dan stripping siklus I bertujuan untuk mengambil uranium dari asam fosfat. Prinsip ekstraksi ini adalah memindahkan uranium dari larutan asam fosfat ke dalam pelarut organik. Pelarut organik yang

(2)

digunakan merupakan campuran dari Di 2 Ethyl Hexyl Phosporic Acid (DEHPA) + Tri Octyl Phospine Oxide (TOPO) di dalam kerosin sebagai diluen. Dengan melakukan proses pengenapan (settling) kedua fase yaitu fase air dan fase organik akan terpisah. Aliran fase organik masuk ke dalam sistem pengenapan kira-kira 50% dari aliran fase air, tetapi di dalam sistem perbandingan antara fase air dan fase organik = 2 : 1. Fungsi proses ekstraksi dan stripping siklus kedua adalah untuk menghasilkan larutan dengan kadar dan kualitas uranium cukup tinggi, sehingga akan memberikan produk

yellow cake yang bisa memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Proses ini meliputi beberapa unit antara lain unit ekstraksi, scrubbing, stripping dan regenerasi. Proses asidifikasi dimaksudkan untuk mendekomposisi karbonat, sehingga gas karbon dioksidasi, bisa keluar dan menaikkan efisiensi pengendapan yellow cake. Pada proses pengendapan, larutan tersebut disemprot dengan amoniak untuk menghasilkan amonium diuranat. Amonium diuranat (slurry) dikeringkan, dan berikutnya dimasukkan dalam drum untuk disimpan (storage/shipping) dalam bentuk yellow cake. Yellow cake

ini mengandung 85% U3O8(1).

Fasilitas ini dioperasikan pada bulan April - Juli 1989, tetapi kemudian dihentikan operasinya sejak 12 Agustus 1989. Dalam kurun waktu yang hampir 14 tahun, banyak alat-alat/sistem yang sudah tidak layak untuk dioperasikan lagi. Oleh karena itu sesuai dengan verifikasi terakhir dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) tanggal 12 Juni 2000, yang laporannya tertuang dalam surat Ka. Dit. Perijinan Instalasi Nuklir, BAPETEN No. 883/PIN/VI-00 tanggal 23 Juni 2000, BAPETEN merekomendasikan agar Petrokimia Gresik segera mengajukan ijin pelaksanaan dekomisioning fasilitas PAF-PKG dan kemudian melaksanakan kegiatan dekomisioning tersebut.

(3)

Dekomisioning PAF-PKG adalah kegiatan untuk menghentikan secara tetap dan formal beroperasinya PAF-PKG, kemudian menjadikannya bekas situs fasilitas tersebut menjadi bebas kontaminasi seperti sediakala (green land). Pada kegiatan ini maka perlu strategi agar di dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan tersebut dipenuhi syarat-syarat keselamatan dan keamanan serta diperlukan biaya yang semurah-murahnya.

1. Pengambilan limbah radioaktif yang terjadi selama operasi.

2. Dekontaminasi, baik sebelum maupun setelah dismantling (di fasilitas dekontaminasi)

3. Dismantling struktur dan komponen proses. 4. Pengelolaan limbah radioaktif hasil dismantling.

STRATEGI PENTAHAPAN DEKOMISIONING

Berdasarkan aspek kemudahan dan keselamatan, secara prinsip pentahapan dekomisioning pabrik PAF dapat dilakukan dengan urutan pentahapan berikut:

1) Pengangkutan drum-drum yellow cake yang ada dalam gudang pabrik PAF ke BATAN.

2) Dismantling peralatan yang berada di zona I dan II (peralatan tipe A dan B) 3) Dismantling peralatan yang berada pada zona III dan IV (peralatan tipe B dan C).

Untuk dismantling peralatan tipe B beberapa perlakuan yang diperlukan (bergantung kondisi alat) seperti:

a. Dekontaminasi in situ

b. Pembongkaran peralatan

c. Handling untuk langsung dibawa ke tempat pengumpulan limbah non-radioaktif atau penyiapan pewadahan limbah non-radioaktif untuk pengangkutan ke lembaga pengolah limbah radioaktif (PTLR-BATAN) kalau tingkat kontaminasi peralatan masih tetap berada di atas

clearance level.

Untuk dismantling peralatan tipe C beberapa perlakuan yang diperlukan (bergantung kondisi alat) seperti:

a. Pengambilan yellow cake atau limbah radioaktif dari peralatan. b. Dekontaminasi in situ (kalau diperlukan)

c. Pembongkaran peralatan

d. Handling dan pewadahan yellow cake atau limbah radioaktif untuk pengangkutan ke lembaga pengolah limbah radioaktif (PTLR-BATAN). 4) Pembongkaran bangunan penunjang dan struktur bangunan utama.

(4)

5) Pemulihan areal situs secara fisik, sehingga siap digunakan untuk keperluan lain atau menjadi green land.

STRATEGI PENGAMBILAN LIMBAH RADIOAKTIF

Proses awal yang perlu dilakukan adalah pengambilan limbah radioaktif yang terjadi selama operasi, yang hingga saat ini masih terdapat di dalam peralatan-peralatan/sistem. Metode pengambilan limbah radioaktif tersebut dibuat sesederhana mungkin, dan sedapat mungkin tidak menimbulkan limbah sekunder. Untuk fase padat, pengambilan dilakukan dengan alat scraper (pengeruk) sederhana, dan dilakukan seteliti mungkin untuk kemudian diwadahkan ke dalam drum standar 100L. Untuk fase cair, pengambilan dilakukan dengan membuka fasilitas-fasilitas yang tersedia atau alat manual yang lain untuk dipindahkan ke dalam tangki stainles steel l00L.

STRATEGI DEKONTAMINASI IN SITU

Tujuan dari dekontaminasi in situ adalah untuk mengurangi/menghilangkan kontaminan yang ada di dalam/permukaan sistem, sehingga peralatan-peralatan/sistem tersebut akan berubah sifatnya menjadi unrestricted release,

sehingga siap untuk digunakan kembali (reuse) atau dimanfaatkan kembali dengan proses olah ulang (recycle). Untuk memilih teknik dekontaminasi ini perlu beberapa pertimbangan teknis sebagai berikut(2).:

- jenis fasilitas

- sejarah pengoperasian fasilitas

- jenis bahan peralatan-peralatan/sistem: pipa, tangki,dsb. - jenis bahan peralatan-peralatan/sistem: ss, hetron, dsb. - tipe permukaan bahan: halus, berpori, dsb.

- jenis kontaminan: crud, loose, dsb. - komposisi radionuklida

- faktor dekontaminasi yang diinginkan - tujuan dekontaminasi

Demikian pula pertimbangan-pertimbangan non teknis sebagai berikut:

- ketersediaan, harga dan kompleksitas dari peralatan-peralatan dekontaminasi - penanganan limbah sekunder yang ditimbulkan

(5)

Dalam kaitannya dengan dekontaminasi in situ peralatan fasilitas PAF-PKG, perlu dipertimbangkan kondisi peralatan pabrik tersebut sebagai berikut(1):

1. fasilitasnya relatif sederhana,

2. baru dioperasikan lebih kurang 4 bulan,

3. kontaminasi zat radioaktif pada permukaan peralatan-peralatan/sistem adalah

loose contamination (hal ini karena sebagian besar kontaminan adalah yellow cake, yang merupakan senyawa yang hidrofob),

4. peralatan-peralatan/sistem (terutama peralatan-peralatan utama) mempunyai permukaan yang halus dan harga kontaminasi permukaannya adalah relatif kecil (mendekati harga clearance level),

5. sedikit mungkin menimbulkan limbah radioaktif sekunder (terutama dalam fase cair).

Berdasarkan pertimbangkan teknis dan non teknis serta kondisi peralatan fasilitas PAF-PKG tersebut di atas, maka harus direncanakan agar pelaksanaan dekontaminasinya dapat dilaksanakan dengan sederhana dan mudah dan harga faktor dekontaminasi harus diramalkan sedemikian rupa sehingga tingkat kontaminasi permukaan dari peralatan-peralatan/sistem menjadi dibawah

clearance level. Untuk itu berdasarkan pertimbangan teoritis dan kajian lapangan ada 2 metode dekontaminasi yang dapat diterapkan, yaitu:

1. Metode mekanik dengan pembersihan permukaan bahan (surface cleaning methods).

Pada metode ini digunakan kain majun yang telah dibasahi dengan bahan kimia organik dipakai untuk membersihkan permukaan bahan secara manual (simple sweeping). Bahan-bahan kimia yang biasanya dipakai ialah : aceton 90 % dan trichloro ethylene(2). Bahan-bahan ini sangat efektif dipakai karena dapat membentuk korosifitas pada permukaan logam. Pada metode ini hanya menghasilkan limbah sekunder dalam bentuk padat yang relatif kecil dan mudah penanganannya.

2. Metode strippable coating.

Pada metode ini campuran bahan-bahan kimia, yang terdiri dari bahan penopang dan bahan pendekontaminasi dengan cara dioleskan/dicatkan/dikuaskan pada permukaan bahan yang akan didekontaminasi, kemudian setelah kering dan diharapkan telah menyerap kontaminan dilepas kembali, sehingga limbah sekunder yang didapat adalah dalam bentuk padatan. Bahan-bahan penopang yang bisa dipakai adalah : gliserin fosfat, gliserin asetat atau latex, sedangkan bahan pendekontaminasinya adalah Etilen Diamin Tetra Asetat (EDTA), asam sitrat, asam

(6)

oksalat dan KMNO4(3,4,5). Dalam metode yang terbaru, selain bahan penopang dan bahan pendekontaminasi, juga ditambahkan pula adsorben(5). Selain lebih mengefektifkan proses dekontaminasi, bahan ini juga sangat berperan dalam immobilisasi limbah sekundernya. Pada Tabel 1 dan tabel 2 diberikan contoh komposisi bahan-bahan untuk metode ini.

Pada aplikasinya, kedua metode tersebut digunakan sebagai berikut: a) Berdasarkan aktivitasnya

- Untuk kontaminasi yg sudah mendekati atau di bawah clearance level (CL) digunakan: surface cleaning methods.

- Untuk kontaminasi yg agak jauh di atas clearance level (CL) digunakan:

strippable coatingmethods

b) Berdasarkan teknis pelaksanaannya

- Untuk bagian-bagian yang sempit yang susah digunakan strippable coating methods, digunakan surface cleaning methods

STRATEGI DISMANTLING

Dismantling adalah pembongkaran peralatan-peralatan/sistem dari kedudukannya semula dan atau pemotongan-pemotongan alat tersebut menjadi potongan-potongan yang lebih kecil. Pada prinsipnya ada 2 jenis pelaksanaan dismantling:

1. Dengan melepaskan mur-baut peralatan-peralatan/ sistem dari kedudukannya atau dari hubungannya dengan peralatan-peralatan/sistem lain dengan menggunakan

tool kit yang selengkap mungkin.

2. Dengan alat-alat potong: gergaji potong, gerinda potong, las asetilen dan plasma cutting.

STRATEGI PENGELOLAAN LIMBAH 1. Pengelolaan limbah cair primer

Limbah primer cair yang terdapat pada tangki-tangki TK 423, TK 436, TK 304 dan TK 752 adalah sbb.:

1. TK 423, Organic Surge Tank, adalah limbah filtrat yang berasal dari Unit Extraksi siklus I ditambah dengan pelarut baru DEHPA-TOPO dalam kerosin. Limbah ini mengandung uranium oksida (U(VI)) yang terlarut dalam larutan organik.

2. TK 436, Loaded Organic Tank, ini adalah limbah filtrat yang berasal dari Gunk Separator. Seperti no. 1, limbah ini juga mengandung U(VI) yang terlarut dalam larutan organik.

(7)

3. TK 304, Sx Feed Tank, limbah ini adalah limbah anorganik larutan asam fosfat, yang telah dilakukan pengendapan dengan Clarifier dan kemudian disaring dengan Bed Filter. Uranium yang terkandung dalam larutan ini ialah U(IV) dan U(VI)

4. TK 752, Gunk Separator, adalah tangki untuk memisahkan filtrat, rafinat dan

gunk yang berasal dari Ekstraksi siklus I. Tangki ini berisi campuran larutan asam fosfat dan organik. Larutan ini mengandung U(VI).

5. TK 753, Gunk Surge Tank, adalah tangki untuk menampung gunk yang berasal dari Gunk Separator. Gunk ini bisa merupakan campuran dari asam fosfat dan organik, dan mengandung U(VI).

6. TK 602, Acidification 1, mengandung larutan uranium karbonat. 7. TK 612, Acidification 2, mengandung larutan uranium sulfat.

Untuk limbah anorganik, secara teoritis sangat mudah untuk dilakukan pengambilan uraniumnya dengan metode sorbsi dan atau penukar ion, baik dengan resin maupun dengan zeolit, sedangkan untuk yang organik perlu dikaji lebih lanjut. Hal yang paling mudah adalah dengan insenerasi. Dengan furnace yang sederhana mungkin sudah bisa menyelesaikan masalah ini.

Untuk mendisain alat penukar ion (in situ process) harus dilakukan tes-tes sbb.:

a. Analisa kandungan padatannya, karena metode penukar ion hanya efektif digunakan untuk larutan yang mengandung padatan kurang dari 3000 ppm. b. Triability Test, adalah percobaan skala laboratorium untuk meyakinkan agar

pengolahan limbah skala teknik in situ yang direncanakan bisa berjalan sebaik-baiknya.

Limbah padat sekunder yang berasal dari proses tersebut bisa diberlakukan seperti limbah semi cair atau limbah beton, yaitu dengan disposal (penyimpanan lestari) di dalam repositori.

2. Pengelolaan limbah primer semi cair dan padat

Limbah primer semi cair dan padat bisa didisposal in situ dengan repositori. Sudah tentu hal ini diperlukan perizinan ke BAPETEN.

3. Pengelolaan limbah sekunder hasil dismantling

Limbah sekunder hasil dismantling bisa dilakukan sebagai berikut:

1. Pengambilan limbah primer di dalam tangki-tangki baik yang cair maupun padat harus seefektif mungkin.

(8)

2. Pengerjaan dekontaminasi harus dilakukan sekeras mungkin, lebih-lebih untuk tangki-tangki yang bekas berisi padatan yang bercampur dengan kerak-kerak dinding tangki. Pengerjaan dekontaminasi tersebut dapat dilakukan:

a. Dengan metode mekanik yang diulang-ulang. b. Dengan metode strippable coating.

c. Perlu dilakukan triability test di lapangan.

Apabila ini dilakukan maka diprediksikan bahwa semua limbah hasil dismantling bisa digolongkan menjadi limbah tipe A dan limbah tipe B (tidak ada tipe C).

KESIMPULAN

Pada kegiatan dekomisioning fasilitas PAF-PKG diperlukan strategi, baik pada urutan-urutan pentahapannya, pengelolaan limbahnya, dekontaminasi maupun dismantlingnya. Strategi-strategi tersebut dimaksudkan agar di dalam penyelesaian pekerjaan-pekerjaan itu dipenuhi syarat-syarat keselamatan dan keamanan, serta diperlukan beaya yang semurah-murahnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Program Dekomisioning PAF-PKG, “Program Dekomisioning Pabrik Pemurnian Asam Fosfat, PT. Petrokimia Gresik”, Gresik, 2002

2. IAEA, “Methodology and Technology of Decommissioning Nuclear Facilities”, TRS No. 267, IAEA, Vienna, 1986

3. Daryoko, M., “Dekontaminasi Stripable Coating Baja Tahan Karat Menggunakan Bahan Penopang Gel Gliserofosfat”, Hasil Penelitian Pusat Teknologi Pengolahan Limbah Radioaktif, PTPLR, BATAN, 1997

4. Suseno, H., “Penggunaan Lateks Teriradiasi Sebagai Bahan Penopang pada Dekontaminasi dengan Teknik Strippable Coating”, Hasil Penelitian Pusat Teknologi Pengolahan Limbah Radioaktif, PTPLR, BATAN, 1997

5. VORONIK, N.I., SHATILO, N.N., “Decontamination of Belarus Research Reactor Installation by Strippable Coating”, IAEA-TECDOC-1273, IAEA, Vienna, 2002.

(9)

Tabel 1. Dekontaminasi dengan sorbent lignin

No Bahan dan komposisi(%) Bahan yang didekontaminasi FD 1 NaOH –10 (NH4)2HEDPA – 2,0 carboxymethylcellulose-0,5 PVA – 11,5 Lignin – 2,7 Baja

Baja tahan karat

17,1 13,6 2 NaOH –10 (NH4)2HEDPA – 2,0 carboxymethylcellulose-0,5 PVA – 11,5 Lignin – 11,5 Baja

Baja tahan karat Aluminium 17,6 12,6 29,2 3 H2SO4 – 9,2 H3PO4 – 8,4 NH4F – 3,0 PVA – 12,0 Lignin – 8,6 Baja

Baja tahan karat

37,8 38,1 4 H2SO4 – 9,2 H3PO4 – 8,4 NH4F – 3,0 PVA – 12,0 Lignin – 21,0 Baja

Baja tahan karat Aluminium 12,2 22,4 16,8 5 H3PO4 – 10,0 HEDPA – 1,0 Asam tartrat – 3,0 PVA – 12,0 Lignin – 4,7 Baja

Baja tahan karat

27,9 30,8 6 H3PO4 – 10,0 HEDPA – 1,0 Asam tartrat – 3,0 PVA – 12,0 Lignin – 9,2 Baja

Baja tahan karat Aluminium 25,0 29,2 26,6 7 H2SO4 – 9,2 H3PO4 – 8,4 Asam tartrat – 3,0 PVA – 12,0 Lignin – 5,8 Baja

Baja tahan karat

7,8 21,5 8 H2SO4 – 9,2 H3PO4 – 8,4 Asam tartrat – 3,0 PVA – 12,0 Lignin – 12,3 Baja

Baja tahan karat Aluminium

8,9 23,8 13,5

(10)

Tabel 2. Dekontaminasi dengan sorbent clinoptilolite No Bahan dan komposisi(%) Bahan yang

didekontaminasi FD 1 NaOH –10 (NH4)2HEDPA – 2,0 carboxymethylcellulose-0,5 PVA – 11,5 clinoptilolite – 3,0 Baja

Baja tahan karat

30,9 44,9 2 NaOH –10 (NH4)2HEDPA – 2,0 carboxymethylcellulose-0,5 PVA – 11,5 clinoptilolite – 9,7 Baja

Baja tahan karat Aluminium 31,3 56,8 35,8 3 H2SO4 – 9,2 H3PO4 – 8,4 NH4F – 3,0 PVA – 12,0 clinoptilolite – 5,2 Baja

Baja tahan karat

10,8 24,6 4 H2SO4 – 9,2 H3PO4 – 8,4 NH4F – 3,0 PVA – 12,0 clinoptilolite – 12,6 Baja

Baja tahan karat Aluminium 14,6 30,9 19,8 5 H3PO4 – 10,0 HEDPA – 1,0 Asam tartrat – 3,0 PVA – 12,0 clinoptilolite – 4,3 Baja

Baja tahan karat

34,6 40,6 6 H3PO4 – 10,0 HEDPA – 1,0 Asam tartrat – 3,0 PVA – 12,0 clinoptilolite – 10,1 Baja

Baja tahan karat

33,8 48,2 7 H2SO4 – 9,2 H3PO4 – 8,4 Asam tartrat – 3,0 PVA – 12,0 clinoptilolite – 4,9 Baja

Baja tahan karat

15,4 28,6 8 H2SO4 – 9,2 H3PO4 – 8,4 Asam tartrat – 3,0 PVA – 12,0 clinoptilolite – 14,3 Baja

Baja tahan karat Aluminium

18,7 42,4 21,2

Gambar

Gambar 1.  Diagram alir fasilitas PAF-PKG
Tabel 2.  Dekontaminasi dengan sorbent clinoptilolite

Referensi

Dokumen terkait

Nama Ilmiah : Justicia paniculata Burm atau Justicia latebrosa Russ. Keterangan : Agak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris pengaruh kualitas audit, pergantian auditor, pengalaman bagian akuntansi, dan kualitas pelayanan jasa

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang proses pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif

Untuk perlakuan pada media formulasi limbah cair pabrik kelapa sawit hambatan makan yang paling rendah pada perlakuan LCPKS 75 % + 0,4 g gula merah + 30 ml air kelapa +

2.3 Nilai Pendidikan Agama Hindu yang terkandung dalam upacara Ngajaga-jaga di Pura Dalem Desa Adat Tiyingan, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung.. Nilai pendidikan agama

Ketepatan kebijakan, ditunjukkan dengan perumusan program yang sesuai dengan permasalahan di masyarakat yaitu penanggulangan kemiskinan, dibuat oleh lembaga yang berwenang menyusun

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, yang

Berdasarkan hasil uji coba dari operasi date implementasi SQL dari database Nilai Mahasiswa dapat disimpulkan sebagai berikut: 1). Operasi date yang digunakan