• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar belakang

HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat secara global. Pada tahun 2015, diperkirakan terdapat 36.700.000 orang hidup dengan HIV termasuk sebanyak 2,25 juta anak atau sekitar 0,8% prevalensi HIV di dunia. Sebagian besar jumlah tersebut berada di negara yang mempunyai penghasilan rendah dan sedang berkembang. Pada tahun yang sama sebanyak 1,1 juta orang meninggal karena penyakit terkait AIDS. Sejak awal epidemi, sekitar 78 juta orang telah terinfeksi HIV dan 35 juta orang telah meninggal karena penyakit terkait AIDS (UNAIDS, 2016b).

World Health Organization (WHO) tahun 2015 menyatakan penyakit HIV/AIDS dan penularannya di dunia meningkat dengan cepat, sekitar 60 juta orang di dunia telah terinfeksi HIV. Penyebaran dan penularan HIV/AIDS dominan terjadi di negara Afrika dan Asia. Peningkatan kematian pada penderita AIDS di negara miskin dan berkembang sebesar 4,2 juta dalam rentang waktu tahun 2002 hingga 2012. Selain itu data dari WHO juga menunjukkan adanya peningkatan kurang lebih 25% penderita HIV pada usia 15-24 tahun (WHO, 2015).

Di Indonesia, penyebaran HIV/AIDS meningkat pada penduduk dengan usia 15-49 tahun. Pada awal tahun 2009, prevalensi kasus HIV pada penduduk usia 15-49 tahun hanya 0,16% meningkat menjadi 0,30% tahun 2011. Pada tahun 2012 sebesar 0,32% dan terus meningkat menjadi 0,43% tahun 2013. Sedangkan persentase kumulatif kasus AIDS berdasarkan umur tertinggi yaitu kelompok umur 20-29 tahun (35,2%), dan terbanyak remaja dan menjelang dewasa. Faktor risiko penularan paling dominan hubungan heteroseksual sebesar 58,7%, pengguna narkotika suntik 17,9%, LSL (Lelaki Seks Lelaki) 15%, dan penularan melalui perinatal 2,7% (Kemenkes RI, 2015).

Di Indonesia prevalensi terjadinya kasus HIV pada perempuan terus mengalami peningkatan dari tahun 2011 sebesar 44%, tahun 2012 menurun menjadi 43%, tetapi 2013 meningkat kembali tahun 2013 menjadi 58%

(2)

2 (Kemenkes RI, 2013). Pada tahun 2016 sampai dengan bulan Maret jumlah kumulatif penderita AIDS perempuan mencapai 24.282 atau 50% dari penderita laki-laki (Kemenkes RI, 2016). Laporan dari United National AIDS (UNAIDS) mengatakan bahwa diperkirakan terdapat 50 juta perempuan Asia beresiko terinfeksi HIV/AIDS dari pasangan intim mereka. Sejumlah bukti dari negara-negara Asia menunjukkan bahwa perempuan-perempuan ini berstatus menikah atau memiliki hubungan dengan laki-laki yang memiliki perilaku seksual beresiko tinggi.

Apabila pada awalnya kelompok yang beresiko tinggi, kini HIV/AIDS juga menginfeksi perempuan, istri atau ibu rumah tangga yang setia pada suami atau pasangannya (Purwaningsih, 2008). Meskipun jumlah kasus HIV/AIDS pada laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan, tetapi karena cara penularan terbanyak adalah melalui heteroseks (8.922 kasus), hal ini dapat berdampak terjadinya penularan pada perempuan sehingga menjadi kelompok yang paling rentan tertular HIV dari pasangan atau suaminya (Kemenkes RI, 2014).

Perempuan lebih rentan tertular HIV 2,5 kali jika dibandingkan laki-laki maupun remaja putra. Kerentanan perempuan tertular HIV umumnya karena kurangnya pengetahuan mereka tentang bahaya HIV/AIDS dan kurangnya akses untuk mendapatkan layanan pencegahan HIV. Secara biologis perempuan lebih berisiko tertular HIV jika melakukan hubungan seksual tanpa kondom, dibanding laki-laki. Ironisnya, di banyak daerah perempuan sulit melindungi dirinya dari infeksi HIV karena pasangan seksualnya enggan menggunakan kondom (Nitimihardjo, 2015).

Selain itu kerentanan perempuan tertular HIV/AIDS ini juga karena organ reproduksi yang tersembunyi sehingga tidak mudah terdeteksi bila ada keluhan. Organ reproduksi perempuan sangat sensitif dan bentuk anatominya yang cenderung terbuka sehingga memudahkan bakteri berkembang di sana, memiliki selaput mukosa yang luas, mudah luka atau iritasi, sehingga bila terjadi penetrasi penis dengan keras atau paksaan ataupun dengan IMS (infeksi menular seksual) akan lebih memudahkan terjadinya penularan. Laporan Joint United Nations

(3)

3 Programme on HIV/AIDS (2012) menunjukkan bahwa dari 35,3 miliar orang yang hidup dengan HIV sebesar 17,7 miliar adalah perempuan.

Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan RI (2008) menyatakan bahwa penyebaran HIV tidak mengenal umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan daerah tempat tinggal penderitanya. Hal ini disebabkan jumlah yang cukup dan potensi HIV, virus ini dapat menginfeksi orang lain.

Menurut Kementerian Kesehatan RI kejadian HIV/AIDS lebih banyak terjadi pada kelompok umur dewasa. Sampai akhir tahun 2012 tercatat 73,7% kasus HIV terjadi pada umur 25-49 tahun, 15% pada umur 20-24 tahun dan 4,5% terjadi pada umur > 50 tahun (Kemenkes RI, 2014). Kambu (2012) mengatakan bahwa faktor stres terhadap pekerjaan, jauh dari keluarga (istri dan keluarga), kurangnya pengetahuan tentang HIV/AIDS dan rendahnya kesadaran tentang tindakan pencegahan penularan HIV diidentifikasi sebagai penyebab penularan HIV.

Jumlah kumulatif infeksi HIV/AIDS di Indonesia yang dilaporkan sampai dengan Maret 2016 sebanyak 198.219 HIV dan 78.292 AIDS. Persentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (69.7%), diikuti kelompok umur 20-24 tahun (16.6%), dan kelompok umur ≥ 50 tahun (7.2%). Rasio HIV antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Persentase faktor risiko HIV tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada heteroseksual (47%), LSL (Lelaki Seks Lelaki) (25%), lain-lain (25%) dan penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (3%). Dari bulan Januari sampai dengan Maret 2016 jumlah AIDS yang dilaporkan baru sebanyak 305 orang. Persentase AIDS tertinggi pada kelompok umur 30-39 tahun (37,7%), diikuti kelompok umur 20-29 tahun (29.9%) dan kelompok umur 40-49 tahun (19%). Rasio AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Persentase faktor risiko AIDS tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada heteroseksual (73,8%), LSL (Lelaki Seks Lelaki) (10,5%), penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (5,2%), dan perinatal (2,6%). Jumlah AIDS tertinggi adalah pada ibu rumah tangga (10.691) (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2014).

(4)

4 Di Jawa Timur sampai dengan bulan Maret 2016 penderita HIV tercatat 26,052 dan penderita AIDS sejumlah 14,499. Cara penularan kasus AIDS yang tertinggi adalah heteroseksual. Kebanyakan jenis kelamin kasus AIDS didominasi laki-laki dan umur paling dominan kelompok seksual aktif, yaitu usia 25-29 tahun (Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2015).

Penderita HIV di Kabupaten Ponorogo pada tahun 2014 adalah sebesar 32 kasus dan tahun 2015 meningkat menjadi 97 kasus, dimana pada wanita 26 kasus pada 2014 dan meningkat menjadi 43 kasus. Pada tahun 2014 kasus AIDS sebanyak 55 kasus dan tahun 2015 menjadi 67 kasus. Demikian juga pada penderita AIDS wanita mengalami peningkatan meskipun tidak tinggi tahun 2014 sebesar 23 kasus dan 2015 menjadi 27 kasus (Dinkes Kabupaten Ponorogo, 2015). Berdasarkan Ditjen PP & PL Kemenkes RI (2014) menunjukkan bahwa realitas yang terjadi di Indonesia banyak program maupun kegiatan dalam strategi pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS masih kurang memperhatikan atau bahkan belum menyesuaikan karakteristik setiap kelompok/populasi. Pada umumnya strategi pencegahan HIV/AIDS berlaku sama untuk semua daerah, kelompok sasaran dan kurang fleksibel. Untuk upaya atau program pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS yang fleksibel yakni dilakukan mempertimbangan karakteristik kelompok/populasi akan lebih efektif dibandingkan dengan konvensional atau tidak sesuai karakteristik kelompok atau populasi.

Hutapea and Sarumpaet (2014) menyatakan bahwa karakteristik sosiodemografi, dari proporsi penderita HIV/AIDS di Klinik VCT Rumah Sakit Umum HKBP Balige tahun 2008-2012 tertinggi pada kelompok umur 30-39 tahun (58,6%), jenis kelamin laki-laki (75,2%), tingkat pendidikan tamat SLTA (66,9%), pekerjaan wiraswasta (36,6%), status menikah (77,2%), serta bertempat tinggal di wilayah Balige. Kebanyakan perempuan tidak berdaya melindungi dari penularan HIV/AIDS dikarenakan tidak mengetahui kebiasaan seksual pasangannya, baru menyadari pasangan mereka menggunakan narkoba suntik setelah menikah, takut miskin dan tergantung kepada pasangan dalam pemenuhan sosial ekonomi keluarganya (Solomon et al., 2010).

(5)

5 Penelitian lain di negara Cina menunjukkan perilaku seksual berisiko tinggi berkembang di antara para migran di tempat tujuan mereka. Studi ini juga mengidentifikasi faktor risiko yang mungkin untuk terlibat dalam perilaku seksual berisiko di kalangan migran, seperti status belum menikah, pengalaman seksual pertama, persepsi buruk tertular HIV/AIDS, sering terpapar pornografi, sikap terhadap legalisasi seks komersial, memiliki teman-teman yang telah terlibat dalam perilaku seksual berisiko, dan tidak tahu seseorang yang telah meninggal dari HIV/AIDS (Wu et al., 2014). Pada penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Renesto et al. (2014) menunjukkan bahwa wanita yang terbukti terinfeksi HIV menjadi waktu yang penting, ditandai dengan penderitaan, rasa ketakutan, tidak hanya ketidakamanan memiliki penyakit yang tidak bisa disembuhkan, tetapi juga takut ditinggalkan dan penolakan.

Fenomena hubungan warok-gemblak memang merupakan fenomena yang unik di dalam masyarakat Jawa. Meskipun hanya spesifik berada di wilayah Jawa Timur, lebih khusus lagi di Kabupaten Ponorogo dan tidak dapat mencerminkan satu kebudayaan dominan Jawa, namun setidaknya keberadaan fenomena warok -gemblak menunjukkan bahwa permasalahan seksualitas merupakan fenomena universal. Jika pada masa lalu hubungan tersebut banyak terjadi untuk kepentingan seksualitas fisikal, maka pada saat ini hubungan-hubungan yang masih bertahan lebih banyak didasari kepentingan psikis tanpa melibatkan relasi seksual secara fisik, misalnya sekedar menemani mengobrol atau menemani saat makan. Begitu pula keragaman bentuk dan relasi seksualitas merupakan fenomena yang dapat terjadi dimana saja, bahkan juga sangat mungkin ada di lingkungan kita sendiri (Fauzannafi, 2005).

Pitoyo (2015) mengatakan bahwa Kabupaten Ponorogo saat ini merupakan daerah penghasil pekerja migran internasional tertinggi di Provinsi Jawa Timur. Bagi masyarakat Ponorogo, bekerja di luar negeri telah menjadi gaya hidup turun menurun sejak masa kerajaan Islam di pantai utara Jawa. Bahkan, pekerja migran asal Ponorogo saat ini tersebar di Amerika, Eropa, Hongkong, Taiwan dan Timur Tengah.

(6)

6 Dari studi pendahuluan yang dilakukan diperoleh data dari 90 penderita HIV/AIDS wanita di Kabupaten Ponorogo yang terbanyak berusia produktif atau 19- 49 tahun, berpendidkan rendah dan sebagai IRT. Berdasarkan latar belakang dan data-data diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui karakteristik sosiodemografis dan pengetahuan tentang infeksi HIV/AIDS pada wanita. Alasan peneliti karena ingin melihat bagaimana karaktersitik sosiodemografis dan pengetahuan tentang HIV/AIDS sangat mempengaruhi wanita terinfeksi HIV. Fakta yang sering terjadi menyebutkan bahwa suami merupakan sumber penularan HIV/AIDS tertinggi pada wanita.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas, maka dapat disimpulkan rumusan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Bagaimanakah gambaran karakteristik sosiodemografi, pengetahuan tentang HIV/AIDS, dan karakteristik pasangan terhadap wanita yang terinfeksi HIV di Kabupaten Ponorogo?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Menggambarkan karakteristik sosiodemografi, pengetahuan tentang HIV/AIDS, dan karakteristik pasangan pada wanita yang terinfeksi HIV di Kabupaten Ponorogo.

2. Tujuan khusus

a. Menggambarkan karakteristik wanita yang terinfeksi HIV dilihat dari sosiodemografi meliputi: usia, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan. b. Mengetahui tingkat pengetahuan penderita HIV tentang HIV/AIDS. c. Mengetahui karakteristik pasangan (usia, pendidikan, pekerjaan) pada

(7)

7 D. Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan mampu memberi manfaat bagi peneliti, maupun bagi peneliti lain. Berikut manfaat penelitian antara lain:

1. Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna bagi masyarakat khususnya bagi ibu rumah tangga sebagai bahan pertimbangan dalam tindakan pencegahan penyebaran HIV dan AIDS.

2. Bagi instansi pemerintah

Bahan penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan dalam pengembangan kebijakan kesehatan tentang peningkatan pelayanan kesehatan bagi penderita HIV/AIDS dan upaya-upaya pencegahan untuk terjadi infeksi HIV/AIDS di Kabupaten Ponorogo.

3. Bagi sivitas akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai tambahan kepustakaan kesehatan masyarakat terutama tentang HIV/AIDS.

4. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan mengenai HIV/AIDS. 5. Bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya terutama karakteristik, pengetahuan dan pencegahan wanita yang terinfeksi HIV/AIDS.

E. Keaslian Penelitian

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lain diantaranya, metode penelitian, lokasi, tahun, dan sebagian variabel. Berikut ini penelitian yang pernah dilakukan:

(8)

8 Tabel 1. Keaslian penelitian

No Judul/Lokasi Hasil Perbedaan Persamaan

1 Karakteristik penderita HIV/AIDS di Klinik VCT Rumah Sakit Umum HKBP Balige tahun 2008–2012 (Hutapea and Sarumpaet, 2014)

Distribusi frekuensi berdasarkan sosiodemografi, populasi tertinggi usia 30-39 tahun (58,6%), laki-laki (75,2%), SMA (66, 9%), pekerjaan wiraswasta (36,6%), menikah (77,2%), di wilayah Kabupaten Toba Samosir (62,8%). Transmisi tertinggi adalah heteroseksual (66,9%), panjang menderita AIDS sejak didiagnosis <1 tahun

(74,1%), jenis infeksi tertinggi candidiasis oral (33,8%), kematian (54,6 %). Ada perbedaan

signifikan dari proporsi antara seks, menikah, umur harapan hidup terhadap infeksi HIV. Tidak ada perbedaan signifikan proporsi menikah, jenis kelamin, usia dan bekerja terhadap cara penularan.

Metode penelitian, lokasi penelitian Tema penelitian 2 Male rural-to-urban migrants and risky sexual behavior: A cross-sectional study in Shanghai, China (Wu et al., 2014)

Mengidentifikasi faktor risiko yang mungkin terlibat perilaku seksual berisiko di kalangan migran, seperti status belum menikah, usia pengalaman seksual pertama, persepsi buruk tertular HIV/ AIDS, sering terpapar pornografi, sikap legalisasi seks komersial, memiliki rekan-rekan yang telah terlibat perilaku seksual berisiko, dan tidak mengetahui seseorang/telah meninggal akibat HIV/AIDS. Lokasi penelitian dan variabel penelitian Cross sectional 3 The HIV epidemic in Zambia: socio-demographic prevalence patterns and indications of trends among childbearing women (Fylkesnes et al., 1997)

Prevalensi HIV di kalangan penduduk perkotaan muncul dengan moderat variasi pada tingkat sangat tinggi 25-32%, membandingkan provinsi. Variasi geografis lebih menonjol di masyarakat pedesaan 8-16% lebih dari separo populasi perkotaan. Dengan pengecualian usia 15-19 tahun, infeksi HIV meningkat tajam jika dilihat tingkat pendidikan

Lokasi penelitian

Cross sectional

(9)

9 Lanjutan Tabel 1

No Judul/Lokasi Hasil Perbedaan Persamaan

4 Coping and perception of women with HIV infection (Renesto et al., 2014)

Penelitian ini menunjukkan munculnya stigma dan diskrimiasi setelah wanita di diagnosis HIV

Metode peneilitian, tempat penelitian Populasi penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Beton l merupakan l campuran antara l semen, agregat kasar, agregat halus dan air. Kadang-kadang memakai bahan tambah yang sangat bervariasi, mulai dari bahan tambah

 Yani  KM  36  Banjarbaru,  70714,  Indonesia   c Environmental  Engineering  Department,  Faculty  of  Engineering,  Lambung  Mangkurat   University,  Jl... Membran

Hanya pengetahuan yang diperoleh dengan disiplin berpikir dan bekerja yang sesuai dengan standar akademik dapat digolongkan sebagai teori yang menjadi bagian suatu bidang

Hal ini dikarenakan pada tanggal 15 November 2016 Akuntan Publik baru dikenai sanksi administratif berupa pembatasan pemberian jasa audit atas laporan keuangan sebanyak 2 (dua)

Di samping APBN yang disalurkan Ditjen Cipta Karya kepada SNVT di daerah, untuk mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan

Untuk mengembangkan potensi tenaga dalam dan daya prana yang telah berhasil anda bangkitkan, untuk han-han selanjutnya anda harus melatih olah pernafasan tiap 2 atau 3 kali

Lokasi Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas II Pekalongan berada di dalam areal Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan tepatnya di Kecamatan Pekalongan

Tanggapan guru terhadap instrumen asesmen pengetahuan yang dikembangkan adalah sangat setuju Hal ini dapat diketahui dari hasil penilaian guru pada Gambar 2