• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETERKAITAN ANTARA ZOOPLANKTON PREDOMINAN DENGAN KANDUNGAN KLOROFIL-a DI SEKITAR PERAIRAN PESISIR PULAU NUSALAUT, MALUKU.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KETERKAITAN ANTARA ZOOPLANKTON PREDOMINAN DENGAN KANDUNGAN KLOROFIL-a DI SEKITAR PERAIRAN PESISIR PULAU NUSALAUT, MALUKU."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

KETERKAITAN ANTARA ZOOPLANKTON PREDOMINAN

DENGAN KANDUNGAN KLOROFIL-a DI SEKITAR PERAIRAN

PESISIR PULAU NUSALAUT, MALUKU

oleh

HANUNG AGUS MULYADI

UPT. Balai Konservasi Biota Laut Ambon – LIPI Email: hans83_lipi@yahoo.com

Received 21 February 2011, Accepted 28 July 2011

ABSTRAK

Perairan pesisir Nusalaut merupakan ekosistem terbuka yang dipengaruhi oleh Laut Banda. Laut Banda dan perairan disekitarnya, termasuk perairan pesisir Pulau Nusalaut memiliki potensi perikanan yang besar sehingga memerlukan manajemen dan kajian pendukung tentang kondisi oseanografis perairan, kandungan klorofil-a dan komposisi zooplankton predominan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei tahun 2009 di sekitar Perairan Pulau Nusalaut, Maluku. Tujuan penelitian untuk mengetahui keterkaitan antara zooplankton predominan dengan klorofil-a di sekitar perairan pesisir Pulau Nusalaut. Pengambilan contoh zooplankton menggunakan jaring NORPAC (jaring zooplankton, ukuran mata jaring 0,33 mm). Sampling dilakukan secara vertikal dari kedalaman 10 meter ke permukaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi zooplankton yang predominan meliputi Copepoda, Urochordata, dan Meroplankton. Persentase Copepoda mencapai 67,44%, diikuti oleh Urochordata (13,42%) dan Meroplankton (11,65%). Ada korelasi positif yang sangat signifikan (α=0,01) antara kelimpahan zooplankton dengan klorofil-a (R2=0,84) yang memiliki persamaan regresi Y=10913,54X1+2319,61

(Y=kelimpahan zooplankton, X1=kandungan klorofil-a).

(2)

ABSTRACT

PREDOMINANT ZOOPLANKTON AND ITS CORRELATION TO CHLOROPHYLL-A AROUND COASTAL WATERS OF NUSALAUT ISLAND, MALUKU. Coastal water of Nusalaut Island is an open ecosystem that is influenced by Banda Sea. Banda Sea and its surrounding territorial waters have potential fisheries resources and need to be managed and supported by research data on oceanography, chlorophyll-a and composition of the major group of predominant zooplankton. This research was conducted during May 2009 around of Nusalaut Island Coastal Water, Maluku. This research is aimed to elucidate the correlation between predominant zooplankton and chlorophyll-a concentration around this area. Sampling of zooplankton was done using NORPAC net (zooplankton net, mesh size 0.33 mm) with vertical hauling from 10 m depth to surface water. The results showed that the composition of

predominant zooplankton are Copepods, Urochord (Tunicate) and

meroplankton. The highest percentage of zooplankton was showed by Copepods (67.44%), Urochord (13.42%) and meroplankton (11.65%). There is a significant correlation (α=0.01) between zooplankton abundance (Y) and chlorophyll-a concentration (X1) as shown by equation Y=10913.54X1+2319.61.

Key words : Copepods, Meroplankton, chlorophyll-a, Nusalaut Island.

PENDAHULUAN

Provinsi Maluku memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar, hal ini dapat dilihat dari upaya pemerintah yang mencanangkan Maluku sebagai daerah penghasil ikan atau lebih dikenal dengan “lumbung ikan nasional” sekitar bulan Agustus 2010 yang bertepatan dengan dilaksanakannya program Sail Banda 2010. Program besar tersebut memerlukan kajian pendukung demi suksesnya kegiatan itu dalam jangka panjang.

Dalam rangka mendukung terwujudnya program pemerintah tersebut, salah satunya adalah tersedianya informasi tentang kondisi plankton di perairan pesisir Pulau Nusalaut. Keberadaan plankton di suatu perairan sangat penting, karena plankton sebagai pakan alami dari hampir semua organisme di laut termasuk ikan. Fitoplankton sebagai produsen yang menghasilkan energi melalui proses fotosintesa akan dimanfaatkan oleh biota laut, termasuk zooplankton. Begitu juga dengan zooplankton, sebagai penghubung antara produsen dengan tingkat trofik yang lebih tinggi, keberadaannya mempunyai peranan yang

(3)

penting dalam proses rantai makanan (Nontji, 2008; Saito et al., 2009). Delsman yang dirujuk oleh Arinardi (1997) menjabarkan bahwa Copepoda berukuran besar seperti Euchaeta, Undinula, Eucalanus, Candacia dan Labidocera

merupakan makanan utama ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan antara predominan zooplankton dengan kandungan klorofil-a di perairan Nusalaut yang belum banyak dikaji. Dengan diketahuinya informasi hasil penelitian ini upaya pemerintah untuk menjadikan Maluku sebagai daerah penghasil ikan yang potensial dan lestari dapat didukung.

MATERIAL DAN METODE

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei tahun 2009 di sekitar perairan Nusalaut di delapan Stasiun pengamatan (Gambar 1). Pengambilan contoh zooplankton menggunakan jaring NORPAC dengan diameter bukaan mulut jaring 45 cm, dan ukuran mata jaring 0,33 mm. Jaring ditarik secara vertikal (tegak) dari kedalaman 10 m ke permukaan. Sampel zooplankton yang terkumpul disimpan dalam botol sampel yang telah diberi formalin 4 % dan dinetralkan dengan Boraks. Analisis sampel zooplankton dilakukan dengan menggunakan metode Wickstead (1965) dan pengamatannya menggunakan mikroskop Nikon Eclipse 50 yang dilengkapi kamera digital. Identifikasi jenis-jenis zooplankton dilakukan dengan buku-buku acuan Yamaji (1984), Omori & Ikeda (1984) dan Mulyadi (2004). Pengambilan data parameter pendukung meliputi data oseanografis perairan seperti suhu, salinitas dan kandungan klorofil-a dilakukan dengan menggunakan CTD-ALEC, Model ASTD-687. Dilakukan serangkaian uji stastistik (Pearson correlation) dan apabila hasilnya berbeda nyata dilanjutkan dengan analisis regresi untuk mengetahui hubungan masing-masing parameter (Demayo & Steel, 2003).

(4)

Gambar 1. Lokasi penelitian zooplankton di sekitar perairan Nusalaut, Mei 2009. Figure 1. Study area in Nusalaut Island, May 2009.

Remarks:

St.1- Ameth (03° 38' 59.5" S & 128° 48' 00.0" E) St.2- Ameth (03° 37' 59.2" S & 128° 49' 16.4" E)

St.3- between Nalahia & Sila (03° 38' 16.6" S & 128° 46' 09.3" E) St.4- between Nalahia & Sila (03° 36' 58.7" S & 128° 46' 06.2" E) St.5- between Leinitu & Sila (03° 38' 50.1" S & 128° 44' 14.9" E) St.6- between Leinitu & Titawaai (03° 41' 01.5" S & 128° 44' 32.9" E) St.7- Akoon (03° 40' 59.7" LS & 128° 48' 46.3" E)

St.8- between Titawaai and Abubu (03° 42' 14.1" S & 128° 46' 11.2" E)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Distribusi dan kelimpahan zooplankton

Kajian tentang zooplankton di perairan Indonesia, khususnya untuk kawasan perairan Timur Indonesia (KTI) telah banyak dilakukan diantaranya di Teluk Piru (Yusuf & Praseno, 1978), Laut Banda (Baars et al., 1990; Arinardi et al., 1990), Teluk Kao (Wiadnyana, 1997), dan di Teluk Ambon (Yusuf, 1979; Dwiono & Rahayu, 1984; Sutomo & Anderson, 1984; Mulyadi & Radjab, 2009) tetapi belum ada yang mengkaji di sekitar perairan pesisir Pulau Nusalaut. Di sekitar perairan Nusalaut terdapat beberapa jenis zooplankton, beberapa diantaranya merupakan zooplankton yang predominan seperti Eucalanus, larva annelidadan Oikopleura (Gambar 2). Data ini dapat digunakan sebagai indikator distribusi regional yang terkait dengan letak geografis (Tabel 1).

(5)

Tabel 1. Distribusi zooplankton predominan di sekitar perairan pesisir Pulau Nusalaut, Mei 2009.

Table 1. Distribution of predominant zooplankton around coastal waters of Nusalaut Island, May 2009.

Zooplankton St.1 St.2 St.3 St.4 St.5 St.6 St.7 St.8 Copepoda Calanoida Candacia sp. Undinula sp. Canthocalanus sp. Centropages sp. Calanopia sp. Acartia sp. Pontella sp. Scolecithrix sp. Temora sp. Euchaeta sp. Pleuromamma sp. Labidocera sp. Paracalanus sp. Acrocalanus sp. Rhincalanus sp. Eucalanus sp. Cyclopoida Copilia sp. Oncaea sp. Oithoina sp. Corycaeus sp. Harpacticoida Macrosetella sp. Euterpina sp. Juvenil copepoda Copepod eggs + + + + - + + + + + + - + + + + - + + + + + - + + + + + + + + + + - - - + + + + + + - + - - - - - - - + - + - + - + - + + - + + + + - + - - + + - + - - - + - + - + - + + - + + - + - + - - - + - - - + + + + - + - + + + + + + - + - + + - + + - - - - - + - + + - + - + - + + - + - + - - + + + + + + - + + + + + - - + + - + - + + + - + - + + - - - + + - + - - - - - - + + - + - + - - + + Urochordata Thaliacea - - - - - - + + Larvacea - - + + + + + + Meroplankton Peneid larvae - + - - + - - + Palaemonid larvae - - - - - + - - Cirripedia larvae + + - - - - - - Brachyuran larvae - + - - - - + -

Others decapod larvae - - + - - + - +

Echinoderm larvae + - + + + + + + Gastropod larvae - + + + - + + + Bivalve larvae + + + - - + + - Annelid larvae - - + + - + - + Fish eggs + + - - - - + + Fish larvae + - - - - - + - Remarks: + = present; - = absent

(6)

Penelitian Mulyadi (2004) menginformasikan bahwa ada 99 jenis Copepoda di perairan Indonesia dengan marga yang paling umum dijumpai antara lain Undinula, Canthocalanus, Scolecithrix, Candacia, Eucalanus,

Centropages, Acartia dan Acrocalanus. Secara lebih lanjut Colebrook seperti disitir oleh Omori & Ikeda (1984) menjabarkan bahwa distribusi spesies tertentu dapat terkait dengan letak regional geografis suatu perairan. Sebagai contoh kehadiran zooplankton dari spesies Pleuromamma robusta, P. abdominalis, P. gracilis, P. borealis, Rhincalanus nasutus dan Euchaeta acuta distribusinya lebih cenderung di daerah sekitar ekuator. Begitu juga dengan kehadiran

Centropages hamatus, Temora longicornis, Labidocera yang merupakan spesies indikator untuk perairan neritik dan karakter oseanik diwakili oleh Rhincalanus nasutus, Pleuromma gracilis dan Calanus gracilis. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar lokasi pengamatan termasuk dalam perairan neritik (Stasiun 1,3,5,6,7,8) dan perairan oseanik (Stasiun 2 dan 4) yang diindikasikan oleh kehadiran spesies zooplankton tersebut di perairan pesisir Nusalaut.

Gambar 2. Zooplankton predominan: Eucalanus sp. (copepoda), larva annelida (meroplankton), dan Oikopleura sp. (urochordata) di sekitar perairan pesisir Pulau Nusalaut, Mei 2009 (Foto: Hanung Agus Mulyadi, 2009).

Figure 2. Zooplankton predominant: Eucalanus sp. (copepod), annelid larvae (meroplankton), and Oikopleura sp. (urochordata) in around coastal waters of Nusalaut Island, May 2009 (Photo: Hanung Agus Mulyadi, 2009).

Adanya beberapa spesies zooplankton yang mencirikan perairan oseanik tetapi dapat ditemukan di perairan neritik mengindikasikan adanya pengaruh yang kuat dari Laut Banda di sekitar perairan Nusalaut sehingga terjadi percampuran massa air sampai ke arah perairan pesisir pada bulan Mei (musim peralihan I). Baars et al. (1990) menginformasikan bahwa pengaruh distribusi, kelimpahan dan biomasa zooplankton di sekitar perairan Laut Banda dan Laut

(7)

Arafura sangat dipengaruhi oleh pergerakan massa air dan adanya fenomena

upwelling di Laut Banda selama musim timur. Dengan demikian pengaruh pergerakan massa air Laut Banda dan Arafura yang kuat terhadap distribusi dan kelimpahan zooplankton tidak hanya pada musim timur saja, tetapi juga memberi pengaruh yang kuat pada akhir musim peralihan I (Mei) yang akan segera memasuki pergantian menuju musim timur pada bulan Juni (Tabel 2).

Tabel 2. Kelimpahan relatif zooplankton predominan (%) di perairan pesisir Pulau Nusalaut, Mei 2009.

Table 2. Relative abundance of predominant zooplankton (%) in coastal waters of Nusalaut Island, May 2009.

Group Percentage (%) Average St.

Dev. ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5 ST 6 ST 7 ST 8 Copepod 76.51 55.26 78.28 66.67 73.85 68.15 63.58 57.80 67.51 8.44 Urochordata/ Tunicate 1.34 9.65 14.65 22.46 16.15 19.76 3.09 24.77 13.98 8.65 Meroplankton 18.12 24.56 3.54 2.17 2.31 6.05 24.69 11.01 11.57 9.66

Zooplankton predominan (>10% dari total zooplankton) di sekitar perairan pesisir Pulau Nusalaut tertinggi ditempati oleh kelompok Copepoda dengan rata-rata mencapai 67,51%, diikuti Urochordata sebesar 13,98% dan terendah 11,57% dari kelompok meroplankton. Kelimpahan relatif Copepoda di sekitar perairan Nusalaut lebih tinggi dibanding di Teluk Ambon (33,57% dari total zooplankton) pada bulan Mei 2008 dan dari kelimpahan relatif meroplankton yang hanya sebesar 9,27% dari Total zooplankton pada bulan Mei 2008 (Mulyadi & Radjab, 2009). Kondisi ini tampak berbeda jika dibandingkan dengan kelimpahan relatif Copepoda di Teluk Kao, Halmahera pada bulan Maret 1994 (awal musim peralihan I, bulan Maret-Mei) yang mencapai 79,9% dari total zooplankton (Wiadnyana, 1997).

(8)

Tabel 3. Kelimpahan relatif spesies zooplankton (%) di perairan pesisir Pulau Nusalaut, Mei 2009.

Table 3. Relative abundance of species zooplankton in coastal waters of Nusalaut Island, May 2009.

Species Percentage (%)

Zooplankton St.1 St.2 St.3 St.4 St.5 St.6 St.7 St.8 average stdev Copepoda Calanoida Candacia sp. 0.67 0.67 - - - - 0.62 1.83 0.47 0.64 Undinula sp. 6.04 6.71 - 1.45 - - 3.09 - 2.16 2.82 Canthocalanus sp. 1.34 9.40 - - - - 0.62 - 1.42 3.26 Centropages sp. 12.08 1.34 3.03 - 9.23 - 4.94 - 3.83 4.62 Calanopia sp. - 0.67 - - 0.77 - - 19.27 2.59 6.75 Acartia sp. 4.70 0.67 17.68 12.32 3.08 7.66 1.23 8.26 6.95 5.83 Pontella sp. 2.01 0.67 - - 0.77 - 0.62 - 0.51 0.70 Scolecithrix sp. 2.01 1.34 1.52 2.17 - 1.61 0.62 0.92 1.27 0.73 Temora sp. 4.03 3.36 - - 1.54 1.21 1.23 - 1.42 1.54 Euchaeta sp. 0.67 - 0.51 2.17 - - 0.62 - 0.50 0.74 Pleuromamma sp. 0.67 - - - 0.77 0.40 - - 0.23 0.33 Labidocera sp. - - 0.51 0.72 0.77 - - - 0.25 0.35 Paracalanus sp. 3.36 3.36 0.51 2.90 1.54 0.40 1.85 - 1.74 1.36 Acrocalanus sp. 8.05 3.36 - - 0.77 - 13.58 - 3.22 5.05 Rhincalanus sp. 3.36 4.70 3.03 2.90 2.31 4.03 - 3.67 3.00 1.41 Eucalanus sp. 6.71 0.67 24.24 23.91 13.85 31.45 11.11 4.59 14.57 10.91 Cyclopoida Copilia sp. - 0.67 0.51 - - - 0.15 0.28 Oncaea sp. 4.03 2.01 0.51 2.90 7.69 7.66 4.94 6.42 4.52 2.65 Oithoina sp. 2.01 - - - 2.47 - 0.56 1.04 Corycaeus sp. 8.05 0.67 9.09 13.77 17.69 6.85 1.85 2.75 7.59 5.95 Harpacticoida Macrosetella sp. 1.34 - - - 0.77 - - - 0.26 0.51 Euterpina sp. 3.36 - - - 0.62 - 0.50 1.18 Juvenil copepoda - - 2.53 - 2.31 1.21 - 0.92 0.87 1.07 Copepod eggs 1.34 - 1.01 0.72 0.77 0.81 6.17 0.92 1.47 1.94 Urochordata Thaliacea - - - 0.62 0.92 0.19 0.36 Larvacea - - 14.65 22.46 16.15 19.76 0.62 23.85 12.19 10.36 Meroplankton Peneid larvae - 0.67 - - 1.54 - - 0.92 0.39 0.59 Palaemonid larvae - - - 0.40 - - 0.05 0.14 Cirripedia larvae 1.34 0.67 - - - 0.25 0.50 Brachyuran larvae - 0.67 - - - - 1.23 - 0.24 0.47

Others decapod larvae - - 0.51 - - 0.40 - 0.92 0.23 0.35

Echinoderm larvae 6.71 - 1.52 0.72 0.77 1.61 4.32 1.83 2.19 2.23 Gastropod larvae - 0.67 0.51 0.72 - 2.42 2.47 2.75 1.19 1.16 Bivalve larvae 4.03 3.36 0.51 - - 0.40 5.56 - 1.73 2.23 Annelid larvae - - 0.51 0.72 - 0.81 - 2.75 0.60 0.94 Fish eggs 5.37 9.40 - - - - 9.26 0.92 3.12 4.24 Fish larvae 0.67 - - - 0.62 - 0.16 0.30

(9)

Gambar 3. Kelimpahan individu (1 dan 2) zooplankton predominan (ind/m3) di perairan pesisir Pulau Nusalaut, Mei 2009.

Figure 3. Abundance of predominant zooplankton (ind/m3) in coastal waters of Nusalaut Island, May 2009.

(10)

Beberapa zooplankton predominan yang menjadi komponen utama pada musim peralihan I adalah Eucalanus dan Larvacea. Kedua jenis ini masing-masing memberi kontribusi yang besar, dimana Eucalanus memberi kontribusi tertinggi mencapai 31,45% (Stasiun 6) dengan rata-rata 14,57% dari total zooplankton diikuti Larvacea dengan kontribusi tertinggi sebesar 23,85% (Stasiun 8) dengan rata-rata 12,19% dari total zooplankton (Tabel 3 dan Gambar 3). Hal ini sesuai dengan temuan Arinardi (1997) yang menyatakan bahwa copepoda dan urochordata merupakan zooplankton predominan yang dapat dijumpai hampir sepanjang tahun di perairan Indonesia, dua diantaranya adalah

Eucalanus dan Larvacea.

Meroplankton yang merupakan plankton sementara atau hanya menjalani kehidupan sebagai plankton pada fase tertentu saja sangat menarik untuk dikaji meski tidak selalu dijumpai dalam jumlah yang banyak. Di perairan pesisir Pulau Nusalaut dapat ditemukan larva ikan di Stasiun 1 dan 7, begitu juga dengan keberadaan telur ikan di Stasiun 1, 2, 7 dan 8. Nontji (2008) menginformasikan bahwa kajian tentang meroplankton mempunyai nilai strategis dan ekonomis karena hampir semua komoditas perikanan laut kita mengawali siklus hidupnya dari meroplankton. Keberadaan telur dan larva ikan di daerah pesisir Pulau Nusalaut dapat digunakan sebagai langkah awal dalam pendugaan lokasi pemijahan dan daerah asuhan spesies ikan tertentu.

Kelimpahan individu zooplankton predominan tertinggi untuk masing-masing kelompok ditempati oleh Copepoda yang mencapai 4732 ind/m3 di Stasiun 6, diikuti Urochordata sebesar 1372 ind/m3 dan terendah meroplankton dengan kelimpahan individu sebesar 800 ind/m3 di Stasiun 8 (Gambar 3). Adanya fluktuasi kelimpahan zooplankton di suatu perairan diduga berkaitan dengan kondisi oseanografis perairan (Baars et al., 1990; Arinardi, 1997; Wiadnyana 1997; Jamet et al., 2001), musim ( Romimohtarto & Hindarti, 1990; Queiroga et al., 2005) dan pemangsaan (Marazzo & Valentin, 2000; Mollmann

et al. 2002; Vinas et al., 2007). Beberapa parameter oseanografi yang diduga ikut memberi kontribusi terhadap kelimpahan zooplankton antara lain suhu dan salinitas (Liang & Uye, 1997; Shimode et al., 2006; Marques et al. 2008; Brugnano et al. 2009) serta kandungan klorofil-a di suatu perairan (Nontji, 1974; Arinardi et al., 1990; Afdal & Riyono, 2004).

Kondisi oseanografis perairan Nusalaut

Berdasarkan pengamatan dengan menggunakan CTD selama bulan Mei tahun 2009, diperoleh kondisi oseanografis di sekitar perairan Nusalaut. Terlihat bahwa suhu dan salinitas berfluktuasi pada lapisan permukaan dan di kedalaman 10 meter (Tabel 4).

(11)

Tabel 4. Suhu dan salinitas pada kedalaman 0 m dan 10 m di Pesisir Pulau Nusalaut, Mei 2009.

Table 4. Temperature and salinity condition of 0 m to 10 m depth in Around Coastal Waters of Nusalaut Island, May 2009.

Stations Temperature ( 0 C) Salinity (psu) 0 m 10 m Variations 0 m 10 m Variations 1 29.86 29.90 0.04 33.24 33.24 0.00 2 29.81 29.83 0.02 33.10 33.11 0.01 3 29.76 29.79 0.03 33.25 33.26 0.01 4 29.55 29.78 0.23 32.95 33.16 0.21 5 29.79 29.81 0.02 33.16 33.29 0.13 6 29.36 28.98 -0.08 33.38 33.56 0.18 7 30.03 29.91 -0.12 33.25 33.30 0.05 8 29.78 29.97 0.19 33.32 33.65 0.33 Average 29.74 29.75 0.01 33.21 33.32 0.11

Kondisi suhu rata-rata di lapisan permukaan mencapai 29,740C dan mengalami sedikit peningkatan sebesar 0,010C pada kedalaman 10 meter menjadi 29,750C. Hal ini mengindikasikan bahwa dari lapisan permukaan sampai kedalaman 10 meter kondisi suhu relatif stabil, dimana stratifikasi suhu yang terbentuk sangat kecil. Tchernia yang disitir oleh Suwartana (1985) dan Nurhayati (2006) mengatakan bahwa distribusi vertikal suhu dengan kisaran gradien penurunan kurang dari 20C tergolong kecil dan normal. Boleh jadi adanya stratifikasi suhu pada kolom atau lapisan air dipengaruhi oleh adanya arus, pasang surut, lamanya intensitas pemaparan sinar matahari, musim dan proses pengadukan massa air. Lee & Prichard (1996) menjabarkan bahwa gelombang laut permukaan berpotensi mempengaruhi struktur suhu dalam kolom air di suatu perairan. Begitu juga dengan kondisi rata-rata salinitas yang relatif stabil, di permukaan sebesar 33,21 psu dan meningkat menjadi 33,32 psu pada kedalaman 10 meter. Bowden yang dirujuk oleh Nurhayati (2006) menjabarkan bahwa distribusi nilai salinitas di suatu perairan dipengaruhi oleh penguapan, jumlah air tawar yang masuk ke perairan tersebut, run-off atau aliran permukaan, pasang surut air laut, curah hujan dan musim.

(12)

Parameter suhu dan salinitas secara umum dapat mempengaruhi distribusi dan kelimpahan zooplankton (Liang & Uye, 1997; Shimode et al., 2006; Marques et al. 2008). Secara lebih lanjut Brugnano et al. (2009) menjabarkan bahwa suhu dapat mempengaruhi fekunditas, perkembangan dan kemampuan untuk bertahan hidup zooplankton Pseudocyclops xiphophorus. Penelitian Hendiarti yang disitir oleh Nontji (2008) mengindikasikan bahwa di Selat Bali yang terjadi upwelling, terdapat hubungan terbalik antara suhu permukaan dengan klorofil-a, tetapi di perairan Selat Sunda yang tidak terjadi

upwelling hubungannya dengan suhu perairan justru positif.

Kandungan klorofil-a

Kajian tentang distribusi klorofil-a di perairan Indonesia telah dilakukan di beberapa wilayah diantaranya di Selat Makassar (Afdal & Riyono, 2004); di Teluk Klabat (Riyono et al., 2006) dan di Teluk Banten (Afdal & Riyono, 2007) tetapi belum ada yang mengkaji di sekitar perairan pesisir Nusalaut. Selama pengamatan di bulan Mei 2009, kandungan klorofil-a secara horizontal (di lapisan permukaan) dan vertikal tersaji dalam Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan klorofil-a di setiap lapisan permukaan (0, 5, 10, 15, 20, 25 m) di perairan pesisir Pulau Nusalaut, May 2009.

Table 5. Concentration of chlorophyll-a in surface layers (0, 5, 10, 15, 20, 25 m) of coastal waters of Nusalaut Island, May 2009.

Stations Chlorophyll-a (mg/m 3 ) 0 m 5 m 10 m 15 m 20 m 25 m Variations 1 0.47 0.23 0.11 0.11 0.11 0.11 -0.36 2 0.65 0.39 0.15 0.13 0.12 0.10 -0.55 3 0.25 0.13 0.13 0.12 0.12 0.12 -0.13 4 0.67 0.59 0.28 0.17 0.14 0.12 -0.55 5 0.28 0.32 0.48 0.58 0.57 0.65 0.37 6 0.52 0.52 0.55 0.52 0.58 0.51 -0.01 7 0.45 0.56 0.54 0.54 0.47 0.38 -0.07 8 0.51 1.38 1.76 1.93 2.02 2.24 1.73 Average 0.48 0.52 0.50 0.51 0.52 0.53 0.05

Secara horizontal di lapisan permukaan kandungan klorofil-a rata-rata mencapai 0,48 mg/m3 dan kandungan klorofil-a maksimum terjadi di sebelah utara Pulau Nusalaut bagian luar (Stasiun 4), kemudian bergeser ke arah timur laut (Stasiun 2) dan kandungan klorofil-a minimum di Stasiun 3 (antara Nalahia dan Sila) tepatnya di daerah dekat pantai. Hasil ini lebih tinggi jika dibandingkan

(13)

dengan kandungan rata-rata klorofil-a pada bulan September 1972 yaitu sebesar 0,26 mg/m3 di Laut Banda dan 0,40 mg/m3 di Laut Seram (Nontji, 1974) serta lebih rendah bila dibandingkan dengan kandungan klorofil-a rata-rata di Selat Makassar yang mencapai 0,82 mg/m3 pada bulan Oktober 2003 (Afdal & Riyono, 2004).

Secara vertikal (0-25 m), kandungan klorofil-a rata-rata mencapai maksimum pada kedalaman 25 meter yang mencapai 0,53 mg/m3. Pola ini sedikit lebih tinggi dibanding dengan kandungan klorofil-a rata-rata di Laut Banda pada bulan September 1972 sebesar 0,50 mg/m3 (Nontji, 1974). Pada kedalaman 25 meter, klorofil-a mencapai maksimum di Stasiun 8 (daerah antara Titawaai dan Abubu) yang terletak di sebelah selatan Pulau Nusalaut. Perbedaan lapisan kedalaman yang memiliki kandungan klorofil-a maksimum dimungkinkan karena adanya perbedaan kedalaman penetrasi dan intensitas cahaya yang masuk ke perairan, dan pada saat intensitas cahaya tinggi lapisan maksimum akan bergerak ke bawah dan sebaliknya pada saat intensitas cahaya rendah lapisan maksimum akan bergerak ke atas sehingga diperoleh kandungan klorofil-a maksimum pada lapisan permukaan sejalan dengan zona efotik yang semakin menipis (Raymont yang dirujuk oleh Afdal & Riyono, 2004; Nontji, 2008).

Hubungan antara kelimpahan zooplankton dengan klorofil-a, suhu dan salinitas

Untuk mengetahui hubungan antara kelimpahan zooplankton dengan kandungan klorofil-a dan parameter oseanografi (suhu dan salinitas) maka dilakukan serangkaian uji statistika. Analisa statistika meliputi uji korelasi Pearson (Tabel 6), dan untuk komponen yang memiliki hubungan signifikan dilanjutkan dengan uji regresi (Tabel 7).

Tabel 6. Uji statistik (korelasi Pearson) untuk mengetahui hubungan antara kelimpahan zooplankton dengan klorofil-a, suhu dan salinitas.

Table 6. Statistical analyses (Pearson correlation) for zooplankton abundance, chlorophyll-a, temperature, and salinity.

Correlations Temperature Zooplankton Chlorophyll-a Salinity Temperature Zooplankton Chlorophyll-a Salinity 1 -.450 -.605 -.909(**) -.450 1 .840(**) .381 -.605 .840(**) 1 .466 -.909(**) .381 .466 1

(14)

Berdasarkan uji korelasi (Pearson correlation) tampak bahwa antara kelimpahan zooplankton predominan dengan kandungan klorofil-a dan antara suhu dengan salinitas di perairan pesisir Nusalaut mempunyai hubungan (korelasi) yang sangat erat (α<0,01; P>99%). Kondisi berbeda ditunjukkan oleh hubungan antara kelimpahan zooplankton dengan suhu, antara kelimpahan zooplankton dengan salinitas, antara suhu dengan klorofil-a, dan antara salinitas dan kandungan klorofil-a yang tidak terbukti signifikan (α > 0,05; P <95%). Tabel 7. Uji statistik (regresi) untuk mengetahui hubungan antara

kelimpahan zooplankton dengan klorofil-a, suhu dan salinitas. Table 7. Statistical analyses (regression) for zooplankton abundance,

chlorophyll-a, temperature, and salinity.

Variable Temperature and Salinity Chlorophyll-a and Zooplankton

R sq 0.909** 0.840**

F 28.592** 14.410**

Predictor:

Constant 46.070 2319.611

Temperature -.430 (dependent variable) -

Chlorophyll-a - 10913.540 (dependent variable)

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Antara parameter suhu dengan salinitas memiliki hubungan berbanding terbalik dengan persamaan Y = -0,43X1+46,07 (dimana Y = salinitas, X1= suhu,

r2 = -0.909 α<0,01). Kondisi ini mengindikasikan bahwa di perairan pesisir Pulau Nusalaut, jika terjadi kenaikan salinitas akan diikuti dengan penurunan suhu begitu juga untuk kondisi sebaliknya. Hal ini sesuai dengan temuan Wyrtki (1961); Suwartana (1985); Boely et al., (1990) dan Zijlstra et al., (1990) yang menyatakan bahwa meningkatnya salinitas di Laut Banda seiring dengan naiknya lapisan kedalaman maka akan diikuti dengan menurunnya suhu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pada waktu terjadi proses upwelling di musim tertentu (musim timur) maka akan terjadi penaikan massa air laut dari lapisan bawah dari kedalaman tertentu dengan suhu rendah dan kadar salinitas yang lebih tinggi ke lapisan atas (permukaan) dengan suhu yang lebih tinggi dan kadar salinitas rendah.

Antara kelimpahan zooplankton dengan kandungan klorofil-a disekitar perairan pesisir Pulau Nusalaut berkorelasi positif dengan persamaan Y=10913,54X1+2319,61 dimana Y=kelimpahan zooplankton (ind/m3) dan

X1=kandungan klorofil-a (mg/m3) dengan koefisien regresi sebesar 0,84 (α<0,01;

P>99%). Pola hubungan ini berbanding lurus, dimana adanya kenaikan konsentrasi atau kandungan klorofil-a akan diikuti dengan meningkatnya kelimpahan zooplankton. Arinardi et al. (1990) melaporkan tentang proses pemangsaan oleh Copepoda yang diukur melalui pengukuran pigmen klorofil di dalam saluran pencernaan gut fluorescence Copepoda selama terjadi proses

(15)

upwelling di sekitar Laut Banda, dimana terdeteksi kandungan pigmen klorofil mencapai maksimum di lokasi terjadinya proses upwelling dan kandungan klorofil di dalam saluran pencernaan zooplankton dari jenis Eucalanus dan

Temora menjadi yang tertinggi.

Kandungan klorofil-a di suatu perairan dapat digunakan sebagai indikator stok fitoplankton dan menjadi petunjuk produktivitas primer suatu perairan (Sutomo et al. yang disitir oleh Riyono et al., 2006; Nontji, 2008). Sampai pada kondisi (level) tertentu, semakin tinggi kandungan klorofil-a disuatu perairan maka akan semakin tinggi pula produktivitas primernya yang berarti daya dukung terhadap organisme dengan tingkat trofi diatasnya dalam proses rantai makanan (food chain) maupun jaring-jaring makanan (food web) juga tinggi. Zhou et al. (2009) melaporkan bahwa peningkatan produktivitas primer perairan direspon cepat dengan adanya peningkatan kelimpahan zooplankton dari kelompok zooplankton herbivora kemudian selang beberapa waktu diikuti dengan meningkatnya kelimpahan kelompok zooplankton yang karnivora. Dapat dipahami bahwa dengan adanya kenaikan produktivitas primer perairan secara langsung dapat dimanfaatkan oleh zooplankton herbivora sehingga kelimpahannya juga akan meningkat dalam selang waktu yang relatif singkat. Kondisi ini akan direspon dengan adanya peningkatan zooplankton karnivora yang mengkonsumsi zooplankton herbivora beberapa saat kemudian. Arinardi et al. (1990) menginformasikan bahwa estimasi proses pemangsaan harian oleh mesozooplankton bervariasi antara 2-6% dari standing stock klorofil dan sekitar 5-26% dari produktivitas primer perairan.

Adanya informasi tentang keterkaitan antara zooplankton dengan kandungan klorofil-a di sekitar perairan pesisir Pulau Nusalaut, Provinsi Maluku ini diharapkan dapat memberi masukan dalam upaya budidaya dan perikanan tangkap, terutama untuk ikan-ikan pelagis kecil yang mengkonsumsi plankton sebagai makanan utama. Dalam tataran teknis (aplikasi) harus memperhitungkan dengan tepat selang waktu (slop/time lag) antara waktu terjadinya peningkatan kandungan klorofil-a dan pada kedalaman berapa mencapai maksimum dengan pemangsaan oleh zooplankton (baik kelompok herbivora maupun karnivora) sampai pada tahap dimanfaatkan oleh ikan-ikan pelagis kecil.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komposisi zooplankton yang predominan di perairan pesisir Pulau Nusalaut meliputi Copepoda, Urochordata, dan Meroplankton. Persentase Copepoda mencapai 67,44%, di ikuti Urochordata sebesar 13,42% dan Meroplankton sebesar 11,65%. Tampak ada korelasi positif yang sangat signifikan (α=0,01) antara

(16)

kelimpahan zooplankton dengan klorofil-a (R2=0,84) yang memiliki persamaan regresi Y=10913,54X1+2319,61 (Y=kelimpahan zooplankton, X1=kandungan

klorofil-a).

PERSANTUNAN

Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman peneliti dan teknisi atas kerjasamanya serta dukungan finansial untuk kegiatan penelitian ini. Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian di UPT Balai Konservasi Biota Laut Ambon-LIPI yaitu program penelitian inventarisasi potensi Pulau Nusalaut pada bulan Mei 2009 .

DAFTAR PUSTAKA

Afdal & S.H. Riyono. 2004. Sebaran klorofil-a kaitannya dengan kondisi hidrologi di Selat Makassar. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 36:69-82.

Afdal & S.H. Riyono. 2007. Kualitas perairan Teluk Banten pada musim timur ditinjau dari konsentrasi klorofil-a dan indeks autotrofik. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 33:339-354.

Arinardi, O.H., M.A. Baars & S.S. Oosterhuis. 1990. Grazing in tropical copepods, measured by gut fluorescence, in relation to seasonal upwelling in the Banda Sea (Indonesia). Netherlands Journal of Sea Research, 25(4): 545-560.

Arinardi, O.H. 1997. Status pengetahuan plankton di Indonesia. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 30: 63-95.

Baars, M.A., A.B. Sutomo, S.S. Oosterhuis & O.H. Arinardi. 1990. Zooplankton abundance in the easthern Banda Sea and northern Arafura during and after the upwelling season, August 1984 and February 1985. Netherlands Journal of Sea Research, 25(4):527-543.

(17)

Boely, T., J.P. Gastellu-Etchegorry, M. Potier & S. Nurhakim. 1990. Seasonal and interannual variations of the sea surface temperatures (SST) in the Banda and Arafura Sea area. Netherlands Journal of Sea Research, 25(4):425-429.

Brugnano, C., L. Guglielmo, A. Ianora & G. Zagami. 2009. Temperature effects on fecundity, development and survival of the benthopelagic calanoid copepod Pseudocyclops xiphophorus. Marine Biology, 156:331-340. Demayo, A. & A. Steel. 2003. Data handling and presentation. In: D. Chapman,

(Ed.) Water Quality Assessments. Taylor & Francis E-Library: 511-601. Dwiono, S.A.P. & D.L. Rahayu. 1984. Studi pendahuluan fitoplankton di Teluk

Ambon bagian dalam. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 18: 55-61.

Jamet, J.L., G. Boge, S. Richard, C. Geneys & D. Jamet. 2001. The zooplankton community in bays of Toulon area (northwest Mediterranean Sea, France). Hydrobiologia, 457:155-165.

Lee, R.S. & T.R. Prichard. 1996. How do long term patterns affect time-limited environmental monitoring programmes. Marine Pollution Bulletin, 33:260-268.

Liang, D. & S. Uye. 1997. Population dynamics and production of the planktonic copepods in eutrophic inlet of the Inland Sea of Japan, IV

Pseudodiaptomus marinus, the egg-carrying calanoid. Marine Biology, 128:415-421.

Marazzo, A. & J.L. Valentin. 2000. Daily variation of marine cladoceran densities in a Tropical Bay-Brazil. Hydrobiologia, 428:205-208.

Marques, S.C., U.M. Azeiteiro, S.M. Leandro, H. Queiroga, A.L. Primo, F. Martinho, I. Viegas & M.A. Pardal. 2008. Predicting zooplankton response to environmental changes in a temperate estuarine ecosystem.

Marine Biology, 155:531-541.

Mollmann, C., F.W. Koster, G. Kornilovs & L. Sidrevics. 2002. Long-term trends in abundance of cladocerans in the Central Baltic Sea. Marine Biology, 141:343-352.

(18)

Mulyadi, 2004. Calanoid copepods in Indonesian waters. Nagano Natural Environmental Foundation. Published by Research Centre for Biology, Indonesian Institute of Sciences, Bogor, Indonesia. 195 pp.

Mulyadi, H.A. & A.W. Radjab. 2009. Zooplankton predominan di perairan Teluk Ambon, Maluku. Simbiosis,6 (2):100-107.

Nontji, A. 1974. Kandungan klorofil pada phytoplankton di Laut Banda dan Laut Seram. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 2:1-16.

Nontji, A. 2008. Plankton Laut. LIPI Press. Jakarta. 331pp.

Nurhayati, 2006. Distribusi vertikal suhu, salinitas, dan arus di perairan Morotai, Maluku Utara. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 40: 29-41. Omori, M. & T. Ikeda. 1984. Methods in marine zooplankton ecology. A Wiley

Int. Publication, John Wiley & Sons. New York. 332pp.

Queiroga, H., C. Silva, J.C. Sorbe & F. Morgado. 2005. Composition and distribution of zooplankton across an upwelling front on the northern Portuguese Coast during Summer. Hydrobiologia, 545: 195-207.

Riyono, S.H., Afdal & A. Rozak. 2006. Kondisi perairan Teluk Klabat ditinjau dari kandungan klorofil-a fitoplankton. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 39:55-73.

Romimohtarto, K. & D. Hindarti. 1990. Abundance of planktonic crustacean larvae, especially decapods, in the northern Arafura Sea in relation to the monsoons. Netherlands Journal of Sea Research, 25(4):585-589.

Saito, T., I. Shimizu, J. Seki & K. Nagasawa. 2009. Relationship between zooplankton abundance and the early marine life history of juvenile chum salmon Oncorhynchus keta in eastern Hokkaido, Japan. Fish Sci., 75:303-305.

Shimode, S., T. Toda & T. Kikuchi. 2006. Spatio-temporal changes in diversity and community structure of planktonic copepods in Sagami Bay, Japan.

Marine Biology, 148: 581-597.

Sutomo, A.B. & J. J. Anderson. 1984. Phytoplankton and zooplankton abundance in Ambon Bay. Marine Research in Indonesia,23: 1–11.

(19)

Suwartana, A. 1985. Sebaran kedalaman batas atas dan bawah lapisan termoklin di Laut Banda. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 19:17-31. Vinas, M.D., F.C. Ramirez, B.A. Santos & M. Marrari. 2007. Spatial and

temporal distribution patterns of cladoceran in the Argentina Sea.

Hydrobiologia, 594: 59-68.

Wiadnyana, N.N. 1997. Variasi kelimpahan zooplankton di Teluk Kao, Halmahera (Maluku Utara). Oseanologi dan Limnologidi Indonesia,30: 53-62.

Wickstead, J.H. 1965. An introduction to the study of tropical plankton. HutchinsonTrop. Monogr. 160 pp.

Wyrkti, K. 1961. Physical oceanography of the Southeast Asian waters. Naga Rep. 2: 195 pp.

Yamaji, I. E. 1984. Illustrations of the marine plankton of Japan. Hoikusha Publishing Co., LTD, Japan. 536 pp.

Yusuf, S.A. & J. Praseno. 1978. Pengamatan pendahuluan sebaran plankton di Teluk Piru. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 11: 37-53.

Yusuf, S.A. 1979. Variasi kepadatan dan komposisi zooplankton di Teluk Ambon. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 12: 31-43.

Zhou, M., K.S. Tande, Y. Zhu & S. Basedow. 2009. Productivity, thropic levels and size spectra of zooplankton in northern Norwegian shelf regions.

Deep Sea Research II, 56: 1934-1944.

Zijlstra, J.J., M.A. Baars, S.B. Tijssen, F.J. Wetsteyn, J.I.J. Witte, A.G. Ilahude & Hadikusumah. 1990. Monsoonal effects on the hidrography of the upper waters (<300 m) of the eastern Banda Sea and northern Arafura Sea, with special reference to vertical transport processes. Netherlands Journal of Sea Research, 25(4): 431-447.

Gambar

Gambar 1. Lokasi penelitian zooplankton di sekitar perairan Nusalaut, Mei 2009.  Figure 1
Tabel  1.  Distribusi  zooplankton  predominan  di  sekitar  perairan  pesisir   Pulau Nusalaut, Mei 2009
Gambar  2.  Zooplankton  predominan:  Eucalanus  sp.  (copepoda),  larva  annelida  (meroplankton),  dan  Oikopleura  sp
Tabel  2.  Kelimpahan  relatif  zooplankton  predominan  (%)  di  perairan  pesisir Pulau Nusalaut, Mei 2009
+6

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan peraturan perundang untuk sertifikasi peralatan, maka jika peralatan tersebut tidak normal / dalam perbaikan maka pelaksanaan sertifikasi dilaksanakan pada saat

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh harga minyak dunia, harga emas, dan tingkat inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 2003-2012, dengan

Lingkup masalah penelitian pengembangan konsep dan teori keperawatan masalah penelitian difokuskan pada kajian teori-teori yang sudah ada dalam upaya meyakinkan masyarakat

Adapun tahapan yang dilakukan peneliti adalah: (a) Peneliti memberikan salam kepada siswa; (b) Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dipelajari oleh siswa;

Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal

Pemasyarakatan Narkotika yang peningkatan jumlahnya tidak terlalu besar, mungkin dapat dikatakan bahwa proses pemidanaannya sudah efektif. Akan tetapi hal tersebut

Untuk mengetahui hubungan secara simultan variabel motivasi (X1) dan komitmen organisasional (X2) terhadap kinerja karyawan (Y) dapat ditunjukkan dengan melihat

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat ALLAH SWT, berkat pertolongan serta kemudahan dariNya saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ‘’ Pengaruh Metode Pembelajaran