• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Perencanaan Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Mata Pelajaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Perencanaan Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Mata Pelajaran"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

60

A. Perencanaan Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Mata Pelajaran Ushul Fiqh di MAS TI Candung

Perencanaan pembelajaran atau bisa disebut dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah “rancangan pembelajaran mata pelajaran perunit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas.” Perencanaan merupakan proses penyusunan sesuatu yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pelaksanaan perencanaan tersebut, dapat disusun berdasarkan kebutuhan dan jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan guru yang membuat perencanaan. Namun harus dapat dilaksanakan dengan mudah dan tepat sasaran.1

Perencanaan pengajaran merupakan “persiapan yang diperlukan untuk dapat mengajar dengan baik yaitu merumuskan standar kompetensi, kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, menentukan indikator, memilih bahan pengajaran, menentukan sumber belajar, memilih dan mempersiapkan metode, menyediakan dan mempersiapkan media atau alat peraga serta membuat dan mempersiapkan evaluasi atau penilaian. Secara operasional dikenal dengan istilah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).”2

1

Harjanto, Perencanaan Pengajaran, ( Jakarta : Rineka Cipta, 2008 ), h. 2

2

(2)

Berdasarkan wawancara penulis dengan guru mata pelajaran Ushul Fiqh pada 12 Juli 2017 di MAS TI Candung yang bernama Nofriandi mengenai perencanaan pembelajaran dengan mengunakan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM), beliau mengatakan:

”Sebelum kami melaksanakan pembelajaran Ushul Fiqh, kami diwajibkan oleh Kepala Sekolah untuk membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dibuat satu kali dalam semester pada awal tahun ajaran, tujuannya agar dalam pembelajaran nanti lebih terarah dalam mengajar. Dalam membuat RPP kami dianjurkan oleh Kepala Sekolah berpedoman kepada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) agar materi Ushul Fiqh tersebut dapat diaplikasikan oleh siswa”.3

Berdasarkan ungkapan Kepala Sekolah di atas bahwa beliau mewajibkan kepada setiap guru untuk membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebelum melaksanakan pengajaran, gunanya untuk melihat arah atau gambaran kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran. Rencana pelaksanaan pembelajaran ini dibuat satu kali dalam satu semester pada awal tahun ajaran berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pengajaran (KTSP). Sebelum melaksanakan proses pembelajaran guru sudah membuat perencanaan pembelajaran dalam bentuk silabus, kemudian dijabarkan dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah dirangkum dalam kurikulum.4

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dipahami bahwa setiap guru wajib membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebelum

3

Nopriandi, (Guru mata pelajaran Ushul Fiqh MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung, 12 Juli 2017

4

Zulkifli, (Kepala Sekolah MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung, 21 Juli 2017

(3)

mengajar. Rencana Program Mengajar itu disusun berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menurut guru Ushul Fiqh haruslah mampu mencakup berbagai aspek dalam pelaksanaannya dikarenakan pelajaran Ushul Fiqh bukanlah seperti pelajaran lainnya yang cukup dengan aspek kognitif saja dan melupakan aspek lainnya, sedangkan Ushul Fiqh harus mampu mencakup ketiga aspek yang ada yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Ini semua dikarenakan Ushul Fiqh adalah pendidikan yang diberikan kepada siswa untuk menjalani kehidupan sehari-hari serta untuk ilmu di dunia dan akhirat.

Guru Ushul Fiqh juga mengatakan bahwa dalam menyusun RPP, seorang guru harus mencerminkan indikator serta tujuan yang jelas dari pelajaran yang diberikan sehingga RPP tersebut mampu menjadi pedoman bagi guru dalam mengajar.5

Wawancara penulis dengan Kepala MAS TI Candung menyatakan bahwa:

“Guru-guru Ushul Fiqh yang ada di MAS TI Candung sudah mampu dengan baik menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran namun masih ada sedikit kekurangan yang ada dalam RPP tersebut perlu diperbaiki agar dapat menjadi pedoman yang lebih baik”.6

Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan di MAS TI Candung bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tercermin

5

Nopriandi, (Guru mata pelajaran Ushul Fiqh MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung, 12 Juli 2017

6

Zulkifli, (Kepala Sekolah MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung, 21 Juli 2017

(4)

indikator pembelajaran, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran yang meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Kegiatan pembukaan atau pendahuluan waktu 10 menit, kegiatan inti 60 menit sedangkan kegiatan penutup waktunya 20 menit. Waktu yang ada tersebut merupakan jam mengajar guru yang dilaksanakan setiap masuk kelas sebanyak dua jam pelajaran yaitu 2 x 45 menit.7

Berdasarkan wawancara penulis dengan guru Ushul Fiqh pada tanggal 12 Juli 2017 beliau mengatakan bahwa:

“Guru Ushul Fiqh membuat perencanaan terhadap pembelajaran berbasis masalah yang mereka pakai untuk mengajar di kelas sehingga mereka memiliki pedoman yang baik untuk mengajar terutama dalam hal belajar dengan membawa masalah yang ada di sekitar siswa untuk di analisa oleh siswa.”8

Berdasarkan wawancara penulis pada 18 Juli 2017 dengan guru mata pelajaran Ushul Fiqh, beliau mengatakan bahwa:

“Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah dibuatnya untuk pembelajaran berbasis masalah dirasa belum baik, dikarenakan apa yang tertera di dalam RPP hanyalah berupa lembaran rencana pembelajaran karena pada hakikatnya masih banyak ide yang belum terangkum di dalam RPP yang telah disusun tersebut. Beliau juga mengatakan bahwa masih banyak ide-ide yang ada dalam pikirannya tapi belum dapat dituliskan di dalam RPP dan kemungkinan ide itu akan timbul pada pelaksanaan pembelajaran Ushul Fiqh”.9

Begitu juga yang disampaikan oleh guru mata pelajaran Ushul Fiqh lainnya yang bernama Jailani, beliau mengatakan bahwa RPP yang ada masih dianggap belum sempurna karena isi serta data-data yang terangkum

7

RPP Mata Pelajaran Ushul Fiqh MAS TI Candung

8

Nopriandi, (Guru mata pelajaran Ushul Fiqh MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung, 12 Juli 2017

9

(5)

dalam RPP tersebut belum mampu mencakup semua harapan dari guru yang mengajar .10

Penulis melihat bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah disusun tersebut sudah bisa dibilang baik karena telah mencakup semua hal yang diperlukan dalam mengajar dan telah mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor walaupun masih ditemukan kekurangan yang diperlukan dalam perencanaan pembelajaran berbasis masalah yaitu bagaimana tahapan-tahapan kegiatan dalam RPP tersebut yang belum disusun dengan sistematis

Guru Ushul Fiqh mengatakan bahwa dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran pembelajaran berbasis masalah harus ada beberapa komponen penting yang tidak boleh dilupakan karena merupakan inti dari kegiatan pembelajaran berbasis masalah, komponen-komponen itu adalah menampilkan masalah bagi siswa di awal pelajaran, dan meminta siswa menganalisanya serta mencari solusi dari masalah yang di hadirkan guru tersebut. 11

Berdasarkan yang disampaikan oleh guru Ushul Fiqh lainnya, bahwa masalah adalah komponen utama yang harus ada dalam menyusun RPP pembelajaran berbasis masalah, karena tanpa masalah, maka tujuan dari pembelajaran berbasis masalah tidak akan dapat tercapai.12

10

Jailani, (Guru mata pelajaran Ushul Fiqh MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung, 18 Juli 2017

11

Nopriandi, (Guru mata pelajaran Ushul Fiqh MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung, 12 Juli 2017

12

Jailani, (Guru mata pelajaran Ushul Fiqh MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung, 18 Juli 2017

(6)

Berdasarkan wawancara penulis pada 12 Juli 2017 dengan guru Ushul Fiqh di MAS TI Candung bahwa:

“Sebelum pembelajaran dimulai ada kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik diantaranya mengingat serta memikirkan masalah yang baru-baru terjadi di sekitar mereka lalu barulah guru memberikan suatu masalah yang berhubungan dengan materi pelajaran dan siswa diminta untuk menghubungkannya dengan materi tersebut sesuai dengan analisa siswa. Contohnya dalam materi Amar (perintah), guru menyampaikan materi tentang pengertian Amar kemudian siswa disuruh menganalisanya untuk menemukan adanya dalil Al-Quran yang menyatakan Amar

tersebut dan siswa juga disuruh untuk menyampaikan hasil kerjasama mereka dengan dalil yang mereka pegang.”13

Berdasarkan wawancara pada 18 Juli 2017 yang penulis lakukan dapat dijelaskan bahwa:

“Guru mata pelajaran Ushul Fiqh telah membuat Perencanaan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) secara sistematis, kemudian guru mata pelajaran Ushul Fiqh mengkonsultasikan dengan kepala sekolah. Kalau cocok dengan tujuan yang dicapai maka Kepala sekolah mesetujuinya, setelah itu baru siap disajikan kepada siswa dalam kelas.”14

Guru Ushul Fiqh juga mengatakan bahwa perbedaan yang mendasar antara penyusunan RPP dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan RPP pembelajaran lainya adalah pada masalah yang selalu di utamakan dalam pembelajaran berbasis masalah. Sehingga inti dari kegiatan pembelajarannya terletak pada masalah serta pemecahan masalah tersebut.15

13

Nopriandi, (Guru mata pelajaran Ushul Fiqh MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung, 12 Juli 2017

14

Jailani, (Guru mata pelajaran Ushul Fiqh MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung, 18 Juli 2017

15

Jailani, (Guru mata pelajaran Ushul Fiqh MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung,18 Juli 2017

(7)

Berdasarkan observasi pada 21 Maret 2016 penulis menemukan beberapa contoh RPP yang mencerminkan pembelajaran Ushul Fiqh dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah yang diterapkan dalam beberapa materi diantaranya Amar (perintah) dan Nahi

(larangan).

Penulis berpendapat bahwa RPP yang telah di buat oleh guru mata pelajaran Ushul Fiqh di MAS TI Candung sudah mendekati sempurna namun terkadang waktu pelajaran yang digunakan tidak sesuai dengan apa yang ditulis dalam RPP sehingga batas akhir pelajaran tidak sampai kepada tujuan pembelajaran sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa RPP adalah “rancangan pembelajaran mata pelajaran perunit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas untuk tercapainya tujuan pembelajaran”.16

Penulis menyimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Usul Fiqh terkadang waktu yang sudah ditulis guru Ushul Fiqh dalam RPP tidak sesuai dengan yang dilaksanakan, hal ini disebabkan karna bahasan materi yang cukup panjang dan guru yang belum sesuai dengan alokasi waktu dalam proses pembelajaran.

16

(8)

B. Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Mata Pelajaran Ushul Fiqh di MAS TI Candung

Pelaksanaan model pembelajaran berbasis masalah dimaksudkan sebagai upaya untuk menjadikan pelajaran Ushul Fiqh yang sesuai dengan kebutuhan siswa sesuai dengan keadaan yang dialami di lingkungan masing-masing. Konsekuensinya, adanya perubahan sikap siswa terhadap masalah yang dihadapinya sehari-hari. Berdasarkan pengamatan penulis serta wawancara dengan guru Ushul Fiqh dan kepala sekolah selama melakukan penelitian di MAS TI Candung, Pembelajaran Berbasis Masalah yang dilaksanakan belum sepenuhnya memuaskan dan memiliki kekurangan-kekurangan. Belum sepenuhnya kegiatan berbasis masalah dilakukan oleh guru dengan baik sesuai dengan yang diharapkan. Dalam pelaksanaan model pembelajaran berbasis masalah, terdapat tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh guru dan siswa, yaitu:

1. Merumuskan masalah

Guru memberikan masalah kepada siswa untuk membahas dengan baik masalah tersebut. Guru mengajukan masalah yang sesuai dengan materi dan masalah tersebut adalah hal yang terjadi di sekitar mereka.

Berdasarkan wawancara penulis pada 23 Juli 2016 dengan guru Ushul Fiqh mengatakan bahwa:

”Ketika guru akan mengajar dengan model Pembelajaran Berbasis Masalah mula-mula guru akan menyampaikan kepada siswa suatu masalah. Guru tersebut mencontohkan ketika ia mengajarkan materi Amar dalam

(9)

kajian Ushul Fiqh, beliau memulai dengan masalah kalimat-kalimat yang menyatakan bentuk Amar dalam Al-Quran serta bentuk pekerjaan yang berbentuk Amar dalam contoh yang siswa cari, Guru hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator.”17

Guru lainnya menyebutkan bahwa ketika beliau memasuki kelas guru akan memberikan berbagai masalah yang sesuai dengan materi dan meminta siswa untuk memilih materi mana yang menarik bagi siswa untuk dibahas lebih lanjut.18

2. Menganalisis masalah

Pada tahap ini, siswa diminta untuk menganalisis masalah yang ada dengan kritis.

”Menurut guru Ushul Fiqh setelah diberikan masalah, siswa diminta untuk meneliti terlebih dahulu masalah yang diberikan sesuai dengan pendapat mereka masing-masing sehingga didapatkan analisa awal oleh mereka. Seperti dalam masalah Amar yang telah disebutkan di atas, siswa diminta menemukan bentuk kalimat yang menyatakan Amar di dalam contoh yang telah mereka temukan, serta jelaskan juga asal kata kalimat tersebut sebelum menjadi kalimat Amar”.19 Begitu juga yang disampaikan oleh guru Ushul Fiqh lainnya, beliau mengatakan siswa diminta memilah-milah bagian-bagian dari masalah yang diberikan untuk diteliti lebih baik agar mereka dapat

17

Nopriandi, (Guru mata pelajaran Ushul Fiqh MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung, 23 Juli 2017

18

Jailani, (Guru mata pelajaran Ushul Fiqh MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung, 27 Juli 2017

19

Noprindi, (Guru mata pelajaran Ushul Fiqh MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung, 23 Juli 2017

(10)

menemukan masalah apa yang sebenarnnya terkandung dalam masalah tersebut.20

Berdasarkan contoh materi, siswa dapat menemukan adanya kalimat yang menyatakan Amar dengan contoh

ةَلاَّصلا اوُمْيِقَا

(dirikanlah olehmu shalat) kalimat yang menyatakan Amar di dalam ayat tersebut yaitunya ada kata

وُمْيِقَا

(dirikanlah olehmu) dan siswa juga menyebutkan bahwa asal kata tersebut berasal dari kata

َ َقق

(berdiri).

3. Merumuskan hipotesis

Setelah dilakukan analisis masalah, lalu siswa mengajukan beberapa jawaban sementara terhadap masalah yang telah mereka analisis.

”Berdasarkan wawancara penulis dengan guru Ushul Fiqh, disebutkan bahwa siswa mencoba untuk mengajukan beberapa jawaban yang dapat mereka pikirkan. Di antaranya, mereka mengatakan bahwa ayat Al-Quran yang menyatakan kalimat Amar diantaranya ialah kalimat

ةَلاَّصلا

اوُمْيِقَا

, pada kalimat ini terdapat fiil amar yang memerintahkan kepada manusia untuk mendirikan shalat.”21

4. Mengumpulkan data

Kegiatan ini merupakan langkah siswa mencari dan mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah. Dari hasil wawancara penulis dapatkan pada tahap ini siswa mulai berusaha mengumpulkan data-data yang diperlukan yang sesuai

20

Jailani, (Guru mata pelajaran Ushul Fiqh MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung, 27 Juli 2017

21

Nopriandi, (Guru mata pelajaran Ushul Fiqh MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung, 23 Juli 2017

(11)

dengan masalah yang sedang dibahas. Mereka mencoba mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang menyatakan kalimat

اوُمْيِقَا

ةَلاَّصلا

serta pendukung lainnya.22

5. Pengujian hipotesis

Pada tahap ini, merupakan langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan. Berdasarkan data yang penulis dapatkan, disinilah kegiatan siswa belum tampak. Mereka tidak melakukan pengujian hipotesis terhadap apa yang telah mereka buat, karena mereka menganggap telah selesai dan tinggal mencari solusi terhadap masalah tersebut.

6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah

Inilah kegiatan akhir dari pembelajaran berbasis masalah yaitu langkah siswa merumuskan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.

“Menurut guru Ushul Fiqh, pada tahap ini siswa mencoba memberikan solusi terhadap masalah bahwasanya untuk menentukan kalimat amar dakam Al-Quran maka harus merujuk kepada asal kata dari kata kerja (fi’il) yang disebut dengan fi’il madhi. Barulah setelah didapakan solusi dari siswa ini guru turut serta menjelaskan materi tentang Amar tersebut dan hubungannya dengan kajian ushul fiqh yang menjadi masalah di awal pelajaran serta memberikan komentar terhadap kegiatan yang telah dikerjakan siswa.”23

22

Ibid.,

23

(12)

Guru Ushul Fiqh menyebutkan bahwa dari semua tahapan dari Pembelajaran Berbasis Masalah ini, tidak semua tahapan yang dapat terlaksana dengan baik.24

Menurut Kepala Sekolah MAS TI Candung, beliau mengatakan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah yang dilakukan oleh guru Ushul Fiqh sudah bisa dianggap baik walaupun dalam beberapa hal masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki seperti belum terlaksananya semua tahapan dalam pembelajaran tersebut.25

Begitu juga ketika penulis melakukan wawancara dengan siswa, mereka menyatakan bahwa mereka akan tertarik dengan pembelajaran berbasis masalah yang dilakukan oleh guru Ushul Fiqh asalkan masalah yang dibawa oleh guru tersebut sangat menarik dan menantang bagi mereka.26

Pembelajaran berbasis masalah dalam pelaksanaannya tidak luput dari media yang digunakan oleh guru. Berdasarkan wawancara penulis dengan guru Ushul Fiqh mengatakan bahwa ketika beliau mengajar dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah, ia jarang menggunakan media dikarenakan media yang ada di sekolah tersebut kurang memadai untuk dipakai dalam pembelajaran di kelas.27

24

Jailani, (Guru mata pelajaran Ushul Fiqh MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung, 27 Juli 2017

25

Zulkifli, (Kepala Sekolah MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung, 28 Juli 2017

26

Widya Amdi Fitri dkk, ( Siswa kelas XII MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung, 25 Juli 2017

27

Nopriandi, (Guru mata pelajaran Ushul Fiqh MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung, 23 Juli 2017

(13)

Penulis berpendapat bahwa dalam pelaksanaan model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran Ushul Fiqh ini sudah diterapkan dan guru pun sudah menguasai langkah-langkah dalam model PBM, namun penulis melihat bahwa model ini belum sepenuhnya dimengerti oleh siswa, hal ini dapat penulis lihat dalam proses pembelajaran ketika guru menyuruh siswa dalam langkah-langkah model PBM ini. Dan ada juga langkah-langkah dalam model PBM ini tidak dilaksanakan dan tidak tentunya hasil pembelajaran tidak sempurna sesuai dengan apa yang diharapkan.

Kesimpulan penulis dalam pelaksanaan model PBM pada mata pelajaran Ushul Fiqh sudah dilaksanakan dan guru paham dengan model PBM ini, namun masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaan model ini yaitu siswa belum sepenuhnya mengerti akan keseluruhan langkah-langkah model PBM ini. Walaupun demikian penulis berasumsi bahwa model PBM bagus diterapkan karena sebelumnya guru yang mengajar Ushul Fiqh hanya menggunakan metode tanya jawab dan demonstrasi saja. Dan sering siswa yang bertanya dan maju kedepan untuk membaca kitab siswa yang sama setiap kali pertemuan.

C. Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah Dalam Mata Pelajaran Ushul Fiqh di MAS TI Candung

Setiap pelaksanaan pembelajaran diharapkan hasil yang baik. Untuk mendapatkan hasil yang baik tersebut tentu perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui hasilnya.

(14)

Berdasarkan wawancara penulis dengan guru Ushul Fiqh, beliau menyatakan bahwa:

“Dalam melakukan evaluasi terhadap pembelajaran berbasis masalah tidak terlalu terfokus terhadap nilai yang didapatkan siswa melainkan melihat kepada keaktifan siswa, respon serta partisipasi selama proses pembelajaran dilaksanakan. Dengan hal ini, akan diketahui peningkatan hasil belajar siswa bukan saja dari aspek kognitifnya tapai juga dari aspek afektif dan psikomotor siswa”.28

Disampaikan juga oleh guru Ushul Fiqh lainnya, keaktifan siswa sangat diperlukan untuk mengevaluasi hasil belajar dengan pembelajaran berbasis masalah karena siswa yang terlihat aktif tentu mengetahui dengan baik proses pembelajaran yang dilaksanakan.29

“Guru Ushul Fiqh menyebutkan bahwa” adapun evaluasi pembelajaran pada mata pelajaran Ushul Fiqh ini menerapkan evaluasi jangka panjang (Sumatif) hal ini dikarnakan begitu banyaknya materi yang akan diselesaikan dalam satu semester yang berpedoman kepada buku panduan Ushul Fiqh itu sendiri yaitu nya kitab Ushul Fiqh. Seandainya di adakan evaluasi pada tiap-tiap materi maka akan memakan waktu yang panjang sehingga materi Ushul Fiqh pada semester tersebut tidak terselesaikan”.30

Adapun evaluasi yang dilaksanakan pada mata pelajaran Ushul Fiqh yaitu pada ujian tengah semester dan ujian akhir semester, dan untuk penilaian lainnya guru Ushul Fiqh melihat kepada proses pelaksanaan pembelajaran yang telah dijalani oleh siswa tersebut.

Pendapat penulis mengenai evaluasi dalam mata pelajaran Ushul Fiqh dengan menggunakan model PBM ini guru mesti melakukan evaluasi yang bersifat formatif sebagaimana bahwa jenis-jenis dari evaluasi ada di

29

Jailani, (Guru mata pelajaran Ushul Fiqh MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung, 27 Juli 2017

30

(15)

antaranya evaluasi formatif yaitu penilaian untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai peserta didik setelah menyelesaikan program dalam satuan materipokok suatu bidang study.31 Agar materi pelajaran yang telah siap diajarkan bisa di ketahui sampai dimana siswa memahaminya.

D. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Mata Pelajaran Ushul Fiqh di MAS TI Candung

Keberhasilan suatu proses pembelajaran tergantung kepada komponen belajar. Pembelajaran yang dilaksanakan di kelas tidak lepas dari faktor pendukung dan penghambatnya, karena apa yang dilaksanakan guru membutuhkan dorongan dari berbagai pihak baik berupa kata-kata maupun benda. Begitu juga dengan hambatan yang pasti selalu dalam dalm kegiatan yang dilakukan. Untuk itu agar pendidikan terlaksana dengan baik perlu diperhatikan faktor pendukung dan penghambat dalam proses pembelajaran tersebut. Banyak pendukung dan penghambat yang pasti ditemukan oleh guru, tinggal bagaimana guru tersebut menghadapinya agar dapat menjadikan kegiatan pembelajaran lebih baik.

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah, dari wawancara yang penulis lakukan dengan guru Ushul Fiqh mengatakan bahwa:

“Guru Ushul Fiqh mendapatkan dukungan penuh dari Kepala Sekolah untuk melaksanakan pembelajaran berbasis masalah degan baik, mulai dari penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran sampai hasil yang diharapkan oleh guru tersebut dari hasil belajar.

31

(16)

Kepala Sekolah selalu memberikan dorongan serta masukan dan saran setiap kali guru Ushul Fiqh menyampaikan kepada Kepala Sekolah bahwa ia akan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dalam kelas yang akan di ajarnya.”32

Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan Kepala Sekolah, beliau mengatakan bahwa:

“Dukungan yang kuat selalu diberikannya kepada guru-guru yang ada di sekolah tersebut dalam melaksanakan pembelajaran di kelas, selama pembelajaran yang diberikan mampu memberikan pengetahuan yang baik bagi siswa serta meningkatkan kemampuan siswa sesuai dengan materi yang diberikan oleh guru tersebut. Begitu juga dengan dukungan yang diberikan kepada guru Ushul Fiqh, beliau menganggap Ushul Fiqh adalah suatu pelajaran yang sangat penting bagi kehidupan siswa sehingga apapun yang dilakukan oleh guru Ushul Fiqh akan didukung dengan sebaik-baiknya oleh beliau.”33

Faktor penghambat dalam proses pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran Ushul Fiqh ialah minimnya media yang di gunakan oleh siswa dalam proses pembelajaran. Media yang dimaksud di sini ialah kitab Ushul Fiqh yang digunakan dalam proses pembelajaran, tidak jarang siswa yang melihat kepada kitab temannya dikarnakan tidak adanya kitab yang mereka miliki dan ini tentunya sangat berpengaruh terhadap prose pembelajaran .34

Berdasarkan yang disampaikan oleh guru Ushul Fiqh lainnya, beliau mengatakan bahwa:

“MAS TI Candung ini masih memiliki banyak kekurangan dalam perlengkapan media mengajar sehingga guru Ushul Fiqh yang

32

Nopriandi, (Guru mata pelajaran Ushul Fiqh MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung, 19 Juli 2017

33

Zulkifli, (Kepala Sekolah MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung, 28 Juli 2017

34

Nopriandi, (Guru mata pelajaran Ushul Fiqh MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung, 19 Juli 2017

(17)

membutuhkan media untuk materi yang akan diajarkan harus mengajar dengan kemampuan mereka sendiri tanpa media yang memadai”.35

Ketika penulis melakukan wawancara kepada siswa pada 25 Juli 2017 tentang hal ini, siswa mengatakan bahwa:

“Pembelajaran berbasis masalah ini akan menarik jika masing-masing siswa memiliki kitab sendiri dan tidak melihat atau meminjam dulu kitab ke lokal-lokal lain, sehingga mereka menjadi senang dengan masalah yang disampaikan dan akan membahasnya dengan serius”.36

Penghambat guru Ushul Fiqh dalam melaksanakan pembelajaran berbasis masalah dengan baik. Jika minat siswa tinggi dan serius membahas masalah, maka pembelajaran berbasis masalah akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan yaitu siswa mampu memcahkan masalah dengan baik dan menemukan solusinya.

Untuk itu, ketika ditanyakan kepada guru Ushul Fiqh bagaimana mengatasi hal seperti ini, mereka mengatakan bahwa untuk mengatasinya adalah dengan guru menjadi lebih aktif dalam memberikan dorongan, motivasi bagi siswa serta menjadi fasilitator yang baik dalam Pembelajaran Berbasis Masalah. Dengan demikian diharapkan siswa mampu meningkatkan minat dan motivasi yang ada dalam dirinya untuk belajar dengan baik dengan pembelajaran berbasis masalah yang dilaksanakan guru.37

35

Jailani, (Guru mata pelajaran Ushul Fiqh MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung, 06 Juli 2017

36

Widya Amdi Fitri dkk, ( Siswa kelas XII MAS TI Candung), Wawancara Kelompok, Candung, 25 Juli 2017

37

Nopriandi, (Guru mata pelajaran Ushul Fiqh MAS TI Candung), Wawancara Pribadi, Candung, 19 Juli 2017

(18)

Mereka mencoba mencari solusi yang terbaik untuk pelaksanaan pembelajaran yang mereka laksanakan dengan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mereka dengan cara berdiskusi dengan guru lainnya baik dari guru yang satu sekolah maupun dengan guru yang berbeda sekolahnya. Guru-guru tersebut juga terus berupaya meminta pihak sekolahnya terutama kepada Kepala Sekolah untuk meningkatkan fasilitas mengajar yang ada di sekolah tersebut.38

Kesimpulan penulis faktor penghambat yang dialami guru dalam proses pembelajaran Ushul Fiqh dengan menggunakan model PBM ini yaitunya faktor media yang digunakan oleh siswa yang belum lengkap yaitu kitab Ushul Fiqh sendiri dimana siswa tidak memiliki masing-masing kitab sehingga siswa disuruh untuk melihat atau meminjam kepada kitab temannya. Dan untuk memenuhi kekurangan media ini pihak sekolah mengupayakan untuk menambah kitab-kitab yang masih kurang di perpustakaan sekolah agar dapat dipinjamkan kepada siswa.

38

Referensi

Dokumen terkait

Berhubung daerah yang akan di eksplorasi berada pada daerah tropis sehingga ketersediaan energi matahari cukup memadai untuk menghasilkan listrik, maka perancang

Aplikasi konsep modern luxury dan nuansa alami pada ruangan The Sun Hotel diaplikasikan pada semua elemen interior, contohnya adalah: penggunaan lampu gantung

Hasil dari reaksi korosi ini yaitu suatu material atau logam akan mengalami perubahan (baik berupa fisik atau kimia) sifatnya ke arah lebih rendah atau

Untuk  mencapai kinerja  yang diharapkan dalam suatu organisasi  maka  para  pegawai  harus  mendapatkan  pendidikan  dan  pelatihan  yang  sesuai  dengan 

Dari uji aktivitas menggunakan uji ANOVA formula 3 dengan dengan perbandinga 3:1 yang terdiri dari ekstrak etanol seledri 7,5 % dan daun teh hijau 2,5 %, memiliki

Siswa yang tuntas belajar pada penelitian tindakan kelas siklus I, 30%, dengan nilai rata-rata 48, sedangkan pada siklus I, 78% siswa tuntas belajar dengan nilai rata-rata 71, dan

Karena pengaruh ajakan yang begitu kuat dari lingkungan (teman), anak lebih memilih bermain dengan teman-temannya dibanding membaca buku. Dan terakhir, ketersediaan waktu yang

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan wacana baru untuk perusahaan terkait dengan kemampuan rasio keuangan dalam memprediksi perubahan laba