BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Umum Jembatan
Jembatan merupkan suatu struktur yang menghubungkan alur transportasi yang dapat melintasi rintangan, rintangan yang dimaksud dapat berupa sungai, jurang, danau, bagunan dan lain sebagainya.
Jembatan terdiri atas beberapa struktur bangunan yang umumnya dibagi menjadi bangunan atas dan bangunan bawah. Untuk jembatan rangka baja kereta api struktur atas terdiri dari lantai kendaraan (rel), gelagar memanjang, gelagar melintang, gelagar induk, tumpuan jembatan. Dan untuk struktur bawah terdiri dari abutmen, pilar, dan pondasi.
Jembatan kereta api adalah jembatan yang digunakan untuk menghubungkan jalan rel yang melintasi rintangan seperti sungai, jalan lain dan sebagainya, untuk dilewati kereta api.
2.2 Konstruksi Jalan Rel
Dalam merencanakan jalan rel digunakan kecepatan rencana yang besarnya 1,25 x Vmaks.
Di samping kecepatan rencana juga memperhitungkan beban gandar dari kereta api. Untuk semua kelas, beban gandar maksimum adalah 18 ton. Ketentuan ini akan dipakai guna evaluasi kelayakan pada perencanaan double track. Dibawah ini merupakan tabel klasifikasi standar jalan rel.
Tabel. 2.1 Klasifikasi Jalan Rel
2.3 Komponen Jembatan Rangka 2.3.1 Struktur Bawah
Struktur bawah jembatan merupakan struktur yang dibangun untuk mentransfer gaya pada struktur atas (jembatan rangka dan beban hidup) langsung ke tanah. Pada umumnya struktur bawah dapat berupa kelapa jembatan (abutment) dan pilar (piers).
2.3.2 Struktur Atas
Struktur atas terdiri dari beberapa komponen yang lebih banyak dibandingkan dengan komponen struktur bawah jembatan. Komponen tersebut secara umum berupa rangka utama, portal ujung, gelagar melintang, gelagar memanjang, ikatan angin / lateral bracing, plat buhul, dan lantai kendaraan.
1. Rangka Utama
Rangka utama jembatan rangka dapat dibentuk dengan berbagai variasi dan kebanyakan di Indonesia menggunakan jembatan rangka type Warren. Rangka utama merupakan pemikul utama keseluruhan beban jembatan yaitu beban mati dan beban atas (top chords), gelagar bawah (bottom chords), dan batang diagonal (diagonal chords). Seperti terlihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Rangka Utama
2. Portal Ujung
Portal ujung merupakan rangkaian profil baja yang terletak pada ujung jembatan rangka. Portal ujung harus cukup kaku sehingga kuat memikul beban horizontal, terutama akibat angin. Sehingga portal ujung akan
memiliki dimensi penampang yang lebih besar dibandingkan komponen rangka utama lainnya, seperti terlihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Portal Ujung
3. Gelagar Melintang (Cross Girder / Cross Beam)
Gelagar melintang bawah (Cross Grider) memikul beban-beban kendaraan dan beban hidup lainnya melalui gelagar memanjang (stringer) dimana gelagar melintang menyalurkan kepada rangka utama. Sedangkan gelagar melintang atas (Cross Beam) berfungsi sebagai penyalur gaya angina dan memper kaku struktur jembatan.
4. Gelagar Memanjang (Stringer)
Gelagar memanjang menyalurkan beban-beban lantai kendaraan (beban mati dan beben hidup) kepada gelagar melintang, hal ini dikarenakan gelagar memanjang menumpu pada gelagar melintang (End Plate Connection). Berbeda dengan gelagar melintang, gelagar memanjang hanya ada di posisi bawah jembatan rangka dan tidak terdapat di bagian atas jembatan, seperti terlihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Gelagar Memanjang (Stringer)
5. Ikatan Angin (Lateral Bracing)
Ikatan angin merupakan rangkayan profil baja yang berfungsi untuk menahan beban lateral akibat beban angin pada jembatan. Ikatan angin pada jembatan terletak di bagian atas dan bawah dari jembatan tersebut.
6. Pelat Buhul (Gusset Plate)
Pelat buhul adalah satu komponen jembatan yang berfungsi untuk menghubungkan profil-profil baja pada rangka utama. Profil-profil baja yang terdapat pada rangka utama, dihubungkan ke pelat buhul, dengan menggunakan sambungan berupa baut.
Pelat buhul harus memiliki ketebalan yang lebih besar dibandingkan dengan profil tebal plat pada profil baja. Hal ini dikarenakan semua gaya yang bekerja pada struktur rangka utama akan disalurkan ke pelat buhul tersebut,seperti terlihat pada Gambar 2.4
Gambar 2.4 Pelat Buhul (Gusset Plate)
7. Bearing, Seismic Buffer, dan Lateral Stop
Bearing / landasan adalah suatu komponen yang dipersiapkan untuk
mentransfer gaya vertical yang disebabkan oleh beban-beban jembatan
rangka di atasnya. Bearing berada di antara pelat buhul ujung bawah
(kanan dan kiri) dengan abutment. Bearing terbuat dari bahan karet yang
dicampur dengan polimer. Biasanya disebut dengan Elastomeric Bearing.
Gambar 2.5 End Bearing Assembly
Selain Bearing pada bagian ujung bawah jembatan juga terdapat
komponen yang disebut seismic buffer. Seismic buffer dirancang untuk
menahan gaya gempa maupun gaya longitudinal jembatan rangka. Seismic buffer berapa pada komponen plat buhul ujung bawah jembatan
rangka. Sama halnya dengan bearing, Seismic buffer juga terbuat dari
karet yang sejenis dengan bearing, seperti terlihat pada Gambar 2.5.
8. Lantai Kendaraan
Lantai Kendaraan merupakan komponen utama jembatan yang berkontak langsung dari beban kendaraan pada jembatan. Konstruksi jalan rel (bantalan dan rel) merupakan lantai kendaraan untuk jembatan kereta api.
2.4 Metode Ereksi Jembatan (Metode Kantilever)
Di Indonesia metode kantilever merupakan metode paling sering digunakan. Metode ini disebut kantilever, dikarenkan selama pemasangan, rangka jembatan berfungsi sebagai kantilever.
Rangka jembatan dipasang sepotong demi sepotong dari salah satu ujungnya dalam keadaan menggantung secara berangsur-angsur sampai mencapai ujung yang lain. Pada pelaksanaannya system kantilever membutuhkan jembatan pemberat yang berfungsi sebagai penyeimbang saat pemasangan.
Jembatan pemberat disambungkan dengan jembatan pokok dengan menggunkan rangka penghubung (link set). Jembatan pemberat yang berperan sebagai pemberat akan diberikan pemberat pada ujung
belakangnya yang berfungsi sebagai counter weight. Berikut gambar dari
metode kantilever serta formula perhitungannya yang terlihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Formula metode kantilever
2.5 Metode Estimasi Biaya (Harga Satuan / Unit Price)
Memperkirakan biaya berdasarkan harga satuan, dilakukan bilamana angka yang menunjukan volume total pekerjaan belum dapat ditentukan dengan pasti, tetapi biaya per unitnya dapat dihitung. Metode estimasi ini dilakukan dengan menghitung volume pekerjaan yang direncanakan dikalikan dengan harga satuan yang berlaku di lokasi pekerjaan.
2.6 Sambungan Baut 2.6.1 Umum
Baut adalah salah satu alat penyambung profil baja, selain paku keling dan las. Pada umumnya baut yang digunakan untuk menyambung profil baja ada 2 jenis, yaitu :
1. Baut yang diulir penuh
Baut yang diulir penuh berarti mulai dari pangkal baut sampai ujung baut diulir, seperti terlihat pada Gambar 2.7 berikut ini :
Gambar 2.7 Baut yang Diulir Penuh
Diameter baut yang diulir penuh disebut Diameter Kern (inti) yang ditulis dengan notasi dk atau d1 pada Tabel Baja tentang Baut.
2. Baut yang tidak diulir penuh
Baut yang tidak diulir penuh ialah baut yang hanya bagian ujungnya diulir, seperti terlihat pada Gambar 2.8 berikut ini :
Gambar 2.8 Baut yang tidak Diulir Penuh
Diameter nominal baut yang tidak diulir penuh ialah diameter terluar dari batang baut. Diameter nominal ialah diameter yang tercantum pada nama perdagangan, misalnya baut M16 berarti diameter nominal baut tersebut = 16 mm.
2.6.2 Jenis-jenis Sambungan Yang Menggunakan Baut
Ada 4 jenis sambungan yang menggunakan baut, yaitu :
1. Baut dengan 1 irisan (Tegangan geser tegak lurus dengan
sambungan baut ), seperti terlihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Baut dengan satu irisan
2. Baut dengan 2 irisan (Tegangan geser tegak lurus dengan sumbu
baut), seperti terlihat pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Baut dengan dua irisan
3. Baut yang dibebani // sumbunya, seperti terlihat pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11 Baut yang Dibebani Sejajar dengan Sumbu
4. Baut yang dibebani sejajar sumbu dan tegak lurus sumbu, seperti
terlihat pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Baut yang Dibebani Sejajar dengan Sumbu dan Tegak Lurus
2.7 Kriteria Umum Perencanaan Struktur Atas Jembatan Kereta Api 2.7.1 Umum
Pembuatan desain berdasarkan kondisi batas ultimate atau metode LRFD (Load Resistance and Factor Design) dan menurut intilah SNI : PBKT (perencanaan beban dan kekuatan terfaktor), yang harus memenuhi kriteria keamanan untuk semua jenis gaya dalam. Kekuatan rencana tidak kurang dari pengaruh aksi rencana sebagai berikut :
φRn ≥ dampak dari Σ γi Qi (pers. 2.1)
Dimana :
Sisi kiri mewakili kekuatan rencana dari penampang komponen
struktur jembatan, yang bisa dihitung dari Rn (besaran ketahanan atau kekuatan nominal dari penampang komponen struktur) dikalikan dengan suatu faktor reduksi kekuatan φ.
Sisi kanan mewakili dampak batas ultimate atau yang paling
membahayakan dari beban-beban, yang dihitung berdasarkan
penjumlahan terkombinasi dari jenis-jenis beban yang berbeda Qi,
yang masing-masing diberikan suatu faktor beban γi.
Dibawah ini adalah faktor reduksi kekuatan φ untuk berbagai situasi
rencana berdasarkan RSNI-T-03-2005.
Tabel 2.2 Faktor Reduksi Kekuatan untuk Keadaan Batas Ultimit
2.7.2 Pembebanan a. Beban Utama
Beban utama terdiri dari beban mati, dan beban hidup.
Beban Mati (D)
Beban mati terdiri dari berat sendiri komponen struktur baja, berat sendiri rel, bantalan, dan balas.
Beban Hidup (L)
Beban hidup bergerak berupa rangkaian lokomotif berdasarkan skema 100% RM 1921, seperti terlihat pada Gambar 2.13.
Sebagai beban hidup ditentukan suatu kendaraan, yang rangkaiannnya sendiri dari dua lokomotif dengan tender-tender, masing-masing seperti skema dibawah ini :
Gambar 2.13 Susunan lokomotif dan tender.
Jumlah berat 168 ton atau 8.75 t/m’ ditambah sejumlah gerbong yang tidak tertentu seperti Gambar 2.14 :
Gambar 2.14 Beban Merata
Jumlah 24 ton atau 5 ton/m’
Kendaraan dirangkaikan sedemikian rupa sehingga guna perhitungan konstruksi diambil yang amat tidak menguntungkan (berbahaya).
Jika pada suatu bentang jembatan hanya muat tujuh gandar, maka bebannya ditingkatkan hingga 15 ton seperti pada Gambar 2.15
Gambar 2.15 Beban 6 atau 7 Gandar
Jika pada suatu bentang jembatan hanya muat lima gandar, maka bebannya ditingkatkan hingga 17 ton seperti pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16 Beban 4 atau 5 Gandar
Jika pada suatu bentang jembatan hanya muat tiga gandar, maka bebannya ditingkatkan hingga 18 ton seperti apada Gambar 2.17.
Gambar 2.17 Beban 3 Gandar
Jika pada suatu bentang jembatan hanya dua gandar, maka bebannya ditingkatkan hingga 19 ton seperti pada Gambar 2.18.
Gambar 2.18 Beban 2 Gandar
Jika pada suatu bentang jembatan hanya muat satu gandar, maka bebannya ditingkatkan hingga 20 ton seperti pada gambar 2.19.
Gambar 2.19 Beban 1 Gandar
Dari rencana – rencana beban tersebut, dipilih rencana yang mengakibatkan momen serta gaya lintang terbesar.
Gaya – gaya yang bekerja akibat beban hidup ini harus dikalikan dengan koefisien kejut (φ). Besarnya koefisien kejut Untuk jembatan baja dihitung dengan rumus :
φ = 1,2 + (pers 2.2)
Dimana :
φ = Faktor kejut
Lt = bentang jembatan dalam (m)
b. Beban Tambahan
Beban utama terdiri dari gaya horizontal akibat angin, gaya menyimpang akibat lokomotif, gaya rem.
Gaya Horizontal Akibat Angin (W) (AVBP 1932)
Tekanan angin dianggap sebagai suatu beban terbagi merata, tidak dengan kejut dan bekerja dalam arah horizontal. Besarnya
tekanan angin menurut AVBP 1932 adalah 100 kg/m2. Luas
bidang yang tertekan angin untuk jembatan rangka baja ialah luas bidang rangka batang ditambah dengan luas bagian lantai jalan yang mungkin muncul diatasnya dan luas muatan gerak.
Gaya Menyimpang Akibat Lokomotif (S) (AVBP 1932)
Dalam AVBP 1932, perlu diperhatikan pula santakan menyamping yang dilakukan oleh lokomotif terhadap jembatan, yang pengaruhnya dapat disamakan dengan suatu gaya horizontal S. Besar arah dan titik tangkap S dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.3 Gaya Horizontal S oleh Tekanan Kesamping Lokomotif
Besar Arah Titik Tangkap
Lurus S = A max / 10 Tegak pada sumbu
memanjang jembatan Pada tinggi kepala rel ditempat yang paling membahayakan untuk masing – masing batang Lengkungan R ≥ 900 S = A max / 10
Sejajar dengan gaya menjauhi titik pusat R ≥ 150 <
900 S = (A max / 7500) x R1500
R ≤ 150 S = 0
Catatan :1. A max = Muatan gandar yang terbesar (tidak dengan koefisien kejut), yang ada dalam gandar lokomotif atau kumpulan gandar – gandar lokomotif yang menurut rencana muatan berlaku untuk hitungan itu.
2. R = Jari – jari lengkungan dalam meter. Jika rencanan
muatan terdiri atas beberapa skala muatan terbagi rata, maka diambil A max sama dengan 1.5 x muatan terbagi rata, yang untuk penentuan momen lentur diperhitungkan bagi bagian konstruksi yang bersangkutan dengan keterangan bahwa A max tidak dapat melebihi harga muatan terbagi rata per meter yang berlaku untuk bentang 2 meter A max dipandang sebagai gaya tunggal.
2.7.3 Faktor Beban dan Kombinasi Beban
Kombinasi pembebanan yang digunakan menurut kepada peraturan baja Indonesia, SNI 03-1729-2002 pasal 6.2.2. berikut jenis-jenis kombinasi pembebanannya :
1. M = 1.4 Mati
2. MHK = 1.2 Mati + 1.6 Hidup+ 1.0 Lokomotif
3. MHKA = 1.2 Mati + 1.6 Hidup + 1.0 Lokomotif + 1.3 Angin
4. MA = 0.9 Mati + 1.3 Angin
2.7.4 Perencanaan Penampang Baja
a. Perencanaan Penampang Gelagar
Dalam perencanaan penampang gelagar ada syarat yang harus dipenuhi seperti pada persamaan dibawah ini :
Mu ≤ Ø x Mn (pers 2.3)
Mn = 1.12 Sx fy (pers 2.4)
Setelah didapat penampang gelagar, penampang dikontrol terhadap:
1. KELANGSINGAN
Plat Sayap dengan persamaan :
tf
b
f.
2
≤ fy p 170 (kompak) (pers 2.5)Plat Badan dengan persamaan :
tw r tf h w 2 2 ≤ fy p 1680 (kompak) (pers 2.6)
2. KONTROL LENDUTAN AKIBAT BEBAN BALOK
δ = EI L total M 48 . 5 2 < 800 1 x bentang (pers 2.7)
3. KONTROL TERHADAP PENGARUH LATERAL
Dicari terlebih dahulu, Lp, Lb, Lr.
Lp = 1,76 . iy . Fy
E (pers 2.8)
Lb = λ (tidak ada penyangga)
Lr = FL 1 iy X 2 2 1 1 X FL (pers 2.9) dimana : X1 = Sx . 2 AJEG (pers 2.10) X2 = 4 . ( )2 JG Sx . iy Iw (pers 2.11) FL = 0,7 . Fy (pers 2.12)
Kondisi plastis jika Lb < Lp, maka tahanan momen nominal menggunakan persamaan :
Mu ≤ Ǿ.Mp (pers 2.14)
Mu ≤ Ǿ. (1,12 . Sx . fy )
Kondisi inelastis jika Lr > Lb > Lp, maka tahanan momen nominal menggunakan persamaan :
Mu ≤ Ø Mn (pers 2.15) Dengan : Mn = Cb (Mp – (Mp – Mr)) . (pers 2.16) Cb = Mc Mb Ma Mmaks Mmaks 3 4 3 5 . 2 5 , 12 ≤ 2.3 (pers 2.17)
Mmaks = Momen maksimum
Ma = Momen pada jarak ¼ segmen
Mb = Momen pada jarak ½ segmen
Mc = momen pada jarak ¾ segmen
Mp = Fy . 1,12 . Sx (pers 2.18)
Mr = Sx . FL (pers 2.19)
Kondisi elastis jika Lb > Lr, maka tahanan momen nominal
menggunakan persamaan : Mu ≤ Ø Mn (pers 2.20) Dengan : Mn = 2 2 1 y b 1 ) ( 2 . 1 r L 2 . . . y b x b r LX X X S C (pers 2.21) Secara garis besar perancangan batang gelagar dapat dilihat pada Gambar 2.20.
Mulai Analisa Struktur
· Pembebanan (Beban mati, hidup, rem, & angin)
· Hitung kombinasi pembebanannya (Mu dan D ).
Hitung persyratan Mu ≤ Ø x Mn Mu ≤ Ø x (1.12 Sx fy) Sx ≥ Mu / (Ø x 1.12 x fy)
Ambil profil yang melebihi Sx terhitung.
KONTROL “Penampang Terpilih" terhadap :
Kelangsingan, Lentur & Geser, Lendutan, Terhadap Pengaruh
Lateral Perbesar Profil
Selesai
Tidak
Ya
Gambar 2.20 Bagan Alir Perancangan Gelagar
b. Perencanaan Batang Tarik
Batang tarik yaitu komponen struktur yang memikul / mentransfer gaya tarik antara dua titik pada struktur. Komponen struktur yang memikul gaya aksial tarik terfaktor, Nu, harus memenuhi kuat tarik rencana, Nu ditentukan oleh dua kondisi batas yang mungkin dialami batang tarik, yaitu dengan mengambil harga terkecil diantara :
a. Kondisi leleh sepanjang batang :
Nu = 0.9 Ag fy (pers 2.22)
b. Kondisi fraktur pada daerah sambungan :
Nu = 0.75 Ae fu (pers 2.23)
dimana :
Ag = luas penampang kotor
Ae = luas efektif penampang
fy = tegangan leleh
Secara garis besar perancangan batang tarik dapat dilihat pada Gambar 2.21.
Mulai
Analisa Struktur
· Pembebanan
· Hitung gaya tarik masing-masing batang
· Hitung gaya tarik paling ekstrim.
· Hitung “imin” yang dibutuhkan
Imin = 1/240 , unt komponen utama Imin = 1/300, untuk komponen sekunder
· Hitung Ag min yang dibutuhkan dari kondisi batas
leleh :
· Hitung Ae min yang dibutuhkan dari kondisi batas
leleh : fy x N Agmin U 9 ,0 . min U fu x N Ae
Ambil profil yang memiliki Ag ≥ Agmin
i ≥ imin
Hitung Ae dari Profil yang di pilih
Ae ≥ Aemin
Pemeriksaan Kekompakan Profil
“λ ≤ λr”
Pemeriksaan daerah sambungan “Balok Geser Ujung” “ø. Nn” = min (ø.Nngs murni ; ø.Nngs tarik)
“ø. Nn”blok ujung ≥
“ø. Nn”penampang terpilih
· Perbesar jarak antara
baut dalam arah gaya
· Pertebal pelat simpul
Selesai Ya Tidak Ya Tidak Gambar 2.21 Bagan Alir Perancangan Batang Tarik
c. Perencanaan Batang Tekan
Batang tekan yaitu komponen struktur yang memikul / mentransfer gaya tekan pada dua titik pada struktur. Komponen struktur dengan gaya aksial murni umumnya merupakan komponen pada struktur segitiga (rangka batang) atau merupakan komponen struktur dengan kedua ujung sendi.
Pada teori batang tekan LRFD, disyaratkan batang tekan yang mengalami tekuk dikatakan kuat bila :
Nu ≤ Ø . Nn (pers 2.24)
Ø = 0.85
Dengan besarnya Nn ditetapkan : Nn = Ag . w fy (pers 2.25) Dengan ketentuan : Untuk λc ≤ 0.25 λc = E fy i Lk min 1 (pers 2.26) w = 1
Pada kondisi ini, kekuatan batang tekan pada kekuatan platis. Untuk 0.25 ≤ λc ≤ 1.2 w = c 67 . 0 6 . 1 43 . 1 (pers 2.27)
Pada kondisi ini, kekuatan batang tekan mencapai pada kekuatan inelastis.
Untuk λc ≤ 1.2
w = 1.25 λc2 (pers 2.28)
Pada kondisi ini, kekuatan batang tekan mencapai pada kekuatan elastis.
Secara garis besar perancangan batang tekan dapat dilihat pada Gambar 2.22.
Mulai
Analisa Struktur
· Pembebanan
· Hitung gaya tekan masing-masing batang
· Hitung gaya tekan paling ekstrim.
Ambil profil yang memiliki Ag ≥ Agmin
i ≥ imin
· Hitung “imin” yang dibutuhkan
· Hitung “Nn” yang dibutuhkan =
200) ( 200 min kx k x L kL i 200 ) ( 200 min ky k y kL L i Nu
Ambil profil yang memiliki ix≥ ixmin
iy≥ ixmin
Hitung nilai perbandingan lebar/tebal Web & flens dari profil “λ”
Hitung Nilai Maksimum “λ = λV”
Pemeriksaan Kekompakan penampang
“λ ≤ λr”
Hitung Kapasitas penampang terhadap kondisi tekuk lentur :
Ag fy f Ag Nux x crx . . Ag fy f Ag Nuxy y cry . .
Hitung Kapasitas penampang terhadap kondisi tekuk lentur-torsi : crz cry crz cry crz cry clt ult f f H f f H f f Ag f Ag N . . 4 1 . 2 . .
Hitung Kapasitas Tekan Penampang Nn = min {Nnx Nny Nnjt }
“ø. Nn”Terpilih
≥
“ø. Nn”yang diperlukan akibat bebab kerja
Selesai Tidak Ya Ya Tidak
d. Perencanaan Sambungan Baut
Secara garis besar terdapat dua jenis sifat pembebanan yang bekerja pada sambungan baut yaitu :
Sambungan baut yang menahan beban sentris
Sambungan baut dimana garis beban bekerja melalui titik berat susunan baut, sehingga susunan baut dapat diperhitungkan adanya beban yang diterima secara merata pada setiap baut. Jumlah baut yang diperlukan dapat dihitung langsung dengan asumsi seluruh jumlah baut yang ada menerima beban bekerja sama rata, dengan rumus : φ. R Nu n n (pers 2.29)
Besar Rn dihitung dari kuat geser nominal baut terkecil dari persamaan dibawah ini :
Rn (geser) = Ø . 0.5 fub Abaut . m (pers 2.30)
Rn (tumpu)= δmin . d . 2.4 fyb . Ø (pers 2.31)
Bila terdapat jumlah baut lebih dari lima, maka baut harus dipasang lebih dari satu baris arah garis kerja beban yang bekerja.
Sambungan baut yang menahan beban eksentris
Sambungan dimana baut pengikat mengalami tarik dan geser dijumpai pada hubungan balok dan kolom seperti Gambar 2.23,
Gambar 2.23 Sambungan kolom dengan balok
Gambar 2.24 Baut (a) paling atas,mengalami tarikan maksimum akibat adanya momen yang dihasilkan gaya terpusat P, baut ini juga mengalami gaya geser
1. Sambungan baut yang menahan gaya tarik eksentris
Kekuatan tarik nominal
Rn = fub . Ab (pers 2.32)
Pada kasus kumpulan baut (a) seperti gambar diatas, baut mengalami tarikan pada sebelah atas garis netral dan tekanan pada baut sebelah bawah garis netral. Dengan adanya baja siku penyambung, maka bagian tekan dapat dipikul baja siku tersebut. Untuk menghitung tegangan-tegangan yang bekerja pada kumpulan paku ini digambarkan luas pengganti, dimana bagian tarik terdiri dari luas baut rata-rata dan bagian tekan terdiri dari luas sayap baja siku, untuk satu baris baut.
a =
jarakbaut
luasbaut (pers 2.33)
Letak garis netral,
½ . a . (h – c)2 = ½ . b . c2 (pers 2.34) Atau, 2 / 1 ) ( b a c h c (pers 2.35) Atau,
(½.b – 1/2.a).c2 + a.h.c – ½.a.h2 = 0 (pers 2.36) Biasanya dalam masalah-masalah praktis c/(h – c) bervariasi antara 1/4 sampai 1/8 dan umumnya diambil 1/6. Berarti letak garis netral berada h/7 dari ujung bagian yang
tertekan.
Momen inersia luas pengganti,
I = 3 ) ( * 3 *c3 a h c 3 b (pers 2.37)
Tegangan tarik maksimum yang terjadi pada baut paling atas,
ft = I c h M/2)*( ) ( (pers 2.38) Gaya tarik terfaktor,
Rmaks = ft . Ab (pers 2.39)
2. Sambungan baut yang menahan gaya geser eksentris
Sambungan baut dimana garis kerja beban tidak melalui titik berat susunan baut, sehingga susunan baut harus diperhitungkan adanya beban sekunder berupa momen sebesar (M = P x e) lihat Gambar 2.25.
Gambar 2.25 Sambungan Eksentris
Akibat beban kerja P dan momen M, Penampang Baut tergeser longsor ke bawah dan berputar dengan titik putar (titik netral ) di titik Z . Maka pada seluruh baut terjadi gaya geser, dengan titik baut yang paling kritis adalah baut yang paling jauh dari titik netral Z , yaitu bekerja Gaya geser sebesar (seperti gambar di atas). Besar KR dihitung sebagai berikut: Akibat Gaya P
∆Px = n P 2 1 (pers 2.40) Akibat Beban M KX = ) ( . 2 2 i i i Y X Y M
(pers 2.41) KY = ) ( . 2 2 i i i Y X X M
(pers 2.42)Untuk mempermudah perhitungan dilakukan dengan menggunakan Tabel 2.3.
Tabel 2.4 Contohtabel perhitungan gaya resultan baut.
Rpk = 2 ( Px )2
M
M K
K (pers 2.43)
Sambungan dinyatakan kuat menerima beban kerja bila KR ≤ N
Besar Rn atau N dihitung dari kuat geser nominal baut terkecil
dari persamaan 2.35 dan persamaan 2.36 di atas.
Secara garis besar perancangan kebutuhan sambungan baut dapat dilihat pada Gambar 2.26.
Mulai Analisa Struktur
· Beban & gaya yang bekerja pada sambungan
· Asumsikan jumlah baut dan penempatan baut
Hitung momen yang yang bekerja M = P . e
Hitung KiX dan Kiy dalam tabel
Perbayak jumlah baut
Selesai
Hitung Kp, KMX, KMY dan KR
KR ≤ N
Tidak
Ya
Gambar 2.26. Bagan Alir Perancangan Kebutuhan Sambungan Baut