• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Asasi manusia dijamin oleh UUD 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Asasi manusia dijamin oleh UUD 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang Masalah

Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah Hak Asasi manusia dijamin oleh UUD 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia. Kemerdekaan setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum merupakan perwujudan demokrasi dalam tatanan kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara. Dalam membangun sebuah negara demokrasi yang menyelenggarakan keadilan sosial dan menjamin hak asasi manusia, diperlukan adanya susunan yang aman, tertib dan damai. Hak menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasar UU No 9 tahun 1998 tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum memberikan hak kepada warga untuk menyampaikan pendapat sesuai dengan pasal 1 angka 1 sebagai berikut: "Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga Negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Tetapi dalam kenyataannya menyampaikan pendapat dimuka umum berbentuk demontrasi terkadang menimbulkan kerusuhan bahkan sampai anarkis.

Hal ini diawali peristiwa penggulingan rezim orde baru di tahun 1998 merupakan tonggak awal dilaksanakannya demokrasi di era reformasi.

(2)

Bermula dari ketidak stabilnya perekonomian Indonesia tahun 1997, yang merupakan dampak dari krisis ekonomi di kawasan Asia Pasifik. Akibatnya, harga sembilan bahan pokok terus melambung. Rupiah pada masa itu sempat betengger dikisaran Rp.17000 per $.1 Amerika1.

Krisis tersebut banyak menimbulkan kerugiaan besar di perusahaan-perusahan nasional. Bahkan banyak di antara mereka yang gulung tikar. Buntutnya, jumlah pengangguran semakin meningkat, yang berasal dari karyawan-karyawan yang bekerja sebelumnya. Kondisi demikian, menyulut berbagai aksi protes masyarakat, yang dimotori oleh mahasiswa. Mereka menuntut pemerintah segera mengatasi krisis itu. Tapi pada saat itu, pemerintah Orde Baru sangat represif terhadap aksi-aksi massa. Bahkan pada masa sebelumnya, para aktivis yang menggelar aksi Unjuk Rasa, kerap diidentikan dengan gerakan pengacau keamanan (GPK). Banyak para aktivis mengalami penganiayaan bahkan penculikan dan pemenjaraan dengan dalih menjaga stabilitas nasional. Finalnya, sebagai puncak dari kegeraman mahasiswa terjadi pada 12 Mei 1998, setelah empat mahasiswa Trisakti tewas tertembak peluru aparat saat berdemonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatan Presidennya2.

Mengapa anarki menjadi pilihan, Karena tindakan anarki lebih gampang untuk menarik perhatian. Atas nama memperjuangan rakyat, para kaum anarki ini sering kali lupa bahwa tindakan anarki mereka malah sebaliknya menyengsarakan rakyat yang dalam melakukan aksi nya pun tanpa mengontrol diri, yang akhirnya menuju pada anarki yakni penjarahan,

1 http://www.indonesiakemarin.blogspot.com/2007/05/tragedi-trisakti-12-mei-1998.htm,

diakses pada 2 Januari 2012

(3)

pembakaran, pembunuhan dan pemerkosaan yang akibatnya di rasakan oleh masyarakat itu sendiri3.

Dalam mengamankan unjuk rasa dari tindakan yang melanggar hukum tersebut, upaya polri dan masyarakat di tanah air sangatlah penting demi ketentraman bangsa dan negara indonesia. Dengan dikeluarkannya UU No. 9 Tahun 1998 tanggal 16 Oktober 1998 tentang “Kemerdekan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum”, maka Polri diharapkan mampu menangani semaraknya Unjuk Rasa atau demonstrasi dewasa ini.

Efektivitas berlakunya undang-undang ini sangat tergantung pada seluruh jajaran penegak hukum dalam hal ini seluruh instansi yang terkait langsung dengan para pengunjuk rasa atau demonstrasi tersebut yakni polri serta para penegak hukum yang lainnya. Di sisi lain hal yang sangat penting adalah perlu adanya kesadaran hukum dari seluruh lapisan masyarakat guna menegakkan kewajiban hukum dan khususnya terhadap UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Untuk itu, maka peran serta polri bersama masyarakat sangat penting dalam menangani unjuk rasa atau demonstrasi, demi menjamin ketentraman dan keamanan untuk seluruh rakyat republik indonesia. Hingga terakhir yaitu tahun 2006 polri mengeluarkan peraturan tentang pengendalian unjuk rasa yaitu Peraturan Kapolri No. Pol. : 16 Tahun 2006 tentang “Pedoman Pengendalian Massa”. Peraturan Kapolri tersebut tentunya telah berjalan selama 6 (enam) tahun sehingga dalam pelaksanaannya pastilah masih terdapat kekurangan disana

3

http://aditenachella.wordpress.com/2011/02/06/kajian-peraturan-kapolri-nomor-protap-1-x-2010-tentang-penanggulangan-anarki-sebagai-penerapan-good-governance-polri/ di akses pada tanggal 2 Januari 2012

(4)

sini, walaupun diakui secara substansial peraturan kapolri tentang pedoman pengendalian massa tersebut merupakan produk / instrument yang paling terbaru dan sudah banyak mengatur bagaimana setiap satuan fungsional polri untuk bertindak dalam meredam unjuk rasa. Kapolri pada saat itu Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri mengeluarkan Prosedur Tetap Kapolri Nomor 01 tahun 2010 Tentang Penanggulangan Anarkis sebagai pedoman bagi seluruh anggota polri apabila dihadapkan dengan peristiwa tersebut, sehingga polri sudah memiliki prosedur tetap dan tidak ragu-ragu lagi dalam mengambil tindakan.

Alasan inilah yang menjadi latar belakang peneliti untuk meneliti hal tersebut, dimana objek penelitiannya di BRIMOB DETASEMEN C karena peneliti ingin memenuhi rasa kengingintahuannya terhadap peran dan fungsi BRIMOB dalam menghadapi unjuk rasa anarkis dengan harapan hal ini menjadi pelajaran bagi masyarakat pada umumnya dalam menjalankan demonstrasi serupa dikemudian hari.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengambil judul: Upaya Penanggulangan Aksi Unjuk Rasa Anarkis Dikaitkan Dengan Prosedur Tetap Kapolri No. 1 Tahun 2010 Tentang Penanggulangan Anarkis (Studi di Brimob Detasemen C Pelopor Polda Jabar).

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana bentuk upaya BRIMOB Cirebon dalam aplikasi penanggulangan aksi unjuk rasa yang dilakukan secara anarkis berkaitan

(5)

dengan Prosedur Tetap Kapolri No. 1 Tahun 2010 Tentang Penanggulangan Anarkis?

2. Hambatan apa yang dihadapi oleh BRIMOB dalam menanggulangi aksi unjuk rasa yang dilakukan secara anarkis di wilayah Cirebon?

C. Maksud danTujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bentuk upaya BRIMOB Cirebon dalam menanggulangi aksi unjuk rasa yang dilakukan secara anarkis berkaitan dengan Prosedur Tetap Kapolri No. 1 Tahun 2010 Tentang Penanggulangan Anarkis. 2. Untuk mengetahui hambatan apa yang dihadapi oleh BRIMOB Cirebon

dalam menanggulangi aksi unjuk rasa yang dilakukan secara anarkis di wilayah Cirebon.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian yang disajikan dalam penulisan skripsi ini adalah : 1. Secara Teoritis

a. Dapat membantu perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri khususnya mengenai peran dan fungsi BRIMOB dalam menanggulangi aksi unjuk rasa yang dilakukan secara anarkis dikaitkan dengan Prosedur Tetap Kapolri No. 1 Tahun 2010 Tentang Penanggulangan Anarkis.

b. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pengetahuan yang bermanfaat sebagai bahan masukan dalam pelaksanaan penanggulangan aksi unjuk rasa di Cirebon yang

(6)

dilakukan secara anarkis sesuai denga ketentuan peraturan yang ada dalam Prosedur Tetap Kapolri No. 1 Tahun 2010 Tentang Penanggulangan Anarkis.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat diambil manfaatnya oleh para anggota BRIMOB dalam menanggulangi aksi unjuk rasa yang dilakukan anarkis oleh masyarakat. Disisi lain juga akan memberikan manfaat bagi masyarakat umum guna mengetahui batasan kebebasan dalam berpendapat yang dituangkan dalam bentuk aski unjuk rasa agar tidak menimbulkan aksi anarkis.

E. Kerangka Pemikiran

Demontrasi merupakan salah satu bentuk menyampaikan pendapat di muka umum dimana hal ini merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 28 Undang Undang Dasar 1945 yang berbunyi: "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang". Kemerdekaan menyampaikan pendapat tersebut sejalan dengan Pasal 19 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang berbunyi:4

"Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hak ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan

4 Romli Atmasasmita, "Hak Azasi Manusia dan Penegakannya", BPHN RI, Jakarta, 2002. hlm

(7)

keterangan dan pendapat dengan cara apa pun juga dan dengan tidak memandang batas-batas".

Dengan demikian, maka kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, sejalan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip hukum internasional sebagaimana tercantum dalam Pasal 29 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang antara lain menetapkan sebagai berikut:5

1. Setiap orang memiliki kewajiban terhadap masyarakat yang memungkinkan pengembangan kepribadiannya secara bebas dan penuh;

2. Dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya, setiap orang harus tunduk semata-mata pada pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan dan penghargaan terhadap hak serta kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil bagi moralitas, ketertiban, serta kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis;

3. Hak dan kebebasan ini sama sekali tidak boleh dijalankan secara bertentangan dengan tujuan dan asas Perserikatan Bangsa Bangsa. Dikaitkan dengan pembangunan bidang hukum yang meliputi materi hukum, aparatur hukum, sarana dan prasarana hukum, budaya hukum dan hak asasi manusia, pemerintah Republik Indonesia berkewajiban mewujudkannya dalam bentuk sikap politik yang aspiratif terhadap keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum.

(8)

Sejalan dengan tujuan tersebut di atas rambu-rambu hukum harus memiliki karakteristik otonom, responsif dan mengurangi atau meninggalkan karakteristik yang represif. Dengan berpegang teguh pada karakteristik tersebut, maka undang-undang tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, merupakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat regulatif, sehingga di satu sisi dapat melindungi hak warga negara sesuai dengan Pasal 28 Undang Undang Dasar 1945 yang berbunyi: "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang “ , dan di sisi lain dapat mencegah tekanan-tekanan, baik fisik maupun psikis, yang dapat mengurangi jiwa dan makna dari proses keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum. Undang-undang ini mengatur bentuk dan tata cara penyampaian pendapat di muka umum, dan tidak mengatur penyampaian pendapat melalui media massa, baik cetak maupun elektronika dan hak mogok pekerja di lingkungan kerjanya.

Sebagaimana tercantum dalam Prosedur Tetap Kapolri Nomor 1 tahun 2010, yang dimaksud dengan anarki adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja atau terang-terangan oleh seseorang atau sekelompok orang yang bertentangan dengan norma hukum yang mengakibatkan kekacauan, membahayakan keamanan umum, mengancam keselamatan jiwa dan atau barang, kerusakan fasilitas umum atau hak milik orang lain. Namun perlu digaris bawahi bahwa pelaksanaan protap ini tidak semata-mata menjadi pedoman utama karena setiap anggota Polri juga harus memperhatikan Peraturan Kapolri Nomor 01 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam

(9)

Tugas Kepolisian serta Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam penyelenggaraan tugas polri. Untuk menerapkan Protap tersebut, anggota polri tetap harus dibekali dengan pelatihan-pelatihan cara menangani aksi anarkis dan sporadis sehingga dalam pelaksanaannya tidak akan disalahgunakan oleh anggota polri itu sendiri untuk berlawanan dengan masyarakat.

Dalam kaitan itu, cukup wajar bila polisi (dalam hal ini Brigade Mobile) lalu mengikuti prinsip militer yang mementingkan tim, unit, subden dan aneka fungsi yang diembannya. Tetapi, sebagaimana disebut di atas, terdapat fase-fase awal (sebelum massa berubah anarkis) yang sebenarnya dapat diintervensi oleh polisi. Dan, untuk itu, seorang polisi pun sebenarnya sudah lebih dari cukup. Hanya saja, polisi indonesia nampaknya belum cukup terlatih untuk itu. Sebagai contoh, pelatihan polisi negosiator guna menghadapi unjuk rasa baru diadakan pada tahun 2000 ini. Alhasil, paradigma polisi saat menangani massa, boleh jadi belum berubah banyak. “Resep” menghadirkan pasukan pengendali huru-hara dari kesatuan Brimob atau Dalmas setempat , yang bertameng dan memakai rotan, masih dianggap sebagai obat manjur. Padahal, dalam kenyataan, kehadiran pasukan pengendali huru-hara yang terlalu pagi, malah bisa mempercepat lajunya proses menuju anarki. Atau seperti disebutkan dalam media-massa Amerika Serikat “…when people see batons, raised, riot gear and mounted police

clearing an area, a tense situation becomes a violent one.”6

(10)

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan untuk membahas permasalahan yang ada adalah yuridis normatif sekaligus yuridis empiris hal ini karena penelitian yang dilakukan tekanannya pada aspek norma hukum sebagai suatu ketentuan yang tertulis yang menjadi norma dasar bagi para pihak dalam menentukan pemberlakuan hukumnya yaitu berpijak pada Prosedur Tetap Kapolri No. 1 Tahun 2010 Tentang Penanggulangan Anarkis. Aspek ketentuan normatif tersebut selanjutnya dihadapkan pada suatu situasi yang berkaitan dengan Peran dan Fungsi BRIMOB dalam menanggulangi aksi unjuk rasa yang dilakukan anarkis oleh masyarakat. Metode pendekatan empiris atau metode hukum sosiologis atau yang menggunakan data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari lapangan yaitu dengan wawancara langsung dengan anggota Brimob Cirebon.

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian deskriptif analisis yaitu mendeskripsikan fenomena yang terjadi dalam fakta yang ditemukan dari penelitian observasi di lapangan yang selanjutnya, di analisis dengan menggunakan teori – teori yang ada dalam disiplin ilmu hukum yaitu hukum Pidana sehingga dapat digunakan dalam kaitannya dengan Penanggulangan Aksi Unjuk rasa yang dilakukan anarkis. Jadi metode yang digunakan adalah deskriptif analisis . Pengertiannya metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk mencapai fakta dengan penginteprestasian yang tepat,

(11)

sehingga melalui metode deskriptif akan dapat mempelajari masalah – masalah dalam masyarakat serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat dan situasi – situasi tertentu termasuk tentang hubungan kegiatan – kegiatan, sikap – sikap, pandangan – pandangan serta proses – proses yang sedang berlangsung dan pengaruh – pengaruh dari suatu fenomena. Secara harfiah metode deskriptif analisis adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga metode ini berkehendak mengadakan akumulasi data dasar belaka.

3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. 1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya baik

melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen resmi maupun tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti.

2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen – dokumen resmi, buku – buku yang berkenanaan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi dan peraturan perundang – undangan. Data sekunder tersebut dapat dibagi menjadi : a. Bahan Hukum Primer

Bahan – bahan hukum yang mengikat terdiri dari Prosedur Tetap Kapolri No. 1 Tahun 2010 Tentang Penanggulangan Anarkis dan bahan – bahan hukum lain yang terkait dengan objek penelitian. b. Bahan Hukum Sekunder

Buku – buku dan tulisan ilmiah hukum yang terkait dengan objek penelitian ini.

(12)

c. Bahan Hukum Tertier

Bahan hukum tertier adalah petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan sebagainya.

4.Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian dilakukan melalui beberapa tekhnik diantaranya berupa :

a. Studi Kepustakaan, peneliti melakukan studi kepustakaan terhadap dokumen, hasil penelitian, buku – buku, artikel dan bahan – bahan pustaka yang berkaitan dengan penelitian, termasuk didalam peraturan perundang-undangan.

b. Wawancara Terstruktur, dalam melakukan bentuk wawancara ini peneliti telah mempersiapkan permasalahan dan beberapa pertanyaan yang akan diajukan kepada informan.

c. Wawancara Tak Berstruktur, pada jenis wawancara ini peneliti mengajukan pertanyaan – pertanyaan kepada informan secara lebih bebas dan leluasa, tanpa terikat oleh susunan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.

d. Teknik Observasi Partisipasi (Participant Observation), Peneliti tidak memberitahukan maksudnya kepada kelompok yang diseledikinya. Peneliti dengan sengaja menyembunyikan bahwa kehadirannya ditengah – tengah kelompok yang diselidikinya itu adalah untuk meneliti. Pengumpulan data melalui teknik – teknik tersebut oleh Spradley dipahami sebagai penciptaan rapport untuk meminimalisir

(13)

keterasingan peneliti dengan para responden penelitian dan sekaligus menjajagi fisibilitas untuk dapat bekerja. Hal ini dipandang penting karena responden pada tiap strata dipastikan dapat memberikan informasi yang lugas dan apa adanya, karena diduga dapat membedah hal – hal yang sifatnya sensitive untuk diinformasikan keluar. Melalui teknik observasi parsitipatif maka hal ini dilakukan untuk mengumpulkan data yang tidak dapat terkumpul lewat wawancara seperti ekspresi, sikap ataupun aktivitas – aktivitas dalam struktur sosial komunitas masyarakat.

5. Metode Analisis Data

Analisisnya kualitatif , yang dimaksud dengan metode kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan serta juga tingkah laku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. pada hakikatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Tujuan dari penelitian deskriptif untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta – fakta, sifat – sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Selanjutnya, analisis data dalam penelitian kualitatif dengan berdasarkan pada model interaktif yaitu peneliti melakukan kegiatan yang berulang – ulang, berlanjut terus – menerus, yang bergerak dalam empat siklus kegiatan secara bolak – balik, yaitu koleksi data, reduksi data,

(14)

Kegiatan yang berbentuk siklus ini diharapkan akan menghasilkan data yang representative dan relevan dengan masalah yang diteliti. Analisis data dilakukan secara sistematis, terus – menerus dan hati – hati. Data yang diperoleh setelah melalui teknik pengecekan validitas data sehingga terjamin validitasnya disajikan dalam bentuk uraian yang sistematis, kemudian direduksi sedemikian rupa sampai ditarik suatu kesimpulan/verifikasi.

G.Lokasi Penelitian

Untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat mengenai pokok permasalahan dalam skripsi ini, peneliti mengambil lokasi penelitian di BRIMOB Detasemen C Pelopor Cirebon, karena BRIMOB merupakan bagian dari kesatuan anggota Polri yang memang tugasnya adalah membantu mengamankan, menertibkan para unjuk rasa yang melakukan aksi menimbulkan aksi anarkis.

H. Sistematika Penulisan

Bab I Yaitu pendahuluan yang merupakan dasar dari penulisan ini yang memuat tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka yang didalamnya menerangkan tentang: Pengertian Penyampaian Pendapat di Muka Umum, Pengaturan Penyampaian Pendapat di Muka Umum, Bentuk-Bentuk Penyampaian Pendapat di Muka Umum, Tata Cara Penyampaian Pendapat di Muka Umum, Etika Dalam

(15)

Penyampaian Pendapat di Muka Umum, Kemerdekaan dalam Penyampaian Pendapat di Muka Umum.

BAB III Deskripsi Brigade Mobile (BRIMOB) yang didalamnya menerangkan tentang: Sejarah Brimob, Prosedur Pengendalian Unjuk Rasa Oleh Brimob Cirebon, dan Struktur Organisasi Brimob dan Tugas Pokok Brimob

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan yang didalamnya menerangkan tentang: Bentuk Upaya BRIMOB Cirebon Dalam Menanggulangi Aksi Unjuk Rasa Yang Dilakukan Secara Anarkis Berkaitan Dengan Prosedur Tetap Kapolri No.01 Tahun 2010 Tentang Penanggulangan Anarkis dan Hambatan Yang Dihadapi Oleh BRIMOB Dalam Menanggulangi Aksi Unjuk Rasa Yang Dilakukan Secara Anarkis Di Wilayah Cirebon.

BAB V Kesimpulan dan Saran yang merupakan bab penutup dari skripsi ini yang berisi kesimpulan dan saran-saran.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data yang ditunjukkan pada tabel 4, ditunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi ( adjusted R 2 ) yang diperoleh untuk variabel yang diteliti pada

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan krioprotektan kedalam pengencer sperma terhadap kualitas sperma setelah thawing dan untuk mengetahui tahapan mana

Artinya proses penguapan pada distilasi utama akan lebih baik dibandingkan dengan distilasi pembanding, hal ini juga berarti terjadi peningkatan hasil air paling baik terhadap

Hasil penelitian terdahulu mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan sistem informasi pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta (BEJ)

Tujuan khusus yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi perilaku dukungan keluarga pada pasien pre op elektif di Rumah Sakit Daerah Balung

Sistem operasi akan menyimpan besar memori yang dibutuhkan oleh setiap proses dan jumlah memori kosong yang tersedia, untuk menentukan proses mana yang dapat diberikan alokasi

Secara umum, pada Bulan Januari 2015, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan telah melaksanakan kegiatan dengan baik sesuai dengan rencana pencapaian tahapan-tahapan

Koperasi dihadapkan pada 2 pilihan keputusan yaitu menutup usaha persewaan kendaraan atau tetap menjalankan usaha persewaan kendaraan tetapi dengan melakukan solusi lain