• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 7. Peran Bidan, Keluarga, dan Produsen Susu Formula dalam Praktik Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif. Peran Bidan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 7. Peran Bidan, Keluarga, dan Produsen Susu Formula dalam Praktik Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif. Peran Bidan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 7

Peran Bidan, Keluarga, dan Produsen Susu Formula

dalam Praktik Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif

Peran Bidan

Peran Bidan dalam Praktik IMD

Berhasil atau tidaknya penyusuan dini di tempat pelayanan ibu bersalin, rumah sakit sangat tergantung pada petugas kesehatan yaitu perawat, bidan atau dokter karena merekalah yang pertama-tama akan membantu ibu bersalin melakukan IMD (Depkes RI, 2004). Petugas kesehatan di kamar bersalin harus memahami tatalaksana IMD dan laktasi yang baik dan benar, petugas kesehatan tersebut diharapkan selalu mempunyai sikap yang positif terhadap IMD dan ASI Eksklusif. Mereka diharapkan dapat memahami, menghayati dan mau melaksanakannya. Betapa pun sempitnya waktu yang dipunyai oleh petugas kesehatan tersebut, diharapkan masih dapat meluangkan waktu, untuk memotivasi dan membantu ibu habis bersalin untuk melaksanakan IMD dan ASI Eksklusif (Aprilia, 2009).

Kesiapan petugas kesehatan termasuk bidan dalam program laktasi merupakan kunci keberhasilan (Yulianti, 2010). Peranan bidan dalam menyukseskan IMD dan ASI Eksklusif tidak lepas dari wewenang bidan dalam memberikan pelayanan pada ibu dan anak

sebagaimana tercantum dalam Kepmenkes nomor 900/

Menkes/SK/2002 Bab V Pasal 18 yaitu meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu. Disamping itu dengan menginformasikan ASI pda setiap wanita hamil serta membantu ibu memulai pemberian ASI pada satu jam pertama setelah lahir (Depkes RI, 2004; Roesli, 2007).

Guna mendukung keberhasilan IMD dan ASI Eksklusif, WHO merekomendasikan kepada seluruh tenaga kesehatan agar melakukan 7

(2)

kontak ASI atau 7 pertemuan ASI dalam upaya sosialisasi program dan setiap kali melakukan pelayanan kesehatan ibu dan anak yaitu: (a) Pada saat Ante Natal Care (ANC) pertama/kunjungan pertama (K1) di Klinik Kesehatan Ibu dan Anak; (b) Pada saat Ante Natal Care (ANC) kedua/kunjungan kedua di Klinik Kesehatan Ibu dan Anak; (c) Melakukan IMD oleh bidan/dokter penolong persalinan di kamar bersalin atau kamar operasi; (d) Sosialisasi ASI di ruang perawatan pada hari ke 1-2; (e) Sosialisasi ASI pada saat kontrol pertama hari ke 7; (f) Sosialisasi ASI pada saat kontrol kedua hari ke 36; (g) Sosialisasi ASI pada saat imunisasi.

Menurut Roesli (2007), umumnya praktek (tindakan) IMD yang kurang tepat tetapi masih dilaksanakan adalah sebagai berikut : (a) Begitu lahir, bayi diletakkan diperut ibu yang sudah dialasi kain kering; (b) Bayi segera dikeringkan dengan kain kering tali pusat lalu dipotong dan diikat; (c) Karena takut kedinginan, bayi dibungkus (dibedong) dengan selimut bayi; (d) Dalam keadaan dibedong, bayi diletakkan didada ibu (tidak terjadi kontak kulit); (e) Setelah bayi dibedong kemudian diangkat dan disusukan pada ibu dengan cara memasukan puting susu ibu ke mulut bayi; (f) Setelah itu, bayi ditimbang, diukur, diazankan oleh ayahnya, diberi suntikan vitamin K, dan kadang-kadang diberi tetes mata.

Berikut peran tenaga kesehatan dalam pelaksanaan IMD yang termuat dalam buku JNPK-KR (2007): (a) Melatih keterampilan, mendukung, membantu dan menerapkan IMD-ASI Eksklusif; (b) Memberi informasi manfaat IMD dan ASI Eksklusif pada Ibu hamil; (c) Membiarkan kontak kulit ibu-bayi setidaknya satu jam sampai menyusu awal selesai; (d) Menghindarkan memburu-buru bayi atau memaksa memasukkan putting susu ibu kemulut bayi; (e) Membantu ayah menunjukkan perilaku bayi yang positif saat bayi mencari payudara; (f) Membantu meningkatkan rasa percaya diri ibu; (g) Menyediakan waktu dan suasana tenang diperlukan kesabaran.

Menurut Roesli (2007), berikut ini beberapa langkah-langkah dalam melakukan IMD yaitu: (a) Menganjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat persalinan; (b) Menyarankan untuk tidak atau

(3)

mengurangi penggunaan obat kimiawi; (c) Mempersilahkan ibu untuk menentukan cara melahirkan yang diinginkannya, misalkan melahirkan normal, di dalam air, atau dengan jongkok; (d) Mengeringkan seluruh badan dan kepala bayi sebaiknya dikeringkan secepatnya, kecuali kedua tangannya; (e) Menengkurapkan bayi di dada atau di atas perut ibu, dan biarkan bayi melekat dengan kulit ibu. Posisi kontak kulit dengan kulit dipertahankan minimal satu jam setelah menyusu awal selesai dan keduanya diselimuti; (f) Membiarkan bayi sendiri mencari puting susu ibu, ibu dapat saja merangsang bayi dengan sentuhan lembut, tetapi tidak memaksakan bayi ke puting susu; (g) Memberikan dukungan pada ayah agar membantu ibu untuk mengenali tanda-tanda atau prilaku bayi sebelum menyusu; (h) Menganjurkan untuk memberikan kesempatan kontak kulit dengan kulit pada ibu yang melahirkan dengan tindakan, misalnya operasi Cesar; (i) Memisahkan bayi dari ibu untuk ditimbang ,diukur, dan dicap setelah satu jam atau menyusu awal selesai; dan (j) Merawat gabung, ibu dan bayi dalam satu kamar.

Peran Bidan dalam Praktik IMD di Daerah Pantai

Bahwa peran bidan di daerah pantai secara signifikan berhubungan dengan praktik ibu dalam melakukan IMD (p value = 0,006). Ibu yang mendapatkan informasi, motivasi dan pelatihan secara baik dari bidan memiliki kecederungan lebih besar untuk melakukan praktik IMD dibandingkan dengan ibu yang tidak mendapatkan informasi, motivasi dan pelatihan dari bidan. Sebaliknya, ibu yang tidak mendapatkan informasi, motivasi dan pelatihan secara baik dari bidan memiliki kecederungan lebih besar untuk tidak melakukan IMD. Hasil indepth interview terhadap ibu yang melahirkan ditolong bidan dan tidak melakukan IMD, memberikan informasi bahwa IMD tidak dilakukan karena bidan yang menolong persalinan hanya menganjurkan ibu untuk melakukan IMD tetapi tidak menjelaskan secara detail maupun takut bertanya tentang bagaimana tatacara melakukan IMD yang benar.

(4)

“... bu bidan menyuruh saya melakukan IMD, tapi saya tidak tahu bagaimana cara yang benar karena tidak dijelaskan...” (Khomsatun, 29 tahun – tidak IMD)

“... waktu hamil saya sering periksa dengan bidan, tetapi bidan cuma nanti langsung susui bayinya ya? Dan saya bilang iya, tetapi saya tidak tahu bagaimana jelasnya dan saya takut tanya lagi ...”

(Romdhonah, 34 tahun – tidak IMD)

Melalui hasil FGD dengan bidan, diperoleh kesimpulan bahwa sebagian bidan juga ada yang belum tahu secara betul bagaimana melaksanakan IMD yang benar serta bagaimana mengatasi masalah jika ibu kesulitan dengan IMD. Bidan cenderung menyerah ketika pasiennya menyerah dan memaksa ingin memberikan susu formula saja karena ASI nya masih juga belum keluar. Berikut pernyataan salah satu bidan tersebut :

“... kita sudah berusaha minta ibu melakukan IMD, tapi ada juga ibu bayi yang menyerah sehingga kita ngga tega ...” (Listyowati, BPS-pantai)

Peran Bidan dalam Praktik IMD di Daerah Pegunungan

Peran bidan di daerah pegunungan secara signifikan berhubungan dengan praktik ibu dalam melakukan IMD (p value = 0,002). Ibu yang mendapatkan informasi, motivasi dan pelatihan secara baik dari bidan memiliki kecederungan lebih besar untuk melakukan praktik IMD dibandingkan dengan ibu yang tidak mendapatkan informasi, motivasi dan pelatihan dari bidan. Sebaliknya, ibu yang tidak mendapatkan informasi, motivasi dan pelatihan secara baik dari bidan memiliki kecederungan lebih besar untuk tidak melakukan IMD.

Hampir sama alasan dari responden di daerah pantai (pesisir) yang menyatakan bahwa meskipun tahu tapi kadang ibu yang melahirkan dan tidak melakukan IMD, dikarenakan bidan yang menolong persalinan tidak memberikan motivasi yang kuat agar ibu

(5)

melakukan IMD, bidan hanya menganjurkan serta tidak mendampingi sampai IMD berhasil.

“... kalau bu bidan mendampingi terus, mungkin saya tidak putus asa...”

(Alfiati, 19 tahun – tidak IMD)

“... bidan tidak memberi tahu kalau sebenarnya bayi yang belum dimandikan boleh disusui ...”

(Siti Fatonah, 17 tahun – tidak IMD)

Sedangkan hasil FGD dengan bidan, diperoleh kesimpulan bahwa sebagian bidan juga ada yang belum tahu secara betul bagaimana melaksanakan IMD yang benar serta bagaimana mengatasi masalah jika ibu kesulitan dengan IMD. Berikut pernyataan salah satu bidan tersebut :

“...saya merasa tidak tega kalau bayi nangis terus sementara ASI ibunya lama tidak juga keluar, padahal bayinya nangis terus ...”

(Sutarmi, BPS-pegunungan)

Dari hasil tersebut kiranya dapat disimpulkan bahwa bidan cenderung menyerah ketika pasiennya menyerah dan memaksa ingin memberikan susu formula saja karena ASI nya masih juga belum keluar.

Berdasarkan hasil penelitian baik di daerah pantai maupun pegunungan, dapat disimpulkan bahwa terlaksananya pemberian ASI secara dini dimulai dari peran petugas kesehatan dalam melakukan proses pertolongan persalinan, karena pada saat itulah peran petugas dalam pemberian ASI sejak dini bisa dilihat. Hal ini selaras dengan Depkes RI (2004), yang menyatakan bahwa bayi diberikan kepada ibunya segera setelah lahir dan diletakkan di dada ibunya agar bayi tersebut mencari puting ibunya sendiri sehingga proses IMD akan terjadi.

Jadi berhasil tidaknya pelaksanaan IMD sangat bergantung pada peran dari bidan sebagai tenaga kesehatan penolong persalinan. Hal ini juga selaras dengan hasil penelitian Aprilia (2009), yang

(6)

menyatakan bahwa peran petugas sangat penting dalam memotivasi ibu untuk memberikan ASI sejak dini pada bayi baru lahir. Keberhasilan menyusu dini salah satunya adalah berasal dari dorongan dari petugas kesehatan.

Peran bidan dalam memberikan penyuluhan-penyuluhan dan motivasi pada ibu tentang IMD dan ASI eksklusif, manfaat dari pemberian ASI sejak dini, serta manfaat kolostrum sangat perlu dilakukan mulai sejak ibu tersebut melakukan ANC sampai dengan pasca melahirkan. Di samping itu, bidan juga perlu memberikan informasi mengenai dampak yang akan terjadi bila bayi tidak diberikan ASI sejak dini, serta dampak jika bayi langsung diberikan susu formula. Informasi-informasi tersebut sangat penting disam-paikan sejak dini kepada ibu agar memiliki motivasi yang kuat untuk melakukan IMD.

Peran Bidan dalam Praktik ASI Eksklusif

Peran bidan di daerah pantai secara signifikan berhubungan dengan praktik ibu dalam pemberian ASI eksklusif (p value = 0,025). Ibu yang mendapatkan informasi, motivasi dan pelatihan secara baik dari bidan memiliki kecederungan lebih besar untuk melakukan praktik pemberian ASI eksklusif dibandingkan dengan ibu yang tidak mendapatkan informasi, motivasi dan pelatihan dari bidan. Demikian sebaliknya, ibu yang tidak mendapatkan informasi, motivasi dan pelatihan secara baik dari bidan memiliki kecederungan lebih besar untuk tidak melakukan praktik pemberian ASI eksklusif.

Menurut pengakuan ibu, bidan tidak sepenuhnya mendukung praktik ASI eksklusif, karena terkadang bidan praktek swasta memberikan informasi yang salah dan buru-buru menyarankan memberi susu formula atau bahkan langsung memberikan susu formula pada bayi baru lahir. Hal ini bukan hanya merampas hak ibu untuk memberi ASI secara eksklusif, tetapi sudah melanggar etika. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa klinik bersalin telah dimanfaatkan oleh produsen susu.

(7)

Dukungan yang kurang dari bidan juga ditunjukkan dengan tidak sempatnya bidan memotivasi ibu dalam pemberian ASI dikarenakan terlalu banyaknya pasien sehingga waktunya sangat terbatas.

Demikian halnya, peran bidan di daerah pegunungan secara signifikan berhubungan dengan praktik ibu dalam pemberian ASI eksklusif (p value = 0,004). Ibu yang mendapatkan informasi, motivasi dan pelatihan secara baik dari bidan memiliki kecederungan lebih besar untuk melakukan praktik pemberian ASI eksklusif dibandingkan dengan ibu yang tidak mendapatkan informasi, motivasi dan pelatihan dari bidan. Demikian sebaliknya, ibu yang tidak mendapatkan informasi, motivasi dan pelatihan secara baik dari bidan memiliki kecederungan lebih besar untuk tidak melakukan praktik pemberian ASI eksklusif.

Hasil wawancara dengan ibu yang tidak melakukan ASI eksklusif, salah satunya disebabkan karena faktor peran bidan dalam memotivasi ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Bidan tidak sepenuhnya mendukung praktik ASI eksklusif, karena terkadang bidan buru-buru menyarankan memberi susu formula pada hari pertama pasca persalinan yaitu idan yang kurang bijak. Melihat kondisi ini, ibu akan sulit menolak saran dari bidan tersebut sehingga dengan terpaksa akan mengikuti anjuran dari bidan yang sebenarnya salah dan melanggar etika.

Hal yang sama dengan di daerah pantai (pesisir), dukungan yang kurang dari bidan juga ditunjukkan dengan tidak sempatnya bidan memotivasi ibu dalam pemberian ASI dikarenakan terlalu banyaknya pasien.

Melihat hasil penelitian di dua daerah tersebut, dapat disimpulkan bahwa peran bidan berpengaruh terhadap praktik pemberian ASI eksklusif. Hal ini sesuai kebijakan Depkes RI yang menyatakan bahwa dukungan yang diberikan tenaga kesehatan dapat membangkitkan rasa percaya diri ibu untuk membuat keputusan menyusui bayinya. Informasi tentang perawatan payudara selama

(8)

masa kehamilan, lama menyusui, keuntungan menyusui, inisiasi menyusui dini, merupakan bentuk dukungan tenaga kesehatan yang dapat menyukseskan kelangsungan pemberian ASI eksklusif (Depkes RI, 2004, 2006).

Petugas kesehatan di kamar bersalin harus memahami tatalaksana IMD dan laktasi yang baik dan benar, petugas kesehatan tersebut diharapkan selalu mempunyai sikap yang positif terhadap IMD dan ASI Eksklusif. Mereka diharapkan dapat memahami, menghayati dan mau melaksanakannya. Betapa pun sempitnya waktu yang dipunyai oleh petugas kesehatan tersebut, diharapkan masih dapat meluangkan waktu. untuk memotivasi dan membantu ibu habis bersalin untuk melaksanakan IMD dan ASI Eksklusif (Roesli, 2005, 2007).

Hasil FGD dengan bidan di kedua Puskesmas tersebut, menunjukkan secara normatif bidan telah melaksanakan fungsinya untuk mendukung tercapainya program IMD dan pemberian ASI Eksklusif. Kegagalan pemberian ASI eksklusif ini tidak semata dipengaruhi oleh faktor peran bidan semata, melainkan juga faktor yang lain. Peran bidan dalam mendukung program IMD dan pemberian ASI Eksklusif ini seringkali menghadapi kendala yang dilatar belakangi faktor sosial budaya yang ada di masyarakat.

Peranan petugas kesehatan khususnya Bidan yang sangat penting dalam melindungi, meningkatkan, dan mendukung usaha menyusui. Hal ini dapat dilihat dalam perannya pada saat pemeriksaan kehamilan maupun saat proses persalinan maupun pasca persalinan. Oleh karena itu, Bidan mempunyai posisi unik yang dapat mempengaruhi ibu dalam praktik IMD maupun ASI eksklusif. Hampir semua responden yang diteliti, baik yang melahirkan di rumah maupun di Bidan Praktik Swasta, maupun Rumah Bersalin pernah memeriksakan kehamilannya ke bidan. Namun kurangnya penjelasan terkait praktik menyusui membuat pengetahuan para ibu tentang ASI Eksklusif kurang.

(9)

Bidan pada umumnya menganggap bahwa menyusui bukanlah suatu masalah dan hal yang dianggap tidak perlu diajarkan sehingga jika ibu tidak bertanya maka Bidan tidak akan memberikan penjelasan seputar menyusui. Sikap yang diberikan dalam pelayanan kesehatan juga penting untuk upaya menyusui.

Bidan dapat memberi pengaruh positif dengan cara memperagakan sikap tersebut kepada ibu dan keluarganya, sehingga mereka memandang bahwa kehamilan, melahirkan dan menyusui sebagai suatu pengalaman yang menyenangkan yang diperoleh dalam suasana yang ramah dan lingkungan yang menunjang (Perinasia, 1994). Kesalahan para bidan yang sangat jelas terlihat adalah memberikan susu formula sebagai prelaktal menggunakan dot.

Dalam 48 jam kehidupannya, bayi tidak membutuhkan air susu terlalu banyak, hanya setengah sendok teh kolostrum saat pertama menyusu dan 1-2 sendok teh di hari kedua. Jadi pemberian prelaktal tidak perlu banyak dan cukup memberikannya dengan sendok (Cox, 2006).

Namun demikian ada juga bidan yang sangat mendukung ASI Eksklusif. Responden mengetahui program ASI Eksklusif dari bidan tempat responden tersebut memeriksakan kehamilannya dan memeriksakan bayinya pasca persalinan.

Peran Keluarga

Peran Keluarga terhadap Praktik IMD

Dari hasil wawancara dengan responden baik dari daerah pantai maupun pegunungan, menyatakan bahwa beberapa suami dari mereka menyatakan bahwa ketika proses melahirkan seringkali melibatkan keluarga yang lain terutama kakek dan nenek dari bayi yang lahir tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan dari ibu yang melahirkan maupun suaminya menuruti apa yang dikatakan oleh orangtua-orangtua mereka. Bukti yang lain adalah ketika bidan akan melakukan IMD, justru nenek melarang untuk dilakukan, karena

(10)

belum dibersihkan masih berlepotan dengan darah dan lemak. Nenek meminta bayi setelah lahir dibersihkan dan dimandikan baru diberikan kepada ibunya. Ada kesan bahwa bayi belum suci dari kotoran kalau belum dimandikan. Berikut ini hasil wawancara dengan responden:

“... ibu saya menyuruh bayinya dibersihkan dulu, baru saya boleh menyusui ... “

(Romdhonah, 34 tahun – tidak IMD).

“... karena bayi masih kotor dengan darah dan lemak, kalau menurut agama belum suci dari hadast sehingga bayi harus dibersihkan dulu..”

(Siti Fatonah, 17 tahun – tidak IMD).

Keluarga dan orang terdekat juga berperan untuk mendukung kesediaan ibu melakukan IMD. Anggota keluarga yang berperan adalah nenek dan suami, meskipun dalam hal ini peran suami lebih pasif.

Peran Keluarga terhadap Praktik Pemberian ASI Eksklusif

Dukungan keluarga akan mempengaruhi praktik pemberian ASI eksklusif. Anggota keluarga yang biasanya berperan adalah suami, kakak, nenek dan mertua. Anjuran nenek untuk memberikan pisang kepada bayi membuat ibu tidak kuasa untuk menolak. Pengetahuan suami yang rendah terhadap ASI eksklusif membuat suami pasrah terhadap tindakan orangtua. Selain itu tradisi memberikan makanan yang turun temurun dilakukan dalam keluarga membuat ibu tidak bertahan untuk terus memberi ASI eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan.

Dari hasil wawancara dengan responden baik dari daerah pantai maupun pegunungan, didapatkan hasil bahwa keluarga yang tidak mendukung pemberian ASI eksklusif dapat membuat ibu hilang percaya diri untuk memberikan ASI sampai bayi berumur 6 bulan. Berikut ini hasil wawancara dengan responden:

(11)

“... hari kedua anak saya lahir udah diberi pisang sama neneknya, suami saya diam aja yang penting anaknya tidak menangis...”

(Puji, 23 tahun –tidak ASI eksklusif)

Dukungan keluarga merupakan faktor eksternal yang cukup besar pengaruhnya terhadap keberhasilan ASI eksklusif, karena dukungan keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap rasa percaya diri ibu untuk bisa memberi ASI sampai bayi berumur 6 bulan.

Peranan keluarga terhadap berhasil tidaknya subjek memberikan ASI Eksklusif sangat besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang tinggal serumah dengan ibunya (nenek bayi) mempunyai peluang sangat besar untuk memberikan makanan selain ASI secara dini pada Bayi. Bahkan ada subjek yang telah memberikan bubur, pisang mulai bayi setelah “pothol puser”

(lepasnya tali pusar). Walaupun responden mengetahui bahwa pemberian makanan selain ASI terlalu dini dapat mengganggu kesehatan bayi, jika bayi tersebut tidak mengalami gangguan maka pemberiam makanan tambahan tersebut bisa dilanjutkan. Kebiasaan memberikan makanan selain ASI sejak dini tersebut ternyata telah dilakukan turun temurun dan tidak pernah menimbulkan masalah.

Meski para suami biasanya mempercayakan masalah perawatan bayi kepada istrinya, suami ini memiliki peran aktif dalam keberhasilan pemberian ASI dengan jalan memberikan dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan praktis lainnya, seperti mengganti popok atau menyendawakan bayi. Hubungan yang unik antara seorang ayah dan bayinya merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan seorang anak di kemudian hari. Ayah perlu mengerti dan memahami persoalan ASI dan menyusui agar ibu dapat menyusui dengan baik (Roesli, 2007).

Peran Produsen Susu Formula Bayi

Keberhasilan program IMD akan berkontribusi besar terhadap keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif. Penelitian Nakao et al.

(12)

(2008), menunjukkan 90% bayi yang mendapat ASI secara dini terbukti dapat berlanjut dengan tercapainya pemberian ASI secara eksklusif minimal dalam 4 bulan kedepan. Hal ini berarti bahwa kegagalan pemberian ASI secara dini akan berpotensi menggagalkan program ASI esklusif. Oleh karena itu perlu dicari peta jalan menujuk keberhasilan IMD, yang pada gilirannya dapat meningkatkan upaya pemberian ASI secara eksklusif.

Salah satu aktor yang berperan dalam menunjang program IMD dan ASI eksklusif adalah produsen susu formula. Keterlibatan produsen susu formula dalam mewarnai pencapaian program inisisasi menyusu dini dapat dilacak dari tersedianya susu formula di ruang bersalin.

Hasil wawancara terhadap ibu pasca bersalin menunjukkan bahwa ada petugas kesehatan yang menawarkan penggunaan susu formula kepada bayi. Hal ini dapat dilihat dari cuplikan pernyataan responden berikut ini :

“... setelah saya melahirkan, bu bidan bilang : “mbak iki karo nunggu ASI mu metu, bayimu arep diparingi susu opo?

Mesakke bayine ngelak, iki ono pilihan susu formula (sambil

menunjukkan contoh susunya)... ” (Ani, 23 tahun –tidak IMD)

Petikan hasil wawancara tersebut dalam bahasa Indonesia berarti :

“ .... setelah saya melahirkan, ibu bidan mengatakan: “sambil menunggu ASImu keluar, bayimu mau diberi susu apa? Kasihan bayinya haus, ini ada beberapa pilihan susu formula (sambil menunjukkan contoh susunya).... ”

Temuan penelitian tersebut memberi gambaran bahwa ada upaya transaksi produk susu formula dari bidan/petugas kesehatan kepada ibu bersalin atau keluarganya. Apabila ditelisik lebih mendalam, pasti ada motif dibalik upaya bidan/ petugas kesehatan menawarkan susu formula kepada pasien. Meskipun transaksi tersebut

(13)

dikemas dalam suatu pilihan dan bukan suatu paksaan, namun hal ini telah mampu menggagalkan upaya IMD dan ASI eksklusif.

Motif yang mungkin melatarbelakangi adanya proses transaksi susu formula antara bidan dengan pasiennya diduga adalah motif ekonomi. Hal ini dapat ditebak melalui pernyataan salah satu bidan yang menjadi responden penelitian. Berikut ini adalah pernyataan terkait pertanyaan yang peneliti ajukan tentang adanya upaya donasi/ pemberian hadiah kepada bidan, sebagai berikut:

“... iya, saya memang pernah mendapat bantuan televisi dari produsen susu formula untuk dipasang di tempat praktik saya... ”

(salah satu bidan praktik swasta)

“... iya, kami memang biasa menerima bantuan dari produsen susu formula misalnya berupa fasilitasi kegiatan rapat, parcel lebaran, brosur dan leaflet kesehatan dan lain-lain ... ”

(salah satu bidan praktik swasta)

Fakta tersebut menunjukkan bahwa betapapun sedikit pemberian dari produsen susu formula dapat mempengaruhi cakupan program IMD dan ASI eksklusif. Keterlibatan produsen susu formula bayi dalam menentukan pencapaian program IMD dan ASI eksklusif juga dapat dilihat dari perubahan paradigma atau cara pandang masyarakat terhadap produk tersebut. Produsen susu formula bayi melalui tenaga marketingnya seringkali melakukan propaganda kepada dokter/bidan/tenaga kesehatan terkait. Propaganda tersebut seringkali berupa klaim bahwa produk susu yang mereka ciptakan mempunyai kandungan yang hampir menyerupai ASI.

Propaganda tersebut bagi sebagian besar masyarakat menciptakan nilai prestise tertentu bagi pengguna produk. Semakin mahal harga suatu produk susu formula bayi akan meningkatkan nilai prestise penggunanya. Hal ini terungkap dalam petikan wawancara dengan salah satu ibu bersalin berikut ini:

(14)

“... Iya, memang saya dulu ditawari oleh bu bidan untuk menggunakan susu merek tertentu, tapi saya lebih memilih merek “ X” karena gizinya lebih baik ... ”

(Ani, 23 tahun –tidak IMD)

“... bagi orang Jawa, ono rego yo ono rupo ... ” (Ani, 23 tahun –tidak IMD)

Dalam bahasa Indonesia artinya:

“ ... bagi orang suku Jawa, ada harga pasti ada mutunya. Artinya mutu suatu produk dapat dinilai dari harganya, produk yang bermutu pasti harganya juga lebih mahal.

Petikan pernyataan tersebut memberi gambaran bahwa kehadiran susu formula bayi telah mewarnai pola perilaku IMD dan pemberian ASI eksklusif. Terjadi suatu pergeseran paradigma, dari pandangan masyarakat tradisional yang sebagian besar pro ASI ke arah masyarakat urban (khususnya ibu pekerja) yang sebagian besar menerima kehadiran susu formula bayi sebagai suatu pilihan.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun gambaran rancangan use case diagram untuk kebutuhan user dapat dilihat pada gambar 4.3. Setelah admin melakukan login akan muncul halaman dashboard. Admin

3 Bagaimanakah caranya kita mengeratkan hubungan dengan ahli keluarga.. A Membantu mereka jika mereka

Security of a data is a thing to be observed in keeping the votes information especially that contains information that may only be known its contents by who is entitled

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar dan aktivitas siswa dengan diterapkannya model pembelajaran POE (Predict – Observe -

Berbagai jenis TEMPO yang digunakan sebagai mediasi proses reaksi oksidasi baik mono, oligo maupun polisakarida untuk prubahan bentuk struktur secara regioselektif pada

Gebyakan asale saka basa jawa oleh panambang ± an kang nduweni teges pentas kang ditindakake sepisan nalika dumadine sawijining paguyuban. Kanthi anane owah-gingsire

Kesimpulan, kesimpulan dari karya ilmiah ini adalah semua pasien (Ny.R, Nn.Sa, Ny.Su) mengalami peningkatan terhadap kemampuan klien dalam mengontrol halusinasi. Saran, saran

PENERAPAN STRATEGI PQ4R (PREVIEW, QUESTION, READ, REFLECT, RECITE, REVIEW) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS 1V SEKOLAH DASAR Universitas