• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM SMT 1 (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM SMT 1 (1)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Oleh: Yanti

A. Latar Belakang

Filsafat pendidikan Islam pada hakikatnya merupakan landasan dasar bagi penyusunan suatu sistem pendidikan Islam. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa filsafat pendidikan Islam merupakan acuan atau pedoman bagi perancang dan pelaku dunia pendidikan dan pengajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits.

Sebagai landasan fundamental, filsafat memegang peranan penting dalam proses pengembangan kurikulum. Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan. Dewasa ini, pentingnya peran dan fungsi kurikulum memang sudah sangat disadari dalam sistem pendidikan nasional dikarenakan kurikulum merupakan alat yang krusial dalam merealisasikan program pendidikan baik formal maupun non formal, sehingga gambaran sistem pendidikan dapat terlihat jelas dalam kurikulum tersebut.

Menurut Hasan Langgulung, sedikitnya ada empat aspek utama yang menjadi ciri-ciri ideal sebuah kurikulum, yaitu:

1. Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan itu. Dengan lebih tegas lagi orang yang bagaimana yang ingin kita bentuk dengan kurikulum tersebut. 2. Pengetahuan atau knowledge, informasi-informasi, data-data,

aktivitas-aktivitas dan pengalaman-pengalaman darimana terbentuk kurikulum itu. Bagian inilah yang disebut dengan mata pelajaran.

(2)

4. Metode dan cara penilaian yang digunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan yang direncakan kurikulum tersebut.1

Untuk pembahasan berikutnya, penulis mencoba untuk mengkaji dan menelaah lebih lanjut tentang bagaimana pengembangan kurkulum pendidikan berdasarkan filsafat khususnya filsafat pendidikan Islam.

B. Pembahasan

1. Pengertian Kurikulum

Istilah kurikulum, awalnya digunakan dalam dunia olahraga pada zaman Yunani kuno yang berasal dari kata curir atau curere, yang artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari.

Selanjutnya kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan. Para ahli berbeda-beda pendapat tentang kurikulum. Untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahli menekankan kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum. George A. Beauchamp (1986), mengemukakan bahwa: “A curriculum is writen document wich may contain ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school” Dalam pandangan moderen pengertian kurikulum dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti yang dikemukakan oleh Caswel dan Cambell (1935) yang mengatakan bahwa kurikulum ”...to be composed of all the experiences children have under the guadance of teacher”. Dipertegas oleh pemikiran Ronald C. Doll yang mengatakan bahwa ”....the curriculum has changed from content of courses study and list of

1H. Ramayulis & Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Telaah Sistem Pendidikan dan

(3)

subject and courses to all experiences which are offered to learners under the auspices or direction of school”2

Kurikulum juga dipandang sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pendidikan.3 S.

Nasution menyatakan bahwa ada beberapa penafsiran lain tentang kurikulum diantaranya, pertama; kurikulum sebagai produk (sebagai hasil pengembangan kurikulum), kedua; kurikulum sebagai program (alat yang dilakukan sekolah untuk mencapai tujuan), ketiga; kurikulum sebagai hal yang diharapkan akan dipelajari oleh siswa (sikap, keterampilan tertentu), keempat; kurikulum dipandang sebagai pengalaman siswa.4

Definisi kerikulum yang tercantum dalam UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 dikembangkan kearah seperangkat rencana dan pengaturan, mengenai tujuan isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dengan demikian, ada tiga komponen yang termuat dalam kurikulum yaitu isi dan bahan pelajaran serta cara pembelajaran baik yang berupa strategi ataupun evaluasi pembelajaran.5

Beberapa pengertian kurikulum diatas dapat ditarik poin perbedaan yang cukup mendasar yaitu ada yang menekankan pada materi atau mata pelajaran dan ada juga yang menekankan pada proses pengalaman belajar peserta didik.

3. Landasan Pengembangan Kurikulum

Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukamadinata mengemukakan 4 landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (a) filosofis, (b) Psikologis, (c) sosial

2Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, Rosdakarya, Bandung, 2008, h.

3-5

3Zakiyah Darajat dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi aksara, Jakarta, 1996, h. 122 4S. Nasution, Asas-asas Kurikulum, Bumi Aksara, Jakarta, 1994, h. 5-9

5H. Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam,; di Sekolah, Madrasah

(4)

budaya dan (d) ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Untuk lebih jelasnya akan diuraiakn keempat landasar tersebut:6

a. Landasan Filosofis

Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kurikulum, sama halnya dalam Filsafat Pendidikan Islam. berbagai aliran. Dalam pengembanagn kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran-aliran tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan impilkasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini akan diuraikan tentang isi masing-masing aliran filsafat tersebut, kaitannya dengan pengembangan kurikulum:

1. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran, dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menakankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.

2. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essensialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.

6Nana Syaodih Sukamadinata, Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktek, Remaja

(5)

3. Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mestilah memahami dirinya terlebih dahulu. Aliran ini mempertanyakan Bagaimana saya hidup di dunia?. Bagaimana pengalaman saya?.

4. Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.

5. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstrutivisme lebih jauh menekankan pada pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu. Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.7

Aliran filsafat Perenialisme, Essensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan model kurikulum pendidikan pribadi. Sementara filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan model kurikulum interaksional.

Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan sendiri. Oleh karena itu dalam praktek pengembangan kurikulum pengembangan aliran filsafat cenderung dilakukan dengan efektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian, saat ini,

(6)

pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia nampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum yaitu lebih menitik beratkan pada filsafat rekonstruktivisme.

b. Landasan Psikologis

Nana Syaodih Sukamadinata mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) Psikologi Perkembangan dan (2) Psikologi Belajar. Psikologi Perkembangan ilmu yang memepelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya8. Dalam Psikologi Perkembangan

dikaji tentang hakekat perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu serta hal-hal lainnya yang berhubungan dengan perkembangan individu yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.

Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologi yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi.9

Sealanjutnya dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu:

(7)

1. Motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsistens atau keinginan untuk melakukan suatu aksi.

2. Bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons secara konsistens berbagai situasi atau informasi.

3. Konsep diri yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang.

4. Keterampilan yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.10

Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cendenrung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang. Sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan. Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan.

Dalam konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, E Mulyasa menyoroti tentang aspek perbedaan dan karakteristik peserta didik. Dikemukakannya, bahwa sedikitnya terdapat lima perbedaan dan karakteristik yang perlu diperhatikan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi yaitu, (1) Perbedaan tingkat kecerdasan, (2) perbedaan kreativitas, (3) perbedaan cacat fisik, (4) kebutuhan peserta didik dan (5) pertumbuhan dan perkembangan koqnitif. 11

c. Landasan sosial budaya

10E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi (Konsep, Karakteristik dan Implementasi),

Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003, h. 11.

(8)

Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan suatu usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk sekedar memberikan ilmu semata tapi memberikan bekal mencapai perkembangan lebih lanjut di tengah masyarakat.

Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan sekaligus acuan bagi pendidikan.

Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun masyarakat. Oleh karena itu tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di tengah masyarakat.

Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama , budaya, politik atau dari segi-segi kehidupan lainnya.

Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.

(9)

Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus berkembang. Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada zaman dahulu kala orang menganggap mustahil manusia sampai ke bulan. Tetapi berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi pada pertengahan abad 20 pesawat Apollo berhasil mendarat di bulan dan Neil Amstrong adalah orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di bulan.

Kemajuan cepat dunia bidang informasi dan tekhnologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya, Pengaruh ini terlihat pada pergesaran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran yang berlaku pada konteks global dan lokal.

Selain itu pengetahuan sekarang ini diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikusai masyarakat sangat beragam dan canggih sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana blajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi situasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.

(10)

mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi untuk kemslahatan dan kelangsungan hidup manusia.

3. Prinsip Prinsip Pengembangan Kurikulum

Kurikulum pendidikan Islam, harus memiliki prinsip-prinsip yang mewarnai sebuah kurikulum. Untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan Islam yang diharapkan, maka sudah barang tentu, kurikulum yang diformulasikannyapun harus mengacu pada dasar pemikiran yang Islami, pandangan hidup tentang manusia (pandangan antrhopologis), yang diarahkan pada tujuan pendidikan yang dilandasai oleh kaidah-kaidah Islam.12

Menurut al-Syaibany, prinsip-prinsip kurikulum pendidikan Islam meliputi:

1. Berorientasi pada Islam, termasuk ajaran dan nilai-nilainya. Untuk itu kurikulum yang dirumuskan, baik yang berkaitan dengan falsafah, tujuan dan kandungan, metode mengajar maupun cara-cara perlakuan dan hubungan-hubungan yang berlaku dalam lembaga-lembaga pendidikan harus merdasarkan agama dan akhlak Islam.

2. Prinsip menyeluruh (universal), yaitu muatan kurikulum hendaknya berlaku secara menyeluruh tanpa terbatas oleh sekat wilayah.

3. Prinsip keseimbangan, yaitu muatan kurikulum hendaknya memuat ilmu dan aktivitas belajar secara berkesinambungan pada jenjang pendidikan yang ditawarkan. Upaya ini dilakukan untuk mengantisipasi agar tidak terjadi pengulangan yang akan membuat peserta didik jenuh dan kesimpang siuran makna kebenaran yang membuat peserta didik bingung. 4. Prinsip interaksi antara kebutuhan peserta didik, pendidik dan masyarakat. 5. Prinsip pemeliharaan perbedaan-perbedaan individual perseta didik, baik

perbedaan dari segi bakat, minat, kemampuan, kebutuhan dan sebaginya.

(11)

6. Prinsip pertautan (integritas) antara mata peajaran, pengalaman-pengalaman dan aktiviti yang terkandung dalam kurikulum dengan kebutuhan peserta didik dan kebutuhan masyarakat.13

Menurut Wina Sanjaya, ada sejumlah prinsip dalam proses pengembangan kurikulum yaitu: (a) Relevansi, (b) Fleksibilitas, (c) Kontinuitas, (d) Efektifitas, (e) Efisien.14.

a. Prinsip Relevansi

Prinsip Relevansi adalah kesesuaian antara pengalaman-pengalaman belajar anak yang disusun dalam kurikulum dengan kebutuhan masyarakat.15

Ada dua macam prinsip relevansi, yaitu relevansi internal dan relevansi eksternal. Relevansi internal adalah bahwa setiap kurikulum harus memiliki keserasian antara komponen-komponennya, yaitu keserasian antara tujuan yang harus dicapai, isi, materi atau pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa, strategi atau metode yang digunakan serta alat penilaian untuk melihat ketercapaian tujuan. Relevansi internal ini memperlihatkan keutuhan kurikulum.16

Relevansi eksternal berkaitan dengan keserasian antara tujuan, isi, dan proses belajar siswa yang tercakup dalam kurikulum dengan kebutuhan dan ketentuan mesyarakat. Ada tiga macam relevansi eksternal yaitu:

1. Relevasi dengan lingkungan hidup peserta didik. Artinya bahwa proses pengembangan dan penetapan isi kurikulum hendaklah disesuaikan dengan kondisi lingkungan hidup siswa. Contohnya untuk siswa yang ada di perkotaan perlu diperkenalkan dengan keadaan lingkungan kota, seperti

13Ibid., h. 196-197

14 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2009, h. 39-42

(12)

keramaian dan rambu-rambu lalulintas’ tata cara dan pelayanan jasa bank, kantor pos dan lain sebagainya. Demikian juga untuk sekolah yang berada di daerah pantai, perlu diperkenalkan bagaimana kehidupan di pantai, seperti mengenal tambak, kehidupan nelayan, koperasi, pembibitan udang dan lain sebagainya.

2. Relevansi dengan perkembangan zaman baik sekarang maupun yang akan datang. Artinya, isi kurikulum harus sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang berkembang. Selain itu juga apa yang diajarkan kepada siswa harus bermanfaat untuk kehidupan siswa di masa yang akan datang. Misalkan untuk masa yang akan datang penggunaan komputer dan internet akan menjadi salah satu kebutuhan maka dengan demikian bagaimana cara memanfaatkan komputer dan bagaimana cara mendapatkan informasi dari internet sudah harus diperkenalkan kepada siswa.

3. Relevansi dengan tuntutan dunia pekerjaan. Artinya, apa yang diajarkan di sekolah harus mampu memenuhi dunia kerjaan.17

Untuk memenuhi prinsip relevansi ini maka perancang kurikulum terlebih dahulu harus mengetahui dan memahami kondisi masyarakat, baik dari segi lapangan pekerjaan yang dibutuhkan maupun tingkat kemajuan masyarakat dari segi ilmu dan pengetahuan.

b. Prinsip Fleksibilitas

Apa yang diharapkan dalam kurikulum ideal kadang-kadang tidak sesuai dengan kondisi kenyataan yang ada. Bisa saja ketidaksesuaian itu ditunjukkan oleh kemampuan guru yang kurang, latar belakang atau kemampuan siswa yang rendah atau mungkin sarana dan prasana di sekolah yang tidak memadai. Kurikulum harus bersifat lentur atau fleksibel. Artinya, kurikulum itu harus bisa dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang ada. Kurikulum yang kaku atau tidak fleksibel akan sulit

(13)

diterapkan.18 Prinsip ini harus diperhatikan dalam merancang dan

membuat kurikulum karena masih cukup banyak unsur-unsur dalam kurikulum tersebut yang tidak memenuhi standar ideal. Contohnya, kondisi sarana dan prasarana lembaga pendidikan di Indonesia dewasa ini terlihat jelas kurang memadai. Di beberapa tempat bahkan bangunan sekolah yang sudah rusakpun tetap harus digunakan karena tidak ada tempat lain. begitu juga dengan sarana pendukung lainnya seperti perpustakaan, labor, lapangan dan perlengkapan olahraga, ruang kesehatan siswa, dan lain-lain.

c. Prinsip Kontinuitas

Prinsip ini mengandung pengertian bahwa perlu dijaga saling keterkaitan dan kesinambungan antara materi pelajaran pada berbagai jenjang dan jenis program pendidikan. Dalam penyusunan materi pelajaran perlu di jaga agar apa yang diperlukan untuk mempelajari suatu materi pelajaran pada jenjang yang lebih tinggi telah dipelajari dan dikuasai oleh siswa pada waktu mereka berada pada jenjang sebelumnya. Prinsip ini sangat penting bukan hanya untuk menjaga agar tidak terjadi pengulangan-pengulangan materi pelajaran yang memungkinkan program pengajaran tidak efektif dan efisien, akan tetapi juga untuk keberhasilan siswa dalam menguasai materi pelajaran pada jenjang pendidikan tertentu.19

Dengan demikian agar tidak terjadi pengulangan, maka setiap perancang kurikulum untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan saling bekerja sama agar kontinuitas tetap terjaga.

d. Prinsip Efektifitas

(14)

Prinsip efektifitas, berkenaan dengan rencana dalam suatu kurikulum dapat dilaksanakan dan dapat dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Terdapat dua sisi efektifitas dalam pengembangan kurikulum yaitu: (1) Efektifitas berhubungan dengan kegiatan guru dalam melaksanakan tugas mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas. (2) Efektifitas kegiatan siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar. 20 Efektifitas guru tentu saja

di ukur dari keberhasilan guru menyelesaikan program pengajaran yang telah dirancang. Keberhasilan siswa tentu saja di ukur dari tujuan pelajaran yang tercapai.

e. Prinsip Efisiensi

Prinsip efisiensi berhubungan dengan perbandingan antara tenaga, waktu, suara dan biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh. Kurikulum dikatakan memiliki tingkat efisiensi yang tinggi apabila dengan sarana, biaya yang minimal dan waktu yang terbatas dapat memperoleh hasil yang maksimal. Betapun bagus dan idealnya suatu kurikulum, manakala menuntut peralatan, sarana, prasarana sangat khusus serta mahal harganya, maka kurikulum itu tidak praktis dan sukar untuk dilaksanakan. Kurikulum harus dirancang untuk dapat digunakan dalam segala keterbatasan.21

4. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Perspektif Filsafat Pendidikan Islam

Beranjak dari keempat aspek utama kurikulum, yang dikemukakan oleh Hasan Langgulung di atas maka pengembangan kurikulum berkenaan pada aspek-aspek tersebut.

(15)

a. Tujuan Pendidikan

Berbicara tentang tujuan pendidikan, adalah berbicara tentang tujuan hidup, yaitu tujuan hidup manusia. Sebab pendidikan hanyalah suatu alat yang digunakan pada oleh manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya (survival), baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Manusia, dalam usahanya memelihara kelanjutan hidupnya mewariskan berbagai nilai budaya dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian masyarakat bisa hidup terus. Tetapi bukan hanya itu fungsi pendidikan. Fungsi lainnya adalah pengembangan potensi-potensi yang ada pada individu-individu supaya dapat dipergunakan oleh dirinya sendiri dan seterusnya oleh masyarakat untuk menghadapi tantangan-tantangan millieu yang selalu berubah. Seperti pengembangan akal kanak-kanak di sekolah menyebabkan ia dapat mencipta alat-alat modern untuk mengatasi, misalnya, banjir, gempa bumi, udara dingin, angin beliung, gunung berapi, menempuh jarak jauh dan lain-lain dengan mencipta tekhnologi modern untuk menanggulangi masalah tersebut.22

Pemaparan di atas menunjukkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mempertahankan dan memelihara hidup manusia. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan pendidikan hendaklah bertitik tolak dari tujuan hidup manusia. Pertanyaan selanjutnya yang harus dicari jawabannya adalah ”Apakah tujuan hidup manusia?.

Orang-orang Sparta , salah satu kerajaan Yunani lama berpendapat bahwa tujuan hidup adalah untuk berbakti pada negara, untuk memperkuat negara. Pengertian kuat menurut orang-orang Sparta adalah kekuatan fisik. Oleh sebab itu tujuan pendidikan orang-orang Sparta adalah sejajar dengan tujuan hidup mereka yaitu memperkuat, memperindah dan memperteguh jasmani. Mereka ciptakan berbagaimacam olah raga yang

22Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, Pustaka Al-Husna Baru, Jakarta, 2003, h.

(16)

sampai sekarangpun dipraktekkan dimana-mana seperti, renang, lari, loncat tinggi dan jauh, lari merentas desa dan lain-lain. Pendeknya berbakti untuk negara, kadang-kadang mengorbankan nyawa adalah tujuan hidup mereka. Oleh sebab itu orang yang kuat jasmaninya bisa berkelahi dengan harimau dan singa, disanjung-sanjung, dianggap pahlawan oleh masyarakat Sparta.23

Ahmad Tafsir dalam bukunya menjelaskan bahwa tujuan pendidikan akan sama dengan gambaran manusia terbaik menurut orang tertentu. Mungkin saja seseorang tidak mampu melukiskan dengan kata-kata tentang bagaimana melukiskan manusia yang baik yang ia maksud. Sekalipun demikian, tetap saja ia menginginkan tujuan pendidikan itu manusia yang terbaik. Tujuan pendidikan sama dengan tujuan manusia. Manusia menginginkan semua manusia, termasuk anak keturunannya menjadi manusia yang baik. Sampai di sini tidak ada perbedaan antara seseorang dengan orang lain. Perbedaan akan muncul tatkala merumuskan manusia yang baik itu.24

Kualitas baik seseorang ditentukan oleh pandangan hidupnya. Bila pandangan hidupnya berupa agama, maka manusia yang baik itu adalah manusia yang baik menurut agamanya. Bila pandangan hidupnya suatu mazhab filsafat, maka manusia yang baik itu adalah manusia yang baik menurut filsafatnya itu. Bila pandangan hidupnya berupa warisan nilai dari nenek moyang maka manusia yang baik itu adalah manusia yang baik menurut pandangan nenek moyangnya. Yang paling banyak terdapat di dunia adalah campuran dari ketiga sumber nilai tersebut.25

Dengan demikian, tujuan pendidikan tersebut sangat tergantung pada pandangan hidup seseorang. Pandangan hidup yang beraneka ragam

23Ibid, h. 297-298

24Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam: Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu,

Memanusiakan manusia, remaja Rosdakarya, Bandung, 2010, h. 76

(17)

menyebabkan muncul perbedaan-perbedaan signifikan dalam menentukan dan merumuskan tujuan pendidikan.

Islam memberikan jawaban yang tegas dalam hal ini, seperti firman Allah; surat Adz Dzaariyaat ayat 56.















Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Q.S: 51: 56).26

Menyembah atau ”ibadah” dalam penegrtiannya yang luas berarti mengembangkan sifat-sifat Tuhan pada diri manusia menurut petunjuk-petunjuk Allah. Apakah sifat-sifat Allah itu?. Yaitu sifat dua puluh, tetapi diberi nama 99 nama yang disebut Asma Al-Husna yaitu nama-nama Allah yang baik.27

b. Pengetahuan dalam Pendidikan

Pengetahuan atau mata pelajaran dalam kurikulum menempati tempat yang penting untuk memberi jawaban terhadap apa yang dikerjakan untuk menciptakan manusia yang dicita-citakan oleh pembuat kurikulum itu.

Pertanyaan penting berkenaan pengetahuan ini adalah: apakah pengetahuan itu?. Pengetahuan seperti apakah yang akan diajarkan kepada kanak-kanak?. Dari mana sumber pengetahuan itu?. Perlukan pengetahuan itu banyak atau sedikit?. Perlukah ia mendalam atau luas?.

26Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemah; Mujamma’ al Malik Fahd Li

Tiba’at al-Mushaf Asy-Syarif Madinah Munawwarah, P.O Box 6262, Kerajaan Saudi Arabia, h. 862

(18)

Kriteria apakah yang harus digunakan untuk memilih pengetahuan-pengetahuan yang banyak itu untuk dimasukkan dalam kurikulum?. Apa bedanya pengetahuan dan keterampilan?. Perlukah keduanya dipelajari dengan serentak?. Dan berbagai macam pertanyaan bisa diajukan mengenai pengetahuan itu.

Untuk menjawab salah satu dari pertanyaan di atas, misalnya, apakah pengetahuan itu?. Bermacam-macam jawaban yang kita peroleh dari berbagai ahli-ahli falsafah. Plato berpendapat bahwa segala benda yang kita saksikan sehari-hari ini tidak lain dari pada pantulan benda hakiki yang ada di alam utopia yang diberinya nama ”bentuk” (form), sedangkan pantulan yang kita saksikan sehari-hari disebut ”materi” (mater). Dengan kata lain segala sesuatu terdiri dari bentuk dan materi, bentuk yang tidak berubah berada di alam utopia dan materi yang selalu berubah dan berada di alam nyata. Bentuk itulah hakikat, oleh sebab ia tidak berada di alam nyata maka di sebut di balik alam. Jadi hakikat bagi plato bersifat transendental.28

Berdasar pada konsepsi tentang hakekat ini maka pengetahuan, menurut Plato dan kemudian oleh Deskrates dan Kant, pada dasarnya bebas dari pengamatan indera dan sudah tentu memabawa kepada suatu pendapat bahwa pengetahuan adalah pemberian Tuhan, wujud di sana dan bebas dari orang yang mengetahui, tidak bergantung pada kondisi makhluk yang memiliki pengetahuan itu. Inilah salah satu mazhab dalam falsafah Eropa Barat tentang pengetahuan yang disebut dengan Mazhab Rasionalisme.29

Bagaimana pengetahuan itu dipandang dari segi Islam. Dalam al-Qur’an disebut bahwa agama Islam adalah agama fitrah. Firman Allah SWT dalam al Qur’an surat Ar Ruum ayat 30.

(19)















































Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS: 30; 30).30

Ini berarti agama yang diturunkan oleh Allah melalui wahyu kepada nabi-nabi-Nya adalah sesuai dengan fitrah atau sifat-sifat semula jadi manusia.

Ibnu Khaldun juga membagi ilmu itu kepada dua golongan besar, yaitu ilmu aqal (akal), ilmu naqal (wahyu). Imam al-Ghazali membagi ilmu kepada Laduni dan Insani. Sedangakan al-Attas membaginya kepada ilmu fardhu ’ain dan ilmu fardhu kifayah.31

c. Metodologi Pengajaran

As-Syaibani sebagaimana yang dikutip oleh Hasan Langgulung bahwa metodologi dalam pendidikan Islam cukup kaya terutama pada zaman keemasan Islam yang dibuktikan oleh filosof-filosof Islam terkenal seperti al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Maskawaih, al-Mawardi, Ibnu Sina, Ibnu Rusd, Alghazali, Ibnu Majah, Ibnu Tufail, Ibnu Khaldun dan lain-lain. Metode-metode pengajaran yang selalu kita dapati pada mereka misalnya Metode-metode lingkaran (halaqah), metode mendengar, metode membaca, metode ilmiah, metode hafalan, metode pemahaman, metode lawatan dan

(20)

lain. Lagi dengan harus mempertimbangkan suasana dan keadaan tekhnologi pada waktu dahulu itu. Metode imla’ (diktation) dan hafalan, perlu sekali pada waktu itu, sebab belum ada percetakan seperti sekarang ini. Tentang metode halaqah (lingkaran) ternyata penemuan-penemuan psikologi mutakhir menunjukkan bahwa cara ini sangat efektif kalau digunakan membahas suatu topik seperti kita lihat dalam konferensi-konferensi, seminar dan lain-lain. Ingat saja konferensi meja bundar (KMB). Sebab dalam bentuk lingkaran itu setiap peserta merasa setara dengan peserta lain. Jadi sekatan-sekatan (psikological barrier) dihilangkan.32

d. Penilaian

Penilaian sebenarnya berhubungan erat dengan tujuan pendidikan. Penilaian berusaha menentukan apakah tujuan pendidikan dicapai atau tidak. Misalnya, kalau kita latih seseorang menyetir mobil, maka penilaiannya adalah ujian menyetir yang kita berikan untuk mengetahui apakah orang tersebut sudah pandai menyetir atau belum. Kalau dia sudah tidak membuat kesalahan dalam starter, memberi isyarat lampu dan lain-lain, maka ia diluluskan, tapi kalau masih ada kesalahan bahkan melanggar tiang lampu maka ia tidak diluluskan. Dengan asumsi bahwa kalau ia tidak lagi membuat kesalahan, tentu ia akan selamat dan jalananpun akan aman. Inilah salah satu fungsi penilaian, yaitu memilih (selection) orang-orang berdasar kesanggupannya untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Kalau tujuan-tujuan pendidikan untuk mencari kerja maka hanya orang-orang yang mampu saja yang diluluskan memegang kerja itu, yang tidak jangan diberi atau dilatih lagi sampai ia sanggup.33

(21)

Fungsi penilaian kedua adalah sebagai alat peneguhan (reinforcement) bagi pelajar-pelajar. Yang saya maksud dengan peneguhan adalah ganhjaran bagi pekerjaan yang telah dilakukannya. Psikologi selalu berbicara tentang ganjaran untuk mengekalkan tingkah laku yang diingini.34

Tujuan pendidikan Islam mempunyai keistimewaan yaitu untuk menyembah dan berbakti kepada Allah sepanjang hayat maka kriteria penilaian juga harus berbeda dengan pendidikan yang didasarkan atas falsafah-falsafah lainnya. Bukan sekedar lulus ujian saja, walaupun ini juga diharuskan, tapi juga harus dirumuskan pula kebijaksanaan (wisdon) dan budi mulai (virtues) sebagai kriteria.35 Dengan demikian penilaian

dalam pendidikan Islam harus bertitik tolak pada aspek pengabdian kepada Allah.

C. Penutup,

1. Kesimpulan

Filsafat merupakan landasan fundamental dalam pendidkan memegang peranan penting dalam proses pengembangan kurikulum. Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan. Dewasa ini, pentingnya peran dan fungsi kurikulum memang sudah sangat disadari dalam sistem pendidikan nasional dikarenakan kurikulum merupakan alat yang krusial dalam merealisasikan program pendidikan baik formal maupun non

(22)

formal, sehingga gambaran sistem pendidikan dapat terlihat jelas dalam kurikulum tersebut.

Beberapa pengertian kurikulum yang dikemukakan para ahli terdapat perbedaan yang cukup mendasar yaitu ada yang menekankan pada materi atau mata pelajaran dan ada juga yang menekankan pada proses pengalaman belajar peserta didik.

Beranjak dari keempat aspek utama kurikulum, yang dikemukakan oleh Hasan Langgulung maka pengembangan kurikulum mengacu pada aspek-aspek: (1) Tujuan dalam Pendidikan, (2) Pengetahuan dalam Pendidikan, (3) Metodologi Pengajaran, (4) Penilaian.

2. Saran

Penulis mengharapkan kritik dan saran dari rekan-rekan seperjuangan dan seperguruan di kampus tercinta, demi perbaikan makalah ini. Selanjutnya, teristimewa buat Bapak Dosen pembimbing, sangat penulis nantikan curahan ilmu dan saran bagi kesempurnaan makalah ini ke depan.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua sebagai pembuka cakrawala dan wawasan keilmuan kita dan juga khzanah ilmu pengtahuan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam: Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu, Memanusiakan manusia, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2010

Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, Pustaka Al-Husna Baru, Jakarta, 2003.

(23)

Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi (Konsep, Karakteristik dan Implementasi), , Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003

Nana Syaodih Sukamadinata, Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktek, Remaja Rosdakarya, 1997

Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, Rosdakarya, Bandung, 2008.

Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemah; Mujamma’ al Malik Fahd Li Tiba’at al-Mushaf Asy-Syarif Madinah Munawwarah, Kerajaan Saudi Arabia.

Ramayulis & Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Telaah Sistem Pendidikan dan pemikiran Para Tokohnya, Kalam Mulia, Jakarta, 2009.

S. Nasution, Asas-asas Kurikulum, Bumi Aksara, Jakarta, 1994.

Uyoh Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung, Mdia IPTEK, 1994.

Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2009.

Referensi

Dokumen terkait

disimpulkan oleh IBM, Big data adalah data yang memiliki scope informasi yang sangat besar, model informasi yang real-time, memiliki volume yang besar, dan berasalkan social media

administrasi/bahan pembelajaran, penguasaan guru dalam kegiatan pembelajaran,interaksi guru dan siswa, pengelolaan praktek kerja siswa; dan bagaimana kegiatan pelatihan kerja

Peserta didik dengan hambatan pendengaran memiliki keterbatasan dalam memahami informasi yang bersifat auditif, sehingga semua informasi yang bersifat auditif harus

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa secara statistik tidak menunjukkan hasil yang signifikan, namun dalam penelitian ini, hasil IgG

Tulisan sini akan membahas secara lebih lanjut tahapan radikalisme politik kelas menengah Muslim yang terjadi di Indonesia mulai dari munculnya godly nationalism, konteks

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan

Yogyakarta Parameter gempabumi : episenter, magnitude dan kedalaman Akusisi Mikrotremor 192 Lokasi Datapro Format data MSD (miniseed) Sesarray - geopsy FFT dan HVSR Frekuensi

PT BPR Tulus Puji Rejeki sebagai wajib pajak badan dalam memenuhi kewajiban perpajakan masih kurang efisien sehingga pada laporan keuangan komersial perusahaan masih