BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi
1. Definisi Pendidikan
Plato (filosof Yunani yang hidup dari tahun 429 SM-346 M) menjelaskan bahwa, Pendidikan itu ialah membantu perkembangan masing-masing dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang memungkinkan tercapainya kesemurnaan.
M.J. Langeveld, pendidikan adalah setiap pergaulan yang terjadi adalah setiap pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak merupakan lapangan atau suatu keadaan dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung.
Wikipedia, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991), Pendidikan diartikan sebagai proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek-obyek tertentu dan spesifik. Pengetahuan tersebut diperoleh secara formal yang berakibat individu mempunyai pola pikir dan perilaku sesuai dengan pendidikan yang telah diperolehnya. Sistem adalah suatu perangkat yang saling bertautan, yang tergabung menjadi suatu keseluruhan.
Menurut Undang-undang No.20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 yang dimaksud dengan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
2. Definisi Pendidikan Nasional
nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
3. Definisi Sistem Pendidikan Nasional
Kata sistem berasal dari bahasa Yunani yaitu systema yang berarti adalah “cara atau strategi”. Dalam bahasa Inggris sistem berarti “system, jaringan, susunan, cara”. Sistem juga diartikan “suatu strategi atau cara berpikir”. Sedangkan kata pendidikan itu berasal dari kata “Pedagogi”, kata tersebut berasal dari bahasa yunani kuno, yang jika dieja menjadi 2 kata yaitu Paid yang artinya anak dan Agagos yang artinya membimbing. Dengan demikian Pendidikan bisa di artikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran dan suasana belajar agar para pelajar di didik secara aktif dalam mengembangkan potensi dirinya yang diperlukan untuk dirinya dan masyarakat.
Jadi, bisa di simpulkan bahwa sistem pendidikan adalah suatu strategi atau cara yang akan di pakai untuk melakukan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan agar para pelajar tersebut dapat secara aktif
Menurut Undang-undang No.20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat ke 3 yang dimaksud dengan Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
B. Dasar, Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional
Undang-undang No.20 Tahun 2003 pada Bab II Pasal 2 dan Pasal 3 membicarakan mengenai Dasar, Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional
1. Dasar Pendidikan Nasional
Menurut Undang-undang no.20 tahun 2003 Pasal 2 Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
C. Kelembagaan Pendidikan
Menurut Undang-undang No.20 tahun 2003 pada BAB VI membahas mengenai Jalur,Jenjang dan Jenis Pendidikan.
1. Jalur Pendidikan
Menurut UU No.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 7 Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
a. Pendidikan Formal
Menurut Undang-undang No.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 11 Pendidikan formal adalah Jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
b. Pendidikan Non-formal
Pendidikan Non-formal di jelaskan pada Undang-undang no.20 tahun 2003 pasal 1 Ayat 12. Pendidikan Non-formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
c. Pendidikan Informal
Pendidikan Non-formal di jelaskan pada Undang-undang no.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 13. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan ingkungan. Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan Informal dapat diakui sama dengan peendidikan formal dan noformal.
2. Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Jenjang pendidikan terdiri atas Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi.
a. Pendidikan Dasar
Menurut Undang-undang No.20 tahun 2003 pada BAB VI pasal 17 menjelaskan mengenai Pendidikan dasar. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
Menurut Undang-undang No.20 tahun 2003 pada BAB VI pasal 18 menjelaskan mengenai Pendidikan menengah. Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.
a) Pendidikan Menengah Umum
Pendidikan menengah umum diselenggarakan oleh sekolah menengah atas (SMA) (sempat dikenal dengan "sekolah menengah umum" atau SMU) atau madrasah aliyah (MA). Pendidikan menengah umum dikelompokkan dalam program studi sesuai dengan kebutuhan untuk belajar lebih lanjut di perguruan tinggi dan hidup di dalam masyarakat. Pendidikan menengah umum terdiri atas 3 (tiga) tingkat.
b) Pendidikan Menengah Kejuruan
Pendidikan menengah kejuruan diselenggarakan oleh sekolah menengah kejuruan (SMK) atau madrasah aliyah kejuruan (MAK). Pendidikan menengah kejuruan dikelompokkan dalam bidang kejuruan didasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, dunia industri/dunia usaha, ketenagakerjaan baik secara nasional, regional maupun global, kecuali untuk program kejuruan yang terkait dengan upaya-upaya pelestarian warisan budaya. Pendidikan menengah kejuruan terdiri atas 3 (tiga) tingkat, dapat juga terdiri atas 4 (empat) tingkat sesuai dengan tuntutan dunia kerja.
c. Pendidikan Tinggi
Menurut Undang-undang No.20 tahun 2003 pada BAB VI pasal 19 menjelaskan mengenai Pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka. Maksud dari sistem terbuka adalah sistem yang berhubungan dan terpengaruh dengan lingkungan luarnya atau system yang dapat menerima pengaruh dari luar. Misalnya study banding dengan perguruan tinggi lainnya,
Maksud jenis program di sini adalah program akademik (S1, S2, S3), vokasi (D1, D2, D3, D4), dan profesi (gelar profesi).
Universitas, institut, dan sekolah tinggi memungkinkan untuk memiliki program akademik, vokasi, dan profesi. Sementara itu akademi dan politeknik hanya memiliki program vokasi.
b) Jenis Keilmuan Akademi
Akademi menyelenggarakan program pendidikan profesional dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/ atau kesenian tertentu.Bisa dibilang terdiri dari satu jurusan.
Contoh :Akademi keperawatan, Akademi kefarmasian, akademi kebidanan, akademi pariwisata dan akademi bahasa asing.
Sekolah Tinggi
Sekolah Tinggi menyelenggarakan program pendidikan akademik dan/ atau profesional dalam lingkup satu disiplin ilmu tertentu. Bisa dibilang terdiri dari satu fakultas. Misalnya: Sekolah Tinggi A mempelajari ilmu ekonomi, jadi terdiri dari jurusan-jurusan yang berkaitan dengan ilmu ekonomi saja.
Contoh : STIE, STIA, STMIK, STIKES,STIS
Politeknik
Politeknik menyelenggarakan program pendidikan profesional dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus. Sama seperti Sekolah Tinggi, yang membedakan adalah jenis programnya
Contoh : Politeknik Negeri Jakarta, Politeknik Manufaktur Bandung, Politeknik Kesehatan Jakarta.
Institut
dalam satu jenis keilmuan. Misal: Institut B punya Fakultas Teknologi Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Fakultas Teknologi Perkapalan.
Contoh : ITB,ITS,IPB
Universitas
Universitas menyelenggarakan program pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian tertentu. terdiri dari beberapa fakultas yang beragam jenis keilmuannya. Misal: Universitas A punya Fakultas Kedokteran, Fakultas Hukum, Fakultas Bahasa.
Contoh : UHAMKA,UI,UNJ,UGM
D. Program dan Pengelolaan Pendidikan 1. Jenis Pendidikan
Menurut UU No.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 9 Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
a. Pendidikan Usia Dini
Pendidikan Usia Dini dijelaskan pada Undang-undang no.20 tahun 2003 pada Bab VI pasal 28. Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
b. Pendidikan Kedinasan
Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen. Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.contoh dari jalur pendidikan formal yaitu seperti lembaga pemerintahan departemen dan nondepartemen sedangkan jalur pendidikan informal yaitu seperti BLK (Balai Latihan Kerja)
Lembaga pemerintah departemen dipimpin oleh seorang menteri yang merupakan pembantu presiden dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan di departemen yang dia pimpin, dan merupakan kabinet bentukan presiden.contohnya yaitu :
a) Kementerian Dalam Negeri
Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), gabungan dari STPDN dan
IIP
b) Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral
Akademi Minyak Dan Gas Bumi (Akamigas), Cepu, Blora, Jawa Tengah
c) Kementrian Hukum Dan Hak Asasi Manusia
Akademi Imigrasi (AIM), Gandul (Cinere, Kota Depok, Jawa
Barat)Akademi
Ilmu Pemasyarakatan (AKIP), Gandul (Cinere, Kota Depok, Jawa Barat)
d) Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata
Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung(STPB), Bandung, Jawa Barat
Sekolah Tinggi Pariwisata Bali (STB Bali)
Akademi Pariwisata Medan
Akademi Pariwisata Makasar
e) Kementrian Keuangan
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), Kabupaten Tangerang
f) Kementerian Kelautan dan Perikanan
Sekolah Tinggi Perikanan (STP), Jakarta, DKI Jakarta
Akademi Perikanan Bitung (APB), Bitung, Sulawesi Utara
Akademi Perikanan Sidoarjo, (APS), Sidoarjo, Jawa Timur
Akademi Perikanan Sorong, (APSOR), Sorong, Papua Barat
Bagian Administrasi Pelatihan Perikanan Lapangan Serang, (BAPPL Serang), Serang, Banten
Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri Ladong, (SUPMN Ladong),
Nanggroe Aceh Darussalam
Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri Pariaman, (SUPM N
Pariaman), Pariaman, Sumatera Barat
Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri Tegal, (SUPM N Tegal),Tegal, Jawa Tengah
Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri Bone, (SUPM N Bone), Bone,
Sulawesi Selatan
Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri Kota Agung, (SUPM N Kota Agung), Kota Agung, Lampung
Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri Pontianak, (SUPM N
Pontianak), Pontianak, Kalimantan Barat
Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri Waeheru, (SUPM N
Waeheru), Maluku, Ambon
Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri Sorong, (SUPM N Sorong), Sorong, Papua
g) Kementrian Komunikasi dan Informasi
Sekolah Tinggi Multimedia MMTC (STTM MMTC), Yogyakarta
h) Kementrian Kesehatan
Akademi Fisioterapi Surakarta, Jawa Tengah
Akademi Keperawatan
Akademi Teknik Medik
i) Kementrian Perhubungan
Sekolah Tinggi Transportasi Darat Bekasi, Jawa Barat
Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta, DKI Jakarta
Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia Curug, Jawa Barat
Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan Medan, Sumatra Utara
Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan Surabaya, Jawa Timur
Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan Makassar, Sulawesi Selatan
Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran Tangerang, Banten
Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar, Sulawesi Selatan
j) Kementerian Perindustrian RI
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung (ST3), Bandung, Jawa Barat
Sekolah Tinggi Manajemen Industri Jakarta (STMI), Jakarta, DKI Jakarta
Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta (ATK), Yogyakarta, DIY
Akademi Pimpinan Perusahaan Jakarta (APP), Jakarta
Akademi Teknologi Industri Padang (ATIP), Padang, Sumatra Barat
Akademi Teknik Industri Makassar (ATIM), Makassar, Sulawesi Selatan
Pendidikan Teknologi Kimia Industri Medan (PTKI), Medan, Sumatra
Utara
Akademi Kimia Analisis Bogor – (AKA), Bogor, Jawa Barat
k) Kementrian Pertahanan Nasional
Akademi Militer (TNI Angkatan Darat), Magelang, Jawa Tengah
Akademi Angkatan Laut (TNI Angkatan Laut), Surabaya, Jawa Timur
Akademi Angkatan Udara (TNI Angkatan Udara), Yogyakarta
Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut (TNI Angkatan Laut), Surabaya,
Jawa Timur
Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Darat (TNI Angkatan Darat), Malang, Jawa Timur
l) Kementrian Pertanian, Perkebunan ; Kehutanan
Politeknik LPP Yogyakarta (PLPP), Yogyakarta,DI Yogyakarta
Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agribisnis Perkebunan (STIP-AP), Medan, Sumatera Utara
Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Medan (STPP Medan), Medan,
Sumatera Utara
Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Magelang (STPP Magelang), Magelang, Jawa Tengah
Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Gowa (STPP Gowa), Makassar, Sulawesi Selatan
Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Malang (STPP Malang), Malang,
Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor (STPP Bogor), Bogor, Jawa Barat
m) Kementrian Sosial
Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS), Bandung, Jawa Barat
Lembaga pemerintah non departemen (disingkat LPND) adalah lembaga negara yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintahan tertentu dari Presiden. Kepala LPND berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.Contohnya yaitu :
a) Badan Intelijen Negara
Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN), Sentul,Bogor, Jawa Barat
b) Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
Akademi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (AMKG), Pd. Betung
(Bintaro, Tangerang, Banten) c) Badan Pertanahan Nasional
Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN), Yogyakarta
d) Badan Pusat Statistik
Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS), Jakarta
e) Badan Tenaga Nuklir Nasional
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir (STTN), Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta
f) Lembaga Administrasi Negara
Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara – Lembaga Administrasi Negara
(STIA-LAN), Bandung, Jawa Barat g) Lembaga Sandi Negara Republik Indonesia
Sekolah Tinggi Sandi Negara (STSN), Bogor, Jawa Barat
h) Kepolisian Negara RI
Akademi Kepolisian (Akpol), Semarang, Jawa Tengah
c. Pendidikan Keagamaan
Pendidikan Kedinasan dijelaskan pada Undang-undang no.20 tahun 2003 pada Bab VI pasal 30. Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
d. Pendidikan Jarak Jauh
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) adalah pembelajaran dengan menggunakan suatu media yang memungkinkan terjadi interaksi antara pengajar dan pembelajar. Dalam PJJ antara pengajar dan pembelajar tidak bertatap muka secara langsung, dengan kata lain melalui PJJ dimungkinkan antara pengajar dan pembelajar berbeda tempat bahkan bisa dipisahkan oleh jarak yang sangat jauh. jadi sangat memudahkan proses pembelajaran.
Pendidikan Jarak Jauh dijelaskan pada Undang-undang no.20 tahun 2003 pada Bab VI pasal 31. Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
UT harus sudah menamatkan jenjang pendidikan menengah atas (SMA atau yang sederajat).
e. Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus dijelaskan pada Undang-undang no.20 tahun 2003 pada Bab VI pasal 32. Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.contohnya untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik/mental yaitu Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dan Pendidikan Luar Biasa (PLB)
Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
2. Kurikulum
Menurut Undang-undang no 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 19 mengtakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Secara garis besar kurikulum merupakan hal terpenting dalam sebuah sistem pendidikan, dimana seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi, bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran termaktub dalam kurikulum. Dan juga kurikulum sebagai wahana untuuk mewujudkan tujuan pendidikan pada masing-masing jenis/jenjang satuan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional.
a. Kurikulum Nasional
Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih populer menggunakan leer plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah curriculum dalam bahasa Inggris. Rencana Pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum 1950.
Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani. Mata pelajaran untuk tingkat Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura diberikan bahasa daerah. Daftar pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian, Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama.
b) Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat, yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
d) Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan
e) Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
f) Kurikulum 1984
ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta sekarang Universitas Negeri Jakarta periode 1984-1992.
Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah.
g) Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan. Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat
h) Kurikulum 2004
sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tidak benar-benar paham apa sebenar-benarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
i) Kurikulum 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Munculah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pelajaran KTSP masih tersendat, tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.
b. Kurikulum Muatan Lokal
Pengembangan kurikulum muatan lokal didasarkan pada keadaan dan kebutuhan lingkungan, yang disesuaikan dengan karakteristik daerah, adat istiadat, tradisi, dan ciri khas daerah. Adapun materi dan isinya ditentukan oleh satuan pendidikan, yang dalam pelaksanaannya merupakan kegiatan kurikuler yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah. Keadaan daerah dimaksudkan sebagai segala sesuatu yang terdapat di daerah tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial dan ekonomi, serta lingkungan budaya daerah tersebut. Sedangkan kebutuhan daerah diartikan sebagai segala sesuatu yang diperlukan masyarakat di suatu daerah, khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat sesuai dengan arah perkembangan serta potensi daerah yang bersangkutan.
Depdikbud (Mulyasa, 1999: 5) kurikulum muatan lokal adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran yang ditetapkan oleh daerah sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah masing-masing serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar adalah program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah dan wajib diikuti oleh siswa daerah itu
(Abdullah, 2007:260) Ialah program pendidikan yang isi dan media penyampainannya dikaitkan dengan lingkungan alam dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah dan wajib dipelajari oleh murid di daerah itu
(Dakir, 2004: 102) Lingkungan alam adalah lingkungan alamiah yang ada di sekitar kehidupan kita, berupa benda-benda mati yang terbagi dalam 4 kelompok: pantai; dataran rendah termasuk daerah aliran sungai; dataran tinggi; dan gunung atau pegunungan
Lingkungan sosial (masyarakat) adalah lingkungan dimana terjadi interaksi orang perorang dengah kelompok sosial atau sebaliknya dan diantara kelompok sosial dengan kelompok yang lain. Pendidikan perlu dirancang secara matang, karena pada dasarnya pendidikan diperoleh peserta didik melalui lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat Lingkungan sosial (masyarakat) melatar belakangi kebutuhan hidup yang harus dipertimbangakan dalam pengembangan kurikulum muatan lokal.
Sigit (Dakir, 2004: 102) lingkungan masyarakat terdiri dari tujuh lapangan hidup:
Mayarakat yang berlapangan hidup dalam bidang ekonomi
Masyarakat yang berlapangan hidup dalam bidang politik
Masyarakat yang berlapangan hidup dalam bidang ilmu pengetahuan
Masyarakat yang berlapangan hidup dalam bidang keagamaan
Masyarakat yang berlapangan hidup dalam bidang olah raga
Lingkungan budaya adalah daerah dalam pola kehidupan masyarakat yang berbentuk bahasa daerah, seni daerah, adat-istiadat, serta tatacara dan tatakrama khas daerah
Fungsi kurikulum muatan lokal
Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah
Meningkatkan keterampilan dibidang perkerjaan tertentu
Meningkatkan kemampuan berwiraswasta
Meningkatkan kemampuan berbahasa inggris untuk kepentingan
sehari-hari
Tujuan Kurikulum muatan lokal
Tujuan pengembangan kurikulum muatan lokal untuk memberi bekal pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada peserta didik agar mereka memiliki wawasan yang mantap tentang llingkungan dan kebutuham masyarakat sesuai dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerahnya serta mendukung kelangsungan pembangunan nasional
Depdiknas (2006)Secara umum muatan lokal bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan sikap hidup kepada peserta didik agar memeliki wawasan yang mantap tentang lingkungan dan masyarakat sesuai dengan nilai yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional
Secara khusus, tujuan muatan lokal, agar peserta didik:
Mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial dan
budaya
Memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya
Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan yang berlaku di daerahnya serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka pembangunan nasional
Mengenal dan menjadi lebih akrap dengan lingkungan alam, sosial, dan budayanya
Memiliki pengetahuan, kemampuan, keterampilan serta pengetahuan
mengenai derahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya sebagai bekal menyesuaikan diri dalam kehidupan sehari-hari
Memiliki perilaku dan sikap yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan
yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional
Secara lebih rinci, kurikulum muatan lokal membekali peserta didik memiliki kemampuan: berbudi pekerti luhur; berkepribadian; mandiri; trampil; beretos kerja; profesional; produktif; sehat jasmani dan rohani; cinta lingkungan; kesetiakawanan sosial; kreatif-inovatif untuk hidup; mementingkan pekerjaan yang praktis; dan cinta budaya daerah/tanah air (memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi)
Mulyasa (2007: 270) bahwa komponen kurukulum pendidikan umum dan pendidikan kejuruan mencakup: mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri; sedangkan untuk pendidikan khusus, disamping komponen tersebut juga program khusus
Dengan demikian, kurikulum muatan lokal merupakan bagian integral dari KTSP jenjang pendidikan dasar, menengah baik pada pendidikan umum maupun pendidikan khusus
Sehingga dalam mengembangkan KTSP yang dilakukan oleh daerah harus mengakomodasi muatan lokal, baik terintegrasi dalam materi mata pelajaran maupun dalam mata pelajaran tersendiri
Pengembangan kurikulum muatan lokal dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu:
Disisipkan langsung (terintegrasi) ke setiap kelompok matapelajaran
Berdasar hasil rapat kerja nasional, alokasi waktu untuk melaksanakan program muatan lokal maksimal 20 % dari kelseluruhan program yang berlaku (Abdullah, 2007:261)
Muatan lokal terintegrasi ke matapelajaran, berfungsi:
penyesuaian, sekolah menyesuaikan program pendidikan dengan lingkungan
dan kebudayaan daerah lingkungannya
Integrasi, muatan mendidik kepribadian peserta didik untuk mampu mengintegrasikan dirinya dalam lingkungan sekitar
Perbedaan, memberi kesempatan pada peserta didik memilik program
pengembangan sesuai dengan perbedaan minat, bakat, kebutuhan, kemampuannya, lingkungan dan daerahnya
Kurikulum berperan sangat penting dalam pembelajaran yang mampu memfasilitasi pembentukkan kompetensi dan kepribadian peserta didik dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dalam pengembangannya memerlukan landasan yang kuat berdasarkan pemikiran dan pengkajian yang cermat dan mendalam
Pengembangan kurikulum muatan lokal didasarkan pada kenyataan, bahwa Indonesia memiliki beragam adat-istiadat, kesenia, tata cara, tata krama pergaulan, bahasa, budaya, dan pola berpikir dalam kehidupan sehari-hari secara turun temurun
Pengembangan kurikulum muatan lokal dapat berupa:
Menemukan dan menggunakan fakta-fakta yang ada di daerah setempat sebagai bahan pembelajaran suatu pokok bahasan yang ada dalam silabus Menemukan dan menerapkan suatu prinsip atau generalisasi untuk
menjelaskan kejadian alamiah atau kejadian tiruan, memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari atau meningkatkan budaya masyarakat setempat Menunjukkan kondisi alam, sosial, dan kebudayaan khas daerah setempat
yang perlu dilestarikan dan dikembangkan untuk dimasukkan sebagai program-program sekolah (depdiknas, dalam Efendi, 2009 :77)
Sebagai langkah strategis bidang pendidikan dalam mengembangkan sumberdaya manusia, kurikulum muatan lokal harus merefleksikan (Efendi, 2009:)
Memperluas wawasan, keterampilan, sikap dan nilai pada setiap aspeknya
Mencerminkan standar ukuran keberhasilan di sekolah yang linier dengan
potensi pekerjaan yang ada di daerahnya
Alat komunikasi yang baik dalam menciptakan hubungan baik antara sekolah dengan masyarakat (stake holders)