• Tidak ada hasil yang ditemukan

Praktikm allelopati dan thd perkecambahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Praktikm allelopati dan thd perkecambahan"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH

ALLELOPATHY

DAUN MINDI (

Melia azadarach

)

DAN AKASIA MANGIUM (

Acacia mangium

) TERHADAP

PERKEMBANGAN TANAMAN JAGUNG (

Zea mays

)

DAN KACANG HIJAU (

Phaseolus radiatus

)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suatu ekosistem selalu melakukan hubungan interaksi satu sama lain baik bersifat

intraspesifik maupun interspesifik. Mekanisme ini dilakukan suatu tanaman untuk

memperoleh bahan kehidupannya berupa unsur hara yang terdapat di tanah maupun udara,

air dan sinar matahari serta ruangan untuk tumbuh dan berkembang. Mekanisme

pertahanan diri ini sering merangsang tanaman untuk melakukan suatu metabolisme

sekunder yang produknya biasa diendapkan dalam organ tumbuhan tersebut maupun

dieksudat keluar untuk menolak kompetitor lainnya.

Produk metabolisme suatu tanaman ini sering memainkan peranan penting dalam

interaksi ekologis, mereka dapat menghambat herbivory, perlindungan terhadap patogen,

alelopati, asosiasi simbiosisme, peningkatan perkecambahan, interaksi dengan pollinator,

disamping itu juga perlindungan terhadap sinar ultraviolet maupun suhu tinggi (Lambers

et al. 1998).

Kajian tentang alelopati untuk pertama kali umumnya dilakukan pada ilmu

kehutanan. Alelopati dapat mempengaruhi banyak aspek pada ekologi tumbuhan, meliputi

pertumbuhan, suksesi tanaman, struktur komunitas tanaman dominansi, keragaman

produktivitas tumbuhan. Pada awalnya kajian tentang alelopati hanya menekankan pada

efek negatig alelopati pada tanaman pangan, namun sejak tahun 1980an penelitian alelopati

mulai mengindentifikasi tanaman kehutanan yang memberikan pengaruh menguntungkan,

netral dan selektif terhadap tanaman pangan. Perkembangan terkini, kajian tentang

alelopati mulai mengamati pertumbuhan yang tidak baik pada tanaman kehutanan,

kerusakan tanaman pangan, pengurangan prduksi, masalah replant untuk pohon

hortukultura, kwasan bebas gulma, dan pola perubahan pada vegetasi (Ferguson &

Rathinasabapathi, 2003)

Krebs (2001) yang menyatakan bahwa allelopati (Allelopathy) adalah salah satu

mekanisme penghambatan penyebaran suatu jenis dalam kompetisi karena kehadiran

(2)

mekanisme interaksi biokimia yang interaktif, baik merangsang ataupun menghambat

perkembangan semua jenis organisme. Penciri alelopati adalah adanya senyawa kimia

yang dikeluarkan ke lingkungan sebagai mekanisme kompetisi tersebut (Junaedi et al.

2006).

Diawal perkembangan alelopati banyak dikaji dalam bidang kehutanan. Alelopati

dapat berpengaruh terhadap beberapa aspek ekologi tanaman seperti pertumbuhan

tanaman, proses suksesi, struktur dan komposisi komunitas tanaman, dominasi suatu jenis,

keragaman dan produktivitas tanaman. Pada mulanya alelopati hanya dikaji tentang efek

negatifnya terhadap tanaman budi daya. Namun sejak tahun 1980an mulai digalakan riset

untuk mengetahui jenis-jenis tanaman kehutanan yang menguntungkan, bersifat netral

ataupun selektif terhadap tanaman budidaya. Perkembangan terkini, mulai menduga

hubungan alelopati terhadap perkembangan tumbuhan yang lambat, kerusakan tanaman

budidaya, pengurangan produksi, masalah replant pada tanaman kehutanan, penyebab

kawasan bebas gulma dan pola perubahan vegetasi yang terkait (Ferguson &

Rathinasabapathi, 2003). Termasuk pendugaan terhadap proses invasi tumbuhan eksotik

pada ekosistem yang berbeda (Hierro & Callaway, 2003; Broz & Vivanco, 2006). Begitu

juga potensinya sebagai herbisida dan pestisida biologis serta pola penamanan yang lebih

efektif terutama dalam pola tanam wanatani (Krebs, 2002; Junaedi, 2006)

Berdasarkan beberapa laporan penelitian yang telah didokumentasikan terdapat

banyak sumber alelopati yang dapat digunakan untuk material pertanian organik

berkelanjutan dan ramah lingkungan. Tercatat sekitar 64 jenis species gulma yang bersifat

alelopati terhadap gulma lain, 25 jenis bersifat autotoxicalautopathy, dan 51 jenis aktif

sebagai antifungi atau antibakteri (Qasem & Foy, 2001 yang dikutip oleh Junaedi et al.

2006). Menurut Batish et al (2001) yang dikutip oleh Junaedi et al. (2006) terdapat 56

species tanaman semusim bersifat alelopati terhadap gulma, 31 species bersifat autotoxic

dan 56 species lainnya bersifat alelopati terhadap tanaman lain. Beberapa tanaman berkayu

bersifat alelopati terhadap tanaman lain, berfungsi sebagai herbisida dan peptisida, antara

lainnya Eucalyptus spp, Leucaena leucocephala, Moringa oleifera, Glirycidia sepium,

Albizzia lebbeck, Azadirachta indica. Sisa tanaman yang bersifat alelopati antara lain

jagung, padi, seledri (Apium graveolens), gandum, buah persik (Prunus persica). Alelopati

yang berasal dari tepung sari antara lain dihasilkan oleh Parthenium hysterophorus,

Agrotis stolonifora, Erigerin annuus, Melilotus alba, Phleum pretense, Vicia craca dan

(3)

B. Tujuan

Praktikum ini bertujun untuk mempelajari :

1. Pengaruh allelopati dari tanaman akasia mangium dan mindi terhadap perkecambahan

tanaman jagung dan kacang hijau

2. Pengaruh allelopati dari tanaman akasia mangium dan mindi terhadap pertumbuhan

tanaman jagung dan kacang hijau.

II. TELAAH PUSTAKA

A. Komunitas Tumbuhan, Interaksi dan Kompetisi

Komunitas tumbuhan adalah sekelompok organisme (tumbuhan) yang hidup

berdampingan membentuk suatu asosiasi interaksi antar jenis (intraspesies dan

interspesies) pada suatu kawasan tertntu pada periode waktu yang tertentu pula (Begon et

al. 1990; Pomeroy & Service, 1992; Molles, 2002). Persoalan pokok suatu komunitas

adalah seberapa banyak dan intimnya interaksi antar anggota penyusun komunitas (Krebs,

2002). Muller-Dombois & Ellenbreg (1974); Soerianegara & Indrawan (1980) menyatakan

bahwa interaksi pada suatu komunitas juga melibatkan komponen biotik dengan

lingkungannya. Komunitas (tumbuhan) merupakan suata subyek yang bersifat dinamis

menurut fungsi ruang dan waktu (Vogt et al. 1997), yang mengikuti perubahan gradien

lingkungan (Krebs, 2002).

Model-model interaksi pada suatu komunitas tanaman berdasarkan aktor

interaksinya menurut Walter (1962) yang dikutip oleh Muller-Dombois & Ellenbreg (1974)

dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :

1. Pesaing langsung (direct competitor), tumbuhan yang bersaing pada sumber daya yang

sama dengan menguasi strata yang sama baik di atas atau di bawah tanah.

2. Penggantung (dependent species), yaitu tanaman yang hanya dapat hidup pada

sebagian relung habitatnya karena kehadiran tanaman lain.

3. Pelengkap (complementary species), yaitu tanaman yang tidak bersaing secara

langsung dengan tanaman lain karena mereka memanfaatan sumber daya yang berbeda

atau karena perbedaan irama musiman (seasonal rhythm)

Berdasarkan dampak pada tanaman lain, maka model interaski menurut Lambers et

al. (1998) dapat dibagi menjadi 3 yaitu falicitatin (interaksi positif), netral (interaksi nol),

dan Competition (interaski negatif). Sedangkan Krebs (2002) hanya membagi kelompok

(4)

Kompetisi adalah interaksi antar individu yang muncul akibat kesamaan kebutuhan

akan sumber daya yang bersifat terbatas, sehingga membatasi kemampuan bertahan

(survival), pertumbuhan dan reproduksi individu penyaing (Begon et al. 1990), sedangkan

Molles (2002) kompetisi didefinisikan sebagai interaksi antar individu yang berakibat pada

pengurangan kemampuan hidup mereka. Kompetisi dapat terjadi pada antar individu

(intraspesific) atau antar individu pada satu species yang sama atau interspecific (Krebs,

2002; Molles, 2002).

Kompetisi dalam suatu komunitas dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Kompetisi sumber daya (resources competition atau scramble atau exploitative

competition), yaitu kompetisi dalam memanfaatkan secara bersama-sama sumber

daya yang terbatas.

2. Inferensi (inference competition atau contest competition), yaitu usaha pencarian

sumber daya yang menyebabkan kerugian pada individu lain, meskipun sumber daya

tersebut tersedia secara tidak terbatas. Biasanya proses ini diiringi dengan

pengeluaran senyawa kimia (allelochemical) yang berpengaruh negatif pada individu

lain (Lamberg, 1998; Krebs, 2002; Molles, 2002).

B. Alelopati (Allelopathy)

Alelopati (Allelopathy) adalah efek negatif (menghambat perkecambahan dan

pertumbuhan) yang ditimbulkan oleh suatu tanaman pada tanaman lain yang ada di

sekitarnya melalui pelepasan senyawa kimia yang berasal dari proses metabolisme

sekunder (Muller-Dombois & Ellenberg, 1974; Soerianegara & Indrawan, 1980; Lamberrs,

1998; Muller, 1990 yang dikutip oleh Hierro & Callawai, 2003). Namun, tidak semua

alelopati bersifat negatif, ada beberapa senyawa alelopati yang bersifat positif baik secara

langsung ataupun tidak langsung (Lambers et al. 1998; Krebs, 2002; Ferguson &

Rathinasabapathi, 2003; Broz & Vivanco, 2006).

Pada suatu tanaman agroekosistem alelopati dapat dihasilkan oleh gulma, tanaman

pangan dan hortikultura (tanaman semusim), tanaman berkayu, residu dari tanaman dan

gulma atau bahkan oleh mikroorganisme. Alelopati dapat dikeluarkan dalam bentuk

eksudat dari akar dan serbuk sari, luruhan organ (decomposition), senyawa yang menguap

(Volatile) dari daun, batang, dan akar serta melalui pencucian (leaching) dari organ bagian

luar atau melalui mekanisme yang lain. (Soerianegara & Indrawan, 1980; Lumbers, 1998;

Broz & Vivanco, 2006; Reigosa et al. 200l, Qasem & Foy, 2001 yang dikutip oleh Junaedi

(5)

Gambar 1. Model ekotone untuk menjelaskan hubungan antara air tanah, alelopati, dan

perolehan tanaman, pertumbuhan dan mortalitas (Goslee et al. 2001 yang

dikutip oleh Hierro & Callawai, 2003)

Cara kerja berbagai senyawa alelopati belum diketahui secara mendalam. Bebarapa

senyawa fenolik menghambat perkecambahan biji rerumputan dan herba dan mereka dapat

juga menghambat pengambilan ion. Terpenoid yang menguap dapat menghambat

pembelahan sel. (Lambers et al. 1998)

Potensi alelopati dari suatu organisme sumber dan pengaruhnya terhadap

organisme target berbeda-beda tergantung pada faktor genetik dan lingkungan. Faktor

lingkungan yang menyebabkan keragaman alelopati meliputi perbedaan populasi, siklus

hidup dan waktu tanam, tanah dan iklim, serta adanya cekaman biotik maupun abiotik

(Lambers et al, 1998; Junaedi et al. 2006). Hubungan antara alelopati, tanaman target dan

faktor lingkungan diilustrasikan pada Gambar 1.

III.METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Lingkungan Program Studi

D3 Analisis Lingkungan IPB, Gunung Gede, Bogor dari Tanggal 4 Oktober sampai 11

Oktober 2006 untuk pengamatan perkecambahan. Pengamatan pertumbuhan dilakukan di

shadehouse dari tanggal 4 Oktober sampai dengan 9 November 2006

B. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan adalah :

1. Blender

2. Gelas ukur 1500 cc

Penguasaan tempat

Kematian Pertumbuhan

Ketersediaan air tanah untuk

tumbuhan Konsentrasi

alelopati

Suhu dan presipitasi

(6)

3. Gelas ukur 10 cc

4. Cawan Petri

5. Corong penyaring

6. Pisau/gunting

7. Penggaris

8. Neraca analitik

9. Alat tulis menulis

10. Alat dokumentasi.

11. Derijen air

12. Almari es

13. Polybag.

Bahan yang digunakan :

1. Air destilasi (aquadest)

2. Daun akasia mangium (Acacia mangium)

3. Daun mindi (Melia azedarach)

4. Biji jagung (Zea mays)

5. Biji kacang hijau (Phaseolus radiatus)

6. Kapas

C. Prosedur Praktikum

Tahapan praktikum :

1. Pembuatan ekstrak mindi dan akasia mangium

a) Daun mindi dan aksia dipotong-potong kecil untuk mempermudah penggilingan

(pemblenderan)

b) Menimbang potongan daun mindi dan akasia

c) Mencampur potongan daun mindi dan akasia dengan air dengan perbandingan (w/v)

1 : 7; 1 : 14; 1 : 21 dan 1 : 0 (kontrol) dan memblendernya sampai halus untuk

masing-masing perlakuan.

d) Menyaring ekstrak hasil pemblenderan

e) Menyimpan hasil ekstrak dalam almari es selama 24 jam

2. Pemilihan biji untuk bibit

a) Memilih biji jagung dan kacang hijau yang berkualitas baik (besar, tidak rusak,

tenggelam dalam air)

(7)

a) Menyiapkan cawan petri dan kertas saring sebagai media penanaman

b) Menabur benih yang terpilih pada cawan petri masing-masing satu benih

c) Menyiram sebanyak 10 cc masing-masing pengamatan dengan perlakukan yang telah

disiapkan sebelumnya

d) Melakukan penyiram setiap hari

e) Mengamati perkembangan masing-masing benih

f) Menghitung perkecambahan masing-masing perlakuan

4. Penanaman dan pengamatan pertumbuhan tanaman

1) Menumbuhkan beberapa biji dalam polibag

2) Menyeleksi tanaman dengan pertumbuhan yang baik sehingga tersisa 1 tanaman saja

pada masing-masing polybag

3) Mengukur tinggi tanaman sebagai data awal

4) Melakukan penyiraman dengan cairan allelopathy dan air secara bergiliran tiap hari

sebanyak 50 cc tiap polybag

5) Melakukan pengukuran tinggi setiap minggu selama 4 minggu

6) Melakukan pemanenan biomassa, kemudian mengukur panjang dan berat basah

tanaman

5. Analisa data

Praktikum ini merupakan percobaan laboratoris yang disusun dengan menggunakan

rancangan acak lengkap dengan 2 kali ulangan untuk tiap perlakuan (Setiadi et al.

1989) dengan model umum persamaan matematikanya adalah :

Yij = µ + Ai + εij

Dimana :

Yij : Nilai pengamatan

µ : Nilai rata-rata umum

(8)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Perkecambahan

Pengaruh alelopati yang diambil dari ekstrak daun mindi dan akasia terhadap

perkecambahan biji kacang hijau dan jagung menunjukan pola yang tidak seragam.

Persentase perkecambahan kacang hijau umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan

jagung pada jenis dan tingkat ekstrak alelopati yang berbeda. Ada kecenderungan bahwa

pemberian ektrak pada berbegai tingkat konsentrasi tidak berdampak pada perkecambahan

kacang hijau dan jagung. Perlakuan konsentrasi berbeda terhadap perkecambahan kacang

hijau menunjukan pengaruh yang nyata hanya diperlihatkan pada perkecambahan kacang

hijau dan diikuti pula oleh pertumbuhannya seperti yang ditunjukan pada Tabel 1 dan

Tabel 2. Semua perlakuan konsentrasi akasia berbeda nyata dengan kontrol pada

perkecambahan dan pertumbuhan kacang hijau. Data pengamatan percobaan ini dapat

dilihat pada Lampiran 1 – 8, sedangkan perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 17 –

24 dan Lampiran 33 & 34.

Tabel 1. Pengaruh pemberian ekstrak daun mindi dan akasia terhadap perkecambahan biji kacang hijau dan jagung

Jenis Ekstrak

Mindi Akasia Perkecambahan (%)

Konsentrasi (v/w)

Kacang hijau (µ ± Sd)

Jagung (µ ± Sd)

Kacang hijau (µ ± Sd)

Jagung (µ ± Sd)

1:00 100 ± 0a 28 ± 2,83a 97 ± 1,41a 25,83 ± 10,61a

1:07 63 ± 1,41b 14 ± 2,83a 100 ± 0a 6,67 ± 4,71a

1:14 71 ± 4,24b 10 ± 2,83a 96 ± 5,66a 11,67 ± 0a

1:21 68 ± 16,97b 10 ± 8,49a 100 ± 0a 18,33 ± 4,716a

KK (%) 11,62 31,61 2,97 34,61

(9)

Tabel 2. Pengaruh pemberian ekstrak mindi dan akasia terhadap pertumbuhan (cm) kecambah biji kacang hijau dan jagung

Jenis ekstrak

Mindi Akasia Pertumbuhan kecambah (cm)

Konsentrasi

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berarti tidak berbeda nyata

2. Pertumbuhan Tanaman

Keterangan : M0 = Ektrak daun mindi dengan perbandingan dengan air (v/w) = 1 : 0 (kontrol) M1 = Ektrak daun mindi dengan perbandingan dengan air (v/w) = 1 : 7

M2 = Ektrak daun mindi dengan perbandingan dengan air (v/w) = 1 : 14 M3 = Ektrak daun mindi dengan perbandingan dengan air (v/w) = 1 : 21

A0 = Ektrak daun akasia dengan perbandingan dengan air (v/w) = 1 : 0 (kontrol) A1 = Ektrak daun akasia dengan perbandingan dengan air (v/w) = 1 : 7

A2 = Ektrak daun akasia dengan perbandingan dengan air (v/w) = 1 : 14 A3 = Ektrak daun akasia dengan perbandingan dengan air (v/w) = 1 : 21

H1 = Kacang hijau

H2 = Jagung

Gambar 2. Grafik perkecambahan (%) tanaman kacang hijau dan jagung yang diberi perlakuan ekstrak daun mindi dan akasia pada berbagai perbandingan (v/w)

100 100 100 100 100

60 60 60 60

100 100 100 100

100 100 100 100 100

80

100 100 100 100

100 100 100 100 100

(10)

Gambar 3. Grafik pertumbuhan (cm) tanaman kacang hijau dan jagung yang diberi perlakuan ekstrak daun mindi dan akasia pada berbagai perbandingan (v/w)

Perkecambahan tanaman kacang hijau dan pertumbuhan kecambah kacng hijau

lebih tinggi daripada jagung. Kecambah kacang hijau cenderung lebih cepat berkecambah

dan tumbuh dengan pesat, namun umumnya setelah 5 hari perkecambahan masing-masing

biji pada masing-masing perlakuaan akan mengalami kematian dengan ditandai warna

yang lebih gelap pada radiclenya. Perkecambahan jagung belum mencapai 100% namun

menunjukan kematian pada perlakuaan ini seperti yang disajikan pada Gambar 2 dan

Gambar 3.

2. Pertumbuhan Tanaman

Pertumbuhan tanaman kacang hijau dan jagung yang diberi ekstrak daun mindi dan

akasia menunujkan respon yang berbeda-beda, namun pada umumnya pemberian ekstrak

mindi atau akasia pada 3 tingkat konsentrasi tidak memberikan pengaruh terhadap

pertumbuhan tanaman. Pemberian ekstrak yang berpengaruh hanya pada perlakuan mindi

terhadap pertumbuhan kacang hijau, tanaman jagung yang diberi perlakuaan ekstrak daun

akasia seperti yang disajikan pada Tabel 3. Data pengamatan dan analisis datanya terlampir

pada Lampiran 9 – 12, Lampiran 25 – 28, Lampiran 35 – 36.

15,15 15,7 16

16,4 16,7 16,85 17,95

(11)

Tabel 3. Pengaruh pemberian ekstrak daun mindi dan akasia pada 3 tingkat perbandingan (v/w) yang berbeda terhadap pertumbuhan tanaman kacang hijau dan jagung

Jenis Ekstrak

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berarti tidak berbeda nyata

Pertumbuhan tanaman kacang hijau dan jagung menunjukan pola yang sama

hampir sama, yaitu makin meningkat setiap minggunya. Kecenderungan umum pola

pertumbuhan tanaman tumbuh pesat pada minggu pertama, setelah itu melambat. Pola

pertumbuhan tanaman kacang hijau dan jagung yang diberi perlakuaan ekstrak daun mindi

dan jagung disarikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik pertumbuhan tanaman kacang hijau dan jagung pada berbagai perlakuan ekstrak daun mindi dan akasia selama 5 minggu pengamatan

15,5

m inggu pengam atan

pe

m inggu pengam atan

pe

m inggu pengam atan

pe

m inggu pengam atan

(12)

Tabel 4. Pengaruh pemberian ekstrak daun mindi dan akasia pada 3 tingkat perbandingan (v/w) yang berbeda terhadap biomassa (gram) tanaman kacang hijau dan jagung

Jenis Ekstrak

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berarti tidak berbeda nyata

Pemanenan tanaman kacang hijau dan jagung yang diberi berbagai perlakuan

ekstrak daun mindi dan akasia menghasilkan biomassa yang berbeda-beda. Perlakuan

kontrol tidak selalu menunjukan biomassa yang terbesar, kecuali untuk tanaman jagung

yang diberi ekstrak daun akasia. Pemberian ekstrak daun mindi ataupun akasia tidak

mempengaruhi biomassa tanaman jagung ataupun kacang hijau. Respon perlakuan pada

biomassa tanaman hanya diperlihatkan oleh tanaman kacang hijau yang diberi ekstrak daun

akasia pada konsentrasi 1 : 21, selebihnya tidak merespon. Rekapitulasi data pengamatan

ditunjukan pada Tabel 4.

Biomassa tertinggi dihasilkan oleh kelompok perlakuan tanaman jagung yangdiberi

perlakuan ekstrak daun mindi, sedangkan angterkecil pada kelompok tanaman kacang

hijau yang diberi perlakuan ekstrak daun mindi, seperti pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram ukuran biomassa tanaman kacang hijau dan jagung yang diberi tiga tingkat konsentrasi dari ekstrak daun mindi dan akasia

(13)

B. Pembahasan

1. Perkecambahan

Pada percobaan ini perkecambahan tanaman kacang hijau ternyata respon

perkecambahannya dipengaruhi oleh konsentrasi ekstrak mindi. Hal ini sejalan dengan

beberapa penelitian tentang efek negatif dari senyawa alelopati dari beberapa tanaman

dalam penghambatan proses perkecambahan seperti Barley (Hordeum vulgare) (Overland,

1966 yang dikutip oleh Krebs, 2002); Piper dan Cecropia pada Heliocarpus

donnell-smithii (Anaya Lang, 1976 dalam Longman & Jenik, 1992); Leucaena leucocephala

(Ferguson & Rathinasabapathi, 2003). Centaurea moculosa (Broz & Vivanco. 2006).

Senyawa alelopati yang dihasil suatu tanaman untuk melakukan pertahanan diri

pada umumnya bersifat menghambat pertumbuhan perkecambahan dan pertumbuhan

tanaman di sekelilingnya. Mekanisme penghambatan bersifat spesifik tidak ada pola

umum, namun pada umumnya senyawa-senyawa ini memiliki daya hambat terhadap

pembelahan sel, perkecambahan benih, pengambilan unsur hara, proses fotosintesis dan

fungsi enzimatik lainnya (Ferguson & Rathinasabapathi, 2003).

Tapi, pada percobaan ini hampir semua perlakuan tingkatan konsentrasi tidak

memberikan pengaruh terhadap perkecambahan tanaman jagung dan kacang hijau, baik

yang diberi dengan ekstrak mindi maupun akasia. Senyawa-senyawa alelopati bersifat

selektif dan daya racunnya tidak selalu efektif pada tanaman lain (Longman & Jenik,

1992). Beberapa penelitian juga membuktikan hal ini (Conway et al. 2001; Dietz et al,

1996; Keay et al, 2000 yang dikutip oleh Hierro & Callaway 2003).

Pengaruh netral dari alelopati akasia dan mindi terhadap perkecambahan tanaman

jagung dan mindi disebabkan oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik senyawa tersebut.

Novizan (2002) menyatakan bahwa senyawa-senyawa dari metabolisme sekunder tanaman

mudah terdegradasi oleh pengaruh cahaya matahari, kelembaban, udara dan komponen

alam lainnya. Daya toksisitas senyawa-senyawa metabolisme sekunder umumnya relatif

rendah. Metode ekstraksi senyawa juga berpengaruh, umumnya ekstraksi dengan air

menghasilkan senyawa yang lebih beragam sifatnya. Jadi pengaruhnya belum tentu negatif.

Faktor internal meliputi daya racun persenyawaan tersebut. Akasia pada kondisi

alamiah menghambat penyebaran tanaman lain karena sifat dari daun tersebut yang sukar

terdekomposisi. Daun akasia merupakan perkembangan batang atau daun semua

(filopodia). Sedangkan senyawa yang dihasilkan oleh mindi, seperti meliantriol, salanin,

(14)

yang terdapat pada mimba ( Azadirachta indica). Walaupun kedua tanaman ini secara

umum memiliki kandungan senyawa aktif yang sama, namun kandungannya tidak

sebanyak pada mimba (Sudarmadji, 1991 yang dikutip oleh Sonyaratri, 2006)

Diduga kematian pada benih tanaman kacang hijau dan jagung pada percobaan ini

disebabkan oleh faktor ketersediaan air yang tidak memadai. Perkecambahan tanaman

merupakan proses yang tidak bisa terhenti dan memerlukan kelembaban yang tinggi dan

kontinnyu. Jika proses ini terhenti karena pasokan airnya terhambat maka perkecambahan

akan berhenti dan benih akan mati. Hal ini bisa dilihat pada percobaan ini, dimana benih

menjadi kering dan radik (Radicle) menjadi kering dan hitam.

Perkecambahan kacang hijau yang lebih tinggi dibandingkan dengan jagung

dipengaruhi oleh karakteristik biji tersebut. Biji kacang hijau memiliki ukuran biji lebih

kecil dan kulit biji yang lebih tipis sehingga kecepatan perkecambahannya lebih tinggi

karena proses imbibisi lebih cepat.

2. Pertumbuhan Tanaman

Efek alelopati suatu tanaman pada kondisi sesungguhnya sangat berbeda dengan

kondisi yang terkontrol. Muller-Dombois & Ellenberg (1976) menyatakan bahwa efek

toksik dari senyawa alelopati kadang kala hilang ketika dipaparkan dalam kondisi

alamiahnya. Hal ini dikarenakan konsentrasi persenyawaan tersebut tidak cukup memadai

kesediaanya. Senyawa-senyawa menurut Hierro & Callaway (2003); Krebs, (2002);

Muller-Dombois &Ellenberg (1976); alelopati bersifat nonpersisten, sehingga pada mula

cukup toksisi namun berangsur-angsur berkurang bahkan hilang karena senyawa-senyawa

ini mudah tercuci oleh air, terserap oleh humus tanah, dirombak oleh bakteri atau mikroba

tanah (rhizophere).

Faktor berpengaruh terhadap persistensi dan ekspresi senyawa alelopati sangat

dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu udara dan tanah, kelembaban tanah,

tekstur tanah, kemasaman tanah, kandungan karbon organik, kandungan hara dan cahaya

(Junaedi et al. 2006). Tanggapan terhadap senyawa alelopati tergantung pada jenis

tanaman terget dan sumber alelopati (genetik).

Pada percobaan ini semua tanaman tidak terpengaruh oleh pemberian ekstrak pada

tiga perbandingan baik yang berasal dari mindi maupun akasia. Pengaruh nyata pada

pemberian ekstrak mindi pada perbandingan 1 : 7 terhadap pertumbuhan tanaman kacang

hijau dikarenakan efek alelopati tidak selama bersifat negatif. Kaerna senyawa alalopati

(15)

menstimulus pertumbuhan tanaman (Lamber et al. 1998; Strurz & Christie. 2003 yang

dikutip oleh Junaedi et al. 2006). Jadi pada konsentrasi yang tertentu malah meningkatkan

pertumbuhan tanaman yang direpresentasikan lewat ketinggian tanaman. Seperti yang

ditunjukan oleh tanaman kacang walaupun responnya tidak seragam.

Tanggapan respon yang cukup heterogen dari tanaman kacang hijau dan jagung

terhadap pemberian ektrak akasia dan mindi dalam berbagai konsentrasi. Pertumbuhan

tanaman adalah proses yang komplek melibatkan faktor lingkungan dan sekaligus faktor

biotik. Hierro & Callaway (2003) menyatakan bahwa pengaruh senyawa-senyawa alelopati

dalam kondisi natural bersifat sangat kompleks. Keberadaannya dipengaruhi olek

kepadatan populasi, distribusi dan kepadata akar, karakteristik tanah, mikroklimat dan

aktivitas mikroorganisme.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Respon tanaman (jagung dan kacang hijau) terhadap pemberian ekstrak alelopati mindi

dan akasia berbeda-beda tergantung pada jenis alelopatinya dan faktor lingkungan

2. Ekstrak mindi relatif lebih berpengaruh dibandingkan dengan alelopati akasia

3. Perkecambahan kacang hijau lebih tinggi dibandingkan dengan jagung

B. Saran

1. Penyiraman kecambah pada pengujian metode pot harus lebih banyak lagi dan

kelembaba lingkungan harus dijaga lebih rendah

2. Media perkecambahan diganti dengan kapas yang lebih banyak menyimpan air

3. Metode ekstrak senyawa alelopati perlu diganti dengan ekstraksi dengan pelarut

khusus

4. Kondisi media tanam pada pengujian pot harus dijaga kelembabannya sehingga tidak

banyak senyawa alelopati yang terbuang.

5. Perlu dilakukan pengamatan interaksi antara jenis ekstrak (alelopati) dan tanaman

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Begon, M., J. L. Harper & C. R. Townsend. 1990. Ecology Individuals, Populations and

Communities. 2nd edition. Blackwell Scientific Publication.

Broz, A. K. & J. M. Vivanco. 2006. Secondary Metabolities and Allelopathy in Plant

Invasions : Case Study of Centaurea maculosa.

http://4e.plantphys.net/chapter.php?ch=13. diakses 28 November. 2006

Ferguson, J. J. & B. Rathinasabapathi. 2003. Allelopathy : How Plant Suppress other

Plants. http://edis.ifas.ufl.edu/pdf files/HS/HS186000.pdf. diakses 28 November.

2006

Hierro, J. L. & R. M. Callaway. 2003. Allelopathy and Exotic Plant Invasion. Plant and

Soil Vol. 256 : 29 - 39

Junaedi, A, M. A. Chozin & K. W. Kim. 2006. Perkembangan Terkini Kajian Alelopati.

Hayati Vol. 13 (2) : 79 – 84

Krebs, C. J. 2002. Ecology The Experiment Analysis of Distribution and Abundance. 5th

edition. Benjamin Cummings, San Fransisco

Lambers, H, F. S. Chapin & T. L. Pons. 1998. Plant Physiological Ecology.

Springer-Verlag, Berlin

Longman, K. A. & J. Jenik. 1992. Tropical Forest and Its Enviroment. 2nd edition.

Longman Scientific & Technical, New York

Molles, M. C. 2002. Ecology Concepts and Applications. 2nd edition. Mc Graw Hill

Company, Boston

Muller-Dombois, D & H. Ellenberg. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology. John

Wiley and Sons, New York

Novizan. 2002. membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan. AgroMedia Pustaka, Jakarta

Pomeroy, D. & M. W. Service. 1992. Tropical Ecology. 2nd edition. Longman Scientific and Technical, Harlow-Essex

Setiadi, D. I. Muhadiono & A. Yusron. 1989. Penuntun Praktikum Ekologi. Depdikbud,

Dirjen Dikti & PAU Ilmu Hayat IPB, Bogor

Soerianegara, I. & A. Indrawan. 1980. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen MH Fahutan

IPB, Bogor

Sonyaratri, D. 2006. Kajian Daya Insektisida Ekstrak daun Mimba (Azadirachta indica A.

Juss) dan Ekstrak daun Mindi (Melia azedarach L.) terhadap Perkembangan

Serangga Hama Gudang Sitophilus zeamais Motsch. Skripsi Fakultas teknologi

Pertanian IPB, Bogor. Tidak dipublikasikan

Vogt, K. A., J. C. Gordon, J. P. Wargo, D. J. Vogt, H. Asbjornsen, P. A. Palmiotto, H. J. Clark, J. L. O’Hara, W. S. Keeton, T. Patel-Weynand & E. Witten. 1997.

(17)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data hasil pengamatan perkecambahan (%) kacang hijau yang diberi perlakuaan ekstrak daun mindi dalam berbagai konsentrasi (v/w)

Hari (%) Perlakuan Ulangan

1 2 3 4 5 jumlah rerata Sd 1 100 100 100 100 100 500 100

M0H1

2 100 100 100 100 100 500 100 rerata 100 100 100 100 100 500 100

0

1 60 60 60 60 80 320 64 M1H1

2 60 60 60 60 70 310 62 rerata 60 60 60 60 75 315 63

1,414214

1 70 70 70 70 90 370 74 M2H1

2 0 80 80 90 90 340 68 rerata 35 75 75 80 90 355 71

4,242641

1 0 70 70 70 70 280 56 M3H1

2 0 100 100 100 100 400 80 rerata 0 85 85 85 85 340 68

16,97056

Lampiran 2. Data hasil pengamatan perkecambahan (%) jagung yang diberi perlakuan ekstrak daun mindi dalam berbagai konsentrasi (v/w)

Hari (%) Perlakuan Ulangan

1 2 3 4 5 Jumlah Rerata SD 1 20 20 20 30 40 130 26

M0H2

2 0 30 40 40 40 150 30 rerata 10 25 30 35 40 140 28

2,828427

1 0 0 10 10 40 60 12 M1H2

2 10 10 20 20 20 80 16 rerata 5 5 15 15 30 70 14

2,828427

1 10 10 10 10 20 60 12 M2H2

2 0 0 0 0 40 40 8

rerata 5 5 5 5 30 50 10

2,828427

1 10 10 20 20 20 80 16 M3H2

2 0 0 0 10 10 20 4

rerata 5 5 10 15 15 50 10

(18)

Lampiran 3. Data hasil pengamatan perkecambahan (%) kacang hijau yang diberi perlakuan ekstrak daun akasia pada berbagai konsentrasi (v/w)

Hari (%) Perlakuan Ulangan

1 2 3 4 5 Jumlah Rerata Sd 1 90 100 100 100 100 490 98

A0H1

2 80 100 100 100 100 480 96 rerata 85 100 100 100 100 485 97

1,414214

1 100 100 100 100 100 500 100 A1H1

2 100 100 100 100 100 500 100 rerata 100 100 100 100 100 500 100

0

1 100 100 100 100 100 500 100 A2H1

2 60 100 100 100 100 460 92 rerata 80 100 100 100 100 480 96

5,656854

1 100 100 100 100 100 500 100 A3H1

2 100 100 100 100 100 500 100 rerata 100 100 100 100 100 500 100

0

Lampiran 4. Data hasil pengamatan perkecambahan (%) jagung yang diberi perlakuan ekstrak daun akasia pada berbagai konsentrasi (v/w)

Hari Perlakuam Ulangan

1 2 3 4 5 6 Jumlah Rerata Sd A0H2 1 0 0 10 10 20 70 110 18,33333

2 30 30 30 30 40 40 200 33,33333 rerata 15 15 20 20 30 55 155 25,83333

10,6066

A1H2 1 0 0 10 10 10 30 60 10 2 0 0 0 0 0 20 20 3,333333 rerata 0 0 5 5 5 25 40 6,666667

4,714045

A2H2 1 10 10 10 10 10 20 70 11,66667 2 10 10 10 10 10 20 70 11,66667 rerata 10 10 10 10 10 20 70 11,66667

0

A3H2 1 0 0 30 40 40 40 150 25 2 10 10 20 50 50 50 190 31,66667 rerata 5 5 25 45 45 45 170 28,33333

(19)

Lampiran 5. Data hasil pengamatan pertumbuhan (cm) kecambah kacang hijau yang diberi perlakuan ekstrak daunmindi pada berbagai konsentrasi (v/w)

Hari (cm) Perlakuan Ulangan

1 2 3 4 5 Jumlah Rerata SD 1 13,5 13,5 13,5 17,5 17,7 75,7 15,14

M0H1

2 16,8 17,9 18,5 18,5 18,5 90,2 18,04 rerata 15,15 15,7 16 18 18,1 82,95 16,59

2,05061

1 1,4 1,5 1,5 1,7 4,5 10,6 2,12 M1H1

2 1,1 1,1 1,1 1,4 8,5 13,2 2,64 rerata 1,25 1,3 1,3 1,55 6,5 11,9 2,38

0,367696

1 2 2,1 2,1 2,1 6,8 15,1 3,02 M2H1

2 0 1,4 1,4 1,4 5,6 9,8 1,96 rerata 1 1,75 1,75 1,75 6,2 12,45 2,49

0,749533

1 0 1,3 1,3 1,7 4,9 9,2 1,84 M3H1

2 0 2 2,6 3 7,1 14,7 2,94

rerata 0 1,65 1,95 2,35 6 11,95 2,39 0,777817

Lampiran 6. Data hasil pengamatan pertumbuhan (cm) kecambah jagung yang diberi perlakuan ekstrak daun mindi pada berbagai konsentrai (v/w)

Hari (cm) Perlakuan Ulangan

1 2 3 4 5 Jumlah Rerata SD 1 0,2 0,2 0,2 0,4 3 4 0,8

M0H2

2 0 0,4 0,4 0,4 2,1 3,3 0,66 rerata 0,1 0,3 0,3 0,4 2,55 3,65 0,73

0,098995

1 0 0 0,2 0,2 0,4 0,8 0,16 M1H2

2 0,2 0,2 0,4 0,4 1,3 2,5 0,5 rerata 0,1 0,1 0,3 0,3 0,85 1,65 0,33

0,240416

1 0,2 0,2 0,2 0,5 0,5 1,6 0,32 M2H2

2 0 0 0 0 0,4 0,4 0,08 rerata 0,1 0,1 0,1 0,25 0,45 1 0,2

0,169706

1 0,2 0,2 0,3 0,4 0,4 1,5 0,3 M3H2

2 0 0 0 0,1 0,2 0,3 0,06 rerata 0,1 0,1 0,15 0,25 0,3 0,9 0,18

(20)

Lampiran 7. Data hasil pengamatan pertumbuhan (cm) kecambah kacang hijau yang diberi perlakuaan ekstrak daun akasia pada berbagai konentasi (v/w)

Hari (cm) Perlakuan Ulangan

1 2 3 4 5 Jumlah Rerata SD 1 12,1 13,5 16,6 17,1 17,7 77 15,4

A0H1

2 4,4 16,8 17,2 17,6 17,9 73,9 14,78 rerata 8,25 15,15 16,9 17,35 17,8 75,45 15,09

0,438406

1 10,1 12,3 12,4 12,8 13,7 61,3 12,26 A1H1

2 9,4 13,8 14,6 14,9 15,2 67,9 13,58 rerata 9,75 13,05 13,5 13,85 14,45 64,6 12,92

0,933381

1 9,7 15,2 15,8 16,8 16,9 74,4 14,88 A2H1

2 7 8 8,2 9,3 16,1 48,6 9,72 rerata 8,35 11,6 12 13,05 16,5 61,5 12,3

3,648671

1 10,4 15,8 16,1 16,3 17,1 75,7 15,14 A3H1

2 10,5 17 17,3 17,4 18,8 81 16,2 rerata 10,45 16,4 16,7 16,85 17,95 78,35 15,67

0,749533

Lampiran 8. Data hasil pengamatan pertumbuhan (cm) kecambah jagung yang diberi perlakuaan ekstrak daun akasia pada berbagai konsentrasi (v/w)

Hari (cm) Perlakuan Ulangan

1 2 3 4 5 6 Jumlah Rerata Sd 1 0 0 0,2 0,8 0,8 2,2 4 0,666667 A0H2

2 0,5 0,5 0,8 2,2 2,9 3,3 10,2 1,7 rerata 0,25 0,25 0,5 1,5 1,85 2,75 7,1 1,183333

0,730677

1 0 0 0,1 0,1 0,1 0,3 0,6 0,1 A1H2

2 0 0 0 0 0 0,2 0,2 0,033333 rerata 0 0 0,05 0,05 0,05 0,25 0,4 0,066667

0,04714

1 0,1 0,3 0,3 0,3 1 1 3 0,5 A2H2

2 0,1 0,2 0,5 1,4 1,5 1,5 5,2 0,866667 rerata 0,1 0,25 0,4 0,85 1,25 1,25 4,1 0,683333

0,259272

1 0 0 0,4 0,6 0,6 0,8 2,4 0,4 A3H2

2 0,2 0,2 0,6 0,7 0,8 0,9 3,4 0,566667 rerata 0,1 0,1 0,5 0,65 0,7 0,85 2,9 0,483333

(21)

Lampiran 9. Data hasil pengamatan tinggi tinggi (cm) tanaman kacang hijau yang diberi perlakuan ekstrak daun mindi pada berrbagai konsentrasi (v/w)

Minggu (cm) Perlakuan Ulangan

1 2 3 4 5 Jumlah Rerata Sd 1 14,5 31 36 38 50 169,5 33,9

M0H1

2 16,5 28,5 34 34,5 45 158,5 31,7 rerata 15,5 29,75 35 36,25 47,5 164 32,8

1,555635

1 14 28 28,5 34 35 139,5 27,9 M1H1

2 13 29 30,5 35 43 150,5 30,1 Rerata 13,5 28,5 29,5 34,5 39 145 29

1,555635

1 12,5 31 33,5 42 48 167 33,4 M2H1

2 13,5 30 30,5 40 56 170 34 rerata 13 30,5 32 41 52 168,5 33,7

0,424264

1 14,5 28,5 28,5 45 50 166,5 33,3 M3H1

2 14,5 25 28 45 52 164,5 32,9 rerata 14,5 26,75 28,25 45 51 165,5 33,1

0,282843

Lampiran 10. Data hasil pengamatan pengamatan tinggi (cm) tanaman jagung yang diberi perlakuan ekstrak daun mindi pada berbagai konsentrasi (v/w)

Minggu (cm) Perlakuan Ulangan

1 2 3 4 5 Jumlah Rerata SD 1 10,5 22,5 33 36 40 142 28,4

M0H2

2 14,5 28,5 34,5 38 45,5 161 32,2 rerata 12,5 25,5 33,75 37 42,75 151,5 30,3

2,687006

1 15 24 35 45 65 184 36,8 M1H2

2 11 24 33 38 50 156 31,2 Rerata 13 24 34 41,5 57,5 170 34

3,959798

1 13,5 24,5 27 60 65,5 190,5 38,1 M2H2

2 13 24 27 60 64,5 188,5 37,7 rerata 13,25 24,25 27 60 65 189,5 37,9

0,282843

1 7 25,5 38 60 69 199,5 39,9 M3H2

2 7 22,5 38 60 68 195,5 39,1 rerata 7 24 38 60 68,5 197,5 39,5

(22)

Lampiran 11. Data hasil pengamatan tinggi (cm) tanaman kacang hijau yang diberi perlakuaan ekstrak daun akasia pada berbagai konsentrasi (v/w)

Minggu (cm)

Lampiran 12. Data hasil pengamatan tinggi (cm) tanaman jagung yang diberi perlakuaan ekstrak daun akasia pada berbagai konsentrasi (v/w)

Minggu (cm)

Lampiran 13. Data hasil pengukuran biomassa basah (gram) tanaman kacang hijau yang diberikan perlakuan ekstrak daun mindi pada berbagai konsentasi (v/w)

Perlakuan Ulangan Biomassa (gr) Jumlah Rerata SD 1 8,57

M0H1

2 6,395 14,965 7,4825 1,537957 Rerata

2 7,71 12,87 6,435 1,803122 Rerata

1 11,43 M3H1

(23)

Lampiran 14. Data hasil pengukuran biomassa (gr) tanaman jagung yang diberi perlakuaan ekstrak daun mindi pada berbagai konsentrasi (v/w)

Perlakuan Ulangan Biomassa Jumlah Rerata SD 1 12,68

M0H2

2 9,529 22,209 11,1045 2,228093 rerata

1 10,11 M1H2

2 6,812 16,922 8,461 2,332038 rerata

2 11,83 26,73 13,365 2,170818 rerata

Lampiran 15. Data hasil pengukuran biomassa (gr) tanaman kacang hijau yang diberi perlakuaan ekstrak daun akasia pada berbagai konsentrasi (v/w)

Perlakuan Ulangan Biomassa Jumlah Rerata SD 1 8,57

A0H1

2 6,395 14,965 7,4825 1,537957 rerata

2 10,01 21,15 10,575 0,799031 rerata

Lampiran 16. Data hasil pengukuran biomassa (gr) tanamanjagung yang diberi perlakuaan ekstrak daun akasia pada berbagai konsentrasi (v/w)

Perlakuan Ulangan Biomassa Jumlah Rerata SD 1 12,68

A0H2

2 9,529 22,209 11,1045 2,228093 rerata

2 7,55 14,22 7,11 0,622254 rerata

1 8,267 A3H2

2 8,44 16,707 8,3535 0,122329 rerata

(24)

Lampiran 17. Anova perkecambahan kacang hijau yang diberi perlakuan ekstrak daun mindi pada berbagai konsentrasi

Sumber

Keragaman db jk kt f.hitung f. tabel (5%)

Perlakuan 3 1666 555,3333 7,212121* 6,59

Galat 4 308 77

Total 7 1974

kk(%) 11,62247

Lampiran 18. Anova perkecambahan jagung yang diberi perlakuan ektraks daun mindi pada berbagai konsentrasi

Sumber

keragaman db jk kt f.hitung f. tabel (5%) perlakuan 3 438 146 6,083333ns 6,59

galat 4 96 24

total 7 534

kk(%) 31,60632

Lampiran 19. Anova perkecambahan kacang hijau yang diberi perlakuan ekstrak daun kacang hijau pada berbagai konsentrasi

Sumber

keragaman db jk kt f.hitung f. tabel (5%) perlakuan 3 25,5 8,5 1ns 6,59

galat 4 34 8,5

total 7 59,5

kk(%) 2,967406

Lampiran 20. Anova perkecambahan jagung yang diberi perlakuan ekstrak daun akasia pada berbagai konsentrasi

Sumber

keragaman db jk kt f.hitung f. tabel (5%) perlakuan 3 672,9837 224,3279 5,708472ns 6,59 galat 4 157,1895 39,29736

total 7 830,1732

kk(%) 34,60775

Lampiran 21. Anova pertumbuhan kecambah kacang hijau yang diberi perlakuan ekstrak daun mindi pada berbagai konsentrasi

Sumber

keragaman db jk kt f.hitung f. tabel (5%)

perlakuan 3 301,1982 100,3994 72,92492** 6,59 galat 4 5,507 1,37675

total 7 306,7052

(25)

Lampiran 22. Anova pertumbuhan kecambah jagung yang diberi perlakuan ekstrak daun mindi pada berbagai konsentrasi

Sumber

keragaman db jk kt f.hitung f. tabel (5%) perlakuan 3 0,3916 0,130533 4,170394ns 6,59 galat 4 0,1252 0,0313

total 7 0,5168

kk(%) 49,14391

Lampiran 23. Anova pertumbuhan kecambah kacang hijau yang diberi perlakuan ekstrak daun akasia pada berbagai konsentrasi

Sumber

keragaman db jk kt f.hitung f. tabel (5%) perlakuan 3 16,0666 5,355533 1,43407ns 6,59 galat 4 14,938 3,7345

total 7 31,0046

kk(%) 13,8084

Lampiran 24. Anova pertumbuhan kecambah jagung yang diberi perlakuan ekstrak daun akasia pada berbagai konsentrasi

Sumber

keragaman db jk kt f.hitung f. tabel (5%) perlakuan 3 0,7958 0,265267 4,926029ns 6,59 galat 4 0,2154 0,05385

total 7 1,0112

kk(%) 42,97334

Lampiran 25. Anova tinggi tanaman kacang hijau yang diberi perlakuan ekstrak daun mindi pada berbagai konsentrasi

Sumber

keragaman db jk kt f.hitung f. tabel (5%)

perlakuan 3 27,3 9,1 7,137255* 6,59 galat 4 5,1 1,275

total 7 32,4

kk(%) 3,512159

Lampiran 26. Anova tinggi tanaman jagung yang diberi perlakuan ekstrak daun mindi pada berbagai konsentrasi

Sumber

keragaman db jk kt f.hitung f. tabel (5%) perlakuan 3 102,055 34,01833 5,840057ns 6,59 galat 4 23,3 5,825

total 7 125,355

(26)

Lampiran 27. Anova tinggi tanaman kacang hijau yang diberi perlakuan ekstrak daun akasia pada berbagai konsentrasi

Sumber

keragaman db jk kt f.hitung f. tabel (5%) perlakuan 3 17,68375 5,894583 3,024802ns 6,59 galat 4 7,795 1,94875

total 7 25,47875 kk(%) 3,71641

Lampiran 28. Anova tinggi tanaman jagung yang diberi perlakuan ekstrak daun akasia pada berbagai perlakuan

Sumber

keragaman db jk kt f.hitung f. tabel (5%) perlakuan 3 105,4538 35,15125 27,01345** 6,59 galat 4 5,205 1,30125

total 7 110,6588

kk(%) 3,122062

Lampiran 29. Anova biomassa kacang hijau yang diberi perlakuan ekstrak daun mindi pada berbagai konsentrasi

Sumber

keragaman db jk kt f.hitung

f. tabel (5%) perlakuan 3 30,13118 10,04373 2,700965ns 6,59 galat 4 14,87428 3,718569

total 7 45,00545

kk(%) 28,23366

Lampiran 30. Anova biomassa jagung yang diberi perlakuan ekstrak daun mindi pada berbagai konsentrasi

Sumber

keragaman db jk kt f.hitung f. tabel (5%) perlakuan 3 34,22382 11,40794 2,585881ns 6,59 galat 4 17,6465 4,411626

total 7 51,87032

kk(%) 18,06571

Lampiran 31. Anova biomassa kacang hijau yang diberi perlakuan ektrak daun akasia pada berbagai konsentrasi

Sumber

keragaman db jk kt f.hitung f. tabel (5%)

perlakuan 3 19,11353 6,371178 6,636709* 6,59 galat 4 3,839963 0,959991

total 7 22,9535

(27)

Lampiran 32. Anova biomassa jagung yang diberi perlakuan ekstrak daun akasia pada berbagai konsentrasi

Sumber

keragaman db jk kt f.hitung f. tabel (5%) perlakuan 3 16,7268 5,575601 4,151938ns 6,59 galat 4 5,371565 1,342891

total 7 22,09837

kk(%) 13,05064

Lampiran 33. Uji lsd perkecambahan kacang hijau yang diberi perlakuan ekstrak daun mindi pada berbagai konsentrasi

t 2,776

ktg 77

r 2

lsd 24,3593

100 71 68 63

100 29 32 37

71 3 8

68 5

63

Lampiran 34. uji lsd pertumbuhan kecambah kacang hijau ang diberi perlakuan ekstrak daun mindi pada berbagai konsentrasi

t 2,776

ktg 1,37975

r 2

lsd 3,260766

16,59 2,49 2,39 2,38 16,59 14,1 14,2 14,21

2,49 0,1 0,11

2,39 0,01

2,38

Lampiran 35. uji lsd tinggi tanaman kacang hijau ang diberi perlakuan ekstrak daun mindi pada berbagai konsentrasi

t 2,776

ktg 1,275

r 2

lsd 3,134545

33,7 33,1 32,8 29 33,7 0,6 0,9 4,7

33,1 0,3 4,1

32,8 3,8

(28)

Lampiran 36. uji lsd tinggi tanaman jagung yang diberi perlakuan ekstrak daun akasia pada berbagai konsentrasi

t 2,776

ktg 1,30125

r 2

lsd 3,166648

39,8 38,35 37,6 30,4 39,8 1,45 2,2 9,4

38,35 0,75 7,95

37,6 7,2

30,4

Lampiran 37. uji lsd biomassa kacang hijau ang diberi perlakuan ekstrak daun akasia pada berbagai konsentrasi

t 2,776

ktg 0,95991

r 2

lsd 2,719786

10,575 7,95 7,4825 6,39 10,757 2,807 3,2745 4,367 7,95 0,4675 1,56

7,4825 1,0925

Gambar

Gambar 1. Model ekotone untuk menjelaskan hubungan antara air tanah, alelopati, dan perolehan tanaman, pertumbuhan dan mortalitas (Goslee et al
Tabel 2.  Pengaruh pemberian ekstrak mindi dan akasia terhadap pertumbuhan (cm)
Gambar 3. Grafik pertumbuhan (cm) tanaman kacang hijau dan jagung yang diberi perlakuan ekstrak daun mindi dan akasia pada berbagai perbandingan (v/w)
Tabel 3. Pengaruh pemberian ekstrak daun mindi dan akasia pada 3 tingkat perbandingan (v/w) yang berbeda terhadap pertumbuhan tanaman kacang hijau dan jagung
+2

Referensi

Dokumen terkait

penyelidik ingin memperkenalkan MPE sebagai satu medium di dalam proses P&P di politeknik seterusnya mengkaji sejauhmanakah modul pembelajaran elektronik yang

Disampaikan Pada Sarasehan Peternakan 2005, Revitalisasi Ternak Kerbau dan Pola Pembibitan Sapi Potong.. Badan Pusat Statistik Kabupaten

Alat tangkap tradisional yang digunakan nelayan menangkap ikan di Sungai Kahayan diduga mempunyai pengaruh terhadap produksi ikan hasil tangkapan di Sungai

Proses metabolite profiling menunjukkan sejumlah 34 predictable compounds dan 28 unknown compounds , sedangkan studi in silico menunjukkan 7 senyawa yang

Penyakit kusta atau morbus Hansen merupakan infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae , terutama menyerang saraf perifer dan kulit,

Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Rektor Universitas Negeri Semarang Nomor 17 Tahun 2011, tujuan dilaksanakan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah membentuk

Pengamatan ini akan diperoleh data susut terkekang dan perubahan elevasi lapisan mortar kemudian dilakukan analisis sehingga dapat diketahui pengekangan susut pada