EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPETHINK PAIR SHARE(TPS) DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP
MATEMATIKA SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VIII MTs-PSA Nurul Qodiri Way Pengubuan Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)
Oleh
MARISTA SURFIANAWATI
Think Pair Share (TPS) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara aktif dan
mandiri, saling bekerja sama, serta berkomunikasi satu sama lain. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas
TPS ditinjau dari pemahaman konsep matematika siswa. Populasi dalam
pe-nelitian ini adalah siswa siswa kelas VIII MTs-PSA Nurul Qodiri Way
Pengubuan. Sampel penelitian adalah siswa kelas VIII-B sebagai kelas
eksperimen dan VIII-C sebagai kelas kontrol yang diambil secaracluster random sampling. Data penelitian diperoleh dari nilai tes pemahaman konsep matematika siswa. Hasil analisis data menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TPS
kurang efektif diterapkan pada pembelajaran matematika pokok bahasan lingkaran
ditinjau dari pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII MTs-PSA Nurul
Qodiri Way Pengubuan semester genap tahun pelajaran 2011/2012.
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPETHINK PAIR SHARE(TPS) DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP
MATEMATIKA SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VIII MTs-PSA Nurul Qodiri Way Pengubuan Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)
(Skripsi)
Oleh
MARISTA SURFIANAWATI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
MATEMATIKA SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VIII MTs-PSA Nurul Qodiri Way Pengubuan Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)
Oleh
Marista Surfianawati
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 8
1. Efektivitas Pembelajaran... 8
2. Pembelajaran Kooperatif TPS... 9
3. Pembelajaran Konvensional... 14
4. Pemahaman Konsep Matematika ... 16
B. Penelitian Relevan ... 19
C. Kerangka Pikir... ... 20
D. Hipotesis ... 21
B. Desain Penelitian... 22
C. Langkah-langkah Penelitian ... 23
D. Data Penelitian ... 24
E. Teknik Pengumpulan Data ... 24
F. Instrumen Penelitian... 24
G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis... 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 32
B. Pembahasan ... 35
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 37
B. Saran ... 38
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Atika Catur. 2011.Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Ditinjau dari Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Fogarty dan Robin. 1996.Think Pair-Share.
www.Broward kl2.fl.us/Ci/Whatsnew/strategies and such/ strategies/thinkpairshare (9 Desember 2011)
Guza, Afnil.2009.Undang-Undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) 2003.Asa mandiri. Jakarta
Hamalik, Oemar. 2004.Proses Belajar Mengajar.Bumi Aksara. Jakarta Isjoni. 2010.Cooperative Laearning. Alfabeta. Bandung
Jannah, Miftahul. 2007.Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Tanjung Brebes Dalam Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistik Education (RME) pada Sub Materi Pokok Bahasan Persegi Panjang dan Persegi Tahun Pelajaran 2006/2007.
doc.pdf (3 Januari 2012)
Juliantara, Ketut. 2009.Pembelajaran Konvensional.
http://www.kompasiana.com/ikpj (21 Agustus 2010)
Noer, Sri Hastuti. 2010.Jurnal Pendidikan MIPA. Jurusan P.MIPA. Unila. Bandar Lampung.
Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004. (Pertanyaan dan Jawaban). Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta
Rivai, H Veithzal. 2008.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Belajar Mahasiswa.
http://dc189.4shared.com/doc/Gt7eOnmx/preview.efektivitas.html (10 Februari 2012)
Safari. 2004.Teknik Analisis Butir Soal Instrumen Tes dan Non tes. Jakarta: Depdiknas.
Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Depdiknas. Jakarta
Sudijono, Anas. 2003. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Sudjana. 2005.Metode Statistika.Tarsito. Bandung
Suherman, H. Erman. 2003.Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Jica. Bandung
Sunartombs. 2009.Pembelajaran Konvensional Banyak Dikritik Namum Paling Disukai.
http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/02/pembelajaran-konvensional-banyak-dikritik-namun-paling-disukai/ (21 Agustus 2010)
Suryosubroto, B. 2009.Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Rineka Cipta. Jakarta
Trianto. 2009.Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Prestasi Pustaka. Jakarta
Wenangsari, Wahyu Setya. 2011. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Think Pair Share Untuk Meningkatkan Hasil Belajar.
http://www.google.co.id/penelitian penerapan pemembelajaran kooperatif tipe TPS (10 Januari 2012)
Widarti, A. 2007.Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share Terhadap Hasil Belajar Pokok Bahasan Segi Empat Pada Siswa Kelas VII Semester 2.
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Pedoman Penskoran Tes Pemahaman Konsep Matematika ... 18
3.1 Desain Penelitian ... 22
3.2 Interprestasi Nilai Tingkat Kesukaran Butir Tes ... 26
3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ... 27
3.4 Data Uji Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika ... 28
4.1 Statistik Deskriptif Data Pemahaman Konsep Matematika ... 32
4.2 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data Pemahaman Konsep Matematika ... 33
A. Latar Belakang
Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia.
Terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas dapat dilakukan melalui
berbagai cara salah satunya yaitu pendidikan, karena pendidikan merupakan usaha
sadar manusia untuk meningkatkan kemampuan diri dengan membina potensi-potensi pribadi yang dimilikinya yaitu rohani (pikiran, karsa, rasa, serta cipta) dan
jasmani (panca indera berikut keterampilan-keterampilannya). Hal ini tercantum
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 1 yang menjelaskan :
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Begitu pentingnya pendidikan dalam meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, maka mutu pendidikan harus terus diperbaiki agar pendidikan yang
diterima calon sumber daya manusia dapat diserap dengan baik sehingga sumber
daya manusia yang tercipta memiliki kualitas yang baik. Perbaikan mutu
didikan adalah tugas semua pihak khususnya kepada guru sebagai tenaga
pen-didik. Guru sangat berperan penting dalam perbaikan mutu pendidikan karena
2
yang bernilai pendidikan dengan sadar meletakkan tujuan untuk mengubah
tingkah laku dan perbuatan seseorang. Interaksi edukatif harus menggambarkan
hubungan aktif dua arah antara guru dan anak didik dengan sejumlah pengetahuan
sebagai mediumnya yang biasanya terjadi pada proses belajar di sekolah.
Proses belajar di sekolah merupakan wahana pendidikan untuk membina dan
membentuk siswa ke arah kedewasaan dan dalam pelaksanaannya berpedoman
pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 41 Tahun 2007 tentang Standar
Proses Satuan Pendidikan pasal 1 ayat 1 yang menjelaskan :
untuk satuan pendidikan mencakup perencanaan proses pembelajaran,
pe-laksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran Hal ini berkaitan dengan pencapaian tujuan pendidikan
nasional yang di dalamnya terdapat sejumlah mata pelajaran pokok dan
pen-dukung. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi Satuan Pendidikan pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa salah satu
di antara mata pelajaran pokok yang diajarkan kepada siswa adalah mata pelajaran
matematika.
Belajar matematika dapat membentuk siswa memiliki pola pikir yang sistematis dan rasional, karena matematika adalah mata pelajaran yang terstruktur,
ter-organisasi, dan sifatnya berjenjang, artinya antara materi yang satu dengan yang
lainnya saling berkaitan. Untuk menguasai materi pelajaran matematika pada
tingkat kesukaran yang lebih tinggi, diperlukan penguasaan materi tertentu
sebagai pengetahuan prasyarat salah satunya yaitu dengan memiliki pemahaman
pintar dalam memilih model pembelajaran yang akan mendukung terjadinya
pemahaman konsep pada siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Pe-mahaman konsep yang lebih baik terjadi pada saat siswa menemukan sendiri
konsep dari materi pembelajaran dibandingkan dengan siswa yang menerima langsung konsep dari guru.
Saat ini banyak model pembelajaran yang digunakan guru dalam proses
pembel-ajaran, salah satunya yaitu model pembelajaran konvensional. Seperti yang
terjadi pada beberapa sekolah di Lampung Tengah, guru mengajar dengan
menggunakan pembelajaran konvensional selama proses pembelajaran di sekolah.
Pembelajaran konvensional yang berlangsung biasanya guru mengajar dengan berpedoman pada buku teks atau LKS, dengan memberi materi melalui ceramah
atau memberikan langsung materi kepada siswa dan memberikan beberapa
pertanyaan kepada siswa, latihan soal kemudian pemberian tugas. Guru
mendominasi kegiatan pembelajaran atau dengan kata lain proses pembelajaran
ini berpusat pada guru. Selama proses pembelajaran ini siswa hanya
mendengar-kan atau mencatat apa yang disampaimendengar-kan guru, sehingga selama proses
pem-belajaran berlangsung siswa menjadi pasif dan mengalami kesulitan dalam me-mahami konsep matematika karena tidak menemukan sendiri konsep dari materi
pembelajaran. Hal serupa juga terjadi di MTs-PSA Nurul Qodiri Way
Pengubuan. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika di MTs-PSA
Nurul Qodiri Way Pengubuan. Model pembelajaran yang digunakan adalah
model pembelajaran konvensional.
Selama proses pembelajaran guru mendominasi kegiatan pembelajaran dengan berpedoman pada buku teks atau LKS. Guru memberikan langsung materi kepada
4
pemberian tugas, sedangkan siswa hanya memperhatikan, menjawab,
mendengarkan penjelasan guru dan mencatat bila ada yang perlu dicatat.
Pembelajaran konvensional mengakibatkan rendahnya pemahaman konsep yang
dimiliki oleh siswa, karena siswa menerima langsung dari guru konsep materi pembelajaran. Rendahnya pemahaman konsep siswa khususnya pada bidang studi
matematika, terlihat dari nilai matematika ujian semester ganjil tahun pelajaran
2011/2012 hampir 60% siswa harus mengikuti proses remidial untuk mencapai
ketuntasan belajar yang telah ditetapkan.
Berdasarkan kondisi tersebut, perlu adanya penerapan model pembelajaran yang
lebih baik agar proses pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru dan siswa menjadi lebih aktif. Sehingga siswa lebih mudah dalam memahami konsep
matematika. Salah satu model pembelajaran yang ada adalah pembelajaran
kooperatif (cooperatif learning). Isjoni (2010) mengemukakan bahwa pem-belajaran kooperatif adalah suatu model pempem-belajaran yang saat ini banyak
digunakan untuk mewujudkan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa
(student oriented). Pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat
bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang
lain.
Pembelajaran kooperatif terdiri dari berbagai tipe, salah satu model pembelajaran
kooperatif adalah think-pair-share (TPS). Trianto (2009) Pembelajaran TPS dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawan dari Universitas Maryland pada tahun 1981. Model ini memberi waktu kepada para siswa untuk berpikir dan
tiga tahap yaitu berpikir (thinking), berpasangan (pairing) dan berbagi (sharing), dengan adanya ketiga tahap tersebut siswa menjadi aktif dapat saling bekerja
sama membantu satu sama lain sehingga siswa dapat lebih mudah dalam
menguasai konsep materi yang diberikan oleh guru. Pembelajaran TPS ini belum pernah diterapkan di MTs-PSA Nurul Qodiri, maka akan diadakan penelitian
dengan menggunakan pembelajaran TPS untuk mengetahui efektivitas
pembel-ajaran kooperatif tipe TPS ditinjau dari pemahaman konsep matematika siswa
kelas VIII MTs-PSA Nurul Qodiri Way Pengubuan tahun pelajaran 2011/2012.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini: Apakah pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematika siswa daripada pembelajaran
konvensional?.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui efektivitas pembelajaran kooperatif tipe TPS ditinjau dari pemahaman konsep matematika siswa.
D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan:
1. Bagi guru, dapat menjadi model pembelajaran alternatif yang dapat
diterap-kan untuk meningkatditerap-kan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa.
2. Bagi peniliti lain, dapat menjadi refrensi pada penelitian sejenis.
6
Agar penelitian ini mencapai sasaran yang diinginkan sebagaimana yang telah
di-rumuskan dalam tujuan dan tidak terjadi salah penafsiran dalam memahami
tulisan ini sekaligus menghindari terjadinya kesimpangsiuran permasalahan yang
akan dibahas, maka perlu adanya pembatasan ruang lingkup penelitian. Adapun pengertian-pengertian yang menyangkut dalam penelitian ini adalah :
1. Efektivitas
Efektivitas pembelajaran adalah tingkat keberhasilan proses pembelajaran
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Pembelajaran
ko-operatif tipe TPS dikatakan efektif, jika pemahaman konsep matematika
siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik dari pembelajaran konvensioanal.
2. Pembelajaran Kooperatif tipe TPS
Pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan salah satu tipe dari model
pem-belajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok kecil dengan siswa
berpasangan yang terdiri dari tiga tahap pembelajaran yaitu tahap berpikir
(thinking),berpasangan (pairing)dan berbagi (sharing).
3. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang biasa digunakan
oleh guru dalam pembelajaran. Dalam hal ini, pembelajaran yang dimaksud
yaitu guru mengajar dengan berpedoman pada buku teks atau LKS, dengan
memberi materi melalui ceramah atau memberikan langsung materi dan
Pemahaman konsep siswa merupakan kemampuan siswa menguasai konsep
materi pelajaran matematika yaitu lingkaran yang ditunjukkan dari hasil tes
dengan indikator yang terdiri dari:
a. Menyatakan ulang suatu konsep.
b. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Efektivitas Pembelajaran
Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan
dan sasaran yang diharapkan. Rivai (2008) mengatakan pencapaian tujuan
pem-belajaran berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta pengembangan sikap melalui proses pembelajaran yang meliputi beberapa aspek antara lain
peningkatan pengetahuan, keterampilan, integrasi, partisipasi, dan perubahan
sikap kemampuan beradaptasi. Aspek-aspek tersebut merupakan aspek yang
menunjukkan terjadinya pembelajaran efektif.
Hamalik (2004) menyatakan bahwa pembelajaran yang efektif adalah
pem-belajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar karena aktivitas yang terjadi dalam
kegiatan pembelajaran yang akan memberikan pengalaman baru bagi siswa untuk
mendapatkan pengetahuan baru pula. Hal ini sesuai dengan pernyataan Trianto
(2009) bahwa belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat
pada siswa. Penyediaan kesempatan belajar sendiri dan beraktivitas seluas-luanya
Lebih lanjut Trianto (2009) menyatakan bahwa hasil yang diperoleh setelah
pelaksanaan proses pembelajaran dapat diketahui dengan memberikan tes, sebab
hasil tes dapat dipakai untuk mengevaluasi berbagai aspek proses pembelajaran.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah tingkat keberhasilan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan
pem-belajaran. Dalam penelitian ini pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran
yang menyediakan kesempatan belajar sendiri kepada siswa dalam kegiatan
pembelajaran yang akan memberikan pengalaman baru dan pengetahuan baru bagi
siswa. Sehingga dapat membantu siswa dalam memahami materi yang sedang
dipelajari sehingga memperoleh hasil yang baik.
2. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS
cooperative
sama-sama dengan saling membantu satu sama-sama lain sebagai satu tim. Jadi, Cooperative learning menurut Salvin (Isjoni, 2010) merupakan model pembelajaran, di mana guru mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan
tertentu seperti diskusi atau pembelajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Dalam melakukan proses pembelajaran guru tidak lagi mendominasi seperti
lazimnya pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan
siswa yang lainnya dan saling belajar mengajar sesama mereka.
Menurut Johnson & Johnson (dalam Isjoni, 2010) cooperative learning adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam satu kelompok kecil agar siswa
10
Isjoni (2010) ciri-ciri dari cooperative learning adalah; (a) setiap anggota memiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa, (c) setiap
anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman
sekelompoknya, (d) guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, dan (e) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat
diperlukan. Nasution (dalam Isjoni, 2010) menyatakan belajar kelompok itu
efektif bila setiap individu merasa bertanggung jawab terhadap kelompok, siswa
turut berpartisipasi dan bekerja sama dengan siswa lain secara efektif,
me-nimbulkan perubahan yang konstruktif pada perilaku seseorang dan setiap anggota
aman dan puas di dalam kelas.
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan
adanya kerja sama antarsiswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan
pem-belajaran. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan
kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan
dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktivitas
pem-belajaran berpusat pada siswa.
Ada berbagai tipe pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah think pair share
(TPS). Think pair sharedikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawan dari Universitas Maryland pada tahun 1981. Model ini memberi waktu kepada para
siswa untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.
Trianto (2009) mengungkapkan bahwa:
TPS untuk membandingkan tanya jawab kelompok
a. Langkah 1 : Berpikir (Thinking)
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan
pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk
berpikir sendiri jawaban atau masalah. b. Langkah 2 : Berpasangan (Pairing)
Selanjutnya Guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa
yang telah mereka peroleh.
c. Langkah 3 : Berbagi (Sharing)
Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan
keseluruhan kel
Ciri utama pada model pembelajaran kooperatif TPS (Fogarty dan Robin, 1996)
adalah tiga langkah utamanya yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran yaitu
think(berpikir secara individual),pair(berpasangan dengan teman sebangku), dan
share(berbagi jawaban dengan pasangan lain atau seluruh kelas). 1. Think(berpikir secara individual)
Pada tahap think, guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan siswa diminta untuk berpikir secara mandiri mengenai pertanyaan atau masalah yang diajukan. Pada tahapan ini, siswa
sebaiknya menuliskan jawaban mereka, hal ini karena guru tidak dapat
me-mantau semua jawaban siswa sehingga melalui catatan tersebut guru dapat
mengetahui jawaban yang harus diperbaiki atau diluruskan di akhir
pembelajaran. Dalam menentukan batasan waktu untuk tahap ini, guru harus
mempertimbangkan pengetahuan dasar siswa untuk menjawab pertanyaan yang diberikan, jenis dan bentuk pertanyaan yang diberikan, serta jadwal
12
think time
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir mengenai jawaban
mereka sendiri sebelum pertanyaan tersebut dijawab oleh siswa lain. Selain
itu, guru dapat mengurangi masalah dari adanya siswa yang mengobrol, karena tiap siswa memiliki tugas untuk dikerjakan sendiri.
2. Pair(berpasangan dengan teman sebangku)
Langkah kedua adalah guru meminta para siswa untuk berpasangan dan
men-diskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini
dapat menghasilkan jawaban bersama. Biasanya guru mengizinkan tidak
lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan. Setiap pasangan siswa saling berdiskusi mengenai hasil jawaban mereka sebelumnya sehingga hasil akhir
yang didapat menjadi lebih baik, karena siswa mendapat tambahan informasi
dan pemecahan masalah yang lain.
3. Share(berbagi jawaban dengan pasangan lain atau seluruh kelas)
Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk
berbagi hasil pemikiran mereka dengan pasangan lain atau dengan seluruh
kelas. Pada langkah ini akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan satu ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separuh dari
pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor.
Langkah ini merupakan penyempurnaan dari langkah sebelumnya, dalam arti
bahwa langkah ini menolong agar semua kelompok menjadi lebih memahami
mengenai pemecahan masalah yang diberikan berdasarkan penjelasan
Kagan (dalam Widiarti, 2007) menyatakan manfaat TPS sebagai berikut:
1. Para siswa menggunakan waktu yang lebih banyak untuk mengerjakan
tugasnya dan untuk mendengarkan satu sama lain, ketika mereka terlibat
dalam kegiatan TPS lebih banyak siswa yang mengangkat tangan mereka untuk menjawab setelah berlatih dalam pasangannya. Para siswa mungkin
mengingat secara lebih seiring penambahan waktu tunggu dan kualitas
jawaban mungkin menjadi lebih baik.
2. Para guru juga mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berpikir ketika
menggunakan TPS. Mereka dapat berkonsentrasi mendengarkan jawaban
siswa, mengamati reaksi siswa, dan mengajukan pertanyaan tingkat tinggi.
Fogarty dan Robin (1996) menyatakan bahwa teknik pembelajaran TPS
mempunyai beberapa keuntungan sebagai berikut:
1. Mudah dilaksanakan dalam kelas yang besar,
2. Memberikan waktu kepada siswa untuk merefleksikan isi materi pelajaran,
3. Memberikan waktu kepada siswa untuk melatih mengeluarkan pendapat
sebelum berbagi dengan kelompok kecil atau kelas secara keseluruhan.
Dengan teknik pembelajaran TPS yang disebutkan Fogarty dan Robin siswa dilatih untuk banyak berfikir dan saling tukar pendapat baik dengan teman
sebangku ataupun dengan teman sekelas, sehingga dapat meningkatkan hasil
belajar ranah kognitif siswa karena siswa dituntut untuk mengikuti proses
pembelajaran agar dapat menjawab setiap pertanyaan dan berdiskusi.
Dari uraian tersebut, model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah
meng-14
utamakan adanya kerja sama antar siswa yang berpasangan untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
4. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional yang dimaksud disini adalah suatu pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru di kelas, yaitu pembelajaran dengan menggunakan
metode ceramah. Seperti halnya yang dikemukakan Sinarno Surakhmad M. Ed
(dalam Suryosubroto, 2009), yang dimaksud dengan metode ceramah adalah
pe-nerangan atau penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelasnya. Selama proses
pembelajaran peranan murid adalah mendengarkan dengan teliti dan mencatat
yang pokok-pokok yang dikemukakan oleh guru.
Institute of Computer Technology (dalam Sunartombs; 2009) menyebutnya . Dijelaskannya bahwa pembelajaran
tradisional yang berpusat pada guru adalah perilaku pembelajaran yang paling
umum yang diterapkan di sekolah-sekolah di seluruh dunia. Pengajaran model ini
dipandang efektif, terutama untuk:
a. Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain.
b. Menyampaikan informasi dengan cepat. c. Membangkitkan minat akan informasi.
d. Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.
Namun demikian pendekatan pembelajaran tersebut mempunyai beberapa
kelemahan sebagai berikut:
a. Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan.
c. Pendekatan tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis.
d. Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama
dan tidak bersifat pribadi.
Burrowes (dalam Juliantara, 2009) menyampaikan bahwa pembelajaran konvensional menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang
cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang telah dipresentasikan,
kemudian menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau
meng-aplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata.
Pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) pembelajaran berpusat
pada guru, (2) terjadi passive learning, (3) interaksi di antara siswa kurang, (4) tidak ada kelompok-kelompok kooperatif.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional adalah
pembelajaran yang menggunakan metode ceramah atau memberi penjelasan
materi secara lisan kepada siswa, dan pembelajaran ini adalah pembelajaran yang
berpusat pada guru. Dalam penelitian ini pembelajaran konvensional yang
di-maksud adalah pembelajaran melalui ceramah atau memberikan langsung penjelasan materi kepada siswa, memberikan beberapa pertanyaan, latihan soal
serta pemberian tugas.
5. Pemahaman Konsep Matematika
Pemahaman konsep adalah kemampuan dalam memahami konsep yang dipelajari.
Pemahaman konsep merupakan salah satu aspek dalam ranah kognitif dari tujuan
16
sintesis, dan penilaian (evaluasi). Pemahaman konsep akan memberikan suatu
pemahaman dan kemampuan untuk mengaplikasikan konsep yang telah dikuasai.
Matematika merupakan disiplin ilmu yang meliputi fakta, konsep, operasi atau
relasi dan prinsip. Menurut pendapat Soedjadi (2000) terdapat beberapa definisi matematika yaitu:
1. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik.
2. Matematika adalah pengetahun tentang bilangan dan kalkulasi.
3. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubung-an dengberhubung-an bilberhubung-angberhubung-an.
4. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.
5. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik. 6. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Matematika memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan dengan disiplin ilmu
yang lain. Soedjadi (2000) mengemukakan karakteristik matematika, yakni:
1. Memiliki objek kajian abstrak. 2. Bertumpu pada kesepakatan. 3. Berpola pikir deduktif.
4. Memiliki simbol yang kosong dari arti. 5. Memperhatikan semesta pembicaraan. 6. Konsisten dalam sistemnya.
Pemahaman akan karakteristik-karakteristik matematika dapat membantu siswa dalam mempelajari matematika yang sedang dipelajari. Pemahaman ini
di-maksudkan untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika yang diharapkan.
Pembentukan konsep menurut Gagne (dalam Suherman, 2003) disebut juga tipe
belajar mengelompokan, yaitu belajar melihat sifat bersama benda-benda konkrit
atau peristiwa untuk dijadikan suatu kelompok. Tipe belajar ini mengharapkan
siswa untuk mampu memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan. Sedangkan Dienes (Suherman, 2003) mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau
di-pahami dengan baik. Pemahaman konsep berpengaruh terhadap tercapainya hasil
belajar. Berkenaan dengan hal tersebut, Keller (dalam Hamalik, 2004)
menyata-sedangkan usaha adalah perbuatan yang terarah pada penyelesaian tugas-tugas Ini berarti bahwa besarnya usaha adalah indikator dari adanya motivasi,
sedangkan hasil belajar dipengaruhi oleh besarnya usaha yang dilakukan oleh
anak.
Menurut Depdiknas (dalam Jannah , 2007) Untuk menilai pemahaman konsep
matematika dapat dilakukan dengan memperhatikan indikator-indikator dari
pemahaman konsep matematika. Indikator tersebut adalah sebagai berikut: a. Menyatakan ulang suatu konsep.
b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu. c. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.
d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika. e. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.
f. Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu.
g. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep merupakan
kemampuan siswa dalam menguasai materi pembelajaran yang terlihat dari hasil
belajar. Dalam penelitian ini, hasil belajar tersebut berupa nilai yang diperoleh siswa berdasarkan hasil tes berbentuk uraian yang dibuat sesuai indikator
pemahaman konsep yang diteliti yaitu menyatakan ulang konsep, menggunakan,
memanfaatkan atau memilih prosedur operasi tertentu dan mengaplikasikan
konsep. Kriteria penilaian pemahaman konsep, disajikan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Skoring Tes Pemahaman Konsep
No. Indikator Jawaban Skor
1. Menyatakan ulang suatu konsep
Tidak menjawab 0
18
Memberi contoh dan non-contoh dari konsep tetapi salah.
1
Memberi contoh dan non-contoh dari konsep dengan benar.
Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika tetapi salah.
1
Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika dengan benar.
Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep tetapi salah.
1
Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep dengan benar.
2
Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu tetapi salah.
1
Menggunakan, memanfaatkan dan memilih Prosedur atau operasi tertentu dengan benr.
2
Mengaplikasikan konsep atau pemecahan masalah tetapi salah.
1
Mengaplikasikan konsep atau pemecahan masalah dengan benar.
2
(Noer, 2010)
B. Penelitian Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah :
1. Hasil penelitian Septriana (2006) diketahui bahwa penerapan pembelajaran
kooperatif tipe TPS pada MA Negeri 1 Malang dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa. Hal ini disebabkan TPS dapat meningkatkan partisipasi siswa dan meningkatkan banyaknya informasi yang dapat
di-ingat oleh siswa. Sebab siswa saling belajar satu sama lain dan berupaya
bertukar ide dengan pasangannya sebelum mengemukakan idenya ke
kelompok yang lebih besar. Serta meningkatkan rasa percaya diri siswa
2. Hasil penelitian Dewi (2011) diketahui bahwa pembelajaran kooperatif
tipe TPS efektif diterapkan pada siswa kelas XI IPA semester genap SMA
Negeri 8 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2010/2011. Hal ini
disebab-kan penerapan pembelajaran kooperatif tipe TPS menciptadisebab-kan suasana belajar yang menyenangkan, karena setiap siswa dapat berdiskusi dan
saling berbagi ide dengan pasangannya untuk mendapatkan jawaban yang
tepat sehingga model pembelajaran ini efektif diterapkan pada
pembelajar-an matematika.
3. Hasil penelitian Wenangsari (2011) menunjukkan bahwa penerapan
pem-belajaran kooperatif model think pair share dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMAN 1 Lawang. Hal ini terlihat dari meningkatnya hasil belajar jika dan hanya jika siswa memberikan respon yang positif.
C. Kerangka Pikir
Pemahaman konsep siswa yang rendah disebabkan oleh ketidaksesuaian dalam
menggunakan model pembelajaran. Pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan salah satu model pembelajaran yang sesuai untuk membantu siswa dalam
memahami konsep materi pembelajaran. Pembelajaran kooperatif tipe TPS
mem-punyai tiga tahap kegiatan pembelajaran, yaitu thinking, pairing, dan sharing. Pada tahap thinking guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara aktif dan mandiri dalam mencari pengalaman belajar dan memperoleh
pengetahuan baru, sehingga konsep yang ditemukan oleh siswa dapat bertahan
20
permasalahan yang diberikan oleh guru. Pada tahap ini siswa akan saling bekerja
sama, menjelaskan satu sama lain dalam memahami materi sehingga lebih mudah
memahami konsep dari materi yang diberikan. Selanjutnya yaitu tahap sharing, pada tahap ini siswa berbagi hasil diskusi dengan pasangannya kepada kelompok lain.
Pada saat berdiskusi, berbagi informasi, bertanya, atau mengungkapkan pendapat
akan melatih siswa berkomunikasi di depan kelas. Dalam perkembangannya guru
hanya bertindak sebagai pengarah dan pembimbing, sedangkan siswa dituntut
untuk lebih mandiri dalam proses pembelajaran. Siswa aktif selama proses
pem-belajaran dalam mencari pengalaman dan pengetahuan sendiri sehingga mem-permudah siswa dalam memahami konsep materi yang dipelajari dan pemahaman
konsep matematika yang dimiliki oleh siswa akan semakin membaik.
Berbeda dengan pembelajaran konvensional, karena pembelajaran konvensional
adalah pembelajaran yang berpusat pada guru. Pada pembelajaran ini guru
mem-berikan penjelasan materi langsung kepada siswa secara lisan dan memmem-berikan
beberapa pertanyaan, latihan soal kemudian pemberian tugas. Selama proses pembelajaran sebagian besar siswa hanya memperhatikan, menjawab,
men-dengarkan penjelasan guru dan mencatat materi bila ada yang perlu dicatat. Hal
ini mengakibatkan siswa menjadi pasif dan mengalami kesulitan dalam
me-mahami konsep dari materi yang dipelajari, karena siswa tidak secara aktif dan
mandiri dalam menemukan konsep dari materi pembelajaran melainkan
Dari uraian di atas terilihat bahwa pemahaman konsep matematika siswa dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS akan lebih baik dari pemahaman
konsep matematika siswa dengan menggunakan pembelajaran konvensional.
Pemahaman konsep matematika siswa dapat dilihat dari hasil tes yang diperoleh siswa di akhir pembelajaran.
D. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah penerapan pembelajaran kooperatif tipe
TPS lebih efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematika siswa daripada
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Penelitian ini dilaksanakan di MTs-PSA Nurul Qodiri Way Pengubuan semester
genap Tahun Pelajaran 2011/2012, MTs-PSA Nurul Qodiri memiliki jumlah kelas
VIII sebanyak 4 kelas yaitu VIII A, VIII B, VIII C, dan VIII D. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII. Sampel penelitian ditentukan dengan cara cluster random sampling yaitu memilih secara acak 2 kelas dari 4 kelas yang ada dengan masing-masing siswa sebanyak 24 siswa. Kelas yang
terpilih adalah VIII B dan VIII C dengan pembagian kelas VIII B sebagai kelas
eksperimen dan VIII C sebagai kelas kontrol.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment) mengguna-kan desainpost-test onlydengan kelompok pengendali yang tidak diacak sebagai-mana dikemukankan Furchan (1982) sebagai berikut:
Tabel 3.1 DesainPost-Test Only
Kelompok Perlakuan Post-test
E X O1
P C O2
E = Kelas eksperimen
P = Kelas pengendali atau kontrol
X = Perlakuan pada kelas eksperimen menggunakan pembelajaran TPS
C = Perlakuan pada kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional O1 = Skorpost-testpada kelas ekperimen
O2 = Skorpost-testpada kelas kontrol
Pada kelas eksperimen diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) sedangkan pada kelas kontrol diterapkan pembelajran konvensional. Setelah pokok bahasan selesai, dilakukan tes akhir. Tes akhir adalah tes
kemampuan pemahaman konsep yang dilakukan pada kedua kelas sampel dengan soal tes yang sama.
C. Langkah-Langkah Penelitian
Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini adalah
1. Observasi sekolah, untuk melihat kondisi lapangan seperti berapa kelas yang
ada, jumlah siswanya, serta cara mengajar guru matematika selama
pem-belajaran.
2. Menentukan sampel penelitian.
3. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk kelas eksperimen
dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS dan untuk kelas
kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional.
4. Menyiapkan instrumen penelitian berupa LKS dan tes pemahaman konsep
sekaligus aturan penskorannya. 5. Melakukan validasi instrumen.
24
7. Melakukan perbaikan instrumen.
8. Melaksanakan penelitian/ perlakuan.
9. Mengadakanpost-testpada kelas eksperimen dan kelas kontrol. 10. Menganalisis data.
11. Membuat simpulan.
D. Data Penelitian
Data penelitian ini merupakan data nilai pemahaman konsep matematika siswa
yang berupa data kuantitatif, diperoleh melalui tes pemahaman konsep yang
dilakukan diakhir pokok bahasan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes, baik dalam pembelajaran
yang menggunakan pembelajaran kooperatif TPS maupun dengan pembelajaran
konvensional. Tes ini bertujuan untuk memperoleh data skor tes siswa di akhir
pokok bahasan. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes pemahaman
konsep matematika yang berbentuk uraian. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami konsep matematika.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam
kegiatannya mengumpulkan data. Instrument dalam penelitian ini berupa tes, baik
dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran TPS maupun dengan
dengan menentukan kompetensi dasar dan indikator yang akan di ukur sesuai
dengan materi dan tujuan kurikulum yang berlaku pada populasi, menyusun
kisi-kisi tes berdasarkan kompetensi dasar dan indikator yang dipilih, menyusun butir
tes berdasarkan kisi-kisi yang dibuat. Hal ini dilakukan untuk menjamin validitas isi soal tes yang diujikan.
Validitas tes ini didasarkan pada penilaian guru mata pelajaran matematika kelas
VIII MTs-PSA Nurul Qodiri, dengan asumsi bahwa guru mengetahui dengan
benar kurikulum SMP/MTs. Penilaian guru menyatakan bahwa butir-butir tes
telah sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang akan diukur maka tes
tersebut dikategorikan valid. Setelah tes dinyatakan valid, tes tersebut diuji coba di luar sampel tetapi masih dalam populasi, uji coba tes ini dimaksudkan untuk
mengukur tingkat reliabilitas tes, daya pembeda butir tes, dan tingkat kesukaran
tes.
1. Reliabilitas Tes
Reliabilitas adalah ketetapan atau keajegan instrumen dalam menilai apa yang
dinilai. Untuk menentukan reliabilitas instrumen tes digunakan rumus Alpha. Rumus Alpha dalam Sudijono (2003) adalah sebagai berikut:
r = n
n 1 1
S
S
Keterangan:
r11 = Koefisien reliabilitas tes
n = Banyaknya butir item yang dikeluarkan dalam tes
2
26
2
= Varian total
Menurut Sudijono, tes dikatakan reliabilitas jika r11lebih dari 0,70.
2. Tingkat Kesukaran (TK)
Berdasarkan pendapat, Safari (2004) menyatakan tingkat kesukaran butir tes
adalah peluang untuk menjawab benar suatu butir tes pada tingkat kemampuan
tertentu. Untuk mengetahui tingkat kesukaran butir tes digunakan rumus berikut:
maks
TKi = Tingkat kesukaran butir tes ke-i
S = Rataan skor siswa pada butir ke-i
Si maks= Skor maksimum butir ke-i
Penafsiran atas tingkat kesukaran butir tes digunakan kriteria menurut
Witherington (dalam Sudijono, 2003) berikut:
Tabel 3.2. Interprestasi Tingkat Kesukaran Butir Tes
Besar TKi Interprestasi
Dalam penelitian ini butir soal yang akan digunakan adalah soal yang mempunyai
derajat kesukran cukup (sedang).
3. Daya Pembeda (DP)
Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui apakah suatu butir soal dapat
siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai
terendah, kemudian diambil 27% siswa yang memperoleh nilai tertinggi disebut
kelompok atas) dan 27% siswa yang memperoleh nilai terendah (disebut
kelompok bawah). Daya pembeda ditentukan dengan rumus:
DP = JA JB
IA
Keterangan :
DP = Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu JA = Rata-rata kelompok atas pada butir soal yang diolah
JB = Rata-rata kelompok bawah pada butir soal yang diolah
IA = Skor maksimum butir soal yang diolah
Penafsiran interpretasi nilai daya pembeda butir tes digunakan kriteria menurut
Sudijono (2003) dalam tabel 3.3.
Tabel 3.3. Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Nilai Interpretasi
Dari perhitungan uji coba tes yang telah dilakukan pada Lampiran C.1 dan C.2,
diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 3.4. Data Uji Coba Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika
No Soal Daya Pembeda Tingkat
Kesukaran
Reliabilitas
1
a 0,79 (Baik Sekali) 0,50 (Sedang)
b 0,43 (Baik) 0,54 (Sedang)
28
b 0,36 (Sedang) 0,54 (Sedang) 0,74
3 0,71(Baik Sekali) 0,54 (Sedang)
4 0,39 (Sedang) 0,36 (Sedang)
5 0,79 (Baik Sekali) 0,48 (Sedang)
Uji coba tes dilakukan pada salah satu kelas yang masih dalam populasi yaitu
kelas VIII D. Berdasarkan Tabel 3.4 diperoleh reliabilitas sebesar 0,74 dan
mempunyai derajat kesukaran yang sedang pada setiap butir soalnya. Instrumen
tes pemahan konsep ini reliable, karena memiliki koefesien reliabilitas tes lebih
dari 0,70. Setiap butir soal tes tersebut memiliki derajat kesukaran yang sedang
ini sesuai dengan kriteria soal yang akan digunakan dalam penelitian. Oleh karena itu, instrumen tes pemahaman konsep ini dapat digunakan untuk
mengumpulkan data.
G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
Analisis data yang dilakukan menggunakan uji-t dengan terlebih dahulu
melakukan uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.
Langkah-langkah pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas ini dilakukan untuk melihat apakah data skor pemahaman
konsep sampel berdistribusi normal atau tidak. Uji ini dilakukan pada data
H0: sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1: sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
Uji ini menggunakan uji Chi-Kuadrat menurut Sudjana (2005) :
= ( )
dengan kriteria uji : terima H0jika 2hitung 2tabel dengan taraf nyata 5%.
Keterangan:
2
= Harga Chi-kuadrat
Oi = Frekuensi observasi
Ei = Frekuensi harapan
k = Banyaknya kelas interval
2. Uji Kesamaan Dua Varians (Uji Homogenitas)
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data skor tes pemahaman
konsep matematika siswa yang diperoleh memiliki varians yang sama atau
tidak. Untuk menguji kesamaan dua varians ini digunakan uji Bartlet
(Sudjana, 2005).
H0: 12 22
H1: paling sedikit satu tanda sama dengan tidak berlaku
Statistik yang digunakan dalam uji ini adalah uji Bartlett yaitu:
30
dengan kriteria uji : tolak H0 jika 2 2(1 )(k 1) dimana 2(1 )(k 1)
didapat dari distribusi chi-kuadrat dengan peluang (1 - ), dk (k 1) dan
taraf signifikansi 5%.
Setelah data normal dan homogen maka dapat dilanjutkan dengan
melakukan uji hipotesis. Analisis data untuk keperluan uji hipotesis ini
menggunakan uji-t satu pihak yaitu pihak kanan, dengan taraf signifikansi
= 5 %. Uji-t menurut Sudjana (2005) sebagai berikut:
1) Hipotesis uji
H0: 1 2
H1 : 1 2
1: rata-rata pemahaman konsep kelas eksperimen.
2: rata-rata pemahaman konsep kelas kontrol.
2) Statistik uji
x = rata-rata sampel ke-1
2
x = rata-rata sampel ke-2
2 1
s = variansi sampel ke-1
2 2
s = variansi sampel ke-2
1
n = ukuran sampel ke-1
2
3) Keputusan uji
Terima H0jika < dengan dk = (n1+ n2 2 ) dan peluang
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara pemahaman konsep matematika siswa
dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan pemahaman
konsep matematika siswa dengan menggunakan pembelajaran konvensional.
Hal ini berarti, pembelajaran kooperatif tipe TPS kurang efektif diterapkan pada
pembelajaran matematika pokok bahasan lingkaran ditinjau dari pemahaman
konsep matematika siswa kelas VIII MTs-PSA Nurul Qodiri Way Pengubuan
semester genap tahun pelajaran 2011/2012. Pembelajaran TPS tersebut kurang
efektif disebabkan oleh beberapa hal yaitu sebagai berikut:
1. Pada saat think, siswa tidak menggunakan waktu dengan baik untuk berpikir secara mandiri dalam mengerjakan LKS yang diberikan.
2. Pada saat pair, kurangnya kesadaran siswa untuk saling bekerja sama dengan teman pasangannya mengakibatkan proses berdiskusi dengan
pasangan tidak berjalan dengan baik.
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian di atas dapat dikemukakan saran sebagai
berikut:
1. TPS tidak disarankan untuk siswa yang kurang mempunyai motivasi
belajar.
2. Dalam menerapkan pembelajaran kooperatif tipe TPS sebaiknya guru
memberi pengarahan dengan baik mengenai setiap tahap kegiatan
pembelajaran dalam TPS. Khususnya pada tahap think dan pair, guru harus mengarahkan siswa agar dapat menggunakan waktu untuk berpikir
secara mandiri dengan baik dan mengarahkankan siswa agar dapat saling
Judul Skripsi : EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPETHINK PAIR SHARE (TPS) DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VIII MTs-PSA Nurul Qodiri Way Pengubuan Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)
Nama Mahasiswa : MARISTA SURFIANAWATI
Nomor Pokok Mahasiswa : 0743021034
Program Studi : Pendidikan Matematika
Jurusan : Pendidikan MIPA
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Drs. Gimin Suyadi, M.Si. Dra. Rini Asnawati, M.Pd.
NIP 19480917 198403 1 001 NIP 19620210 198503 2 003
2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA
Dr. Caswita, M.Si.
1. Tim Penguji
Ketua : Drs. Gimin Suyadi, M.Si. ____________
Sekretaris : Dra. Rini Asnawati, M.Pd. ____________
Penguji
Bukan Pembimbing: Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd. ____________
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Dr. H. Bujang Rahman, M.Si.
NIP 19600315 198503 1 003
MOTTO
Hidup itu jangan besarin gengsi
(Pak e Sayang)
Berusahalah semaksimal mungkin untuk meraih
apa yang kau inginkan, hingga tiada penyesalan
BiSMiLLahHirrohmanNirrohim
Puji syukur kehadirat Allah SWT
Kupersembahkan karya kecilku ini kepada :
Kedua Orang tuaku tercinta
(H.Sarwoto dan Hj.Siti Mariyah)
yang selalu melimpahkan kasih sayangnya, selalu ada untuk
tempatku bersandar ketika rapuh, mendoakan, memberikan
motivasi, dan nasehat demi keberhasilanku
Adik- Adikku tersayang
(Puput Yulianawati dan Rizky Fadzkur Rahmatulloh)
Yang selalu mendoakanku, menghiburku dan menyemangatiku
Keluarga besar Mak e dan Pak e yang selalu memberikan
motivasi dan mendoakan keberhasilanku
Para pendidik yang telah mengajar dengan penuh kesabaran
RIWAYAT HIDUP
Rista dilahirkan di desa Lempuyang Bandar, Kecamatan Way Pengubuan,
Kabupaten Lampung Tengah pada tanggal 6 Agustus 1989, sebagai putri sulung
dari tiga bersaudara buah cinta kasih dari pasangan Bapak Sarwoto dan Ibu Siti
Mariyah.
Ia menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Dharma Wanita I Bandar Sakti pada tahun 1995 dan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Bandar Sakti
Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2001. Pada
tahun 2004, penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTP
Negeri I Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah dan menyelesaikan
pendidikan menengah atas di SMA Negeri I Seputih Agung Kabupaten Lampung
Tengah pada tahun 2007.
Pada tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan
Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
melalui jalur seleksi Non SPMB. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah
mengikuti organisasi yaitu sebagai anggota organisasi Forum Pembinaan dan
Pengkajian Islam (FPPI). Pada tahun 2011, penulis melaksanakan Program
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT, Tuhan Semesta Alam atas
segala limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini.
Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis tidak lepas dari bimbingan
dan bantuan berbagai pihak. Dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan
teri-ma kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan FKIP Universitas
Lam-pung beserta staff dan jajarannya yang telah memberikan kesempatan dan
fasilitas kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
3. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd. selaku Ketua Program Studi
Pendi-dikan Matematika FKIP Unila.
4. Bapak Drs. Gimin Suyadi, M.Si., selaku Pembimbing Akademik sekaligus
Pembimbing I atas bimbingan, saran, kritik, serta motivasi baik selama
perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Dra. Rini Asnawati, M.Pd., selaku pembimbing II atas kesediaannya untuk
6. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd., selaku pembahas atas kesediaannya
memberikan saran, dan kritik sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
7. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Matematika dan guru-guru yang telah memberikan ilmu selama ini kepada penulis.
8. Bapak Dr. Darmadi, S.Ag., M.M., M.Pd., M.Si. selaku Kepala MTs-PSA
Nurul Qodiri Way Pengubuan yang telah memberikan izin dan bantuan
selama penelitian.
9. Bapak Naufal Farid, S.Pd., selaku Guru Mitra serta murid-murid kelas VIII B
dan VIII C MTs-PSA Nurul Qodiri yang telah memberikan bantuan dalam penelitian ini.
10. Mamak, Bapak, dan adik-adikku yang selalu menyayangi, mendoakan,
menebarkan kebahagiaan serta memberikan dukungan untuk keberhasilanku.
11. Keluarga besarku yang selalu menantikanku menjadi seorang sarjana pertama
dari keluarga besar Mak e dan Pak e.
12. Sahabat-sahabatku FG (Yuli & Dina) yang telah senantiasa mendengarkan
curahan hati serta mendoakan dan memberikan dukungan kepada penulis. 13. Mbieku sayang (Mardianto) yang selalu jadi penyemangat bagi penulis.
14. Teman-teman seperjuangan seluruh angkatan 2007 Non Reguler Pendidikan
Matematika: Dina N, Betutz (Berta), Kang Mas Lihin, Mb endah, Mb eva,
Obet (Robertus), Lia, Uya, Fiska,
Haris, Monmon, Komang, Bily, Heru, Ifan, Bang Ken, Tina, Mb Leni, Nci
(Yesi), Mb Eci (Resia), Nesha, Harvi, Mb Devi, Dwi D, Dwi A, Reni, Mira, Ratna, Fitri, Sevia, Rita, Nana, Tanti, Indah, Dina A, Ali, Munip, Dani, Adi,
dan takkan pernah terlupakan untuk selamanya.
15. Teman- Kost Pondok Ratu Mz dodi, Tutut, Eva, Nina, Dina, Lia, , Mira,
Indah, Yuli, Duna, Icha, dan semuanya atas kebersamaannya.
16. Rekan- rekan PPL SMA Surya Dharma Bandar Lampung tahun 2011: Fauzia,
Rohma, Kade, Eva, Jannah, Melda, Laila, Esti, Dedo, Gede, dan Jonnas.
17. Teman-teman angkatan 2007 reguler, kakak tingkat 2004 sampai 2006
khususnya Kak Beni dan Kak Lukman, adik tingkat 2008 sampai 2011, dan teman-teman P.MIPA (Fisika, Biologi, Kimia).
18. Teman- teman TK, SD, SMP dan SMA yang masih selalu mendukungku.
19. Pengurus Referensi P MIPA dan Perpustakaan Unila.
Semoga ALLAH SWT membalas kebaikan yang telah diberikan. Penulispun
berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi dunia pendidikan.
Bandar Lampung, Agustus 2012 Penulis