• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Lingkungan Tumbuh dan Morfologi Padi

Padi membutuhkan curah hujan pertahun + 200 mm/bulan, dengan distribusi selama empat bulan atau 1.500–2.000 mm. Padi dapat tumbuh baik pada suhu di atas 23oC. Pada ketinggian 0– 65 m dpl, dengan suhu 26,5–22,5 oC. Tanaman padi memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis, terutama pada saat berbunga sampai proses pemasakan. Pada tekstur tanah membutuhkan adanya lumpur, tumbuh baik pada tanah dengan ketebalan atasnya antara 18–22 cm, terutama tanah muda

pH 4–7 (Prihatman, 2000).

Padi dapat tumbuh dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Di Indonesia kebanyakan padi padi sawah (85–90%), sedangkan sebagian kecil lainnya (10–15%) diusahakan sebagai padi gogo (Taslim dkk, 1988). Pertumbuhan padi dibagi menjadi 3 fase yaitu fase vegetatif, fase reproduktif dan fase pemasakan. Fase vegetatif meliputi pertumbuhan tanaman mulai saat berkecambah sampai inisiasi primordial malai. Pada fase reproduktif dimulai dari inisiasi primordia malai sampai tanaman berbunga dan fase pemasakan dimulai dari masa berbunga sampai masak panen. (Yoshida, 1981).

Tahap anakan dimulai dari pembentukan anakan primer dari tunas samping pada salah satu buku dibawahnya. Anakan yang tumbuh berasal dari masing–masing ketiak daun dan setelah terbentuknya anakan primer maka dimulai pembentukan anakan sekunder. Pada tahap ini tanaman dengan cepat bertambah tinggi dan anakan meningkat jumlahnya selain anakan primer dan sekunder, selanjutnya anakan tersier akan terbentuk dan tanaman menjadi semakin tinggi dan besar (De Data, 1981).

(2)

Tanaman berhenti menghasilkan anakan sekunder setelah anakan tersier dihasilkan. Pertumbuhan anakan tersier menyangkut dua tahap yaitu :

a. Tahap anakan maksimum, yang ditandai dengan bertambahnya anakan tersier hingga pada suatu titik yang disebut jumlah anakan maximum. Pada tahap ini anakan bertambah hingga sukar dibedakan dari batang utamanya, setelah tahapan anakan anakan maximum beberapa anakan mati dan jumlah anakan berkurang

b. Tahap pemanjangan batang, tahap ini dimulai sebelum inisiasi malai padi varietas berumur dalam, sedangkan pada varietas berumur genjah, pemanjangan dan inisiasi malai terjadi bersamaan (DeData, 1981).

Penggerek Batang Padi Putih (PBPP) PBPP Scirpophaga innotata (Lepidoptera; Pyralidae)

Nomenklatur dan Taxonomi

Spesies ini ditemukan di Serawak oleh Walker, tahun 1863 dan diberi nama Tipanaea innotata dari. Selanjutnya Snellen memberi nama untuk Sumatera Scirpophaga serecea (innotata). Walker dan Van Der Got 1925 mengubah namanya menjadi Scirpophaga=Tryproryza dan ditetapkan tahun 1960. Akhirnya tahun 1981 oleh Lawvanich namanya menjadi Scirpophaga innotata (Walker) (Li, 1991).

Biologi, Siklus Hidup Penyebaran dan Kerusakan yang Ditimbulkan

PBPP dewasa aktif pada malam hari, tertarik dengan cahaya sinar ultraviolet (fototropik) dan cahaya hijau terang. Menyukai keadaan lembab dengan jarak tanam yang rapat atau banyak rumput sekitar areal tanaman, ukuran dewasa jantan lebih kecil dari betina, kemampuan terbang 5–10 km, melaksanakan perkawinan pada malam hari dan hanya sekali. Memiliki tumpukan bulu panjang berwarna putih pada bagian toraks, berwarna putih bersih, (Sudhir et al., 2005). Telur

(3)

dihasilkan sebanyak 142-160 butir, nisbah kelamin jantan dan betina 1 : 2,3–9,3, masa hidup PBPP 4–5 hari (Li, 1991). Serangga dewasa berukuran 11-13 mm, rentangan sayap 24–24 mm, mata hitam, palpi putih, antena gelap dan tungkai putih (Sosromarsono, 1990).

Telur dihasilkan secara berkelompok selama 2–4 hari, satu kelompok telur terdiri dari 50– 80 telur dikeluarkan setiap malam, 1-3 kelompok telur dikeluarkan berlangsung selama 10–35 menit. Telur menyukai kelembaban 90–100% dimana kelembaban tersebut dijumpai pada menjelang pagi, kecepatan angin sangat rendah, sedikit curah hujan dan aktivitas predator (Sudhir et al., 2005). Inkubasi telur 3–9 hari, sekelompok telur dilapisi dengan benang-benang berwarna putih (Li, 1991), telur berwarna putih kekuningan, ukuran telur 3,5–6 mm, bentuk telur bulat lonjong dengan bagian dorsal cembung dan bagian ventral datar, panjang + 0,65 mm, lebar 0,55 mm, kelompok telur terlihat tumpang tindih seperti susunan genteng dan jika akan menetas warna menjadi kelabu kehitaman (Sosromarsono, 1990).

Larva instar I bergerak ke arah bawah bumi (geotropik) dengan bergerak ke atas (ujung daun) untuk masuk ke lapisan daun memerlukan 1,5 jam (Sudhir et al., 2005). Masa larva 19-61 hari terdiri dari 6 instar. Larva berwarna putih dengan cahaya kuning terang. Larva dewasa berukuran panjang 25 mm (Li, 1991).

Larva instar I baru keluar berwarna kelabu kusam, kepala dan pronotum berwarna hitam kecoklatan dan mengkilap kemudian berwarna putih kelabu, panjang tubuh 2,0–2,4 mm dan lebar + 0,45 mm, memiliki kaki palsu 9 buah. Instar II warna tidak berubah panjang 3,5 mm dengan jumlah kaki palsu 11-13 buah. Instar III kepala dan pronotum berwarna coklat muda panjang tubuh 6,5 mm, jumlah kaki palsu 17 buah. Instar IV pinggir pronotum berwarna kehitaman dan kepala coklat muda warna tubuh putih kekuningan jumlah kaki palsu 31 buah dan panjang 13 mm. Instar V panjang 25 mm jumlah kaki palsu 29-32 buah, berwana putih kekuningan dengan bagian darah dorsal membayang kehitaman. Instar VI ulat berdiapause, korset berjumlah 34–38 buah (Sosromarsono, 1990).

(4)

Masa pupa 7–11 hari (Li, 1991). Pupa berwarna putih-kekuningan, spirakel terlihat sebagai bintik coklat muda. Panjang pupa 12 mm, lebar 2 mm. (Sosromarsono, 1990).

Penggerek batang padi putih (PBPP) tersebar luas di Asia, dataran Pacific, Malaysia Timur, Indonesia dan Australia, tetapi S. innotata merupakan hama yang sangat berbahaya bagi Indonesia. Stadia perusak yang paling besar adalah masa larva terutama pada waktu peralihan musim dingin ke musim panas dimana tergantung dari panjang hari, suhu dan keadaan tanaman (Li, 1991).

Serangan pada saat pengisian malai mengakibatkan bulir padi kosong berwarna putih dan disebut gejala bulir putih (malai hampa atau beluk) pada masa generatif. Peristiwa ini terjadi disebabkan larva sudah berada pada bagian dasar tanaman padi dari masa vegetatif. Saat tanaman masih muda sudah terserang disebut mati anakan atau sundep.

 Larva menyerang dengan cara merusak pada bagian dalam lapisan daun tanaman dan menyebabkan terjadinya gejala warna kuning keputihan (pucat secara membujur daerah yang terserang menjadi layu dan mengering dan daun menggulung.

 Larva PBPP memakan bagian titik tumbuh dan meninggalkan anakan sedikit dan bulir menjadi hampa.

 Beberapa jaringan yang telah rusak akibat larva PBPP. Masuk atau keluarnya dari batang dan tangkai malai yang dalam satu jaringan tanaman muda yang telah terserang PBPP memiliki siklus hidup yang pendek (cepat mati).

 Beberapa bagian tanaman yang tumbuh dari dasar setelah tangkai malai berisi maka serangan tidak membahayakan tetapi sangat bahaya jika tangkai malai pada saat baru pengisian bulir padi (Sosromarsono, 1990).

(5)

Mekanisme Ketahanan Tanaman

Resistensi merupakan salah satu karakter pada tanaman yang dapat diwariskan. Karakter ini berperan penting dalam menekan gangguan yang dapat disebabkan oleh jasad pengganggu. Resistensi suatu tanaman dapat dikategorikan tinggi, intermediat, ataupun rendah. Istilah lain yang masih berkaitan dengan ketahanan tanaman adalah imunitas. Istilah ini ditujukan pada tanaman yang resisten secara sempurna terhadap serangan suatu patogen. Imunitas bersifat absolut dan patogen sama sekali tidak dapat menimbulkan gangguan pada tanaman, bagaimanapun kondisi lingkungannya. Akan tetapi, di alam peristiwa tersebut merupakan hal yang sangat langkah. Toleran, juga merupakan istilah yang seringkali digunakan dalam bahasan ketahanan tanaman. Tanaman yang toleran walaupun dapat diserang oleh jasad pengganggu, namun tidak menunjukkan kehilangan hasil yang signifikan (Endrizal, 2004).

Menurut Painter (1951), terdapat tiga mekanisme yang ditunjukkan tanaman dalam menghambat serangan hama, yaitu:

1. Antibiosis, yaitu mekanisme yang mempengaruhi atau menghancurkan siklus hidup hama. 2. Nonpreference (sekarang disebut antixenosis), menghindarkan tanaman dari serangan hama

dalam pencarian makan, peletakan telur, atau tempat tinggal serangga. Namun, bila hama tak menemukan alternatif tanaman lain, kerusakan parah pada tanaman tetap dapat terjadi. 3. Toleran, menunjukkan daya tahan tanaman terhadap serangan hama, misalnya dengan tetap

memberikan hasil tanaman yang baik. Tidak seperti halnya pada antibiosis dan antixenosis yang berpengaruh terhadap populasi hama, toleran tidak berpengaruh terhadap populasi hama.

Faktor yang mempengaruhi peka dan tahannya suatu tanaman terhadap suatu hama dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :

(6)

™ Faktor genetis

Ketahanan genetik tanaman terhadap hama dapat diwariskan sebagai sifat monogenik sederhana dengan gen-gen penentunya mungkin dominan sebagian atau sempurna ataupun resesif. Kultivar padi unggul seperti PB 26, PB 28, PB 30, PB 34, dan Asahan merupakan contoh-contoh kultivar padi yang tahan terhadap wereng coklat dengan gen ketahanan dominan Bph1. Gen ketahanan tersebut diperoleh dari tetua Mudgo yang diwariskan secara sederhana. Sedangkan varietas lain seperti Cisadane, tahan terhadap wereng coklat oleh adanya gen resesif bph2 yang diperoleh dari tetua CR94-13 (Endrizal, 2004).

Berdasarkan susunan dan sifat gen, ketahanan genetik dapat dibedakan menjadi : (1) Monogenik, sifat tahan diatur oleh satu gen dominan atau resesif,

(2) Oligenonik, sifat tahan diatur oleh beberapa gen yang saling menguatkan satu sama lain.

(3) Polygenik, sifat tahan diatur oleh banyak gen yang saling menambah dan masing-masing gen memberikan reaksi yang berbeda-beda terhadap biotipe hama sehingga mengakibatkan timbulnya ketahanan yang luas.

Ketahanan genetik juga dapat dibedakan menjadi :

™ Ketahanan vertikal yaitu ketahanan hanya terhadap suatu biotip hama dan biasanya bersifat sangat tahan tetapi mudah patah oleh munculnya biotip baru.

™ Ketahanan horizontal atau ketahanan umum, ketahanan terhadap banyak biotip hama dengan derajat ketahanan “ agak tahan “.

(7)

Faktor genetis ini meliputi : A. Morfologi tanaman

Serangan hama dipengaruhi oleh faktor morfologis tanaman, misalnya trikom, rambut pada daun dan batang, lapisan berlignin pada organ tanaman, tipe dan ukuran kaliks, berbuah kecil-kecil dan bertandan, warna dan bentuk daun, jaringan periderm (pada ubi jalar), lapisan lilin pada permukaan daun, daun yang mengkilat (Sudhir et al., 2005). Morfologi dan anatomi sebagai dasar ketahanan secara umum varietas yang tinggi dengan luas daun dan batang yang besar lebih peka. Beberapa faktor morfologi tanaman yang peka antara lain : tinggi tanaman, diameter batang besar dan lebar dan daun bendera sehingga dengan mudah serangga meletakan telur. Varietas terdiri dari lapisan yang jaringan transparan, dan terbesar di daerah bawah jaringan sclerenchusmatous, dan lebar nomor dari sel silicia yang ditemukan sebagai untuk ketahanan.

Menurut Smith (1989), ketahanan tanaman terhadap serangga menurut morfologi tanaman salah satu diantaranya yaitu trikom (bulu daun) dan ketebalan jaringan pembuluh dapat dilihat pada Gambar di bawah ini

Gambar 1 : Morfologi ketebalan batang tanaman yang tahan dan yang peka terhadap hama penggerek gambar 1a SAT= jenis rentan ; gambar 1b RES= jenis tahan

(8)

Pada bulu daun Smith (1989), menggambarkan bahwa yang tahan terhadap serangga dapat dilihat gambar di bawah ini.

Gambar 2 : Morfologi bulu-bulu daun tanaman yang tahan dan yang peka terhadap hama penggerek gambar (a) = jenis rentan ; gambar (b) = jenis tahan (Sumber : Smith 1989)

Bentuk tipe pelepah daun dapat juga sebagai salah satu sifat ketahanan tanaman karena dengan tipe pelepah yang saling menutupi maka larva tidak mudah masuk kedalam jaringan tanaman. Hal ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 3 : Morfologi tipe pelepah daun tanaman yang tahan dan yang peka terhadap hama penggerek

(9)

B. Biokimia

Beberapa kandungan senyawa kimia diidentifikasi berpengaruh terhadap serangan hama, misalnya glikoalkaloid, phenol, cucurbitacin, sinigrin, glukosinolat dan isochlorogenic acid.

™ Faktor luar

Faktor luar (fluktuasi lingkungan didasarkan oleh ruang dan waktu)

1. Kepekaan adalah ketidakmampuan tanaman kualitas kebakaan (bawaan) yang membawa sifat tahan.

2. Pseudoresistance mungkin bisa terjadi pada tanaman yang secara normal karena beberapa

sebab.

¾ Tanaman selamat dari hama karena ditanam lebih awal .

¾ Ketahanan yang dimasukan oleh karena dorongan lingkungan yang bersifat sementara seperti suhu panjang hari kimia tanah kandungan tanah atau metabolisme internal tanaman.

Menurut Painter (1951), ada 4 strategi dasar yang digunakan tanaman sebagai mekanisme pertahanan dirinya untuk mengurangi kerusakan akibat serangan serangga herbivor yaitu :

1. Escape atau menghindar serangan serangga berdasarkan waktu atau tempat, misalnya tumbuh

pada tempat yang tidak mudah diakses oleh herbivor atau menghasilkan bahan kimia penolak herbivor.

2. Tanaman toleran terhadap herbivor dengan cara mengalihkan herbivor untuk makan bagian yang tidak penting bagi tanaman atau mengembangkan kemampuan untuk melakukan penyembuhan dari kerusakan akibat serangan herbivor

3. Tanaman menarik datangnya musuh alami bagi herbivor yang dapat melindungi tanaman tersebut dari serangan herbivor.

4. Tanaman melindungi dirinya sendiri secara konfrontasi menggunakan mekanisme pertahan kimia atau mekanik seperti menghasilkan toksin yang dapat membunuh herbivor atau dapat

(10)

mengurangi kemampuan herbivor untuk mencerna tanaman itu yang sering disebut dengan antibiosis.

Salah satu usaha untuk menanggulangi kendala produksi adalah melakukan perakitan varietas padi unggul. Sejak tahun 1971 telah dilepas lebih dari 90 varietas padi unggul. Untuk dapat melakukan perakitan varietas padi unggul diperlukan keragaman yang luas di dalam sifat-sifat yang diperlukan sebagai sumber genetik dan tersedianya metode seleksi yang andal untuk mendapatkan sifat yang diinginkan. Pemuliaan tanaman secara konvensional sering menghadapi hambatan-hambatan seperti inkompatibilitas, tidak tersedianya sumber gen yang diinginkan, kompleksnya sistem pengujian, dan sebagainya. Mengingat permasalahan tersebut maka diperlukan cara dan metode lain untuk membantu mengatasinya.

Evaluasi ketahanan atau toleransi terhadap hama, penyakit dilakukan untuk mempermudah pemanfaatannya. Karakterisasi dan evaluasi dilakukan berdasarkan standard internasional dengan sistem yang sudah baku seperti yang dilakukan Bank Gen padi IRRI (International Rice gene Bank Collection Information Institute = IRGCIS). Evaluasi ini didasarkan pada :

™ Ketahanan terhadap hama : wereng coklat, wereng punggung putih, penggerek batang, ganjur

™ Ketahanan terhadap penyakit : blas, hawar daun bakteri, virus tungro, lempuh daun, hawar daun jingga dan daun bergaris putih

™ Toleransi terhadap cekaman abiotik : lahan masam, keracunan Fe, keracunan Al, kekeringan, dan genangan (Endrizal, 2004).

Potensi lain yang sekaligus merupakan kekuatan dalam upaya peningkatan produksi padi adalah teknologi usahatani padi yang sudah cukup maju dan relatif dikuasai petani. Varietas unggul berdaya hasil tinggi dan toleran terhadap cekaman lingkungan biotik dan abiotik cukup tersedia. Teknologi pemupukan, pengelolaan tanaman, dan pengendalian organisme pengganggu

(11)

tanaman (OPT) secara umum sudah dikuasai petani. Juga tenaga kerja untuk usahatani padi cukup tersedia. Potensi ini sangat mendukung upaya peningkatan produksi padi di Indonesia.

Berdasarkan efek yang dapat dilihat, mengelompokkan sistem ketahanan tanaman terhadap serangga herbivora menjadi tiga, yaitu antixenosis, antibiosis, dan toleran. Antixenosis merupakan proses penolakan tanaman terhadap serangga ketika proses pemilihan inang karena terhalang oleh adanya struktur morfologi tanaman seperti trikoma pada batang, daun, dan kulit yang tebal dan keras yang bertindak sebagai barier mekanis bagi serangga hama (Suharsono, 2006).

Kerusakan tanaman oleh hama dapat mencapai lebih dari 50%, tetapi belum pernah ada dalam sejarah bahwa suatu spesies tanaman musnah dari alam, disebabkan oleh hama. Hal ini menggambarkan bahwa secara alamiah tanaman mempunyai sistem perlindungan terhadap hama sehingga menjadi tahan. Suatu varietas disebut tahan apabila :

(1) Memiliki sifat-sifat yang memungkinkan tanaman itu menghindar, atau pulih kembali dari serangan hama pada keadaan yang akan mengakibatkan kerusakan pada varietas lain yang tidak tahan,

(2) Memiliki sifat-sifat genetik yang dapat mengurangi tingkat kerusakan yang disebabkan oleh serangan hama,

(3) Memiliki sekumpulan sifat yang dapat diwariskan, yang dapat mengurangi kemungkinan hama untuk menggunakan tanaman tersebut sebagai inang, atau

(4) Mampu menghasilkan produk yang lebih banyak dan lebih baik dibandingkan dengan varietas lain pada tingkat populasi hama yang sama (Sosromarsono, 1990 ; Muhuria, 2003). Sedangkan menurut Morrill (1995), ketahanan tanaman terhadap hama dapat berupa :

1. Avoidance (tanaman menyelesaikan siklus hidupnya sebelum munculnya hama).

(12)

3. Antibiosis (tanaman menghasilkan toksin yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan hama).

Uji toleransi dilakukan untuk mengetahui kemampuan untuk memperbaiki kembali tanaman setelah mengalami kerusakan akibat serangan hama. Dalam hal ini, hama hadir pada tanaman inang, namun kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan dapat diminimalisir karena kemampuan varietas tersebut untuk memperbaiki dan mengganti kerusakan yang diinduksi oleh hama sehingga tanaman dapat melanjutkan pertumbuhannya kembali. Variabel yang diukur pada uji toleransi tanaman seperti : toleransi tanaman padi terhadap wereng coklat adalah : jumlah anakan baru, tinggi tanaman, dan komponen hasil (Heinrich, 1980).

Konsep pengendalian hama penggerek batang padi dilakukan diversifikasi varietas unggul dan pergiliran tanaman pada satu hamparan, Ketahanan tanaman inang, dapat bersifat : (1) genetik, sifat tahan diatur oleh sifat genetik yang dapat diwariskan, (2) morfologik, sifat tahan yang disebabkan oleh sifat morfologi tanaman yang tidak menguntungkan hama, dan (3) kimiawi, ketahanan yang disebabkan oleh zat kimia yang dihasilkan oleh tanaman (Muhuria, 2003).

Berdasarkan gambaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan varietas unggul dengan tipe ketahanan vertikal hanya akan efektif bila :

1. Hama yang dikendalikan merupakan satu-satunya hama yang menyebabkan turunnya produksi (tidak ada hama lain),

2. Varietas ini tidak ditanam secara terus menerus tetapi harus dirotasikan dengan tanaman lain, 3. Tidak diusahakan secara besarbesaran dalam hamparan yang luas, dan

4. Ditanam dengan sistem tumpang sari

Tipe ketahanan ini dikendalikan oleh gen tunggal (monogenik) atau oleh beberapa gen (oligogenik) dan hanya efektif terhadap biotipe hama tertentu. Secara umum sifat ketahanan vertikal mempunyai ciri-ciri : (1) biasanya diwariskan oleh gen tunggal atau hanya sejumlah kecil gen, (2) relatif mudah diidentifikasi dan banyak dipakai dalam program perbaikan ketahanan

(13)

genetik, (3) biasanya dikaitkan dengan hipotesis “gen for gen” dari flor, (4) menghasilkan ketahanan genetik tingkat tinggi, tidak jarang mencapai imunitas, tetapi jika timbul biotipe baru maka ketahanan ini akan mudah patah dan biasanya tanaman menjadi sangat rentan terhadap biotipe tersebut, dan (5) biasanya menunda awal terjadinya epidemi, tetapi apabila terjadi epidemi maka kerentanannya tidak akan berbeda dengan kultivar yang rentan (Sosromarsono, 1990).

Gambar

Gambar 1  :  Morfologi ketebalan batang tanaman yang tahan dan yang peka terhadap           hama penggerek  gambar 1a SAT= jenis rentan ; gambar 1b RES= jenis            tahan
Gambar 2  :  Morfologi bulu-bulu daun tanaman yang tahan dan yang peka terhadap           hama penggerek gambar (a) = jenis rentan ; gambar (b) = jenis tahan           (Sumber : Smith 1989)

Referensi

Dokumen terkait

Karena, sebaik apapun suatu produk undang- undang, jika tidak diimbangi dengan kemampuan dari aparat penegak hukum, tentu undang-undang yang baik itu, menjadi

(2) Terdapat hubunganan kuat yang signifikan antara prestasi mata diklat SK KD melakukan perbaikan sistem bahan bakar sepeda motor dengan peningkatan keterampilan praktik

[r]

Dana waqaf tunai yang diperoleh dari para waqif (orang yang mewakafkan hartanya) dikelola oleh nadzir (pengelola waqaf) dalam hal ini bertindak sebagai manajemen

Dalam tin3a padat ditemukan stadium kista 4ang berperan untuk  mempertahankan diri. =ila kista * inti tertelan oleh manusia, maka orang tersebut akan terin"eksi. Didalam

Dengan demikian pembelajaran berbasis praktikum dapat menjadi strategi pembelajaran yang baik bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan, kemampuan berfikir (hands on

Dengan melihat hasil seperti pada Gambar dan Tabel di atas dapat disimpulkan bahwa flame sensor 5 kanal memiliki sensitifitas yang baik dilihat dari

Tahun 2015 tentang Peninjauan Tarif Retribusi Penjualan Produksi Semen Beku Ternak pada Balai Inseminasi Buatan Provinsi Kalimantan Selatan (Berita Daerah