• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Resmi Praktikum K 3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Resmi Praktikum K 3"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM KESEHATAN KESELAMATAN KERJA

(K3)

Disusun Oleh:

Kelompok 2

Andra Aryan 1109045039 Indah Puji Lestari 1109045003 Melinda Akira 1109045042 Rezkie Zulfikri 1109045018

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap pekerja akan dihadapkan pada kondisi lingkungan kerja yang

berbeda-beda. Lingkungan kerja diharapkan memiliki kondisi yang aman dan nyaman bagi

pekerjanya agar pekerja merasa nyaman dan fokus pada pekerjaannya.

Lingkungan kerja yang baik tidak hanya mendatangkan keuntungan bagi pekerja

itu sendiri, tetapi juga bagi perusahaan karena semua pekerjaan dapat

dilaksanakan dengan baik dan selesai sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan

sebelumnya.

Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa di lingkungan kerja banyak sekali potensi

bahaya yang mengancam keselamatan baik secara fisik maupun secara mental

atau pikiran. Kondisi di lingkungan kerja seperti ini tentu saja merugikan terutama

bagi pekerja yang berhadapan langsung dengan gangguan-gangguan di

lingkungan kerja tersebut. Gangguan-gangguan tersebut dapat berakibat fatal bagi

pekerja apabila waktu terpaparnya cukup lama.

Gangguan-gangguan di lingkungan kerja bervariasi sesuai dengan jenis maupun

lokasi pekerjaannya, contohnya adalah kebisingan. Kebisingan merupakan bunyi

yang tidak diinginkan dan bersifat mengganggu, kebisingan dapat ditimbulkan

dari suatu kegiatan atau alat kerja. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari

campuran sejumlah gelombang dari berbagai macam frekuensi.

Selain kebisingan, ada faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kenyamanan

lingkungan kerja contohnya seperti penerangan. Penerangan yang baik akan

meciptakan suasana yang baik pula di lingkungan kerja, sehingga pekerja dapat

(3)

sumber penerangan atau pencahayaan di lingkungan kerja buruk, maka akan

menimbulkan masalah bagi pekerjanya, apalagi indera penglihatan merupakan

bagian penting dalam setiap pekerjaan.

Sayangnya, gangguan-gangguan di lingkungan kerja tersebut seperti kebisingan

dan faktor penerangan ini sering diabaikan oleh pekerja. Karena ingin mengejar

target kerja selesai dengan waktu yang singkat serta ingin mendapatkan

keuntungan, pekerja maupun pihak perusahaan seringkali mengesampingkan

kesehatan dan keselamatan kerja.

Untuk itu, tindakan pengendalian dan pengelolaan dari gangguan-gangguan

tersebut perlu dilakukan agar kerugian-kerugian yang diakibatkan dari gangguan

tersebut dapat diminimalisasi sehingga kondisi lingkungan kerja yang baik dapat

tercapai dan dapat memberi keuntungan, baik pihak perusahaan maupun pihak

pekerjanya.

1.2 Tujuan

- Untuk mengetahui tingkat kebisingan dan intensitas penerangan pada

lingkungan kerja.

- Untuk mengetahui alat pengukuran tingkat kebisingan dan intensitas

penerangan.

- Untuk mengetahui usaha pengendalian terhadap kebisingan dan

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Kebisingan

Kebisingan adalah salah satu polusi yang tidak dikehendaki manusia. Dikatakan

tidak dikehendaki karena dalam jangka panjang, bunyi-bunyian tersebut akan

dapat mengganggu ketenangan kerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan

kesalahan komunikasi bahkan kebisingan yang serius dapat mengakibatkan

kematian. Semakin lama telinga mendengar kebisingan, makin buruk pula dampak

yang diakibatkannya, diantaranya adalah pendengaran dapat semakin berkurang.

Bising dalam kesehatan kerja, bising diartikan sebagai suara yang dapat

menurunkan pendengaran baik secara kuantitatif (peningkatan ambang

pendengaran) maupun secara kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran),

berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu. Kebisingan

didefinisikan sebagai “suara yang tak dikehendaki, misalnya yang merintangi terdengarnya suara-suara, musik dan sebagainya, atau yang menyebabkan rasa

sakit atau yang menghalangi gaya hidup. (JIS Z 8106 [IEC60050-801] kosa kata

elektro-teknik internasional Bab 801: akustikal dan elektroakustik)”. Jadi dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki

dan dapat menganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat menimbulkan ketulian

(Buchari, 2007).

Seseorang cenderung mengabaikan bising yang dihasilkannya sendiri apabila

bising yang ditimbulkan tersebut secara wajar menyertai pekerjaan, seperti bising

mesin ketik atau mesin kerja. Sebagai patokan, bising yang hakekatnya mekanik

atau elektrik, yang disebabkan kipas angin, transformator, motor, selalu lebih

mengganggu daripada bising yang hakekatnya alami (angin, hujan, air terjun dan

(5)

Pengukuran kebisingan dilakukan dengan menggunakan sound level meter.

Prinsip kerja alat ini adalah dengan mengukur tingkat tekanan bunyi. Tekanan

bunyi adalah penyimpangan dalam tekanan atmosfir yang disebabkan oleh getaran

partikel udara karena adanya gelombang yang dinyatakan sebagai amplitudo dari

fluktuasi tekanan. Jika kita mengukur bunyi dengan satuan Pa ini, maka kita akan

memperoleh angka-angka yang sangat besar dan susah digunakan. Skala decibell

ini hampir sesuai dengan tanggapan manusia terhadap perubahan kekerasan bunyi,

yang secara kasar sebanding dengan logaritma energi bunyi. Ini berarti bahwa

energi bunyi yang sebanding dengan 10, 100, dan 1000 akan menghasilkan

ditelinga pengaruh yang subyektif sebanding dengan logaritmanya, yaitu

masing-masing 1, 2, dan 3. Bila skala logaritma ini dikalikan dengan 10 maka diperoleh

skala decibell. Skala decibell ini menggunakan referensi ambang batas

kemampuan dengar 20 mPa. Tingkat tekanan bunyi dari berbagai bunyi yang

sering kita jumpai dinyatakan dalam skala Pa dan dB (Anonim A, 2011).

Sumber bising dalam pengendalian kebisingan lingkungan dapat diklasifikasikan

menjadi dua, yaitu:

a. Bising interior

Bising yang berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga atau mesin-mesin

gedung yang antara lain disebabkan oleh radio, televisi, alat-alat musik, dan

juga bising yang ditimbulkan oleh mesin-mesin yang ada digedung tersebut

seperti kipas angin, motor kompresor pendingin, pencuci piring dan lain-lain.

b. Bising eksterior

Bising yang dihasilkan oleh kendaraan transportasi darat, laut, maupun udara,

dan alat-alat konstruksi. Dalam dunia industri jenis-jenis bising yang sering

dijumpai antara lain meliputi:

- Bising kontinu dengan jangkauan frekuensi yang luas. Misalkan suara

yang ditimbulkan oleh mesin bubut, mesin frais, kipas angin, dan lain-lain.

- Bising kontinu dengan jangkauan frekuensi yang sempit. Misalkan bising

(6)

- Bising terputus-putus (intermittent). Misal suara lalu lintas, suara kapal

terbang.

- Bising impulsive seperti pukulan palu, tembakan pistol, dan lain-lain

(Anonim A, 2011).

Sifat suatu kebisingan ditentukan oleh intensitas suara, frekuensi suara, dan waktu

terjadinya kebisingan. ketiga faktor diatas juga dapat menentukan tingkat

gangguan terhadap pendengaran manusia. Kebisingan yang mempunyai frekuensi

tinggi lebih berbahaya daripada kebisingan dengan frekuensi lebih rendah. Dan

semakin lama terjadinya kebisingan disuatu tempat, semakin besar akibat yang

ditimbulkannya.

Disamping itu juga terdapat faktor lain yang perlu diperhatikan dalam melakukan

studi tentang kebisingan, faktor tersebut berupa bentuk kebisingan yang

dihasilkan, berbentuk tetap atau terus-menerus (steady) atau tidak tetap

(intermittent). Kerusakan pendengaran manusia terjadi karena pengaruh kumulatif

exposure dari suara diatas intensitas maksimal dalam jangka waktu lebih lama dari

waktu yang diijinkan untuk tingkat kebisingan yang bersangkutan (Anonim A,

2011).

Gangguan pendengaran adalah pada tingkat pendengaran yang berakibat kesulitan

dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami

pembicaraan. Secara kasar, gradasi gangguan pendengaran karena bising itu

sendiri dapat ditentukan menggunakan parameter percakapan sehari-hari.

Menurut ISO derajat ketulian adalah sebagai berikut:

(7)

- Jika peningkatan ambang dengar antara . 90 disebut tuli sangat berat

(Buchari, 2007)

Pengaruh pemaparan kebisingan secara umum dapat dikategorikan menjadi dua

berdasarkan tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan lamanya waktu

pemaparan. Pertama, pengaruh pemaparan kebisingan intensias tinggi (diatas

NAB) dan kedua, pengaruh pemaparan kebisingan intensitas rendah (di bawah

NAB), yaitu:

a. Pengaruh kebisingan intensitas tinggi, sebagai berikut:

- Pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi adalah terjadinya

kerusakan pada indera pendengaran yang dapat menyebabkan penurunan

daya dengar baik yang bersifat sementara maupun bersifat permanen atau

ketulian.

- Pengaruh kebisingan akan sangat terasa apabila jenis kebisingannya

terputus-putus dan sumber kebisingannya tidak diketahui.

- Secara fisiologis, kebisingan dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan

gangguan kesehatan seperti: meningkatnya tekanan darah dan tekanan

jantung, resiko serangan jantung meningkat, dan gangguan pencernaan.

- Reaksi masyarakat, apabila kebisingan dari suatu proses produksi

demikian hebatnya sehingga masyarakat sekitarnya menuntut agar

kegiatan tersebut dihentikan.

b. Pengaruh kebisingan intensitas tingkat rendah

Tingkat intensitas kebisingan rendah banyak ditemukan di lingkungan kerja

seperti perkantoran, ruang administrasi perusahaan, dan lain-lain. Intensitas

kebisingan yang masih dibawah NAB tersebut secara fisiologis tidak

menyebabkan kerusakan pendengaran. Namun demikian, kehadirannya sering

dapat menyebabkan penurunan performansi kerja, sebagai salah satu penyebab

stres dan gangguan kesehatan lainnya. Stres yang disebabkan karena pemaparan

kebisingan dapat menyebabkan terjadinya kelelahan dini, kegelisahan dan depresi.

(8)

- Stres menuju keadaan cepat marah, sakit kepala, dan gangguan tidur.

- Gangguan reaksi psikomotor.

- Kehilangan konsentrasi.

- Penurunan performansi kerja yang dapat menimbulkan kehilangan

efisiensi dan produktivitas kerja (Anonim A, 2011).

Pengendalian kebisingan mutlak diperlukan untuk memperkecil pengaruhnya pada

kesehatan kita. Secara garis besar, ada dua jenis pengendalian kebisingan, yaitu

pengendalian bising aktif (active noise control) dan pengendalian bising pasif

(passive noise control).

Pada Active Noise Control dapat dilakukan dengan Kontrol pada Sumber.

Pengontrolan kebisingan pada sumber dapat dilakukan dengan modifikasi sumber,

yaitu penggantian komponen atau mendisain ulang alat atau mesin supaya

kebisingan yang ditimbulkan bisa dikurangi. Program maintenance yang baik

supaya mesin tetap terpelihara, dan penggantian proses. Misalnya mengurangi

faktor gesekan dan kebocoran suara, memperkecil dan mengisolasi elemen getar,

melengkapi peredam pada mesin, serta pemeliharaan rutin terhadap mesin.

Usaha terakhir untuk mengendalikan kebisingan dengan melakukan usaha

proteksi secara personal. Proteksi personal yang bisa diterapkan adalah

penggunaan earplugs dan earmuffs. Pemilihan antara kedua proteksi ini

disesuaikan dengan kondisi. Secara umum, penggunaan earmuffs bisa mengurangi

desibel yang masuk ke telinga lebih besar dari earplugs (Anonim B, 2010).

Pengendalian pada penerima kebisingan dapat dilakukan dengan pembinaan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), serta melengkapi karyawan dengan alat

(9)

2. 2. Penerangan

Pencahayaan ruangan khususnya di tempat kerja yang kurang memenuhi

persyaratan tertentu dapat memperburuk penglihatan, karena jika pencahayaan

tidak sesuai, pupil mata harus menyesuaikan cahaya yang diterima oleh mata.

Akibatnya mata harus memicing atau berkontraksi secara berlebihan. Hal ini

menjadi salah satu penyebab mata cepat lelah, karena ada batas waktu dimana

matabingin rileks. Kondisi pencahayaan di tempat kerja yang kurang memadai

juga dapat menyebabkan seseorang menjadi tidak rileks dan sulit untuk

berkonsentrasi.

Pencahayaan yang tidak memadai pada pekerjaan yang memerlukan ketelitian

akan menimbulkan dampak yang sangat terasa pada mata yaitu terjadinya

kelelahan otot mata (kelelahan visual) dan kelelahan syaraf mata. Kelelahan visual

ditandai dengan penglihatan kabur, rangkap, nyeri kepala, mata merah, berair,

mata terasa perih, gatal, tegang, mata mengantuk, dan berkurangnya kemampuan

akomodasi. Kelelahan syaraf ditandai dengan perpanjangan waktu reaksi,

perlambatan gerak, dan gangguan psikologis. Kelelahan ini erat bertalian dengan

penurunan produktivitas kerja, kepekaan kontras, dan kecepatan persepsi menjadi

turun (Siti Sakdiah, 2008).

Pencahayaan didefinisikan sebagai jumlah cahaya yang jatuh pada permukaan.

Satuannya adalah lux (1 lm/m2), dimana lm adalah lumens atau lux cahaya. Salah

satu faktor penting dari lingkkungan kerja yang dapat memberikan kepuasan dan

produktivitas adalah adanya penerangan yang baik. Penerangan yang baik adalah

penerangan yang memungkinkan pekerja dapat melihat obyek-obyek yang

dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu.

Penerangan yang cukup dan diatur dengan baik juga akan membantu menciptakan

lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga dapat memelihara

kegairahan kerja. Telah kita ketahui hampir semua pelaksanaan pekerjaan

(10)

memerlukan tingkat penerangan tertentu agar tenaga kerja dapat dengan jelas

mengamati obyek yang sedang dikerjakan. Intensitas penerangan yang sesuai

dengan jenis pekerjaannnya jelas akan dapat meningkatkan produktivitas kerja.

Sanders dan McCormick (1987) menyimpulkan dari hasil penelitian pada 15

perusahaan, dimana seluruh perusahaan yang diteliti menunjukkan kenaikkan

hasil kerja antara 4-35%. Selanjutnya Armstrong (1992) menyatakan bahwa

intensitas penerangan yang kurang dapat menyebabkan gangguna visibilitas dan

eyestrain. Sebaliknya intensitas penerangan yang berlebihan juga dapat

menyebabkan glare, reflections, excessive shadows, visibility dan eyestrain.

Semakin halus pekerjaan dan mnyangkut inspeksi serta pengendalian kualitas,

atau halus detailnya dan kurang kontras, makin tinggi illuminasi yang diperluka,

yaitu antara 500 lux sampai dengan 100 lux (Suma’mur, 1987).

Tenaga kerja disamping harus dengan jelas dapat melihat obyek-obyek yang

sedang dikerjakan juga harus dapat melihat dengan jelas pula benda atau alat dan

tempat disekitarnya yang mungkin mengakibatkan kecelakaan. Maka penerangan

umum harus memadai. Dalam suatu pabrik dimana terdapat banyak mesin dan

proses pekerjaan yang berbahaya maka penerangan harus didesain sedemikian

rupa sehingga dapat mengurangi kecelakaan kerja. Pekerjaan yang berbahaya

harus dapat diamati dengan jelas dan cepat, karena banyak kecelakaan terjadi

akibat penerangan kurang memadai.

Secara umum jenis penerangan atau pencahayaan dibedakan menjadi dua yaitu

penerangan buatan (penerangan artifisial) dan penerangan alamiah (dan sinar

matahari). Untuk mengurangi pemborosan energi disarankan untuk mengunakan

penerangan alamiah, akan tetapi setiap tempat kerja harus pula disediakan

penerangan buatan yang memadai. Hal mi untuk menanggulangi jika dalam

keadaan mendung atau kerja di malam hari. Perlu diingat bahwa penggunaan

penerangan buatan harus selalu diadakan perawatan yang baik oleh karena lampu

yang kotor akan menurunkan intensitas penerangan sampai dengan 30%. Tingkat

(11)

pekerjaannya. Sebagai contoh gudang memerlukan intensitas penerangan yang

lebih rendah dan tempat kerja administrasi, dimana diperlukan ketelitian yang

lebih tinggi (Anonim A, 2011).

Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban

kerja, karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan namun juga akan memberikan

kesan yang kurang higienis, dan dengan penerangan yang baik akan

memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas dan

menghindarkan dari kesalahan kerja. Akibat lain dari kurangnya penerangan

dilingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi karyawan.

Gejala kelelahan fisik dan mental antara lain adalah sakit kepala, menurunnya

kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka dalam mendirikan bangunan tempat

kerja misalnya pabrik, perkantoran, sekolah dll, sebaiknya memperhatikan

ketentuan-ketentuan antara lain sebagai berikut :

- Jarak antara gedung atau bangunan-bangunan lain tidak mengganggu

masuknya cahaya matahari ketempat kerja.

- Jendela-jendela dan ventilasi untuk masuknya cahaya matahari harus

cukup, seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan.

- Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja, harus

diganti dengan penerangan lampu yang cukup.

- Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak

melebihi 32C)

- Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang

yang mengganggu kerja.

- Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan

(12)

BAB III

METODE PRAKTIKUM

3. 1. Waktu Pengukuran

Lokasi praktikum penerangan dilakukan di Perpustakaan Fakultas Teknik,

Universitas Mulawarman. Pada hari Jum’at tanggal 12 April 2013 pada pukul

11.00 -11.30 WITA. Dan lokasi praktikum kebisingan dilakukan di Bengkel

Anugrah Jalan P.M. Noor Samarinda Utara. Pada hari Sabtu tanggal 13 April

2013 pada pukul 10.00 - 11.00 WITA.

3. 2. Alat dan Bahan

3. 2. 1. Alat

Sound Level Meter (Model SL-4011) Merk Lutron

Light Meter (Model LX-101A) Merk Lutron

 Kamera (dokumentasi)

3. 3. 1. Metode Pengukuran dan Perhitungan Kebisingan

Langkah 1 : Identifikasi rencana lokasi pengukuran tingkat kebisingan

(Form K-1)

1. Informasi sumber bising (jenis sumber bising, perawatan, usia

mesin/alat, APD, SOP mesin, dll.

(13)

3. Informasi waktu kerja (shift kerja, jam kerja, waktu istirahat)

Langkah 2 : Persiapan Pengukuran (Form K-2)

1. Identifikasi kelengkapan peralatan dan bahan (SLM dan kondisi baterai)

2. Kalibrasi alat SLM

3. Persiapan kamera untuk dokumentasi lingkungan sekitar lokasi praktek

4. Persiapan alat ukur jarak (meteran) untuk mengukur sumber bising dan

pekerja

5. Penentuan lokasi dan waktu pengukuran yang proporsional

Langkah 3 : Pengukuran Lapangan (Form K-3)

1. Melakukan pengukuran sesuai dengan lokasi yang telah ditentukan

2. Mencatat hasil pengukuran pada form sampel

3. Mencatat lamanya terpapar per hari (untuk lokasi kerja)

4. Melakukan dokumentasi pengukuran

5. Mencatat kondisi-kondisi sekitar yang dianggap perlu

Langkah 4 : Wawancara pada Pekerja (Form K-4)

1. Melakukan wawancara singkat kepada tenaga kerja terkait keluhan

pendengaran

2. Penggunaan Alat Pelindung Diri/APD (ear plug atau ear muff)

3. Riwayat kesehatan/pemeriksaan tenaga kerja

4. Pengelolaan waktu kerja/shift

5. Kegiatan setelah bekerja (dirumah)

6. Waktu istirahat dalam satu hari

7. Dan mencatat informasi lain yang dianggap perlu

Langkah 5 : Perhitungan tingkat kebisingan

1. Melakukan tabulasi/pengelompokan data

2. Hasil pengelompokan data digunakan rumus perhitungan

3. Mencari data LTMS (Waktu L1 s/d L3 dan waktu L1 s/d L7) (Form

(14)

4. Perhitungan Ls (Siang hari) dan Lm (Malam hari) (Form K-5B)

5. Perhitungan LSM (Form K-5C)

6. Membuat laporan sementara mengenai hasil pengukuran untuk arahan

pengendalian atau pengelolaan kebisingan

Langkah 6 : Pembahasan (Form K-6)

1. Melakukan perbandingan hasil perhitungan terhadap baku mutu

2. Membandingkan hasil perhitungan terhadap hasil wawancara

3. Melakukan identifikasi lokasi pengukuran dan tenaga kerja (jika

diperlukan) setelah mendapatkan hasil perhitungan, sebagai upaya

pengendalian atau pengelolaan kebisingan

3. 3. 2.Metode Pengukuran dan Perhitungan Penerangan

Langkah 1 : Identifikasi rencana lokasi pengukuran intensitas penerangan (Form

P-1)

1. Informasi lokasi pengukuran penerangan (lokasi pengukuran: penerangan

setempat atau penerangan umum)

2. Informasi jenis pekerjaan (tingkat pekerjaan atau ketelitian pekerjaan)

3. Informasi kondisi ruangan (jumlah meja/alat dan luas ruangan per m2)

4. Informasi waktu kerja (shift kerja, jam kerja, waktu istirahat)

Langkah 2 : Persiapan Pengukuran (Form P-2)

1. Identifikasi kelengkapan peralatan dan bahan (Lux meter dan kondisi

baterai)

2. Persiapan kamera untuk dokumentasi lingkungan sekitar lokasi praktek

3. Persiapan pengukuran ruangan (meteran) dan dokumentasi penerangan

alami dan penerangan umum serta kondisi warna ruangan, lantai dan atau

peralatan pada lokasi pengukuran pekerja

(15)

Langkah 3 : Pengukuran Lapangan (Form P-3)

1. Melakukan pengukuran sesuai dengan lokasi yang telah ditentukan,

penerangan setempat (Form 3A) dan atau penerangan umum (Form

P-3B)

2. Mencatat hasil pengukuran pada form sampel (hingga mendapat nilai

angka yang stabil) dan pengulangan hingga 3 kali pengukuran (rata-rata)

3. Melakukan dokumentasi kegiatan pengukuran

4. Mencatat kondisi-kondisi sekitar yang dianggap perlu

Langkah 4 : Wawancara pada pekerja (Form P-4)

1. Melakukan wawancara singkat pada tenaga kerja terkait keluhan gangguan

penglihatan (efek silau, kelelahan pada mata, rasa kurang nyaman hingga

kurang kewaspadaan)

2. Riwayat kesehatan/pemeriksaan tenaga kerja

3. Pengelolaan waktu kerja/shift

4. Dan mencatat informasi lain yang dianggap perlu

Langkah 5 : Pembahasan (Form P-5)

1. Melakukan perbandingan hasil perhitungan terhadap baku mutu

2. Membandingkan hasil perhitungan terhadap data wawancara

3. Melakukan identifikasi lokasi perhitungan, sebagai upaya pengendalian

(16)

BAB IV

Hasil dan Pembahasan

4.1 Kebisingan

4.1.1 Data praktikum

101,4 98,4 102 100,3 102,2 99,6 98,9 97,6 100,5 88,2

91,9 97,2 96,5 100,5 102,2 85,5 100,4 97 100,6 85,2

92,9 98,4 100,1 96 95,3 99,5 93,2 87,1 92,6 98,6

97,6 87,9 93,7 86,5 90,6 97,6 83,4 79,3 82,6 87,7

94,1 96,5 94,5 98 98,7 98,9 98,4 90,5 81,2 81,3

85,2 99,8 93,2 99,1 99,3 99 99,4 99,1 96,8 97,1

99 83,3 97,7 95,9 97,3 95,5 98,4 97,2 86,7 93,9

97,1 99,9 99,3 97,8 94,7 98,2 94,1 99,1 98,5 96,9

100,2 96,2 96,8 92,9 95,9 89,9 103,8 87,4 96,5 99

97,8 98,6 97,5 97,2 97 90 96,5 96,2 96,2 95,9

95,7 97,5 94,3 97,5 98,8 97,8 98,1 96 95,7 89,9

90,2 91,3 80,3 94 93,4 84,6 78,3 97,3 93,9 92,8

Tabulasi Data Pengukuran

No. Lk Nk

1. 78 1

2. 79 1

3. 80 1

4. 81 2

(17)

6. 85 4

(18)

dari jalan raya sehingga kebisingan tidak hanya dari peralatan las dan mesin

gerinda melainkan juga dari kendaraan bermotor di jalan PM Noor.

Berdasarkan hasil perhitungan dari data pengukuran didapatkan nilai kebisingan

sebesar 91,4 dB pada bengkel Anugrah. Nilai tersebut melebihi nilai ambang batas

(NAB) kawasan industri yang telah ditetapkan oleh KepMen LH tahun 1996 yang

bernilai 70 dB.

Tingkat kebisingan yang melebihi NAB tersebut dikarenakan tidak adanya tidak

adanya ruangan khusus, yang dilengkapi dengan peredam suara. Serta para

pekerja yang berkontak langsung dengan alat yang menghasilkan sumber

kebisingan, sehingga resiko mengalami gangguan pendengaran akan lebih tinggi.

Dari hasil wawancara yang didapat dengan salah satu pekerja di Bengkel

Anugrah, beliau mengakui tidak mengalami gangguan pendengaran meskipun

nilai kebisingan di lokasi tersebut cukup tinggi. Hal tersebut dikarenakan indera

pendengaran mereka cukup adaptis dan telah terbiasa karena sering terpapar

dengan kebisingan di lokasi tersebut.

Sehingga untuk pengendalian dan upaya pengelolaan kebisingan di lokasi bengkel

Anugrah tersebut, dapat dilakukan dengan menggunakan APD yang berupa ear

plug/ear muff. Untuk penggunaan APD sendiri, di dalam Bengkel Anugrah

aktivitas pengelasan lebih pada pengutamaan penggunaan perlindungan pada

indera penglihatan, yakni menggunakan kacamata.

4.1.3 Faktor Kesalahan

Faktor-faktor kesalahan utama dan mendasar dalam melakukan metode

pengukuran lebih pada faktor teknis. Faktor-faktor teknis tersebut seperti,

kesalahan kalibrasi pada alat ukur Sound Level Meter, misalnya mode siang dan

(19)

pengukuran, misalnya saat menggunakan Sound Level Meter justru jaraknya jauh

dari aktivitas yang memiliki sumber kebisingan.

(20)

Perpustakaan 417 424 440 427

Perpustakaan 940 936 931 935,6

Rata-rata = Rata−rata 10 =

3657,8

10 = 365,78 lux

4.2.1. Analisis Penerangan

Berdasarkan hasil perhitungan pengukuran penerangan yang dilaksanakan di

dalam Perpustakaan Fakultas Teknik Universitas Mulawarman, didapatkan hasil

dari penerangan setempat yaitu 281 lux dan hasil pengukuran penerangan umum

yaitu 364,78 lux.

Sedangkan jika dibandingkan dengan Peraturan Menteri Perburuhan No.7 Tahun

1964 Tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan, Serta Penerangan Tempat Kerja

yaitu untuk kategori kegiatan tingkat teliti adalah sebesar 300-700 lux. Sehingga

penerangan umum sesuai dengan standar. Namun untuk penerangan setempat

hasil yang diperoleh ternyata tidak memenuhi batas criteria yang telah ditentukan.

4.2.2. Faktor Kesalahan

Faktor-faktor kesalahan utama dan mendasar dalam melakukan metode

pengukuran lebih pada faktor teknis. Faktor-faktor teknis tersebut seperti,

kesalahan kalibrasi pada alat ukur Lux Meter dan kesalahan penempatan Lux

(21)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

- Dari hasil yang didapat dari bengkel las Anugrah adalah 91,4 dB,

sedangkan untuk batas maksimal yg terdapat pada ketentuan KepMen LH

tahun 1996 adalah 70 dB, itu berarti melebihi tingkat batas yang

ditentukan. Dan dari hasil yang didapat dari Perpustakaan Fakultas Teknik

UNMUL adalah data pengukuran setempat sebesar 281 lux dan data

pengukuran umum sebesar 365,78 lux dari data tersebut diperoleh

kesimpulan bahwa untuk penerangan setempat tidak memenuhi kriteria

baku mutu, sedangkan untuk penerangan umum sudah memenuhi baku

mutu.

- untuk pengukuran kebisingan dilakukan dengan menggunakan alat Sound

Level Meter, dan untuk pengukuran intensitas cahaya dilakukan dengan

menggunakan LUX Meter.

- Untuk pengendalian kebisingan dilakukan dengan menggunakan APD

seperti earplug atau earmuff, sedangkan untuk pengendalian intensitas

cahaya dilakukan dengan menyesuaikan penerangan dengan kegiatan yang

akan dilakukan di ruangan tersebut

5.2 Saran

Diharapkan agar praktikan bisa melakukan pengukuran kebisingan tidak

hanya pada bengkel las tetapi bisa juga dilakukan di tempat lain seperti

kegiatan konstruksi bangunan dan pengukuran intensitas cahaya tidak hanya

dilakukan di perpustakaan atau tempat kerja namum bisa juga dilakukan di

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim A. 2011. Pengaruh Kebisingan, Temperatur, dan Pencahayaan Terhadap

Performa Kerja. (http://teknologi.kompasiana.com/) diakses pada 17 April 2013

20.17 WITA.

Anonim B. 2010. Pengendalian Kebisingan.

(http://environmentalsanitation.wordpress.com/) diakses pada 17 April 2013 pukul

20.22 WITA.

Buchari. 2007. Kebisingan Industri dan Hearing Conservation Program. USU

Repository.

Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan,

Kebersihan serta Penerangan dalam Tempat Kerja.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 tentang

Baku Tingkat Kebisingan.

Siti Sakdiah. 2008. Gambaran Tingkat Pencahayaan. FKM UI.

Suma’mur. 1987. Hyperkes Kesehatan Kerja Dan Ergonomi. Jakarta: Muara Agung Dharma Bhakti.

Soekidjo Notoatmodjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-Prinsip

(23)

LAMPIRAN

Gambar 1.1 Lokasi pengukuran tingkat kebisingan (kiri), pengukuran tingkat

kebisingan menggunakan sound level meter (kanan).

Gambar 1.2 Pengambilan/pengumpulan data tingkat kebisingan (kiri), sesi

(24)

Gambar 1.3 Alat untuk mengukur intensitas penerangan Lux Meter (kiri), pengukuran intensitas penerangan umum (kanan)

Gambar

Gambar 1.1 Lokasi pengukuran tingkat kebisingan (kiri), pengukuran tingkat
Gambar 1.4 Pengukuran intensitas penerangan setempat (kiri), sesi wawancara terhadap pekerja di lokasi pengukuran

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Bagi siswa melalui penerapan model pembelajaran Advance Organizer dengan Peta Konsep diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas X SMK Tritech

Dalam kisi-kisi instrumen terdapat variabel yang diteliti, indikator sebagai tolok ukur dan nomor butir (item) pertanyaan atau pernyataan yang telah dijabarkan

Dalam merealisasikan tujuannya, perusahaan membutuhkan prestasi yang dapat dilihat dari kinerja para karyawannya.Tetapi dalam kenyataannya salah satu masalah utama

Penerimaan bersih atas biaya variabel (return above variabel cost = RAVC )Penerimaan bersih atas biaya variabel dapat dihutung dengan penyajian sebagai

Bahasa Inggris Bisnis Lilis Sholeha, M.Pd.Bi.. Perpajakan Sri Retnaning

Sejarah Kebudayaan Islam melalui strategi Index Card Match pada siswa. kelas IV MI Mambaul Ulum

Menyusun kubus menyerupai stupa, digunakan untuk , mengenalkan warna mengenalkan jumlah motorik halus konsentrasi Harga Rp.45.000,- Menara Balok Digunakan untuk :