• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah prinsip prinsip kontrak muamalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "makalah prinsip prinsip kontrak muamalah"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

A. Latar belakang

Pengertian kontrak atau akad secara linguistik memiliki makna ‘ar-rabhtu’ yang berarti menghubungkan atau mengaitkan, mengikat antara beberapa ujung.1

Muamalah adalah merupakan bagian dari hukum Islam yang mengatur hubungan antara dua pihak atau lebih dalam suatu transaksi.2

Prinsip-prinsip itu pada intinya menghendaki agar pada setiap prosesi transaksi tidak merugikan salah satu atau kedua belah pihak, atau hanya menguntungkan salah satupihak saja.3

B. Rumusan masalah

1. Bagaimana Prinsip-prinsip kontrak muamlah yang diterapkan dalam perbankan syariah?

2. Apa saja Sumber-sumber hukum islam terkait kontrak muamalah? 3. Apa saja Unsur-unsur yang dilarang dalam kontrak muamalah? 4. Bagaimana pengambilan profit dalam kontrak muamalah? 5. Al-maqasid al-shar’iyyah dalam kontrak muamalah?

1 Dimyauddin Djuaini, Pengantar Fiqih Muamalah, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008), H.47

2 Hendi Suhendi, 2002, Fiqh Muamalah, (Jakarta,, PT. Rajagrafindo Persada), H. 5

(3)

PEMBAHASAN

A. Prinsip-prinsip kontrak muamlah yang diterapkan dalam perbankan syariah

Dari sejumlah aspek yang ada dalam hukum islam, adalah hukum kontrak yang paling banyak dirujuk dalam konteks operasional perbankan syariah. Operasional dari perbankan syariah adalah identik dengan

penerapan dari kontrak keuangan.Dengan demikian, masuk dalam wilayah

fiqh al-muamalah.4

Adapun prinsip-prinsip itu, antara lain, adalah sebagai berikut : 1. Setiap transaksi pada dasarnya mengikat pihak-pihak yang melakukan

transaksi itu sendiri, kecuali transaksi itu ternyata melanggar syariat. Prinsip ini sesuai dengan maksud ayat surat Maidah : 1 dan surat al-Isra : 34, yang memerintahkan orang-orang mukmin supaya ‟

memenuhi akad atau janjinya apabila mereka melakukan perjanjian dalam suatu transaksi

2. Butir-butir pererjanjian dalam transaksi itu dirancang dan dilaksanakan oleh kedua belah pihak secara bebas tetapi penuh tanggung jawab, selama tidak bertentangan dengan peraturan syariat dan adab sopan santun.

3. Setiap transaksi dilakukan secara suka rela, tanpa ada paksaan atau intimidasi dari pihak manapun.

4. Pembuat hukum (syari ) ‟ mewajibkan agar setiap perencanaan transaksi dan pelaksanaannya didasarkan atas niat baik, sehingga segala bentuk penipuan, kecurangan, dan penyelewengan dapat

dihindari. Bagi yang tertipu atau dicurigai diberi hak khiar (kebebasan memilih untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi tersebut). 5. Penentuan hak yang muncul dari suatu transaksi diberikan oleh syara ‟

pada „urf atau adat untuk menentukan kriteria dan batasannya. Artinya, peranan ‟urf atau adat kebiasaan dalam bidang transaksi sangat menentukan selama syara tidak menentukan lain. Oleh sebab ‟

itu, ada juga yang mendefinisi-kan muamalah sebagai hukum syara ‟

(4)

yang berkaitan dengan masalah keduniaan, seperti jual beli, pinjam meminjam, sewa menyewa.5

Inti dari kelima prinsip di atas adalah bahwa dalam suatu transaksi yang melahirkan akad perjanjian bersifat mengikat pihak-pihak yang melakukannya; dilakukan secara bebas bertanggung jawab dalam menetukan bentuk perjanjian maupun yang berkenaan dengan hak dan kewajiban masing-masing; atas kemauan kedua belah pihak tanpa ada paksaan; didasari atas niat baik dan kejujuran; dan memenuhi syarat-syarat yang sudah biasa dilakukan, seperti syarat-syarat administrasi, saksi-saksi, agunan dalam pinjam meminjam, dan sebagainya.6

B. Sumber-sumber hukum islam terkait kontrak muamalah 1. Al-Qur’an

Kitab suci al-qur’an merupakan sumber utama, bukan saja untuk hukum islam, namun ia merupakan sumber hukum islam yang

komprehensif dan tak terbantahkan, meskipun didalam beberapa kasus, kitab suci ini hanya menyediakan prinsip-prinsip dasar, bukannya penjelasan yang detail dan rinci. Legalitas qur’an sebagai sumber utama bagi ajaran islam ditunjukkan baik oleh beberapa ayat dalam qur’an ataupun dalam hadits yang dikatakan oleh rasulullah.7

Dari prespektif hukum ayat-ayat dalam al-qur’an dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok yang menunnjukkan karakteristik pensyariatan hukum di dalam al-qur’an.Kata-kata dalam al-qur’an adakalanya bersifat menyimpulkan (konklusif) dan

mengikuti, di mana hanya dimungkinkan satu pengertian tunggal yang definitive (qath’iy), atau bersifat spekulatif (dzanniy).Setiap ayat-ayat mungkin besifat umum (‘amm) atau khusus spesifik (khash).ayat al-qur’an juga ada yang bersifat detail (mufassal) atau global (mujmal).8

5 Nurfaizal Hukum Islam, Vol. XIII No. 1 Nopember 2013,H. 194-195

6 Nurfaizal Hukum Islam, Vol. XIII No. 1 Nopember 2013,H. 195

7 Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi Dan Formulasi Kepatuhannya Terhadap Prinsip-Prinsip Islam,H.36

(5)

Perbedaan antara sifat-sifat dari ayat-ayat akan menimbulkan

perbedaan dalam status hukum dari hal-hal yang disebutkan oleh ayat-ayat ini.

2. Al-Sunnah

Ketentuan hukum yang diberikan oleh as-sunnah, jika dihadapkan dengan ketentuan hukum al-qur’an, dapat digolongkan ke dalam empat kategori :

a. Aturan yang mempunyai kesamaan dengan qur’an atau mendukung apa yang disampaikan dalam al-qur’an (muw’afaqah li ahkam al-qur’an).

b. Aturan yang memberikan detail apa yang telah disebutkan dalam al-qur’an atau dalam pengertian secara umum (mufassal li mujmal al-qur’an)

c. Mengkhususkan apa yang telah disebutkan secara umumm dalam al-qur’an (taqyid atau takhsis).

d. Mengemukakan aturan baru yang mana belum disebutkan dalam al-qur’an (al-ahkam al-jadidah).

Berbagai kategori tadi memberikan sebuah prinsip bahwa tidak akan terjadi kontradiksi/pertentangan antara sunnah dan al-qur’an dan tentu terdapat sebuah pesan tertentu yang ingin disampaikan oleh qur’an, meskipun dalam hhal yang tampak kontradiksi antara al-qur’an dan sunnah.9

3. Ijtihad

Terpisah dari apa yang dikatakan dalam sumber di atas tentang kontrak muamalah, maka sumber hukum lain yang ada adalah ijtihad. Ijtihad berarti : sebuah upaya intelektual yang sangat luar biasa yang dilakukan oleh seorang ahli agama – ahli tafsir untuk mendapatkan sebuah presepsi tertentu yang benar dan jelas dari dasar yang asli dari hukum islam dengan sebuah pandangan untuk menurunkan sebuah aturan yang operasional darinya yang dimaksudkan untuk memberikan

(6)

solusi hukum yang diperlukan atas sebuah permasalahan atau isu yang sedang dihadapi oleh sebuah masyarakat islam dalam setiap tahap perkembangannnya.10

Dengan demikian, permasalahan-permasalahan yang dijumpai oleh umat muslim, dalam sebuah kasus tertentu dimana indikasi yang jelas tidak dapat ditemukan dalam al-qur’an dan sunnah, maka ijtihad menjadi sarana atas jalan keluar dari permasalahan tersebut. Dengan demikian, ijtihad adalah sebuah keharusan dalam kehidupan

masyarakat muslim. Legalitaas dari ijtihad sangatlah jelas

diindikasikan dalam kalimat oleh rasulullah saw dalam kasus mu’az ibn jabal. Resolusi yang dihasilkan oleh ijtihad, kemudian diambil sebagai sumber hukum ketiga setelah al-qur’an dan sunnah. Terdapat beberapa metode ijtihad yang digunakan oleh ahli hukum/ hakim islam selama masa sejarah perkembangan hukum islam11, yaitu:

a. Ijma

Ijma berarti kesepakatan bersama (konsensus). Secara umum, pemahaman klasik menyepakati bahwa arti dari hal itu merupakan “kesepakatan bersama dari seluruh ulama/ pemikir dikalangan umat islam yang hidup di dalam suatu era waktu tertentu setelah masa pewahyuan kepada nabi.”12Persyaratan “seluruh pemikir /ulama” yang tampak dalam definisi tersebut menjadikan upaya ijtihad dalam mencapai sebuah solusi

legal/hukum sangat sulit diwujudkan. Lebih dari itu, terkait dengan kehidupan global bagi muslim di saat ini, maka terjadinya

perbedaan pandangan (ikhtilaf) diantara par aulama atau para ahli hukum islam semakin kentara. Namun demikian, institusi semacam

Islamic fiqh academy (IFA) and the accounting and auditing organization for Islamic financial institutions (AAOIFI) mungkin

10 Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi Dan Formulasi Kepatuhannya Terhadap Prinsip-Prinsip Islam,H.38

11 Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi Dan Formulasi Kepatuhannya Terhadap Prinsip-Prinsip Islam,H.38

(7)

bisa menjembatani meslim untuk membuat sebuah resolusi atau putusan hukum dengan sebuah cara yang mendekati bentuk ideal dari ijma’.13

b. Qiyas

Qiyas secara umum berarti menarik sebuah kesimpulan berdasarrkan kepada alasan yang sejenis yang menjadi perseden. Istilah qiyas dalam hukum mengandung arti melakukan “ dedukasi dengan menggunakan analogi”, namun dalam pengertian logika dan filsafat juga bisa berarti “silogisme atau deduksi”. Qiyas adalah sebuah metode penalaran manusia dimana akal fikiran melakukan proses dari mengetahui ke tidak mengetahui. Jika premis-premis tersebut benar, maka pengetahuan yang

memungkinkan untuk diketahui oleh seseorang akan meningkat dengan pesat. Dari berbagai metode ijtihad yang ada, qiyas

merupakan metode yang unsur-unsur dari qiyas dapat ditunjukkan dengan jelas, yakni meliputi : prinsip hukum asal (asl), prinsip hukum turunan/ cabang (far), aturan hukum yang harus diterapkan (hukum) dan penyebab yang efektif (illah). Proses dari adanya qiyas tidak akan mungkin dilakukan sampai dengan semua unsur dilakukan bersama-sama sebagai sebuah kesatuan instrument.14

c. Istihsan

Istihsan ini juga dikenal dengan “pilihan hakim” (juristic preference).In a terminological meaning, it denotes “a method of exercising personal opinion in order to ovoid ony rigidity and unfairness that might result from the literal enforcement of the existing law”. Dalam artian secara terminology, hal tersebut diartikan sebagai “sebuah metode yang digunakan untuk meneliti pendapat-pendapat pribadi dalam rangka untuk menghindari

13 Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi Dan Formulasi Kepatuhannya Terhadap Prinsip-Prinsip Islam,H.39

(8)

berbagai kekakuan atau ketidakadilan yang mungkin dihasilkan dari penegakan/ penerapan secara apa adanya dari yang tertulis atas suatu ketentuan hukum. Dalam kalimat lain yang lebih tegas, hal ini bisa didefinisikan sebagai “diviasi/ penyimpangan terhadap sebuah isu/ topik tertentu, dari aturan yang telah ada menuju aturan lain karena adanya alasan hukum yang lebih relevan yang dapat menjadi alasan perlunya sebuah penyimpangan/ deviasi. Jadi, jelaslah bahwa istihsan akan menimbulkan sebuah status hukum baru yang keluar dari aturan normal ataupun yang telah ada. Metode ijtihad ini juga dapat dianggap sebagai konsep “equity” dalam hukum islam. 15

d. Maslahah mursalah

Maslahah mursalah berarti “pertimbangan terhadap kepentingan publik/ masyarakat” yang merupakan “kepentingan umum yang tidak dibatasi, dalam pengertian bahwa hal tersebut belum pernah diatur oleh pembuat hukum, serta tidak terdapat aturan tertulis yang otoritatif yang dapat ditemukan yang menyatakan valitasnya ataupun menyatakan sebaliknya, yakni tidak validnya suatu hal yang dinyatakan sebagai kepentingan umum dimaksud. Adalah penting untuk memberikan catatan maslahah tidaklah bersifat liberal, namun lebih pada pengertian bahwa berbagai kepentingan yang digunakan sebagai alasan hendaknya tidaklah bertentangan dengan tujuan dari hukum islam (maqasid shar’iyyah). Dan yang paling penting, haruslah

menampilkan kebutuhan yang secara mutlak dituntut / diperlukan oleh manusia.16

e. Istishab

15 Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi Dan Formulasi Kepatuhannya Terhadap Prinsip-Prinsip Islam,H.40

(9)

Istilah ini juga dikenal sebagai “praduga keberlanjutan” (presumption of continuity), yang berarti bahwa fakta atau hukum baik yang keberadaan maupun ketidakberadaannya telah nyata dimasa lampau, maka hukum tersebut dianggap tetap ada selama tidak terdapat dalil atau dasar yang mengakibatkan terjadinya perubahan.Apabila kita ingin mengatakan secara lebih jelas, “jika sebuah hukum tertentu telah diberlakukan di masa lampau, hal itu akan terus berlanjut untuk berlaku sebagai hukum positif sampai dengan adanya sebuah bukti yang menegasikannya muncul. Jika kemudian aturan tersebut dinegasikan, maka akan tetap negatif sampai adanya dasar atau alasan yang menjadikannya positif muncul.17

f. Sadd al-dhari’ah

Sad al-dhari’ah terikat errat dengan kemungkinan terjadinya bahaya. Hal ini berarti “menutup/ menghambat

terjadinya suatu tujuan tertentu yang diperkirakan tujuan tersebut akan tercapai/ terwujud jika jalan menuju hala tersebut tidak ditutup.” Dengan demikian, hal ini akan memerankan sebagai prinsip-prinsip keseimbangan dalam hukum islam. Maksudnya, jika jalan atau tujuan itu mengarah pada kebaikan, maka harus dibuka, dan jika jalan atau tujuan itu menuju kepada keburukan maka harus ditutup atau disumbat.18

g. ‘urf

‘urf dalam pengertian secara literal istilah ini berarti tradisi yang telah berlaku, dan hal ini diartikan “tetap menjalankan berbagai hal yang sudah dipraktikan, yang dapat diterima oleh orang yang normal.” Dalam hal pengertian yang lebih praktis, hal ini juga berarti “custom/ kebiasaan dan perilaku masyarakat

17 Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi Dan Formulasi Kepatuhannya Terhadap Prinsip-Prinsip Islam,H.41

(10)

tertentu, baik dalam perkataan maupun dalam tindakan.” Meskipun demikian, tidak semua tradisi yang telah berlaku dapat dianggap sebagai “urf. ‘urf hanya mengakomodasi kebiasaan yang telah berlaku secara umum namun tidak bertentangan dengan qur’an dan sunnah.19

C. Unsur-unsur yang dilarang dalam kontrak muamalah

Berbagai praktik kontrak dan perniagaan telah diberikan

petunjuknya dalam al-qur’an.Meskipun demikian, tampak dalam al-qur’an bahwa terdapat berbagai unsur yang dilarang untuk dilakukan dalam sebuah kontrak. Misalnya, bahwa sudah menjadi fakta yang jelas bahwa al-qur’an menegaskan dengan kuat untuk menghindari perolehan

keuntungan (profit) dengan melibatkan unsur riba atau cara yang bathil. 20 Mekipun al-qur’an tidak secara lebih terperinci memberikan penjelasan yang lebih detail tentang pengertian bathil, para ahli hukum berpegang pada pendirian bahwa salah satu bentuk dari carabathil dalam mendapatkan keuntungan adalah gharar.Terkait dengan maysir, walaupun hal ini sering dikaitkan dengan gharar, namun istilah ini lebih

dimaksudkan dalam pengertian judi (gambling), bukannya terkait dengan praktik perdagangan.Dan telah menjadi pemahaman secara umum bahwa sebuah kontrak semacam itu tidak bisa, dengan alasan apapun juga, terlibat dengan objek atau tujuan yang haram. Ini adalah aturan yang paling tegas atau mecolok dalam kontrak keuangan islam jika dibandingkan dengan kontrak-kontrak yang lain. Sekaligus ini juga merupakan bukti bahwa transaksi (kontrak) keuangan islam tidak hanya dianggap sah (valid) hanya semata-mata karrena persetujuan (consent) dari pihak-pihak yang terlibat.21

1. Riba

Riba secara literal berarti “tambahan (al-ziyadah) dan secara istilah diartikan sebagai sebuah tambahan dalam satu atau duan persamaan

19 Hussain Hamid Hasan, An Introduction To The Study Of Islamic Law, Translated By Ahmad Hasan (Islamabad: International Islamic University Islamabad, 1997), H.224.

20 Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi Dan Formulasi Kepatuhannya Terhadap Prinsip-Prinsip Islam,H.42

(11)

yang homogeny (sejenis) yang dilakukan pertukaran, dimana tambahan tersebut tanpa disertai sebuah imbalan”. Dalam pengertian kekinian, terkait dengan suku bunga yang diterapkan dalam perbankan, sebagian besar (jumhur) ulama secara bulat menyatakan bahwa hal tersebut merupakan bentuk dari riba yang dilarang oleh islam. Jika bunga dari bank merupakan suatu bentuk riba, maka tentu sudah jelas juga dinilai sebagai bentuk riba.22 Terdapat dua jenis riba, yaitu:

a. Riba al-nasi’, yaitu adanya tambahan dalam pengambilan untuk pertukaran objek hanya dikarenakan adanya penundaan, maka tambahan tersebut tidak hanya dalam bentuk uang namun juga dalam pengertian kualitas maupun jumlahnya.23

b. Riba al-fadhl, yaitu adanya kenaikan dalam pertukaran dari dua buah objek yang sama dari dua belah pihak, dimana keduanya sama-sama memegang kepemilikan objek yang dipertukarkan. Terjadinya kenaikan dalam kasus ini tidak terkait dengan adanya penundaan. Prtukaran objek dalam riba terdiri atas enam buah barang/ item, diantaranya adalah : emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir (gandum yang masih ada kulitnya/ biji gandum) dengan sya’ir, kurma dengan kurma dan garam dengan garam.24

c. Riba jahiliyyah, beberapa ahli hukum islam seperti ibn qayyim al-jauziyah, menambahkan jenis ketiga dari riba yang dinamakan riba jahiliyyah. Riba jahiliyyah adalah riba yang muncul semenjak masa sebelum islam yang diwujudkan berupa sang pemberi pinjaman/ lender meminta riba kepada peminjam dalam tanggal jatuh temponya, ketika dia ingin menyelesaikan hutangnya atau menambah pinjaman lebih banyak lagi.25

22 Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi Dan Formulasi Kepatuhannya Terhadap Prinsip-Prinsip Islam,H.43

23 Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi Dan Formulasi Kepatuhannya Terhadap Prinsip-Prinsip Islam,H.43-44

24 Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi Dan Formulasi Kepatuhannya Terhadap Prinsip-Prinsip Islam,H.44

(12)

Riba yang sudah menjadi tradisi yang jamak terjadinya diantara masyarakat sebelum masa islam terbukti telah membahayakan bagi masyarakat, dan untuk itulah islam melarangnya. Larangan islam terhadap kegiatan ekonomi yang tidak adil ini secara terang benderang telah disebutkan dalam al-qur’an dan sunnah. Adapun larangan riba dalam al-qur’an yaitu pada QS. Ar-rum: 39, QS. An-nisa: 161, QS. Ali Imran: 130-132, dan QS. Al baqaraah: 275-281.26

2. Gharar

Gharar secara bahasa diartikan sebagai ketidakpastian, resiko, spekulasi dan kecurangan. Terdapat beberapa pengertian yang diberikan oleh para juris muslim, yang mencermati utamanya pada beberapa penyebab yang menjadikan terjadinya pengaliran laba yang tidak melalui usaha yang berasal dari kerugian yang harus diderita oleh pihak-pihak lain, yang karenanya gharar ini juga disebut dengan

khid’ah.27 Secara singkat, nabil saleh mengidentifikasi adanya tiga pon utama dari elemen gharar, yaitu:

a. Al-jahl, yaitu ketidaktahuan terhadap keberadaan dari apa yang dipertukarkan.

b. Al-jahl, yaitu terkait dengan sifat-sifat dari apa yang dipertukarkan. c. Pengawasan yang tidak efektif dari para pihak terhadap apa yang

dipertukarkan.

Dalam sunnah rasulullah saw, larangan terhadap gharar tersebar dalam berbagai larangan untuk melakukan berbagai konttrak jahiliyyah seperti al-munabadhah, al-mulamasah, al-hassah, dan beberapa bentuk lain dari kontrak lainnya.28

3. Maysir

26 Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi Dan Formulasi Kepatuhannya Terhadap Prinsip-Prinsip Islam,H.44

27 Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi Dan Formulasi Kepatuhannya Terhadap Prinsip-Prinsip Islam,H.45

(13)

Lebih dari pembahasan terkait gharar, al-qur’an juga memberikan larangan terhadap maysir.Maysir adalah sebuah perjudian/ untung-untungan dalam arti sebagai sebuah bentuk yang nyata-nyata spekulasi. Dikarenakan islam menekankan terhadap pentingnya kepastian dalam setiap hubungan kontraktual, maka spekulasi/

tindakan untung-untungan secara tegas dilarang. Nilai-nilai yang ingin dicapai islam adalah penghindaran terhadap ketidakadilan (dhulm). Hal ini karena dalam maysir, keuntunggan yang diperoleh satu pihak secara otomatis menyebabkan kerugian di pihak lain.larangan terhadap maysir dalam al-qur’an telah disebutkan dengan jelas dalam QS. Al baqarah :219 dan QS. Al-maidah :93.29

Untuk menhindari unsur-unsur yang dilarang inilah, maka Bank Islam (syariah) didirikan.Dengan mempertimbangkan larangan-larangan di atas, maka adalah sebuah alasan yang masuk akal untuk menyimpulkan bahwa kemunculan dari system perbankan syariah menjadi sebuah solusi untuk menghindari berbagai larangan tersebut.Solusi tersebut tampaknya menjadi sebuah jawaban yang mengakhiri perdebatan tentang riba. Untuk itulah perbankan syariah, menurut jihad ‘abd allah abu ‘uwamair

merupakan sebuah al-darurah al-shar’iyyah, yakni menjadi bagian dari kebutuhan yang tidak bisa dielakkan oleh kalangan muslim.30

D. Profit (al-ribh) dalam kontrak muamalah

Mengambil keuntungan dari kegiatan perdagangan adalah suatu perbuatan yang dengan sangat baik diakui dalam sistem ajaran islam. Dibolehkannya mengambil keuntungan dengan menggunakan jalan perdagangan/ perniagaan disahkan oleh sebuah alasan yang sangat jelas, dan islam secara spesifik mengatur bagaimana keuntungan tersebut harus diperoleh. Al-qur’an secara jelas menyebutkan tentang ini dalam QS al-baqarah :198 yang artinya : “tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia

29 Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi Dan Formulasi Kepatuhannya Terhadap Prinsip-Prinsip Islam,H.45-46

(14)

(rezeki hasil perniagaan) dari tuhanmu”. Rasulullah saw pernah ditanyai : ”manakah bentuk yang terbaik untuk mendapatkan penghasilan?” beliau menjawab : “kerja seseorang dan segala perniagaan yang disahkan.”31

Dari akar kata yang sama dengan kata “ribh” muncul sebuah istilah yang populer dalam kontrak islam yang disebut dengan murabahah.

Murabahah adalah sebuah transaksi dimana keuntungan secara sah diperbolehkan, asalkan keuntungan tersebut diambil dengan jalan mark-up

yang telah secara jelas disebut.Dikarenakan profit/ keuntungan adalah hasil transaksi perniagaan, maka nialai keadilan dan kejujuran haruslah selalu ada dalam sebuah transaksi. Dalam permasalahan ini, terdapat sebuah legal maxim atau kaidah hukum yang berbunyi “kharaj bi al-dhaman”, yang mengandung pengertian bahwa keuntungan menjadi milik siapa yang memikul tanggung jawab. Maxim ini telah disebutkan dalam

hadith. Telah diriwayatkan bahwa seseorang telah membeli seorang budak, dan setelah kontrak disetujui, kemudian ia menemukan sebuah cacat/ kelemahan atas sang budak, dan kemudian ia mengembalikannya kepada si penjual. Dalam kasus ini, penjual budak tersebut mengadu kepada rasulullah, dan rasulullah kemudian secara spontan berkata : ”al-kharaj bi al-dhaman”.32

Dengan berdasarkan pada hadith ini, pembeli memiliki hak untuk mengembalikan barang dagangan jika ia menemukan berbagai kekurangan /cacat dalam barang tersebut, dan semua hak dari pemanfaatan dan

berbagai manfaat dari barang tersebut selama masa kepemilikannya tersebut menjadi haknya (pembeli). Kaidah hukum ini berasal dari sabda rasulullah: “keuntungan menjadi milik dari barang siapa yang memikul kewajibannya.”33

E. Al-maqasid al-shar’iyyah dalam kontrak muamalah

31 Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi Dan Formulasi Kepatuhannya Terhadap Prinsip-Prinsip Islam,H.46

32 Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi Dan Formulasi Kepatuhannya Terhadap Prinsip-Prinsip Islam,H.46-47

(15)

Wacana tentang tujuan dari hukum islam (maqasid

al-shar’iyyah) menepati posisi yang sangat penting dalam hukum islam. Hal ini dikarenakan adanya fakta bahwa setiap pernyataan hukum yang merujuk kepada al-qur’an dan hadits akan dipahami secara proporsional menurut tujuannya. Lebih dari itu, untuk menarik sebuah kesimpulan hukum baru terhadap sebuah problem tertentu melalui ijtihad, berbagai tujuan dari penetapan syariah semacam selalu saja diperlukan, seperti halnya ketika qiyas dilakukan, maka tujuan syariah itu harus memandu penerapan ijtihadnya.34

Menurut Al-Shatibi, tujuan dari sebuah hukum adalah ditentukan dari nash-nash (Al-Qur’an dan Hadits) melalui sebuah proses induksi (Istiqria). Dengan demikian, hal itu dapat dianggap sebagai suatu hal yang (Qat’iy),dan dapat dijadikan sandaran hokum tanpa ada keraguan padanya. Tujuan dari sebuah hukum, dalam pandangan Al-Shatibi, terdapat dua macam, yaitu yang terkait kepada maksud/intention dari pemberi/pembuat hukum dan hal yang terkait dengan keinginan dari subjeknya.35

34 Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi Dan Formulasi Kepatuhannya Terhadap Prinsip-Prinsip Islam,H.49

(16)

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari sejumlah aspek yang ada dalam hukum islam, adalah hukum kontrak yang paling banyak dirujuk dalam konteks operasional perbankan syariah. Operasional dari perbankan syariah adalah identik dengan

penerapan dari kontrak keuangan.Dengan demikian, masuk dalam wilayah

fiqh al-muamalah.

Adapun landasan sumber hukum terkait kontrak muamalah yaitu: al-qur’an, sunnah dan ijtihad.

Dan unsur-unsur yang dilarang dalam kontrak muamalah, yaitu: riba, gharar dan maysir.

Pengambilan keuntungan atau profit dalam kontrak muamalah itu diperbolehkan asalkan sesuai dengan prinsip syariat islam dan melalui cara perniagaan/ perdagangan.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Djuaini,Dimyauddin,Pengantar Fiqih Muamalah, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008).

Suhendi,Hendi, 2002, Fiqh Muamalah, (Jakarta,,PT. Rajagrafindo Persada).

Ensiklopedi Islam, 2005, Jilid 5, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve).

Triyanta,Dr. Agus Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi Dan Formulasi Kepatuhannya Terhadap Prinsip-Prinsip Islam, Jatim: Setara Press.

Nurfaizal Hukum Islam, Vol. XIII No. 1 Nopember 2013.

J Nasir,Jamal,The Islamic Law Of Personal Status, London: Graham & Trotman, 1990.Hashim Kamali,Muhammad,Principles Of Islamic Jurisprudence

(Selangor : Ilmiah Publisher, 200).

Zaidan,‘Abd Al-Karim,Al-Madhkal Li Dirasah Al-Shariah Al-Islamiyyah (Beirut : Al- Muassasah Al-Risalah, 2002).

Hamid Hasan,Hussain An Introduction To The Study Of Islamic Law, Translated By Ahmad Hasan (Islamabad: International Islamic University Islamabad, 1997).

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 1 menunjukan pola tanam usahatani masyarakat Buton dalam 1 musim tanam. Pola tanam yang digunakan oleh masyarakat Buton dalam melakukan usahatani

[r]

Kata polimorfisme yang berarti satu objek dengan banyak bentuk yang berbeda, adalah konsep sederhana dalam bahasa pemrograman berorientasi objek yang berarti kemampuan

Hubungan fungsional merupakan hubungan yang didasari dengan fungsi yang dimiliki oleh masing-masing pemerintah. Hubungan tersebut saling memengaruhi dan bergantung

Pada penelitian ini dilakukan optimasi formula untuk menentukan konsentrasi Carbopol 934 dan natrium lauril sulfat yang optimum menggunakan perangkat lunak Design

Adapun reduksi data ini obyek penelitiannya adalah MTs Zainul Hasan Genggong Pajarakan Probolinggo, dimana implementasi supervisi akademik kepala madrasah dalam

Terdapat perbedaan hasil antara 2 (dua) metode dengan menggunakan penanda morfologi dan analisis isozim yang dapat dilihat dari perbedaan jarak genetik dari ke-6