• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEORI BELAJAR PIAGET Skemata Dan Vygostk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TEORI BELAJAR PIAGET Skemata Dan Vygostk"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

TEORI BELAJAR PIAGET, BRUNER DAN GESTALT

1. TEORI BELAJAR PIAGET

Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif disebut dengan skemata atau struktur, yaitu kumpulan dari skema-skema. Artinya seorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Menurut Piaget, intelegensi terdiri dari tiga aspek yaitu:

1. Struktur (structure)

Terbentuk dari hubungan fungsional anak antara tindakan fisik, tindakan mental dan perkembangan berpikir logis anak dalam berinteraksi dengan lingkungan

2. Isi (content)

Isi disebut juga dengan content, yaitu pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respons yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapi.

3. Fungsi (function)

Fungsi adalah cara yang digunakan organisme dalam mencapai kemajuan intelektual.

Menurut piaget perkembangan intelektual anak terdiri dari dua fungsi yaitu

a. Organisasi, yaitu kemampuan untuk mengorganisasi proses-proses fisik atau proses-proses psikologi menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan.

b. Adaptasi, yaitu penyesuaian diri individu terhadap lingkungannya.

Proses terjadinya adaptasi dari skemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru dilakukan dengan dua cara yaitu:Pertama asimilasi

A. Tahap-Tahap Perkembangan

Berdasarkan hasil penelitiannya, piaget menemukan empat tahapan perkembangan kognitif yaitu:

1. Tahap sensori motor (0-2 tahun)

(2)

2. Tahap pra operasi (2-7 tahun)

Tahap pra operasi terbagi atas dua yaitu pertama pemikiran prakonseptual (sekitar usia 2-4 tahun

Kedua periode pemikiran intuitif (sekitar usia 4-7 tahun).

3. Tahap operasi konkrit (7-11 tahun)

Pada tahap ini umumnya anak sudah berada di Sekolah Dasar, sehingga semistanya guru sudah mengetahui benar kondisi anak pada tahap ini.

4. Tahap operasi formal (usia 11 keatas)

Periode operasi formal ini disebut juga periode operasi hipotetik-deduktif yang merupakan tahap tertinggi dari perkembangan intelektual.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan

Piaget mengidentifikasi lima faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan anak, yaitu:

1. Kedewasaan atau kematangan

Proses perkembangan sistem saraf sentral, otak, koordinasi motorik, dan manifestasi fisik lainnya mempengaruhi perkembangan kognitif.

2. Pengalaman fisik

Interaksi dengan lingkungan fisik digunakan untuk mengabstrak berbagai sifat fisik dari benda-benda

3. Pengalaman logika-matematik

Interaksi dengan lingkungan dengan cara mengamati benda-benda disekililingnya atau

4. Transmisi sosial

Interaksi dan kerja sama anak dengan orang lain atau dengan lingkungnya. Hal ini amat penting bagi perkembangan mental anak.

5. Penyetimbangan (Equilibrium

Proses adanya kehilangan stabilitas di dalam struktur mental sebagai akibat pengalaman dan informasi baru dan kembali setimbang melalui proses asimilasi dan akomodasi.

(3)

Prinsip belajar piaget adalah kontruktivis yaitu pengajaran efektif yang menghendaki guru agar mengetahui bagaimana para siswa memandang fenomena yang menjadi subjeks pengajaran. Pengajaran kemudian dikembangkan dari gagasan yang telah ada, melalui langkah-langkah intermediet dan berakhir degan gagasan yang telah mengalami modifikasi.

Strategi yang digunakan adalah a. Fase deskriptif

Siklus belajar deskriptif menghendaki hanya pola-pola deskriptip (misalnya seriasi, klasifikasi, konsurvasi).

b. Fase Empiris Deduktif

Yaitu, para siswa menemukan dan memberikan suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus (eksplorasi), tetapi mereka selanjutnya mengemukakan sebab-sebab yang mungkin tentang terjadinya pola itu.

c. Fase Hipotesis-Deduktif

Yaitu dimulai dengan pernyataan berupa suatu pertanyaan sebab.

D. Implikasi Teori Belajar Piaget

Penerapan teori perkembangan kognitif Piaget di kelas adalah:

a) Guru harus mengerti cara berpikir anak, bukan sebaliknya anak yang beradaptasi dengan guru.

b) Agar pembelajaran yang berpusat pada anak berlangsung efektif, guru tidak meninggalkan anak-anak belajar sendiri, tetapi mereka memberi tugas khusus yang dirancang untuk membimbing para siswa menemukan dan menyelesaikan masalah sendiri. c) Tidak menghukum siswa jika menjawab pertanyaan yang salah.

d) Menekankan kepada para siswa agar mau menciptakan pertanyaa-pertanyaan dari permasalahan yang ada serta pemecahan permasalahannya.

e) Tidak meninggalkan anak pada saat di beri tugas.

f) Membimbing siswa dalam menemukakan dan menyelesaikan masalahnya sendiri. g) Menghindari istilah-istilah teknis.

h) Menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak karena Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa.

(4)

j) Memilih pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.

k) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. l) Memberi peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

m) Didalam kelas, anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan berdiskusi dengan teman-temannya.

E. Inti dari implementasi teori Piaget dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut :

1. Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya.

2. Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan pembelajaran.

3. Tidak menekankan pada praktek - praktek yang diarahkan untuk menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya.

2. TEORI BELAJAR BRUNER

Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar, atau memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya.

A . Proses Belajar Mengajar Menurut Jerome S. Bruner

Pendirian yang terkenal yang dikemukakan oleh J. Bruner ialah, bahwa setiap mata pelajaran dapat diajarakan dengan efektif dalam bentuk yang jujur secara intelektual kepada setiap anak dalam setiap tingkat perkembangannya.. Berhubungan dengan hal itu, antara lain:

1. Perkembangan intelektual anak

Menurut Bruner, dalam prosses belajar siswa menempuh tiga tahap, yaitu:

1. Tahap informasi (tahap penerimaan materi)

Dalam tahap ini, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari.

(5)

Dalam tahap ini, informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrakatau konseptual.

3. Tahap evaluasi

Dalam tahap evaluasi, seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau masalah yang dihadapi. [2]

4. Kurikulum spiral

Pendekatan spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep dan dimulai dengan benda kongkrit secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang lebih tinggi (sesuai dengan kemampuan siswa) konsep ini diajarkan dalam bentuk yang abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam matematika.

B. Tahapan-Tahapan Teori Belajar Bruner

Teori belajar bruner dikenal oleh tiga tahapan belajarnya yang terkenal. Hal tersebut adalah proses belajar yang terbagi menjadi tiga tahapan, yakni:

(1) Tahap enaktif; dalam tahap ini peserta didik di dalam belajarnya menggunakan atau memanipulasi obyek-obyek secara langsung.

(2) Tahap ikonik; pada tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari obyek-obyek

(3) Tahap simbolik; tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak ada lagi kaitannya dengan objek-objek

C. Alat-Alat Mengajar

Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam 4 macam menurut fungsinya.

1. alat untuk menyampaikan pengalaman “vicarious”. Ini dapat dilakukan melalui film, TV, rekaman suara dll.

2. Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu gejala,

(6)

3. Alat automatisasi seperti “teaching machine” atau pelajaran berprograma, yang menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memberi ballikan atau feedback tentang responds murid.[4]

D. Aplikasi Teori Bruner Dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:

1. Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan. Misal : untuk contoh mau mengajarkan bentuk bangun datar segiempat, sedangkan bukan contoh adalah berikan bangun datar segitiga, segi lima atau lingkaran.

2. Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep. Misalnya berikan pertanyaan kepada sibelajar seperti berikut ini ” apakah nama bentuk ubin yang sering digunakan untuk menutupi lantai rumah? Berapa cm ukuran ubin-ubin yang dapat digunakan? 3. Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya sendiri. Misalnya Jelaskan ciri-ciri/ sifat-sifat dari bangun Ubin tersebut?

(7)

TEORI BELAJAR MENGAJAR MENURUT JEROME S. BRUNER

by: Tu’nas Fuaidah

Unduh file klik

TEORI BELAJAR MENGAJAR MENURUT JEROME S. BRUNER

1. A. Biograf J. S. Bruner

Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome S.Bruner seorang ahli psikologi (1915) dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar, atau memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya.

1. B. Proses Belajar Mengajar Menurut Jerome S. Bruner

Pendirian yang terkenal yang dikemukakan oleh J. Bruner ialah, bahwa setiap mata pelajaran dapat diajarakan dengan efektif dalam bentuk yang jujur secara intelektual kepada setiap anak dalam setiap tingkat perkembangannya. Pendiriannya ini didasarkan sebagian besar atas penelitian Jean Piaget tentang perkembangan intelektual anak. Berhubungan dengan hal itu, antara lain:

1. Perkembangan intelektual anak

Menurut penelitian J. Piaget, perkembangan intelektual anak dapat dibagi menjadi tiga taraf.

1. Fase pra-operasional, sampai usia 5-6 tahun, masa pra sekolah, jadi tidak

berkenaan dengan anak sekolah. Pada taraf ini ia belum dapat mengadakan

perbedaan yang tegas antara perasaan dan motif pribadinya dengan realitas dunia luar. Karena itu ia belum dapat memahami dasar matematikan dan fsika yang fundamental, bahwa suatu jumlah tidak berunah bila bentuknya berubah. Pada taraf ini kemungkinan untuk menyampaikan konsep-konsep tertentu kepada anak sangat terbatas.

2. 2. Fase operasi kongkrit, pada taraf ke-2 ini operasi itu “internalized”, artinya

(8)

3. 3. Fase operasi formal, pada taraf ini anak itu telah sanggup beroperasi berdasarkan kemungkinan hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang berlangsung dihadapinya sebelumnya.[1]

4. Tahap-tahap dalam proses belajar mengajar

Menurut Bruner, dalam prosses belajar siswa menempuh tiga tahap, yaitu:

1. Tahap informasi (tahap penerimaan materi)

Dalam tahap ini, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari.

1. Tahap transformasi (tahap pengubahan materi)

Dalam tahap ini, informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrakatau konseptual.

1. Tahap evaluasi

Dalam tahap evaluasi, seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau masalah yang dihadapi. [2]

1. Kurikulum spiral

J. S. Bruner dalam belajar matematika menekankan pendekatan dengan bentuk spiral.

Pendekatan spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep dan dimulai dengan benda kongkrit secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang lebih tinggi (sesuai dengan kemampuan siswa) konsep ini diajarkan dalam bentuk yang abstrak dengan

menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam matematika. Penggunaan konsep Bruner dimulai dari cara intuitif keanalisis dari eksplorasi kepenguasaan. Misalnya, jika ingin

menunjukkan angka 3 (tiga) supaya menunjukkan sebuah himpunan dengan tiga anggotanya.

Contoh himpunan tiga buah mangga. Untuk menanamkan pengertian 3 diberikan 3 contoh himpunan mangga. Tiga mangga sama dengan 3 mangga.[3]

1. B. Alat-Alat Mengajar

Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam 4 macam menurut fungsinya.

1. alat untuk menyampaikan pengalaman “vicarious”. Yaitu menyajikan bahan-bahan kepada murid-murid yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan pengalaman langsung yang lazim di sekolah. Ini dapat dilakukan melalui flm, TT, rekaman suara dll.

2. Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip

suatu gejala, misalnya model molekul atau alat pernafasan, tetapi juga eksperimen atau demonstrasi, juga program yang memberikan langkah-langkah untuk

(9)

3. Alat dramatisasi, yakni yang mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh, flm tentang alam yang memperlihatkan perjuangan untuk hidup, untuk memberi pengertian tentang suatu ide atau gejala.

4. Alat automatisasi seperti “teaching machine” atau pelajaran berprograma,

yang menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memberi ballikan atau feedback tentang responds murid.[4]

1. C. Aplikasi Teori Bruner Dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:

1. Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan. Misal : untuk contoh mau mengajarkan bentuk bangun datar segiempat, sedangkan bukan contoh adalah berikan bangun datar segitiga, segi lima atau lingkaran.

2. Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep. Misalnya berikan pertanyaan kepada sibelajar seperti berikut ini ” apakah nama bentuk ubin yang sering digunakan untuk menutupi lantai rumah? Berapa cm ukuran ubin-ubin yang dapat digunakan?

3. Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari

jawabannya sendiri. Misalnya Jelaskan ciri-ciri/ sifat-sifat dari bangun Ubin tersebut? 4. Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya. Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan pertanyaan yang dapat memandu si belajar untuk berpikir dan mencari jawaban yang sebenarnya. (Anita W,1995 dalam Paulina panen, 2003 3.16)

Berikut ini disajikan contoh penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar.

1. Pembelajaran menemukan rumus luas daerah persegi panjang?

Untuk tahap contoh berikan bangun persegi dengan berbagai ukuran, sedangkan bukan contohnya berikan bentuk-bentuk bangun datar lainnya seperti, persegipanjang, jajar genjang, trapesium, segitiga, segi lima, segi enam, lingkaran.

a. Tahap Enaktif.

Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi (mengotak atik)objek.

(a)

Untuk gambar a ukurannya: Panjang = 20 satuan , Lebar = 1 satuan

b ukurannya: Panjang = 10 satuan , Lebar = 2 satuan

(10)

b. Tahap Ikonik

Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.

Penyajian pada tahap ini apat diberikan gambar-gambar dan Anda dapat berikan sebagai berikut.

c. Tahap Simbolis

Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi Simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu.

Siswa diminta untuk mngeneralisasikan untuk menenukan rumus luas daerah persegi panjang. Jika simbolis ukuran panjang p, ukuran lebarnya l , dan luas daerah persegi panjang L

maka jawaban yang diharapkan L = p x l satuan

Jadi luas persegi panjang adalah ukuran panjang dikali dengan ukuran lebar.

Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:

1. Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan. 2. Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep. 3. Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya sendiri.

4. Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya.Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan pertanyaan yang dapat memandu si belajar untuk berpikir dan mencari jawaban yang sebenarnya.

5. Tidak semua materi yang ada dalam matematika sekoah dasar dapat dilakukan dengan metode penemuan.

BAB III

ANALISIS

Bruner menjadi sangat terkenal karena dia lebih peduli terhadap proses belajar daripada hasil belajar,metode yang digunakannya adalah metode Penemuan (discovery learning).Discovery learning dari Bruner merupakan model pengajaran yang dikembangkan berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivitas.

(11)

Teori belajar matematika menurut J.S. Bruner tidak jauh berbeda dengan teori J. Piaget. Menurut teori J.S. Bruner langkah yang paling baik belajar matematika adalah dengan melakukan

penyusunan presentasinya, karena langkah permulaan belajar konsep, pengertian akan lebih melekat bila kegiatan-kegiatan yang menunjukkan representasi (model) konsep dilakukan oleh siswa sendiri dan antara pelajaran yang lalu dengan yang dipelajari harus ada kaitannya

Menurut Bruner, agar proses mempelajari sesuatu pengetahuan atau kemampuan berlangsung secara optimal, dalam arti pengetahuan taua kemampuan dapat diinternalisasi dalam struktur kognitif orang yang bersangkutan.Kemampuan tersebut dibagi dalam 3 tahap yaitu, tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik.

DAFTAR PUSTAKA

Mulyati, Psikologi Belajar, Yogyakarta: C.V. Andi Offset. 2005

Nasution, S., Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara. 2000

Simanjutak, Lisnawaty, Metode Mengajar Matematika, Jakarta: PT Rineka Cipta. 1993

Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta. 1998

Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2006

http://www.manmodelgorontalo.com

[1] Prof. Dr. S. Nasution, M.A., Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan

Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara. 2000) hal.7-8

[2] Muhibbin Syah, M.Ed., Psikologi Belajar ,……..hal.110

[3] Dra. Lisnawaty Simanjutak, dkk., Metode Mengajar Matematika (Jakarta: PT Rineka Cipta. 1993) hal.70-71

(12)

Teori Belajar Menurut Piaget, Bruner, dan Vygotsky

Mei 16, 2011 oleh Sulipan

Pada prinsipnya proses belajar yang dialami manusia berlangsung sepanjang hayat, artinya belajar

adalah proses yang terus-menerus, yang tidak pernah berhenti dan terbatas pada dinding kelas. Hal

ini didasari pada asumsi bahwa di sepanjang kehidupannya, manusia akan selalu dihadapkan pada

masalah-masalah, rintangan-rintangan dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam kehidupan

ini. Prinsip belajar sepanjang hayat ini sejalan dengan empat pilar pendidikan universal seperti yang

dirumuskan UNESCO, yaitu: (1) learning to know, yang berarti juga learning to learn; (2) learning to

do; (3) learning to be, dan (4) learning to live together.

Learning to know atau learning to learn mengandung pengertian bahwa belajar itu pada dasarnya

tidak hanya berorientasi kepada produk atau hasil belajar, akan tetapi juga harus berorientasi kepada

proses belajar. Dengan proses belajar, siswa bukan hanya sadar akan apa yang harus dipelajari, akan

tetapi juga memiliki kesadaran dan kemampuan bagaimana cara mempelajari yang harus dipelajari

itu.

Learning to do mengandung pengertian bahwa belajar itu bukan hanya sekedar mendengar dan

melihat dengan tujuan akumulasi pengetahuan, tetapi belajar untuk berbuat dengan tujuan akhir

penguasaan kompetensi yang sangat diperlukan dalam era persaingan global.

Learning to be mengandung pengertian bahwa belajar adalah membentuk manusia yang “menjadi

dirinya sendiri”. Dengan kata lain, belajar untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai individu

dengan kepribadian yang memiliki tanggung jawab sebagai manusia.

Learning to live together adalah belajar untuk bekerjasama. Hal ini sangat diperlukan sesuai dengan

tuntunan kebutuhan dalam masyarakat global dimana manusia baik secara individual maupun secara

kelompok tak mungkin bisa hidup sendiri atau mengasingkan diri bersama kelompoknya.

Proses pembelajaran yang akan disiapkan oleh seorang guru hendaknya terlebih dahulu harus

memperhatikan teori-teori yang melandasinya. Ada beberapa teori belajar yang mendukung

pembelajaran dengan pendekatan inkuiri diantaranya:

1. Teori Piaget

Menurut Piaget perkembangan kognitif pada anak secara garis besar terbagi empat periode yaitu: a)

periode sensori motor ( 0 – 2 tahun); b) periode praoperasional (2-7 tahun); c)periode operasional

konkrit (7-11 tahun); d) periode operasi formal (11-15) tahun. Sedangkan konsep-konsep dasar

(13)

sekumpulan konsep); asimilasi (peristiwa mencocokkan informasi baru dengan informasi lama yang

telah dimiliki seseorang; akomodasi (terjadi apabila antara informasi baru dan lama yang semula tidak

cocok kemudian dibandingkan dan disesuaikan dengan informasi lama); dan equilibrium (bila

keseimbangan tercapai maka siswa mengenal informasi baru).

2. Teori Bruner

Teori belajar Bruner hampir serupa dengan teori Piaget, Bruner mengemukakan bahwa perkembangan

intelektual anak mengikuti tiga tahap representasi yang berurutan, yaitu: a) enaktif, segala perhatian

anak tergantung pada responnya; b) ikonik, pola berpikir anak tergantung pada organisasi

sensoriknya dan c) simbolik, anak telah memiliki pengertian yang utuh tentang sesuatu hal sehingga

anak telah mampu mengutarakan pendapatnya dengan bahasa.

Implikasi teori Bruner dalam proses pembelajaran adalah menghadapkan anak pada suatu situasi

yang membingungkan atau suatu masalah.Dengan pengalamannya anak akan mencoba

menyesuaikan atau mengorganisasikan kembali struktur-struktur idenya dalam rangka untuk

mencapai keseimbangan di dalam benaknya.

3. Teori Vygotsky

Teori Vygotsky beranggapan bahwa pembelajaran terjadi apabila anak-anak bekerja atau belajar

menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan

kemampuannya (zone of proximal development), yaitu perkembangan kemampuan siswa sedikit di

atas kemampuan yang sudah dimilikinya. Vygotsky juga menjelaskan bahwa proses belajar terjadi

pada dua tahap: tahap pertama terjadi pada saat berkolaborasi dengan orang lain, dan tahap

berikutnya dilakukan secara individual yang di dalamnya terjadi proses internalisasi. Selama proses

interaksi terjadi, baik antara guru-siswa maupun antar siswa, kemampuan seperti saling menghargai,

menguji kebenaran pernyataan pihak lain, bernegosiasi, dan saling mengadopsi pendapat dapat

berkembang.

TEORI BELAJAR BERMAKNA AUSUBEL

(14)

jika informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Ausubel (dalam Dahar,1988 :142)Menurut Ausubel, Novak,dan Hanesian ada dua jenis belajar:

1. Belajar bermakna (meaningful learning) 2. Belajar menghafal (rote learning)

Belajar bermakna adalah suatu proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur penertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar .Belajar bermakma terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru dengan konsep yang telah ada sebelumnya. Bila konsep yang cocok dengan fenomena baru itu belum ada maka informasi baru tersebut harus dipelajari secara menghafal. Belajar menghafal ini perlu bila seseoarang memperoleh informasi baru dalam dunia pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan apa yang ia ketahiu sebelumnya.

Menurut Ausubel belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran itu disajikan kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Selanjutnya dimensi kedua menyangkut bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Jika siswa hanya mencoba menghafalkan informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan struktur kognitifnya, maka terjadilah belajar dengan hafalan. Sebaliknya jika siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi baru itu dengan struktur kognitifnya maka yang terjadi adalah belajar bermakna. Nasution 1982:158 menyimpulkan kondisi- kondisi belajar bermakna sebagai berikut :

1. Menjelaskan hubungan atau relevansi bahan- bahan baru dengan bahan- bahan lama. 2. Lebih dahulu diberikan ide yang paling umum dan kemudian hal- hal yang lebih terperinci.

3. Menunjukkan persamaan dan perbedaan antara bahan baru dengan bahan lama. 4. Mengusahakan agar ide yang telah ada dikuasai sepenuhnya sebelum ide yang baru disajikan.

Selanjutnya dikatakan suatu pembelajaran dikatakan bermakna jika memenuhi prasyarat, yaitu:

1. Materi yang akan dipelajari bermakna secara potensial. Materi dikatakan bermakna secara potensial jika materi itu mempunyai kebermaknaan secara logis dan gagasan yang relevan harus terdapat dalm struktur kognitif siswa. 2. Anak yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna sehingga anak tersebut mempunyai kesiapan dan niat dalam belajar bermakna.

(15)

1. Pengatur awal (advance organizer) Pengatur awal dapat digunakan untuk membantu mengaitkan konsep yang lama dengan konsep yang

baru yang lebih tinggi maknanya.

2. Diferensiasi Progregsif

Dalam pembelajaran bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep- konsep. Caranya unsure yang inklusif diperkenalkan terlebih dahulu kemudian baru lebih mendetai Ausubel (Dahar ,1989 :141) ada tiga kebaikan dari belajar bermakna yaitu : a. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat, b. Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi

pelajaran yang mirip

c. Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun

telah terjadi lupa.

(16)

TEORI BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN IPA DI SD

TEORI BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN IPA DI SD

Terdapat empat teori belajar dalam pembelajaran IPA di SD. Diantaranya adalah : 1. Teori Belajar Piaget

(17)

Kita akan membahas satu persatu teori belajar dalam pembelajaran IPA di SD tersebut.

1. TEORI BELAJAR PIAGET

 TEORI PIAGET

Teori Peaget mempunyai nama lengkap Jean Piaget, lahir di Swiss tepatnya di Neuchatel pada tahun 1896.

Perkembangan mental atau kognitif anak terdiri dari beberapa tahapan. Ada empat tahapan perkembangan mental anak secara berurutan, di antaranya adalah :

TAHAP PERKIRAAN

USIA CIRI KHUSUS

Sensori Motor 0 – 2 tahun Kecerdasan motorik (gerak) dunia (benda) yang ada adalah yang tampak tidak ada bahasa pada tahap awal

Pre-Ooperasional

2 – 7 tahun Berpikir secara egosentris alasan-alasan didominasi oleh persepsi lebih banyak intuisi daripada pemikiran logis belum cepat melakukan konsentrasi

Konkret Operasional

7 – 11 atau 12 tahun

Dapat melakukan konservasi logika tentang kelas dan hubungan pengetahuan tentang angka berpikir terkait dengan yang nyata

Pemikiran yang sudah lengkap pemikiran yang proporsional kemampuan untuk mengatasi hipotesis perkembangan idealisme yang kuat

 PENERAPAN TEORI PIAGET DALAM PEMBELAJARAN IPA DI SD

Menurut Piaget, ada sedikitnya tiga hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam merancang pembelajaran di kelas, terutama dalam pembelajaran IPA. Ketiga hal tersebut adalah :

1) Seluruh anak melewati tahapan yang sama secara berurutan ;

2) Anak mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap suatu benda atau kejadian ;

3) Apabila hanya kegiatan fisik yang diberikan kepada anak, tidaklah cukup untuk menjamin perkembangan intelektual anak.

(18)

Guru harus selalu memperhatikan pada setiap siswa apa yang mereka lakukan, apakah mereka melaksanakan dengan benar, apakah mereka tidak mendapatkan kesulitan.

Guru harus berbuat seperti apa yang Piaget perbuat yaitu memberikan kesempatan kepada anak untuk menemukan sendiri jawabanya, sedangkan guru harus selalu siap dengan alternatif jabawab bila sewaktu-waktu dibutuhkan.

Pada akhir pembelajaran, guru mengulas kembali bagaimana siswa dapat menemukan jawaban yang diinginkan.

2. TEORI BELAJAR BRUNER

 TEORI BRUNER

Bruner merupakan salah seorang ahli psikolog perkembangan dan ahli belajar kognitif. Beliau beranggapan bahwa belaar merupakan kegiatan perolehan informasi. Kegiatan pengolahan informasi tersebut meliputi pembentukan kategori-kategori. Di antara kategori-kategori tersebut ada kemungkinan saling berhubungan yang disebut sebagai koding. Teori belajat Bruner ini disebut sebagai teori belajar penemuan.

Ada tiga tahap penampilan mental yang dikemukakan oleh Bruner, yaitu :

Tahap Penampilan Enaktif sejajar dengan Tahap Sensori Motor pada Piaget

Dimana anak pada dasarnya mengembangkan keterampilan motorik dan kesadaran dirinya dengan lingkungannya.

Tahap Penampilan Ikonik sejajar dengan Tahap Pre-Operasional pada Piaget

Pada tahap ini penampilan mental anak sangat dipengaruhi oleh persepsinya, dimana persepsi tersebut bersifat egosentris dan tidak stabil. Mereka belum mengembangkan kontrol pada persepsinya yang memungkinkan mereka melihat dirinya sendiri sengan suatu pola yang tetap.

Tahap Penampilan Simbolik sejajar dengan Tahap Operasi Logis (Formal) pada Piaget

Inti dari tahap penampilan simbolik ini adalah pengembangan keterampilan berbahasa dan kemampuan untuk mengartikan dunia luar dengan kata-kata dan idenya. Anak yang memulai untuk secara simbolik memproses informasi.

(19)

Bruner beranggapan bahwa semenjak kecil secara intuitif, manusia sudah dapat menangkap konsep-konsep IPA.

PENERAPAN MODEL BELAJAR BRUNER DALAM PEMBELAJARAN IPA DI SD

Dalam penerapannya dalam proses pembelajaran di kelas, Bruner mengembangkan model pembelajaran penemuan.

Model ini pada prinsipnya memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh informasi sendiri dengan bantuan guru dan biasanya menggunakan barang yang nyata.

Peranan guru dalam pembelajaran ini bukanlah sebagai seorang pemberi informasi melainkan seorang penuntun untuk mendapatkan informasi.

 CARA PEMBELAJARAN IPA DI SD BERDASARKAN MODEL BRUNER

Guru harus mempunyai cara yang baik untuk tidak secara lansung memberikan informasi yang dibutuhkan oleh siswa. Model pembelajaran ini mempunyai banyak manfaat, antara lain :

1. Pembelajar (Siswa) akan mudah mengingat materi pembelajaran apabila informasi tersebut didapatkan sendiri, bukan merupakan informasi perolehan.

2. Apabila pembelajar telah memperoleh informasi, maka dia akan mengingat lebih lama.

3. TEORI BELAJAR GAGNE

(20)

Model ini menunjukkan aliran informasi dari input ke output. Rangsangan/stimulus dari lingkungan (environtment) mempengaruhi alat-alat indera yaitu (receptor), dan masuk ke dalam sistem syaraf melalui register penginderaan (sensory register). Disini informasi diberi kode, artinya informasi diberi suatu bentuk yang mewakili informasiaslinya dan berlangsung dalam waktu yang sangat singkat. Bagian-bagian ini dimasukkan dalam memori jangka pendek (short term memory) dalam waktu singkat, sekitar beberapa detik saja. Tetapi, informasi dapat diolah oleh internal rehearsal dan disimpan dalam memori jangka pendek untuk waktu yang lebih lama, namun rehearsal juga mampu mentransformasikan informasi itu sekali lagi ke dalam memori jangka panjang (long term memory).

Informasi dari memori jangka pendek atau memori jangka panjang dikeluarkan kembali melalui suatu generator repons (response generator) yang berfungsi mengubah informasi menjadi tindakan.

Model seperti digambarkan di atas juga menunjukkan bagaimana pengendalian internal dari aliran informasi oleh kontrol utama (executice control) dan harapan-harapan (ecpectancies). Menurtu teori Ada beberapa ciri penting tentang belajar, yaitu :

1. Belajar itu merupakan suatu proses yang dapat dilakukan manusia,

2. Belajar menyangkut interaksi antara pembelajar (orang yang belajar) dan lingkungannya, 3. Belajar telah berlangsung bila terjadi perubahan tingkah laku yang bertahap cukup lama selama kehidupan orang itu.

 HASIL BELAJAR MENURUT GAGNE

Ada 5 taksonomi Gagne tentang hasil-hasil belajar meliputi : a) Informasi verbal (verbal information)

Informasi verbal ialah informasi yang diperoleh dari kata yang diucapkan orang, dari membaca, televisi, komputer dan sebagainya meliputi nama-nama, fakta-fakta, prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi.

b) Keterampilan-keterampilan intelektual (intellectual skills)

Kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk representasi, khususnya konsep dan berbagai lambang/simbol (huruf : angka, kata, gambar) Kemahiran intelektual terbagi dalam empat subkemampuan yaitu :

(21)

 Konsep-konsep konkret (concrete concepts)

 Konsep-konsep terdefini (defined conceps)

 Aturan-aturan (rules)

c) Strategi-strategi Kognitif (defined strategies)

Strategi-strategi kognitif adalah kemampuan-kemampuan internal yang terorganisasi. Siswa menggunakan strategi kognitif ini dalam memikirkan tentang apa yang telah dipelajarinya dan dalam memecahkan masalah secara kreatif.

d) Sikap-sikap (attitudes)

Sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi tingkah laku kita terhadap benda-benda, kejadian-kejadian atau makhluk hidup. Sekolompok sikap yang penting ialah sikap-sikap kita terhadap orang lain atau sikap sosial. Dengan demikian maka akan tertanam sikap sosial pada para siswa

e) Keterampilan-keterampilan (motor skills)

Keterampilan motorik tidak hanya mencakup kegiatan fisik, tetapi juga kegiatan-kegiatan fakta, tetapi juga kegiatan-kegiatan-kegiatan-kegiatan motorik yang digabungkan dengan keterampilan intelektual, misalnya : bila berbicara, menulis, atau dalam menggunakan berbagai alat IPA seperti menggunakan pipa kapiler, termometer dan sebagainya.

MENERAPKAN TEORI GAGNE DALAM MENGAJARKAN IPA DI SD

Model mengajar menurut Gagne meliputi delapan langkah yang sering disebut kejadian-kejadian instruksional (instructional events), meliputi :

a) Mengaktifkan motivasi (activating motivation)

b) Memberi tahu pelajar tentang tujuan-tujuan belajar (instructional information) c) Mengarahkan perhatian (directing motivation)

d) Merangsang ingatan (stimulating recall)

e) Menyediakan bimbingan belajar (providing learning guidance) f) Meningkatkan retensi (enhancing retention)

g) Membantu transfer belajar (helping transfer of learning) h) - Mengeluarkan perbuatan (eliciting performance)

(22)

4. TEORI BELAJAR AUSUBEL

 TEORI AUSUBEL (BELAJAR BERMAKNA)

Ausubel adalah seorang ahli psikologi kognitif. Inti dari teori belajarnya adalah belajar bermakna. Bagi Ausubel belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat pada struktur kognitif seseorang.

Peristiwa psikologi belajar bermakna menyangkut asimilasi informasi baru ke dalam pengetahuan yang telah ada dalam struktur kognitif seseorang.

Jadi dapat disimpulkan bahwa menurut Ausubel, belajar bermakna akan terjadi apabila informasi baru dapat dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah terdapat dalam struktur kognitif seseorang.

MENERAPKAN TEORI AUSUBEL DALAM PENGAJARAN IPA

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang telah diketahui oleh siswa. Informasi yang baru diterima akan disimpan di daerah tertentu dalam otak. Banyak sel otak tang terlibat dalam penyimpanan pengetahuan tersebut.

David P. Ausubel menyebutkan bahwa pengajaran secara verbal adalah lebih efisien dari segi waktu yang diperlukan untuk menyajikan pelajaran dan menyajikan bahwa pembelajar dapat mempelajari materi pelajaran dalam jumlah yang lebih banyak.

PRINSIP-PRINSIP YANG DIKEMUKAKAN OLEH AUSUBEL

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang telah diketahui oleh siswadalam mengaitkan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif dikumukakan 2 prinsip oleh Ausubel yaitu :

a) Prinsip Diferensiasi Progresif (progressive differentiation)

Dalam diferensiasi progresif, konsep-konsep yang diajarkan dimulai dengan konsep-konsep yang umum menuju konsep-konsep yang lebih khusus.

(23)

Dalam rekonsiliasi integratif, konsep-konsep atau gagasan-gagasan perlu diintegrasikan dan disesuaikan dengan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya

KETERAMPILAN PROSES DALAM PEMBELAJARAN IPA SD

A. PENGERTIAN

Pengertian keterampilan proses dikaitkan dengan keterampilan fisik dan mental yang terkait dengan kemampuan-kemampuan yang mendasar yang dimiliki, dikuasai dan diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah sehingga para ilmuwan berhasil menemukan sesuatu yang baru (Semiawan, dkk., 1992).

Menurut Esler dan Esler (1984) terdapat 8 keterampilan proses dasar dan 5 keterampilan proses terpadu. Keterampilan proses dasar meliputi :

1. Mengobservasi; 2. Mengklasifikasi; 3. Mengukur ;

4. Mengomunikasikan; 5. Menginferensi; 6. Memprediksi;

7. Mengenal hubungan ruang dan waktu; 8. Mengenal hubungan angka.

Sedangkan Keterampilan proses terpadu atau keterampilan proses terintegrasi meliputi :

1. Keterampilan memformulasikan hipotesis; 2. Menamai variabel;

(24)

Dalam pembahasan kali ini kita hanya akan membahas keterampilan proses dasar yang terdiri dari 8 keterampilan.

1. KETERAMPILAN MENGOBSERVASI

Keterampilan mengobservasi merupakan keterampilan yang dikembangkan dengan menggunakan semua indera yang kita miliki atau alat bantu indera untuk mendapatkan informasi dan mengidentifikasi serta memberikan nama sifat-sifat/karakteristik dari objek atau kejadian. Kegiatan yang dapat dilakukan yang berkaitan dengan kegiatan mengobservasi misalnya menjelaskan sifat-sifat yang dimiliki oleh benda-benda, sistem-sistem, dan organisme hidup. Sifat-sifat yang dimiliki ini dapat berupa tekstur, warna, bau, bentuk, ukuran, dal lain-lain

2. KETERAMPILAN MENGKLASIFIKASI

Keterampilan mengklasifikasi merupakan keterampilan yang dikembangkan melalui latihan-latihan mengkategorikan, menggolongkan, mengatur atau membagi objek/benda/kejadian/informasi berdasarkan sifat/karakteristik yang dimiliki menurut sistem atau metode tertentu.

Skema klasifikasi umumnya digunakan untuk mnegidentifikasi dan untuk menunjukkan persamaan, perbedaan, dan hubungan-hubungannya. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk melatih keterampilan ini misalnya memilih bentuk-bentuk kertas, yang berbentuk kubus, gambar-gambar hewan atau daun-daun berdasarkan sifat umumnya.

3. KETERAMPILAN MENGUKUR

Keterampilan mengukur merupakan keterampilan membuat observasi secara kuantitatif (terhadap standar ukuran tertentu) yang dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan satuan-satuan yang cocok dari ukuran panjang, luas, isi, waktu, berat, massa, dan lain-lain.

Keterampilan mengukur memerlukan kemampuan untuk menggunakan alat ukur secara benar dan kemampuan untuk menerapkan cara perhitungan dengan menggunakan alat-alat ukur.

(25)

Keterampilan mengukur adalah menyampaikan hasil pengamatan yang berhasil dikumpulkan/menyampaikan hasil penyelidikan, yang dapat dikembangkan dengan cara menghimpun informasi dari grafik/gambar yang menjelaskan benda-benda/kejadian-kejadian secara rinci.

Pelatihan untuk kegiatan keterampilan ini dapat berupa latihan membuat dan menginterprestasikan informasi dari grafis, charta, peta, gambar, dan lain-lain.

5. KETERAMPILAN MENGINFERENSI

Keterampilan menginferensi adalah keterampilan membuat kesimpulan sementara dari yang kita observasi dengan menggunakan logika.

Keterampilan ini dapat dikembangkan dengan latihan-latihan yang mengembangkan lebih dari satu rangkaian keadaan yang diobservasi.

Contoh : siswa diajak jalan ke daerah yang banyak ditumbuhi pohon-pohonan kemudian tanyakan apa interferensinya tentang hewan-hewan yang-hewan yang mungkin hidup disekitar pohon-pohonan yang dilihatnya.

6. KETERAMPILAN MEMPREDIKSI

Keterampilan memprediksi adalah keterampilan menduga/memperkirakan/meramal-kan beberapa kejadian/keadaan yang akan datang berdasarkan dari kejadian/keadaan yang terjadi sekarang (yang telah diketahui).

Prediksi didasarkan pada observasi, pengukuran, dan informasi tentang hubungan-hubungan antara variabel yang diobservasi. Prediksi yang tepat dapat dihasilkan dari observasi yang teliti dan pengukuran yang tepat.

Contoh : memprediksi sejauh apa sebuah benda akan berhenti jika benda tersebut dijatuhkan dari berbagai ketinggian.

7. KETERAMPILAN MENGENAL HUBUNGAN RUANG DAN WAKTU

(26)

Proses ini dapat dipecah ke dalam bermacam-macam kategori termasuk bentuk, arah, dan susunan yang berkaitan dengan ruang-waktu, gerak dan kecepatan, kesimetrisan, dan kecepatan perubahan.

8. KETERAMPILAN MENGENAL HUBUNGAN BILANGAN-BILANGAN / ANGKA Keterampilan mengenal hubungan bilangan-bilangan meliputi kegiatan menemukan hubungan kuantitatif di antara data dan menggunakan garis bilangan untuk membuat operasi aritmatik. Menggunakan angka adalah mengaplikasikan aturan-aturan atau rumus-rumus matematik untuk menghitung kauntitas atau menentukan hubungan dari pengukuran dasar.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

(27)

prinsipal bersifat behavioristik dalam arti lebih menekankan timbulnya perilaku jasmaniah yang nyata dan dapat diukur.

Namun seiring dengan kemajuan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan, teori tersebut mempunyai beberapa kelemahan, yang menuntut adanya pemikiran teori belajar yang baru. Dikatakan bahwa, teori-teori behaviorisme itu bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon, sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot, padahal setiap manusia memiliki kemampuan mengarahkan diri (self-direction) dan pengendalian diri (self control) yang bersifat kognitif, dan karenanya ia bisa menolak respon jika ia tidak menghendaki, misalnya karena lelah atau berlawanan dengan kata hati, dan proses belajar manusia yang dianalogikan dengan perilaku hewan itu sangat sulit diterima, mengingat mencoloknya perbedaan karakter fsik dan psikis antara manusia dan hewan. Hal ini dapat diidentifkasi sebagai kelemahan teori behaviorisme.

Dari kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam teori behaviorisme dapat diambil suatu pertanyaan, “Upaya apa yang akan dilakukan oleh para ahli psikologi pendidikan dalam mengatasi kelemahan teori tersebut ?’’Realitas ini sangat penting untuk dibahas dalam makalah ini.

Untuk itu pembahasan makalah ini diangkat untuk mengungkap masalah-masalah tersebut. Berdasarkan tulisan-tulisan dalam berbagai literatur, ditemukan bahwa para ahli telah menemukan teori baru tentang belajar yaitu teori belajar kognitif yang lebih mampu meyakinkan dan menyumbangkan pemikiran besar demi perkembangan dan kemajuan proses belajar sebagai lanjutan dari teori behaviorisme tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

(28)

 Pengertian teori belajar Kognitif

 Tokoh-tokoh (pemikir) dalam teori belajar Kognitif  Implikasi teori belajar Kognitif dalam pendidikan

1.3 Tujuan Penulisan

 Mahasiswa mampu menjelaskan serta menjabarkan pengertian teori

belajar Kognitif.

 Mahasiswa mampu mengetahui tokoh-tokoh teori belajar Kognitif beserta

contoh-contoh pemikirannya.

 Mahasiswa mampu mengetahui serta implikasikan teori belajar kognitif

dalam proses belajar mengajar.

(29)

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Belajar Kognitif

Secara bahasa Kognitif berasal dari bahasa latin ”Cogitare” artinya berfkir.1[1] Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia/satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan.

Sedangkan secara istilah dalam pendidikan Kognitif adalah salah satu teori diantara teori-teori belajar dimana belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh pemahaman. Dalam model ini, tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan, dan perubahan tingkah laku, sangat dipengaruhi oleh proses belajar berfkir internal yang terjadi selama proses belajar.2[2]

Teori belajar ini hadir dan muncul disebabkan para Ahli Psikologi belum puas dengan penjelasan yang teori-teori yang terdahulu. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku seseorang selalu di dasarkan pada kognisi, yaitu suatu perbuatan mengetahui atau perbuatan pikiran terhadap situasi dimana tingkah laku itu terjadi.3[3] Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996) bahwa “Belajar

1[1] Fauziah Nasution, Psikologi Umum, Buku Panduan untuk Fakultas Tarbiyah IAIN SU, 2011, hal : 17

2[2] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran,

Medan :Perdana Publishing, 2011, hal : 32

(30)

adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas”.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas. Objek-objek yang di amatinya dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan, atau lambing yang merupakan sesuatu yang bersifat mental. Misalnya, seseorang menceritakan hasil perjalanannya berupa pengalaman kepada temannya. Ketika dia menceritakan pengalamannya selama dalam perjalanan, dia tidak dapat mennghadirkan objek-objek yang pernah dilihatnya selama dalam perjalanan itu, dia hanya dapat menggambarkan semua objek itu dalam bentuk kata-kata atau kalimat.4[4]

Dari keterangan dan penjelasan di atas dapat pemakalah simpulkan bahwa Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari beberapa tahapan, yaitu ; pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembang kan kemampuan rasional (akal).

2.2 Teori Belajar Koqnitif menurut Jean Piaget

Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetika, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis, yaitu perkembangan system syaraf. Dengan bertambahnya umur maka susunan

(31)

syaraf seseorang akan semakin kompleks dan memungkinkan kemampuannya akan semakin meningkat.5[5] Jean Piaget meneliti dan menulis subjek perkembangan kognitif ini dari tahun 1927 sampai 1980. Berbeda dengan para ahli-ahli psikologi sebelumnya, Piaget menyatakan bahwa cara berpikir anak bukan hanya kurang matang dibandingkan dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan , tetapi juga berbeda secara kualitatif. Menurut penelitiannya juga bahwa tahap-tahap perkembangan individu /pribadi serta perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan belajar individu.6[6]

Piaget mengembangkan teori perkembangan kognitif yang cukup dominan selama beberapa dekade. Dalam teorinya Piaget membahas pandangannya tentang bagaimana anak belajar. Menurut Jean Piaget, dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fsiknya. Pertumbuhan anak merupakan suatu proses sosial. Anak tidak berinteraksi dengan lingkungan fsiknya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial. Akibatnya lingkungan sosialnya berada diantara anak dengan lingkungan fsiknya. Interaksi anak dengan orang lain memainkan peranan penting dalam mengembangkan pandangannya terhadap alam. Melalui pertukaran ide-ide dengan orang lain, seorang anak yang tadinya memiliki pandangan subyektif terhadap sesuatu yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi obyektif.

Proses belajar haruslah di sesuaikan dengan perkembagan syaraf seorang anak, dengan bertambahnya umur maka susunan saraf seorang akan semakin kompleks dan memungkinkan kemampuannya semakin meningkat. Karena itu proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya. Perjenjangan ini bersifat hierarki, yaitu melalui tahap-tahap tertentu sesuai dengan umurnya.

5[5] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran,

Medan :Perdana Publishing, 2011, hal: 33

(32)

Seseorang tidak dapat mempelajari sesuatu yang diluar kemampuan kognitifnya.7[7] Dalam perkembangan intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian Piaget yaitu :

 Struktur, Piaget memandang ada hubungan fungsional antara tindakan

fsik, tindakan mental dan perkembangan logis anak-anak. Tindakan (action) menuju pada operasi-operasi dan operasi-operasi menuju pada perkembangan struktur-struktur.

 Isi, merupakan pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada

respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya.

 Fungsi, Adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat

kemajuan intelektual. Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk mengestimasikan atau mengorganisasi proses-proses fsik atau psikologis menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan. Adaptasi, terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.8[8]

Menurut Pieget, proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu asimilasi, akomodasi dan equilibrasi.

 Asimilasi, adalah proses penyatuan informasi baru ke struktur kognitif

yang sudah ada dalam benak siswa.

 Akomodasi, adalah proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam

situasi baru.

 Equilibrasi, adalah proses penyesuaian berkesinambungan antara

asimilasi dan akomodasi.9[9]

7[7] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran,

Medan :Perdana Publishing, 2011, hal: 33

8[8] Di kutip dari : http://valmband.multiply.com/journal/item/12

9[9] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran,

(33)

Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fsik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.10[10]

Menurut Piaget aspek perkembangan kognitif meliputi empat tahap,11[11] yaitu:

 Sensory-motor (sensori-motor)

Selama perkembangan dalam periode ini berlangsung sejak anak lahir sampai usia 2 tahun, intelegensi yang dimiliki anak tersebut masih berbentuk primitif dalam arti masih didasarkan pada perilaku terbuka. Meskipun primitif dan terkesan tidak penting, intelegensi sensori-motor sesungguhnya merupakan intelegensi dasar yang amat berarti karena ia menjadi pondasi untuk tipe-tipe intelegensi tertentu yang akan dimiliki anak tersebut kelak.

 Pre operational (praoperasional)

Perkembangan ini bermula pada saat anak berumur 2-7 tahun dan telah memiliki penguasaan sempurna mengenai objek permanence, artinya anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat dan tak didengar lagi. Jadi, padangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dari pandangan pada periode sensori-motor, yakni tidak lagi bergantung pada pengamatan belaka.

 Concrete operational (konkret-operasional)

10[10] Di kutip dari : http://meetabied.wordpress.com/2010/03/20/teori-perkembangan-kognitif-piaget//

(34)

Dalam periode konkret operasional ini belangsung hingga usia menjelang remaja, kemudian anak mulai memperoleh tamnbahan kemampuan yang disebut sistem of operations (satuan langkah berfkir). Kemampuan ini berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu dalam sistem pemikirannya sendiri.

 Formal operational (formal-operasional)

Dalam perkembngan formal operasional, anak yang sudah menjelang atau sudah menginjak masa remaja, yakni usia 11-15 tahun, akan dapat mengatasi masalah keterbatasan pemikiran. Dalam pperkembangan kognitif akhir ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan (serentak) maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yakni:

o kapasitas menggunakan hipotesis

o kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak

Dalam dua macam kemampuan kognitif yang sangat berpengaruh terhadap kualiatas skema kognitif itu tentu telah dimiliki oleh orang-orang dewasa. Oleh karenanya, seorang remaja pelajar yang telah berhasil menempuh proses perkembangan formal operasional secara kognitif dapat dianggap telah mulai dewasa.12[12]

2.2.1 Implikasi Teori Pieget untuk Pendidikan

Para pendidik memandang bahwa teori Pieget itucdapat dipakai sebagai dasar pertimbangan guru di dalam menyusun struktur dan urutan mata pelajaran di dalam kurikulum. Hunt mempraktekkan di dalam program pendidikan TK yang menekankan pada perkembangan sensori motoris dan proeperasional.13[13] Misal belajar menggambar, mengenal benda, dan menghitung.

12[12] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta : PT Raja Grafndo Persada, 2003, hal : 26

(35)

Seorang guru yang tidak memperhatikan tahapan-tahapan perkembangan kognitif anak ini akan cenderung menyulitkan siswa. Contoh, mengajarkan konsep-konsep abstrak tentang Shalat kepada sekelompok siswa kelas dua SD, tanpa adanya usaha untuk mengkongkretkan konsep-konsepp tersebut, tidak hanya sia-sia, tetapi justru akan lebih membingungkan siswa.14[14]

Implementasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget Dalam Pembelajaran, adalah :

 Bahasa dan cara berfkir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh

karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfkir anak.

 Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi

lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.

 Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi

tidak asing.15[15]

Teori belajar Piaget dalam aplikasi praktisnya mementingkan keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar, karena hanya dengan melibatkan atau mengaktifkan siswa, maka proses asimilasi dan akoomodasi pengetahuan dapat terjadi dengan baik. Secara umum pengaplikasian teori piaget dalam kegiatan pembelajaran biasanya mengikuti pola berikut :

a. Menentukan tujuan-tujuann instruksional

b. Memilih amteri pelajaran

c. Menentukan topic-topik yang mungkin dipelajari secara aktif oleh siswa

(dengan bimbingan minimum dari guru).

14[14] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran,

Medan :Perdana Publishing, 2011, hal: 35

(36)

d. Menentukan dan merancang kegiatan belajar yang cocok untuk

topic-topik yang akan dipelajari siswa.

e. Mempersiapkan berbagai pertanyaan yang dapat memacu kreativitas

siswa untuk berdiskusi atau bertanya.

f. Mengevaluasi proses dan hasil belajar.16[16]

2.2.2 Kritik terhadap teori Pieget

Kebanyakan ahli psikologi sepenuhnya menerima prinsip-prinsip umum Piaget bahwa pemikiran anak-anak pada dasarnya berbeda dengan pemikiran orang dewasa, dan jenis logika anak-anak itu berubah seiring dengan bertambahnya usia. Namun, ada juga peneliti yang meributkan detail-detail penemuan Piaget, terutama mengenai usia ketika anak mampu menyelesaikan tugas-tugas spesifk.

Pada sebuah studi klasik, McGarrigle dan Donalson (1974) menyatakan bahwa anak sudah mampu memahami konservasi (conservation) dalam usia yang lebih muda daripada usia yang diyakini oleh Piaget. Studi lain yang mengkritik teori Piaget yaitu bahwa anak-anak baru mencapai pemahaman tentang objek permanence pada usia di atas 6 bulan. Balillargeon dan De Tos (1991) 104 anak diamati sampai mereka berusia 18 tahun, dan diuji dengan berbagai tugas operasional formal berdasarkan tugas-tugas yang dipakai Piaget, termasuk pengujian hipotesa. Mayoritas anak-anak itu memang belum mencapai tahap operasional formal. Hal ini sesuai dengan studi-studi McGarrigle dan Donaldson serta Baillargeon dan DeTos, yang menyatakan bahwa Piaget terlalu meremehkan kemampuan anak-anak kecil dan terlalu menilai tinggi kemampuan anak-anak yang lebih tua.17[17]

2.3 Teori Belajar Ausubel

16[16] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran,

Medan :Perdana Publishing, 2011, hal: 35

(37)

Menurut Ausubel belajar haruslah bermakna, materi yang dipelajari diasimilasikan secara non arbitrer dan berhubungan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.18[18] Ausubel seorang psikologist kognitif, ia mengemukakan bahwa yang perlu diperhatikan seorang guru ialah strategi mengajarnya. Sebagai contoh pelajaran berhitung bisa menjadi tidak berhasil jika murid hanya di suruh menghafal formula-formula tanpa mengetahui arti formula-formula itu. Sebaliknya bisa lebih bermakna jika murid diajari fungsi dan arti dari formula-formula tersebut.19[19]

Dalam aplikasinya teori Ausubel ini menuntut siswa belajar secara deduktif (dari umum ke khusus). Secara umum, teori Ausubel ini dapat diterapkan dalam proses pembelajaran melalui tahap-tahap sebagai berikut :

 Menentukan tujuan-tujuan intruksional;

 Mengukur kesiapan peserta didik seperti minat, kemampuan, dan

struktur kognitifnya melalui tes awal, interview, pertanyaan, dan lain-lain;  Memilih materi pelajaran dan mengaturnya dalam bentuk penyajian

konsep-konsep kunci;

 Mengidentifkasikan prinsip-prinsip yang harus dikuasai dari materi itu;

 Menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yang

harus dipelajari;

 Membuat rangkuman terhadap materi yang baru saja disampaikan

dengan uraian yang singkat;

 Membelajarkan peserta didik memahami konsep-konsep dan

prinsip-prinsip yang ada dengan memberikan focus pada hubungan yang terjalin antara konsep yang ada;

 Mengevaluasi proses dan hasil bejar.20[20]

18[18] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran,

Medan :Perdana Publishing, 2011, hal: 35

19[19] Abu Ahmad & Widodo Aupriyono, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 1991, hal : 220

20[20] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran,

(38)

Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut “pengatur kemajuan” (advance organizer) didefenisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. Ada tiga manfaat dari “advance organizer” ini, yaitu :

 Dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi pelajaran

yang akan dipelajari;

 Dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa

yang sedang dipejari siswa saat ini dan dengan apa yang akan dipelajari;  Dapat membantu siswa untuk memahami bahan secara lebih mudah.21

[21]

2.4 Teori Belajar Bruner

Bruner menusulkan teorinya yang disebut free discovery learning. menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika dosen member kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, defenisi, dan sebagainya), melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan. Dengan kata lain siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum. Untuk memahami konsep kejujuran misalnya siswa tidak semata-mata menghafal defenisi kata kejujuran tersebut melainkan dengan mempelajari contoh-contohnya yang konkret tentang kejujuran dan dari contoh itulah siswa dibimbing untuk mendefenisikan kata kejujuran.

Menurut Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang psikologi kognitif, bahwa cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output pendidikan adalah pengembangan program-program pembelajaran yang dapat

(39)

mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada setiap jenjang belajar. Sebagaimana direkomendasikan Merril, yaitu jenjang yang bergerak dari tahapan mengingat, dilanjutkan ke menerapkan, sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur atau prinsip baru di bidang disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang dipelajari.22[22]

Teori belajar Bruner ini dalam aplikasinya sangat membebaskan siswa untuk belajar sendiri. Karena itulah teori Bruner ini dianggap sanagt cenerung bersifat discovery (belajar dengan cara menemukan). Disamping itu karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-pengulangan maka desain yang berulang-ulang ini lazim disebut sebagai kurikulum spiral Bruner. Kurikulum piral menuntut guru untuk member materi pembelajaran setahap-demi setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana suatu materi yang sebelumnyasudah diberikan, suatu saat muncul kembali, secara terintegrasi, di dalam suatu materi baru yang lebih kempleks.23[23]

Dalam teori belajar, Bruner juga berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah:

 Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau

pengalaman baru;

 Tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan

menganalisis pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain;

 Evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap

kedua tadi benar atau tidak.

Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat ditransformasikan . Perlu Anda ketahui, tidak hanya itu saja namun juga ada empat tema pendidikan yaitu:

22[22] Di kutip dari : http://valmband.multiply.com/journal/item/12

23[23] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran,

(40)

 Mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan;

 Kesiapan (readiness) siswa untuk belajar;

 Nilai intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi;

 Motivasi atau keinginan untuk belajar siswa, dan cura untuk

memotivasinya.

Dengan demikian Bruner menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan secara efektif dengan kejujuran intelektual kepada anak, bahkan dalam tahap perkembangan manapun. Bruner beranggapan bahwa anak kecilpun akan dapat mengatasi permasalahannya, asalkan dalam kurikulum berisi tema-tema hidup, yang dikonseptualisasikan untuk menjawab tiga pertanyaan. Berdasarkan uraian di atas, teori belajar Bruner dapat disimpulkan bahwa, dalam proses belajar terdapat tiga tahap, yaitu informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama tidaknya masing-masing tahap dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak informasi, motivasi, dan minat siswa.

(41)

berkembang secara maksimal dan optimal melalui sentuhan proses pendidikan.

Peranan guru menurut psikologi kognitif ialah bagaimana dapat mengembangkan potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik. Jika potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik telah dapat berfungsi dan menjadi aktual oleh proses pendidikan di sekolah, maka peserta didik akan mengetahui dan memahami serta menguasai materi pelajaran yang dipelajari di sekolah melalui proses belajar mengajar di kelas. Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan yang diantaranya : Kognitif. Kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu :

 Pengetahuan (mengingat, menghafal),

 Pemahaman (menginterpretasikan),

 Aplikasi / penerapan (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu

masalah),

 Analisis (menjabarkan suatu konsep),

 Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep

utuh),

 Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode dan sebagainya).

2.5 Teori Belajar Gestalt

Teori Gestalt dikembangkan oleh Kofka, Kohler, dan Wertheimer. Menurut teori Gestalt belajar adalah proses pengembangan insight. Insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian dalam suatu situasi permasalahan. Berbeda dengan teori Behavioristik yang menganggap belajar itu bersifat mekanistis, sehingga mengabaikan atau mengingkari peranan insight. Teori Gestalt justru menganggap bahwa insight adalah inti dari pembentukan tingkah laku.24[24] Peletak dasar teori belajar Gestalt ialah Max Wertheimer sebagai usaha untuk memperbaiki proses belajar denga

24[24] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran,

Referensi

Dokumen terkait

Melaksanakan  Algoritma  berarti  mengerjakan  langkah‐langkah  di  dalam  Algoritma  tersebut.  Pemroses  mengerjakan  proses  sesuai  dengan  algoritma  yang 

Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang menampung sampah yang berasal dari DKI Jakarta (lima zona pembuangan) seluas 85 Ha, dan sampah yang berasal dari Kota

Hasil analisis data dapat diperoleh Terdapat pengaruh Fashion Clothing Involvement secara positif dan signifikan terhadap Recreational Shopper Identity Fakultas Ekonomi dan

Pada Mononchus, letak gigi dorsal dibagian anterior, sedangkan gigi subventral tersusun menjadi dua lapisan yang terletak membujur di sisi rongga mulut, ukuran gigi dorsal lebih

mulai dari kebiasaan, tatacara, sampai adat. Perilaku tak bermoral adalah perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial dikarenakan pelanggaran terhadap rambu-rambu

(Hadis| Riwayat Jama’ah, kecuali Imam Muslim dan Imam Nasa’i).. Terdapat juga penjelasan untuk pelaksanaan pembagian harta warisan yang terkait dengan tidak ditemukannya

berkelompok 250, Dan kontrol 6. Dari analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berpasangan memberikan.. hasil yang lebih baik dari pada model