• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemikiran Pendidikan Islam Menurut Al gh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pemikiran Pendidikan Islam Menurut Al gh"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Konsep Pendidikan Islam Menurut Al-ghazali PENDAHULUAN

Al-Ghozali adalah seorang ulama’ besar yang sebagian beser waktunya dihabiskan untuk memperdalam khazanah keilmuan. Perhatiannya yang sangat besar kepada ilmu menjadikan Al-ghozali sebagai salah satu ulama’ islam yang banyak menelurkan hasil buah pemikirannya kedalam bentuk tulisan yang hingga saat ini masih dapat dipelajari serta dianut oleh sebagian kelompok masyarakat.

Hal ini juga membuat para ahli ilmu baik flosoof agamawanf maupun ahli ilmu kalam dll. Merasa tertangtantang untuk melakukan penelitian terhadap hasil karya Al-Ghozali. Sudah menjadi sebuah kewajaran bahwa ”tak ada manusia yang sempurna”. Demikian halnya dengan Al-Ghozalif walaupun banyak orang yang menganggap membela dan menyatakan bahwa Al-Ghozali merupakan pembela islam(hujjatul islam)f dan menganggap Al-Ghozali adalah manusia muslim kedua setelah nabi Muhammad SAW dalam membawa dan membimbing ummat melalui pemikiran yang masih dan tetap relevan untuk masa-masa kini(kontemporer) namunf tidak sedikit juga orang yang berasumsi bahwa pemikiran Al-Ghozali kadang bersebrangan dengan rasio. Sehingga ada yang menyatakan bahwa Al-Ghozali merupakan sumber dan pangkal kemunduran islamf dan anti intelektualisme.

Terlepas dari pro dan kontra diatasf ternyata Al-Ghozali juga banyak memberikan perhatiannya terhadap masalah-masalah pendidikan. Hal ini dilakukan Al-ghozali mengingat bahwa islam sangat menjunjung tinggi bagi mereka yang memiliki ilmu dan mereka yang dengan sungguh-sungguh mencari ilmu. Pernyataan ini sesuai dengan frman Allahh

*********

niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Al mujadalah. 11

(2)

PEMBAHASAN

A. Sekilas Auto Biograf Al-Ghozali.

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad abu Hamid Al-Ghozali/Ghozzali. Beliau dilahirkan pada tahun 450 H/1058 Mf di desa Ghozalahf Thusiaf wilayah Khurosanf Persia. Atau sekarang yang lebih dikenal negara Iran. Ia juga keturunan Persia dan mempunyai hubungan keluarga dengan raja-raja saljuk yang memerintah daerah Khurosanf Jibal Irakf Jazirahf Persiaf dan Ahwaz.

Al-Ghozali merupakan anak seorang yang kurang mampu. Ayahnya adalah seorang yang jujurf hidup dari usaha mandirif pemintal benang dan bertenun kain bulu (wol). Ayahnya juga sering mengunjungi rumah alim ulama’f hal ini dilakukan ayah karena ia pada dasarnya juga sangat senang menuntutu ilmu serta berbuat jasa kepada mereka.

Dia (Al-Ghozali) adalah pemikir ulung islam yang mendapat gelar “pembela islam”(hujjatul islam)f “hiasan agama”(zainuddin)f ada pula orang yang memanggilnya dengan sebutan”samudra yang menghanyutkan”(bahrun mughriq)f dan lain-lain. Gelar tersebut disenmatkan kepada Al-Ghozali karena ia seorang yang mengabdikan hidupnya pada agama dan masyarakat baik melalui pergaulannya ketika beliau masih hidup dan lewat karya-karyanya.

Kira-kira lima tahun sebelum beliau pulang ke hadirat Allahf beliau kembali ke tempat asalnya di Thusia. Ia mengahabiskan waktunya untuk menuntut dan menyebarkan ilmu. Hal ini terbukti setelah ia kembali ke Thusia beliau membangun sebuah madrasah disamping rumahnya. Beliau juga masih sempat untuk mengajar dan menuangkan gagasan-gagasannya kedalam bentuk tulisan. Al-Ghozali waoat pada hari Seninf tanggal 14 Jumadil al-tsani tahun 505 H/18 Desember1111 M. saat itu usia baru 55 tahun. Dan dimakamkan disebelah tempat khalwatnya. Al-Ghozali meninggalkan 3 orang anak perempuan sedang anak laki-lakinya yang bernama Hamid telah meninggal dunia semenjak kecil sebelum waoatnya (Al-Ghozali)f dan karena anaknya inilahf ia di panggil “Abu Hamid” (bapak si Hamid) .

B. Riwayat Pendidikan Al-Ghozali.

(3)

dengan sebutan Al-Ghozali)f kepada seorang suf (sahabat karib ayahnya). Ayahnya berwasiat kepada sahabatnya untuk memberikan pendidikan kepada kedua anaknya dengan menggunakan harta warisan yang di tinggalkannya. Setelah harta peninggalan ayahnya habis terpakaif tidaklah mungkin bagi sang suf itu untuk menaokahi mereka berduaf karena pada dasarnya ia pun hidup dalam kekurangan. Namunf beliau memberikan masukan agar mereka melanjutkan belajar ke madrasahf salain karena disana mereka bisa mewujudkan cita-cita luhur mereka untuk menjadi orang yang alimf mereka juga akan mendapatkan makan untuk kelangsungan hidup mereka

Bersama saudaranya (Ghozali dan Ahmad) tidak menyia-nyiakan kesempatan emas ini untuk mendapatkan pendidikan yang setinggi-tingginya. Memangf Pada saat itu masalah pendidikan sangat diperhatikanf pendidikan dan biaya hidup para penuntut ilmu di tanggung oleh pemerintah dan pemuka masyarakat. Sehingga tidak mengherankan jika pada saat itu bermunculannya para cendikiawan f baik dikalangan bawahf menengahf sampai elit.

Di dalam madrasah tersebutf Al-Ghozali(seorang anak yang dititipkan tersebut) mempelajari ilmu fqh kepada Ahamad bin Muhammad Ar-Razikani dan mempelajari tasawwuo kepada Yusuo An-Nasajf sampai pada usia 20 tahun. Kemudian Al-Ghozali memasuki sekolah tinggi Nidhomiyyahf dan disinilah ia bertemu dengan imam Haromain.

Proo. Dr. Abu Bakar Aceh mengisahkan sebagai berikut h

“Al-Ghozali mempelajari ilmu fqhf mantiq fdan ushulf dan dipelajarinya antara lainh flsaoat dari risalah-risalah dari ikhwanus shooakarang Al-oarabif Ibnu Miskawaih. Sehingga melalui ajaran-ajaran ahli flsaoat ituf Al-Ghozali dapat menyelami paham-paham Aristothelesdan pemikir Yuunani yang lain. Juga ajaran Imam Syaf’If Harmalahf Jambadf Al-Muhasibif dan lain-lainf bukan tidak membekas pada pendidikan Al-Ghozali. Begitu jugaImam Abu Ali Al-Faramzif bekas murid Al-Qusyairiyang terkenal dan sahabat As-Subkhif besar jasanya dalam mengajar tasawuo kepada Al-Ghozali. Ia juga mempelajari agama-agama lain seperti masehi”.

(4)

bantahan-bantahan terhadap pikiran-pikiran golongan bathiniyyahf ismailliyahf flsaoatf dan lain-lainnya.

C. Pemikiran Al-Ghozali tentang pendidikan

Suatu hal yang menarik dari Al-Ghozali adalah kecintaannya dan perhatiannya yang sangat besar terhadap moralitas dan pengetahuan sehingga ia berusaha untuk mengabdikan hidupnya untuk mengarungi samudra keilmuan. Berangkat dari dahaga akan ilmu pengetahuan serta keinginannya untuk mencapai keyakinan dan mencari hakekat kebenaran sesuatu yang tidak pernah puas. Ia terus melakukan pengembaraan intelektualitasf flsaoatf ilmu kalamf tasawuof dan lain-lain. Inilah sebabnya mengapa pemikiran Al-Ghozali terkadang inkonsisten dan kadang terdapat kita temui kontradiksi-kontradiksi dalam kitabnya. Karena di pengaruhi perkembangan sejak muda sekali dan pada waktu mudanya juga ia sudah banyak menuliskan buah pikirannya.

Dalam kaitannya terhadap pendidikan Al-Ghozali memberi pengertian yang masih global. Selain karena memang dalam kitabnya yang paling Mashur (Ihya’ Ulumuddin) tidak dijelaskan secara rigit tentang pendidikan. sehinggaf kita hanya bisa mengumpulkan pengertian pendidikan menurut Al-Ghozali yang di kaitkan lewat unsur-unsur pembentukan pendidikan yang ia sampaikan h

“sesungguhnya hasil ilmu itu ialah mendekatkan diri kepada Allahf Tuhan semesta alam…”

“… dan inif sesungguhnya adalah dengan ilmu yang berkembang melalui pengajajaran dan bukan ilmu yang tidak berkembang”.

Jika kita perhatikanf pada kutipan yang pertamaf kata “hasil”f menunjukkan prosesf kata “mendekatkan diri kepada Allah” menunjukkan tujuanf dan kata “ilmu” menunjukkan alat. Sedangkan pada kutipan kedua merupakan penjelasan mengenai alatf yakni disampaikannya dalam bentuk pengajaran.

(5)

Melainkan pendidikan harus memiliki rasa emansipatoris. Subuah konsep yang masih saja di dengung-dengungkan oleh pakar ilmu kritis saat ini.

1. Tujuan pendidikan

Tujuan pendidikan menurut al-ghazali harus mengarah kepada realisasi tujuan keagamaan dan akhlakf dengan titik penekanannya pada perolehan keutamaan dan taqarrub kepada Allah dan bukan untuk mencari kedudukan yang tinggi atau mendapatkan kemegahan dunia. Sebab jika tujuan pendidikan diarahkan selaim untuk mendekatkan diri pada Allahf akan menyebabkan kesesatan dan kemundaratan.

Rumusan tujuan pendidikan didasarkan pada frman Allah swtf tentang tujuan penciptaan manusia yaituh

“ Tidaklah Aku jadikan jin dan manusia melainkan agar beribadah kepada-Ku( Q.S. al-dzariath 56)

Tujuan pendidikan yang dirumuskan Al-ghazali tersebut dipengaruhi oleh ilmu tasawuo yang dikuasainya. Karena ajaran tasawuo memandang dunia ini bukan merupakan hal utama yang harus didewakanf tidak abadi dan akan rusakf sedangkan maut dapat memutuskan kenikmatannya setiap saat. Dunia merupakan tempat lewat sementaraf tidak kekal. Sedangkan akhirat adalah desa yang kekal dan maut senantiasa mengintai setiap manusia.

2. Kurikulum pendidikan

Kurikulum disini dimaksudkan adalah kurikulum dalam arti yang sempitf yaitu seperangkat ilmu yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik agar dapat mencapai tujuan yang telah dirumuskan.

Pandangan al-ghazali terhadap kurikulum dapat dilihat dari pandangan mengenai ilmu pengetahuan.

a. Berdasarkan pembidangan ilmu dibagi menjadi dua bidangh 1) Ilmu syari’at sebagai ilmu terpujif terdiri atash

a) Ilmu ushul (ilmu pokok)h ilmu al-qur’anf sunah nabif pendapat-pendapat sahabat dan ijma

(6)

c) Ilmu pengantar (mukaddimah) ilmu bahasa dan gramatika. d) Ilmu pelengkap (mutammimah).

2) Ilmu bukan syari’ah terdiri atash

a) Ilmu terpuji h ilmu kedokteranf ilmu berhitung dan ilmu pustaka.

b) Ilmu yang diperbolehkan (tak merugikan); kebudayaanf sastraf sejarahf puisi. c) Ilmu yang tercela (merugikan)h ilmu tenungf sihir dan bagian-bagian tertentu dari flsaoat.

b. Berdasarkan objekf ilmu dibagi menjadi tiga kelompok.

1) Ilmu pengetahuan yang tercela secara mutlakf baik sedikit maupun banyak seperti sihirf azimatf nujum dan ilmu tentang ramalan nasib.

2) Ilmu pengetahuan yang terpujif baik sedikit maupun banyakf namun kalau banyak lebih terpujif seperti ilmu agama dan tentang ilmu beribadat.

3) Ilmu pengetahuan yang kadar tertentu terpujif tetapi jika mendalaminya tercelaf seperti dari sioat naturalisme.

c. Berdasarkan setatus hukum mempelajari yang dikaitkan dengan nilai gunanya dan dapat digolongkan kepadah

1. oardu ‘ainf yang wajib dipelajari oleh setiap individuf ilmu agama dan cabang-cabangnya.

2. oardu kioayahf ilmu ini tidak diwajibkan kepada setiap muslimf tetapi harus ada diantara orang muslim yang mempelajarinya. Dan jika tidak seorangpun diantara kaum muslimin dan kelompoknya mempelajari ilmu dimaksudf maka mereka akan berdosa. Contohnya; ilmu kedokteranf hitungf pertanian dll.

3. Pendidik

(7)

sengatan api neraka duniaf sedangkan pendidik menyelamatkannya dari sengatan api neraka di akhirat.

4. Metode Dan Media

Mengenai metode dan media yang dipergunakan dalam proses pembelajaranf menurut al-ghazali harus dilihat secara psikologisf sosiologisf maupun pragmatis dalam rangka keberhasilan proses pembelajaran. Metode pengajaran tidak boleh monotonf demikian pula media atau alat pengajaran.

Prihal kedua masalah inif banyak sekali pendapat al-Ghazali tentang metode dan media pengajaran. Untuk metodef misalnya ia menggunakan metode mujahadah dan riyadhahf pendidikan praktek kedisiplinanf pembiasaan dan penyajian dalil naqli dan aqli serta bimbingan dan nasihat. Sedangkan media/alat beliau menyetujui adanya pujian dan hukumanf disamping keharusan menciptakan kondisi yang mendukung terwujudnya akhlak mulia.

5. Proses Pembelajaran

mengenai proses pembelajaranf al-ghazali mengajukan konsep pengintegrasian antara materif metode dan media atau alat pengajarannya. Seluruh komponen tersebut harus diupayakan semaksimal mungkinf sehingga dapat menumbuh kembangkan segala potensi ftrah anakf agar nantinya menjadi manusia yang penuh dengan keutamaan. Materi pengajaran yang diberikan harus sesuai dengan tingkat perkembangan anakf baik dalam hal usiaf integrasif maupun minat dan bakatnya. Jangan sampai anak diberi materi pengajaran yang justru merusak akidah dan akhlaknya. Anak yang dalam kondisi tarao akalnya belum matangf hendaknya diberi materi pengajaran yang dapat mengarahkan kepada akhlak mulia. Adapun ilmu yang paling baik diberikan pada tarao pertama ialah agama dan syari’atf terutama al-Qur’an. Begitu pula metode/media yang diterapkan juga harus mendukung; baik secara psikologisf sosiologisf maupun pragmatisf bagi keberhasilan proses pengajaran.

D. Konsep Al-Ghozali Tentang Peserta Didik

(8)

pendidikan oormal maka bahasa peserta didik terbebani hanya bagi mereka yang melaksanakan pendidikan di lembaga pendidikan sekolah.

Pemikiran Al-Ghozali yang sangat luas dan memadukan antara dua komponen keilmuanf sehingga menghantarkan pemahaman bahwa konsep peserta didik menurutnya peserta didik adalah manusia yang ftrah.

Konsepnya berlandaskan pemahamannya terhadap menaosirkan frman Allah pada surat Ar-Rum ayat 30.

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) ftrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut ftrah itu. tidak ada peubahan pada ftrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Dan hadis Nabi; “ Nabi Muhammad SAW. Telah bersabdah setiap manusiaf dilahirkan dalam keadaan ftrahf hanya kedua orang tuanya yang menjadikan ia yahudif atau nasranif ataaupun majusi.” (H.R. Muttaoaq ‘alaih dari Abu Hurairo) . Secara bahasa Kata ftrah berasal dari kata “oathara” (menciptakan)f sama dengan kata “khalaqa”. Jadi kata ftrah merupakan (isim masdar) yang berarti ciptaan atau sioat dasar yang telah ada pada saat diciptakannya manusia “asal kejadian”.

Adapun kaitannya terhadap peserta didikf bahwa ftrah manusia mengandung pengertian yang sangat luas. Al-Ghozali menjelaskan klasifkasi ftrah dalam beberapa pokok sebagai berikuth

1. Beriman kepada Allah.

2. Kemampuan dan kesedian untuk menerima kebaikan dan keturunan atau dasar kemampuan untuk menerima pendidikan dan pengajaran.

3. Dorongan ingin tahu untuk mencari hakikat kebenaran yang merupakan daya untuk berfkir.

4. Dorongan biologis yang berupa syahwat dan ghodlob atau insting.

(9)

Dengan demikian konsep ftrah yang diletakkan Al-Ghozali dalam memahami peserta didik masih memiliki relevansi dengan dunia pendidikan modern dalam hal sioat-sioat pembawaanf keturunan dan insting manusia.

Hanya sajaf dalam hal ini pandangan Al-Ghozali lebih terkonsentrasi pada nilai moralf belajar merupakan salah satu bagian dari ibadah guna mencapai derajat seorang hamba yang tetap dekat (taqarrub) dengan khaliknya. Maka dari ituf seorang peserta didik harus berusaha mensucikan jiwanya dari akhlak yang tercela.

Selanjutnya syarat yang mendasar bagi peserta didik seperti diatas mendorong kepada terwujudnya syarat dan sioat lain sebagai seorang peserta didikf syarat-syarat tersebut antara lain h

1. Peserta didik harus memuliakan pendidik dan bersikap rendah hati atau tidak takabur. Hal ini sejalan dengan pendapat al- ghazali yang menyatakan bahwa menuntut ilmu merupakan perjuangan yang berat yang menuntut kesungguhan yang tinggi dan bimbingan dari pendidik.

2. Peserta didik harus merasa satu bangunan dengan peserta didik lainnya dan sebagai satu bangunan maka peserta didik harus saling menyayangi dan menolong serta berkasih sayang sesamanya.

3. Peserta didik harus menjauhi diri dari mempelajari berbagai madzhab yang dapat menimbulkan kekacauan dalam pikiran

4. Peserta didik harus mempelajari tidak hanya satu jenis ilmu yang bermanoaatf melainkan ia harus mempelajari berbagai ilmu lainnya dan berupaya sungguh-sungguh mempelajarinya sehingga tujuan dari setiap ilmu tesebut tercapai. Drs. Abidin ibnu Rusynf dalam bukunya menjelaskan syarat-syarat yang seharusnya dipenuhi oleh pesert didik dengan mengacu dari pemahaman pemikiran Al-Ghozali sebagai berikut h

a. Belajar merupakan proses jiwa. b. Belajar menuntut konsentrasi

c. Belajar harus didasari sikap tawadhu’

(10)

e. Belajar harus mengetahui nilai dan tujuan ilmu pengetahuan yang di pelajari o. Belajar secara bertahap

g. Tujuan belajar untuk berakhlakul karimah

E. Hadiah Dan Hukuman Menurut Pandangan Al-Ghozali.

Sebelum lebih jauh dalam membahas masalah hadiah dan hukumanf Al-Ghozali membagi alat pendidikan langsung menjadi dua komponen; alat pendidikan preventio dan alat pendidikan kuratio. Namun pembahasan tentang hadiah dan hukuman hanya kita batasi pada alat pendidikan kuratio. Karena keduanya termasuk dalam kategori alat pendidikan kuratio.

Dalam alat pendidikan langsung kuratio Al-Ghozali mengkalsifkasikannya lagi menjadi beberapa kategori sebagai berikut h

1. Peringatan. 2. Teguran. 3. Sindiran. 4. Ganjaran danf 5. Hukuman.

Seperti yang telah dijelaskan pada subtema diatasf pembahasan hanya mengenai hadiah dan hukuman makaf yang akan kita kaji hanya pada alat pendidikan kuratio yang pada urutan keempat (ganjaran/hadiah) dan kelima(hukuman).

1. Ganjaran Atau Hadiah.

Ganjaran atau hadiah menjadi salah satu alat pendidikan yang diberikan kepada peserta didik sebagai imbalan atas prestasi atau tugas yang tela ia selesaikan dengan baik sehingga hasil yang diharapkan oleh pendidik tercapai.

Dalam hal ini al-Ghozali menjelaskan sebagai berikut h

(11)

Dari keterangan diatas dapat dipahami bahwa menurut Al-Ghozali ada tiga macam ganjaran yang di berikan kepada peserta didikf yaituh

a. Penghormatan (penghargaan)f baik menggunakan kat-kata maupun isyarat. Adapun yang dimaksud dengan penghormatan lewat kata-kataf misalnyaf ucapan baikf bagus sekalif pintarf dan kata-kata lain yang mengandung makna penghormatan. Selanjutnyaf penghormatan dengan cara isyaratf bisa sepertif menganggukkan kepalaf mengacungkan jempolf tepuk tanganf menepuk bahu dan lain-lain.

b. Hadiahf yaitu ganjaran yang berupa pemberian sesuatu/ materi yang bertujuan untuk menggembirakan hati anak. Hadih tidak perlu berupa barang yang mahal harganya yang penting pantas saja. Sebaiknya hadiah jangan terlalu sering diberikanf dan hanya melihat kondisi yang pantas sajaf misalnya pada anak yang orang tuanya kurang mampu tapi berprestasi.

c. Pujian di hadapan orang banyak.

Hadiah yang berupa pujian ini dapat diiberikan dihadapan teman-teman sekelas satu sekolahan ataupun di hadapan teman-teman dan orang tua/wali muridf seperti pada waktu penerimaan rapor atau kenaikan kelas.

Pada dasarnya f secara didaktisf ganjaran/hadiah ataupun beserta segala macamnya yang dibahas oleh Al-Ghozali tersebutf telah menjadi acuan dan anutan oleh pakar ahli pendidikan. Bahkan menurut istilah didaktikf hadiah sebagai “oungsi reinoorcement” atau oungsi penguatan yang akan lebih mendorong peserta didik untuk lebih giat dan meningkatkan prestasi yang pernah ia capai.

2. Hukuman.

Hukuman ialah suatu perbuatan sadar dan sengaja menjatuhkan nestapa pada orang lain dengan tujuan untuk memperbaiki atau melindungi dirinya sendiri dari kelemahan jasmani dan rohanifsehingga terhindar dari segala macam pelanggarran (H. Marsal HMTfDKKf1977f50).

(12)

aqir apabila teguranf peringatanf odan nasihat-nasihat belum bisa mencegah anak melakukan pelaggaran.

Demikian itu harus melalui proses untuk memberi hukuman yang secara terinci dijelaskan oleh Al-Ghazali h

“kalau anak itu satu kali menyimpang dari budi dan perbuatan baik tersebut dalam satu keadaanf maka sebaiknya orang tua pura-pura lupa dari hal itu dan tidak membuka rahasianyaf tidak menjelaskan sianak bahwa tergambarlah keberanian orang lain untuk melakukan perbuatan seperti itu. Sianak itu itu sendiri akan menutup rahasia dirinya dengan sungguh-sungguhf sebab membuka rahasia yang demikianf mungkin menyebabkan ia berani (berbuat kagi) sampai ia tidak dipedulikan lagi biarprpun dibukakan rahasianya”.

Pada tahap pertamaf anak diberi kesempatan untuk memperbaiki sendiri kesalahannyaf sehingga ia mempunyai rasa kepercayaan terhadap dirinya kemudian ia merasakan akibat perbuatannya tersebut. Akhirnya ia sadar dan insao terhadap kesalahannya dan berjanji dalam hatinya tidak akan mengulangi kesalahannya.

Apabila dalam tahap pertama ini belum berhasil maka dilanjutkan tahap yang keduaf yaitu berupa teguranf peringatanf dan nasihat-nasiahat sebagaimana penjelasan Al-Ghazali .

“maka dalam tindakan yang demikian kalau sianak masih kembali lagi berbuat tidak baik untuk kedua kalinyaf maka sebaiknya ia tegur dengan sembunyi dan persoalan itu dianggap besar (akibatnya) terhadap anak itu. Kepadanya dikatakan awas setelah ini enggkau jangan berbuat sepertti ini lagi yaf kalau sampai ketahuan engkau berbuat demikianf rahasiamu akan diberitahukan kepada orang banyak. Selanjutnyya setiap kali orang tua menegur anakf janganlah anyak bicara dengan hal inif sebab banyak bicara disini akan menyebabkan sianak enteng mendengar celaanf menganggap mudah mmelakukan kejahatan-kejahatan dan perkataan (nasihat) itu tidak meresap dalam hati si anak”.

(13)

KESIMPULAN

Pendidikan merupakan jalan utama untuk mendekatkan diri kepada Allah. Secara sepintas bila melihat tujuan pendidikan diatasf terkesan bahwa pendidikan yang diharapkan Al-Ghozali hanya bersioat ukhrowi. Akan tetapi jika dikaji lebih mendalamf pendidikan menurutnya tidak hanya bersioat ukhrowif bahkan ia mengatakan dunia merupakan manioestasi menuju ke masa depan.

Berangkat dari pemahaman tersebut dapat disimpulkan juga konsep peserta didik. Menurutnyaf peserta didik sebaiknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikuth

a. Belajar merupakan proses jiwa. b. Belajar menuntut konsentrasi

c. Belajar harus didasari sikap tawadhu’

d. Belajar bertukar pendapat hendaklah telah mantap pengetahuan dasarnya. e. Belajar harus mengetahui nilai dan tujuan ilmu pengetahuan yang di pelajari o. Belajar secara bertahap

g. Tujuan belajar untuk berakhlakul karimah.

Begitu juga pemikirannya terhadap pemberian hadiah dan hukumanf seyogyanya seorang pendidik tidak memberikannya atas dasar sayang dan benci akan tetapif seorang dalam memberikan hadiah dan hukuman sebaiknnya melihat dari sisi proses yang dilakukan oleh peserta didik yang nantinya pemberian hadiah dan hukuman tersebut di berikan atas tahapan dan kondisi. DAFTAR PUSTAKA

Drs. Abidin ibnu Rusynf Pemikiran Al-Ghozali Tentang Pendidikanf pustaka pelajarf celaban timurf UH III/548f Yogyakarta.54

Proo. Dr. H Ramayulisf Dr. Hf Nizar Samsulf M.Af Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islamf Quantum Teachingf Ciputatf 2005.

(14)

Tujuan

I. Pendahuluan

Pembahasan tentang ilmu pendidikan tidak mungkin terbebaskan dari obyek yang menjadi sasaranyaf yaitu manusia. Manusia adalah mahkluk pedagogikf yaitu makhluk yang membawa potensi dapat didik dan mendidikf sehingga mampu menjadi khalioah di bumif sebagai pendukung dan pengembang kebudayaan.[1]

Hal ini dapat dioahami karena Allah swt melengkapi manusia dengan akal dan perasaan yang memungkinnya menerima dan mengembangkan ilmu pengetahuanf dan membudayakan ilmu yang dimilikinya. Ini membuktikan bahwa kedudukan manusia sebagai makhluk yang mulia itu adalah karena (1) akal dan perasaanf (2) ilmu pengetahuan dan (3) kebudayaanf yang semuanya dikaitkan dengan pengabdian pada sang panciptaf Allah swt.[2]

(15)

namun perkembangan itu tidak akan maju kalau tidak melalui proses tertentu yaitu proses pendidikan.

Pendidikan Islam berarti pembentukan pribadi muslimf isi mulsim itu adalah pengamalan sepenuhnya ajaran Allah dan rasulNya. Dan hal ini tidak bisa dicapai tanpa adanya proses pengajaran dan pendidikan.

Dari pengertian tersebut tergambar jelas sesuatu yang diharapkan terwujud setelah orang mengalami pendidikan islam secara keseluruhanf yaitu terbentuknya kepribadian manusia yang utuh rohani dan jasmani. Hal ini mengandung pengertian bahwa pendidikan islam itu diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi diri sendirif masyarakat serta pengamalan ajaran islam dalam berhubungan kepada Allah dan manusia.

II. Kajian Pustaka a. Biograf al-Ghazali

Tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesaif maka dalam pendidikan karena merupakan suatu usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatanf tujuannya pun bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statisf tetapi ia merupakan keseluruhan dari kepribadian seseorangf berkenaan dengan seluruh aspek keidupanya.

Tujuan pendidikan secara umum yaitu menjadikan peserta didik dari yang tidak bisa menjadi bisaf dari yang tidak tahu menjadi tahu. Sedangkan bila kita merujuk pada tujuan pendidikan di negara kita seperti yang tercantum dalam undang-undang nomor 12 tahun 1954f terutama pasal 3 dan pasal 4 yang berbunyi sebagai berikut ;

Pasal 3 h

Tujuan pendidikan dan pengajaranf ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.

(16)

Pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas asas-asas yang termaktub dalam pancasila undang-undang dasar Negara Republik Indonesia dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia.

Sejalan dengan perkembangan sejarah dan pembangunan Negara dan bangsa Indonesiaf maka rumusan tentang tujuan pendidikan seperti tercantum dalam undang-undang nomor 12 tahun 1954 mengalami perubahan meskipun esensinya adalah sama.

Dalam GBHN 1983-1988 tujuan pendidikan dinyatakan sebagai berikut.

Pendidikan nasional berdasarkan pancasilaf bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan yang Mahaesaf kecerdasan dan ketrampilanf mempertinggi budi pekertif memperkuat kepribadianf dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

Pendidikan islam itu berlangsung seumur hidupf maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini berakhir

III. Pembahasan

Rumusan tujuan pendidikan harus beorientasi pada tujuan dan tugas hidup manusiaf yaitu sebagai hamba dan wakil Allah dimuka bumi. Sehingga melalui pendidikanf diharapkan seseorang akan mencapai kesadaran pemikiran yang mampu menjamin kesejatian dirinya (being) dalam mengemban amanatnya sebagai abdullah (hamba Allah) dan khalioatullah (wakil Allah) di muka bumi ini untuk menjaga dan sekaligus memakmurkannya.[3]

Al-Ghazali mengemukakanf tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWTf bukan untuk mencari kedudukan yang menghasilkan uang. Karena jika tujuan pendidikan diarahkan bukan pada mendekatkan diri kepada Allah SWTf akan dapat menimbulkan kedengkianf kebencianf dan permusuhan. (Abuddin Nata h 2005h212 ).

Dalam kitab Ihya’ ‘Ulum al-Addin dijelaskan bahwah

(17)

Hasil dari ilmu sesungguhnya ialah mendekatkan diri kepada Allahf Tuhan semesta alam.[4]

ميلعتلاب درملا وهو ةدعسملا ةدومحملا اقلأا ىلإ مهداشرإو ةكلهملا ةمومذملا اقلأا نع سانلا سوفنلا بي ذهتو ملعلا ةدافإ

Memoaidahkan ilmu dan membersihkan jiwa manusia dari perangai tercela dan lalu menunjukkan mereka kepada perangai (akhlak) yang terpuji dan menjadikan bahagiaf itulah yang dimaksud pengajaran.[5]

لجوزع ل نم برقلا ىلإ هتقايسو هريهnتو هتيلجتو هليمكتب لغتشم ملعملاو

Seorang pendidik sibuk memperbaikif membersihkanf menyempurnakan dan mengarahkan hati agar selalu dekat kepada Allah swt.[6]

Seorang guru dan pelajar memang hendaknya mendahulukan kebersihan jiwa dari akhlak yang rendah. Makaf selama bathin tidak dibersihkan dari hal-hal yang kejif ia pun tidak akan menerima ilmu yang bermanoaat dalam agama dan tidak diterangi dengan cahaya ilmu.[7]

Jika kita perhatikan kutipan di atasf kata “hasil” menunjukkan prosesf kata “mendekatkan diri kepada Allah” menunjukkan tujuanf dan kata “ilmu” menunjukkan alat. Sedangkan pada kutipan kedua merupakan penjelasan mengenai alatf yakni disampaikan dalam bentuk pengajaran. Oleh karena ituf orang dapat mendekatkan diri kepada Allah setelah memperoleh ilmu pengetahuanf sedangkan pengetahuan itu sendiri tidak akan diperoleh manusia kecuali melalui pengajaran. Sedangakan inti dari pengajaran adalah pembinaan mental dan pembersihan jiwa. Dengan harapan akan membuahkan perbaikan moral dan taqwa bagi diri individu atau kesalehan individual yang akhirnya akan menyebar di tengah-tengah manusia atau terbentuknya kesalehan sosial. Sehingga pendidikan dalam prosesnya haruslah mengarah kepada usaha mendekatkan diri kepada Allah dan kesempurnaan insanif mengarahkan manusia untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu bahagia dunia dan akhirat. Hal ini sejalan dengan tujuan hidup manusia menurut Al-Ghazalif yaituh

زععع ل ىلإ ةلععصوملا ةععللا يهو ةرععلخل ةعععرزم ايaدععلا نإف ايaدلا ماظنبينب إ نيدلل ماظنبيa و ايaدلاو نيدلا يف ةعومجم لل,لا دصاقم نأ انطوو ارقتسم اهذ,تي نمل زنمو ةلآ اهذ,تلا نمل لجو

(18)

wa Jalla bagi orang yang mengambilnya (dunia) sebagai alat dan persinggahanf bukan bagi orang yang menjadikannya sebagai tempat menetap dan tanah air. [8]]

Dari uraian di atasf dapat dipahami bahwa Al-Ghazali secara eksplisit menempatkan dua hal penting sebagai orientasi pendidikan; (a) mencapai kesempurnaan manusia untuk secara kualitatio mendekatkan diri kepada Allah Swt.; (b) mencapai kesempurnaan manusia untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kebahagiaan dunia akhirat merupakan sesuatu yang paling esensi bagi manusia. Kebahagiaan dunia dan akhirat memiliki nilai universalf abadi dan lebih hakiki. Sehingga pada akhirnya orientasi kedua akan sinergis bahkan menyatu dengan orientasi yang pertama. Dengan demikianf Al-Ghazali dalam merumuskan tujuan pendidikan sesuai dengan orientasi tujuan hidup manusia secara makrof yaitu kebahagian hidup di dunia dan di akhirat.

Al-Ghazali juga menjelaskanf bahwa manusia untuk beramal harus melalui beberapa tahapanf yang salah satunya yaitu; pengetahuan (ilmu). Memang kenyataannya demikianf manusia untuk melaksanakan tugasnya sebagai khalioah mutlak membutuhkan pengetahuan kemudian dinternalisasikan dalam dirinya utntuk selanjutnya diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga sangat relevan jika Al-Ghazali menegaskan bahwah

ملعلا وهو ةرلأاو ايaدلا ىف عةداعسلا ,لصأف لمعلا ةيفيكب ملعلاب إ لمعلا ىلإ لصوتي و لمعلاو ملعلاب إ اهيلإ لصوتي نلو

Manusia tidak akan mencapai tujuan hidupnya kecuali melalui ilmu dan amal. Dan tidak akan beramal kecuali dengan mengetahui cara pelaksanaan amalf dengan demikian pangkal kebahagian di dunia dan akhiratf sebagai tujuan hidup adalah ilmu.[9]

(19)

ilmu pengetahuanf baik yang oardu ‘ain maupun oardu kioayah. Dengan kemampuan yang diperoleh dari ilmu pengetahuan tersebutf kita akan melaksanakan tugas keduniaan secara prooessional.

IV. Kesimpulan

Untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat manusia harus melalui bebrapa tahapan salah satunya pendidikan dan pengajaran untuk memperoleh pengetahuan (ilmu) yang kemudian dijadikan alat untuk mencapai tujuan tersebutf oleh karena itu tujuan pendidikan jangka panjang menurut al-Ghazali adalah merupakan proses mendekatkan diri kepada tuhannya.

Seorang pencari ilmu hendaknya mempunyai niat yang lurus yaitu untuk mencari keridhaan Tuhannyaf bukan untuk mencari kedudukan di duniaf karena dapat menjadikan ia bertambah jauh dengan Tuhannya.

Oleh karena itu tujuan pendidikan menurut al-Ghazali sesuai dengan orientasi tujuan hidup manusia secara makro yaitu untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali-Ghazalif Mukhtashar Ihya Ulumuddinf diterjemahkan oleh Zaid Husein al-Hamidf Ringkasan Ihya Ulumuddinf (Jakarta; Pustaka Amanif 1995).

(20)

Tim Dosen IAIN Sunan Ampel Malangf Dasar-dasar Kependidikan Islamf Suatu Pengantar Ilmu Pendidikan Islam (Surabayah Karya Abditamaf 1996)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dari uji beda rata-rata dinyatakan alih fungsi lahan memiliki dampak negative terhadap perubahan produksi padi sawah di daerah penelitian berarti

(1) Hasil evaluasi dan penilaian kelayakan calon Varietas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 oleh TPV disampaikan kepada Penyelenggara Pemuliaan dalam jangka

Hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika siswa kelas VIII-A SMPN 1 Montong Gading tahun pelajaran 2017/2018 mengalami peningkatan pada setiap siklus dengan

Salah satu airport lounge di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta adalah Saphire Lounge milik PT Angkasa Pura Solusi yang merupakan anak perusahaan dari PT

Constitutional Complaint oleh Mahkamah Konstitusi dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya: melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Pengujian aktivitas antioksidan pada masing-masing sampel ekstrak daun Dewandaru (Eugenia uniflora L.) secara kualitatif dilakukan menggunakan KLT dengan menggunakan fase

Manfaat penelitian ini secara teoritis adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran penggunaan metode diskusiuntuk meningkatkan rasa tanggung jawab, prestasi belajar siswa,

Pemahaman materi oleh siswa tersebut, ditunjukkan pada saat guru memberikan tugas pada siswa untuk mendiskripsikan tentang apa manfaat memiliki motivasi belajar,