• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LUAS TANGKAP REFLEKTOR TERHADAP KINERJA KOMPOR TENAGA SURYA TIPE PARABOLIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH LUAS TANGKAP REFLEKTOR TERHADAP KINERJA KOMPOR TENAGA SURYA TIPE PARABOLIK"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

ABSTRAK 

PENGARUH LUAS TANGKAP REFLEKTOR TERHADAP KINERJA KOMPOR TENAGA SURYA TIPE PARABOLIK

Oleh

AFRIS RAMADHI

Salah satu solusi yang dilirik sekelompok peneliti untuk mencari solusi alternatif

mengatasi krisis energi yang terjadi di Indonesia adalah pemanfaatan energi

matahari. Pemanfaatan energi surya ini dapat dilakukan secara termal maupun

melalui energi listrik. Pemanfaatan secara termal dapat dilakukan secara langsung

dengan membiarkan objek pada radiasi Matahari, atau menggunakan peralatan

yang mencakup kolektor dan konsentrator surya. Untuk memanfaatkan energi

matahari dalam keperluan memasak dapat digunakan kompor energi surya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh luas terhadap kinerja kolektor

tenaga surya tipe parabolic dalam memasak air. Penelitian dilakukan dengan

menggunakan 3 luas tangkap radiasi matahari yang berbeda, dengan massa awal

air 2 kg parameter yang diukur adalah massa air, perubahan suhu, intensitas

radiasi matahari serta lama waktu perebusan. Radiasi matahari diukur

menggunakan lux meter yang dikalibrasi dengan actinograp. Hasil penelitian

menunjukan luas tangkap kolektor sangat berpengaruh pada kinerja kompor

tenaga surya, semakin besar luas tangkap kolektor maka semakin tinggi suhu yang

70oC. Efisiensi termal pada kompor tenaga surya ini pada luas tangkap 2 m2

sebesar 13,89%, pada luas tangkap 4 m2 sebesar 7,33%, pada luas tangkap 6 m2 sebesar 7,81%

ABSTRACT

EFFECT OF REFLECTOR SIZE ON THE PERFORMANCE OF PARABOLIC SOLAR COOKER

BY

AFRIS RAMADHI

One solution that glimpsed by a group of researchers to look for alternative

solutions to overcome the energy crisis that occurred in Indonesia is the utilization

of solar energy. Utilization of this solar energy can be conducted thermally or

through electrical energy. Thermal utilization can be conducted directly by letting

the object to the radiation of the Sun, or using equipment which includes solar

collectors and concentrators. To take advantage of the sun's energy for cooking

solar energy cooker can be used. The purpose of this study is to determine the

effect of broad on the performance of solar collector parabolic type to cook water.

The study was conducted by using 3 different size of solar radiation, with initial

mass of 2 kg of water. Parameters to be analized mass of water, changes of

temperature, solar radiation intensity and the including change of boiling time.

Solar radiation was measured using lux meter which calibrated with actinograph.

The results showed that collector size affected the performance of solar cooker,

the large the size of collector the higher temperature generated, from the initial

temperature of 28oC with a mass of 2 kg of water at 6 m2 of collector size became

13.89%, at 4 m2 of collector size was 7.33%, and at 6 m2 of collector size was

7.81%.

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat

dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Pengaruh Luas Tangkap Reflektor Terhadap Kinerja

Kompor Tenaga Surya Tipe Parabolik”,adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknik Pertanian di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku Pembimbing Akademik serta

selaku Ketua Jurusan Teknik Pertanian Universitas Lampung yang telah

membimbing dalam menyelesaikan skripsi.

2. Bapak Ir. Budianto Lanya, M.T., selaku Pembimbing 2 Skripsi atas

bimbingan dalam menyelesaikan skripsi

3. Dr. Ir. Tamrin, M.S. selaku Pembahas Skripsi atas saran dan masukan bagi

penulis.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung.

5. Saudara-saudari ku TEP 07 dan teman-teman CADAKZ community Adit,

Riski, Febri, Enky, Dodi, Rifky, Iim, Muamar, Fadil, dll.

6. Ari Andriani semangat serta dukungan yang sangat berarti bagi penulis

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi kita semua. Aamiin

Bandar Lampung, 9 Mei 2014

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 3

1.3. Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Kebutuhan Energi ... 4

2.2. Radiasi dan Sinar Matahari ... 5

2.3. Pemanfaatan Energi Matahari ... 7

2.4. Kompor Tenaga Surya ... 10

2.5. Kolektor Surya dan Jenis Kolektor ... 14

2.6. Absorber ... 19

2.7. Perpindahan Panas ... 19

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 21

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

3.2. Alat dan Bahan ... 21

3.4. Perancangan Teknik ... 22

3.4.1. Kriteria Desain ... 22

3.4.2. Desain Fungsional ... 23

3.4.3. Desain Struktural ... 25

3.4.4. Rancangan Penelitian ... 27

3.5. Pengujian ... 28

3.5.1. Pelaksanaan ... 28

3.5.2. Pengamatan dan Pengukuran ... 29

3.5.3. Perhitungan ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1. Prototipe Kolektor Surya ... 32

4.1.1. Reflektor ... 33

4.1.2. Absorber ... 35

4.2. Kalibrasi Lux Meter ... 35

4.3. Kenaikan Suhu ... 38

4.4. Efisiensi Penggunaan Energi ... 41

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

5.1. Kesimpulan ... 43

5.2. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

LAMPIRAN ... 47

Tabel 2 ... 48

DAFTAR TABEL 

Teks

Tabel Halaman

1. Data pengukuran radiasi Matahari ... 36

Lampiran

Tabel

v Lampiran

Gambar Halaman

17. Parabola bekas sebagai kolektor ... 51

18. Pembuatan kerangka bawah alat ... 51

19. Proses perakitan parabola ... 52

20. Proses pemasangan parabola ... 52

21. Proses pengecekan dudukan parabola ... 53

22. Proses pembuatan dudukan absorber ... 53

23. Kompor tenaga surya hasil rancangan ... 54

24. Lux meter ... 54

25. Actinograph ... 55

26. Pengujian parabola diameter 2,85 m ... 55

27. Pengujian parabola diameter 2,24 m ... 56

28. Thermometer digital ... 56

DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1. Kompor tenaga surya tipe box ... 13

2. Kompor tenaga surya tipe parabolik ... 13

3. Skema kompor tenaga surya ... 14

4. Kolektor surya prismatik ... 17

5. Kolektor surya plat datar ... 17

6. Sketsa rancangan kompor tenaga surya tipe parabolik ... 24

7. Unit kolektor tampak atas ... 25

8. Unit kolektor tampak depan ... 26

9. Unit kolektor tampak samping ... 26

10. Diagram alir penelitian... 27

11. Kolektor surya hasil rancangan ... 33

12. Hasil kalibrasi antara lux meter dan actinograph ... 37

13. Grafik kenaikan suhu air rata-rata tiap luasan parabola ... 38

14. Hubungan besarnya luas tangkap dengan suhu rata-rata yang dihasilkan ... 39

15. Grafik perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu 100 oC ... 40

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Potensi energi surya pada suatu wilayah sangat bergantung pada posisi antara

Matahari dengan kedudukan wilayah tersebut dipermukaan bumi. Potensi ini

akan berubah tiap waktu, tergantung dari kondisi atmosfer, dan tempat (garis

lintang) serta waktu (hari dalam tahun dan jam dalam hari). Indonesia yang

berada dalam wilayah khatulistiwa mempunyai potensi energi surya yang cukup

besar sepanjang tahunnya.

Selain menjadi sumber energi bagi sumber energi lainnya, energi surya sangat

berpotensi untuk dimanfaatkan secara langsung sebagai sumber energi alternatif.

Pemanfaatan energi surya ini dapat dilakukan secara termal maupun melalui

energi listrik. Pemanfaatan secara termal dapat dilakukan secara langsung dengan

membiarkan objek pada radiasi Matahari, atau menggunakan peralatan yang

mencakup kolektor dan konsentrator surya.

Ada 2 cara memanen dan memanfaatkan energi Matahari yang melimpah yaitu

dengan cara merubah energi Matahari menjadi energi listrik (fotovoltaik), panas

(termal). Fotovoltaik merupakan alat/transducer untuk mengkonversi energi surya

menjadi energi listrik. Fotovoltaik terbuat dari bahan semikonduktor. Umumnya

sel fotovoltaik dibuat dari kristal silikon, yang bersifak semikonduktor. Sampai

amorphous silicon. Sedangkan panas (termal) dalam aplikasinya banyak

digunakan sebagai pemanas dan piranti memasak.

Terdapat tiga jenis kolektor surya yang diklasifikasikan ke dalam solar thermal

collector system, yaitu :

1. Kolektor surya plat datar (flat-plate collectors)

2. Kolektor surya tipe konsentrator (parabolik)

3. Evacuated Tube Collectors (fluida)

Kolektor yang mampu menangkap panas secara optimal adalah kolektor tipe

konsentration dimana jenis kolektor ini dapat menangkap panas secara optimal.

Pada konsentrator, radiasi dikonsentrasikan pada titik atau garis untuk kemudian

panas yang dihasilkan dimanfaatkan untuk proses-proses yang sesuai.

Berdasarkan prinsip pengkonsentrasian cahaya konsentrator dapat dibedakan

menjadi dua yaitu konsentrator yang memiliki reflektor (cermin) dan konsentrator

yang memiliki refraktor (lensa). Reflektor bekerja berdasarkan pemantulan

cahaya sedangkan refraktor berdasarkan pembiasan cahaya. Hasil pemantulan

atau pembiasan cahaya tersebut kemudian diterima oleh receiver. Karakteristik

dasar sebuah reflektor parabola sempurna adalah reflektor tersebut mengubah

gelombang yang berbentuk bola menyinari dari sumber titik ditempatkan di fokus

menjadi gelombang planar. Sebaliknya, seluruh energi yang diterima oleh

piringan parabola dari sumber yang jauh dipantulkan sampai ke satu titik pada

1.2. Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari perancangan ini adalah mengetahui pengaruh ukuran reflektor

terhadap kinerja kompor tenaga surya tipe parabolik.

1.3. Manfaat Penelitian

Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengaruh luas reflektor

terhadap kinerja kompor tenaga surya tipe parabolik serta sebagai alternatife

energi terbarukan dalam membudayakan hemat energi dan pemanfaatan sumber

energi ramah lingkungan dengan keuntungan Indonesia berada di garis

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebutuhan energi

Kebutuhan akan sumber energi di muka bumi ini sangat mempengaruhi aspek

kehidupan di dalamnya dari hubungan energi dengan musim, pemenuhan

kebutuhan pokok makhluk hidup, ekonomi bahkan kebudayaan kultural suatu

kelompok. Kebutuhan energi dalam rumah tangga yang sangat besar, untuk

memasak atau sekedar memanaskan air (Wilson and Maryam, 2000).

Kenaikan bahan bakar pada tahun 2012 ini semakin mempersulit ekonomi rakyat

golongan menengah ke bawah, sehingga banyak yang mencari sumber energi

alternatif untuk mengatasi problematika ekonomi. Kayu bakar yang dahulu

tergeser oleh minyak tanah dan gas elpiji mulai diminati kembali. Kuantitas dan

kualitaskayu bakar untuk saat ini tidak dapat dijadikan andalan. Energi alternatif

lainnya yang dapat dipilih adalah cahaya Matahari yang sering dikenal dengan

istilah solar energi (Mazen dkk, 2008).

Kebutuhan energi dalam bentuk panas merupakan problem utama di kehidupan

sehari-hari (Muller and Schwarzer, 2004). Energi tidak dapat diciptakan dan tidak

dapat dimusnahkan tetapi energi dapat berubah bentuk. Hal ini juga berlaku

bahwa cahaya Matahari dapat diubah menjadi energi panas. Permasalahan pelik

hilang sangat sukar. Kalor hasil transformasi harus disimpan supaya saat

Matahari tidak menyinari bumi masih dapat dimanfaatkan. Cara mengatasinya

diperlukan bahan yang memiliki kapasitas panas jenis tinggi untuk

mempertahankan simpanan kalor.

2.2. Radiasi dan sinar Matahari

Melaporkan bahwa Indonesia terletak di garis khatulistiwa, sehingga Indonesia

mempunyai sumber energi Matahari yang berlimpah dengan intensitas radiasi

Matahari rata-rata sekitar 4,5 kWh/m2/hari diseluruh wilayah Indonesia. Dalam kondisi puncak atau posisi Matahari tegak lurus, sinar Matahari di Indonesia

seluas 1m2 akan mampu mencapai 900 hingga 1000 W. Total intensitas penyinaran perharinya di Indonesia mampu mencapai 4500 W jam/m2 yang

membuat Indonesia tergolong kaya sumber energi Matahari. Salah satu cara

sederhana dan efektif untuk memanfaatkan energi yang diperlukan untuk

memasak adalah kompor tenaga surya. Kompor berkonsentrasi energi Matahari

dengan merefleksikan cahaya Matahari melalui lapisan. Teknologi yang

digunakan pada kompor ini disebut teknologi energi termal dengan mengubah

energi Matahari menjadi energi panas pada panci. Kompor energi surya

mengurangi ketergantungan terhadap listrik dan bahan bakar minyak, sehingga

mengurangi pencemaran lingkungan.

Sinar Matahari yang melimpah di daerah tropis, termasuk Indonesia merupakan

sumber energi potensial yang hingga kini belum dieksplorasi secara maksimal

untuk memberikan manfaat yang tinggi. Matahari merupakan sumber energi

menerima sinar Matahari tidak kurang dari 10 jam tiap harinya karena letaknya di

khatulistiwa. Pemanfaatannya di Indonesia belum optimal dalam bentuk teknologi

maju, baru sebatas untuk pengeringan dan penerangan secara tradisional.

Eksplorasi artifisial di negara lain sudah banyak dilakukan, misalnya untuk

pengeringan makanan (Scanlin, 1997), solar cooker di Pakistan tahun 1985 dan di

Cina pada 1987, di Prancis Bernard telah mengembangkan solar panel cooker dan

tak kalah Barbara Kerr di Arizona juga mengembangkan hal yang serupa.

Radiasi dari Matahari merupakan salah satu bentuk energi alternatif yang

dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan guna menggantikan energi yang

dihasilkan minyak bumi. Matahari dengan jari-jari 6,96.105 km dan jarak rata-rata ke Bumi sekitar1,496 x 108 km. Arus energi yang memasuki atmosfer bumi

dengan kepadatan yang diperkirakan sebesar antara 1 sampai 1,4 kW/m2 dengan arah tegak lurus terhadap poros sinar. Dari jumlah tersebut, 34% dipantulkan

kembali ke ruang angkasa, 19% diserap atmosfer yaitu oleh komponen-komponen

yang terdapat diudara seperti karbon dioksida (CO2), debu dan awan. Energi yang diserap bumi kurang lebih sebesar 47% .

Radiasi Matahari adalah pancaran energi yang berasal dari proses thermonuklir

yang terjadi di Matahari. Energi radiasi Matahari berbentuk sinar dan gelombang

elektromagnetik. Spektrum radiasi Matahari sendiri terdiri dari dua yaitu, sinar

bergelombang pendek dan sinar bergelombang panjang. Sinar yang termasuk

gelombang pendek adalah sinar x, sinar gamma, sinar ultra violet, sedangkan sinar

gelombang panjang adalah sinar infra merah. Jumlah total radiasi yang diterima

1. Jarak Matahari. Setiap perubahan jarak bumi dan Matahari menimbulkan

variasi terhadap penerimaan energi Matahari

2. Intensitas radiasi Matahari yaitu besar kecilnya sudut datang sinar

Matahari pada permukaan bumi. Jumlah yang diterima berbanding lurus

dengan sudut besarnya sudut datang. Sinar dengan sudut datang yang

miring kurang memberikan energi pada permukaan bumi disebabkan

karena energinya tersebar pada permukaan yang luas dan juga karena sinar

tersebut harus menempuh lapisan atmosphir yang lebih jauh ketimbang

jika sinar dengan sudut datang yang tegak lurus.

3. Panjang hari (sun duration), yaitu jarak dan lamanya antara Matahari terbit

dan Matahari terbenam.

4. Pengaruh atmosfer. Sinar yang melalui atmosfer sebagian akan diadsorbsi

oleh gas-gas, debu dan uap air, dipantulkan kembali, dipancarkan dan

sisanya diteruskan ke permukaan bumi.

2.3. Pemanfaatan energi Matahari

Dalam pemanfaatan energi surya dapat dibedakan menjadi tiga cara (Marwani,

2011) yaitu :

1. Pemanfaatan langsung sinar Matahari untuk pengeringan, misalnya :

pengeringan baju, pembuatan garam, pengering hasil pertanian, dll.

2. Mengumpulkan energi termal Matahari melalui suatu kolektor energi

surya yang selanjutnya energi termal tersebut digunakan secara langsung

3. Mengkonversikan energi radiasi termal Matahari langsung menjadi energi

listrik melalui sel fotovoltaik.

Matahari dipercayai terbentuk pada 4,6 miliar tahun lalu. Kepadatan massa

Matahari adalah 1,41 berbanding massa air. Jumlah tenaga Matahari yang sampai

ke permukaan Bumi yang dikenali sebagai konstan surya menyamai 1.370 watt

per meter persegi setiap saat. Untuk memanfaatkan potensi energi surya tersebut,

ada 2 (dua) macam teknologi yang sudah diterapkan, yaitu teknologi energi surya

termal dan energi surya fotovoltaik. Energi surya termal pada umumnya

digunakan untuk memasak (kompor surya), mengeringkan hasil pertanian

(perkebunan, perikanan, kehutanan, tanaman pangan) dan memanaskan air.

Radiasi Matahari dapat digunakan untuk menghasilkan energi termal untuk air,

bisa juga digunakan sebagai sumber pemanas pada siklus pemanas mesin sebagai

tenaga gerak. Kegunaan yang lain dari energi Matahari adalah menghasilkan

listrik dari melalui penggunaan sel photovoltaic. Kata photovoltaic berasal dari

bahasa Yunani photos yang berarti cahaya dan volta yang merupakan nama ahli

fisika dari Italia yang menemukan tegangan listrik. Secara sederhana dapat

diartikan sebagai listrik dari cahaya. Photovoltaic merupakan sebuah proses

untuk mengubah energi cahaya menjadi energi listrik. Efek photovoltaic pertama

kali berhasil diidentifikasi oleh seorang ahli Fisika berkebangsaan Prancis

Alexandre Edmond Becquerel pada tahun 1839. Baru pada tahun 1876, William

Grylls Adams bersama muridnya, Richard Evans Day menemukan bahwa

material padat selenium dapat menghasilkan listrik ketika terkena paparan sinar.

menjalankan suatu peralatan, mereka berhasil membuktikan bahwa material padat

dapat menghasilkan listrik tanpa panas ataupun bagian yang bergerak.

 

Enargi termal pada umunya digunakan digunakan untuk memasak (kompor

surya). Mengeringkan hasil pertanian (perkebunan, perikanan, kehutanan,

tanaman pangan) dan memanaskan air. Energi surya fotovoltaik digunakan untuk

memenuhi kebutuhan listrik, pompa air, televisi, telekomunikasi, dan lemari

pendingin di puskesmas dengan kapasitas total kurang lebih 6 MW. Prinsip kerja

dari kompor Matahari adalah dengan memfokuskan panas yang diterima dari

Matahari pada suatu titik menggunakan sebuah cermin cekung besar sehingga

didapatkan panas yang besar yang dapat digunakan untuk menggantikan panas

dari kompor minyak atau kayu bakar.

Pada perkembangan berikutnya seorang peneliti bernama Russel Ohl berhasil

mengembangkan teknologi sel surya dan dikenal sebagai orang pertama yang

membuat paten peranti solar cell modern. Pada tengah hari yang cerah radiasi

sinar Matahari mampu mencapai 1000 Watt permeter persegi. Jika sebuah piranti

semikonduktor seluas satu meter persegi memiliki efisiensi 10 persen, maka

modul sel surya ini mampu memberikan tenaga listrik sebesar 100 Watt. Saat ini

modul sel surya komersial memiliki efisiensi berkisar antara 5 hingga 15 persen

tergantung material penyusunnya. Tipe silikon kristal merupakan jenis piranti sel

surya yang memiliki efisiensi tinggi meskipun biaya pembuatannya relatif lebih

mahal dibandingkan jenis sel surya lainnya. Masalah yang paling penting untuk

merealisasikan sel surya sebagai sumber energi alternatif adalah efisiensi peranti

antara tenaga listrik yang dihasilkan oleh peranti sel surya dibandingkan dengan

jumlah energi cahaya yang diterima dari pancaran sinar Matahari.

2.4. Kompor tenaga surya

Kompor tenaga surya adalah perangkat memasak yang menggunakan energi

termal Matahari melalui suatu kolektor sebagai sumber energi. Prinsip dasar cara

kerja kompor surya adalah radiasi termal sinar Matahari yang jatuh pada

permukaan kolektor dipantulkan ke sebuah titik atau area tertentu yang disebut

titik api kolektor; konsentrasi energi termal Matahari pada titik atau area ini

menghasilkan suhu yang sangat tinggi. Panci atau alat tempat memasak

ditempatkan pada daerah titik api ini sedemikinan rupa sehingga energi termal

yang terkonsentrasi mengenai alas panci dan meneruskan energi termal tersebut

ke produk yang sedang dimasak. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

kompor tenaga surya ini selain lamanya waktu bersinar dan besarnya intensitas

radiasi termal dari Matahari, adalah:

a) Refleksivitas material kolektor

b) Luas permukaan kolektor

c) Bentuk geometrik dan letak titik api dari kolektor

d) Arah normal permukaan kolektor terhadap sinar Matahari yang datang.

e) Sifat benda hitam dari panci atau alat memasak

f) Besarnya kehilangan energi kalor ke sekitarnya.

Ada berbagai jenis kompor surya. Semuanya menggunakan panas dari cahaya

Matahari untuk memasak makanan. Beberapa prinsip dasar kompor surya adalah

sejenis bahan metal atau logam yang memantulkan cahaya, digunakan untuk

memusatkan cahaya dan panas Matahari ke arah area memasak yang kecil,

membuat energi lebih terkonsentrasi ke satu titik dan menghasilkan panas yang

cukup untuk memasak.

Mengubah cahaya menjadi panas. Bagian dalam kompor surya dan panci, dari

bahan apapun asal yang berwarna hitam, dapat meningkatkan efektivitas

pengubahan cahaya menjadi panas. Panci berwarna hitam dapat menyerap hampir

semua cahaya Matahari dan mengubahnya menjadi panas, secara mendasar

meningkatkan efektivitas kerja kompor surya. Semakin baik kemampuan panci

menghantarkan panas, semakin cepat kompor dan oven bekerja memerangkap

panas. Upaya mengisolasi udara di dalam kompor dari udara di luarnya akan

menjadi penting. Penggunaan bahan yang keras dan bening seperti

kantong plastik atau tutup panci berbahan kaca memungkinkan cahaya untuk

masuk ke dalam panci. Setelah cahaya terserap dan berubah jadi panas, kantong

plastik atau tutup berbahan gelas akan memerangkap panas di dalamnya

seperti efek rumah kaca. Hal ini memungkinkan kompor untuk mencapai

temperatur yang sama ketika hari dingin dan berangin seperti halnya ketika hari

cerah dan panas.

Ada beberapa tipe kompor tenaga surya dilihat dari segi bentuk dan kolektor yang

digunakan (Noam, 1990), diantaranyaan :

1. Kompor tenaga surya tipe box

Sesuai dengan namanya kompor ini berbentuk kotak sederhana dapat dibuat

dengan menggunakan kardus bekas, panas yang dihasilkan umumnya

umumnya. Namun demikian, memasak dengan kompor ini sebaiknya

dilakukan sebelum tengah hari. Bergantung pada lokasi berdasarkan garis

lintang dan cuaca, makanan dapat dimasak baik pada pagi hari atau siang

hari. Kompor ini ditemukan oleh Horace de Saussure, seorang naturalis

Swiss, sejak tahun 1767, kompor surya baru populer sekitar tahun 1970an.

Perangkat masak yang sederhana dan berguna ini semakin banyak digunakan

di berbagai negara di seluruh dunia. Adapun kompor tenaga surya tipe box

dapat dilihat pada Gambar 1.

2. Kompor tenaga surya tipe parabolik

Kompor jenis mampu menghasilkan panas yang sangat tinggi dan memasak

dengan cepat, namun senantiasa membutuhkan pengaturan dan pengawasan

agar dapat beroperasi dengan aman. Sesuai dengan namanya kompor ini

berbentuk seperti mangkuk yang berfungsi menangkap dan memfokuskan

sinar Matahari yang selanjutnya akan diteruskan ke absorber. Kompor ini

banyak digunakan di Negara cina dan banyak digunakan untuk memasak

skala besar. Adapun kompor tenaga surya tipe parabolik dapat dilihat pada

Gambar 1. Kompor tenaga surya tipe box

Gambar 2. Kompor tenaga surya tipe parabolik

Prinsip kerja dari kompor Matahari adalah dengan memfokuskan panas yang

diterima dari Matahari pada suatu titik menggunakan sebuah cermin cekung besar

sehingga didapatkan panas yang besar yang dapat digunakan untuk menggantikan

panas dari kompor minyak atau kayu bakar. Adapun skema gambar kompor

[image:30.595.182.432.87.283.2]

14

Gambar 3. Skema kompor tenaga surya

2.5. Kolektor surya dan jenis-jenis kolektor

Kolektor surya dapat didefinisikan sebagai sistem perpindahan panas yang

menghasilkan energi panas dengan memanfaatkan radiasi sinar Matahari sebagai

sumber energi utama. Ketika cahaya Matahari menimpa absorber pada kolektor

surya sebagian cahaya akan dipantulkan kembali ke lingkungan, sedangkan

sebagian besarnya akan diserap dan dikonversi menjadi energi panas, lalu panas

tersebut dipindahkan kepada fluida yang bersirkulasi di dalam kolektor surya

untuk kemudian dimanfaatkan guna berbagai aplikasi. Jenis kolektor surya yang

sering digunakan adalah tipe kolektor surya prismatik, tipe kolektor surya plat

datar, tipe concentrating collectors, tipe evacuated tube collectors.

Salah satu teknologi energi Matahari yang cukup sederhana adalaha konversi

energi Matahari menjadi energi termal melalui kolektor. Kolektor surya dapat

didefinisikan sebagai sistem perpindahan panas yang menghasilkan energi panas

Ketika cahaya Matahari menimpa absorber pada kolektor surya, sebagian cahaya

akan dipantulkan kembali ke lingkungan, sedangkan sebagian besarnya akan

diserap dan dikonversi menjadi energi panas, lalu panas tersebut dipindahkan

kepada fluida yang bersirkulasi di dalam kolektor surya untuk kemudian

dimanfaatkan guna berbagai aplikasi. Kolektor surya yang pada umumnya

memiliki komponen-komponen utama, yaitu (Duffie dan Beckman, 1974) :

1. Cover, berfungsi untuk mengurangi rugi panas secara konveksi menuju

lingkungan

2. Absorber, berfungsi untuk menyerap panas dari radiasi cahaya Matahari.

3. Isolator, berfungsi meminimalisasi kehilangan panas secara konduksi dari

absorber menuju lingkungan

4. Frame, berfungsi sebagai struktur pembentuk dan penahan beban kolektor.

Salah satu komponen kompor adalah kolektor surya sejalan dengan pendapat

Made dan Astawa (2001), mengatakan bahwa kolektor surya merupakan suatu

alat yang berfungsi untuk mengumpulkan energi Matahari yang masuk dan diubah

menjadi energi thermal dan meneruskan energi tersebut ke fluida. Kolektor surya

memiliki beberapa komponen yaitu: transmisi, refleksi, dan absorbsi. Komponen

transmisi dapat diperoleh dengan menggunakan kaca, refleksi dari elemen cermin

dan absorber dari bahan aluminium atau kuningan yang dilapisi dengan

permukaan benda hitam. .Jadi dapat disimpulkan secara prinsip bahwa metode

kerja dari kolektor surya adalah sama yaitu menyerap sinar Matahari.

Kompor surya juga terdapat reflektor yang berfungsi untuk memantulkan cahaya

Matahari yang maksimal serta suhu didalam kompor menjadi lebih tinggi. Jumlah

reflektor dapat mempengaruhi suhu pada kompor, dengan 4 reflektor dapat

menaikkan suhu 20 oC lebih tinggi dari pada kompor yang hanya menggunakan 1

reflektor (Martin, 2006).

Ada beberapa jenis kolektor surya, dimana kolektor surya ini dibuat berdasakan

sifat dan kegunaannya, diantaranya kolektor surya prismatik, plat datar dan

parabolik.

1. Kolektor surya prismatik

Kolektor surya prismatik adalah kolektor surya yang dapat menerima energi

radiasi dari segala posisi Matahari. Kolektor jenis ini juga dapat digolongkan

dalam kolektor plat datar dengan permukaan kolektor berbentuk prisma yang

tersusun dari empat bidang yang berbentuk prisma, dua bidang berbentuk

segitiga sama kaki dan dua bidang berbentuk segi empat siku–siku sehingga

dapat lebih optimal proses penyerapan. Tipe kolektor jenis Prismatik ini

[image:32.595.183.448.543.734.2]

dapat dilihat seperti Gambar 4.

2. Kolektor surya plat datar

Kolektor surya type plat datar adalah type kolektor surya yang dapat

menyerap energi Matahari dari sudut kemiringan tertentu sehingga pada pross

penggunaanya dapat lebih mudah dan lebih sederhana dengan bentuk persegi

[image:33.595.209.415.249.342.2]

panjang seperti pada Gambar 5.

Gambar 5. Kolektor surya plat datar

3. Kolektor surya parabolik

Kolektor tipe parabolik ini masuk dalam tipe konsentrator dengan titik fokus

yang sangat tinggi dimana dalam prakteknya harus dalam pengawasan orang

dewasa, kolektor ini mampu menghasilkan panas sangat tinggi. Kolektor tipe

parabolik dapat dilihat pada Gambar 2.

Keuntungan dari reflektor terkonsentrasi adalah sebagai berikut:

 Dapat menghasilkan output temperatur tinggi.

 Kehilangan panas lebih kecil karena permukaan absorber lebih kecil.

Sedangkan kerugiannya adalah hanya dapat memanfaatkan komponen radiasi

langsung saja, kecuali pada jenis kolektor dengan perbandingan konsentrasi

 Konsentrator adalah permukaanyang mengkonsentrasikan radiasi

Matahari.

 Receiver adalah penerima radiasi dari konsentrator dan mengkonversikan

menjadi energi panas

Reflector (konsentrator) berfungsi untuk memantulkan sinar ke daerah titik fokus.

Sifat–sifat bahan reflector yang penting adalah sebagai berikut ( Brenndorfer, et.

Al., 1985 dalam Haryanto, 1998 ) :

1. Memiliki reflektivitas yang tinggi

2. Memiliki absorbsivitas dan konduktivitas panas yang rendah

3. Memiliki emisivitas tinggi

4. Awet dan kuat

5. Stabil pada suhu tinggi.

2.6. Receiver ( absorber )

Menurut (Duffie and Beckman, 1974), melaporkan bahwa penggunaan panci

memasak warna hitam dapat menghasilkan suhu yang lebih tinggi dari aluminium.

Menggunakan panci hitam menghasilkan 10 oC lebih tinggi didalam panci dan 13 o

C pada permukaan panci. Pelat absorber berfungi menyerap radiasi surya dan

mengkonversikanya menjadi panas. Energy dialirkan melalui fluida kerja udara

secara konveksi. Bahan yang baik untuk absorber antara lain harus mempunyai

sifat absorbsivitas tinggi, emisifitas panas rendah, kapasitas panas kecil,

konduktivitas besar, refleksi rendah, tahan panas, tahan korosi, kaku dan mudah

temperatur 150°C pada keadaan normal akan memasak pada suhu 82 - 135ºC,

namun makanan cukup untuk dapat dimasak pada suhu 82 - 91 derajat celcius

yang dikatakan oleh (Yousif dan Badran, 2012)

2.7. Perpindahan panas

Sebagai suatu gambaran mengenai tiga cara perpindahan panas dalam sebuah alat

pemanas cairan surya, panas mengalir secara konduktif sepanjang pelat penyerap

dan melalui dinding saluran. Kemudian panas dipindahkan ke fluida dalam

saluran dengan cara konveksi, apabila sirkulasi dilakukan dengan sebuah pompa

maka disebut konveksi paksa. Pelat penyerapan yang panas ini melepaskan panas

ke pelat penutup kaca (umumnya menutupi kolektor) dengan cara konveksi alami

dan cara radiasi. Bila dua benda atau lebih terjadi kontak termal maka akan

dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang bertemperatur lebih

rendah hingga terjadinya kesetimbangan termal. Sedangkan pada kompor

bertenaga surya perpindahan panas secara radiasi terjadi pada saat energi

terpancar ke kolektor yang selanjutnya akan di pantulkan ke absorber. Pada

proses perpindahan panas ini berlangsung dalam 3 mekanisme yaitu konduksi,

konveksi, dan radiasi. Sinar Matahari yang melimpah di daerah tropis, termasuk

Indonesia merupakan sumber energi potensial yang hingga kini belum

dieksplorasi secara maksimal untuk memberikan manfaat yang tinggi. Matahari

merupakan sumber energi dengan jumlah yang melimpah, murah, bersih, dan

berkesinambungan. Indonesia menerima sinar Matahari tidak kurang dari 10 jam

tiap harinya karena letaknya di khatulistiwa. Pemanfaatannya di Indonesia belum

optimal dalam bentuk teknologi maju, baru sebatas untuk pengeringan dan

penerangan secara tradisional. Eksplorasi artifisial di negara lain sudah banyak

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Bengkel Pertanian Jurusan Teknik Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Desember 2012 sampai

dengan Januari 2013.

3.2. Alat dan bahan

Alat yang akan di rancang adalah kompor tenaga surya adalah actinograf (Franz

Ketterer 7007), lux meter (Krisbow KW0600288), thermometer, sedangkan bahan

yang digunakan adalah air, perekat, alumunium foil, parabola bekas, besi sebagai

penyangga parabola.

3.3. Prosedur Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini meliputi tahap-tahap perancangan, perakitan atau

3.4. Perancangan Teknik

3.4.1. Kriteria Desain

Pembuatan kompor tenaga surya tipe parabolik ini diharapkan dapat memenuhi

sesuai dengan keinginan dengan kriteria kolektor konsentrator tipe parabola ini

mampu mendidihkan 2 liter air dalam waktu kurang lebih 15 menit dengan laju

perubahan suhu yang tinggi.

3.4.2. Desain Fungsional

Beberapa rancangan fungsional yang akan dibuat adalah sebagai berikut :

1. Dish

Dish ini berfungsi sebagai tempat meletakan alumunium foil yang sudah

dipotong sehingga membentuk cekungan menyerupai bentuk aslinya yaitu

parabola. Bahan terbuat dari alumunium.

2. Reflektor terkonsentrasi

Reflektor ini berfungsi sebagai pemantul cahaya Matahari yang akan

langsung diteruskan ke receiver. Keuntungan dari reflektor terkonsentrasi

ini adalah dapat menghasilkan output temperature tinggi, kehilangan panas

lebih kecil karena permukaan receiver lebih kecil. Sedangkan kerugianya

hanya dapat memanfaatkan komponen radiasi langsung saja. Bahan yang

digunakan adalah alumunium foil.

Absorber berfungsi untuk menyerap radiasi surya dan mengkonversikan

menjadi panas. Sifat–sifat absorber yang baik adalah :

 Absorbsivitas tinggi

 Emisifitas panas rendah

 Kapasitas panas kecil

 Konduktifitas besar

 Refleksi rendah

 Tahan panas dan korosi

 Kaku dan mudah dibentuk

Sedangkan bahan yang baik untuk absorber adalah alumunium, tembaga,

kuningan, dan baja. Kemudian dicat hitam sepanjang permukaan nya agar tidak

terjadi refleksi dan absorsivitas tinggi. Absorber yang digunakan adalah panci

yang umumnya digunakan untuk memasak yang terbuat dari alumunium.

3.4.3. Desain Struktural

Disc yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari parabola bekas yang terbuat

dari alumunium selanjutnya setiap bagian bagianya dilapisi oleh alumunium foil

yang berfungsi sebagai pemantul cahaya ke titik api. Tepat di atas disc terdapat

dudukan absorber.

Reflektor yang digunakan dalam penelitian ini adalah alumunium foil. Reflektor

ini dipilih karena mempunyai nilai reflektansi yang tinggi. Alumunium foil

disusun selanjutnya tempelkan ke disc sehingga akan menutupi seluruh

Absorber yang digunakan terbuat dari bahan alumunium dimana setiap bagianya

di cat menggunakan cat warna hitam guna meningkatkan absorbsi radiasi

Matahari. Absorber yang digunakan adalah dari panci.

Sedangkan pada bagian kaki–kaki penyangga reflektor menggunakan bahan yang

terbuat dari besi siku yang dirancang supaya dapat menopang dari reflektor itu

sendiri dan diberikan roda supaya mudah dalam memindahkan alat. Sedangkan

penyangga absorber terbuat dari besi yang disambungkan di kedua sisi reflektor

sehingga dapat dengan mudah memfokuskan pada titik api. Sketsa kompor tenaga

[image:40.595.174.453.370.575.2]

surya tipe parabolik dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 1. Sketsa rancangan kompor tenaga surya tipe parabolik

3.4.4. Rancangan Penelitian

Dalam melakukan penelitian perlu melakukan prosedur penelitian yang baik dan

Dalam penelitian ini menggunakan 3 perlakuan yaitu kolektor dengan luas 6 m2, 4

m2, 2 m2 dengan 4 kali ulangan pada setiap perlakuanya. Pengamatan yang dilakukan adalah mengamati laju peningkatan suhu saat merebus air pada jam

12.00, 13.00, 14.00 serta fluks energi radiasi Matahari.

Unit kolektor yang akan diuji yaitu dengan luasan pertama 6 m2 berdiameter 2,85

m, luasan kedua 4 m2 dengan diameter 2,24 m, luasan ketiga 2 m2 dengan

[image:41.595.203.424.315.512.2]

diameter 1,59 m. Sketsa gambar unit kolektor dapat dilihat pada Gambar 7, 8, 9.

[image:42.595.143.485.85.268.2]

26

Gambar 3. Unit kolektor tampak depan

[image:42.595.145.481.374.548.2]

3.4.5. Pembuatan Alat

Adapun tahap-tahap pembuatan kompor tenaga surya tipe parabolik adalah

sebagai berikut :

1. Membuat sketsa berupa gambar kompor tenaga surya tipe parabolik

lengkap dengan ukurannya.

2. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

3. Mempersiapkan kolektor dari parabola bekas PERENCANAAN

PENGUMPULAN ALAT DAN BAHAN

PEMBUATAN UNIT KOLEKTOR

PELAKSANAAN PENGUJIAN

PENGAMATAN DAN ANALISIS

[image:43.595.215.413.85.494.2]

SELESAI

Gambar 5. Diagram alir penelitian

4. Membuat rangka dudukan kolektor serta penyangga absorber

5. Melapisi alumunium foil di seluruh permukaan parabola sebagai reflektor

6. Membuat absorber dari bahan alumunium yang dicat warna hitam.

3.5. Pengujian

3.5.1. Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan dengan cara :

1. Siapkan alat dan peralatan di tempat yang sama sekali tidak terhalang sinar

Matahari. Siapkan bahan berupa air sebanyak 2 liter selanjutnya ukur

massa air awal sebelum perebusan dan ukur suhu awal menggunakan

thermometer selanjutnya masukan air kedalam panci yang telat dicat hitam

letakan diatas dudukan absorber. Selanjutnya atur posisi kolektor

sehingga titik fokus tepat mengarah ke absorber. Proses ini dilakukan

pada pukul 12.00, 13.00, 14.00 WIB.

2. Selanjutnya ukur energi radiasi Matahari pada saat melakukan pengujian

sampai air benar-benar mendidih menggunakan lux meter . catat lama

waktu perebusan selanjutnya ukur massa akhir air dan suhu akhir air

setelah pengujian. Ulangi tiap pengukuran tersebut sebanyak 4 kali

3.5.2. Pengamatan dan pengukuran

Parameter yang diukur selama pengujian alat meliputi :

1. Massa awal air sebelum dan massa akhir air sesusah perebusan

2. Suhu awal air sebelum dan suhu akhir sesudah perebusan

3. Energi yang tersedia untuk proses perebusan menggunakan alat pengukur

radiasi

4. Lama waktu selama perebusan.

Parameter yang dihitung selama proses dan setelah pengujian meliputi :

1. Energi yang tersedia untuk proses perebusan menggunakan alat pengukur

radiasi surya lux meter selanjutnya dikonversikan ke dalam satuan energi

radiasi Matahari ( W/m2 ).

2. Energi yang digunakan untuk merebus air.

3. Energi yang masuk ke alat.

Pengamatan yang dilakukan selama proses pengujian unit kolektor yaitu:

1. Suhu pada saat perebusan

Pengukuran suhu pada saat perebusan air dilakukan menggunakan

thermometer untuk mengetahui perubahan suhu pada saat perebusan serta

meletakan thermometer di luar alat untuk mengetahui suhu normal

2. Lama perebusan

Lama waktu perebusan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mendidihkan

air sampai suhu maximal alat yang dicapai sesuai dengan ukuran kolektor

selanjutanya data dicatat dan disajikan dalam tabel.

3. Energi yang tersedia

Energi yang tersedia menggunakan radiasi sinar Matahari yang diukur

menggunakan lux meter. Energi inilah yang nanti akan digunakan untuk

memasak. Pengamatan ini dilakukan pada saat melakukan perebusan air

pada pukul 12.00, 13.00, 14.00 WIB.

4. Massa air

Massa awal pada saat mulai perebusan diukur terlebih dahulu selanjutnya

setelah melakukan perebusan akan diketahui massa akhir yang selanjutnya

diukur dan dicatat untuk diolah ke dalam data.

3.5.3 Perhitungan

Energi input untuk memasak

Energi radiasi sinar Matahari yang sampai ke kolektor dihitung menggunakan

persamaan :

………...

Dimana : A = luas kolektor (m2)

Ir = intensitas radiasi surya (Watt/m2)

Energi yang digunakan untuk memanaskan air dihitung menggunakan

persamaan:

Q1 = M1 × Cp × (T2-T1) ... (2)

dimana: Q1 = panas sensibel (kJ) M1 = berat air (kg)

Cp = panas spesifik air = 4,186 kJ/kgoC T2 = temperatur akhir air saat mendidih (oC) T1 = temperatur awal air (oC)

Panas laten atau latent heat (Q2) adalah jumlah energi (kJ) yang digunakan untuk menguapkan air, panas laten dihitung menggunakan persamaan:

Q2 = M2 × U ………..……… (3)

Dimana: M2 = berat air yang menguap (kg) U = kalor uap air (2260 kJ/kg)

Efisiensi penggunaan energi total atau efisiensi energi kompor tenaga surya

dapat dihitung menggunakan persamaan :

µ

th ...

dimana :

µ

th = efisiensi termal kompor tenaga surya (%)

Q1 = energi yang digunakan untuk memanaskan air (kJ) Q2 = energi yang digunakan untuk menguapkan air (kJ) Ers = energi radiasi matahari (kJ)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Setelah melakukan pengamatan dan pengujian alat, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Luas tangkap kolektor sangat berpengaruh pada kinerja kompor tenaga

surya, semakin besar luas tangkap kolektor maka semakin tinggi suhu

yang dihasilkan dari suhu awal 28 oC pada luas tangkap 6 m2 menjadi 94 o

C, pada luas tangkap 4 m2 menjadi 80 oC, pada luas tangkap 2 m2 menjadi 70oC.

2. Permukaan parabola yang tidak rata menyebabkan efisiensi termal yang dihasilkan tidak maksimal dimana luas tangkap terkecil menghasilkan

efisiensi terbesar dikarenakan luasan tersebut lebih mudah memfokuskan

radiasi yang datang dibandingkan luasan yang paling besar. Efisiensi

termal pada kompor tenaga surya ini sebesar 13,89% pada luas permukaan

tangkap 2 m2 , 7,33% pada luas tangkap 4 m2 dan 7,81% pada luas tangkap 6 m2.

3. Secara fungsional alat bekerja kurang baik (efisiensi rendah) dan secara

struktural alat kurang ergonomis dikarenakan ukuran alat yang sangat

besar sehingga untuk mengoperasikan alat ini dibutuhkan 2 sampai 3

5.2. Saran

Hasil pengujian alat selama penelitian menunjukan bahwa dari segi fungsional

alat sudah bekerja cukup baik, namun dari segi struktural alat ini belum mampu

mengumpulkan energi radiasi matahari yang masuk ke alat dengan optimal hal ini

dikarenakan reflektor yang digunakan dari bahan alumunium foil, akan lebih baik

DAFTAR PUSTAKA

Duffie, J.A. dan W.A. Beckman. 1974. Thermal Processes. Wiley Inter-Science Publications. New York. Amerika Serikat. 919 Hal.

Haryanto, A. 1998. Kajian Unjuk Kerja Termal Kolektor Surya Tipe Talang Parabolik dengan Pemasangan Tetap Arah Timur – Barat, Tesis. Program

Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta. 82 halaman.

Made, S. dan K. Astawa. 2011. Performasi Kolektor Surya Tubular

Terkonsentrasi Dengan Pipa Penyerap Dibentuk Anulus Dengan Variasi Posisi Pipa Penyerap. Jurnal Ilmiyah Teknik Mesin. Universitas Udayana. 5 (1) : 98-102.

Martin, R. 2006. Design of Solar Ovens for Use in the Developing World. International Jurnal for Service Learning in Engineering. 2(1): 78-91.

Marwani. 2011. Potensi Penggunaan Kompor Energi Surya Untuk Kebutuhan Rumah Tangga. Jurusan Teknik Mesin. Universitas Sriwijaya.

Palembang. 10 hal.

Mazen, M, Mohamed. A.H, Salah. A dan O. Badran. 2008. Evaluating Thermal Performance of Solar Cooker under Jordanian Climate. Departement of Mechanical Engineering. 15 hal.

Muller, C. dan K. Schwarzer. 2004. The Use of Solar for Improving The Living Conditions in Altiplano/Argentina. Solar Global EV July.

Noam, L. 1990. Thermal Theory and Modeling of Solar Collector. Mechanical Engineering. Cambridge M.A. 182 hal.

Scanlin, D. 1997. Indirect, Through-Pass, Solar Food Dryer. Home Power 57 (February/March 1997). 72 Hal.

Wilson, M. dan G. J. Maryam. 2000. The Feasibility of Introducing Solar Oven to Rural Women in Maphephethe. Journal of Family Ecology and Consumer Sciences. 28: 54-60.

Yazmendra, R. 2004. Optimasi Udara Panas Keluaran Kolektor Energi Surya. Jurnal Teknik Mesin. Politeknik Negeri Padang. 1 (1) : 28-33.

 

Gambar

Gambar
Gambar 1.  Kompor tenaga surya tipe box
Gambar 3.  Skema kompor tenaga surya
Gambar 4.   Kolektor surya prismatik
+6

Referensi

Dokumen terkait

Layanan iptek di BROL dibagi dalam dua kegiatan umum yaitu kegiatan di Laboratorium Riset Kelautan (LRK) dan INDESO. Laboratorium Riset Kelautan didirikan dalam upaya tercapainya

Rasio pendapatan PNBP terhadap biaya operasional diperoleh sebesar 78,29% dengan skor 12 yang disyaratkan, atau rata-rata nilai rasio keuangan tersebut telah mencapai

[r]

Dapatan kajian menunjukkan bahawa (1) persepsi pelajar bahasa Arab terhadap pensyarah adalah tinggi, (2) terdapat hubungan yang signifikan antara tahap kawalan

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa VAIN memiliki t hitung sebesar -3,61 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,720. Hal tersebut menunjukkan bahwa

Dengan demikian, modernisasi dapat diartikan sebagai sebuah proses perubahan peradaban manusia dalam aspek-aspek kehidupannya dari masyara- kat tradisional menuju

Sajian data emik merupakan sajian data berdasarkan hasil asli yang diperoleh di lapangan sesuai dengan hasil wawancara dan observasi mengenai pelaksanaan Prakerin pada

Berdasarkan hasil dari penelitian [3] bahwa untuk pembobotan kalimat pada dokumen yang memiliki karakter teks pendek dan terstruktur seperti berita maka teknik pembobotan kalimat