METODE DAN TEKNIK IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PELATIHAN Dede Mukti Herdiyanto (150121601246)
S1 Teknologi Pendidikan – Fakultas Ilmu Pendidikan Dedemukti93@gmail.com
Banyak Metode dan teknik yang dapat dipergunakan untuk mengumpulkan dan menghimpun informasi dan data untuk identifikasi kebutuhan pelatihan. Hal yang paling prinsipil untuk diperhatikan adalah perlunya keterlibatan seluruh pihak terkait dalam proses yang ditempuh. engan kata lain bahwa pendekatan dan Metode partisipatif perlu diterapkan. Metode dan teknik tersebut antara lain meliputi:
a. Metode Wawancara atau Interview.
Banyak teknik yang dapat dipergunakan dalam melakukan wawancara baik dilihat dari cara pengajuan pertanyaan, jenis pertanyaan maupun jumlah responden yang ada. Pada prinsipnya wawancara dilakukan dengan cara "tanya jawab", bertatap muka dan berkomunikasi langsung secara lisan dengan responden sebagai sumber data. Berbagai jenis wawancara yang dapat dilakukan yaitu meliputi: Wawancara/Interview Terstruktur, Wawancara/Interview Tidak Terstruktur, Wawancara/Interview Semi Terstruktur, Wawancara Sebaya.
b. Metode Kuesioner/Angket;
Dalam hal ini pihak interviewer mempersiapkan serangkaian pertanyaan tertulis dengan mengacu kepada kebutuhan informasi atau data yang telah ditetapkan sebelumnya. Distribusi dan cara pengisian Kuesioner dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui tatap muka langsung maupun melalui pos (dikirimkan). Dalam hal jenis pertanyaan dalam kuesioner, ada berbagai kemungkinan, yaitu pertanyaan terbuka, tertutup, campuran dan lain sebagainya.
c. Metode Skala;
Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap sesuatu hasil pertimbangan. Biasanya penggunaan Metode skala ini ditujukan untuk menemukan aspek sikap.
Kaufman mengidentifikasi adanya tiga model umum analisis kebutuhan diklat, yaitu: model induktif, deduktif, dan klasik. Model induktif adalah suatu model yang didahului dengan kegiatan mengukur perilaku calon peserta, kemudian mengelompokkannya dalam kawasan program dari sudut tujuan umum yang diharapkan oleh masyarakat. Harapan tersebut kemudian dibandingkan dengan tujuan besar yang telah ditetapkan dan akhirnya disusun tujuan yang lebih terperinci. Model deduktif (tipe D) adalah suatu model yang berturut-turut dimulai dari rumusan tujuan umum dan pernyataan hasil yang ada dituangkan ke dalam tingkah laku yang diharapkan, penetapan kriteria untuk mengukur perilaku, mengadakan kesepakatan dengan partner pendidikan lainnya (calon peserta, fasilitator, pengguna lulusan dan masyarakat), melakukan pengumpulan data tentang kesenjangan kemampuan, merumuskan tujuan, mengembangkan program, melaksanakan dan mengevaluasi. Sementara itu model klasik (tipe C) adalah suatu model yang berkaitan dengan orientasi pencapaian sasaran pada pendidik daripada orientasi pencapaian sasaran si belajar.
Teknik pertama adalah perluasan pengumpulan data yang berkaitan dengan kinerja pegawai yang menjadi target pelaksanaan analisis kebutuhan diklat. Contoh data dapat berupa grafik penjualan atau pendapatan, angka kecelakaan dan lain-lain. Teknik selanjutnya adalah needs assessment yang diartikan sebagai cara untuk mendapatkan opini tentang tujuan (optimals, actuals, feelings, causes dan solusions) dari berbagai pihak. Teknik needs assessment mensyaratkan melakukan kontak dengan sumber informasi untuk mendapatkan perspektif dan informasi baru yang terkait dengan kinerja yang telah dicapai oleh setiap orang atau organisasi. Teknik terakhir adalah melakukan subject matter analysis, yaitu melakukan pengkajian terhadap bangun pengatahuan, keterampilan atau sikap yang akan dibelajarkan, sehingga calon peserta diklat dapat meningkatkan kinerjanya.
DAFTAR PUSTAKA
Arief S. Sadiman, Perencanaan Sistem Pembelajaran, Prototipa Bahan Perkuliahan (Jakarta: Fakultas Pasca Sarjana IKIP Jakarta, 1992/1993)