PENATALAKSANAAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA
LANSIA
PEKERJA KONSTRUKSI
Latar belakang : Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) menyatakan kematian global disebabkan penyakit tidak menular. Dari 57 juta kematian yang terjadi secara global pada tahun 2008, 63% diantaranya disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular 12% diantaranya disebabkan oleh penyakit Paru Kronis (12%). Penulisan ini dibuat dalam bentuk laporan kasus. Data primer diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan kunjungan rumah, Data sekunder didapatkan dari rekam medis terdahulu. Dan tinjauan kepustakaan penilaian diagnosis holistik dari awal, proses dan akhir studi secara kuantitatif dan kualitatif. Tn. M, 61 tahun, seorang kepala keluarga yang berprofesi sebagai tukang aspal jalan, datang dengan keluhan batuk berdahak yang dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Dahak tidak disertai dengan darah. Keluhan pertama kali dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Lalu pasien dibawa berobat ke RS karena sesak nafas. Pasien bekerja di bagian konstruksi memiliki riwayat sebagai seorang perokok berat, Selain pasien, anaknya dirumah juga merokok. Di lingkungan pekerjaan pun semua rekannya merokok, pasien sering terpapar debu, asap kendaraan, serta asap pembakaran aspal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan darah 120/70 mmHg, frekuensi napas 24x/menit, suhu 36,8oC. Regio thorax : Barrel Chest, pelebaran sela iga, pulmo ronkhi basah halus (+/+).Telah dilakukan penerapan pelayanan berbasis Evidence Based Medicine pada pasien lansia dengan riwayat merokok dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis dengan mengidentifikasi faktor risiko dan masalah klinis serta penatalaksanaan pasien berdasarkan kerangka penyelesaian pasien.
Pendahuluan
DAFTAR PUSTAKA
Andini, Resti Lhutvia, S.Ked, Januari 2016,” Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis Pada Lansia Pekerja Konstruksi”. J Medula Unila.Volume 4, No. 4,
http://jukeunila.com/wp-content/uploads/2016/02/RESTI_LHUTVIA_ANDANI_2016_02_09_13_27_30_860.pdf, 11 April 2016.
DENGAN KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK DI RSUD DR. SOEDARSO PONTIANAK
Latar belakang: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah kondisi kronis suatu penyakit yang menyebabkan kecacatan dan kematian. Kualitas hidup penderita PPOK merupakan ukuran penting yang dinilai karena berhubungan dengan keadaan sesak yang akan menyulitkan penderita melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari atau terganggu status fungsionalnya seperti merawat diri, mobilitas, makan, berpakaian dan aktivitas rumah tangga. Tujuan: Untuk mengetahui karakterisik dan hubungan derajat obstruksi paru terhadap kualitas hidup penderita PPOK di Poliklinik Paru RSUD dr. Soedarso. Metodologi: Penelitian ini menggunakan desain studi analitik observasional dengan pendekatan waktu cross-sectional. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 51 orang. Pengumpulan data diambil dari hasil diagnosis, rekam medis, wawancara, kuesioner dan pemeriksaan spirometri. Data dianalisis menggunakan uji Spearman. Hasil: Kelompok usia terbanyak adalah 51- 60 tahun (41,2%), jenis kelamin laki – laki (92,2%), pensiunan (25,5%), SMA (33,3%), adanya riwayat merokok (84,3%), 21 pasien (41,2%) mengalami derajat obstruksi paru berat dan 29 pasien (56,9%) mengalami kualitas hidup yang buruk. Terdapat hubungan yang bermakna antara derajat obstruksi paru dengan kualitas hidup (p = 0,000) dengan koefisien korelasi sedang (r = 0,589). Kesimpulan: Derajat obstruksi paru yang berat secara bermakna positif menyebabkan kualitas hidup yang buruk.
Pendahuluan
kehidupan sehari-hari atau terganggu status fungsionalnya seperti merawat diri, mobilitas, makan, berpakaian dan aktivitas rumah tangga. Banyak penelitian yang menunjukkan hubungan bermakna antara derajat obstruksi paru dengan kualitas hidup. Data mengenai hubungan derajat obstruksi paru dengan kualitas hidup penderita PPOK di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soedarso Pontianak belum tersedia. Hal tersebut menjadi alasan perlunya melakukan penelitian “Hubungan derajat obstruksi paru dengan kualitas hidup penderita PPOK di RSUD Dokter Soedarso Pontianak”.
Firdausi, Januari 2014,”HUBUNGAN DERAJAT OBSTRUKSI PARU DENGAN KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK DI RSUD DR. SOEDARSO PONTIANAK”. http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/viewFile/6336/6513, 12 April 2016.
TAHUN 2015DI SMP NEGERI 2 PAKEM SLEMAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Pendahuluan
kelelahan yang berarti (Wahjoedi, 2000: 59). Untuk meningkatkan kebugaran kardiorespirasi dapat dilakukan dengan latihan. Latihan dapat dilakukan dengan olahraga, menurut Djoko Pekik Irianto (2004: 12) latihan kebugaran diartikan sebagai proses sistematis menggunakan gerakan bertujuan meningkatkan atau mempertahankan kualitas fungsi tubuh meliputi kualitas daya tahan paru jantung, kekuatan dan daya tahan otot, kelentukan dan komposisi tubuh. Kebugaran kardiorespirasi yang baik, siswa diharapkan dapat belajar yang baik, sehingga pada saatnya nanti dapat meningkatkan sumber daya manusia yang lebih baik. Pengertian kardiorespirasi itu sendiri adalah kemampuan sistem peredaran darah dan pernapasan untuk membagikan oksigen serta makanan ke otot-otot yang bekerja sesuai dengan kebutuhan untuk memulihkan tubuh dari efek bekerja dan latihan fisik Rusli Lutan (2002: 46). Ekstrakurikuler yang diadakan SMP Negeri 2 Pakem, terbagi menjadi dua macam, yaitu ekstrakurikuler olahraga dan non olahraga. Latihan ekstrakurikuler olahraga, misalnya bolavoli, sepakbola, dan bolabasket tidak berjalan efisien, karena jadwal hanya satu kali dalam satu minggu. SMP Negeri 2 Pakem juga terletak di dataran tinggi yang bertempat di Jalan Kaliurang km 20, Hargobinangun, Pakem, Sleman. Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran penjas yang belum optimal, akan berpengaruh terhadap kemauan siswa untuk meningkatkan kebugaran jasmani. Pada saat observasi dan penulis melakukan wawancara singkat dengan guru olahraga tanggal 28 Maret 2015, kenyataan yang ada yaitu siswa kelas VIII di SMP Negeri 2 Pakem saat mengikuti pembelajaran penjasorkes tidak bersemangat, cepat merasa lelah, bahkan sempat ada siswa yang tidak sampai selesai mengikuti pembelajaran penjasorkes karena sudah mengalami kelelahan. Guru Penjasorkses di SMP Negeri 2 Pakem juga kurang kreatif pada saat mengajar, guru hanya menggunakan metode yang konvensional sehingga siswa merasa bosan dan tidak berminat saat mengikuti pembelajaran. Seharusnya melihat dari karakteristik dan seringnya siswa melakukan aktivitas di luar sekolah, siswa mempunyai daya tahan yang baik. Selama ini juga di SMP Negeri 2 Pakem belum pernah dilakukan pengukuran tentang daya tahan kardiorespirasi siswanya. Dengan adanya pengukuran kebugaran kardiorespirasi siswa, diharapkan guru dapat mengetahui status kebugaran siswa, sehingga guru dapat menerapkan pembelajaran yang tepat dan sesuai. Dari pertimbangan uraian di atas, serta belum adanya penelitian tenatang kebugaran kardiorespirasi yang dilakukan di SMP Negeri 2 Pakem, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Tingkat Daya Tahan Kardiorespirasi Siswa SMP kelas VIII di SMP Negeri 2 Pakem Tahun Ajaran 2015”.