• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREAT bhs

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMBERDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREAT bhs "

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF ILMIAH MELALUI PEMBELAJARAN BIOTEKNOLOGI BERBASIS SCIENTIFIC, TECHNOLOGY,

AND INFORMATION LITERACY

Widya Arwita widya.amrida@gmail.com

Abstrak

Aplikasi bioteknologi menghasilkan banyak keuntungan meskipun tetap harus diperhatikan adanya potensi resiko dan bahaya dari penggunaan teknologi tersebut. Sifat bioteknologi yang demikian, membutuhkan penguasaan yang benar dan baik terhadap bidang tersebut, agar pada akhirnya diperoleh kemampuan untuk dapat melakukan pengambilan keputusan tentang mana bioteknologi yang baik dan mana yang dapat menghasilkan resiko yang kurang menguntungkan. Pembelajaran Scientific, technology, and information literacy merupakan pembelajaran mengintegrasikan kemampuan mengakses dan mengevaluasi informasi menggunakan internet dengan kemampuan menggunakan ilmu pengetahuan untuk menjawab fenomena sehari-hari dan mengambil keputusan pribadi berdasarkan pengetahuan yang diperoleh. Kreativitas dalam pendidikan sains, secara tepat disebut "kreativitas ilmiah", sehingga kebutuhan dalam mempelajari kreativitas khususnya di bidang pendidikan sains mengharuskan pengajar sains mempertimbangkan belajar kreativitas dalam konteks ilmiah. Pembelajaran bioteknologi menggunakan STIL memiliki keterkaitan dalam memberdayakan keterampilan berpikir kreatif.

Kata Kunci: pembelajaran bioteknologi, Scientific literacy, technology literacy, information literacy, Keterampilan berpikir kreatif.

Pendidikan merupakan pondasi dasar dalam membangun sebuah negara. Negara yang maju dapat dilihat dari perkembangan pendidikannya. Sekarang kita memasuki awal abad ke 21 yang membuka kesempatan seluas-luasnya untuk bersaing secara global. Pendidikan di abad ke 21 ini menuntut siswa mampu menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari melalui sains atau ilmu pengetahuan yang telah diperolehnya, selain itu siswa juga mampu mengambil keputusan berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh dari proses ilmiah. NCREL & Metiri Group (2003) menyatakan siswa harus disiapkan dengan tidak hanya akademik yang baik pada prestasi saja tetapi juga keterampilan abad 21 yang dibutuhkan dalam lingkungan kerja di abad ini.

(2)

Pembelajaran seperti ini membutuhkan keterampilan berpikir kreatif pada siswa, karena siswa mencari sendiri pemecahan masalah yang ada di kehidupan sekitar melalui pengetahuan yang diperolehnya. Pemecahan masalah selalu berkaitan dengan kemampuan berpikir kreatif, untuk mampu berpikir kreatif haruslah dilalui beberapa tingkatan atau tahapan dalam proses kreatif itu sendiri. Nelson (dalam Suratno, 2012), menyatakan bahwa keterampilan berpikir kreatif adalah keterampilan kognitif untuk memunculkan dan mengembangkan gagasan baru, ide baru sebagai pengembangan dari ide yang telah lahir sebelumnya dan keterampilan untuk memecahkan masalah secara divergen (dari berbagai sudut pandang).

Pembelajaran biologi di Indonesia pada umumnya masih belum mengaplikasikan pengembangan keterampilan berpikir kreatif. Pembelajaran-pembelajaran berlangsung di dalam kelas menggunakan metode yang belum variatif, seperti ceramah dan diskusi kelompok kecil yang sumbernya masih berasal dari buku teks yang disediakan di sekolah. Selain itu, evaluasi pendidikan di Indonesia yaitu dalam bentuk ujian nasional dapat dijadikan gambaran bahwa pengembangan keterampilan berpikir kreatif belum menjadi fokus tujuan pembelajaran. Tes melalui ujian nasional hanya menjadikan fokus belajar siswa di kelas untuk bagaimana teknik menjawab tes yang berupa pilihan ganda. Rofi’udin (2000) melaporkan bahwa rendahnya kemampuan berpikir kritis, kreatif yang dimiliki oleh lulusan pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, karena pendidikan berpikir belum ditangani dengan baik. Sutama (2007) juga menyatakan bahwa praktik pembelajaran di perguruan tinggi selama ini juga belum secara serius dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sahih untuk memberikan peluang belajar cerdas, kritis, kreatif, dan memecahkan masalah kepada mahasiswa.

Pembelajaran masih sebatas memperoleh kemampuan kognitif saja, sehingga ketika siswa ditempatkan dalam kehidupan nyata atau di lingkungan masyarakat, siswa belum mampu mengaitkan antara ilmu yang didapatkan untuk menjawab fenomena-fenomena alam tersebut. Hal ini senada dengan pernyataan Permanasari (2010) dimana, pembelajaran sains di Indonesia masih menekankan tingkat hafalan dari sekian banyak materi atau pokok bahasan tanpa diikuti dengan pemahaman yang bisa diterapkan siswa ketika berhadapan dengan situasi nyata dalam kehidupannya. Siswa hanya mempelajari sains sebagai produk, sedangkan dalam mempelajari sains perlu keterpaduan antara proses, sikap, dan aplikasi yang belum sepenuhnya tersentuh dalam pembelajaran

(3)

SMA. Hal tersebut dikarenakan selain banyak terkait langsung dengan kehidupan sehari-hari, juga dapat dikaitkan dengan aspek ‘life skill’. Untuk memberikan penguasaan dan kebermaknaan yang baik tentang bioteknologi kepada siswa, guru dituntut mampu melakukan pembelajaran yang benar dan sesuai agar dicapai pemahaman yang baik pada siswanya (Rustaman, 2009).

Millar (2006) menyatakan bahwa pengembangan pada sebuah program pengajaran yang rinci merupakan sebuah makna penting dari mengklarifikasi makna dan penerapan pendekatan literasi sains. PISA (Rustaman, et al., 2003) mengemukakan bahwa literasi sains merupakan unsur kecakapan hidup yang harus menjadi kunci dari proses pendidikan. Tan (2004) menyatakan bahwa kemampuan menggunakan konsep sains dan teknologi dalam memecahkan masalah sehari-hari dan menggunakan keterampilan untuk menghadapi kebutuhan dasar, mencegah dan menghindari bencana, meningkatkan produktivitas, dan mengurangi kemiskinan merupakan perwujudan seseorang yang memiliki literasi sains dan teknologi.

Literasi informasi sangat penting untuk kesuksesan dalam kelangsungan hidup di lingkungan masyarakat (American Association of Librarian School, 2009). Iley (2006), Macdonnell (2007), Eisenberg dan Robinson (2007) bahkan menganjurkan guru memberikan pelajar dan generasi muda kesempatan untuk memecahkan masalah dalam rangka meningkatkan literasi informasi mereka, dan meletakkan dasar bagi situasi pemecahan masalah yang lebih kompleks dalam kehidupan mereka. United Nations Educational, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO, 2007) bahkan menunjukkan setiap bangsa harus mengembangkan inisiatif literasi informasi dalam empat domain utama pendidikan, kesehatan, bisnis, serta kewarganegaraan, sehingga warganya bisa tampil kompetitif dan produktif dalam abad ke-21 dunia masyarakat informasi. Dengan kata lain, literasi informasi dianggap sebagai dasar penting untuk belajar seumur hidup di era ekonomi berbasis pengetahuan. AASL (2009), Andretta (2005), Van Cleave (2007) serta Chu, Tse, dan Chow (2011) mengemukakan bahwa literasi informasi yang paling efektif diajarkan sebagai bagian integral dari pelajaran, karena situasi belajar yang ada dapat menyediakan lingkungan yang bermakna bagi siswa berlatih kemampuan di atas.

(4)

proses pembelajaran yang tepat, dan evaluasi pembelajaran sudah seharusnya dapat terlaksana dengan baik. Implementasi aspek-aspek pelaksanaan pembelajaran itu harus selalu diupayakan agar tidak semata-mata mengacu kepada kepentingan transfer informasi ataupun bahkan penemuan informasi, tetapi mengacu pada kecakapan dalam menghadapi permasalahan di dunia nyata untuk bersaing secara global.

KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF

Kreatif merupakan membuat sesuatu yang baru, yang belum pernah dipikirkan oleh orang lain. Kemampuan berpikir kreatif sangat diperlukan dalam era globalisasi ini, agar kita tidak sekedar mengikuti arus, tanpa bisa mengontrol diri dan mampu membuat keputusan untuk kehidupan pribadi. Brookhart (2010) menyatakan bahwa kreativitas itu ketika anda meletakkan segala sesuatu bersama-sama kemudian orang lain akan berkata "aha" ketika mempertimbangkan kreasi anda dan orang tersebut berkata “Saya tidak pernah berpikir tentang hal seperti itu sebelumnya”.

Sementara menurut Learning and Teaching Scotland (Budiman, 2011) bila kemampuan berpikir kreatif berkembang pada seseorang, maka akan mengasilkan banyak ide, membuat banyak kaitan, mempunyai banyak perspektif terhadap suatu hal, membuat dan melakukan imajinasi, dan peduli akan hasil. Kreativitas perlu dikembangkan pada diri siswa karena melalui kreativitas seseorang dapat mengaktualisasi dirinya (self actualization), memberikan kepuasan tersendiri (satisfaction), dan melalui kreativitas akan mampu meningkatkan kualitas hidup sesorang (Safilu, 2010).

Definisi kreativitas menurut Brookhart (2010) adalah meletakkan sesuatu bersama dalam cara yang baru (baik secara konseptual atau artistik), mengamati sesuatu yang lain, yang mungkin terlewatkan, membangun sesuatu yang baru, menggunakan yang tidak biasa atau pencitraan yang tak biasa yang tetap bekerja untuk membuat suatu hal yang menarik dan sejenisnya. Torrance dalam Esin (2009) mendefinisikan kreativitas sebagai proses merasakan adanya keterbukaan atau mengganggu unsur-unsur yang hilang, dan mengkomunikasikan hasil, kemungkingan memodifikasi dan menguji kembali hipotesis. Sedangkan, dari sudut pandang psikologi kreativitas merupakan kemampuan untuk membuat sesuatu yang baru yang dapat menyediakan informasi.

(5)

tingkat yang penting, yaitu: apa yang secara kultural signifikan, dan yang secara pribadi atau organisatoris signifikan. Keduanya memegang nilai besar. Perkembangan sosial, emosional, dan intelektual manusia telah didorong oleh kreativitas. Mungkin lebih dari kualitas manusia lainnya, kreativitas telah meninggalkan tanda permanen dan abadi pada budaya di seluruh dunia-dan itu adalah di jantung usia berbasis pengetahuan. Banyak individu maupun tim dari individu telah kreatif dipengaruhi budaya kita melalui teknologi yang sedang berkembang (misalnya, terobosan seperti silikon Chip, operasi laser, dan Internet). Literatur menegaskan bahwa kreativitas budaya seperti tidak hanya memerlukan orisinalitas dan pemahaman yang mendalam tentang bidang tertentu tetapi juga penerimaan masyarakat luas terobosan budaya atau penemuan untuk dipertimbangkan kreatif (Csikszentmihalyi, 1996; Weisberg, 1999). Saat ini, individu yang kreatif berpotensi memiliki lebih untuk menawarkan dan mendapatkan-dari masyarakat, daripada sebelumnya. Zaman berbasis pengetahuan kita telah bergeser daya dari mereka yang memiliki bahan baku fisik kepada mereka yang memiliki kapasitas intelektual kapasitas untuk membuat dan menghasilkan pengetahuan. Pada tingkat ekonomi, kreatif, individu pengetahuan penghasil dan organisasi sangat mungkin pelarut ekonomis. Pada tingkat pribadi, kehidupan orang-orang yang secara pribadi kreatif bisa menjadi lebih kaya, lebih menarik dan, mungkin, lebih puas (Collins & Amabile, 1999; Nickerson, 1999). Selain itu, teknologi telah memberikan individu dan masyarakat dengan waktu untuk menghabiskan dalam kegiatan kreatif, sehingga ekstensi yang luar biasa dan perluasan domain serta pembentukan yang baru seperti bioteknologi (Csikszentmihalyi, 1996). Untuk itu, pemerintah federal saat ini adalah agresif mendorong inovasi dan kewirausahaan-mendorong kreativitas dalam dunia ilmu pengetahuan, bisnis, dan industri.

Kebutuhan dalam mempelajari kreativitas khususnya di bidang pendidikan sains mengharuskan pengajar sains mempertimbangkan belajar kreativitas dalam konteks ilmiah secara terpisah, di mana pengetahuan tentang kreativitas secara umum tidak memadai. Kreativitas dalam pendidikan sains, secara tepat disebut "kreativitas ilmiah", sehingga telah muncul sebagai bidang independen penelitian kreativitas, bukan dianggap hanya sebagai aplikasi namun kreativitas dalam usaha ilmiah, dan menarik perhatian meningkat dari pendidik sains (Mukhopadhyay, 2013).

Kreativitas ilmiah didefinisikan oleh Moracsik (1981) sebagai:

(6)

mengembangkan ide-ide ilmiah yang diaplikasikan untuk khususnya domain praktis yang diminati, dalam merealisasikan fitur baru organisasi penelitian ilmiah dan komunitas ilmiah, dalam penerapan rencana baru dan yang telah direncanakan untuk aktifitas ilmiah, dalam usaha jalan terang untuk mengirimkan pandangan ilmiah ke dalam pikiran, dan di bidang lainnya.”

Hu dan Adey (2002) telah mendefinisikan bentuk kreativitas ilmiah sebagai berikut: 1. Kreativitas ilmiah berbeda dari kreativitas seni dan bahasa, kreativitas ilmiah konsen

dengan eksperimen kreatif sains, penemuan dan pemecahan masalah dengan kreatif sains. 2. Kreativitas ilmiah merupakan jenis kemampuan yang meliputi faktor intelektual.

3. Kreativitas ilmiah tergantung pada pengetahuan ilmiah dan keterampilan proses ilmiah. 4. Kreativitas dan kecerdasan analisis merupakan dua faktor yang berbeda pada fungsi

tunggal yang berasal dari kemampuan mental.

Jadi, aspek kreativitas ilmiah merupakan peka terhadap masalah, kemampuan untuk menghasilkan ide baru yang dapat diterima secara teknologi, kemampuan untuk bertanya, memahami dunia sekitar, kemampuan untuk pemecahan masalah, melihat solusi, merancang eksperimen, berimajinasi, mengidentifikasi kesulitan, membuat prediksi atau hipotesis. Kreativitas ilmiah berhubungan erat tehadap pembelajaran sains, dimana ruang lingkup pembelajaran sain mencakup pengembangan dan pendorong kreativitas ilmiah.

SCIENTIFIC, TECHNOLOGY, AND INFORMATION LITERACY

Literasi merupakan bagian dari keterampilan yang harus dimiliki di era pendidikan sains abad 21. Keterampilan literasi pada pendidikan abad 21 terdiri dari dari literasi dasar, literasi sains, literasi ekonomi, literasi teknologi, literasi visual, literasi informasi dan literasi multikultural (Turiman, 2012). Literasi atau melek, merupakan kemampuan untuk membaca, memahami, menggunakan sesuatu untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Mengembangkan literasi menjadi sasaran utama dalam pemecahan masalah reformasi sains-biologi (Tan, 2004).

(7)

mengidentifikasi isu-isu ilmiah yang mendasari posisi keputusan nasional dan lokal dan mengungkapkan yang ilmiah dan teknologi informasi (Buxton, 2001). Seorang warga melek huruf harus dapat mengevaluasi kualitas informasi ilmiah berdasarkan sumbernya dan metode yang digunakan untuk menghasilkan itu. Literasi sains juga menyiratkan kemampuan untuk menggunakan dan mengevaluasi argumen yang didasarkan pada bukti dan menerapkan kesimpulan dari argumen tersebut dengan tepat.

Literasi sains didefinisikan secara berbeda oleh penulis yang berbeda. Dua definisi yang diterima dibuat oleh Benchmark of Science Literacy sebuah NRC (Dewan Riset Nasional) (1996) Benchmark Science mendefinisikan literasi sebagai berikut: “Seseorang yang literat (melek) adalah orang terdidik, menguasai satu pengetahuan atau kompetensi tertentu. Sekarang ini, literasi orang dewasa hadir untuk memasukkan pengetahuan dan kompetensi yang berhubungan dengan sains, matematika, dan teknologi. Orang yang melek dalam sains tidak selalu mampu melakukan sains, matematika atau rekayasa dalam arti profesional, lebih dari orang melek musik harus mampu menulis musik atau memainkan alat musik.

Mayer (1997) mendefinisikan literasi sains sebagai pengetahuan tentang isi substantif sains yang terkait secara khusus untuk memahami keterkaitan antara orang-orang dan bagaimana kegiatan mereka mempengaruhi dunia di sekitar mereka. Reformasi pendidikan beberapa tahun terakhir dari berbagai negara, menetapka literasi sains sebagai tujuan nasional untuk pendidikan sains dan negara memberikan perhatian dan prioritas untuk literasi sains (Macaroğlu, 2003; Turpin dan Cage, 2004). Pada akhirnya, ilmu pendidikan berarti mampu berpartisipasi dalam demokrasi untuk mengejar kehidupan yang baik. Ini bukan hanya tentang menjadi seorang dokter atau ilmuwan, hal ini menjadi Sains melek dengan tingkat dapat berpartisipasi dengan sukses dalam kehidupan demokratis dan untuk mempertahankan perjalanan pendidikan self-directed (Hampton sebuah Licona, 2001). Pelajaran Ilmu harus diatur tidak hanya untuk mengajarkan hukum-hukum dasar dan formula dari fisika, kimia, matematika dan biologi, tetapi juga untuk mendapatkan pengetahuan yang diperoleh yang akan memudahkan kehidupan mereka.

(8)

microwave. Tapi pengetahuan dan proses yang digunakan untuk merancang, membuat dan mengoperasikan produk ini - engineering mengenal - bagaimana manufaktur keahlian, berbagai keterampilan teknis juga dapat disebut sebagai teknologi (Young dan et. all., 2002).

Literasi teknologi (Technology literacy) berarti pengetahuan tentang apa itu teknologi, cara kerjanya, apa tujuan dapat melayani, dan bagaimana dapat digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan tertentu (NCREL dan Metiri Group, 2003). Literasi teknologi jauh lebih dari sekedar mengetahui tentang dan menggunakan komputer. Tentu siswa harus mampu pengguna teknologi, tetapi mereka juga harus mampu mencari, menganalisis dan mengevaluasi informasi, masalah memecahkan dan membuat keputusan, dan diinformasikan, bertanggung jawab dan penghasil warga (Saskatchewan Pendidikan, 2001).

Tujuan utama dari program sekolah yang melibatkan studi teknologi adalah untuk memberikan literasi teknologi untuk semua siswa. Melek teknologi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan, mengelola, menilai, dan memahami teknologi. Seseorang yang melek teknologi mengerti, dengan cara yang semakin canggih yang berevolusi dari waktu ke waktu, teknologi apa, bagaimana ia diciptakan, dan bagaimana membentuk dan dibentuk oleh masyarakat (Dugger, 2001). Tidak hanya menggunakan alat teknologi memastikan menjadi melek teknologi. Pada saat yang sama seseorang harus tahu bagaimana teknologi yang dihasilkan, yang tujuan melayani, yang kondisi harus dioperasi dan solusi untuk masalah yang mungkin.

Seseorang yang memahami dengan meningkatnya kecanggihan teknologi apa yang, bagaimana ia diciptakan, bagaimana membentuk masyarakat, dan pada gilirannya dibentuk oleh masyarakat melek teknologi. Ia dapat mendengar cerita tentang teknologi di televisi atau membacanya di koran dan mengevaluasi informasi yang cerdas, menaruh informasi bahwa dalam konteks, dan membentuk opini berdasarkan hal tersebut. Seseorang melek teknologi nyaman dengan dan obyektif tentang penggunaan teknologi tidak takut itu juga tergila-gila dengan itu (ITEA, 2000).

(9)

dan memecahkan masalah kompleks dalam konteks dunia nyata (NCREL dan Metiri Group, 2003).

National Educational Technology Standards (NETS) untuk siswa, laporan Secretary’s Commission on Achieving Necessary Skills (SCANS) dan American Association of Administrator School meliputi kompetensi dalam penggunaan komputer dan teknologi lainnya sebagai keterampilan penting bagi siswa di abad 21 (SCANS, 1992; Uchida, Cetron, & McKenzie, 1996). Laporan-laporan ini menegaskan bahwa melek teknologi merupakan komponen penting dari kesiapan kerja, kewarganegaraan, dan keterampilan hidup. Siswa tidak hanya harus menjadi kompeten dalam penggunaan teknologi dan aplikasi yang terkait, mereka juga harus mampu menerapkan keterampilan mereka dalam situasi praktis. Kebanyakan ahli setuju bahwa siswa harus mengembangkan keterampilan teknologi dalam konteks belajar dan memecahkan masalah yang terkait dengan konten akademik (Baker & O'Neil, 2003).

Literasi informasi (Information literacy) berarti kemampuan untuk mengevaluasi informasi di berbagai media, mengenali kapan informasi dibutuhkan, mencari, mensintesis, dan menggunakan informasi efektif, dan mencapai fungsi-fungsi menggunakan teknologi, jaringan komunikasi, dan sumber daya elektronik (NCREL dan Metiri Group, 2003). Literasi informasi mencakup mengakses informasi secara efisien dan efektif, mengevaluasi secara kritis dan kompeten, dan menggunakannya secara akurat dan kreatif.

Mengakses informasi telah menjadi semakin penting sebagai database yang sebelumnya hanya dapat diakses oleh spesialis media perpustakaan sekarang tersedia untuk siswa secara langsung. Browsing, mencari, dan navigasi online telah menjadi keterampilan penting bagi semua siswa, karena memiliki pengakuan keterbatasan arsip digital. (Beberapa hal tetap tidak tersedia secara elektronik.) Keakraban dengan penyelidikan alam, strategi pencarian Boolean, dan sistem organisasi (katalog, abstrak, pengindeksan, peringkat) sangat penting karena siswa mencari informasi dari sumber-sumber di seluruh dunia (Brem & Boyes, 2000).

Digitalisasi sumber yang menimbulkan masalah baru analisis dan evaluasi. The International ICT Literacy Panel (2002) meminta kita untuk mempertimbangkan seorang mahasiswa yang diminta untuk menyiapkan presentasi berdasarkan informasi dari Web. Siswa dapat mengakses sejumlah besar informasi tanpa banyak pemahaman, karena mesin pencari membuat mengakses informasi begitu sederhana.

(10)

memerlukan keterampilan yang lebih maju, mewakili literasi yang jauh melampaui apa yang dibutuhkan dalam lingkungan yang lebih terbatas, seperti dengan buku teks di mana semua informasi yang terkandung dalam satu sumber. Akibatnya, karena teknologi membuat tugas-tugas sederhana lebih mudah, ia menempatkan beban yang lebih besar pada keterampilan tingkat tinggi.

Pada akhirnya, siswa harus memahami keterkaitan antara koleksi perpustakaan, database proprietary, dan dokumen internet lain untuk memastikan tepat, pencarian yang efektif dan evaluasi yang akurat dari sumber. Selain itu, sebagai siswa mengakses sumber daya elektronik, sangat penting bahwa mereka menyadari pentingnya menghormati kekayaan intelektual pihak lain dengan ketat mengikuti hukum hak cipta dan menggunakan secara bijak.

PEMBELAJARAN BIOTEKNOLOGI BERBASIS SCIENTIFIC, TECHNOLOGY, AND INFORMATION LITERACY

Sains merupakan fasilitas yang membuat hidup manusia menjadi lebih mudah. Sains dimulai dari awal kehidupan manusia di bumi. Bioteknologi merupakan perkembangan dari ilmu sains. Bioteknologi hadir seiring berkembangnya teknologi yang menggunakan organisme dalam pengaplikasiannya. Penggunaan bioteknologi sebagai ilmu maupun sebagai alat, bertanggungjawab dalam meningkatkan kemajuan secara cepat dalam berbagai bidang kehidupan. Sifat materi bioteknologi merupakan perpaduan dari berbagai disiplin ilmu dan sarat dengan inovasi teknologi yang berkembang sangat pesat dalam menghasilkan produk dan jasa menuntut suatu kemasan materi dan proses pembelajaran yang berbeda dengan yang ada sekarang ini.

(11)

bersentuhan langsung dengan peningkatan taraf hidup manusia. Bioteknologi memiliki peranan sangat penting dalam mengatasi berbagai permasalahan umat manusia yang menyangkut pangan, sandang, papan (lingkungan), kesehatan, energi, dan pada gilirannya bermuara pada peningkatan kesejahteraan umat manusia.

Menurut Hagerdon (Sohan et al. 2003) siswa-siswa sekolah saat ini perlu memiliki pemahaman yang baik terhadap resiko dan keuntungan dari bioteknologi untuk dapat memutuskan secara cerdas penggunaan pengetahuan tersebut secara benar. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara peningkatan penguasaan dan sikap serta persepsi positif siswa terhadap bioteknologi (Sohan, 2003; Dawson & Schibeci, 2003; Bal, et al., 2007). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa apabila seorang siswa telah menguasai dengan benar dan mampu memutuskan secara kritis tentang bioteknologi, maka mereka akan dapat bersikap secara benar terhadap bioteknologi. Oleh karenanya, kemampuan memahami konsep bioteknologi haruslah menjadi bagian dari unsur yang harus dibekalkan pada siswa.

Dawson & Schibeci (2003) menyatakan bahwa dari sejumlah siswa yang diteliti di Australia, sepertiganya mempunyai pemahaman yang rendah atau tidak memahami sama sekali tentang bioteknologi dan sepertiga lagi tidak dapat memberikan satu contoh pun tentang hasil bioteknologi secara benar. Penguasaan yang rendah dari siswa maupun masyarakat umum terhadap ilmu tersebut, sangat mungkin disebabkan karena kurangnya kemampuan guru dalam membelajarkan bioteknologi di sekolah, sehingga dalam membelajarkan bioteknologi perlu melek sains, teknologi, dan informasi.

Penerapan pendekatan pembelajaran STL pada materi bioteknologi terdapat beberapa kelebihan yaitu: meningkatkan motivasi belajar, keingintahuan, keseriusan belajar, dan keaktifan siswa, serta meningkatkan keberanian siswa mengerjakan tugas di depan kelas (Saroyah, 2012). Hernani, dkk (dalam Saroyah, 2012) menyebutkan bahwa STL terdiri dari 6 tahap pembelajaran yaitu tahap kontak, tahap kuriositi, tahap elaborasi, tahap pengambilan keputusan, tahap nexus, dan tahap evaluasi.

(12)

contoh-contoh soal, pemberian pop quiz untuk setiap kali pertemuan serta tugas eksplorasi dimana siswa diberikan tugas untuk mencari latihan-latihan soal dan masalah sejenis sesuai dengan materi yang telah disampaikan yang kemudian akan dibahas secara bersama pada pertemuan berikutnya. Disamping itu, diberikan pula tugas kajian pustaka dari internet yang akan digunakan sebagai bahan diskusi kelompok, praktikum, dan demonstrasi (Saroyah, 2012).

(13)

produk kegiatan ini, termasuk dampak sosial yang dihasilkan (NCREL dan Metiri Group, 2003).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Kreativitas merupakan suatu tindakan membawa sesuatu yang benar-benar baru dan asli, yang sebelumnya belum pernah dipikirkan oleh orang lain. Kreativitas sangat dibutuhkan pada abad dua puluh satu ini. Keterampilan kreativitas menjadi keharusan untuk memecahkan masalah yang semakin bervariasi di dunia sekitar. Oleh karena itu, siswa perlu dibekali pembelajaran yang dapat meningkatkan kecakapan berpikir kreatif. Bioteknologi adalah cabang sains yang ada seiring berkembangnya informasi dan teknologi, sehingga dibutuhkan pembelajaran yang terintegrasi antara proses sains, informasi dan teknologi.

Literasi ilmiah (scientific literacy) berarti pengetahuan dan pemahaman tentang konsep-konsep ilmiah dan proses yang diperlukan untuk pengambilan keputusan pribadi, partisipasi dalam urusan masyarakat dan budaya, dan produktivitas ekonomi. Literasi teknologi (technology literacy) berarti pengetahuan tentang apa itu teknologi, cara kerjanya, apa tujuan dapat melayani, dan bagaimana dapat digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan literasi informasi (information literacy) berarti kemampuan untuk mengevaluasi informasi di berbagai media, mengenali kapan informasi dibutuhkan, mencari, mensintesis, dan menggunakan informasi efektif, dan mencapai fungsi-fungsi menggunakan teknologi, jaringan komunikasi, dan sumber daya elektronik.

Pembelajaran Scientific and technology literacy (STL) terdiri dari enam tahap pembelajaran yaitu tahap kontak, tahap kuriositi, tahap elaborasi, tahap pengambilan keputusan, tahap nexus, dan tahap evaluasi. Literasi informasi selanjutnya diintegrasikan dalam pembelajaran STL, karena siswa dalam setiap tahap pembelajaran STL seperti tahap kontak-eksplorasi perlu mengevaluasi informasi di berbagai media sumber belajar, mengenali kapan informasi yang didapatkan bisa dibutuhkan, mencari, mensintesis, dan menggunakan informasi secara efektif, dan mencapai fungsi-fungsi menggunakan teknologi, jaringan komunikasi, dan sumber elektronik.

(14)

informasi yang baik dan benar, serta informasi yang berguna dalam penyelesaian masalah tersebut.

Saran

Beberapa saran yang dapat diungkapkan antara lain: (1) guru hendaknya memiliki wawasan yang luas dalam mengimplementasikan pembelajaran bioteknologi berbasis scientific, technology, and information literacy (STIL), (2) Sekolah memfasilitasi pembelajaran STIL seperti penyediaan akses internet yang mudah untuk siswa sehingga memudahkan dalam penguasaan melek sains, melek teknologi, dan melek informasi.

DAFTAR RUJUKAN

Brookhart, S. M. 2010. How to Assess Higher-Order Thingking Skills in Your Classroom. Alexandria: ASCD

Chen, L. C., 2011. The Effects of Integrated Information Literacy in Science Curriculum on First-Grade Students’ Memory and Comprehension Using the Super3 Model. Knowledge Management & E-Learning: An International Journal. (Online). Vol. 3. No. 3. (http://www.kmel-journal.org/ojs/index.php/online-publication/article/viewFile/127/105 diakses 15 Mei 2013).

Dugger, W. E. 2001. Standards for technological literacy. Phi Delta Kappan, (Online) Jilid 82 No.7, 513-517. (http://www.pdkintl.org/kappan/kdug0103.html diakses 15 April 2013).

Hu, W. & Adey P. 2002. A Scientific Creativity Test For Secondary School Students. International Journal Science Education. (Online), Jilid 24 No. 4, 389–403, (http://ctpad.snnu.edu.cn/upload/files/HWP/lwhwp---009.pdf).

International Technology Education Association. 2000. Executive summary of standards for technological literacy. (Online). (http://www.iteawww.org/TAA/STLexesum.html diakses 15 April 2013).

NCREL & Metiri Group. 2003. enGauge 21st century skills: Literacy in the digital age. (Online). (http:// www.ncrel.org/engauge.org/engauge, diakses 15 April 2013).

Permanasari, A. 2010. Membangun Keterkaitan Antara Mengajar dan Belajar Pendidikan Sains SMP untuk Meningkatkan Science Literacy Siswa. Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan Pembelajaran MIPA dalam Konteks Indonesia (halm. 147-198). Bandung: FMIPA UPI.

Porter, et. all., 2010. Integration of Information and Scientific Literacy: Promoting Literacy in Undergraduates. Life Sciences Education. (Online), Vol. 9 hal. 536-542 (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21123700 diakses 2 Mei 2013).

(15)

Rustaman, dkk. 2009. Identifikasi Kesulitan Pembelajaran Bioteknologi pada Guru SLTA se Jawa Barat. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Inovasi Biologi dan Pendididkan Biologi dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia, Sekolah Pascasarjana UPI, Bandung, 15-15 Juli

Saskatchewan Learning. 1992. Science: A curriculum guide for the secondary-level biology. (Online), (http://www.sasked.gov.sk.ca/docs/biology/index.html, diakses 02 Mei 2013) Saroyah, dkk. 2012. Efektivitas Pendekatan Science (STL) Pada Materi Larutan Penyangga

dan Hidrolisis. Chem in Edu. (Online),

(http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/chemined diakses 2 Mei 2013).

Suratno. 2012. Pemberdayaan Kecakapan Berpikir Kreatif dengan Asesmen Portfolio pada Perkuliahan Evaluasi Hasil Belajar Bidang Studi (Ehb) Biologi. Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajarannya dalam Upaya Peningkatan Daya Saing Bangsa, (Online), (jurnal.fkip.uns.ac.id diakses 15 April 2013).

Tan, M. 2004. Nurturing Scientific and Technological Literacy through Environmental Education. Journal of International Cooperation in Education. (Online), Vol.7, No. 1: 115 ( http://home.hiroshima-u.ac.jp/cice/tan7-1.pdf, diakses 26 April 2013)

Turiman, P., Omar, J., Daud, A. M., dan Osman, K. 2012. Fostering the 21st Century Skills through Scientific Literacy and Science Process Skills, Procedia - Social and Behavioral Sciences. (Online) (www.sciencedirect.com, diakses 18 Agustus 2012).

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini, hanya para wali (sufi) yang dapat mengenyampingkan hukum. Sedangkan sultan berikut perangkat kerajaannya dianggap sebagai wali, maka dalam beberapa

Mencermati tingginya peningkatan pinjaman untuk keperluan investasi serta juga didukung kontribusi investasi yang cukup besar terhadap perekonomian Kabupaten Kubu Raya yaitu 37,8

Pada instalasi turbin yang digunakan saat pengujian, energi output generator yang paling besar diperoleh saat variasi jumlah sudu sebanyak 12 buah dengan gerakan

Dalam melakukan kegiatan periklanan ini PT. Hanny Aulia Wisata Banjarmasin, setiap tahunnya membuat iklan terutama melalui media cetak seperti brosur dan spanduk. Dengan brosur

 Rencana tentang batasan kegiatan, umum dan komprehensif, sebagai pegangan dalam pelaksanaan pekerjaan perawatan..

Solusi tersebut adalah dengan program SMILE (Sekolah Mengenal Islam Lebih Enak). Program SMILE memiliki visi dan misi pada karakter di kalangan remaja. Visi yang diberikan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwaterdapat perbedaan fekunditas dan daya tetas ikan Cupang pada umur induk Cupang yang berbeda dan umur induk ikan

1 Jenis penelitian menggunkan field research yaitu penelitian lapangan, dapat juga sebagai pendekatan luas dalam penelitian kualitatif atau sebagai metode untuk