Konsep Mata Uang Menurut Umar bin Khathab
Makalah Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah EKONOMI MAKRO
Dosen Pengampu:
Hendri Tanjung, Ph.D
Disusun Oleh:
Muchamad Ridho Hidayat
FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan kepada ciri-ciri kegiatan perdagangan yang dijalankan dalam
berbagai masyarakat ( di masa lalu dan apda masa kini), perekonomian dapat
dibedakan kepada: “perekonomian barter” dan “perekonomian uang”. Yang
diartikan dengan “perekonomian barter” adalah suatu sistem kegiatan ekonomi
masyarakat di mana kegiatan produksi dan perdagangan masih sangat sederhana,
kegiatan tukar-menukar masih terbatas, dan jual beli dilakukan secara pertukaran
barang dengan barang atau barter. Sedangkan yang dimaksud dengan
“perekonomian uang” adalah perekonomian yang sudah menggunakan uang
sebagai alat pertukaran dalam kegiatan perdagangan. Semua negara di dunia ini
sudah dapat digolongkan sebagai “perekonomian uang.” Kebanyakan
perdagangan dilakukan dengan menggunakan uang. Semakin modern suatu
negara, semakin penting peranan uang dalam menggalakkan kegiatan
perdagangan1.
Beberapa kelemahan Perdagangan Barter2:
- Memerlukan “kehendak ganda yang selaras” (double coincidence of
wants)
- Penentuan Harga Sukar Dilakukan
- Membatasi pilihan pembeli
- Menyulitkan pembayaran tertunda (kredit)
- Sukar menyimpan kekayaan
Uang yang terbuat dari emas dan perak telah mulai digunakan sejak abad
ketujuh sebelum masehi dan sampai pemrulaan abad kesembilan belas, mata uang
emas dan perak adalah uang yang paling penting dan paling banyak digunakan.
Kemajuan ekonomi yang menimbulkan beberapa kesulitan-kesulitan dalam
penggunaan uang emas dan perak. Kesulitan-kesulitan tersebut menurut Sadono
Sukirno adalah:
1
Sadono Sukirno, Makroekonomi: Teori Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008. hlm. 265-266
2
2
1. Memerlukan tempat yang agar besar untuk menyimpan
2. Merupakan benda yang berat
3. Sukar untuk ditambah jumlahnya
Pada faktanya, saat ini kita hidup di “perekonomian uang”. Bahkan secara
khusus, uang yang eksis pada peradaban hari ini adalah sistem uang kertas. Para
ulama memiliki beragam pendapat soal keabsahan tentang hal ini. Sebagian
mengharamkannya, tetapi belum memiliki solusi. Sebagian lagi membolehkannya
karena alasan terpaksa/ darurat atau alasan lainnya.
B. Rumusan Masalah
Menurut Dr. Jaribah Al-Haritsi, uang memiliki peranan besar dalam berbagai
aliran ekonomi, di mana peranan tersebut terkembali kepada beberapa sebab
sebagai berikut3:
1. Pelayanan besar yang diberikan oleh uang bagi kehidupan perekonomian;
karena uang merupakan alat barter, tolak ukur nilai, sarana perlindungan
kekayaan, dan alat pembayaran hutang dan pembayaran tunai.
2. Hubungan yang kuat antara uang dan berbagai kegiatan ekonomi yang lain
dan pengaruh yang saling berkaitan diantaranya. Sebab kekuatan uang
bersandar pada kekuatan ekonomi, dan ekonomi yang kaut bersandar
kepada uang yang kuat, dan sebaliknya.
3. Munculnya pengaruh uang dalam kehidupan perekonomian dengan bentuk
yang sangat besar pada era sekarang yang menyaksikan krisis moneter
yang tajam sejak permulaan abad ke-18 M. Dimana harga mengalami
gejolak besar dari satu waktu ke waktu yang lain, sehingga kecepatan
naiknya inflasi yang besar menjadi problem terbesar yang dihadapi
ekonomi dunia sat sekarang. Ini berarti bahwa problem keuangan
merupakan problem ekonomi terbesar yang dihadapi ekonomi
kontemporer.
3
3
4. Uang merupakan salahsatu faktor kekuasaan dan kemandirian ekonomi.
Karena itu, uang merupakan salahsatu bidikan terpenting dalam perang
ekonomi antar negara.
Jika uang memiliki urgensi seperti itu dan indikasinya di dalam berbagai
bidang kehidupan perekonomian, maka sudah semestinya jika perhatian Islam
terhadap uang selaras dan sesuai dengan urgensi tersebut4. Untuk itu, penting bagi
kaum muslimin mengetahui dan memahami konsep uang dalam Islam.
Makalah ini secara khusus akan mengkaji persoalan uang dalam
pandangan Islam berdasarkan pendapat Umar bin Khathab RA.
4
4
II. PEMBAHASAN
A. Mata Uang dalam Ekonomi Makro
A.1. Definisi
Orang yang memiliki banyak uang biasanya diidentikan dengan orang kaya. Uang
sering dianggap sebagai alat pengukur kekayaan. Akan tetapi para ekonom
menggunakan istilah uang secara khusus. Uang tidak mengacu pada seluruh
kekayaan, tapi hanya salahsatunya. Uang adalah persediaan aset yang dapat
digunakan untuk melakukan transaksi5.
Uang memiliki tiga tujuan (baca: fungsi), yaitu sebagai penyimpan nilai,
unit hitung dan media pertukaran6. Sedangkan bentuknya sangat beragam. Uang
yang tidak memiliki nilai intrinsik disebut uang atas-unjuk atau fiat money (uang
fiat). Uang fiat ditetapkan sebagai uang menurut dekrit pemerintah atau atas unjuk
pemerintah7. Dimasa lalu, masyarakat telah menggunakan komoditas yang
memiliki nilai intrinsik sebagai uang. Uang seperti ini disebut sebagai commodity
money (uang komoditas)8. Contoh uang komoditas yang paling banyak digunakan
adalah emas. Emas adalah bentuk uang komoditas karena bisa digunakan untuk
berbagai tujuan – seperti perhiasan, sebagaimana untuk transaksi9.
Uang diciptakan dalam perekonomian dengan tujuan untuk melancarkan
kegiatan tukar menukar dan perdagangan. Maka uang selalu didefinisikan sebagai,
“benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantaraan untuk
mengadakan tukar menukar (perdagangan) 10.
Syarat-syarat benda yang bisa menjadi uang11:
- Nilainya tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu
- Mudah dibawa
5
N. Gregory Mankiw, Macroeconomic (sixth edition) = Makroekonomi. Jakarta: Erlangga. hlm. 76
6
N. Gregory Mankiw, hlm. 76
7
N. Gregory Mankiw, hlm.77
5
- Mudah disimpan tanpa mengurangi nilainnya
- Tahan lama
- Jumlahnya terbatas (tidak berlebihan)
- Bendanya mempunya mutu yang sama
Emas dan perak merupakan dua benda yang dapat memenuhi syarat-syarat
ini pada masa lalu. Oleh sebab itu, benda tersebut telah menjadi alat perantaraan
dalam kegiatan perdagangan di berbagai negara di dunia sejak berabad-abad yang
lalu12.
Kemajuan ekonomi duani yang bertambah pesat sejak berlakunya
Revolusi Industri di negara-negara maju menyebabkan perdagangan berkembang
dengan sangat pesat sekali. Transaksi-transaksi yang dijalankan telah menjadi
berkali lipat nilainya. Uang emas dan perak tidak dapat ditambah secepat seperti
perkembangan perdagangan yang telah berlaku tersebut. Sebagai akibatnya
bertambah lama bertambah banyak negara menggantikan uang emas dan perak
dengan uang kertas sebagai alat untuk tukar menukar. Pada masa ini uang kertas
dan uang bank atau uang giral, yaitu uang yang diciptakan oleh bank-bank umum,
adalah alat tukar menukar yang terutama di semua negara di dunia ini13.
Berdasarkan kepada kesulitan-kesulitan yang timbul oleh sistem barter,
uang memilik fungsi dalam melancarkan kegiatan perdagangan. Fungsi-fungsi
tersebut adalah14:
- Untuk melancarkan kegiatan tukar-menukar
- Untuk menjadi satuan nilai
- Untuk ukuran bayaran yang ditunda
- Sebagai alat penyimpan nilai
Jenis uang yang sudah sejak lama digunakan dan yang selama kurang lebih
dua puluh lima abad merupakan mata uang yang paling banyak digunakan oleh
12
Sadono Sukirno, hlm.268
13
Sadono Sukirno, hlm.268
14
6
berbagai negara, adalah mata uang emas dan perak. Emas dan Perak mempunyai
ciri-ciri yang diperlukan untuk menjadi uang yang baik15.
Ciri khusus emas dan perak16:
- Banyak orang yang menyukai benda tersebut karena dapat digunakan
sebagai perhiasan
- Emas maupun perak memiliki mutu yang sama
- Kedua-duanya tidak mudah rusak, tetapi dapat dengan mudah dibagi-bagi
apabila diperlukan
- Jumlahnya sangat terbatas dan untuk memperolehnya perlu biaya dan
usaha
- Kedua barang itu sanagt stabil nilainya karena mereak tidak berubah
mutunya dalam jangka panjang dan tidak mengalami kerusakan
Menurut Zallum, uang itu ada dua macam, yaitu uang logam dan uang
kertas. Uang logam adalah uang yang terbuat dari barang tambang seperti emas,
perak, tembaga, timah dan nikel. Uang kertas adalah uang yang terbuat dari kertas
sebagai pengganti (subtitusi) dari emas atau perak atau yang lainnya; yang dijamin
seluruhnya atau sebagiannya; atau tidak dijamin sama sekali sehingga tidak
diback up oleh emas dan perak17.
Dunia pernah mengambil emas dan perak sebagai sistem mata uangnya
hingga Perang Dunia I. Pada tahun 1971 penggunaan sistem mata uang emas dan
perak ditiadakan sama sekali, berdasarkan keputusan Presiden AS, Nixon.
Keputusan tersebut secara resmi dikeluarkan pada tanggal 15/07/1971 sekaligus
membatalkan sistem yang disepakati pada Bretton Woods. (Bretton Wood adalah
keputusan mengikat mata uang dunia dengan dollar dan emas dalam nilai tertentu.
Uang dollar ketika itu diklaim memiliki back up emas sejumlah tertentu.)18
Sistem Mata Uang
15
Sadono Sukirno, hlm.271
16
Sadono Sukirno, hlm. 271
17
Abdul Qadim Zallum, Sistem Keuangan Negara Khilafah. Jakarta: HTI Press, 2008. hlm. 258
18
7
Sistem mata uang adalah kumpulan perarturan yang menjadi asas adanya
mata uang dan pengaturannya di suatu negara19. Sistem mata uang logam adalah
sistem yang tersusun dari satuan mata uang dasar yang terbuat dari logam, baik
tunggal maupun dual (ganda)20. Menurut Zallum, penggunaan sistem emas dan
perak mengharuskan ditetapkannya satuan mata uang dasar dari emas dan perak
dengan timbangan dan bentuk tertentu dan bersifat permanen21.
Sistem uang kertas adalah sistem yang menggunakan uang kertas sebagai
alat tukarnya. Uang kertas merupaklan gambaran dari kepercayaan yang beredar,
dam dikeluarkan bagi orang. Juga mencerminkan hutang yang dijamin oleh negara
atau kekuasaan yang menerbitkan mata uang – jika uang tersebut merupakan
subtitusi dari emas dan perak22.
Jenis uang kertas ada tiga: Pertama, uang kertas subtitusi dari emas atau
perak. Uang ini dijamin penuh oleh emas dan perak 100%. (100% reserve
system). Kedua uang kertas semi-subtitusi. Uang ini dijamin dengan perbandingan
tertentu dengan emas atau perak, tetapi tidak dijamin penuh. Ketiga, uang kertas
yang sama sekali tidak dijamin oleh emas atau perak, dan bukan pengganti
keduanya. Ini uang kertas biasa yang disebut nuqud al-waraqiyah al-ilzamiyah.
Uang jenis ketiga ini tidak memiliki nilai. Akan tetapi nilainya disandarkan pada
undang-undang, yang memaksanya menjadi alat tukar23.
A.2. Sejarah Mata Uang
Perjalanan Uang Emas dan Perak
Uang dalam berbagai bentuknya sebagai alat tukar perdagangan telah
dikenal ribuan tahun yang lalu seperti dalam sejarah Mesir kuna sekitar 4000 SM
– 2000 SM. Dalam bentuknya yang lebih standar uang emas dan perak
diperkenalkan oleh Julius Caesar dari Romawi sekitar tahun 46 SM. Julius Caesar
pula yang memperkenalkan standar koversi dari uang emas ke uang perak dan
19
Abdul Qadim Zallum, hlm. 258
20
Abdul Qadim Zallum, hlm. 260
21
Abdul Qadim Zallum, hlm. 262
22
Abdul Qadim Zallum, hlm.263
23
8
sebaliknya dengan perbandingan 1:12. Standar Julius Caesar ini berlaku di
belahan dunia Eropa selama sekitar 1250 tahun yaitu sampai tahun 120424.
Dibelahan dunia lainnya di Dunia Islam, uang emas dan perak yang
dikenal dengan Dinar dan Dirham juga digunakan sejak awal Islam, baik untuk
kegiatan muamalah maupun ibadah seperti zakat dan diyat. Standarisasi berat
uang Dinar dan Dirham mengikuti hadis Rasulullah SAW, “Timbangan adalah
timbangan penduduk Makkah, dan takaran adalah takaran penduduk Madinah.” (HR Abu Dawud)25.
Pada zaman Umar bin Khathab sekitar tahun 642 Masehi bersamaan
dengan pencetakan uang Dirham pertama di Kekhalifahan, standar hubungan
berat antara uang emas dan perak dibakukan yaitu berat 7 Dinar sama dengan
berat 10 Dirham26.
Pada akhir abad ke -13, Islam mulai merambah Eropa dan berdirinya
kekhalifahan Usmaniyah dan tonggak sejarahnya tercapai pada tahun 1453 ketika
Muhammad Al-Fatih menaklukkan Konstatinopel, Dinar dan Dirham adalah mata
uang paling luas digunakan27.
Selain emas dan perak, baik di negeri Islam maupun non Islam juga
dikenal uang logam yang dibuat dari tembaga atau peringgu. Dalam fikih Islam,
uang emas dan perak dikenal dengan thaman haqiqi/ thaman khalqi (alat tukar
hakiki), sedangkan uang dari tembaga atau perunggu dikenal sebagai fulus dan
menjadi alat tukar kesepakatan (thaman istilahi)28.
Evolusi Fiat Money
Penerimaan masyarakat terhadap uang komoditas tidaklah mengejutkan
dan dapat dipahami. Masyarakat menerima emas sebagai uang karena emas
24
Muhaimin Iqbal, Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar dan Dirham. Jakarta: Spiritual Learning Center – Dinar Club. hlm.18
25
Muhaimin Iqbal, hlm. 18
26
Muhaimin Iqbal, hlm. 18
27
Muhaimin Iqbal, hlm.19
28
9
memiliki nilai intrinsik. Namun, apa yang menyebabkan masyarakat menerima
fiat money yang secara intrinsik tidak berguna?
Evolusi dari uang komoditas menjadi fiat money diawali dengan kesulitan
dalam membawa bongkahan emas untuk melakukan perdagangan. Kepraktisan
dan tuntutan kemajuan menginginkan bentuk emas yang standar. Dibuatlah
percetakan koin emas yang memiliki standar tertentu sebagai mata uang.
Selanjutnya pemerintah menerima (mengumpulkan) emas dari masyarakat untuk
ditukar dengan sertifikat emas. Masyarakat percaya kepada pemerintah atas
sertifikat (surat bukti) kepemilikan emas, dan menganggap nilainya setara dengan
nilai emas yang tertera/tercantum dalam sertifikat tersebut. Sertifikat ini lebih
mudah untuk dibawa dan digunakan. Sertifikat yang ditopang dengan emas ini
akhirnya menjadi standar moneter yang berlaku pada suatu masyarakat29.
Pada akhir evolusi ini emas menjadi tidak relevan karena tidak seorang
pun yang menebus sertifikat tersebut dengan emas. Tidak seorangpun yang peduli
dengan keberadaan emas yang dijamin oleh sertifikat tersebut, karena sertifikat ini
sudah beredar luas dimasyarakat dan sudah diterima sebagai mata uang30.
Inilah yang disebut konvensi sosial terhadap mata uang. Setiap orang
menghargai uang karena mereka berharap orang lain juga akan menghargainya31.
Dalam politik, pemerintah memaksa masyarakat untuk menerima fiat money yang
diterbitkan oleh bank sentral. Uang tersebut ditetapkan sebagai mata uang yang
sah, dan menolaknya berarti pelanggaran pidana.
Menurut catatan numismatik, kuitansi uang sudah dipakai di Cina oleh
para saudagar di abad ke-3 atau ke-4 Masehi, yaitu sejak Ts’ai Lun menemukan
kertas pada abad ke-1 Masehi. Kuitansi uang adalah tanda terima yang tertulis di
atasnya nilai koin tertentu milik saudagar sebagai ganti pembayaran tunai. Inilah
uang kertas yang dalam istilah Zallum uang yang memiliki jaminan. Di Cina,
negara mengambil alih sistem kuitansi uang sejak tahun 910 M, dipelopori oleh
29
N. Gregory Mankiw, hlm. 78
30
N. Gregory Mankiw, hlm. 79
31
10
Dinasti Tang, tetapi sistem ini akhirnya dibrangus oleh Kaisar Hung Wu dari
Dinasti Ming pada tahun 1399, mengakhiri uang kertas Kwan32.
Namun, ternyata jika kita melihat perjalanan uang kertas penuh dengan
kegagalan. Uang kerta mengalami masa kelam selama tiga abad terakhir. Berikut
ini beberapa contoh kegagalan tersebut33:
1. Di Amerika pada tahun 1775, Congress Amerika mencetak uang kertas
yang disebut Continental. Uang ini dicetak sebesar US$ 241 juta untuk
membiayai perang, dan bertahan hanya sekitar 5 tahun, sampai tahun
1780. Uang ini tidak memiliki back up atau jaminan, sehingga tidak
bernilai. Akhirnya uang ini hanya digunakan sebagai kertas penutup
tembok (wall paper) di barber shop, dan baju parade.
2. Di Perancis, kegagalan uang kertas terjadi 2 kali, yaitu tahun 1715 selepas
terbunuhnya Louis XIV dan tahun 1789. Awalnya, seorang penjudi dari
Scotlandia bernama John Law menawarkan ide uang kertas kepada
penguasa Perancis. Setelah disetujui, mereka membuat bank sentral yang
disebut Banque Royale yang mengeluarkan bank-note sebesar 2,7 milyar
Livres selama 2 tahun. Tidak lama setelah itu terjadi gelembung pasar
(market bubble) yang menyebabkan mata uang tersebut collapse.
Kemudian pada tahun 1789 Perancis mencoba mencetak uang kertas lagi
yang diberi nama Assignat. Belajar dari kegagalan sebelumnya, uang
kertas ini di-back up dengan kolateral berupa tanah gereja yang sangat
berharga. Kemudian, jumlah uang yang beredarpun dibatasi hanya sampai
400 juta Assignat. Namun, uang ini hanya berhasil bertahan sekitar tujuh
tahun.
3. Kegagalan uang kertas juga terjadi di Jerman pasca berakhirnya Perang
Dunia I. Karena tingginya tingkat inflasi dan tidak berharganya uang
kertas, gaji pegawai dibayar dua kali sehari. Orang-orang di Jerman masih
mendapatkan cerita dari kakek nenek mereka, bahwa untuk membeli roti
32
Sufyan Al Jawi, Kemilai Investasi Dinar Dirham : Muamalah Syar’i Tanpa Riba. Depok: Pustaka Adina, 2007. hlm. 36
33
11
orang perlu membawa kereta dorong; bukan untuk membawa roti tetapi
membawa uangnya.
B. Mata Uang Menurut Umar bin Khathab
Perhatian Islam terhadap uang nampak di dalam penetapan kaidah-kaidah yang
menjamin keselamatan interaksi keuangan; seperti Islam melarang cara apa pun
yang berdampak mudharat terhadap uang34.
Penerbitan uang merupakan masalah yang dilindungi kaidah-kaidah umum
syariat Islam. Sebab penerbitan uang dan penentuan jumlahnya merupakan hal-hal
yang berkaitan dengan kemaslahatan umat, sedangkan bermain-main dalam
penerbitan uang akan berdampak pada terjadinya mudharat besar bagi ekonomi
umat dan kemaslahatannya. Diantara bentuk mudharat tersebut adalah hilangnya
kepercayaan terhadap mata uang, terjadinya pemalsuan, pembengkakan jumlah
uang dan turun nilainya (inflasi)35.
Ibnu Taimiyah mengatakan dalam Majmu Fatawa, “Seyogianya
pemerintah mencetak uang untuk mereka (rakyat) sebagai nilai pengganti dalam
muamalah mereka.”36
Kondisi uang sejak masa pemerintahan Nabi Muhammad SAW hingga
pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq RA tidak mengalami perubahan dikarenakan
pendeknya masa khilafahnya, kesibukannya dalam memerangi kemurtadan, dan
kokohnya pilar-pilar kekhilafahannya. Ketika masa Umar RA terjadi sebagian
perbaikan dalam pengeluaran uang37.
Terdapat perbedaan pendapat tentang orang pertama yang mengeluarkan
uang di dalam Islam. Riwayat yang paling masyhur menjelaskan bahwa Abdul
Malik bin Marwan adalah orang pertama yang mencetak dirham di dalam Islam38.
B.1. Atsar Umar tentang Uang
34
Jaribah bin Ahmad Al Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khathab. Jakarta: Khalifa, 2006. hlm. 326
35
Jaribah bin Ahmad Al Haritsi, hlm. 339
36
Jaribah bin Ahmad Al Haritsi, hlm.339
37
Jaribah bin Ahmad Al Haritsi, hlm. 334
38
12
Riwayat yang menyebutkan bahwa Umar RA mencetak dirham pada masanya
dinyatakan oleh Al-Maqrizi. Dalam riwayat tersebut dikatakan bahwa Umar RA
mencetak dirham dengan ukiran Kisra dan dengan bentuk yang sama. Hanya saja
dia menambahkan kata ‘Alhamdulillah’ dan ‘La ilaha illallah’. Riwayat ini
dikuatkan oleh riwayat Al-Baihaqi tentang dirham bighal. Dalam riwayat lain,
Umar menetapkan dirham Islam yang senilai dengan enam daniq39.
Diantara bukti yang menunjukkan pencetakan uang dirham oleh Umar RA
adalah bukti material yang bisa dilihat secara nyata. Sebab terdapat uang Islam
yang dicetak pada masa Umar Radhaiyallahu Anhu sekitar tahun 20 H. Sumber
sejarah lain menyatakan, “Sesungguhnya dirham telah dicetak pada masa khilafah
Umar RA oleh para gubernur, hanya saja dia menggunakan ukuran Bizantium
Romawi40.
Peranan Umar RA dalam reformasi moneter tidak hanya sebatas
pengeluaran uang. Beliau juga berupaya untuk melindungi uang, seperti melarang
perdagangan uang dan praktek-praktek ribawi41. Umar RA melarang manusia
bermuamalah dengan uang palsu. Umar juga melarang Abdullah bin Mas’ud
untuk menjual sisa dirham yang buruk yang teradapat di baitul mal42.
Umar RA juga melakukan standarisasi uang untuk kesatuan sistem
moneter, dengan mengumumkan sabda Nabi SAW: “Timbangan adalah
timbangan penduduk Makkah, sedangkan takaran adalah takaran penduduk
Madinah.”43
Dalam riwayat lain, Umar RA berusaha memberantas riba dalam mata
uang. Imam Malik berkata dalam Al-Muwaththa44:
“Yahya meriwayatkan kepadaku dari Malik, dari Abdullah bin Dinar, dari Abdullah Ibn Umar bahwa Umar bin Khathab mengatakan: jangan menjual emas untuk emas, kecuali sejenis dengan sejenis. Jangan melebihkan bagiannya atas bagian lain. Jangan menjual perak untuk perak, kecuali sejenis dengan sejenis. Jangan
39
Jaribah bin Ahmad Al Haritsi, hlm. 334-335
40
Jaribah bin Ahmad Al Haritsi, hlm. 336
41
Jaribah bin Ahmad Al Haritsi, hlm.340-341
42
Jaribah bin Ahmad Al Haritsi, hlm.344
43
Jaribah bin Ahmad Al Haritsi, hlm. 344
44
13
melebihkan bagiannya atas bagian lain. Jangan menjual sesuatu yang ada dengan sesuatu yang tidak ada. Jika seseorang memintamu menunggu pembayaran hingga dia berada dirumah, maka jangan tinggalkan dia. Aku khawatir rama’ terjadi padamu. Rama’ itu riba.”
Pendapat Dr. Jaribah Al-Haritsi
Dalam buku Fikih Ekonomi Umar bin Khathab45, Jaribah Al-Haritsi
mencantumkan riwayat yang menunjukkan bahwa uang adalah segala sesuatu
yang dikenal dan dijadikan sebagai alat pembayaran dala muamalah di antara
mereka. Dimana Umar RA pernah mengatakan, “Aku ingin menjadikan dirham
dari kulit unta.” Lalu dikatakan kepadanya, “Jika demikian, unta akan
habis/punah”, maka dia menahan diri. (Lihat, Al-Baladzuri, Futuh Al-Buldan).
Menurut Jaribah Al-Haritsi, atsar “Aku ingin menjadikan dirham dari kulit
unta.” menunjukan bahwa Ulil Amri dapat menetapkan uang dari materi apa saja
dan dalam bentuk apapun selama tidak menyalahi hukum syariah46.
Jaribah mengutip sebuah riwayat yang mengatakan, “Sungguh telah kuat
riwayat yang mengatakan bahwa Umar RA bertekad untuk menjadikan uang dari
kulit karena banyaknya kecurangan dalam dirham. Hanya saja karena
mengkhawatirkan punahnya unta, maka beliau membatalkan rencananya tersebut.
Juga tidak diriwayatkan bahwa seseorang menyanggah Umar bin Khathab dengan
alasan nilai penciptaan perak ketika beliau berkeinginan untuk menjadikan dirham
dari kulit unta.”47
Setelah mengumpulkan banyak keterangan tentang riwayat-riwayat terkait
pencetakan dirham pada masa Umar RA Dr. Jaribah Al-Haritsi berkesimpulan
sebagai berikut48:
a. Penerbitan uang pada masa Umar RA hanya terbatas pada dirham,
sementara dinar tidak dicetak melainkna pada masa Khalifah Abdul Malik
bin Marwan.
b. Pencetakan dirham tidak dengan ukiran ala Arab murni, namu dicetak
dengan gaya ‘ajam.
45
Jaribah bin Ahmad Al Haritsi, hlm. 327
46
Jaribah bin Ahmad Al Haritsi, hlm. 327
47
Jaribah bin Ahmad Al Haritsi, hlm.328
48
14
c. Umar RA tidak mengumumkan dirham yang dicetaknya tersebut sebagai
mata uang resmi dan meniadakan muamalah denga dirham yang lain.
Menurut Jaribah, kebutuhan pengeluaran uang pada masa Umar RA
menjadi lebih besar daripada sebelumnya dikarenakan luasnya wilayah negara
khilafah, banyaknya harta yang mengalir ke negara khilafah dari daerah-daerah
yang ditaklukkan, adanya pemalsuan dirham, dan lain-lain. Meskipun demikian,
khilafah belum memiliki kemampuan untuk mengeluarkan mata uang yang
independen bagi masyarakat pada waktu itu. Khilafah hanya mampu
mengeluarkan sebagian dirham yang ditetapkan sesuai dengan syar’i49.
Apa yang ditetapkan di dalam fikih Islam tentang penerbitan uang oleh
pemerintah dapat dicermati dengan jelas di dalam fikih ekonomi Umar RA.
Perkataan Umar RA, “Aku berkeinginan untuk menjadikan dirham dari kulit unta”
menurut Dr. Jaribah Al-Haritsi menunjukkan bahwa beliau berpendapat
penerbitan uang merupakan otoritas pihak yang berwenang (ulil amri); karena
beliau mengatakan hal itu dengan statusnya sebagai khalifah50.
Di akhir pembahasannya tentang Uang (Moneter), Dr. Jaribah
menyimpulkan bahwa Umar tidak kagum terhadap dirham dari Persia, dan
mencari bahan lain untuk dijadikan uang. Akan tetapi pembatalan niat Umar RA
untuk menjadikan kulit unta sebagai uang adalah semata-mata khawatir atas stock
unta, sedangkan kebutuhan unta sangat mendesak (untuk keperluan lain)51. Dr.
Jaribah juga menyimpulkan bahwa atsar Umar tersebut menunjukkan tentang
keniscayaan uang kertas52.
B.2. Analisis Terhadap Atsar Umar bin Khathab
Menurut Dr. Jaribah, secara global terdapat dua pendapat di antara fuqaha tentang
hakikat uang. Kelompok pertama mengatakan bahwa uang adalah bentuk
penciptaan dan hanya terbatas pada dinar (emas) dan dirham (perak) yang dicetak
sebagai mata uang. Kelompok ini diwakili oleh Al-Ghazali, Ibnu Qudamah, dan
49
Jaribah bin Ahmad Al Haritsi, hlm. 338
50
Jaribah bin Ahmad Al Haritsi, hlm. 340
51
Jaribah bin Ahmad Al Haritsi, hlm. 346
52
15
Al-Maqrizi. Kelompok kedua mengatakan bahwa uang adalah masalah
terminologi. Kelompok ini diwakili oleh Ibnu Taimiyah dan Ibnu Hazm53.
Untuk memahami perbedaan pendapat ini perlu kajian yang mendalam
terhadap sistem moneter dan konsep uang dalam Islam. Atsar Umar ini, ditarik
oleh Dr. Jaribah ke arah pendapat kelompok kedua. Menurut kelompok ini, benda
apapun bsia menjadi uang dengan konvensi dari masyarakat54.
Umar bin Khathab RA memang pernah memiliki ide untuk menjadikan
uang dari kulit unta sebagai nilai harga resmi. Namun dengan berbagai
pertimbangan, ide itu dibatalkannya. Al-Baladzari dalam al Buldan wa Futuhuha
wa Ahkamuha meriwayatkan: “Sesungguhnya Umar Ibn Khathab pernah berkata:
Saat aku ingin menjadikan uang dari kulit unta, ada orang yang berkata: Kalau
begitu unta akan punah. Maka aku batalkan keinginan tersebut.” Imam Malik
berkomentar dalam al Mudawwanah (Juz 3), “Apabila pasar telah menjadikan
kulit sebagai mata uang, maka aku tidak senang kulit tersebut dijual dengan emas
dan perak.”55
Menurut Sufyan Al-Jawi, dalam memahami atsar ini perlu diberi catatan
Numismatik: yang dimaksud dengan uang dari kulit unta, yaitu lembaran
komoditas kulit unta, bukan uang kuitansi atau bank-note, yang dalam istilah
Umar Ibn Khathab RA adalah Rama’. Tidak mungkin Umar RA bermaksud
menjadikan kulit unta sebagai Rama’ sedangkan beliau membencinya56.
Catatan ini penting diberikan karena sebagian pihak – sebagaimana
pendapat Jaribah – mengira ide pemakaian kulit unta sebagai uang itu mirip
53
Jaribah bin Ahmad Al Haritsi, hlm. 327 – 328
54
Pada faktanya, yang terjadi saat ini bukanlah konvensi. Akan tetapi yang sebenarnya berlaku adalah pemaksaan terhadap mata uang kertas yang tidak memiliki nilai apapun.
55
Sufyan Al Jawi, hlm. 6-7
56
Imam Malik dalam Al-Muwaththa berkata:
“Yahya meriwayatkan kepadaku dari Malik, dari Abdullah bin Dinar, dari Abdullah Ibn Umar bahwa Umar bin Khathab mengatakan: jangan menjual emas untuk emas, kecuali sejenis dengan sejenis. Jangan melebihkan bagiannya atas bagian lain. Jangan menjual perak untuk perak, kecuali sejenis dengan sejenis. Jangan melebihkan bagiannya atas bagian lain. Jangan menjual sesuatu yang ada dengan sesuatu yang tidak ada. Jika seseorang memintamu menunggu pembayaran hingga dia berada dirumah, maka jangan tinggalkan dia. Aku khawatir rama’ terjadi padamu. Rama’ itu riba.”
16
dengan pemakaian selembar kertas sebagai mata uang bank-note tersebut.
Menurut Imam Malik, Rama’ adalah penundaan pembayaran seperti uang kertas
atau bank note. Imam Malik mengatakan: “Rasulullah SAW melarang penjualan
sebelum serah-terima barangnya”.
Setelah membatalkan pemakaian kulit unta sebagai uang, pada tahun 20
H., Khalifah Umar Ibn Khathab RA justru menerbitkan koin dirham Islam
pertama, sesuai kadar yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW. Kadar
dinar-dirham yang ditetapkan oleh Umar Ibn Khathab ini adalah dinar seberat 1 mitsqal:
20 qirat (4,25 gr) dan dirham seberat 7/10 mitsqal (2,975 gr). Rancang bangun
koin dirham ini berdasarkan pola Persia ditambahkan huruf Arab gaya Kufi,
dengan lafadz: Bismillah atau juga Bismillahi Rabbi pada tepi lingkaran57. Ini
menunjukkan pendapat Dr. Jaribah di atas kurang tepat.
Bahkan terkait uang kertas secara khusus Zaid bin Tsabit RA pun
membenci uang seperti ini. Imam Malik dalam Al Muwaththa meriwayatkan58:
Yahya meriwayatkan kepadaku dari Malik, bahwa ia telah mendengar ada kuitansi-kuitansi uang yang diberikan pada orang-orang pada masa Marwan bin Hakam di pasar al-Jar. Orang-orang membeli dan menjual kuitansi tersebut sesama mereka sebelum barang diserahterimakan. Zaid bin Tsabit RA, Seorang Sahabat Rasulullah SAW mendatangi Marwan dan mengatakan, “Marwan! Apakah engkau membaut riba menjadi halal?” Dia menjawab, “Aku berlindung kepada Allah. Apa itu?” Dia mengatakan, “Kuitansi-kuitansi dijualbelikan orang sebelum serah-terima barang.” Marwan kemudian mengirim para pengawal untuk mengikuti mereka, dan mengambil kuitansi-kuitansi itu dari tangan orang-orang dan mengembalikannya kepada pemiliknya.
Zaid bin Tsabit RA, secara khusus menyebut kuitansi itu sebagai riba.
Padahal itu kuitansi uang yang belum ditebus koinnya59.
57
Sufyan Al Jawi, hlm. 7-8
58
Sufyan Al Jawi, hlm. 37
59
17
III. PENUTUP
Berpegang pada mata uang Dinar dan Dirham, bukan berarti tidak maju
dalam bidang ekonomi dan perdagangan. Sebelum dunia Barat menemukan apa
yang disebut sebagai ‘cek’ atau ‘check’ atau ‘cheque’, umat Islam sudah
menggunakan Sakk. Begitu juga sebelum Barat mengenal Letter of Credit, Dunia
Islam sudah menggunakan Hawala dan Suftaja60. Penggunaan uang Dinar dan
Dirham juga tidak harus kembali ke zaman dahulu. Ketersediaan teknologi dapat
memudahkan penggunaan Dinar dan Dirham secara praktis. Saat ini juga sudah
tersedia sarana perdagangan berbasis Dinar, seperti e-dinar, dan lainnya61.
Muhaimin Iqbal mengutip Meera menyebutkan manfaat penggunaan Dinar
dan Dirham62:
1. Dinar dan Dirham adalah mata uang yang stabil sepanjang zaman, tidak
menimbulkan inflasi dari proses penciptaan uang atau money creation dan
juga bebas dari proses penghancuran uang (money destruction).
2. Dinar dan Dirham adalah alat tukar yang sempurna karena nilai tukarnya
terbawa (inherent) oleh uang itu sendiri. Berbeda dengan munculnya legal
tender yang merupakan pemaksaan politik untuk menetapkan suatu mata uang agar diterima oleh masyarakat.
3. Penggunaan Dinar dan Dirham dapat mengiliminir penurunan ekonomi
atau economic downturn dan resesi.
4. Penggunaan Dinar dan Dirham dalam suatu negara akan mengeliminir
risiko mata uang yang dihadapi oleh negara tersebut, apabila digunakan
oleh beberapa negara dan dapat mendorong terjadinya blok perdagangan
Islam.
5. Penggunaan Dinar dan Dirham akan membuat sistem moneter berjalan adil
dan harmonis dengan sektor riil. Sektor riil akan tumbuh bersamaan
dengan perputaran uang Dinar dan Dirham.
6. Kedaulatan negara akan terjaga melalui kestabilan ekonomi yang tidak
terganggu oleh krisis moneter.
60
Muhaimin Iqbal, hlm. 40
61
Muhaimin Iqbal, hlm. 40-41
62
18
7. Hanya uang emas (Dinar) dan perak (Dirham) yang bisa menjalankan
fungsi uang modern dengan sempurna. Fungsi alat tukar (medium of
exchange), fungsi satuan pembukuan (unit of account), dan fungsi penyimpan nilai (store of value) menurut Meera, hanya dapat dilakukan
oleh uang emas dan perak. Fiat money telah gagal dalam memerankan
fungsi-fungsi tersebut karena beberapa alasan berikut:
a) Fiat money tidak bisa memerankan secara sempurna fungsi sebagai
alat tukar yang adil karena nilainya yang beruba-ubah. Jumlah uang
yang sama tidak bisa dipakai untuk menukar benda riil yang sama pada
waktu yang berbeda.
b) Sebagai satuan pembukuan fiat money juga gagal karena nilainya yang
tidak konsisten. Pembukuan yang mengandalkan fiat money akan
melanggar prinsip dasar pembukuan, yaitu konsistensi.
c) Sebagai fungsi penyimpan nilai, fiat money jelas telah gagal karena
tidak mampu mempertahankan nilai dirinya dalam waktu yang lama.
Setelah menjelaskan pandangan para ahli tentang atsar Umar RA, menjadi
jelas bahwa Umar bin Khathab adalah pelopor Dirham Islam. Para Sahabat Nabi
pun komitmen dengan taqrir dari Nabi soal uang. Begitu juga mereka – semoga
Allah merahmati mereka semua – tidak memisah-misahkan antara uang untuk
ibadah dan untuk muamalah. Wallahua’lam.[]
19
DAFTAR PUSTAKA
Jaribah bin Ahmad Al Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khathab. Jakarta: Khalifa, 2006.
Abdul Qadim Zallum, Sistem Keuangan Negara Khilafah. Jakarta: HTI Press, 2008.
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Depok : Gramata Publishing, 2010.
Sufyan Al Jawi, Kemilai Investasi Dinar Dirham : Muamalah Syar’i Tanpa Riba. Depok: Pustaka Adina, 2007.
N. Gregory Mankiw, Macroeconomic (sixth edition) = Makroekonomi (edisi keenam). Jakarta: Erlangga.
Muhaimin Iqbal, Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar dan Dirham. Jakarta: Spiritual Learning Center – Dinar Club