• Tidak ada hasil yang ditemukan

PATTA DAN OPU DALAM DINAMIKA SOSIAL POLI (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PATTA DAN OPU DALAM DINAMIKA SOSIAL POLI (1)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PATTA DAN OPU DALAM DINAMIKA SOSIAL POLITIK DI SELAYAR

Alim Ihsan1

Abstrak

Berdasarkan hasil temuan sementara yang telah dilakukan oleh penulis rupanya di kalangan masyarakat pada umumnya dalam melihat kebijaksanaan pemerintahan yang didominasi oleh kalangan bangsawan ini sebagai pemimpin dan aparat pemerintahan, telah terdapat perbedaan penilaian atau pendapat terhadap kreativitas bangsawan yaitu bahwa, keberadaan mereka sebagai pemimpin masyarakat pada umumnya tampil sebagai seorang tokoh yang feodalistis serta lebih mementingkan kepentingan golongan dan keluarganya. Sementara pendapat lain mengatakan bahwa pada umumnya bangsawan adalah orang-orang istimewa yang kharismatik, bijaksana, memasyarakat, dan berhasil mengantar sebuah prestasi yang gemilang dalam dunia politik pemerintahan karena mampu memelihara nama baik leluhurnya yang telah memimpin dekade sebelumnya.

Kata Kunci : Pata Opu dan Stratifikasi Sosial

Latar Belakang

Perjalanan hidup manusia sebagai makhluk sosial dari masa ke masa mengalami pertumbuhan dan perkembangan pola dan gaya hidup, terlebih lagi setelah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ikut mempercepat kemajuan peradaban umat manusia di muka bumi ini. Perkembangan dan kemunduran atau pasang surut peradaban umat manusia, baik dalam sektor sosial budaya, kehidupan ekonomi, maupun kehidupan politik terutama yang terkait dengan sistem pemerintahan suatu negara dan bangsa, kesemuanya itu hanya dapat direkam melaiui pencatatan realitas sosial yang ada.

Di samping itu, hakikat hidup manusia sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk yang berbudaya tidak dapat melangsungkan hidup seorang diri. Di mana atau keadaan apapun manusia cenderung untuk hidup berkelompok, pengelompokan sosial itu antara lain dilandasi dengan adanya persamaan kepentingan antara sesarna anggota kelompoknya. Untuk mewujudkan kepentingan bersama itu, manusia mengorganisir dirinya dalam suatu kesatuan kelompok dengan menciptakan perangkat aturan dan pengendalian diri sosial mereka. Dalam setiap komunitas tentu muncul seorang tokoh atau figur sebagai panutan atau pemimpinnya, dengan kata lain dikenal suatu sistem

(2)

pemerintahan. Akan tetapi dibalik itu sering terjadi persaingan dan kompetisi perebutan tahta dengan persaingan yang tidak sehat dari kalangan elit politik dengan menghalalkan segala macam cara sehingga dapat mengorbankan masyarakat kecil. Demlkian pula sebaliknya seorang figur yang tampil menjadi pemimpin tidak sedikit menghadapi tantangan dan hambatan yang datangnya dan kalangan masyarakat bawah seperti halnya dalam bentuk unjuk rasa atau demonstrasi bahkan pembunuhan secara sadis seperti yang kita saksikan di tengah-tengah dunia dewasa ini, baik secara internasional maupun regional.

Berkaitan dengan konteks ini, penulis melihat suatu gejala yang kurang harmonis mengenai hubungan pemimpin dengan yang dipimpin dalam masyarakat bilamana sosok atau figur yang tampil sebagai pemimpinnya tidak memberikan apa yang mereka harapkan, sehingga tidak mengherankan bila sistem politik pemerintahan di Indonesia dewasa ini mendapat tanggapan yang pro dan yang kontra. Berbagai macam tuduhan dan celaan serta protes dari lapisan masyarakat baik melalui forum resmi maupun unjuk rasa, demonstrasi dan semacamnya. Kesemuanya ini dapat menghambat kelancaran proses dalam upaya. pencapaian tujuan pembangunan nasional.

Gejala dari gerakan ini telah memasuki lapangan birokrasi. Aksi protes proses pemilihan beberapa pimpinan pemerintah daerah di berbagai kawasan icxak semata-mata dilandasi oleh semangat primordialisme sistem budaya dalam jmnia politik, akan tetapi lebih bersifat fungsionalis. Hal ini menunjukkan adanya perkembangan kehidupan bangsa dan negara dalam hubungannya dengan warga me-gara mulai memasuki masa-masa transisional yang dapat menjadi krisis baru secara iculti sektoral.

Fenomena di atas dapatlah diprediksikan bahwa masyarakat kita dalam foerbangsa dan bernegara masih sangat haus akan keberadaan tokoh yang mampu merangkul dan diterima oleh berbagai lapisan masyarakat, memiliki etos dan moral oegarawan, karenanya dalam bursa pencalonan pimpinan perlu dilakukan dengan pertimbangan yang matang. Kenyataan ini kemudian menjadi runtutan bagi setiap pelaksana pemerintahan, karena seorang pejabat secara etik dan moral akan dituntut dapat memenuhi berbagai kepentingan politik sekaligus kemampuan profesional dalam memenuhi kepentingan rakyat banyak.

(3)

Menelusuri dinamika pemerintahan dan keberadaan tokoh atau figur pemimpin dan kalangan bangsawan dalam tataran masyarakat adalah suatu hal yang sangat menarik bagi penulis untuk dikaji secara mendalam. Keberadaan pimpinan yang menyandang gelar bangsawan dalam dinamika pemerintahan pada masyarakat secara evolusi mengalami pergeseran, yaitu bangsawan yang tadinya sebagai suatu gelar kekuasaan dan kebangsawanan yang kharismatik kini menjadi gelar yang hanya menandakan sebagai suatu simbol marga.

Kajian Teori

A. Konsep Dinamika Sosial Politik

Istilah "Dinamika" berasal dan perkataan Inggris dinamic. berarti bergerak. Pada mulanya istilah ini .dikenal dalam ilmu fisika yang menunjuk kepada gerak benda dan penyebabnya (gaya) yang berarti gerak berubah karena ada gaya yang bekerja.

Konsep yang pada awalnya diperkenalkan oleh Galileo (1564.) dalam Ensiklopedia Indonesia yang dipergunakan juga dalam sosiologi dan ilmu politik, dengan dinamika sosial dan dinamika politik. Popper (1985), merumuskan dinamika soial sebagai gerak sosial yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan sosial (atau historis). Berdasarkan rumusan ini, maka dinamika politik dapat diartikan sebagai gerak politik yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan yang berinteraksi dapat menimbulkan kekuatan baru dan perubahan-perubahan. Dengan demikian dinamika sosial atau dinamika politik, bukan hanya mengandung makna gerak, tetapi juga dapat berarti perubahan.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dinamika politik dalam kajian ini dimaksudkan sebagai gerak dan perubahan politik yang terjadi sebagai akibat kekuatan-kekuatan yang berinteraksi dalam masyarakat. Perubahan-perubahan yang dimaksud itu terutama adalah perubahan sistem politik. Sedangkan sistem politik dirumuskan oleh Dahi (1977) adalah sebagai tiap pola tentang: (1) hubungan manusia secara luas, (2) kontrol sosial, (3)pengaruh kekuasaan atau wewenang demokrasi dan (4) kediktatoran.

(4)

dipahami karena istilah politik memang mempunyai makna yang banyak. Bahkan menurut Abdullah (1985). Kata politik sukar dimengerti dan dihayati secara 'baik dan malah dapat mengundang perdebatan yang tidak berujung pangkal. Namun pada umumnya diketahui bahwa ia berasal dan perkataan Polis yang berarti negara atau kota di zaman Yunani kuno. Kemudian berkembang dalam berbagai bentuk bahasa (inggris) seperti polity, politics, politica, political, policy dan lain-lain. Berdasarkan hal ini dapat dimengerti jika para sarjana memberikan pengertian yang berbeda-beda. Memang politik meliputi bermacam-macam kegiatan dalam suatu negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijaksanaan dan pembagian atau alokasi.

B. Stratifikasi Sosial / Pelapisan Sosial dan Birokrasi

Stratifikasi sosial (Social Stratification) berasal dan kata bahasa latin "stratum" (tunggal) atau "strata" (jamak) yang berarti berlapis-lapis. Dalam Sosiologi, Stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. Menurut Pitriam A. Sorokn mendefinisikan Stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hirarki), sedangkan Max Weber menguraikan Stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki

menurut dimensi kekuasaan, previllege danprestise (UT, 2008).

Stratifikasi sosial terjadi melalui proses: (1) terjadinya secara otomatis, karena faktor-faktor yang dibawa individu sejak lahir. Misalnya, kepandaian, usia, jenis kelamin, keturunan, sifat keaslian keanggotaan seseorang dalam masyarakat, (2) terjadi dengan sengaja imtuk tujuan bersama. Biasanya dilakukan dalam pembagian kekuasaan dan wewenang yang. resmi dalam organisasi-organisasi formal, seperti : pemerintahan, partai politik, perusahaan, perkumpulan, angkatan bersenjata.

Menurut Poloma (2004) kriteria atau ukuran yang umumnya digunakan untuk mengelompokkan para anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan tertentu adalah sebagai berikut:

a. Kekayaan

Kekayaan atau sering juga disebut ukuran ekonomi Orang yang memiliki harta benda berlimpah (kaya) akan Iebih dihargai dan dihormati daripada orang yang miskin.

b. Kekuasaan

Kekuasaan dipengaruhi oleh kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat. Seorang yang memiliki kekuasaan dan wewenang besar akan menempati lapisan sosial atas, sebaliknya kekuasaan berada di lapisan bawah.

c. Keturunan

(5)

kebangsawanan atau kehormatan. Kaum bangsawan akan menempati lapisan atas seperti gelar : Andi di masyarakat Bugis, Raden di masyarakat Jawa, dan Tengku di masyarakat Aceh.

d. Kepandaian/Penguasaan ilmu pengetahuan Seseorang yang berpendidikan tinggi dan meraih gelar kesarjanaan atau yang memiliki keahlian/profesional dipandang berkedudukan lebih tinggi, jika dibandingkan orang berpendidikan rendah. Status seseorang juga ditentukan dalam penguasaan pengetahuan lain, misainya pengetahuan agama, keterampilan khusus, kesaktian.

Menurut Soekanto (1983), dilihat dan sifatnya pelapisan sosial dibedakan menjadi sistem pelapisan sosial tertutup, sistem pelapisan sosial terbuka, dan system pelapisan sosial campuran.

1.

Stratifikasi Sosial Tertutup (Closed Social Stratification)

Stratifikasi ini adalah Stratifikasi di mana anggota dan setiap strata sulit mengadakan mobilitas vertikal. Walaupun ada mobilitas tetapi sangat terbatas pada mobilitas horizontal saja. Contohnya : (1) Sistem kasta, kaum Sudra tidak bisa pindah posisi naik di lapisan Brahmana, (2) Rasialis, kulit hitam (negro) yang dianggap di posisi rendah tidak bisa pindah kedudukan di posisi kulit putih, dan (3) Feodal, kaum buruh tidak bisa pindah ke posisi juragan/majikan.

2.

Stratifikasi Sosial Terbuka (Opened Social Stratification)

Stratifikasi mi bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horizontal. Contoh: (1) Seorang miskin karena usahanya bisa menjadi kaya, atau sebaliknya, dan (2) Seorang yang tidak/kurang pendidikan akan dapat memperoleh pendidikan asal ada niat dan usaha. 3. Stratifikasi Sosial Campuran

Stratifikasi sosial campuran merupakan kombinasi antara Stratifikasi tertutup dan terbuka. Misalnya, seorang Ball berkasta Brahmana mempunyai kedudukan terhormat di Bali, namun apabila la pindah ke Jakarta menjadi buruh, la memperoleh kedudukan rendah. Maka, la harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di Jakarta.

(6)

solidaritas di antara individu-individu atau kelompok, yang menduduki sistem sosial yang sama dalam masyarakat.

Status sosial dalam masyarakat sering terdapat perbedaan antara satu dengan yang lainnya, antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Ada yang mempunyai status sosial tinggi dan ada pula status sosial yang rendah dalam kehidupan masyarakat. Menurut konsep status sosial, bahwa di dalam kelompok masyarakat tertentu pasti terdapat beberapa orang yang dihormati. Status ekonomi biasanya juga ada beberapa orang yang memiliki status ekonomi yang lebih tinggi daripada orang lainnya, begitu seterusnya bagi status lain yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat.

Soerjono Soekanto (1982) menyatakan bahwa, selama dalam suatu masyarakat ada sesuatu yang dihargai maka hal itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapis dalam masyarakat. Stratifikasi sosial tersebut adalah merupakan perbedaan (diferensial) yang berhubungan dengan pengertian perbedaan tingkat, di mana anggota-anggota masyarakat berada di dalamnya.

Sejalan dengan hal tersebut di atas maka untuk mempertahankan kelangsungan kehidupan suatu masyarakat diperlukan berbagai bentuk penguasaan berhasil. Demikian pula seorang dari lapisan rendah, orang biasa dapat menjadi pemimpin di bidang pengamanan negara karena keberaniannya di dalam peperangan menghadapi musuh. Sistem kepemimpinan seperti yang terlihat di Selayar dan dalam naskah lontara pula disebutkan bahwa rakyat, Raja, Opu, Patta dan kelompok bangsawang (penguasa) merupakan suatu unit sosial yang utuh.

C. Teori Sistem Sosial

Menurut Munadjat dalam Dasrul Radjab (1994:51) bahwa kata "sistem" dijabarkan dan kata Yunani yaitu sistem yang berarti suatu kesatuan yang tersusun rapi atas bagian-bagian yang mencapai tujuan secara pasti. Sedangkan Kusnadi (1983) bahwa sistem adalah suatu keseluruhan yang terdiri atas beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan itu menimbulkan ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhannya itu.

(7)

berhubungan satu sama lain di dalam wadah yang dipengaruhi oleh aspek-aspek lingkungan guna mencapai tujuan.

Berkaitan dengan hal di atas menurut Handayaningrat (1982) dalam Rajab (1994), bahwa sistem itu terdiri atas bagian-bagian yang satu dan saling berkaitan, yang merupakan kebulatan dalam hubungan kerja sama yang sesuai demi tercapainya sesuatu tujuan. Dengan demikian sistem adalah suatu kesatuan yang tersusun secara rapi atas bagian-bagian berikut perincian-perinciannya untuk mencapai tujuan yang sudah pasti.

D. Pengertian Serta Kedudukan Patta dan Opu dalam Kehidupan Sosial Politik Di Selayar

1 .Pengertian Patta dan Opu

Patta dan Opu pada dasarnya adalah sebuah gelar kebangsawanan, yang selevel dengan gelar Andi di daerah Bugis, Karaeng di daerah Makassar, Parengnge" di daerah Toraja Puang dan daeng di daerah Mandar. Patta adalah gelar panggilan kepada bangsawan laki-laki dan untuk perempuan panggilan atau gelar kebangsawanannya adalah Opu. Akan tetapi pada zarnan sekarang Patta dan Opu mulai cenderung menjadi sebuah nama, sehingga walaupun bukan keturunan bangsawan mereka sudah banyak yang memakai nama Patta atau Opu.

2.Kedudukan Patta dan Opu dalam Kehidupan Masyarakat Selayar

Sepanjang sejarah kehidupan manusia di atas dunia masalah nilai tetap merupakan problem walaupun selama itu pula manusia tetap tak dapat mengingkari efektivitas nilai-nilai di dalam kehidupannya, hal ini tidak dapat terlepaskan dengan makna dan nilai yang di kandung oleh sebutan Patta dan Opu yang telah bermasyarakat khususnya di daerah selayar.

(8)

golongan elit dan menempati strata teratas dan golongan masyarakat lainnya. Hal ini terjadi karena adanya dalam pola hidupnya memiliki nilai-nilai sosial budaya yang melebihi dan golongan masyarakat lainnya, baik dan segi sikap dan tingkah lakunya, kehidupan sosial ekonominya, maupun dan segi-segi lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani, 1993. Sosiologi Sistematika Teori dan Terapan, Jakarta: Bumi Aksara

Abdullah, Hamid, 1991. Andi Pangerang Petta Rani Profil Pemimpin

Yang Manunggal Dengan Rakyat, Jakarta: Gramedia.

Alfian. 1978. Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Anak Agung, Ide. Dari Negara Indonesia Timur Republik Indonesia Serikat. Yogyakarta: Gajah Mada University.

Anwar, Arifin. 1990. Pers dan Dinamika Politik di Makassar 1945-1966.

Budiarjo, Neriam, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia.

Daeng Mangatta, Paliweng. 1976. Pemikiran Lontara Bugis, Khusus

Mengenai Selayar. diterjemahkan oleh Abdul Kadir BA. Dan Disaksikan oleh Mahmud Nuhung, BA Kepala Kandep P dan K

Kab. Sinjai. Galileo. 1986. Dalam Ensiklopedia Indonesia.

Hidayat. 2008. Birokrasi Pemerintahan Indonesia. Bandung: Mandar

Maju.

Husain, Zianal Abidin. 1983. Gelora Juang Selayar Bergejolak Kansil dan

Christifle.K.2004. Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika

Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi

Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Koetjaraningrat (1977), Sistem Gotong Royong dan Jiwa Tolong

Menolong. Jakarta : Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Kosniati. 1986. Profil Bangsawan dalam Pergerakan dan Perjuangan Kemerdekaan. Makassar.

Kuntjaraningrat 1992. PengantarllmuAntroplogi. Jakarta: Rineka Cipta.

Mayor, Polak. 1979. Sosiologi Suatu Buku Pengantar Ringkas. Bandung:

(9)

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 2 menunjukkan nilai validitas pada aspek kelayakan isi, kebahasaan, sajian, dan kegrafisan sebesar 1,00 yang berarti LKS berbasis inkuiri terbimbing sangat

Jalur kereta api Kunming-Singapura dapat menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi (Djankov, 2016). Negara- negara Asia Tenggara pasalnya memiliki pertumbuhan ekonomi yang

Hal tersebut, menunjukkan prinsip-prinsip kemitraan yang dibangun dan dijaga mencerminkan hubungan kemitraan yang setara secara garis lurus ( linear) tanpa ada pihak

Dataset yang digunakan untuk pencarian model ini adalah dataset tulisan tangan aksara arab dengan jenis spidol yang sama pada 30 orang untuk proses training dan testing pada

Maka, lebih lanjut akan diteliti bagaimana konsep misi yang berkembang dalam gereja yang diaspora tersebut melalui literatur-literatur khususnya karya-karya jemaat

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu Metode EOQ merupakan metode yang dapat menentukan jumlah barang yang dipesan dengan model penghitungan matematik, maka dengan melakukan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Untuk menganalisis pengaruh umur dan jumlah tanggungan

Penelitian tentang kemampuan manusia untuk hidup dalam lingkungan kerja tertentu, yang dipengaruhi oleh temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan,